Kentongan Jumboku Yang disayangi banyak Wanita 1
Kentongan Jumboku Yang disayangi banyak Wanita 2
Kentongan Jumboku Yang disayangi banyak Wanita 3
Kentongan Jumboku Yang disayangi banyak Wanita 2
Kentongan Jumboku Yang disayangi banyak Wanita 3
Pagi itu aku sedang menggarap memek jalang kawan Intan. Ia selalu saja ingin lebih meski sudah tak mampu mengimbangi permainanku. Bahkan ia sudah beberapa kali mengedutkan memeknya sebagai tanda ia mencapai kepuasan. Tapi entah kenapa ia serakah ingin aku terus menggempur memeknya yang sudah makin sesuai dengan kontolku. Kalau begini caranya bagaimana aku bisa menjadi suami bertanggung jawab? Bekerja saja mungkin tak akan ada waktu.
Ku lihat Mbak Nanda keluar dari toilet mewah di kamar Intan. Ya kamar ini aku kurang paham. Bagaimana bisa satu gedung ternyata hanya pintu ini yang merupakan rumah Intan. Aku heran ada dimana orang tua dan abangnya Intan? Apakah ada di rumah lain?
"Udah Mas, aku gak sanggup" ucap Rani lemah
Aku tersadar jika aku sedang menggempur memeknya. Dari tadi pikiranku malah memikirkan hal lain!!
"Mas" tegur Nanda
Aku sedikit paham tentang gadis yang terlihat lembut itu. Dia menginginkan juga!
Aku balas dia hanya dengan anggukan.
****
Nanda yang mendapat giliran lantas mendekati Petruk yang sudah duduk disamping Rani yang terkulai lemah.
Ia dengan perlahan kembali mengulang sensasi bercinta mesra dengan Petruk.
Kecupan dan lumayan bibir mereka lakukan sesaat setelah kontol Petruk ditenggelamkan dalam memek Nanda. Bagai pecinta yang saling melepas rindu, mereka sangat mesra melakukannya.
Rani yang melihat itu heran kenapa Petruk terlihat berbeda memperlakukan Nanda dan dirinya.
Kalah.
Rani sekali lagi merasakan kekalahan, padahal ia sudah berusaha seliar mungkin untuk memuaskan Petruk. Meski tak sanggup, ia merasa sudah menorehkan pelayanannya di hati Petruk.
Permainan bercinta kedua insan yang sangat mesra diakhiri dengan Nanda yang kembali berada di atas Petruk dengan pelukan mesra.
Nanda yang kelelahan pun kembali meringkuk, namun kali ini di atas pelukan pria yang merupakan suami temannya sendiri.
"Kalian main lagi atau dari semalam baru selesai?" ucap Intan memecah keheningan
"Sorry Tan, pagi-pagi gue dah sange" jawab Rani
"Gak heran kalau elu" sahut Intan
"Itu si wibu, sekarang doyan kontol ya. Hahaha" ledek Intan
Rani dan Intan sontak tertawa bersama.
"Berisik!" suara Nanda yang malah membuat keduanya makin keras tertawa.
--
Dua minggu terlewati begitu saja. Intan hanya mengajak untuk berbelanja dan sekedar jalan berdua bersama Petruk. Hanya sesekali Rani dan Nanda berkunjung untuk menginap, karena ada kerinduan yang harus dituntaskan. Makin hari Intan makin tak berani menghadapi orang tuanya. Ia takut akan kemarahan yang akan dia terima jika ia membawa seorang lelaki yang akan ia perkenalkan sebagai suami.
Petruk malah tak memikirkan itu, ia malah merasa senang karena banyak hal baru yang ia temui. Meski di kota banyak hal yang aneh baginya, ia menganggapnya wajar karena itu adalah kota.
Sore itu, Petruk dan Intan sedang bersantai di depan TV. Mereka menghabiskan kesehariannya hanya bersantai dengan sesekali Intan pergi ke kampus guna membuat laporan kegiatan KKN.
"Mas, maaf aku belum berani ajak Mas ketemu orang tuaku" ucap Intan
"Tak apa dek"
"Ini serius mas"
"Hmm?"
"Mama tahu kita tinggal bersama. Dia tadi hubungi aku. Aku udah bilang kalau kita udah menikah secara adat" ucap Intan lalu mengambil nafas panjang lalu membuangnya
"Mama tak mau tahu, mama mau jodohkan aku dengan lelaki lain" lanjutnya
Kening Petruk mengkerut mendengar cerita Intan. Ia tak mengerti kenapa orang tua Intan malah menjodohkan dengan orang lain padahal Intan sudah menikah.
"Besok aku mau ketemu mama, aku mau bicarakan semua dulu. Baru nanti aku bawa Mas Pet" ujar Intan
"Oh ok dek" jawab Petruk
"Mas Bosan ya? Atau kangen sama Nanda?" tanya Intan
"Tiap hari santai. Kamu tahu sendiri biasa kalau di desa tiap hari kerja"
"Maaf Mas, kan aku mau nikmati bulan madu kita" ujar Intan
Ku lihat Mbak Nanda keluar dari toilet mewah di kamar Intan. Ya kamar ini aku kurang paham. Bagaimana bisa satu gedung ternyata hanya pintu ini yang merupakan rumah Intan. Aku heran ada dimana orang tua dan abangnya Intan? Apakah ada di rumah lain?
"Udah Mas, aku gak sanggup" ucap Rani lemah
Aku tersadar jika aku sedang menggempur memeknya. Dari tadi pikiranku malah memikirkan hal lain!!
"Mas" tegur Nanda
Aku sedikit paham tentang gadis yang terlihat lembut itu. Dia menginginkan juga!
Aku balas dia hanya dengan anggukan.
****
Nanda yang mendapat giliran lantas mendekati Petruk yang sudah duduk disamping Rani yang terkulai lemah.
Ia dengan perlahan kembali mengulang sensasi bercinta mesra dengan Petruk.
Kecupan dan lumayan bibir mereka lakukan sesaat setelah kontol Petruk ditenggelamkan dalam memek Nanda. Bagai pecinta yang saling melepas rindu, mereka sangat mesra melakukannya.
Rani yang melihat itu heran kenapa Petruk terlihat berbeda memperlakukan Nanda dan dirinya.
Kalah.
Rani sekali lagi merasakan kekalahan, padahal ia sudah berusaha seliar mungkin untuk memuaskan Petruk. Meski tak sanggup, ia merasa sudah menorehkan pelayanannya di hati Petruk.
Permainan bercinta kedua insan yang sangat mesra diakhiri dengan Nanda yang kembali berada di atas Petruk dengan pelukan mesra.
Nanda yang kelelahan pun kembali meringkuk, namun kali ini di atas pelukan pria yang merupakan suami temannya sendiri.
"Kalian main lagi atau dari semalam baru selesai?" ucap Intan memecah keheningan
"Sorry Tan, pagi-pagi gue dah sange" jawab Rani
"Gak heran kalau elu" sahut Intan
"Itu si wibu, sekarang doyan kontol ya. Hahaha" ledek Intan
Rani dan Intan sontak tertawa bersama.
"Berisik!" suara Nanda yang malah membuat keduanya makin keras tertawa.
--
Dua minggu terlewati begitu saja. Intan hanya mengajak untuk berbelanja dan sekedar jalan berdua bersama Petruk. Hanya sesekali Rani dan Nanda berkunjung untuk menginap, karena ada kerinduan yang harus dituntaskan. Makin hari Intan makin tak berani menghadapi orang tuanya. Ia takut akan kemarahan yang akan dia terima jika ia membawa seorang lelaki yang akan ia perkenalkan sebagai suami.
Petruk malah tak memikirkan itu, ia malah merasa senang karena banyak hal baru yang ia temui. Meski di kota banyak hal yang aneh baginya, ia menganggapnya wajar karena itu adalah kota.
Sore itu, Petruk dan Intan sedang bersantai di depan TV. Mereka menghabiskan kesehariannya hanya bersantai dengan sesekali Intan pergi ke kampus guna membuat laporan kegiatan KKN.
"Mas, maaf aku belum berani ajak Mas ketemu orang tuaku" ucap Intan
"Tak apa dek"
"Ini serius mas"
"Hmm?"
"Mama tahu kita tinggal bersama. Dia tadi hubungi aku. Aku udah bilang kalau kita udah menikah secara adat" ucap Intan lalu mengambil nafas panjang lalu membuangnya
"Mama tak mau tahu, mama mau jodohkan aku dengan lelaki lain" lanjutnya
Kening Petruk mengkerut mendengar cerita Intan. Ia tak mengerti kenapa orang tua Intan malah menjodohkan dengan orang lain padahal Intan sudah menikah.
"Besok aku mau ketemu mama, aku mau bicarakan semua dulu. Baru nanti aku bawa Mas Pet" ujar Intan
"Oh ok dek" jawab Petruk
"Mas Bosan ya? Atau kangen sama Nanda?" tanya Intan
"Tiap hari santai. Kamu tahu sendiri biasa kalau di desa tiap hari kerja"
"Maaf Mas, kan aku mau nikmati bulan madu kita" ujar Intan
Saat mereka asik mengobrol dengan diiringi suara TV, mereka tak tahu jika pintu apartemen sudah terbuka dan seseorang masuk.
"Intan!!!" teriak seorang pada Intan
"Mama!" terkejut ia melihat seseorang yang datang itu ternyata orang tuanya
Seorang wanita dewasa modis dengan gaya khas wanita karir menatap tajam kearah sepasang manusia yang sedang berpelukan mesra di sofa dengan bersandar santai.
"Jadi ini yang kamu lakukan sampai lupa pulang? Ikut mama pulang!!" bentak wanita cantik itu
Intan berdiri dengan lemahnya karena tertekan. Semantara Petruk duduk, ia bingung harus apa karena ia bertemu dengan mertuanya yang sedang tak ramah.
Wanita itu menarik paksa Intan.
Intan menoleh ke arah Petruk dengan menitikan air mata. Kesedihan terlihat jelas di wajah cantiknya. Ia pernah berpikir bahwa tak akan mudah membawa Petruk masuk ke dalam keluarganya, tapi dia belum siap jika keadaannya seperti ini.
"Mas" ucap Intan yang sedang ditarik paksa Mamanya
Petruk hanya bisa terdiam memandang istrinya dibawa oleh mertuanya sendiri.
Wanita dewasa itu memberi kode pada lelaki muda yang sedikit mirip dengan Intan.
"Bang.. jangaannn!!!" teriak Intan yang paham dengan apa yang akan terjadi
Lelaki itu mendekati Petruk dengan langkah cepat.
Bughhh
Tinju lelaki itu telak di pelipis Petruk sesaat setelah Intan tak terlihat lagi dari pandangannya.
Petruk yang mendapat pukulan memegang bekas tinju lelaki itu.
"Anjing mana lo yang berani menodai adek gue?!!" bentak lelaki itu
Petruk yang tak pernah berkelahi atau pun berlatih kanuragan sudah cukup kuat menahan pukulan lelaki itu. Tapi luka yang menyakitkan terasa di dadanya. Ia punya firasat tak akan bertemu lagi dengan istri tercintanya.
Rambut Petruk yang masih seperti di desa yaitu diikat dengan karet, oleh lelaki itu dicengkramnya tepat di ubun-ubun dimana ikatan rambut Petruk berada.
Bughh
Lagi-lagi Petruk mendapat bogem mentah dari lelaki yang ia yakini itu adalah saudara Intan. Ia menunduk tak berani menatap wajah lelaki itu. Rasa hormat pada lelaki itu sebagai saudara tua Intan masih ia pegang.
"Lo mending kluar dari sini. Jangan ganggu adek gue lagi. Atau lo udah pengen mati?!" ancam lelaki itu yang masih mencengkram rambut Petruk yang terikat.
Petruk tak tahu harus bagaimana. Istrinya sendiri dibawa pulang orang tuanya. Saudara lelaki istrinya malah memukulinya.
"Keluar lo dari sini. Gak pantes lo disini. Najis!!"
Petruk malah tenggelam dalam masa lalu, dimana hinaan seperti itu sering terdengar oleh telinganya.
Masih dengan tatapan kosong, Petruk berdiri dan sedikit melirik lelaki itu. Hal itu membuat tangan lelaki itu terlepas dari yang sebelumnya mencengkram. Ia ngeri melihat wujud besar hitam tubuh Petruk. Sebelumnya ia tak terlalu memperhatikan.
Petruk pergi keluar dari apartemen Intan. Ia ingin Pulang!!! Pulang ke desanya yang damai!!
Kota terlalu kejam untuk orang sepolos Petruk. Ia tak membayangkan akan terjadi kejadian ini. Ia mengira akan bertemu orang-orang baik seperti Intan, Nanda atau Rani. Ia lupa kalau saat di mall pun orang masih memandangnya dengan tatapan aneh.
Hanya dengan berkaos singlet dan bercelana jeans yang dibelikan Intan, Petruk menyusuri kota mencari jalan pulang.
Meski ia bertelanjang kaki, ia tak merasakan risih karena memang sudah terbiasa seperti itu sejak lama. Hingga malam ia masih terus berjalan. Sebenarnya ia lapar tapi uang saku pemberian Ibunya tertinggal ditempat Intan. Mau mengambil buah di pohon yang ia lewati pun tak berani karena mencuri bukan gaya Petruk.
"Intan!!!" teriak seorang pada Intan
"Mama!" terkejut ia melihat seseorang yang datang itu ternyata orang tuanya
Seorang wanita dewasa modis dengan gaya khas wanita karir menatap tajam kearah sepasang manusia yang sedang berpelukan mesra di sofa dengan bersandar santai.
"Jadi ini yang kamu lakukan sampai lupa pulang? Ikut mama pulang!!" bentak wanita cantik itu
Intan berdiri dengan lemahnya karena tertekan. Semantara Petruk duduk, ia bingung harus apa karena ia bertemu dengan mertuanya yang sedang tak ramah.
Wanita itu menarik paksa Intan.
Intan menoleh ke arah Petruk dengan menitikan air mata. Kesedihan terlihat jelas di wajah cantiknya. Ia pernah berpikir bahwa tak akan mudah membawa Petruk masuk ke dalam keluarganya, tapi dia belum siap jika keadaannya seperti ini.
"Mas" ucap Intan yang sedang ditarik paksa Mamanya
Petruk hanya bisa terdiam memandang istrinya dibawa oleh mertuanya sendiri.
Wanita dewasa itu memberi kode pada lelaki muda yang sedikit mirip dengan Intan.
"Bang.. jangaannn!!!" teriak Intan yang paham dengan apa yang akan terjadi
Lelaki itu mendekati Petruk dengan langkah cepat.
Bughhh
Tinju lelaki itu telak di pelipis Petruk sesaat setelah Intan tak terlihat lagi dari pandangannya.
Petruk yang mendapat pukulan memegang bekas tinju lelaki itu.
"Anjing mana lo yang berani menodai adek gue?!!" bentak lelaki itu
Petruk yang tak pernah berkelahi atau pun berlatih kanuragan sudah cukup kuat menahan pukulan lelaki itu. Tapi luka yang menyakitkan terasa di dadanya. Ia punya firasat tak akan bertemu lagi dengan istri tercintanya.
Rambut Petruk yang masih seperti di desa yaitu diikat dengan karet, oleh lelaki itu dicengkramnya tepat di ubun-ubun dimana ikatan rambut Petruk berada.
Bughh
Lagi-lagi Petruk mendapat bogem mentah dari lelaki yang ia yakini itu adalah saudara Intan. Ia menunduk tak berani menatap wajah lelaki itu. Rasa hormat pada lelaki itu sebagai saudara tua Intan masih ia pegang.
"Lo mending kluar dari sini. Jangan ganggu adek gue lagi. Atau lo udah pengen mati?!" ancam lelaki itu yang masih mencengkram rambut Petruk yang terikat.
Petruk tak tahu harus bagaimana. Istrinya sendiri dibawa pulang orang tuanya. Saudara lelaki istrinya malah memukulinya.
"Keluar lo dari sini. Gak pantes lo disini. Najis!!"
Petruk malah tenggelam dalam masa lalu, dimana hinaan seperti itu sering terdengar oleh telinganya.
Masih dengan tatapan kosong, Petruk berdiri dan sedikit melirik lelaki itu. Hal itu membuat tangan lelaki itu terlepas dari yang sebelumnya mencengkram. Ia ngeri melihat wujud besar hitam tubuh Petruk. Sebelumnya ia tak terlalu memperhatikan.
Petruk pergi keluar dari apartemen Intan. Ia ingin Pulang!!! Pulang ke desanya yang damai!!
Kota terlalu kejam untuk orang sepolos Petruk. Ia tak membayangkan akan terjadi kejadian ini. Ia mengira akan bertemu orang-orang baik seperti Intan, Nanda atau Rani. Ia lupa kalau saat di mall pun orang masih memandangnya dengan tatapan aneh.
Hanya dengan berkaos singlet dan bercelana jeans yang dibelikan Intan, Petruk menyusuri kota mencari jalan pulang.
Meski ia bertelanjang kaki, ia tak merasakan risih karena memang sudah terbiasa seperti itu sejak lama. Hingga malam ia masih terus berjalan. Sebenarnya ia lapar tapi uang saku pemberian Ibunya tertinggal ditempat Intan. Mau mengambil buah di pohon yang ia lewati pun tak berani karena mencuri bukan gaya Petruk.
Hingga langkahnya terhenti di sebuah pasar tradisional. Ia singgah untuk sekedar beristirahat dan mencari air gratis untuk diminum. Pasar di kala malam sangat sepi, hanya suara beberapa orang saja yang terdengar.
"Pergi lo anjing.. gue anti sama barang menjijikan itu!!" teriak seseorang dari arah dalam pasar yg gelap
Petruk yang sedang meminum air dari sebuah ember pun terkejut mendengar suara tersebut.
Nampak seorang pria berlari dikejar pria lain sambil membawa balok kayu.
"Awas lo balik lagi!!" teriak lelaki yang membawa balok kayu
Lelaki itu sadar jika di daerah kekuasaannya ada seseorang malam itu. Sebagai "keamanan pasar" ia tak bisa membiarkan wilayahnya dimasuki orang tak jelas.
"Siapa lo? Mau apa lo kemari?" tanya pria itu tegas
"Maaf mas, saya menumpang istirahat. Saya bukan maling. Cuma ambil minum aja di ember ini" ucap Petruk yang mengira lelaki itu baru saja mengusir maling
Pria yang bepenampilan macam preman itu melihat seksama sosok Petruk. Ia heran kenapa Petruk meminum air dari ember cucian padahal dari celana yang ia kenakan cukup baru. Memang sih dia tak pakai sandal atau sepatu bahkan baju saja hanya kaos singlet.
"Lo orang mana?" tanya pria itu
"Saya dari Wanapurwa mas" jawab Petruk yang masih jongkok di dekat ember
*Oh orang kampung kena tipu* batin preman pasar
"Lo mau pulang kampung?" tanya nya lagi
"Iya mas, cuma gak tahu jalannya" jawab Petruk lesu
*Fix! Orang kampung kena tipu ini sih. Mayan jadiin anak buah aja. Kayaknya gak narkoba juga kayak si tai tadi* batin preman pasar
"Ikut gue!" perintah preman pasar
Petruk pun berdiri karena diajak orang itu. Sedang pria itu berdebar melihat sosok Petruk yang sebenarnya. Tadi ia tak terlalu memperkirakan tingginya.
Ia merasa beruntung akan punya anak buah sebesar Petruk. Posturnya saja sudah cukup untuk membuat musuh lari. Setidaknya jika ketemu saingan yang mau melawannya, ia jadi lebih mudah menang jika orang berbadan besar seperti Petruk ada di sisinya. Sayangnya muka Petruk kurang garang.
Mereka pun berjalan ke salah satu kios dekat WC umum. Dan masuk ke dalam kios yg dijadikan tempat tinggal pria itu.
"Nama gue Johan. Gue yang berkuasa di pasar ini. Siapa nama lu?" tanya Johan
"Saya Petruk mas" jawab Petruk
"Lu mau jadi anak buah gue? Lagian gue gak yakin lu bisa pulang. Lu aja nyeker.. gak ada duit kan lu?"
"Iya mas, saya gak ada duit"
"Lu kerja sama gue aja. Lu bisa tinggal disini juga. Yang penting jangan narkoba. Gue gak suka berurusan dengan barang itu!" tegas Johan
Petruk hanya manggut-manggut.
"Nih sana beli sendal. Sekalian beli makan. Terserah lu mau makan apa" ucapnya lagi sambil memberikan beberapa lembar uang pada Petruk
"Baik mas, terima kasih" Petruk pun bergegas karena ia lapar!
Petruk dengan lahap menyantap nasi bungkus yang ia beli. Tak ia sia-siakan kebaikan pria yang baru ia kenal. Salah satu bentuk rasa syukur atas makanan yang ia terima.
"Truk lu pernah berantem?" tanya Johan
Petruk menggeleng pelan dengan posisi makanan memenuhi mulutnya.
"Duh.. badan gede masa gak bisa berantem. Lu bisa apaan?"
*bercinta!!* batin Petruk
"Saya cuma petani mas" jawab Petruk yang sudah menyelesaikan makannya
"Kalau lu dipukul, lu bales kan?" tanya Johan lagi
Petruk malah terlihat murung. Ia ingat kejadian sebelumnya. Dimana ia kehilangan Intan!!
Johan merasa salah merekrut Petruk. Ia hanya menghela nafas.
"Truk. Gue ini banyak musuh. Bisa aja gue mati digebugin musuh gue. Kalau kayak gitu, lu gak bisa bantu sama sekali" ujar Johan menunggu respon Petruk
"Saya akan bela Mas Johan kalau begitu kejadiannya" jawab Petruk
"Pergi lo anjing.. gue anti sama barang menjijikan itu!!" teriak seseorang dari arah dalam pasar yg gelap
Petruk yang sedang meminum air dari sebuah ember pun terkejut mendengar suara tersebut.
Nampak seorang pria berlari dikejar pria lain sambil membawa balok kayu.
"Awas lo balik lagi!!" teriak lelaki yang membawa balok kayu
Lelaki itu sadar jika di daerah kekuasaannya ada seseorang malam itu. Sebagai "keamanan pasar" ia tak bisa membiarkan wilayahnya dimasuki orang tak jelas.
"Siapa lo? Mau apa lo kemari?" tanya pria itu tegas
"Maaf mas, saya menumpang istirahat. Saya bukan maling. Cuma ambil minum aja di ember ini" ucap Petruk yang mengira lelaki itu baru saja mengusir maling
Pria yang bepenampilan macam preman itu melihat seksama sosok Petruk. Ia heran kenapa Petruk meminum air dari ember cucian padahal dari celana yang ia kenakan cukup baru. Memang sih dia tak pakai sandal atau sepatu bahkan baju saja hanya kaos singlet.
"Lo orang mana?" tanya pria itu
"Saya dari Wanapurwa mas" jawab Petruk yang masih jongkok di dekat ember
*Oh orang kampung kena tipu* batin preman pasar
"Lo mau pulang kampung?" tanya nya lagi
"Iya mas, cuma gak tahu jalannya" jawab Petruk lesu
*Fix! Orang kampung kena tipu ini sih. Mayan jadiin anak buah aja. Kayaknya gak narkoba juga kayak si tai tadi* batin preman pasar
"Ikut gue!" perintah preman pasar
Petruk pun berdiri karena diajak orang itu. Sedang pria itu berdebar melihat sosok Petruk yang sebenarnya. Tadi ia tak terlalu memperkirakan tingginya.
Ia merasa beruntung akan punya anak buah sebesar Petruk. Posturnya saja sudah cukup untuk membuat musuh lari. Setidaknya jika ketemu saingan yang mau melawannya, ia jadi lebih mudah menang jika orang berbadan besar seperti Petruk ada di sisinya. Sayangnya muka Petruk kurang garang.
Mereka pun berjalan ke salah satu kios dekat WC umum. Dan masuk ke dalam kios yg dijadikan tempat tinggal pria itu.
"Nama gue Johan. Gue yang berkuasa di pasar ini. Siapa nama lu?" tanya Johan
"Saya Petruk mas" jawab Petruk
"Lu mau jadi anak buah gue? Lagian gue gak yakin lu bisa pulang. Lu aja nyeker.. gak ada duit kan lu?"
"Iya mas, saya gak ada duit"
"Lu kerja sama gue aja. Lu bisa tinggal disini juga. Yang penting jangan narkoba. Gue gak suka berurusan dengan barang itu!" tegas Johan
Petruk hanya manggut-manggut.
"Nih sana beli sendal. Sekalian beli makan. Terserah lu mau makan apa" ucapnya lagi sambil memberikan beberapa lembar uang pada Petruk
"Baik mas, terima kasih" Petruk pun bergegas karena ia lapar!
Petruk dengan lahap menyantap nasi bungkus yang ia beli. Tak ia sia-siakan kebaikan pria yang baru ia kenal. Salah satu bentuk rasa syukur atas makanan yang ia terima.
"Truk lu pernah berantem?" tanya Johan
Petruk menggeleng pelan dengan posisi makanan memenuhi mulutnya.
"Duh.. badan gede masa gak bisa berantem. Lu bisa apaan?"
*bercinta!!* batin Petruk
"Saya cuma petani mas" jawab Petruk yang sudah menyelesaikan makannya
"Kalau lu dipukul, lu bales kan?" tanya Johan lagi
Petruk malah terlihat murung. Ia ingat kejadian sebelumnya. Dimana ia kehilangan Intan!!
Johan merasa salah merekrut Petruk. Ia hanya menghela nafas.
"Truk. Gue ini banyak musuh. Bisa aja gue mati digebugin musuh gue. Kalau kayak gitu, lu gak bisa bantu sama sekali" ujar Johan menunggu respon Petruk
"Saya akan bela Mas Johan kalau begitu kejadiannya" jawab Petruk
Johan meski baru mengenal Petruk tapi ia yakin orang yang ia temui ini tipe penurut. Akhirnya ia punya pion kuat di tangannya. Ia hanya preman kecil yang kekuasannya hanya sebatas pasar dan sekelilingnya. Kalau rebutan lahan saja ia kerahkan semua anak buahnya yang hanya tukang parkir dan penjaga WC umum, tambahan paling ia ajak kuli panggul. Itu pun jika mereka mau.
Johan sudah cukup puas meski jawaban Petruk lumayan meragukan. Apa sih yang diharapkan dari orang yang belum pernah berkelahi?
Pagi pun menjelang, seperti kebiasaan Petruk ia sudah bangun. Apalagi sejak tadi ia mendengar orang sudah memulai kegiatan di pasar itu.
Petruk beranjak ke luar kios tempat ia bermalam.
"Rajin sekali mereka, aku saja baru bangun" ucapnya memperhatikan sekitar.
Dengan kostum yang sama dengan sebelumnya ia duduk di depan kios melihat sekeliling. Beberapa wajah memperhatikan ia balik namun Petruk hanya mengangguk tanpa menyapa. Ia bergegas mandi di toilet umum agar lebih segar.
Usai mandi Petruk keluar dengan hanya bercelana panjang pemberian Intan. Kaosnya basah karena ia gunakan sebagai handuk.
Dada bidang, tangan kekar, otot perut yang kokoh ia tak hiraukan jika ada yg takut atau jijik kepadanya.
"anak buah bang Johan ya?" sapa seaorang wanita yang memiliki tubuh cukup berisi
"Iya Bu. Saya teman Mas Johan" jawab Petruk yang sedang duduk di depan kios.
Wanita itu memperhatikan tubuh idamannya meski kulit dan wajah lelaki yang ia pandangi tak sesuai dengan seleranya. Petruk yg merasa diperhatikan menoleh ke arah wanita di kios sebelahnya. Ia hanya lemparkan senyum untuknya. Namun tak disangka wanita yang baru saja menyapanya malah mendekat.
"Saya Romlah Mas" ucap wanita itu sembari menyodorkan tangan
Petruk pun menjabat tangan wanita itu
"Saya Petruk Bu"
Wanita itu menampilkan senyum termanis yg ia punya.
"Baru disini Mas?"
"Iya Bu"
"Tinggal sama Bang Johan? Atau cuma main aja?"
Petruk bingung harus jawab apa. Ia tak punya tempat tinggal!!
"Saya gak punya tempat tinggal Bu. Saya menumpang aja"
"Kalau Mas mau, Mas bantu-bantu saya. Nanti soal tempat tinggal gak usah dipikirin" ucap Romlah
Romlah meski sudah cukup berumur namun badannya masih segar. Entah apa resepnya.
"Boleh Bu. Nanti saya bilang mas Johan dulu" jawab Petruk
"Yasudah nanti saya yang bicarakan dengan Bang Johan"
Bu Romlah pun kembali ke kiosnya karena ada pembeli. Para pedagang lain yang melihat hanya biasa saja tanpa banyak komentar. Seakan paham apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Udah bangun aja lu. Jangan bilang lu laper" ucap Johan yg baru saja berdiri di pintu kios
"Iya Mas. Sudah biasa bangun pagi" jawab Petruk
"Gue mandi dulu, abis itu kita ngopi di warung. Hari ini lu mulai ikut gue."
"Tadi Bu Romlah bilang mau ajak saya kerja Mas. Saya gak enak kalau numpang terus dengan Mas Johan"
Johan yg mendengar jawaban Petruk lalu memandang seperti tak percaya.
"Tadi Mak Romlah bilang gitu ke elu?" tanya Johan
Petruk mengangguk.
"Asal lo kuat aja lah. Bebas. Atur waktu aja kalau gue butuh ya elu bantu gue. Nanti gue omongin sama Mak Romlah" ujar Johan
--
Mereka pun menunggu siang di warung kopi. Lalu Petruk mengikuti Johan keliling pasar untuk memungut uang keamanan.
Sekilas Johan seperti bos besar yg dikawal elit bodyguard. Bagaimana tidak, badan besar dan kekar Petruk sangat mengintimidasi!
Johan juga membelikan sehelai kaos untuk Petruk. Para pedagang makin sungkan pada Johan. Meski mereka tukang daging yang membawa golok cincang, mereka juga ngeri melihat manusia kekar dibelakang Johan.
"Truk jangan panggil gue Mas, panggil Bang. Biar agak sangar" ucap Johan sambil berkeliling.
"Oiya lu bantuin Mak Romlah abis nemein keliling kayak gini. Tiap hari kita kelilingnya, baru lo ke Mak Romlah" sambung Johan
"Baik bang" jawab Petruk singkat
"Lu itu polos apa doyan sih. Hadeh.. tapi gapapa buat belajar aja Truk. Kota ya kayak gini" ucapnya pada Petruk
Petruk kurang paham hanya manggut-manggut mendengar
---
Pasar tradisional itu akan sepi jika sudah tengah hari. Karena memang aktivitas pasar tersebut mulai dari subuh. Kebanyakan pedagang pun lelah dan pulang untuk istirahat dan mempersiapkan dagangannya untuk besok.
Petruk sudah berada di kios Mak Romlah.
"Truk, bantu kemas yang diluar ya. Emak kemas dalam. Nanti ada beberapa yang mau dibawa pulang" ucap Mak Romlah
"Baik Bu"
Petruk siap melaksanakan instruksi dari juragan barunya
Johan sudah cukup puas meski jawaban Petruk lumayan meragukan. Apa sih yang diharapkan dari orang yang belum pernah berkelahi?
Pagi pun menjelang, seperti kebiasaan Petruk ia sudah bangun. Apalagi sejak tadi ia mendengar orang sudah memulai kegiatan di pasar itu.
Petruk beranjak ke luar kios tempat ia bermalam.
"Rajin sekali mereka, aku saja baru bangun" ucapnya memperhatikan sekitar.
Dengan kostum yang sama dengan sebelumnya ia duduk di depan kios melihat sekeliling. Beberapa wajah memperhatikan ia balik namun Petruk hanya mengangguk tanpa menyapa. Ia bergegas mandi di toilet umum agar lebih segar.
Usai mandi Petruk keluar dengan hanya bercelana panjang pemberian Intan. Kaosnya basah karena ia gunakan sebagai handuk.
Dada bidang, tangan kekar, otot perut yang kokoh ia tak hiraukan jika ada yg takut atau jijik kepadanya.
"anak buah bang Johan ya?" sapa seaorang wanita yang memiliki tubuh cukup berisi
"Iya Bu. Saya teman Mas Johan" jawab Petruk yang sedang duduk di depan kios.
Wanita itu memperhatikan tubuh idamannya meski kulit dan wajah lelaki yang ia pandangi tak sesuai dengan seleranya. Petruk yg merasa diperhatikan menoleh ke arah wanita di kios sebelahnya. Ia hanya lemparkan senyum untuknya. Namun tak disangka wanita yang baru saja menyapanya malah mendekat.
"Saya Romlah Mas" ucap wanita itu sembari menyodorkan tangan
Petruk pun menjabat tangan wanita itu
"Saya Petruk Bu"
Wanita itu menampilkan senyum termanis yg ia punya.
"Baru disini Mas?"
"Iya Bu"
"Tinggal sama Bang Johan? Atau cuma main aja?"
Petruk bingung harus jawab apa. Ia tak punya tempat tinggal!!
"Saya gak punya tempat tinggal Bu. Saya menumpang aja"
"Kalau Mas mau, Mas bantu-bantu saya. Nanti soal tempat tinggal gak usah dipikirin" ucap Romlah
Romlah meski sudah cukup berumur namun badannya masih segar. Entah apa resepnya.
"Boleh Bu. Nanti saya bilang mas Johan dulu" jawab Petruk
"Yasudah nanti saya yang bicarakan dengan Bang Johan"
Bu Romlah pun kembali ke kiosnya karena ada pembeli. Para pedagang lain yang melihat hanya biasa saja tanpa banyak komentar. Seakan paham apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Udah bangun aja lu. Jangan bilang lu laper" ucap Johan yg baru saja berdiri di pintu kios
"Iya Mas. Sudah biasa bangun pagi" jawab Petruk
"Gue mandi dulu, abis itu kita ngopi di warung. Hari ini lu mulai ikut gue."
"Tadi Bu Romlah bilang mau ajak saya kerja Mas. Saya gak enak kalau numpang terus dengan Mas Johan"
Johan yg mendengar jawaban Petruk lalu memandang seperti tak percaya.
"Tadi Mak Romlah bilang gitu ke elu?" tanya Johan
Petruk mengangguk.
"Asal lo kuat aja lah. Bebas. Atur waktu aja kalau gue butuh ya elu bantu gue. Nanti gue omongin sama Mak Romlah" ujar Johan
--
Mereka pun menunggu siang di warung kopi. Lalu Petruk mengikuti Johan keliling pasar untuk memungut uang keamanan.
Sekilas Johan seperti bos besar yg dikawal elit bodyguard. Bagaimana tidak, badan besar dan kekar Petruk sangat mengintimidasi!
Johan juga membelikan sehelai kaos untuk Petruk. Para pedagang makin sungkan pada Johan. Meski mereka tukang daging yang membawa golok cincang, mereka juga ngeri melihat manusia kekar dibelakang Johan.
"Truk jangan panggil gue Mas, panggil Bang. Biar agak sangar" ucap Johan sambil berkeliling.
"Oiya lu bantuin Mak Romlah abis nemein keliling kayak gini. Tiap hari kita kelilingnya, baru lo ke Mak Romlah" sambung Johan
"Baik bang" jawab Petruk singkat
"Lu itu polos apa doyan sih. Hadeh.. tapi gapapa buat belajar aja Truk. Kota ya kayak gini" ucapnya pada Petruk
Petruk kurang paham hanya manggut-manggut mendengar
---
Pasar tradisional itu akan sepi jika sudah tengah hari. Karena memang aktivitas pasar tersebut mulai dari subuh. Kebanyakan pedagang pun lelah dan pulang untuk istirahat dan mempersiapkan dagangannya untuk besok.
Petruk sudah berada di kios Mak Romlah.
"Truk, bantu kemas yang diluar ya. Emak kemas dalam. Nanti ada beberapa yang mau dibawa pulang" ucap Mak Romlah
"Baik Bu"
Petruk siap melaksanakan instruksi dari juragan barunya
Mak Romlah yang sedang mengemasi barang dagangannya sesekali melirik Petruk.
*Masih polos. Badan keker. Duh gak sabar rasain perjaka kampung* batin Romlah
+++
"Kamu bawa ini ya. rumah emak gak terlalu jauh cuma ini lumayan berat" ucap Romlah sambil menunjuk karung
Petruk langsung memangul karung tersebut. Ia mengikuti Romlah dengan berjalan kaki. Ternyata rumah Mak Romlah tak seberapa jauh, bahkan dibandingkan panjang kebun yang diurus Petruk mungkin jaraknya hanya setengah dari panjang kebun dan sawah di desa.
"Ayo masuk Truk. Itu bawa ke dapur" ucap Romlah
Petruk yg lebih tinggi dari pintu rumah Romlah menurunkan karung. Ia melihat sekeliling
*Sepi banget rumahnya* batin Petruk
Petruk masuk dan meletakan karung dagangan Bu Romlah di dapur. Ia celingukan melihat sekeliling. Entah kenapa ia merasa rumah itu sepi sekali dan hal itu membuatnya penasaran.
"Saya tinggal sendiri Mas, makanya sepi gini" ujar Bu Romlah yang sadar akan tingkah Petruk
"Yaudah Mas Petruk duduk aja dulu, nanti saya buatkan minum dan masakin alakadarnya. Kalau Mas Petruk mau tiduran, bisa pakai kamar itu" sambung Bu Romlah
"Iya Bu" jawab Petruk singkat lalu menuju ruang tengah yang tadi ia lewati.
Ia masih melihat-lihat sekeliling. Meski rumahnya cukup sederhana, namun bagi Petruk rumah itu cukup bagus jika dibandingkan dengan rumah warga di Wanapurwa, desanya.
"Silahkan Mas, kalau mau tiduran boleh loh mas. Itu kamar saya kosong" ujar Bu Romlah
"Gak enak Bu. Nanti suami Ibu bisa marah kalau saya masuk kamarnya" jawab Petruk
"Saya hidup sendiri Mas, suami sudah gak ada. Anak juga merantau ke luar pulau" sahut Bu Romlah
"Ohh begitu, baik Bu saya numpang istirahat saja" jawab Petruk singkat
"Silahkan loh Mas, boleh banget kok" ucap Bu Romlah
Petruk yg cukup lelah mental dan fisiknya pun berbaring untuk sekedar melemaskan ototnya. Ia terus kepikiran mengenai Intan, mau bagaimana pun ia seorang suami. Ia merasa bertanggung jawab dan ingin menemui mereka.
Tak berselang lama Bu Romlah masuk ke kamar yang dipakai Petruk. Namun anehnya ia hanya melilitkan handuk pada tubuhnya. Petruk yang masih terhanyut dalam pikirannya tak menyadari kehadiran Bu Romlah. Malah Bu Romlah yang memperhatikan Petruk, ia heran mengapa lelaki itu tak tertarik dengannya padahal kesempatan untuk menikmati dirinya sudah jelas ia berikan. Bahkan jika secara paksa pun ia tak akan menolak, sebab ia memang sudah gatal ingin mencicipi lelaki bertubuh besar itu.
*Apa aku kurang menarik ya? Memang umur tak bisa menipu. Eh atau dia gak paham? Dia kan perjaka. Hmm harus diberi kursus nih* batin Bu Romlah
Petruk berbaring dengan satu lengannya berada di kening.
"Mas Petruk banyak pikiran ya?" tanya Bu Romlah yang sedang memilih baju di lemari dengan posisi membelakangi Petruk.
Petruk pun akhirnya menyadari keberadaan Bu Romlah. Ia perhatikan tubuh padat berisi itu dari posisinya.
"Tidak kok Bu. Hanya rindu kampung" jawab Petruk sekenanya
Bu Romlah tanpa bertanya lagi langsung meloloskan handuknya, ia yakin bahwa Petruk sedang melihatnya. Bu Romlah sedikit menundukan badannya namun pantatnya sengaja ia tunggingnya agar Petruk tergoda.
Petruk yang melihat aksi Bu Romlah hanya menelan ludah tanpa berkomentar, hanya saja kontolnya menggeliat karena ada lubang kenikmatan yang menganggur.
*Aduh kok malah ngaceng. Istriku gak ada disini* batin Petruk
Bu Romlah yang sudah mengambil daster lalu berbalik.
"Emang kampungnya dimana Mas?" tanya Bu Romlah yang sengaja memamerkan dada besarnya.
Petruk kembali tak percaya ia mendapat tontonan seperti ini. Ia pikir kebebasan seperti itu hanya ada di kampungnya, Desa Wanapurwa.
Bu Romlah yang tahu ia sukses mencuri perhatian Petruk lantas mendekat, dasternya ia lemparkan tak jadi ia pakai.
Petruk hanya diam terbuai pemandangan dada besar Bu Romlah yang bergoyang. Hal itu pula yang membuat kontolnya makin tegang di posisinya.
Bu Romlah membanggakan dirinya, ia dengan percaya diri mendekat dan memandang mata Petruk dengan penuh harap akan kepuasan.
"Mas.." ucap Bu Romlah yg sudah duduk di tepian ranjang
Ia elus paha Petruk, Petruk pun memberanikan diri menyentuh paha Bu Romlah. Bagaimana tidak, ia baru mengenal wanita itu. Petruk takut ia salah paham, maklum dia merasa bodoh.
"Besar sekali mas" ucap Bu Romlah yang membelai kontol Petruk dari luar celana.
*Masih polos. Badan keker. Duh gak sabar rasain perjaka kampung* batin Romlah
+++
"Kamu bawa ini ya. rumah emak gak terlalu jauh cuma ini lumayan berat" ucap Romlah sambil menunjuk karung
Petruk langsung memangul karung tersebut. Ia mengikuti Romlah dengan berjalan kaki. Ternyata rumah Mak Romlah tak seberapa jauh, bahkan dibandingkan panjang kebun yang diurus Petruk mungkin jaraknya hanya setengah dari panjang kebun dan sawah di desa.
"Ayo masuk Truk. Itu bawa ke dapur" ucap Romlah
Petruk yg lebih tinggi dari pintu rumah Romlah menurunkan karung. Ia melihat sekeliling
*Sepi banget rumahnya* batin Petruk
Petruk masuk dan meletakan karung dagangan Bu Romlah di dapur. Ia celingukan melihat sekeliling. Entah kenapa ia merasa rumah itu sepi sekali dan hal itu membuatnya penasaran.
"Saya tinggal sendiri Mas, makanya sepi gini" ujar Bu Romlah yang sadar akan tingkah Petruk
"Yaudah Mas Petruk duduk aja dulu, nanti saya buatkan minum dan masakin alakadarnya. Kalau Mas Petruk mau tiduran, bisa pakai kamar itu" sambung Bu Romlah
"Iya Bu" jawab Petruk singkat lalu menuju ruang tengah yang tadi ia lewati.
Ia masih melihat-lihat sekeliling. Meski rumahnya cukup sederhana, namun bagi Petruk rumah itu cukup bagus jika dibandingkan dengan rumah warga di Wanapurwa, desanya.
"Silahkan Mas, kalau mau tiduran boleh loh mas. Itu kamar saya kosong" ujar Bu Romlah
"Gak enak Bu. Nanti suami Ibu bisa marah kalau saya masuk kamarnya" jawab Petruk
"Saya hidup sendiri Mas, suami sudah gak ada. Anak juga merantau ke luar pulau" sahut Bu Romlah
"Ohh begitu, baik Bu saya numpang istirahat saja" jawab Petruk singkat
"Silahkan loh Mas, boleh banget kok" ucap Bu Romlah
Petruk yg cukup lelah mental dan fisiknya pun berbaring untuk sekedar melemaskan ototnya. Ia terus kepikiran mengenai Intan, mau bagaimana pun ia seorang suami. Ia merasa bertanggung jawab dan ingin menemui mereka.
Tak berselang lama Bu Romlah masuk ke kamar yang dipakai Petruk. Namun anehnya ia hanya melilitkan handuk pada tubuhnya. Petruk yang masih terhanyut dalam pikirannya tak menyadari kehadiran Bu Romlah. Malah Bu Romlah yang memperhatikan Petruk, ia heran mengapa lelaki itu tak tertarik dengannya padahal kesempatan untuk menikmati dirinya sudah jelas ia berikan. Bahkan jika secara paksa pun ia tak akan menolak, sebab ia memang sudah gatal ingin mencicipi lelaki bertubuh besar itu.
*Apa aku kurang menarik ya? Memang umur tak bisa menipu. Eh atau dia gak paham? Dia kan perjaka. Hmm harus diberi kursus nih* batin Bu Romlah
Petruk berbaring dengan satu lengannya berada di kening.
"Mas Petruk banyak pikiran ya?" tanya Bu Romlah yang sedang memilih baju di lemari dengan posisi membelakangi Petruk.
Petruk pun akhirnya menyadari keberadaan Bu Romlah. Ia perhatikan tubuh padat berisi itu dari posisinya.
"Tidak kok Bu. Hanya rindu kampung" jawab Petruk sekenanya
Bu Romlah tanpa bertanya lagi langsung meloloskan handuknya, ia yakin bahwa Petruk sedang melihatnya. Bu Romlah sedikit menundukan badannya namun pantatnya sengaja ia tunggingnya agar Petruk tergoda.
Petruk yang melihat aksi Bu Romlah hanya menelan ludah tanpa berkomentar, hanya saja kontolnya menggeliat karena ada lubang kenikmatan yang menganggur.
*Aduh kok malah ngaceng. Istriku gak ada disini* batin Petruk
Bu Romlah yang sudah mengambil daster lalu berbalik.
"Emang kampungnya dimana Mas?" tanya Bu Romlah yang sengaja memamerkan dada besarnya.
Petruk kembali tak percaya ia mendapat tontonan seperti ini. Ia pikir kebebasan seperti itu hanya ada di kampungnya, Desa Wanapurwa.
Bu Romlah yang tahu ia sukses mencuri perhatian Petruk lantas mendekat, dasternya ia lemparkan tak jadi ia pakai.
Petruk hanya diam terbuai pemandangan dada besar Bu Romlah yang bergoyang. Hal itu pula yang membuat kontolnya makin tegang di posisinya.
Bu Romlah membanggakan dirinya, ia dengan percaya diri mendekat dan memandang mata Petruk dengan penuh harap akan kepuasan.
"Mas.." ucap Bu Romlah yg sudah duduk di tepian ranjang
Ia elus paha Petruk, Petruk pun memberanikan diri menyentuh paha Bu Romlah. Bagaimana tidak, ia baru mengenal wanita itu. Petruk takut ia salah paham, maklum dia merasa bodoh.
"Besar sekali mas" ucap Bu Romlah yang membelai kontol Petruk dari luar celana.
"Lepas ya mas" lanjut Bu Romlah berusaha membuka ikatan celana Petruk
Petruk pun ikut membantu, ia mengangkat pinggulnya guna memperlancar aksi Bu Romlah
"Astagaaaa" kaget Bu Romlah melihat ukuran yang sangat asing pada benda yang ia harapkan
Bu Romlah jelas sangat jujur dengan ekspresinya, ia sudah berburu kenikmatan sejak beberapa bulan setelah ia diceraikan suaminya karena tak mampu memberikan keturunan. Sudah puluhan kontol ia nikmati, dari pelanggan, tukang parkir hingga Johan pun sudah pernah ia ajak. Baru kali ini ia melihat kontol berukuran tak wajar.
Tapi justru itulah yang membuat memeknya berdenyut meminta ditengok kontol jumbo di depannya.
"Mas.." ucap Bu Romlah yang tak jadi memelorotkan celana Petruk setelah kontol jumbo terlihat
Ia pegang dan belai kontol itu lembut. Ia perhatikan ukuran tak wajar yang membuatnya menelan ludah beberapa kali.
Petruk hanya diam meringis menikmati sentuhan wanita setengah tua itu. Ia pasrah saja, apalagi ia jauh dari istrinya. Ia juga butuh sentuhan wanita!
"Aku kira polos ternyata..." ucap Bu Romlah tak ia lanjutnya karna ia sudah sibuk menciumi dan menjilati batang hitam besar milik Petruk.
Bu Romlah yang tak sabar ingin segera memasukan batang itu ke dalam dirinya segera memposisikan memeknya ke depan wajah Petruk. Ia berharap mendapatkan oral dari pemilik kontol monster yang ia layani.
Petruk yang beberapa kali pernah melakukan hal itu pun paham dengan keinginan Bu Romlah.
"Akhhh"
Slurpp slurpp
Erang keduanya bersahutan menikmati rangsangan lawan.
Bu Romlah dengan buru-buru menjauhkan memeknya dari wajah Petruk. Ia ingin segera mencicipi batang besar milik Petruk.
"Okhhhh.. Masss" erang Bu Romlah yang mencoba penetrasi
Ia sangat menikmati masuknya batang itu perlahan.
"Akhhh" erang Petruk yang merasakan kenikmatan permainan Bu Romlah
Bu Romlah sangat telaten. Ia sangat sabar. Ia turunkan pinggulnya perlahan sambil menikmati gesekan demi gesekan kedua kelamin mereka.
Ia terlihat agak memaksakan meski sudah secara perlahan, tangannya ikut menstimulus dengan memainkan kelentitnya sendiri. Sedangkan Petruk yang tak sabar dengan pemandangan dada besar Bu Romlah langsung meraih kedua dada itu dengan gemasnya.
"Akhhh iya Mas, remas mas"
Tanpa perintah dua kali, Petruk langsung meremas gemas dada itu sedikit kuat dan sesekali memelintis puting Bu Romlah.
"Akhhh masss.. mentookkk" erang Bu Romlah tak tertahan akan sensasi nikmat di kelaminnya
Karena Bu Romlah diam saja, mungkin sedang beradaptasi dengan ukuran penis yang menurutnya tak wajar. Petruk berinisiatif menyusu di dada besar Bu Romlah. Puting yg mengeras jadi target bulan-bulanan Petruk
"Esssshhh" desah Bu Romlah menikmati
Kedua manusia berbeda kelamin dan memiliki usia yang cukup jauh tengah menikmati kepuasan yang telah mereka raih. Keduanya terengah, nafasnya memburu akibat orgasme yang sudah selesai namun kenikmatannya masih melekat.
Kontol Petruk yang masih bersarang di dalam lubang senggama Bu Romlah memberikan sensasi nikmat pasca orgasme. Petruk memeluk erat Bu Romlah dengan satu tangan masih memegangi susu besar Bu Romlah. Sedangkan Bu Romlah juga memegangi tangan Petruk yang berada di dadanya seakan tak ingin dilepaskan.
"Baru ini Ibu puas banget Mas. Makasih Mas" ucap Bu Romlah ditengah kemesraan mereka
"Saya juga puas Bu" balas Petruk
"Mas sering gini? Sama siapa?" tanya Bu Romlah
Petruk pun menceritakan bahwa ia sebenarnya sudah menikah secara adat namun keduanya dipisahkan oleh mertuanya. Serta terusirnya Petruk dan dipisahkan dengan sang Istri.
Bukannya bersimpati akan hal yang menimpa Petruk, Bu Romlah malah diam-diam tersenyum karena merasa kesempatan untuk mengulang kembali bersama Petruk terbuka lebar.
"Sabar ya sayang. Kalau Mas mau, Mas bisa tinggal dengan Ibu saja. Nanti Ibu bicarakan dengan Johan" ujar Bu Romlah penuh harap
"Iya Bu. Saya juga bingung mau kemana. Kampung saya jauh. Terima kasih ibu sudah peduli dengan saya" jawab Petruk yang bujur arus
Bu Romlah kembali tersenyum karena terbayang hari-hari tuanya akan terisi oleh kontol Petruk.
Petruk pun ikut membantu, ia mengangkat pinggulnya guna memperlancar aksi Bu Romlah
"Astagaaaa" kaget Bu Romlah melihat ukuran yang sangat asing pada benda yang ia harapkan
Bu Romlah jelas sangat jujur dengan ekspresinya, ia sudah berburu kenikmatan sejak beberapa bulan setelah ia diceraikan suaminya karena tak mampu memberikan keturunan. Sudah puluhan kontol ia nikmati, dari pelanggan, tukang parkir hingga Johan pun sudah pernah ia ajak. Baru kali ini ia melihat kontol berukuran tak wajar.
Tapi justru itulah yang membuat memeknya berdenyut meminta ditengok kontol jumbo di depannya.
"Mas.." ucap Bu Romlah yang tak jadi memelorotkan celana Petruk setelah kontol jumbo terlihat
Ia pegang dan belai kontol itu lembut. Ia perhatikan ukuran tak wajar yang membuatnya menelan ludah beberapa kali.
Petruk hanya diam meringis menikmati sentuhan wanita setengah tua itu. Ia pasrah saja, apalagi ia jauh dari istrinya. Ia juga butuh sentuhan wanita!
"Aku kira polos ternyata..." ucap Bu Romlah tak ia lanjutnya karna ia sudah sibuk menciumi dan menjilati batang hitam besar milik Petruk.
Bu Romlah yang tak sabar ingin segera memasukan batang itu ke dalam dirinya segera memposisikan memeknya ke depan wajah Petruk. Ia berharap mendapatkan oral dari pemilik kontol monster yang ia layani.
Petruk yang beberapa kali pernah melakukan hal itu pun paham dengan keinginan Bu Romlah.
"Akhhh"
Slurpp slurpp
Erang keduanya bersahutan menikmati rangsangan lawan.
Bu Romlah dengan buru-buru menjauhkan memeknya dari wajah Petruk. Ia ingin segera mencicipi batang besar milik Petruk.
"Okhhhh.. Masss" erang Bu Romlah yang mencoba penetrasi
Ia sangat menikmati masuknya batang itu perlahan.
"Akhhh" erang Petruk yang merasakan kenikmatan permainan Bu Romlah
Bu Romlah sangat telaten. Ia sangat sabar. Ia turunkan pinggulnya perlahan sambil menikmati gesekan demi gesekan kedua kelamin mereka.
Ia terlihat agak memaksakan meski sudah secara perlahan, tangannya ikut menstimulus dengan memainkan kelentitnya sendiri. Sedangkan Petruk yang tak sabar dengan pemandangan dada besar Bu Romlah langsung meraih kedua dada itu dengan gemasnya.
"Akhhh iya Mas, remas mas"
Tanpa perintah dua kali, Petruk langsung meremas gemas dada itu sedikit kuat dan sesekali memelintis puting Bu Romlah.
"Akhhh masss.. mentookkk" erang Bu Romlah tak tertahan akan sensasi nikmat di kelaminnya
Karena Bu Romlah diam saja, mungkin sedang beradaptasi dengan ukuran penis yang menurutnya tak wajar. Petruk berinisiatif menyusu di dada besar Bu Romlah. Puting yg mengeras jadi target bulan-bulanan Petruk
"Esssshhh" desah Bu Romlah menikmati
Kedua manusia berbeda kelamin dan memiliki usia yang cukup jauh tengah menikmati kepuasan yang telah mereka raih. Keduanya terengah, nafasnya memburu akibat orgasme yang sudah selesai namun kenikmatannya masih melekat.
Kontol Petruk yang masih bersarang di dalam lubang senggama Bu Romlah memberikan sensasi nikmat pasca orgasme. Petruk memeluk erat Bu Romlah dengan satu tangan masih memegangi susu besar Bu Romlah. Sedangkan Bu Romlah juga memegangi tangan Petruk yang berada di dadanya seakan tak ingin dilepaskan.
"Baru ini Ibu puas banget Mas. Makasih Mas" ucap Bu Romlah ditengah kemesraan mereka
"Saya juga puas Bu" balas Petruk
"Mas sering gini? Sama siapa?" tanya Bu Romlah
Petruk pun menceritakan bahwa ia sebenarnya sudah menikah secara adat namun keduanya dipisahkan oleh mertuanya. Serta terusirnya Petruk dan dipisahkan dengan sang Istri.
Bukannya bersimpati akan hal yang menimpa Petruk, Bu Romlah malah diam-diam tersenyum karena merasa kesempatan untuk mengulang kembali bersama Petruk terbuka lebar.
"Sabar ya sayang. Kalau Mas mau, Mas bisa tinggal dengan Ibu saja. Nanti Ibu bicarakan dengan Johan" ujar Bu Romlah penuh harap
"Iya Bu. Saya juga bingung mau kemana. Kampung saya jauh. Terima kasih ibu sudah peduli dengan saya" jawab Petruk yang bujur arus
Bu Romlah kembali tersenyum karena terbayang hari-hari tuanya akan terisi oleh kontol Petruk.
"Mas punya mu kok segede ini. Enak banget loh. Ini aja masih keras padahal udah keluar"
"Memang begini dari dulu Bu" jawab Petruk
"Atau mas mau lagi? Ibu gak kuat Mas"
Kontol Petruk bukannya makin lemas malah sudah 100% bangkit lagi.
"Keras lagi mas. Enak.. tapi Ibu lemas" keluh Bu Romlah
"Maaf Bu. Saya gak tahan dengan ini" ucap Petruk meremas payudara Bu Romlah
"Akhhh masss" desah Bu Romlah karena kembali di dera rangsang oleh Petruk
Bu Romlah kini malah takut ia bisa hancur jika kembali di hajar kenikmatan kontol Petruk. Ia benar-benar sudah tak mampu. Padahal biasanya para lelaki lah yang dia jajah, kini ia bertekuk lutut menyerah di dalam pelukan orang yang wajahnya sama sekali tak menarik.
Jujur dalam hatinya, Bu Romlah hanya tertarik dengan tubuh kekar yang pasti bisa memuaskan dirinya. Apalagi dari sikap polos Petruk yang membuatnya penasaran. Namun ia tak berpikir jika ia akan kalah dalam permainan yang menurutnya ia sangat kuasai. Padahal ia hendak mencampakan Petruk setelah ia sudah mencoba beberapa kali lelaki yang sedang memeluknya itu. Sayangnya ia malah dapat counter attack darinya dengan senjata besar yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
"Mas.. akkhhh" desah Bu Romlah karena ulah Petruk yang kembali bergerak meski hanya pelan
Petruk yang merasa masih bernafsu pun tak tega. Ia berhenti lalu kembali memasukan penuh kontolnya ke memek Bu Romlah.
"Akhhhhhhh" desah panjang Bu Romlah saat memeknya yang masih terasa ngilu pasca orgasme ditambah gerakan Petruk
Sebenarnya Bu Romlah tak sendiri di rumah, ia memiliki seorang adik yang tak kalah cantik dengannya. Hanya saja adiknya ini sudah lumpuh akibat stroke. Badan tambun sang adik bahkan sudah berkurang akibat penyakit tersebut. Namun masih cukup gempal bahkan terkesan normal tak seperti sebelumnya.
Bu Romlah merawatnya karena sang adik ditinggal kabur suaminya yang tak bertanggung jawab. Padahal mereka adalah pasangan baru yang belum lama menikah kala itu. Sayangnya musibah datang tak kenal kata tunggu.
Ia selalu menyempatkan waktu pulang saat berjualan hanya untuk memberi sarapan sang adik, juga mengganti popoknya. Untuk makan siang ia berikan setelah pulang berjualan di pasar. Dan mandinya, ia tiap sore mengelap tubuh adiknya dengan kain basah.
Ia tak mengeluh dengan keadaannya, meski memiliki adik yang lumpuh. Ia dengan penuh kasih sayang merawat sang adik.
Adik Bu Romlah yang bernama Juliah tak bisa bicara. Lidahnya masih kelu dan setengah badan sebelah kanan mati total. Sedangkan sebelah kiri hanya bisa bergerak sedikit.
Juliah tahu benar apa yang ia dengar. Juliah tahu bahwa kakaknya yang seorang janda sering membawa teman lelakinya. Ia awalnya marah namun lama kelamaan memaklumi. Karena ia sudah paham rasanya menjanda, ia juga butuh!!
+++++++++++++
Bu Romlah yang sudah mendengar cerita Petruk pun menceritakan kondisi keluarganya. Petruk yang masih menikmati jepitan memek Romlah jadi kagum dengan wanita tersebut.
"Kasian Mbak Juliah sendirian dirumah. Apa gak ada saudara yang lain Bu?" tanya Petruk
"Gak ada Mas, apa Mas mau nemenin kami? Biar Juliah gak sendiri kalau Ibu dipasar Mas?" tanya Romlah
Romlah menemukan alasan lain untuk menahan Petruk dirumahnya. Tentu saja alasannya ingin menikmati kontol yang membuatnya kelojotan sampai lemas.
"Ibu bicarakan dengan Johan. Kamu gak usah khawatir. Kamu sekarang tinggal disini aja ya Mas"
"Iya Bu" jawab Petruk singkat
"Ya sudah Mas, aku mau suapin adikku dulu" ucap Romlah
"Ahh" suara Romlah saat kontol Petruk tercabut
Ia senyum ke arah Petruk lalu mengecupnya.
"Memang begini dari dulu Bu" jawab Petruk
"Atau mas mau lagi? Ibu gak kuat Mas"
Kontol Petruk bukannya makin lemas malah sudah 100% bangkit lagi.
"Keras lagi mas. Enak.. tapi Ibu lemas" keluh Bu Romlah
"Maaf Bu. Saya gak tahan dengan ini" ucap Petruk meremas payudara Bu Romlah
"Akhhh masss" desah Bu Romlah karena kembali di dera rangsang oleh Petruk
Bu Romlah kini malah takut ia bisa hancur jika kembali di hajar kenikmatan kontol Petruk. Ia benar-benar sudah tak mampu. Padahal biasanya para lelaki lah yang dia jajah, kini ia bertekuk lutut menyerah di dalam pelukan orang yang wajahnya sama sekali tak menarik.
Jujur dalam hatinya, Bu Romlah hanya tertarik dengan tubuh kekar yang pasti bisa memuaskan dirinya. Apalagi dari sikap polos Petruk yang membuatnya penasaran. Namun ia tak berpikir jika ia akan kalah dalam permainan yang menurutnya ia sangat kuasai. Padahal ia hendak mencampakan Petruk setelah ia sudah mencoba beberapa kali lelaki yang sedang memeluknya itu. Sayangnya ia malah dapat counter attack darinya dengan senjata besar yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
"Mas.. akkhhh" desah Bu Romlah karena ulah Petruk yang kembali bergerak meski hanya pelan
Petruk yang merasa masih bernafsu pun tak tega. Ia berhenti lalu kembali memasukan penuh kontolnya ke memek Bu Romlah.
"Akhhhhhhh" desah panjang Bu Romlah saat memeknya yang masih terasa ngilu pasca orgasme ditambah gerakan Petruk
Sebenarnya Bu Romlah tak sendiri di rumah, ia memiliki seorang adik yang tak kalah cantik dengannya. Hanya saja adiknya ini sudah lumpuh akibat stroke. Badan tambun sang adik bahkan sudah berkurang akibat penyakit tersebut. Namun masih cukup gempal bahkan terkesan normal tak seperti sebelumnya.
Bu Romlah merawatnya karena sang adik ditinggal kabur suaminya yang tak bertanggung jawab. Padahal mereka adalah pasangan baru yang belum lama menikah kala itu. Sayangnya musibah datang tak kenal kata tunggu.
Ia selalu menyempatkan waktu pulang saat berjualan hanya untuk memberi sarapan sang adik, juga mengganti popoknya. Untuk makan siang ia berikan setelah pulang berjualan di pasar. Dan mandinya, ia tiap sore mengelap tubuh adiknya dengan kain basah.
Ia tak mengeluh dengan keadaannya, meski memiliki adik yang lumpuh. Ia dengan penuh kasih sayang merawat sang adik.
Adik Bu Romlah yang bernama Juliah tak bisa bicara. Lidahnya masih kelu dan setengah badan sebelah kanan mati total. Sedangkan sebelah kiri hanya bisa bergerak sedikit.
Juliah tahu benar apa yang ia dengar. Juliah tahu bahwa kakaknya yang seorang janda sering membawa teman lelakinya. Ia awalnya marah namun lama kelamaan memaklumi. Karena ia sudah paham rasanya menjanda, ia juga butuh!!
+++++++++++++
Bu Romlah yang sudah mendengar cerita Petruk pun menceritakan kondisi keluarganya. Petruk yang masih menikmati jepitan memek Romlah jadi kagum dengan wanita tersebut.
"Kasian Mbak Juliah sendirian dirumah. Apa gak ada saudara yang lain Bu?" tanya Petruk
"Gak ada Mas, apa Mas mau nemenin kami? Biar Juliah gak sendiri kalau Ibu dipasar Mas?" tanya Romlah
Romlah menemukan alasan lain untuk menahan Petruk dirumahnya. Tentu saja alasannya ingin menikmati kontol yang membuatnya kelojotan sampai lemas.
"Ibu bicarakan dengan Johan. Kamu gak usah khawatir. Kamu sekarang tinggal disini aja ya Mas"
"Iya Bu" jawab Petruk singkat
"Ya sudah Mas, aku mau suapin adikku dulu" ucap Romlah
"Ahh" suara Romlah saat kontol Petruk tercabut
Ia senyum ke arah Petruk lalu mengecupnya.
Petruk yang melihat Romlah seakan tak percaya ia kembali menemukan orang baik di kota. Ia merasa beruntung sudah diselamatkan oleh Johan dari dinginnya malam dan kini ia ditampung Romlah dirumahnya.
Bukan merasa lega dengan perasaan sumpeknya terhadap kejadian di apartemen Intan, ia hanya merasa bersyukur atas apa yang sudah ia terima.
Petruk kembali berpakaian, karena sebelumnya sudah diloloskan semuanya oleh Bu Romlah. Ia pun keluar kamar setelahnya, karena merasa penat jika terus diam di kamar sendiri.
Saat keluar dari kamar, ia malah terpaku melihat Bu Romlah di kamar depan tempat mereka memadu nafsu. Hanya dengan berdaster tanpa lengan, Bu Romlah menyuapi adiknya sambil diajaknya mengobrol meski hanya satu arah.
Petruk yang berada di pintu kamar yang tadinya melihat Bu Romlah, kini malah terkesima melihat wajah Juliah. Wajah berot akibat stroke membuat Petruk bertanya-tanya akan penyakit yang Juliah derita.
Juliah yang sedang pelan mengunyah makanannya sedikit melirik ke arah pintu. Ia merasa aneh karena sosok tak enak dipandang itu. Ia heran kenapa kakaknya membawa teman lelaki seperti itu, tapi suara dari permainan yang terdengar olehnya jelas itu adalah yang terheboh dari yang selama ini ia dengar.
*Kakak nemu darimana sih? Apa kontolnya seenak itu ya? Aduh andai aku sehat, aku mau juga heboh kayak kakak* batin Juliah yang teringat suara permainan kakaknya
Juliah memang sakit, tapi ia masih normal. Ia adalah wanita yang lama tak tersentuh dan tanpa bisa melampiaskan meski sendiri. Ia sangat tersiksa mendengar gairah kakaknya yang tercurah saat bercinta.
Bu Romlah yang sadar akan mata Juliah melirik ke arah lain lalu menengok ke arah lirikan Juliah.
"Sini Mas, ini kenalin Juliah adikku" ucap Romlah pada Petruk
Petruk pun mendekati mereka. Ia tersenyum ke arah Juliah.
"Saya Petruk Mbak" ucap Petruk yang seakan mengajak ngobrol Juliah meski ia sadar tak akan ada jawaban
Juliah yang mendapat sapaan Petruk pun mengangguk tipis. Karena hanya itu yang ia bisa.
Juliah bukannya fokus ke arah muka kakaknya atau Petruk, ia malah melihat ke arah tonjolan pada celana Petruk.
*Gede. Pantesan kakak berisik* batin Juliah
Bu Romlah pun kembali menyuapi dan mengajak ngobrol Juliah. Petruk yang juga ada disana pun turut dilibatkan.
"Dek. Nanti biar gak kesepian, Mas Petruk nemenin kamu ya. Maaf ya kakak kan jualan jadi gak bisa nemenin kamu" ucap Romlah
Mereka pun aktif mengajak ngobrol Juliah meski tanpa jawaban, paling hanya senyum tipis dari Juliah.
Sore pun tiba, waktunya Bu Romlah mengelap tubuhnya adiknya. Namun kali ini karena ada Petruk, ia bukannya menyuruh Petruk menunggu diluar malah menyuruh Petruk membantu. Ya karena cukup lelah juga Bu Romlah karena ulah Petruk sebelumnya.
Petruk pun dengan perintah Bu Romlah membantu, ia membantu mengangkat badan montok Juliah.
Saat daster Juliah berhasil dilepas, Petruk malah kagum dengan tubuh wanita itu. Bagaimana tidak, badannya yang gempal memiliki payudara sebesar Bu Romlah. Badan mereka sangat mirip, hanya saja dada Juliah lebih kencang jika dibanding kakaknya. Terlebih saat popoknya dibuka, Petruk dengan jelas melihat bahwa jembut Juliah gundul karena Bu Romlah yang rajin mencukurnya. Tentu saja itu demi terjaganya kebersihan di area kewanitaan adiknya yang lumpuh.
Petruk yang menahan Juliah agar terduduk dengan cara menyandarkan Juliah di badannya malah memberikan sensasi pada Juliah.
*Gila gede banget. Keras gini. Aduh memek gue lama nganggur. Andai kamu ngerti, tolong masukin benda ini* dalam hati Juliah ia penuh harap
Bukan merasa lega dengan perasaan sumpeknya terhadap kejadian di apartemen Intan, ia hanya merasa bersyukur atas apa yang sudah ia terima.
Petruk kembali berpakaian, karena sebelumnya sudah diloloskan semuanya oleh Bu Romlah. Ia pun keluar kamar setelahnya, karena merasa penat jika terus diam di kamar sendiri.
Saat keluar dari kamar, ia malah terpaku melihat Bu Romlah di kamar depan tempat mereka memadu nafsu. Hanya dengan berdaster tanpa lengan, Bu Romlah menyuapi adiknya sambil diajaknya mengobrol meski hanya satu arah.
Petruk yang berada di pintu kamar yang tadinya melihat Bu Romlah, kini malah terkesima melihat wajah Juliah. Wajah berot akibat stroke membuat Petruk bertanya-tanya akan penyakit yang Juliah derita.
Juliah yang sedang pelan mengunyah makanannya sedikit melirik ke arah pintu. Ia merasa aneh karena sosok tak enak dipandang itu. Ia heran kenapa kakaknya membawa teman lelaki seperti itu, tapi suara dari permainan yang terdengar olehnya jelas itu adalah yang terheboh dari yang selama ini ia dengar.
*Kakak nemu darimana sih? Apa kontolnya seenak itu ya? Aduh andai aku sehat, aku mau juga heboh kayak kakak* batin Juliah yang teringat suara permainan kakaknya
Juliah memang sakit, tapi ia masih normal. Ia adalah wanita yang lama tak tersentuh dan tanpa bisa melampiaskan meski sendiri. Ia sangat tersiksa mendengar gairah kakaknya yang tercurah saat bercinta.
Bu Romlah yang sadar akan mata Juliah melirik ke arah lain lalu menengok ke arah lirikan Juliah.
"Sini Mas, ini kenalin Juliah adikku" ucap Romlah pada Petruk
Petruk pun mendekati mereka. Ia tersenyum ke arah Juliah.
"Saya Petruk Mbak" ucap Petruk yang seakan mengajak ngobrol Juliah meski ia sadar tak akan ada jawaban
Juliah yang mendapat sapaan Petruk pun mengangguk tipis. Karena hanya itu yang ia bisa.
Juliah bukannya fokus ke arah muka kakaknya atau Petruk, ia malah melihat ke arah tonjolan pada celana Petruk.
*Gede. Pantesan kakak berisik* batin Juliah
Bu Romlah pun kembali menyuapi dan mengajak ngobrol Juliah. Petruk yang juga ada disana pun turut dilibatkan.
"Dek. Nanti biar gak kesepian, Mas Petruk nemenin kamu ya. Maaf ya kakak kan jualan jadi gak bisa nemenin kamu" ucap Romlah
Mereka pun aktif mengajak ngobrol Juliah meski tanpa jawaban, paling hanya senyum tipis dari Juliah.
Sore pun tiba, waktunya Bu Romlah mengelap tubuhnya adiknya. Namun kali ini karena ada Petruk, ia bukannya menyuruh Petruk menunggu diluar malah menyuruh Petruk membantu. Ya karena cukup lelah juga Bu Romlah karena ulah Petruk sebelumnya.
Petruk pun dengan perintah Bu Romlah membantu, ia membantu mengangkat badan montok Juliah.
Saat daster Juliah berhasil dilepas, Petruk malah kagum dengan tubuh wanita itu. Bagaimana tidak, badannya yang gempal memiliki payudara sebesar Bu Romlah. Badan mereka sangat mirip, hanya saja dada Juliah lebih kencang jika dibanding kakaknya. Terlebih saat popoknya dibuka, Petruk dengan jelas melihat bahwa jembut Juliah gundul karena Bu Romlah yang rajin mencukurnya. Tentu saja itu demi terjaganya kebersihan di area kewanitaan adiknya yang lumpuh.
Petruk yang menahan Juliah agar terduduk dengan cara menyandarkan Juliah di badannya malah memberikan sensasi pada Juliah.
*Gila gede banget. Keras gini. Aduh memek gue lama nganggur. Andai kamu ngerti, tolong masukin benda ini* dalam hati Juliah ia penuh harap
Juliah yang sedang di lap badannya oleh sang kakak malah membayangkan ia sedang dibelai oleh Petruk. Jelas saja itu hanya ada dalam imajinasinya, karena Petruk hanya memegangi dirinya.
"Dek kamu pakai selimut kain aja ya, dastermu akhir-akhir ini basah keringat terus" ucap Bu Romlah
Akhirnya memandikan Juliah pun selesai, tapi godaan tubuh indah Juliah di mata Petruk belum selesai. Karena juliah hanya memakai kain tipis yg mudah disingkap untuk menutupi tubuhnya.
*Lelaki ini memandangi toketku!! Apa aku menarik perhatiannya ya? Aduh semoga ada keajaiban dia mau menjamahku. Aku juga butuh belaian* batin Juliah
Juliah makin tersiksa karena memeknya terasa gatal ingin dijamah. Tak ada yang mengerti keinginan wanita lumpuh itu, ia merasa hanya dia saja yang tersiksa diantara mereka. Padahal Petruk juga merasakan hal yang sama, kontolnya belum terpuaskan meski memek enak Bu Romlah sudah membuatnya keluar sekali. Mungkin karena sebelumnya ia selalu dipuaskan dengan wanita lebih dari satu, Petruk merasa kurang.
++++++
Malam yang dingin kembali datang, tapi kedinginan itu tak mampu menembus kukit kedua insang yang sedang memadu kasih.
Tanpa peduli akan kesengsaraan Juliah yang mendengar desahannya, Romlah dengan asik terus bergerak naik turun memompa kontol Petruk.
Petruk pun sangat menikmati, baginya Bu Romlah adalah obat yang membuat kesedihannya sedikit berkurang. Meski ia juga jelas sekali menikmati terutama karena ukuran payudara Bu Romlah yang sangat menarik perhatiannya.
Dengan penuh nafsu Petruk mengenyot susu besar itu, sedangkan sebelahnya lagi ia remas dengan cukup kuat.
Bu Romlah yang biasanya kurang suka tindakan kasar pasangan mainnya, ia malah menikmati perlakuan pemilik kontol favoritnya. Ia rela asal keduanya mencapai kepuasan.
"Akhhhhh" erang panjang Bu Romlah kembali terdengar. Dengan kuat ia mendekap Petruk ke dada empuknya.
Petruk yg paham akan kenikmatan yang melanda lawan mainnya hanya pasrah dengan perlakuan yang ia terima.
Bukan Petruk namanya jika ia mudah terpuaskan, ia malah baru menyalakan api semangat. Terbukti dengan tenaganya ia menggulingkan Bu Romlah. Dan dengan sekuat tenaga pula ia memompa memek tembem Bu Romlah yang sangat nikmat baginya.
Suara-suara erangan keduanya memekakkan telinga Juliah. Andai ia mampu bergerak, ia pasti ingin sekali bergabung dalam aksi kedua orang di kamar itu. Atau setidaknya ia akan memainkan memek serta susunya sendiri sebagai pemuas birahinya. Sayangnya tangannya tangan kirinya tak mampu bergerak banyak, untuk mengangkatnya saja sangat sulit.
Memek Juliah benar-benar gatal. Bayangan akan kontol Petruk yang sempat menempel di punggungnya membuatnya makin gila.
"Enggggggg.." suara Juliah memaki kondisi dirinya sendiri
Sayangnya kedua orang yang sedang beradu kelamin tak mendengar jerit siksa Juliah. Mereka sangat asik menikmati aktivitas mereka sendiri.
Juliah malah teringat kejadian saat ia masih kecil. Kakaknya bercinta dengan sang pacar di rumah saat kedua orang tuanya bekerja. Dan dia dipuji kakaknya karena tidak melaporkan apa yang ia lihat ke orang tua mereka. Saat itu Romlah memang sudah sedikit gila akan sex, meski masih berstatus anak sekolah. Sedangkan Juliah masih SD tak mengerti apa yang kakaknya lakukan.
Meski keduanya memiliki usia yang terpaut jauh, Romlah malah sangat sayang pada adiknya. Terutama saat adiknya sangat perngertian tak melaporkan kegiatan sexnya bersama sang pacar.
+++
"Mas udah ya aku gak kuat lagi" rengek Romlah
Memang malam itu adalah malam yang panjang bagi keduanya. Romlah sudah sukses kembali mengeluarkan cairan nikmat Petruk, tapi karena ia sedang senang maka permainan dilanjut. Dan sekarang saat keduanya sedang dalam pertempuran syahwat, malah Romlah menyerah. Petruk sangat tak nyaman di hatinya jika terus memaksakan untuk tuntas.
"Mas, titip Juliah ya. Aku capek banget" ucap Romlah yang tak lama kemudian tertidur.
Petruk yang masih diantara paha Romlah hanya menahan konaknya. Tapi mau bagaimana lagi, kondisi tak memungkinkan.
Ia pun bangkit dan memakai kain untuk menutupi selangkangannya lalu keluar kamar agar penat karena ketidaktuntasannya sedikit ringan.
Namun baru saja hendak melangkah keluar kamar, ia sayup-sayup mendengar lenguhan dari kamar di depannya. Ia yang khawatir akan kondisi Juliah pun langsung masuk kamar itu untuk mengecek Juliah.
Petruk yang hanya memakai kain jarit untuk menutup kemaluannya masuk dalam kamar Juliah. Juliah tahu ada seseorang lalu melirik ke arah pintu.
"Dek kamu pakai selimut kain aja ya, dastermu akhir-akhir ini basah keringat terus" ucap Bu Romlah
Akhirnya memandikan Juliah pun selesai, tapi godaan tubuh indah Juliah di mata Petruk belum selesai. Karena juliah hanya memakai kain tipis yg mudah disingkap untuk menutupi tubuhnya.
*Lelaki ini memandangi toketku!! Apa aku menarik perhatiannya ya? Aduh semoga ada keajaiban dia mau menjamahku. Aku juga butuh belaian* batin Juliah
Juliah makin tersiksa karena memeknya terasa gatal ingin dijamah. Tak ada yang mengerti keinginan wanita lumpuh itu, ia merasa hanya dia saja yang tersiksa diantara mereka. Padahal Petruk juga merasakan hal yang sama, kontolnya belum terpuaskan meski memek enak Bu Romlah sudah membuatnya keluar sekali. Mungkin karena sebelumnya ia selalu dipuaskan dengan wanita lebih dari satu, Petruk merasa kurang.
++++++
Malam yang dingin kembali datang, tapi kedinginan itu tak mampu menembus kukit kedua insang yang sedang memadu kasih.
Tanpa peduli akan kesengsaraan Juliah yang mendengar desahannya, Romlah dengan asik terus bergerak naik turun memompa kontol Petruk.
Petruk pun sangat menikmati, baginya Bu Romlah adalah obat yang membuat kesedihannya sedikit berkurang. Meski ia juga jelas sekali menikmati terutama karena ukuran payudara Bu Romlah yang sangat menarik perhatiannya.
Dengan penuh nafsu Petruk mengenyot susu besar itu, sedangkan sebelahnya lagi ia remas dengan cukup kuat.
Bu Romlah yang biasanya kurang suka tindakan kasar pasangan mainnya, ia malah menikmati perlakuan pemilik kontol favoritnya. Ia rela asal keduanya mencapai kepuasan.
"Akhhhhh" erang panjang Bu Romlah kembali terdengar. Dengan kuat ia mendekap Petruk ke dada empuknya.
Petruk yg paham akan kenikmatan yang melanda lawan mainnya hanya pasrah dengan perlakuan yang ia terima.
Bukan Petruk namanya jika ia mudah terpuaskan, ia malah baru menyalakan api semangat. Terbukti dengan tenaganya ia menggulingkan Bu Romlah. Dan dengan sekuat tenaga pula ia memompa memek tembem Bu Romlah yang sangat nikmat baginya.
Suara-suara erangan keduanya memekakkan telinga Juliah. Andai ia mampu bergerak, ia pasti ingin sekali bergabung dalam aksi kedua orang di kamar itu. Atau setidaknya ia akan memainkan memek serta susunya sendiri sebagai pemuas birahinya. Sayangnya tangannya tangan kirinya tak mampu bergerak banyak, untuk mengangkatnya saja sangat sulit.
Memek Juliah benar-benar gatal. Bayangan akan kontol Petruk yang sempat menempel di punggungnya membuatnya makin gila.
"Enggggggg.." suara Juliah memaki kondisi dirinya sendiri
Sayangnya kedua orang yang sedang beradu kelamin tak mendengar jerit siksa Juliah. Mereka sangat asik menikmati aktivitas mereka sendiri.
Juliah malah teringat kejadian saat ia masih kecil. Kakaknya bercinta dengan sang pacar di rumah saat kedua orang tuanya bekerja. Dan dia dipuji kakaknya karena tidak melaporkan apa yang ia lihat ke orang tua mereka. Saat itu Romlah memang sudah sedikit gila akan sex, meski masih berstatus anak sekolah. Sedangkan Juliah masih SD tak mengerti apa yang kakaknya lakukan.
Meski keduanya memiliki usia yang terpaut jauh, Romlah malah sangat sayang pada adiknya. Terutama saat adiknya sangat perngertian tak melaporkan kegiatan sexnya bersama sang pacar.
+++
"Mas udah ya aku gak kuat lagi" rengek Romlah
Memang malam itu adalah malam yang panjang bagi keduanya. Romlah sudah sukses kembali mengeluarkan cairan nikmat Petruk, tapi karena ia sedang senang maka permainan dilanjut. Dan sekarang saat keduanya sedang dalam pertempuran syahwat, malah Romlah menyerah. Petruk sangat tak nyaman di hatinya jika terus memaksakan untuk tuntas.
"Mas, titip Juliah ya. Aku capek banget" ucap Romlah yang tak lama kemudian tertidur.
Petruk yang masih diantara paha Romlah hanya menahan konaknya. Tapi mau bagaimana lagi, kondisi tak memungkinkan.
Ia pun bangkit dan memakai kain untuk menutupi selangkangannya lalu keluar kamar agar penat karena ketidaktuntasannya sedikit ringan.
Namun baru saja hendak melangkah keluar kamar, ia sayup-sayup mendengar lenguhan dari kamar di depannya. Ia yang khawatir akan kondisi Juliah pun langsung masuk kamar itu untuk mengecek Juliah.
Petruk yang hanya memakai kain jarit untuk menutup kemaluannya masuk dalam kamar Juliah. Juliah tahu ada seseorang lalu melirik ke arah pintu.
Juliah melihat yang ia inginkan, apalagi dengan badan Petruk yang mengkilap akibat keringat. Itu membuat pikiran Juliah makin kacau.
Petruk melihat Juliah menangis. Ia mendekati wanita yang masih cukup muda itu.
"Mbak kenapa? Jangan sedih Mbak. Andai aku bisa bantu pasti aku bantu Mbak" ucap Petruk menyeka air mata Juliah
Petruk yang duduk ditepian ranjang bukannya tak tahu diri atau malah normal, ia malah memperhatikan buah dada Juliah yang terbuka satu karena sebelumnya Juliah bergerak berusaha meraih memeknya sendiri untuk dimainkan. Tapi Juliah yang gagal meraih memeknya malah hanya membuat selimutnya berantakan.
Juliah yang baru saja menangis sekarang menjadi senang lantaran tubuhnya diperhatikan lelaki. Ia tak malu atau merasa dilecehkan, ia malah justru bangga tubuhnya yg lumpuh masih bisa membuat lelaki terpesona.
Pandangan nanar Juliah membuat Petruj tersentuh, ia yang pernah menderita pun sangat bersimpati pada Juliah. Petruk genggam tangan Juliah dan ia letakan di pahanya. Ia balas tatap Juliah, seakan ia sedang menguatkan Juliah meski hanya itu yang ia bisa.
"Mbak jangan sedih. Nanti Bu Romlah sedih kalau tahu. Mbak harus kuat ya. Andai aku bisa bantu Mbak. Sayang aku ini bodoh, tak bisa seperti dukun di kampung ku" ucap Petruk
★dukun pengobatan seperti tabib, bukan dukun tukang sembur
"Andai mbak bisa cerita, kita bisa berbagi beban hidup ini" ucap Petruk yang tiba-tiba teringat berbagai hal yg membuatnya tak nyaman
Entah setan mana yang sudah merasuki Juliah, ia malah menggerakan jemarinya ke bagian keras di paha Petruk.
"Ehh" kaget Petruk menyadari kontolnya yang masih berharap dituntaskan sedang disentuh jari Juliah meski lemah.
"Mbak?" ucap Petruk penuh tanya
Petruk yang masih merasa tanggung akan kegiatan bersama Bu Romlah malah bingung merespon.
*Gimana ini? Masa sih Mbak Juliah minta begituan? Dia sakit loh" batin Petruk
Petruk mencoba mengkonfirmasi dengan cara meletakan tangan Juliah benar-benar pas di batang yang terbalut kain jarit tipis.
"Mbak yakin?" tanya Petruk memandang lekat mata Juliah
Juliah sekuat tenaga ingin menjawab. Ia memberikan sedikit senyum meski sudah berjuang sekuat tenaga.
Petruk merasa jemari Juliah memang tak salah, melihat juga sedikit melihat guratan senyum di wajah juliah meski bibirnya sedikit berot.
Petruk mulai memantapkan keyakinannya bahwa ia tak salah. Ia pun beranjak lalu menutup pintu kamar Juliah.
Petruk pun kembali mendekati Juliah lalu kembali duduk di tempat sebelumnya. Ia pandang wajah Juliah, lalu ia buka penutup kain yang ia kenakan. Juliah yang melihat itu bergemuruh, nafasnya sangat memburu dan matanya seakan ingin keluar karena tak percaya. Namun semua terkonfirmasi saat Petruk meletakan tangan kirinya dan oleh Petruk dibantu pegang juga meraba kontolnya sendiri.
Ya bagi Petruk itu adalah sensasi tersendiri.
*Kontol.. kontol gede.. ayo masukin!!!* batin Juliah tak sabar
"Mbak saya buka popoknya ya" ucap Petruk yang makin membuat Juliah senang meski tak mampu ia ungkapkan.
Kita hanya bisa mengukur orang lain dengan parameter diri kita sendiri. Karena manusia hakekatnya sama, hanya jalan yang telah di laluinya saja sendiri.
Petruk merasa ia tak memaksakan kehendaknya atas nafsunya pada wanita yang ada di depannya. Wanita yang berbaring dengan tubuh telanjang karena satu-satunya penutupnya sudah ia lepaskan.
"Mbak.. kalau memang Mbak menolak, saya pasti berhenti" ucap Petruk pada wanita yang tak berdaya itu
Namun jemari halus wanita itu tak berhenti seakan ia meremasi kontol Petruk.
"Enggghhh" suara lenguhan Juliah
Petruk mengartikan itu sebagai permohonan tapi bukan penolakan karena kontolnya masih merasakan jemari Juliah. Petruk yang sedang mengobel memek sempit Juliah seakan sudah mendapat izin dari si pemilik. Tentu saja dada besar dan kencang di depannya tak ia anggurkan. Dada yang mengundang nafsunya itu ia jilati dan hisap dengan lembut. Ia tak mau Juliah merasa sakit dengan perlakuan kasarnya.
Petruk melihat Juliah menangis. Ia mendekati wanita yang masih cukup muda itu.
"Mbak kenapa? Jangan sedih Mbak. Andai aku bisa bantu pasti aku bantu Mbak" ucap Petruk menyeka air mata Juliah
Petruk yang duduk ditepian ranjang bukannya tak tahu diri atau malah normal, ia malah memperhatikan buah dada Juliah yang terbuka satu karena sebelumnya Juliah bergerak berusaha meraih memeknya sendiri untuk dimainkan. Tapi Juliah yang gagal meraih memeknya malah hanya membuat selimutnya berantakan.
Juliah yang baru saja menangis sekarang menjadi senang lantaran tubuhnya diperhatikan lelaki. Ia tak malu atau merasa dilecehkan, ia malah justru bangga tubuhnya yg lumpuh masih bisa membuat lelaki terpesona.
Pandangan nanar Juliah membuat Petruj tersentuh, ia yang pernah menderita pun sangat bersimpati pada Juliah. Petruk genggam tangan Juliah dan ia letakan di pahanya. Ia balas tatap Juliah, seakan ia sedang menguatkan Juliah meski hanya itu yang ia bisa.
"Mbak jangan sedih. Nanti Bu Romlah sedih kalau tahu. Mbak harus kuat ya. Andai aku bisa bantu Mbak. Sayang aku ini bodoh, tak bisa seperti dukun di kampung ku" ucap Petruk
★dukun pengobatan seperti tabib, bukan dukun tukang sembur
"Andai mbak bisa cerita, kita bisa berbagi beban hidup ini" ucap Petruk yang tiba-tiba teringat berbagai hal yg membuatnya tak nyaman
Entah setan mana yang sudah merasuki Juliah, ia malah menggerakan jemarinya ke bagian keras di paha Petruk.
"Ehh" kaget Petruk menyadari kontolnya yang masih berharap dituntaskan sedang disentuh jari Juliah meski lemah.
"Mbak?" ucap Petruk penuh tanya
Petruk yang masih merasa tanggung akan kegiatan bersama Bu Romlah malah bingung merespon.
*Gimana ini? Masa sih Mbak Juliah minta begituan? Dia sakit loh" batin Petruk
Petruk mencoba mengkonfirmasi dengan cara meletakan tangan Juliah benar-benar pas di batang yang terbalut kain jarit tipis.
"Mbak yakin?" tanya Petruk memandang lekat mata Juliah
Juliah sekuat tenaga ingin menjawab. Ia memberikan sedikit senyum meski sudah berjuang sekuat tenaga.
Petruk merasa jemari Juliah memang tak salah, melihat juga sedikit melihat guratan senyum di wajah juliah meski bibirnya sedikit berot.
Petruk mulai memantapkan keyakinannya bahwa ia tak salah. Ia pun beranjak lalu menutup pintu kamar Juliah.
Petruk pun kembali mendekati Juliah lalu kembali duduk di tempat sebelumnya. Ia pandang wajah Juliah, lalu ia buka penutup kain yang ia kenakan. Juliah yang melihat itu bergemuruh, nafasnya sangat memburu dan matanya seakan ingin keluar karena tak percaya. Namun semua terkonfirmasi saat Petruk meletakan tangan kirinya dan oleh Petruk dibantu pegang juga meraba kontolnya sendiri.
Ya bagi Petruk itu adalah sensasi tersendiri.
*Kontol.. kontol gede.. ayo masukin!!!* batin Juliah tak sabar
"Mbak saya buka popoknya ya" ucap Petruk yang makin membuat Juliah senang meski tak mampu ia ungkapkan.
Kita hanya bisa mengukur orang lain dengan parameter diri kita sendiri. Karena manusia hakekatnya sama, hanya jalan yang telah di laluinya saja sendiri.
Petruk merasa ia tak memaksakan kehendaknya atas nafsunya pada wanita yang ada di depannya. Wanita yang berbaring dengan tubuh telanjang karena satu-satunya penutupnya sudah ia lepaskan.
"Mbak.. kalau memang Mbak menolak, saya pasti berhenti" ucap Petruk pada wanita yang tak berdaya itu
Namun jemari halus wanita itu tak berhenti seakan ia meremasi kontol Petruk.
"Enggghhh" suara lenguhan Juliah
Petruk mengartikan itu sebagai permohonan tapi bukan penolakan karena kontolnya masih merasakan jemari Juliah. Petruk yang sedang mengobel memek sempit Juliah seakan sudah mendapat izin dari si pemilik. Tentu saja dada besar dan kencang di depannya tak ia anggurkan. Dada yang mengundang nafsunya itu ia jilati dan hisap dengan lembut. Ia tak mau Juliah merasa sakit dengan perlakuan kasarnya.
Petruk yang sudah tak sabar hasratnya untum dituntaskan kini sudah bersimpuh diantara pangkal paha Juliah. Ia menatap Juliah dengan seksama. Petruk perhatikan sekali mimik Juliah, namun bukan ekspresi marah atau sedih Juliah malah memberikan senyuman ala dia yang masih dalam keadaan stroke.
Dengan jawaban itu Petruk pun sedikit demi sedikit menekan kontolnya mendobrak memek plontos di depannya. Tebal bibir bawah Juliah terkuak karena desakan kontol Petruk.
"Emnggghhh" lenguh Juliah lagi, namun ia terpejam seakan menikmati
Karena lenguhan itu Petruk sempat terhenti, ia takut jika sudah terlalu jauh bertindak. Tapi ia tak merasa ada penolakan di wajah Juliah, maka aksinya ia lanjutkan kembali dengan pelan.
"Akkkk" kembali terdengar suara dari mulut Juliah.
Namun ia menengadah karena kontol Petruk telah sukses bersarang dengan sempurna di memeknya.
"Naaaa ahhh" Juliah kembali bersuara
Namun kali ini Juliah tak hanya sekedar melenguh, kini ia seperti bayi yang sedang mulai berlatih bicara.
"Akhhh mbak enak banget mbak" ujar Petruk yang merasa kenikmatan dengan gerakan kecil pinggulnya. Ia dengan sadar mengekspresikan kenikmatannya seperti ia yang mengajak ngobrol.
"Engg naaakhh" balas Juliah
Petruk yang tahu Juliah juga menikmati aksinya, lantas tak tinggal diam. Ia beri rangsang kembali pada dada besar yang bergoyang di depannya. Mulut Petruk mendarat mulus di dada kencang Juliah.
Dengan tetap memompa pinggulnya, Petruk menikmati kemasan susu mulus Juliah.
Lenguhan Juliah makin kerap terdengar, ia bahkan kata-katanya makin jelas. Hanya denyutan memek Juliah yang mampu menghentikan Petruk memompa selangkanyannya. Ia sangat menikmati saat Juliah orgasme, rasa pijatan memek pada kontolnya membuatnya brutal namun bisa diredam dengan kepala dingin.
"Enak banget memek kamu Mbak. Aku suka. Ahh ahhh" ucap Petruk memprovokasi
"Eng nagggh ehh mahh" jawab Juliah yang kembali merasa gempuran kontol Petruk
"Maaf Mbak.. " ucap Petruk sesaat sebelum ia mengubah kecepatannya dengan sekuat tenaga. Petruk tak tahan kenikmatan di dalam tubuh wanita lumpuh itu. Ia tak tahan untuk mengejar kenikmatan puncaknya sendiri.
"Enggg enggg enngggg" lenguh Juliah seirama dengan tusukan kontol Petruk
"Akkkhhhhh" Petruk melolong merasakan kenikatannya tumpah dalam tubuh wanita itu
Sedangkan Juliah yang sudah lemas hanya memburu nafasnya yang tak teratur.
"Ma a sihh maashhh" ucapnya lemah
Petruk yang sedang memeluk Juliah bangkit seakan tak percaya, suara Juliah terdengar dengan jelas di telinganya. Kata-kata yang sudah ia mengerti!!
Petruk perhatikan wajah Juliah sudah lebih cantik. Ada kepuasan terukir disana. Dan yang paling mengesankan adalah bibirnya yang sedikit berot kini sudah terlihat nomal. Hanya saja lidahnya masih belok.
Karena takut ketahuan Bu Romlah, Petruk sadar lalu bangkit untuk membereskan kekacauan yang ia timbulkan.
Ia pun tertidur dikursi sebelah ranjang Juliah setelah selesai memakaikan popok dan selimut Juliah. Tentu ia tak lupa memakai kainnya sendiri.
+++
Pagi menjelang.
Bu Romlah yang terbangun merasa badannya pegal karena pertempuran semalam. Tapi yang paling mengejutkannya adalah hilangnya pria yang sudah memuaskannya.
Ia pun bergegas memakai dasternya lalu keluar kamar untuk mencari Petruk. Tapi baru mau keluar ke arah ruang tamu, ia ingin menengok adik kesayangannya.
"Oh disini" batin Romlah yang melihat Petruk tertidur di kursi.
Ia mengira Petruk sudah melakukan tugasnya yaitu menemani Juliah sampai tertidur. Ya memang tapi dalam bentuk lain.
Bu Romlah pun bergegas karena ia harus mempersiapkan dagangannya. Ia sudah tenang karena Petruk sudah ditemukan dan disana juga ia melihat sang adik tertidur dengan pulas bahkan wajahnya terlihat sangat bahagia.
Selesai mempersiapkan diri dan sebagian dagangan yang kemarin dibawa pulang sudah dikemasi dalam karung. Ia pun berangkat dengan menggendong karung itu sendiri. Sayuran yang ia masukan dalam kulkas itu sama dengan yang dibawa Petruk kemarin saat dipancing Romlah untuk ke rumahnya.
Dengan jawaban itu Petruk pun sedikit demi sedikit menekan kontolnya mendobrak memek plontos di depannya. Tebal bibir bawah Juliah terkuak karena desakan kontol Petruk.
"Emnggghhh" lenguh Juliah lagi, namun ia terpejam seakan menikmati
Karena lenguhan itu Petruk sempat terhenti, ia takut jika sudah terlalu jauh bertindak. Tapi ia tak merasa ada penolakan di wajah Juliah, maka aksinya ia lanjutkan kembali dengan pelan.
"Akkkk" kembali terdengar suara dari mulut Juliah.
Namun ia menengadah karena kontol Petruk telah sukses bersarang dengan sempurna di memeknya.
"Naaaa ahhh" Juliah kembali bersuara
Namun kali ini Juliah tak hanya sekedar melenguh, kini ia seperti bayi yang sedang mulai berlatih bicara.
"Akhhh mbak enak banget mbak" ujar Petruk yang merasa kenikmatan dengan gerakan kecil pinggulnya. Ia dengan sadar mengekspresikan kenikmatannya seperti ia yang mengajak ngobrol.
"Engg naaakhh" balas Juliah
Petruk yang tahu Juliah juga menikmati aksinya, lantas tak tinggal diam. Ia beri rangsang kembali pada dada besar yang bergoyang di depannya. Mulut Petruk mendarat mulus di dada kencang Juliah.
Dengan tetap memompa pinggulnya, Petruk menikmati kemasan susu mulus Juliah.
Lenguhan Juliah makin kerap terdengar, ia bahkan kata-katanya makin jelas. Hanya denyutan memek Juliah yang mampu menghentikan Petruk memompa selangkanyannya. Ia sangat menikmati saat Juliah orgasme, rasa pijatan memek pada kontolnya membuatnya brutal namun bisa diredam dengan kepala dingin.
"Enak banget memek kamu Mbak. Aku suka. Ahh ahhh" ucap Petruk memprovokasi
"Eng nagggh ehh mahh" jawab Juliah yang kembali merasa gempuran kontol Petruk
"Maaf Mbak.. " ucap Petruk sesaat sebelum ia mengubah kecepatannya dengan sekuat tenaga. Petruk tak tahan kenikmatan di dalam tubuh wanita lumpuh itu. Ia tak tahan untuk mengejar kenikmatan puncaknya sendiri.
"Enggg enggg enngggg" lenguh Juliah seirama dengan tusukan kontol Petruk
"Akkkhhhhh" Petruk melolong merasakan kenikatannya tumpah dalam tubuh wanita itu
Sedangkan Juliah yang sudah lemas hanya memburu nafasnya yang tak teratur.
"Ma a sihh maashhh" ucapnya lemah
Petruk yang sedang memeluk Juliah bangkit seakan tak percaya, suara Juliah terdengar dengan jelas di telinganya. Kata-kata yang sudah ia mengerti!!
Petruk perhatikan wajah Juliah sudah lebih cantik. Ada kepuasan terukir disana. Dan yang paling mengesankan adalah bibirnya yang sedikit berot kini sudah terlihat nomal. Hanya saja lidahnya masih belok.
Karena takut ketahuan Bu Romlah, Petruk sadar lalu bangkit untuk membereskan kekacauan yang ia timbulkan.
Ia pun tertidur dikursi sebelah ranjang Juliah setelah selesai memakaikan popok dan selimut Juliah. Tentu ia tak lupa memakai kainnya sendiri.
+++
Pagi menjelang.
Bu Romlah yang terbangun merasa badannya pegal karena pertempuran semalam. Tapi yang paling mengejutkannya adalah hilangnya pria yang sudah memuaskannya.
Ia pun bergegas memakai dasternya lalu keluar kamar untuk mencari Petruk. Tapi baru mau keluar ke arah ruang tamu, ia ingin menengok adik kesayangannya.
"Oh disini" batin Romlah yang melihat Petruk tertidur di kursi.
Ia mengira Petruk sudah melakukan tugasnya yaitu menemani Juliah sampai tertidur. Ya memang tapi dalam bentuk lain.
Bu Romlah pun bergegas karena ia harus mempersiapkan dagangannya. Ia sudah tenang karena Petruk sudah ditemukan dan disana juga ia melihat sang adik tertidur dengan pulas bahkan wajahnya terlihat sangat bahagia.
Selesai mempersiapkan diri dan sebagian dagangan yang kemarin dibawa pulang sudah dikemasi dalam karung. Ia pun berangkat dengan menggendong karung itu sendiri. Sayuran yang ia masukan dalam kulkas itu sama dengan yang dibawa Petruk kemarin saat dipancing Romlah untuk ke rumahnya.
Dengan ekspresi cerah ia bersuka cita dalam hatinya. Bagaikan pengantin baru ia menemukan sesuatu yang mampu melengkapinya selama ini. Ya menurutnya itu adalah Petruk, tentu saja kontol Petruk jika lebih spesifik lagi.
Bu Romlah sudah mantap, ia akan meminta Johan agar Petruk tinggal bersamanya. Seperti ia dulu yang pernah dipakai Bu Romlah sebagai pemuas.
++++
Matahari sudah mulai tinggi, pasar juga makin ramai. Bu Romlah yang sibuk dengan dagangannya sesekali melirik ke kios yg dipakai Johan. Ia menunggu mantan pejantannya itu untuk izin "merawat" Petruk.
"Duh pengantin baru, cerah banget Ceu" sapa wanita penjual bumbu dapur di sebelah Bu Romlah.
"Yah gitu lah Tin, gimana lagi yang muda emang gak pernah bikin kecewa" sahut Bu Romlah
*Halah paling juga bentar lagi bosan* batin wanita yang dipanggil Tin
Obrolan mereka terpotong karena ada pembeli di kios wanita yang dipanggil Tin. Sedangkan Bu Romlah melihat Johan yang baru bangun keluar dari kiosnya.
"Bang Johan.. ini dah saya siapkan kopi" ucap Bu Romlah
"Eh Mak Rom.. Perhatian banget sih" jawab Johan yang merasa sebentar lagi giliran dia dapat jatah Bu Romlah
Ya, Johan sebagai duda muda juga butuh pelampiasan. Ia tak berselera dengan wanita bayaran, dan juga memang dia tak punya uang untuk itu. Uangnya habis untuk kebutuhan sehari-harinya dan juga minum tentunya. Ia masih seorang pejantan yang menikmati hasil berburu daripada memakan hidangan siap saji.
Johan pun masuk ke kios Bu Romlah, meski hanya sempat cuci muka sebelumnya. Ia tak mau melewatkan kesempatan si janda penggoda itu.
"Bang Johan, maaf ya tadi malam Petruk nginep tempat saya. Tadi juga masih tidur pas saya ke pasar" ujar Bu Romlah
"Wah lemas dia kena hajar Mak Rom. Sama kayak saya" sahut Johan pelan saat membahas dirinya
"Malah saya yang KO dibuat tu anak Bang" ucap Bu Romlah yang ikut bernada pelan
Meski pelan tapi hal itu mengejutkan Johan, tak ia sangka bahwa yang KO malah Bu Romlah. Dia saja pertama kali sampai kena tampar karena tak mampu membuat Bu Romlah orgasme.
"Wah si Petruk, aku kira cupu ternyata suhu" Johan terbahak-bahak karena membayangkan kepolosan Petruk. Ia tak menyangka sama sekali dibalik kepolosannya menyimpan skill tajam.
Tini yang ada disebelah kios mereka terkejut dengan ujaran Johan. Bagaimana tidak, ia tahu betul tetangganya itu maniak yang tak bisa puas. Bukti banyak lelaki yang sudah ia campakan karena ketidakpuasannya.
Ia hanya bisa cemburu dengan keadaan, andai dia juga janda pasti akan menggoda Petruk jika kesempatan datang. Sayang suaminya yang persis benalu dan payah di ranjang pasti ngamuk-ngamuk. Ya memang akibat kepayahannya sendiri, suami Tini jadi bacot doang. Kerja tidak, memuaskan istri tidak. Ya setidaknya dia bisa mencuci baju dan mengasuh anak. Jika tidak pasti Tini sudah menendangnya.
++++
"Ya boleh aja sih Mak, nanti Petruk tetap jadi anak buah saya. Ikut saya keliling dan narik iuran. Trus sorenya bantu Emak dan tinggal sama Emak. Tapi jangan lupakan saya lah Mak. Masa saya dilupakan" ujar Johan
"Alah Bang.. tuh si Tini coba pepet. Lakinya gak guna dirumah, kan mending abang ada penghasilan" ucap Bu Romlah setengah berbisik
"Boleh sih, tapi saya gak mau maksa duluan. Takut malah kasus Mak" ujar Johan
"Iya juga.. nanti lah kalau ada kesempatan aku bantu" kata Bu Romlah
Mereka pun terus mengobrol, Johan sesekali meraba paha Bu Romlah tapi tak direspon.
"Mak sekali yuk di sebelah" ajak Johan
"Yaudah sekali. Aku mau pulang nyuapin Juliah bentar lagi" jawab Bu Romlah
Dengan hati gembira Johan kembali ke kios yg ia pakai untuk tinggal. Ia persiapkan tempat agar aksinya memuat pasangan nyaman.
"Tin, nitip yah. Biasa pulang dulu nyuapin Juliah" ucap Bu Romlah.
"Iya mak. Tenang aja" balas Tini sambil melayani pembeli
Tanpa sepengetahuan Tini, Bu Romlah memasuki kios Johan. Ia memberikan jatah kepadanya, bukan karena ingin tapi memang iuran keamanan ia bayar dengan pelayanan ranjang.
Johan yang menunggu langsung menutup dan mengunci pintu kiosnya sesaat setelah Bu Romlah masuk.
"Dah tiga hari gak dapat jatah, kangen loh Bu" ucap Johan sambil melepas celananya
Bu Romlah tak menjawab, ia hanya melepas celana dalamnya lalu berbaring. Tak lupa juga kancing baju ia buka agar Johan leluasa jika ingin menikmati payudaranya.
Johan yang sedang dilandang morning wood langsung memberikan batang kerasnya ke depan muka Bu Romlah.
Bu Romlah yang sudah sering melayani Johan sudah paham betul pola permainan Johan. Ia akan meminta dikeluarkan dulu sebelum bersarang di memeknya.
"Langsung aja Bang, kasian Juliah belum sarapan" ucap Bu Romlah sambil mengocok kontol Johan dan mata memandang lawan mainnya
"Yaudah.. ini juga dah gak tahan Mak"
Johan pun bersimpuh diantara kaki Bu Romlah. Ia hafal sudut dan tata letaknya tak perlu ia menengok lagi dimana lubang Bu Romlah. Maka dengan sekali dorong, habis sudah kontol Johan terlahap memek Bu Romlah.
Bu Romlah sudah mantap, ia akan meminta Johan agar Petruk tinggal bersamanya. Seperti ia dulu yang pernah dipakai Bu Romlah sebagai pemuas.
++++
Matahari sudah mulai tinggi, pasar juga makin ramai. Bu Romlah yang sibuk dengan dagangannya sesekali melirik ke kios yg dipakai Johan. Ia menunggu mantan pejantannya itu untuk izin "merawat" Petruk.
"Duh pengantin baru, cerah banget Ceu" sapa wanita penjual bumbu dapur di sebelah Bu Romlah.
"Yah gitu lah Tin, gimana lagi yang muda emang gak pernah bikin kecewa" sahut Bu Romlah
*Halah paling juga bentar lagi bosan* batin wanita yang dipanggil Tin
Obrolan mereka terpotong karena ada pembeli di kios wanita yang dipanggil Tin. Sedangkan Bu Romlah melihat Johan yang baru bangun keluar dari kiosnya.
"Bang Johan.. ini dah saya siapkan kopi" ucap Bu Romlah
"Eh Mak Rom.. Perhatian banget sih" jawab Johan yang merasa sebentar lagi giliran dia dapat jatah Bu Romlah
Ya, Johan sebagai duda muda juga butuh pelampiasan. Ia tak berselera dengan wanita bayaran, dan juga memang dia tak punya uang untuk itu. Uangnya habis untuk kebutuhan sehari-harinya dan juga minum tentunya. Ia masih seorang pejantan yang menikmati hasil berburu daripada memakan hidangan siap saji.
Johan pun masuk ke kios Bu Romlah, meski hanya sempat cuci muka sebelumnya. Ia tak mau melewatkan kesempatan si janda penggoda itu.
"Bang Johan, maaf ya tadi malam Petruk nginep tempat saya. Tadi juga masih tidur pas saya ke pasar" ujar Bu Romlah
"Wah lemas dia kena hajar Mak Rom. Sama kayak saya" sahut Johan pelan saat membahas dirinya
"Malah saya yang KO dibuat tu anak Bang" ucap Bu Romlah yang ikut bernada pelan
Meski pelan tapi hal itu mengejutkan Johan, tak ia sangka bahwa yang KO malah Bu Romlah. Dia saja pertama kali sampai kena tampar karena tak mampu membuat Bu Romlah orgasme.
"Wah si Petruk, aku kira cupu ternyata suhu" Johan terbahak-bahak karena membayangkan kepolosan Petruk. Ia tak menyangka sama sekali dibalik kepolosannya menyimpan skill tajam.
Tini yang ada disebelah kios mereka terkejut dengan ujaran Johan. Bagaimana tidak, ia tahu betul tetangganya itu maniak yang tak bisa puas. Bukti banyak lelaki yang sudah ia campakan karena ketidakpuasannya.
Ia hanya bisa cemburu dengan keadaan, andai dia juga janda pasti akan menggoda Petruk jika kesempatan datang. Sayang suaminya yang persis benalu dan payah di ranjang pasti ngamuk-ngamuk. Ya memang akibat kepayahannya sendiri, suami Tini jadi bacot doang. Kerja tidak, memuaskan istri tidak. Ya setidaknya dia bisa mencuci baju dan mengasuh anak. Jika tidak pasti Tini sudah menendangnya.
++++
"Ya boleh aja sih Mak, nanti Petruk tetap jadi anak buah saya. Ikut saya keliling dan narik iuran. Trus sorenya bantu Emak dan tinggal sama Emak. Tapi jangan lupakan saya lah Mak. Masa saya dilupakan" ujar Johan
"Alah Bang.. tuh si Tini coba pepet. Lakinya gak guna dirumah, kan mending abang ada penghasilan" ucap Bu Romlah setengah berbisik
"Boleh sih, tapi saya gak mau maksa duluan. Takut malah kasus Mak" ujar Johan
"Iya juga.. nanti lah kalau ada kesempatan aku bantu" kata Bu Romlah
Mereka pun terus mengobrol, Johan sesekali meraba paha Bu Romlah tapi tak direspon.
"Mak sekali yuk di sebelah" ajak Johan
"Yaudah sekali. Aku mau pulang nyuapin Juliah bentar lagi" jawab Bu Romlah
Dengan hati gembira Johan kembali ke kios yg ia pakai untuk tinggal. Ia persiapkan tempat agar aksinya memuat pasangan nyaman.
"Tin, nitip yah. Biasa pulang dulu nyuapin Juliah" ucap Bu Romlah.
"Iya mak. Tenang aja" balas Tini sambil melayani pembeli
Tanpa sepengetahuan Tini, Bu Romlah memasuki kios Johan. Ia memberikan jatah kepadanya, bukan karena ingin tapi memang iuran keamanan ia bayar dengan pelayanan ranjang.
Johan yang menunggu langsung menutup dan mengunci pintu kiosnya sesaat setelah Bu Romlah masuk.
"Dah tiga hari gak dapat jatah, kangen loh Bu" ucap Johan sambil melepas celananya
Bu Romlah tak menjawab, ia hanya melepas celana dalamnya lalu berbaring. Tak lupa juga kancing baju ia buka agar Johan leluasa jika ingin menikmati payudaranya.
Johan yang sedang dilandang morning wood langsung memberikan batang kerasnya ke depan muka Bu Romlah.
Bu Romlah yang sudah sering melayani Johan sudah paham betul pola permainan Johan. Ia akan meminta dikeluarkan dulu sebelum bersarang di memeknya.
"Langsung aja Bang, kasian Juliah belum sarapan" ucap Bu Romlah sambil mengocok kontol Johan dan mata memandang lawan mainnya
"Yaudah.. ini juga dah gak tahan Mak"
Johan pun bersimpuh diantara kaki Bu Romlah. Ia hafal sudut dan tata letaknya tak perlu ia menengok lagi dimana lubang Bu Romlah. Maka dengan sekali dorong, habis sudah kontol Johan terlahap memek Bu Romlah.
"Akhh kok longgar Mak.. tapi enak kok, anget Mak akhh" keluh Johan yang mengayuh pinggulnya maju mundur
Johan semakin gencar memompa pinggulnya maju mundur, Bu Romlah hanya meringis mendapat serangan Johan dan sesekali menggoyangkan pinggulnya. Ia malah berharap Petruk lah yang sekarang mengisi memeknya agar ia bisa melayang menikmati persetubuhan.
"Okhh makkkk" tak berselang lama Johan sudah menembakan pejuhnya yang tiga hari ia tampung
"Makasih Mak. Jangan lupa bantu aku deketin Tini Mak. Biar Mak bisa fokus sama Petruk" ucap Johan sambil memeluk tubuh gempal Bu Romlah
"Iya bang nanti dibantu. udah ya mau pulang dulu" ucap Bu Romlah dengan sedikit menolak tubuh Johan
Johan pun bangkit lalu memakai pakaiannya kembali, begitu juga dengan Bu Romlah.
*Sialan bikin kotor memek gue aja. Mending kalau enak* batin Bu Romlah sambil menyeka cairan kental yg keluar dari memeknya
*Tapi wajar sih dia bilang longgar, semalam kontol gede masuk kesini* Bu Romlah terkenang kejadian dimana kontol Petruk merojok memeknya sampai menganga
*Bangsat si Petruk, pijet dimana dia sampe kontolnya bikin memek Mak Romlah longgar gitu. Harus diamankan itu bocah. Bisa-bisa gue gak dapat jatah memek enak lagi di sini* Batin Johan yang sedang mengintip keluar guna memastikan keadaan
"Aman Mak" ucap Johan saat Bu Romlah sudah siap keluar
Dengan mengendap dan mepet dinding kios, Bu Romlah bergegas pulang.
"Si Janda itu nyikat Bang Johan lagi, padahal dah ada si item yang bada gede. Dasar gatel!" gumam Tini yang melihat Bu Romlah keluar dari tempat Johan.
Tapi bukan Tini benar-benar benci Bu Romlah, ia hanya iri dengan Bu Romlah yanh mudah mendapat kepuasan birahi padahal ia tak bersuami. Sedangkan dirinya yang punya suami malah hanya dijadikan sebagai pembuangan pejuh tanpa mencapai kepuasan.
*Apa gue goda Bang Johan ya* pikir Tini saat melihat Johan menuju toilet umum dengan membawa handuk
*Kalau orang item itu ngeri gue. Kalau jadi anak, pasti laki gue ngeh kalau bukan hasil pejuh dia. Masa gue pake timun mulu buat nuntasin* batin Tini
Tini yang sedang menunggu pembeli memang sering mengambil timun di kios Bu Romlah, ia sering memainkan timun itu dari luar pakaiannya. Ia gesek memeknya dari luar menggunakan timun!
*Anjing! Mumpung sepi nekat aja lah* batin Tini membulatkan tekat
Ia buru-buru menutup kiosnya hanya alakadarnya tanpa ia kunci. Lalu mengendap dan masuk ke kios Johan.
"Ah bener kan, bau pejuh. Enak bener jadi dia" gumam Tini sesaat setelah memasuki kios Johan
Ia pun bersiap dengan melepas celana dalamnya. Ia melemparkan diri ke dalam kandang buaya dengan penuh kesadaran!
Tak lama Johan pun datang, ia langsung masuk dengan berkalung handuk.
"Loh Teh? Ada perlu Teh?" tanya Johan heran
Tanpa menjawab, Tini yang sedang duduk di tepian kasur langsung menekuk kakinya, membuka pahanya dan menyingkap roknya sendiri.
Johan yang sadar adegan itu bisa saja dilihat orang langsung segera menutup dan mengunci pintu.
"Bang tolong bang, Tini mau juga kayak Ceu Romlah" ucap Tini dengan wajah memelas
Hari demi hari berlalu, tak ada yang banyak berubah.
Johan yang punya kekasih baru yaitu Tini pun masih sehat dan makin bergairah dalam menjalani hari-harinya.
Petruk dan Bu Romlah pun sama, mereka masih bersama. Kabar Bu Romlah yang bertahan lama dengan seorang pria cukup menjadi buah bibir di wilayah pasar. Sebab semua pun tahu dan maklum dengan Bu Romlah yang dari dulu berburu kenikmatan saja sejak ia diceraikan suaminya karena tak mampu memberikan keturunan.
Sedangkan Petruk dan Juliah masih bermain dengan strategi gerilya. Petruk takut jika akan kembali terusir jika perbuatannya menyetubuhi adik Bu Romlah diketahui. Juliah sendiri pun enggan bicara padahal ia sudah cukup jelas untuk berkata-kata.
Dengan keadaan Juliah yang membaik, ia hanya bisa bersyukur atas kondisi Juliah. Kebahagiaan yang terpancar dari wajah Juliah pun ia artikan atas reaksi kondisinya yang membaik.
Bu Romlah kini mempercayakan hal menyuapi sarapan kepada Petruk karena ia harus berjualan. Ia setiap pagi akan membeli sarapan untuk keduanya makan bersama.
Johan semakin gencar memompa pinggulnya maju mundur, Bu Romlah hanya meringis mendapat serangan Johan dan sesekali menggoyangkan pinggulnya. Ia malah berharap Petruk lah yang sekarang mengisi memeknya agar ia bisa melayang menikmati persetubuhan.
"Okhh makkkk" tak berselang lama Johan sudah menembakan pejuhnya yang tiga hari ia tampung
"Makasih Mak. Jangan lupa bantu aku deketin Tini Mak. Biar Mak bisa fokus sama Petruk" ucap Johan sambil memeluk tubuh gempal Bu Romlah
"Iya bang nanti dibantu. udah ya mau pulang dulu" ucap Bu Romlah dengan sedikit menolak tubuh Johan
Johan pun bangkit lalu memakai pakaiannya kembali, begitu juga dengan Bu Romlah.
*Sialan bikin kotor memek gue aja. Mending kalau enak* batin Bu Romlah sambil menyeka cairan kental yg keluar dari memeknya
*Tapi wajar sih dia bilang longgar, semalam kontol gede masuk kesini* Bu Romlah terkenang kejadian dimana kontol Petruk merojok memeknya sampai menganga
*Bangsat si Petruk, pijet dimana dia sampe kontolnya bikin memek Mak Romlah longgar gitu. Harus diamankan itu bocah. Bisa-bisa gue gak dapat jatah memek enak lagi di sini* Batin Johan yang sedang mengintip keluar guna memastikan keadaan
"Aman Mak" ucap Johan saat Bu Romlah sudah siap keluar
Dengan mengendap dan mepet dinding kios, Bu Romlah bergegas pulang.
"Si Janda itu nyikat Bang Johan lagi, padahal dah ada si item yang bada gede. Dasar gatel!" gumam Tini yang melihat Bu Romlah keluar dari tempat Johan.
Tapi bukan Tini benar-benar benci Bu Romlah, ia hanya iri dengan Bu Romlah yanh mudah mendapat kepuasan birahi padahal ia tak bersuami. Sedangkan dirinya yang punya suami malah hanya dijadikan sebagai pembuangan pejuh tanpa mencapai kepuasan.
*Apa gue goda Bang Johan ya* pikir Tini saat melihat Johan menuju toilet umum dengan membawa handuk
*Kalau orang item itu ngeri gue. Kalau jadi anak, pasti laki gue ngeh kalau bukan hasil pejuh dia. Masa gue pake timun mulu buat nuntasin* batin Tini
Tini yang sedang menunggu pembeli memang sering mengambil timun di kios Bu Romlah, ia sering memainkan timun itu dari luar pakaiannya. Ia gesek memeknya dari luar menggunakan timun!
*Anjing! Mumpung sepi nekat aja lah* batin Tini membulatkan tekat
Ia buru-buru menutup kiosnya hanya alakadarnya tanpa ia kunci. Lalu mengendap dan masuk ke kios Johan.
"Ah bener kan, bau pejuh. Enak bener jadi dia" gumam Tini sesaat setelah memasuki kios Johan
Ia pun bersiap dengan melepas celana dalamnya. Ia melemparkan diri ke dalam kandang buaya dengan penuh kesadaran!
Tak lama Johan pun datang, ia langsung masuk dengan berkalung handuk.
"Loh Teh? Ada perlu Teh?" tanya Johan heran
Tanpa menjawab, Tini yang sedang duduk di tepian kasur langsung menekuk kakinya, membuka pahanya dan menyingkap roknya sendiri.
Johan yang sadar adegan itu bisa saja dilihat orang langsung segera menutup dan mengunci pintu.
"Bang tolong bang, Tini mau juga kayak Ceu Romlah" ucap Tini dengan wajah memelas
Hari demi hari berlalu, tak ada yang banyak berubah.
Johan yang punya kekasih baru yaitu Tini pun masih sehat dan makin bergairah dalam menjalani hari-harinya.
Petruk dan Bu Romlah pun sama, mereka masih bersama. Kabar Bu Romlah yang bertahan lama dengan seorang pria cukup menjadi buah bibir di wilayah pasar. Sebab semua pun tahu dan maklum dengan Bu Romlah yang dari dulu berburu kenikmatan saja sejak ia diceraikan suaminya karena tak mampu memberikan keturunan.
Sedangkan Petruk dan Juliah masih bermain dengan strategi gerilya. Petruk takut jika akan kembali terusir jika perbuatannya menyetubuhi adik Bu Romlah diketahui. Juliah sendiri pun enggan bicara padahal ia sudah cukup jelas untuk berkata-kata.
Dengan keadaan Juliah yang membaik, ia hanya bisa bersyukur atas kondisi Juliah. Kebahagiaan yang terpancar dari wajah Juliah pun ia artikan atas reaksi kondisinya yang membaik.
Bu Romlah kini mempercayakan hal menyuapi sarapan kepada Petruk karena ia harus berjualan. Ia setiap pagi akan membeli sarapan untuk keduanya makan bersama.
"Mas, aku gak tahan seperti ini. Aku mau jujur saja ke Kak Rom" ujar Juliah yang tengah disuapi Petruk
Kata-kata Juliah cukup familiar ditelinga Petruk, ia malah teringat kata-kata Intan yang intinya juga sama yaitu membicarakan hubungan keduanya kepada Ibunya.
"Biar aku saja yang bilang Mbak. Resiko akan aku tanggung sendiri" ucap Petruk
Yah meski masih lemah Juliah rajin meminta disetubuhi, ia akan bangun pagi-pagi dan Petruk akan menggarapnya dengan senang hati. Rasa sembunyi-sembunyi memang memberikan sensasi tersendiri tapi resiko amarah kakaknya tak bisa ia perhitungkan jika mereka dipergoki oleh Bu Romlah.
"Nanti sore setelah pulang dari pasar akan aku bicarakan Mbak" ucap Petruk yang terbayang akan ketidakjujurannya saat di desa membuat istrinya marah
++
Siang itu Petruk sedikit terlambat ke pasar karena banyak mengobrol dengan Juliah. Ia yang baru datang langsung menuju warung dimana Johan biasa duduk menunggu waktunya menarik iuran.
"Mas tolong mas, itu bang Johan ribut sama orang!!" pekik salah satu pedagang yang melihat kedatangan Petruk
Petruk yang mendengar itu langsung berlari, ia sangat khawatir akan keselamatan Johan. Mau bagaimanapun Johan adalah yang memungutnya, ia pantas untuk dibela!
Petruk yang melihat 4 orang menghajar Johan dan tukang parkir anak buah Johan, segera ia berlari ke arah mereka. Petruk yang tanpa punya basic bela diri atau sejenisnya hanya menggunakan insting. Ia menerjang 1 orang yang menendangi Johan.
Bughhh
Orang itu terkapar karena menerima pukulan telak di kepala bagian samping. Johan yang melihat kesempatan menginjak kaki orang yang memitingnya.
Akhhh
Orang yang melepaskan kuncian pada Johan langsung menerima keras dari Petruk tepat di hidungnya.
Bughhh
Sedikit terpental pemuda itu mundur dan memegangi hidungnya yang berdarah. Kepalanya pusing karena kaget mendapat pukulan keras dari seorang yang baru datang. Tubuhnya pun terhuyung dan jatuh.
Kedua orang yang menghajar tukang parkir saling terdiam dan berpandangan. Dengan kode anggukan keduanya bersama menyerang pria hitam berbadan besar.
Namun Petruk yang berjuang demi orang yang ia bela tak gentar.
Dengan ayunan tangan kekarnya ia mendapat sasaran satu kepala. Sayangnya satu orang lagi berhasil mendaratkan pukulannya di dada Petruk.
Petruk yang terbiasa memanjat pohon kelapa tak tumbang, kuda-kudanya kokoh bagaikan mencengkram bumi.
Wajah pemuda yang berhasil mendaratkan serangan, ia cengkram. Sejurus kemudian kaki kanan Petruk berayun kuat menghantam pinggangnya.
Tak sampai disitu, tangan yang sedang mencengkram muka lawannya ia ayunkan ke bawah seakan membanting barang.
Begghhhh
Keras suara hantaman kepala pemuda di halaman pasar. Darah mengucur deras dari belakang kepala yang menghantam lantai.
"Anjing.." ucap Johan tak percaya. Ia menjambak rambutnya sendiri.
"Truk ayo pergi.. cepet!!" bentak Johan pada Petruk yang seakan sadar dari kerasukan
Mereka pun lari ke dalam pasar, kearah kios.
"Anjing.. dia mati Truk!!" umpat Johan saat memasuki kiosnya
Tini dan Romlah yang kaget karena kondisi Johan jadi khawatir.
"Ada apa bang.." tanya keduanya yang buru-buru mendekat.
"Kita mau kabur. Maaf Tin. Janji abang gak bisa terwujud. Maaf" ucap Johan
Petruk dilanda kebingungan, ia tak percaya tangannya sudah membunuh!
"Mak.. Petruk harus kabur. Tenang gue nemenin dia!" ucap Johan dengan tergesa mengemasi barang yang akan ia bawa.
"Ayo!!" bentak Johan pada Petruk yang kosong
Mereka pun berlari kembali melalui jalur belakang yang sering Petruk dan Romlah pakai. Keduanya tergesa-gesa. Dalam pikiran Johan, ia sudah bersalah melibatkan Petruk. Tapi ia juga tak percaya dengan apa yang ia lihat. Bagaimana mungkin orang yang tak pernah berkelahi sanggup membunuh orang dengan tangan kosong? Gila!!
Keduanya terus bergerak menjauhi pasar. Petruk hanya mengekor. Ia hanya menurut saja pada Johan. Karena di desa saja hukuman membunuh adalah dibunuh bagaimana di kota yang lebih kejam, pikirnya.
Kata-kata Juliah cukup familiar ditelinga Petruk, ia malah teringat kata-kata Intan yang intinya juga sama yaitu membicarakan hubungan keduanya kepada Ibunya.
"Biar aku saja yang bilang Mbak. Resiko akan aku tanggung sendiri" ucap Petruk
Yah meski masih lemah Juliah rajin meminta disetubuhi, ia akan bangun pagi-pagi dan Petruk akan menggarapnya dengan senang hati. Rasa sembunyi-sembunyi memang memberikan sensasi tersendiri tapi resiko amarah kakaknya tak bisa ia perhitungkan jika mereka dipergoki oleh Bu Romlah.
"Nanti sore setelah pulang dari pasar akan aku bicarakan Mbak" ucap Petruk yang terbayang akan ketidakjujurannya saat di desa membuat istrinya marah
++
Siang itu Petruk sedikit terlambat ke pasar karena banyak mengobrol dengan Juliah. Ia yang baru datang langsung menuju warung dimana Johan biasa duduk menunggu waktunya menarik iuran.
"Mas tolong mas, itu bang Johan ribut sama orang!!" pekik salah satu pedagang yang melihat kedatangan Petruk
Petruk yang mendengar itu langsung berlari, ia sangat khawatir akan keselamatan Johan. Mau bagaimanapun Johan adalah yang memungutnya, ia pantas untuk dibela!
Petruk yang melihat 4 orang menghajar Johan dan tukang parkir anak buah Johan, segera ia berlari ke arah mereka. Petruk yang tanpa punya basic bela diri atau sejenisnya hanya menggunakan insting. Ia menerjang 1 orang yang menendangi Johan.
Bughhh
Orang itu terkapar karena menerima pukulan telak di kepala bagian samping. Johan yang melihat kesempatan menginjak kaki orang yang memitingnya.
Akhhh
Orang yang melepaskan kuncian pada Johan langsung menerima keras dari Petruk tepat di hidungnya.
Bughhh
Sedikit terpental pemuda itu mundur dan memegangi hidungnya yang berdarah. Kepalanya pusing karena kaget mendapat pukulan keras dari seorang yang baru datang. Tubuhnya pun terhuyung dan jatuh.
Kedua orang yang menghajar tukang parkir saling terdiam dan berpandangan. Dengan kode anggukan keduanya bersama menyerang pria hitam berbadan besar.
Namun Petruk yang berjuang demi orang yang ia bela tak gentar.
Dengan ayunan tangan kekarnya ia mendapat sasaran satu kepala. Sayangnya satu orang lagi berhasil mendaratkan pukulannya di dada Petruk.
Petruk yang terbiasa memanjat pohon kelapa tak tumbang, kuda-kudanya kokoh bagaikan mencengkram bumi.
Wajah pemuda yang berhasil mendaratkan serangan, ia cengkram. Sejurus kemudian kaki kanan Petruk berayun kuat menghantam pinggangnya.
Tak sampai disitu, tangan yang sedang mencengkram muka lawannya ia ayunkan ke bawah seakan membanting barang.
Begghhhh
Keras suara hantaman kepala pemuda di halaman pasar. Darah mengucur deras dari belakang kepala yang menghantam lantai.
"Anjing.." ucap Johan tak percaya. Ia menjambak rambutnya sendiri.
"Truk ayo pergi.. cepet!!" bentak Johan pada Petruk yang seakan sadar dari kerasukan
Mereka pun lari ke dalam pasar, kearah kios.
"Anjing.. dia mati Truk!!" umpat Johan saat memasuki kiosnya
Tini dan Romlah yang kaget karena kondisi Johan jadi khawatir.
"Ada apa bang.." tanya keduanya yang buru-buru mendekat.
"Kita mau kabur. Maaf Tin. Janji abang gak bisa terwujud. Maaf" ucap Johan
Petruk dilanda kebingungan, ia tak percaya tangannya sudah membunuh!
"Mak.. Petruk harus kabur. Tenang gue nemenin dia!" ucap Johan dengan tergesa mengemasi barang yang akan ia bawa.
"Ayo!!" bentak Johan pada Petruk yang kosong
Mereka pun berlari kembali melalui jalur belakang yang sering Petruk dan Romlah pakai. Keduanya tergesa-gesa. Dalam pikiran Johan, ia sudah bersalah melibatkan Petruk. Tapi ia juga tak percaya dengan apa yang ia lihat. Bagaimana mungkin orang yang tak pernah berkelahi sanggup membunuh orang dengan tangan kosong? Gila!!
Keduanya terus bergerak menjauhi pasar. Petruk hanya mengekor. Ia hanya menurut saja pada Johan. Karena di desa saja hukuman membunuh adalah dibunuh bagaimana di kota yang lebih kejam, pikirnya.
Perjalanan mereka tak hanya berjalan tapi juga menggunakan angkutan umum. Johan yang memikirkan rute pelarian malah menuju ibukota. Tak jauh memang tapi disana ia akan merasa aman karena petugas disana sangat malas untuk bertugas. Dan ia juga berpikir, di kota yang lebih besar dari kota pinggiran akan ada beberapa orang yang mirip perawakannya dengan Petruk dan itu bisa jadi kamuflase.
Mereka yang sudah tiba di ibukota langsung mencari tempat untuk istirahat. Kolong jembatan!
Kecemasan akan keselamatan membuat Johan tak mau mengambil resiko dengan tinggal di tempat berbayar. Ia takut orang penginapan akan ember ke si coklat.
"Gila juga lu Truk, kepala orang lu banting gitu. Apa sih yang lu pikirin?" cecar Johan
"Lu kira itu kelapa? mati kan tu bocah" lanjutnya
Petruk hanya menunduk karena rasa bersalah membuat situasi tak sesuai keinginan Johan
"Tapi gue makasih. Lu beneran dateng dan bela gue" ucap Johan yang mulai berbaring berbantalkan tas yang ia bawa
"Kita harus cari markas. Setidaknya rumah kosong atau bangunan gak kepake. Yang penting jauh dari keramaian. Besok kita lanjut cari" lanjut Johan
Petruk yang merasa sedang dihakimi menunduk karena merasa bersalah. Padahal Johan dari tadi menyerocos hanya untuk melampiaskan kekesalannya.
"Truk kita gak ada duit banyak, selain cari tempat kita juga butuh duit. Kita harus halalkan segala cara demi bertahan hidup" ucap Johan memulai membuka pembelajaran dengan Petruk sebagai peserta didiknya.
Johan memberikan berbagai pandangan akan ganasnya kehidupan kota, ia tahu betul Petruk masih cukup polos dibidang itu. Kalau soal seks, tentu saja Johan sudah terbukti menyerah. Contohnya mengenai Bu Romlah yang direlakannya.
Rampok, copet, maling, begal.. semua cara ia ajarkan pada Petruk. Meski ia tahu itu salah, tapi kondisi tak memungkinkan untuk bermain lembut. Ia khawatir petugas sudah memulai pencarian terhadap mereka dan sangat beresiko mereka muncul di muka umum.
Petruk yang berbekal ilmu kehidupan dari Ki Sentana mulai bingung. Ia tak bisa memecahkan masalah ini hanya dengan petuah Ki Sentana. Untuk kali ini ia setuju dengan Johan mengenai menjadi pemangsa atau mereka lah yang akan termangsa.
Bahkan mereka sudah mulai menyusun rencana pembegalan dengan target acak saat dalam perjalanan mencari tempat mulai nanti malam. Petruk yang merasa sudah terciprat lumpur ia memutuskan akan berkubang. Bukan ingin tapi kondisi tak memang tak memungkinkan.
++++
Bu Romlah pulang sendiri, ia sudah tahu apa hal yang terjadi di pasar. Ia tak menyangka kejadian yang terbilang biasa akan menjadi besar, bahkan Petruk terlibat di dalamnya. Ia hanya bisa pasrah dan berharap agar Petruk selamat serta kembali ke pelukannya.
"Kak, Mas Petruk mana?" tanya Juliah
Akhirnya Bu Romlah pun menceritakan kejadian itu pada Juliah. Juliah yang mendengarnya hanya bisa menangis. Lelaki yang sudah mengisi hatinya terlibat dalam masalah sedangkan ia tak bisa membantu. Jangankan membantu, untuk tahu saja harus ada yang menceritakannya.
"Kak.." ucap Juliah sambil menyeka air matanya
Dengan tergagap Juliah menceritakan hubungannya bersama Petruk. Ia juga meminta maaf pada Bu Romlah karena sudah menyukai kekasih kakaknya itu.
"Sayang, kamu harta yang tersisa bagiku. Bapak Ibu sudah gak ada, kita hanya berdua. Kita harus kuat. Kita doakan saja Mas Petruk agar selamat dan bisa pulang kesini lagi" air mata Bu Romlah tak terbendung lagi, ia peluk adiknya itu.
"Kakak gak marah kamu ada hubungan dengan Mas Petruk. Malah kakak seneng, mungkin karena hubungan kalian yang bikin kondisi kamu membaik" lanjut Bu Romlah
+++++
Sementara di tempat lain,
"Pokoknya mamah gak mau tahu, kamu harus menikah dengan lelaki pilihan mama. Dia orang kaya! Setara dengan kita. Manusia menjijikan itu tak pantas masuk keluarga kita!" ujar seorang Ibu pada anaknya
Sang Ibu yang seorang direktur sangat malu saat mendengar kabar anaknya berjalan bersama pria berkulit hitam. Bukan, bukan orang asing tapi seorang petani yang dibawa dari kampung!!
Sang anak yang tak mampu melawan kehendak orang tuanya hanya bisa menangis. Bukan hanya nasibnya kedepan yang ia tangisi, tapi ia juga khawatir keadaan suaminya bagaimana. Mau bagaimana pun suaminya adalah orang kampung yang ia ragukan mampu bertahan di kerasnya kehidupan kota. Kepolosannya pasti akan mengundang bencana untuk dirinya sendiri.
Ya ini keadaan Intan yang di marahi Ibunya..
BERSAMBUNG..
Mereka yang sudah tiba di ibukota langsung mencari tempat untuk istirahat. Kolong jembatan!
Kecemasan akan keselamatan membuat Johan tak mau mengambil resiko dengan tinggal di tempat berbayar. Ia takut orang penginapan akan ember ke si coklat.
"Gila juga lu Truk, kepala orang lu banting gitu. Apa sih yang lu pikirin?" cecar Johan
"Lu kira itu kelapa? mati kan tu bocah" lanjutnya
Petruk hanya menunduk karena rasa bersalah membuat situasi tak sesuai keinginan Johan
"Tapi gue makasih. Lu beneran dateng dan bela gue" ucap Johan yang mulai berbaring berbantalkan tas yang ia bawa
"Kita harus cari markas. Setidaknya rumah kosong atau bangunan gak kepake. Yang penting jauh dari keramaian. Besok kita lanjut cari" lanjut Johan
Petruk yang merasa sedang dihakimi menunduk karena merasa bersalah. Padahal Johan dari tadi menyerocos hanya untuk melampiaskan kekesalannya.
"Truk kita gak ada duit banyak, selain cari tempat kita juga butuh duit. Kita harus halalkan segala cara demi bertahan hidup" ucap Johan memulai membuka pembelajaran dengan Petruk sebagai peserta didiknya.
Johan memberikan berbagai pandangan akan ganasnya kehidupan kota, ia tahu betul Petruk masih cukup polos dibidang itu. Kalau soal seks, tentu saja Johan sudah terbukti menyerah. Contohnya mengenai Bu Romlah yang direlakannya.
Rampok, copet, maling, begal.. semua cara ia ajarkan pada Petruk. Meski ia tahu itu salah, tapi kondisi tak memungkinkan untuk bermain lembut. Ia khawatir petugas sudah memulai pencarian terhadap mereka dan sangat beresiko mereka muncul di muka umum.
Petruk yang berbekal ilmu kehidupan dari Ki Sentana mulai bingung. Ia tak bisa memecahkan masalah ini hanya dengan petuah Ki Sentana. Untuk kali ini ia setuju dengan Johan mengenai menjadi pemangsa atau mereka lah yang akan termangsa.
Bahkan mereka sudah mulai menyusun rencana pembegalan dengan target acak saat dalam perjalanan mencari tempat mulai nanti malam. Petruk yang merasa sudah terciprat lumpur ia memutuskan akan berkubang. Bukan ingin tapi kondisi tak memang tak memungkinkan.
++++
Bu Romlah pulang sendiri, ia sudah tahu apa hal yang terjadi di pasar. Ia tak menyangka kejadian yang terbilang biasa akan menjadi besar, bahkan Petruk terlibat di dalamnya. Ia hanya bisa pasrah dan berharap agar Petruk selamat serta kembali ke pelukannya.
"Kak, Mas Petruk mana?" tanya Juliah
Akhirnya Bu Romlah pun menceritakan kejadian itu pada Juliah. Juliah yang mendengarnya hanya bisa menangis. Lelaki yang sudah mengisi hatinya terlibat dalam masalah sedangkan ia tak bisa membantu. Jangankan membantu, untuk tahu saja harus ada yang menceritakannya.
"Kak.." ucap Juliah sambil menyeka air matanya
Dengan tergagap Juliah menceritakan hubungannya bersama Petruk. Ia juga meminta maaf pada Bu Romlah karena sudah menyukai kekasih kakaknya itu.
"Sayang, kamu harta yang tersisa bagiku. Bapak Ibu sudah gak ada, kita hanya berdua. Kita harus kuat. Kita doakan saja Mas Petruk agar selamat dan bisa pulang kesini lagi" air mata Bu Romlah tak terbendung lagi, ia peluk adiknya itu.
"Kakak gak marah kamu ada hubungan dengan Mas Petruk. Malah kakak seneng, mungkin karena hubungan kalian yang bikin kondisi kamu membaik" lanjut Bu Romlah
+++++
Sementara di tempat lain,
"Pokoknya mamah gak mau tahu, kamu harus menikah dengan lelaki pilihan mama. Dia orang kaya! Setara dengan kita. Manusia menjijikan itu tak pantas masuk keluarga kita!" ujar seorang Ibu pada anaknya
Sang Ibu yang seorang direktur sangat malu saat mendengar kabar anaknya berjalan bersama pria berkulit hitam. Bukan, bukan orang asing tapi seorang petani yang dibawa dari kampung!!
Sang anak yang tak mampu melawan kehendak orang tuanya hanya bisa menangis. Bukan hanya nasibnya kedepan yang ia tangisi, tapi ia juga khawatir keadaan suaminya bagaimana. Mau bagaimana pun suaminya adalah orang kampung yang ia ragukan mampu bertahan di kerasnya kehidupan kota. Kepolosannya pasti akan mengundang bencana untuk dirinya sendiri.
Ya ini keadaan Intan yang di marahi Ibunya..
BERSAMBUNG..
Klik Nomor untuk lanjutannya