Pagi yang cerah, dirgo menikmati kopinya dengan duduk di teras depan rumahnya, sesekali melambai dan menyahuti sapaan orang orang yang melintas di jalan depan rumahnya, jalan desa kecil yang hanya ramai bila pagi dan sore hari ketika warga kampung berangkat dan pulang dari sawah, maklumlah desa itu hanyalah desa kecil di tepi hutan jati.
"lukamu sudah sembuh go" tanya darsono bapaknya di tanganya tampak menenteng sebuah cangkul, rupanya akan berangkat ke sawah.
"sudah pak" jawab dirgo
Dirgo masih ingat betul peristiwa naas 2 minggu lalu, siang itu panas terik, dirgo sedang menyiram halaman rumahnya yang berdebu ketika sebuah truk pasir melintas kencang dan melindas sebuah botol kratingdaeng
"dokk!!"
Dirgo yang berdiri tegak di pinggir jalan semula tak begitu perduli sampai akhirnya ada rasa perih di selangkanganya ketika menengok ke bawah celana kolor yang dipakainya telah bersimbah darah.
Sontak ia berteriak minta tolong ibunya. Lebih parah lagi ibunya langsung pingsan melihat anaknya berdarah darah, untunglah ada 2 orang tetangganya yang melintas dan memberikan pertolongan, alhasil 4 jahitan harus diterima burung dirgo dan untungnya lukanya juga tak terlalu dalam, kalau di posisi tegang lukanya tepat di bawah kepala karena memang dirgo ga pernah pake cd dan pas ketika beling itu menggoresnya burungnya sedang menggelantung ke bawah.
"bapak ke sawah dulu go" pamit bapaknya yang sudah keluar dari halaman rumahnya.
"ya pak." jawab dirgo singkat
dipandangnya punggung bapaknya yang bergerak menjauh dari pandanganya, darsono berkulit hitam legam dengan otot otot kekar khas orang desa, tapi tubuhnya kecil dengan tinggi hanya 160cm, beda sekali dengan dirgo anaknya di usia 18 thn dirgo sudah 173cm dengan kulit sawo matang dan atletis.
Mungkin dirgo mewarisi gen ibunya, Atikah sendiri adalah wanita bongsor dengan tinggi 168, dan berat 65, dengan pantat dan dada nampak besar dan kencang, kulit kuning langsat, mata hitam lebar dan bening, hidung sedang gak terlalu mancung tapi jauh dari pesek, bibir penuh dengan deretan gigi putih rapi. Dirgo sendiri sangat bangga dengan kecantikan ibunya karena memang di desanya hanya beberapa saja yang mampu sejajar dengan ibunya, baik itu kecantikan maupun kemolekan tubuhnya.
"lukamu dah kering go" tanya Atikah ibu dirgo dari ambang pintu dan sapu lidi di tanganya.
"sudah kok bu" jawab dirgo singkat.
Atikah terdiam sesaat sebenarnya ada ganjalan dalam hatinya yang ingin diungkapkan. Berawal dari percakapan dengan suaminya semalam. Darsono rupanya khawatir kalau luka itu akan mengganggu kinerja dari burung anaknya.
"kamu liat buk burung anak kita, masih normal apa tidak" kata darsono malam itu.
"liat bagaimana pak, lha wong tak bantu bersihkan lukanya dia tidak mau, tak paksa juga tak mau" jawab Atikah.
"ya dibujuk pelan-pelan buk, aku lho kuatir, kalo burungnya tidak bisa dipake, trus siapa yang akan memberi kita cucu?"
kata kata darsono masih terngiang di telinga, "trus siapa yang akan memberi kita cucu?"
Dirgo adalah anak satu satunya, sudah beberapa kali sejak musibah itu Atikah meminta untuk membantu merawat lukanya tapi dirgo dengan tegas menolak, dan rasanya percuma membujuk dirgo karena Atikah tau betul sifat anaknya, kukuh, ngotot dan keras kepala.
"kamu mandi dulu sana" kata Atikah dan mulai rutinitasnya membersihkan halaman rumahnya yang kotor oleh daun-daun kecil yang terbawa angin.
Dirgo masih duduk di kursi kayu dengan santainya tapi sepintas Atikah tahu kalau anaknya memperhatikanya, yang sedang menyapu, Atikah tersenyum dalam hati, akhirnya ia tahu apa yang harus di lakukan.
Dirgo nampak gelisah duduk di kursi, bekas jahitan di burungnya terasa gatal, biasanya dia akan mengelus elus bekas jahitan itu bila dia sendirian di kamar, tapi ini di teras rumah dan ada ibunya. Mungkin karena melihat ibunya, rasa gatal itu muncul.
Wanita matang yang sedang menyapu itu telah lama menarik perhatian dirgo, meski dibalut daster panjang semata kaki tapi bulatan dari buah pantat ibunya begitu menggoda, dadanya yang montok dan terlihat berat menggantung menambah rasa geli di burungnya, dan perlahan burung itu bangun dari tidurnya, dirgo menaikan kedua kakinya ia tak mau ibunya melihat tenda di celana kolor yang dipakenya karena memang dia tak memakai celana dalam.
"hehhh.." dirgo bernafas berat ketika ibunya sudah masuk rumah
dengan cepat ia membetulkan letak burungnya yang tersangkut di kolornya, sejak luka itu mulai sembuh seminggu lalu ada yang aneh dengan burung dirgo, sering kali tiba tiba gatal dan tegang bila melihat wanita dan sialnya di rumah ini ada wanita cantik yang selalu membuat gatal bekas luka itu.
"go.. Bantu ibuk nyuci ya" ujar Atikah dari ambang pintu. Dirgo menoleh dan
"plass.." jantung dirgo seakan berhenti berdetak
Ibunya telah berganti baju dan kini hanya mengenakan daster dengan potongan leher rendah, nampak sedikit belahan dadanya yang sesak berhimpitan ditampung oleh beha yang talinya terlihat berwarna hitam.
"kok malah bengong, ayo bantuin ambil air" ujar Atikah lagi, terselip rasa bangga dalam hati Atikah melihat betapa anaknya yang muda dan ganteng tampak begitu terpesona melihat tubuhnya.
"i.. Iya bu, duluan deh, aku mau habiskan kopi dulu" jawab dirgo beralasan.
Dia hanya tidak ingin ibunya melihat tenda besar di celana kolornya.
"aman deh, kalo gini kan ngaceng gak begitu kliatan" pikir dirgo sambil tersenyum mesum.
Bergegas dirgo ke belakang, nampak ibunya sedang merendam baju baju kotor ke dalam sebuah ember plastik besar. Halaman belakang rumah dirgo sudah dipagar tembok setinggi 2 meter, dan sebuah sumur dengan kerekan ada di sudut kanan dimana Atikah ibunya sedang mencuci baju disitu, rimbunan pohon mangga membuat tempat itu selalu sejuk walaupun matahari mulai bersinar terik.
"ini diisi penuh go" kata ibunya sambil mengangsurkan 2 ember plastik besar ke arah dirgo yang sudah memegang tali kerekan sumur.
Dirgo mulai menimba air, ibunya tepat disampingnya hanya terhalang 2 ember plastik, Atikah sendiri duduk diatas dingklik (bangku kecil dari kayu) dasternya yang rendah tentu saja tidak dapat menutupi paha mulusnya, kuning langsat dengan bulu bulu halus, bahkan beberapa kali dirgo dapat melihat kearah celana dalam yang sedang dipakai ibunya.
"sudah go, jangan terlalu penuh, bantu ibuk ngucek ya" kata Atikah.
"lukamu sudah sembuh go" tanya darsono bapaknya di tanganya tampak menenteng sebuah cangkul, rupanya akan berangkat ke sawah.
"sudah pak" jawab dirgo
Dirgo masih ingat betul peristiwa naas 2 minggu lalu, siang itu panas terik, dirgo sedang menyiram halaman rumahnya yang berdebu ketika sebuah truk pasir melintas kencang dan melindas sebuah botol kratingdaeng
"dokk!!"
Dirgo yang berdiri tegak di pinggir jalan semula tak begitu perduli sampai akhirnya ada rasa perih di selangkanganya ketika menengok ke bawah celana kolor yang dipakainya telah bersimbah darah.
Sontak ia berteriak minta tolong ibunya. Lebih parah lagi ibunya langsung pingsan melihat anaknya berdarah darah, untunglah ada 2 orang tetangganya yang melintas dan memberikan pertolongan, alhasil 4 jahitan harus diterima burung dirgo dan untungnya lukanya juga tak terlalu dalam, kalau di posisi tegang lukanya tepat di bawah kepala karena memang dirgo ga pernah pake cd dan pas ketika beling itu menggoresnya burungnya sedang menggelantung ke bawah.
"bapak ke sawah dulu go" pamit bapaknya yang sudah keluar dari halaman rumahnya.
"ya pak." jawab dirgo singkat
dipandangnya punggung bapaknya yang bergerak menjauh dari pandanganya, darsono berkulit hitam legam dengan otot otot kekar khas orang desa, tapi tubuhnya kecil dengan tinggi hanya 160cm, beda sekali dengan dirgo anaknya di usia 18 thn dirgo sudah 173cm dengan kulit sawo matang dan atletis.
Mungkin dirgo mewarisi gen ibunya, Atikah sendiri adalah wanita bongsor dengan tinggi 168, dan berat 65, dengan pantat dan dada nampak besar dan kencang, kulit kuning langsat, mata hitam lebar dan bening, hidung sedang gak terlalu mancung tapi jauh dari pesek, bibir penuh dengan deretan gigi putih rapi. Dirgo sendiri sangat bangga dengan kecantikan ibunya karena memang di desanya hanya beberapa saja yang mampu sejajar dengan ibunya, baik itu kecantikan maupun kemolekan tubuhnya.
"lukamu dah kering go" tanya Atikah ibu dirgo dari ambang pintu dan sapu lidi di tanganya.
"sudah kok bu" jawab dirgo singkat.
Atikah terdiam sesaat sebenarnya ada ganjalan dalam hatinya yang ingin diungkapkan. Berawal dari percakapan dengan suaminya semalam. Darsono rupanya khawatir kalau luka itu akan mengganggu kinerja dari burung anaknya.
"kamu liat buk burung anak kita, masih normal apa tidak" kata darsono malam itu.
"liat bagaimana pak, lha wong tak bantu bersihkan lukanya dia tidak mau, tak paksa juga tak mau" jawab Atikah.
"ya dibujuk pelan-pelan buk, aku lho kuatir, kalo burungnya tidak bisa dipake, trus siapa yang akan memberi kita cucu?"
kata kata darsono masih terngiang di telinga, "trus siapa yang akan memberi kita cucu?"
Dirgo adalah anak satu satunya, sudah beberapa kali sejak musibah itu Atikah meminta untuk membantu merawat lukanya tapi dirgo dengan tegas menolak, dan rasanya percuma membujuk dirgo karena Atikah tau betul sifat anaknya, kukuh, ngotot dan keras kepala.
"kamu mandi dulu sana" kata Atikah dan mulai rutinitasnya membersihkan halaman rumahnya yang kotor oleh daun-daun kecil yang terbawa angin.
Dirgo masih duduk di kursi kayu dengan santainya tapi sepintas Atikah tahu kalau anaknya memperhatikanya, yang sedang menyapu, Atikah tersenyum dalam hati, akhirnya ia tahu apa yang harus di lakukan.
Dirgo nampak gelisah duduk di kursi, bekas jahitan di burungnya terasa gatal, biasanya dia akan mengelus elus bekas jahitan itu bila dia sendirian di kamar, tapi ini di teras rumah dan ada ibunya. Mungkin karena melihat ibunya, rasa gatal itu muncul.
Wanita matang yang sedang menyapu itu telah lama menarik perhatian dirgo, meski dibalut daster panjang semata kaki tapi bulatan dari buah pantat ibunya begitu menggoda, dadanya yang montok dan terlihat berat menggantung menambah rasa geli di burungnya, dan perlahan burung itu bangun dari tidurnya, dirgo menaikan kedua kakinya ia tak mau ibunya melihat tenda di celana kolor yang dipakenya karena memang dia tak memakai celana dalam.
"hehhh.." dirgo bernafas berat ketika ibunya sudah masuk rumah
dengan cepat ia membetulkan letak burungnya yang tersangkut di kolornya, sejak luka itu mulai sembuh seminggu lalu ada yang aneh dengan burung dirgo, sering kali tiba tiba gatal dan tegang bila melihat wanita dan sialnya di rumah ini ada wanita cantik yang selalu membuat gatal bekas luka itu.
"go.. Bantu ibuk nyuci ya" ujar Atikah dari ambang pintu. Dirgo menoleh dan
"plass.." jantung dirgo seakan berhenti berdetak
Ibunya telah berganti baju dan kini hanya mengenakan daster dengan potongan leher rendah, nampak sedikit belahan dadanya yang sesak berhimpitan ditampung oleh beha yang talinya terlihat berwarna hitam.
"kok malah bengong, ayo bantuin ambil air" ujar Atikah lagi, terselip rasa bangga dalam hati Atikah melihat betapa anaknya yang muda dan ganteng tampak begitu terpesona melihat tubuhnya.
"i.. Iya bu, duluan deh, aku mau habiskan kopi dulu" jawab dirgo beralasan.
Dia hanya tidak ingin ibunya melihat tenda besar di celana kolornya.
"aman deh, kalo gini kan ngaceng gak begitu kliatan" pikir dirgo sambil tersenyum mesum.
Bergegas dirgo ke belakang, nampak ibunya sedang merendam baju baju kotor ke dalam sebuah ember plastik besar. Halaman belakang rumah dirgo sudah dipagar tembok setinggi 2 meter, dan sebuah sumur dengan kerekan ada di sudut kanan dimana Atikah ibunya sedang mencuci baju disitu, rimbunan pohon mangga membuat tempat itu selalu sejuk walaupun matahari mulai bersinar terik.
"ini diisi penuh go" kata ibunya sambil mengangsurkan 2 ember plastik besar ke arah dirgo yang sudah memegang tali kerekan sumur.
Dirgo mulai menimba air, ibunya tepat disampingnya hanya terhalang 2 ember plastik, Atikah sendiri duduk diatas dingklik (bangku kecil dari kayu) dasternya yang rendah tentu saja tidak dapat menutupi paha mulusnya, kuning langsat dengan bulu bulu halus, bahkan beberapa kali dirgo dapat melihat kearah celana dalam yang sedang dipakai ibunya.
"sudah go, jangan terlalu penuh, bantu ibuk ngucek ya" kata Atikah.
"Iya buk" jawab dirgo singkat sambil menyeret dingklik (kursi kecil dan pendek terbuat dari kayu) dan duduk di depan ibunya.
Dirgo lalu mengambil kaos kotor di rendaman, dan mulai menguceknya dengan sabun, mereka duduk berhadapan, Atikah duduk didepan anaknya dengan kaki terbuka lebar, paha mulusnya tampak berkilau karena beberapa kali terpercik air sabun.
"ini gila." bisik suara hati Atikah
Dia tahu anaknya bahkan bisa melihat rimbunan rambut dimemeknya karena memang celana dalam yang dipakainya juga tipis, ini tabu dan memalukan.. tapi ada perasaan aneh membuainya dalam birahi yang memabukkan.
"sekolahmu kapan masuk go" tanya Atikah sambil menunduk mengucek gamis yang kemarin dipakainya buat arisan PKK.
"masih seminggu lagi buk" jawab dirgo
Sekolah memang sedang libur panjang kenaikan kelas. Dirgo begitu terpukau dengan paha paha mulus di depanya, begitu halus, begitu mulus, begitu dekat hanya sejangkauan tangan dan hebohnya Atikah ibunya tak berusaha menutupi auratnya yang terbuka. Burung joko menggeliat geli dan perlahan mengeras kokoh.
Atikah melirik sepintas ke selangkangan dirgo, tampak senyum kecil disudut bibirnya,
"anakku masih bisa ngaceng, tapi apa bener kurannya sebesar itu" pikir Atikah karena melihat bayangan mentimun besar di selangkangan anaknya.
"kamu pacaran sama dini ya" tanya Atikah sambil meneruskan ucekan yang tinggal 2 buah sarung milik suaminya.
"gak buk, memang ibuk dengar dari siapa?" jawab dirgo balik bertanya
Mata ibunya yang selalu tertunduk pada cucian, membuat mata dirgo berpesta pora menikmati mulusnya bagian bawah tubuh ibunya.
"dari ibu-ibu pas belanja di depan" jelas ibunya
Didepan rumah dirgo tiap jam 5 pagi memang ada penjual sayur keliling yang selalu ramai dengan ibu ibu. Dini sendiri adalah adik kelas dirgo dan juga tetangga berselang 5 rumah.
"halah cuman isu buk, eh sarungnya biar dirgo ucek, ibuk yang bilas."
Atikah menyerahkan sarung yang baru mau diuceknya, berdiri dan mulai membilas pakaian yang telah diucek dengan sabun, ember yang rendah membuatnya harus membilas dengan posisi menunduk rendah, dirgo terkesiap potongan daster yang rendah itu membuat buah dada ibunya seakan mau loncat keluar, kutang hitam itu seakan tak cukup muat untuk menampung buah dada Atikah yang menggelembung indah, dirgo mengernyit, ada sedikit nyeri di bekas luka karena kontolnya sudah tegang setegang tegangnya.
"hadeuh gila bener mulus dan guede susumu buk.." bisik dirgo dalam hati.
"buk dasternya baru ya?" celetuk Dirgo tiba tiba.
Atikah terkejut dan sekejap merah mukanya karena malu.
"gak nak, daster jelek gini, bapakmu yang gak suka kalau ibuk pakai siang hari.." jawabnya.
"bapak katrok sih, ibu pantes dan cantik kalo pake baju ini" jawab dirgo sebenarnya dia ingin bilang sexy tapi takut nanti ibunya tersinggung.
"sebenarnya ibuk juga suka daster ini, gak ribet juga, isis adem, malah ibuk punya 2, yang ijo ini sama merah di lemari, kainnya juga halus.." jelas Atikah
"masa sih.." ucap dirgo setengah tak percaya.
Dirgo mengelap tanganya yang berlumur sabun dengan bagian belakang celana kolornya. Kemudian dengan berani menjangkau sisi samping buah dada ibunya dengan pura pura merasakan kehalusan bahan kain daster itu.
Atikah terkesiap, darahnya berdesir, anak kandungnya berani dan dengan sengaja menjamah susunya, meski hanya bagian samping luar tapi tetap sensasi itu terbawa ke memeknya yang mendadak geli dan mengeluarkan cairan kental hangat, Atikah tahu celana dalamnya telah basah dibagian depan.
Dirgo sendiri sudah tak kuat lagi, selesai ucekan terakhir sarung bapaknya dirgo langsung mengakhiri acara mencuci penuh nafsu itu, pergi ke kamar dan mengocok burungnya sambil menghayal ngentot dengan ibunya.
==x=x=x==
Malam telah larut diluar hanya terdengar suara jangkrik dan belalang, darsono sendiri telah berada di atas dipan memeluk tubuh montok istrinya.
"dirgo gimana buk?" tanya darsono pada istrinya
"aku mesti gimana pak.. Aku bantu merawat lukanya, dia gak mau" jawab Atikah lirih.
Entah kenapa dia berbohong, padahal ia yakin betul bahwa kontol anaknya normal bahkan lebih dari normal untuk ukuranya.
"ya bu’e usaha gimana gitu, biar hatiku tenang kalau tahu anak kita masih normal itunya" jawab darsono sambil meremas-remas lembut susu istrinya.
"usaha gimana pak caranya?" tanya Atikah pura-pura bodoh, sambil menikmati tangan kasar suaminya yang menjamah susunya.
"mosok.. kalau dirgo bu’e pameri susumu gimana? Kalo gak ngaceng berarti anak kita impoten"
Atikah sejenak kaget dengan ucapan suaminya,
"pak’e ini ngawur saja, aku ini ibunya, wes gak mau aku" jawab Atikah beralasan.
"lha gimana lagi buk" darsono menggumam lirih
Atikah terdiam ia membuka kakinya ketika darsono menarik ujung bawah dasternya, suaminya menindih dapat dirasakanya ujung kontol darsono mencari jalan kepintu lembab memeknya dan "sleeb" rasa nikmat menjalar dari selangkanganya ketika suaminya mulai mengayuh perahu cinta mereka, namun tak lama semua berakhir dengan guyuran kental hangat di lobang peranakanya.
==x=x=x==
Pagi hari...
Terlihat Atikah sedang berdiri di ambang pintu, bayangan darsono suaminya yang pergi ke sawah baru saja menghilang di telan rimbun pohon pohon di pematang sawah.
"gak gerah buk, pke baju kaya gitu?" tanya dirgo pada ibunya
"gerah juga, bapakmu sukanya gini kok" jawab ibunya sambil memandang daster panjangnya yang menutupi mata kaki.
"kamu dah sarapan go?" tanya ibunya.
"belum buk, ibuk sudah?"
"belum juga, yuk sarapan bareng." jawab Atikah sambil menggapai tangan anaknya agar berdiri, sekilas dilihatnya ada guncangan benda besar di kolor anaknya ketika bangkit berdiri.
"sambelnya ambil dulu di dapur, ibuk tak ganti baju yang enak" ujar Atikah.
Dirgo melangkah ke dapur, mengambil sambil dan duduk menunggu ibunya di ruang makan. Dia sampe terbelalak ketika ibunya muncul di ruangan itu, dengan daster mini seperti kemaren, hanya sekarang warna merah, rambutnya hitam, panjang yang tadi diikat ala kadarnya kini terurai, rambut Atikah lurus alami, Dirgo baru menyadari betapa indah rambut ibunya, biarpun tak pernah kesalon untuk rebonding tapi rambut ibunya begitu lurus indah alami.
"kamu kenapa nak?" tanya Atikah yang melihat anaknya ternganga. Sengaja ia tadi melepas kutang karena ingat saran suaminya semalam.
"ibuk cantik banget" jawab dirgo spontan.
Atikah merasa melambung bangga, ia tahu anaknya memperhatikan susunya yang tak berkutang, tatapan dirgo seakan menyusuri setiap inchi demi inchi tubuhnya, Atikah tahu, putingnya mengeras, dan sekarang tonjolan puting itu begitu kentara membayang dibalik kain dasternya.
"biar dirgo yang ambilin buk" tawar dirgo ketika melihat ibunya akan mengambil nasi.
Dirgo bangkit sontak kontolnya yang ngaceng tegak berdiri membuat tonjolan tenda besar di kolornya yang tipis.
Atikah terbeliak kaget, dan dengan mulut menganga matanya memandang lekat tenda besar di kolor anaknya, Atikah yakin kontol anaknya ini 3x lebih besar dari milik suaminya.
Dirgo lalu mengambil kaos kotor di rendaman, dan mulai menguceknya dengan sabun, mereka duduk berhadapan, Atikah duduk didepan anaknya dengan kaki terbuka lebar, paha mulusnya tampak berkilau karena beberapa kali terpercik air sabun.
"ini gila." bisik suara hati Atikah
Dia tahu anaknya bahkan bisa melihat rimbunan rambut dimemeknya karena memang celana dalam yang dipakainya juga tipis, ini tabu dan memalukan.. tapi ada perasaan aneh membuainya dalam birahi yang memabukkan.
"sekolahmu kapan masuk go" tanya Atikah sambil menunduk mengucek gamis yang kemarin dipakainya buat arisan PKK.
"masih seminggu lagi buk" jawab dirgo
Sekolah memang sedang libur panjang kenaikan kelas. Dirgo begitu terpukau dengan paha paha mulus di depanya, begitu halus, begitu mulus, begitu dekat hanya sejangkauan tangan dan hebohnya Atikah ibunya tak berusaha menutupi auratnya yang terbuka. Burung joko menggeliat geli dan perlahan mengeras kokoh.
Atikah melirik sepintas ke selangkangan dirgo, tampak senyum kecil disudut bibirnya,
"anakku masih bisa ngaceng, tapi apa bener kurannya sebesar itu" pikir Atikah karena melihat bayangan mentimun besar di selangkangan anaknya.
"kamu pacaran sama dini ya" tanya Atikah sambil meneruskan ucekan yang tinggal 2 buah sarung milik suaminya.
"gak buk, memang ibuk dengar dari siapa?" jawab dirgo balik bertanya
Mata ibunya yang selalu tertunduk pada cucian, membuat mata dirgo berpesta pora menikmati mulusnya bagian bawah tubuh ibunya.
"dari ibu-ibu pas belanja di depan" jelas ibunya
Didepan rumah dirgo tiap jam 5 pagi memang ada penjual sayur keliling yang selalu ramai dengan ibu ibu. Dini sendiri adalah adik kelas dirgo dan juga tetangga berselang 5 rumah.
"halah cuman isu buk, eh sarungnya biar dirgo ucek, ibuk yang bilas."
Atikah menyerahkan sarung yang baru mau diuceknya, berdiri dan mulai membilas pakaian yang telah diucek dengan sabun, ember yang rendah membuatnya harus membilas dengan posisi menunduk rendah, dirgo terkesiap potongan daster yang rendah itu membuat buah dada ibunya seakan mau loncat keluar, kutang hitam itu seakan tak cukup muat untuk menampung buah dada Atikah yang menggelembung indah, dirgo mengernyit, ada sedikit nyeri di bekas luka karena kontolnya sudah tegang setegang tegangnya.
"hadeuh gila bener mulus dan guede susumu buk.." bisik dirgo dalam hati.
"buk dasternya baru ya?" celetuk Dirgo tiba tiba.
Atikah terkejut dan sekejap merah mukanya karena malu.
"gak nak, daster jelek gini, bapakmu yang gak suka kalau ibuk pakai siang hari.." jawabnya.
"bapak katrok sih, ibu pantes dan cantik kalo pake baju ini" jawab dirgo sebenarnya dia ingin bilang sexy tapi takut nanti ibunya tersinggung.
"sebenarnya ibuk juga suka daster ini, gak ribet juga, isis adem, malah ibuk punya 2, yang ijo ini sama merah di lemari, kainnya juga halus.." jelas Atikah
"masa sih.." ucap dirgo setengah tak percaya.
Dirgo mengelap tanganya yang berlumur sabun dengan bagian belakang celana kolornya. Kemudian dengan berani menjangkau sisi samping buah dada ibunya dengan pura pura merasakan kehalusan bahan kain daster itu.
Atikah terkesiap, darahnya berdesir, anak kandungnya berani dan dengan sengaja menjamah susunya, meski hanya bagian samping luar tapi tetap sensasi itu terbawa ke memeknya yang mendadak geli dan mengeluarkan cairan kental hangat, Atikah tahu celana dalamnya telah basah dibagian depan.
Dirgo sendiri sudah tak kuat lagi, selesai ucekan terakhir sarung bapaknya dirgo langsung mengakhiri acara mencuci penuh nafsu itu, pergi ke kamar dan mengocok burungnya sambil menghayal ngentot dengan ibunya.
==x=x=x==
Malam telah larut diluar hanya terdengar suara jangkrik dan belalang, darsono sendiri telah berada di atas dipan memeluk tubuh montok istrinya.
"dirgo gimana buk?" tanya darsono pada istrinya
"aku mesti gimana pak.. Aku bantu merawat lukanya, dia gak mau" jawab Atikah lirih.
Entah kenapa dia berbohong, padahal ia yakin betul bahwa kontol anaknya normal bahkan lebih dari normal untuk ukuranya.
"ya bu’e usaha gimana gitu, biar hatiku tenang kalau tahu anak kita masih normal itunya" jawab darsono sambil meremas-remas lembut susu istrinya.
"usaha gimana pak caranya?" tanya Atikah pura-pura bodoh, sambil menikmati tangan kasar suaminya yang menjamah susunya.
"mosok.. kalau dirgo bu’e pameri susumu gimana? Kalo gak ngaceng berarti anak kita impoten"
Atikah sejenak kaget dengan ucapan suaminya,
"pak’e ini ngawur saja, aku ini ibunya, wes gak mau aku" jawab Atikah beralasan.
"lha gimana lagi buk" darsono menggumam lirih
Atikah terdiam ia membuka kakinya ketika darsono menarik ujung bawah dasternya, suaminya menindih dapat dirasakanya ujung kontol darsono mencari jalan kepintu lembab memeknya dan "sleeb" rasa nikmat menjalar dari selangkanganya ketika suaminya mulai mengayuh perahu cinta mereka, namun tak lama semua berakhir dengan guyuran kental hangat di lobang peranakanya.
==x=x=x==
Pagi hari...
Terlihat Atikah sedang berdiri di ambang pintu, bayangan darsono suaminya yang pergi ke sawah baru saja menghilang di telan rimbun pohon pohon di pematang sawah.
"gak gerah buk, pke baju kaya gitu?" tanya dirgo pada ibunya
"gerah juga, bapakmu sukanya gini kok" jawab ibunya sambil memandang daster panjangnya yang menutupi mata kaki.
"kamu dah sarapan go?" tanya ibunya.
"belum buk, ibuk sudah?"
"belum juga, yuk sarapan bareng." jawab Atikah sambil menggapai tangan anaknya agar berdiri, sekilas dilihatnya ada guncangan benda besar di kolor anaknya ketika bangkit berdiri.
"sambelnya ambil dulu di dapur, ibuk tak ganti baju yang enak" ujar Atikah.
Dirgo melangkah ke dapur, mengambil sambil dan duduk menunggu ibunya di ruang makan. Dia sampe terbelalak ketika ibunya muncul di ruangan itu, dengan daster mini seperti kemaren, hanya sekarang warna merah, rambutnya hitam, panjang yang tadi diikat ala kadarnya kini terurai, rambut Atikah lurus alami, Dirgo baru menyadari betapa indah rambut ibunya, biarpun tak pernah kesalon untuk rebonding tapi rambut ibunya begitu lurus indah alami.
"kamu kenapa nak?" tanya Atikah yang melihat anaknya ternganga. Sengaja ia tadi melepas kutang karena ingat saran suaminya semalam.
"ibuk cantik banget" jawab dirgo spontan.
Atikah merasa melambung bangga, ia tahu anaknya memperhatikan susunya yang tak berkutang, tatapan dirgo seakan menyusuri setiap inchi demi inchi tubuhnya, Atikah tahu, putingnya mengeras, dan sekarang tonjolan puting itu begitu kentara membayang dibalik kain dasternya.
"biar dirgo yang ambilin buk" tawar dirgo ketika melihat ibunya akan mengambil nasi.
Dirgo bangkit sontak kontolnya yang ngaceng tegak berdiri membuat tonjolan tenda besar di kolornya yang tipis.
Atikah terbeliak kaget, dan dengan mulut menganga matanya memandang lekat tenda besar di kolor anaknya, Atikah yakin kontol anaknya ini 3x lebih besar dari milik suaminya.
"ada apa buk?" tanya dirgo
Ada perasaan bangga memamerkan kontol 17cm miliknya, meski masih di balik kolor.
"gak da pa pa." jawab Atikah singkat, mukanya merah karena malu.
Mereka berdua sarapan dengan diam karena larut dengan pikiranya masing2. Dirgo masih takjub dengan penampilan ibunya pagi ini, ia seperti melihat gadis umur 20 thn dan bukan ibunya yang sudah 35 thn.
Selesai sarapan Atikah memulai aktifitasnya di dapur untuk memasak buat makan siang, dirgo yang sudah ngaceng berat melihat penampilan ibunya mengekor dari belakang.
"kamu kok ikutin ibuk terus, gak maen sama sobatmu joko itu?" tanya ibunya
Joko adalah teman sekelas dirgo dan juga tetangga mereka.
"joko juga jarang keluar buk, kalo tak ajak keluar, males katanya"
"ya maen sama dini pacarmu itu"
"males, enakan di rumah sama ibuk"
"kok bisa?" tanxa Atikah, sambil mencuci beras.
"abis sekarang ibu cantik dan sexy" jawab dirgo sambil tersenyum mesum.
"berarti dulu gak cantik donk" jawab ibunya cepat.
"ya gak juga, dulu juga cantik tapi kan ibuk dulu tertutup terus pakaianya."
"kamu suka ya ibuk pake begini?"
"suka banget buk, dirgo janji kalau ibuk pake sexy, dirgo gak akan keluyuran lagi" janji dirgo karena ingat ibunya selalu marah jika ia kluyuran gak jelas.
"tapi kalau bapakmu tau ya pasti marah go" ucap ibunya sambil menyalakan kompor
Dirgo dengan cepat mengambil panci yang sudah berisi air, posisi mereka yang berdempetan dan kompor yang agak tinggi membuat sikut joko menempel di susu ibunya, dan ia berlama lama memegang panci itu.
"kamu ngapain nyikut-nyikut susu ibu?" tanya Atikah tapi juga tidak berusaha menghindarkan susunya dari sikut anaknya.
"habis susu ibuk gede banget" jawab dirgo polos.
Kontolnya sudah tegak tegang dan mencucuk cucuk pantat ibunya. Dirgo sudah tidak tahan lagi tanganya lalu meraih susu besar ibunya dan meremas remas lembut. Atikah kaget dengan keberanian anaknya tapi ia berusaha berlaku sewajar mungkin tanpa menepis tangan dirgo, ataupun menghindar dari mentimun besar yang menempel di pantatnya.
"sudah ah, ibuk repot, kamu ini pegang pegang ibuk, sedang kontolmu sakit ibuk gak boleh liat" ujar Atikah
"owh itu, habis dirgo malu buk, tapi sekarang sudah gak buk, kan ibuk juga boleh susunya dirgo pegang"
"aku kan ibukmu go, masa sama ibuk sendiri malu, ibuk kan jadi sedih"
"iya maaf buk.." jawab dirgo sambil memeluk ibunya dari belakang, hidungnya dibenamkan di leher ibunya yang sedikit berkeringat, sementara kedua tanganya menangkut gundukan lembut nan kenyal di dada ibunya.
"sudah go, sibuk ini" ucap ibunya pelan sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan anak kandungnya.
"sekarang sudah gak malu lagi buk" kata dirgo sambil melepas celana kolornya.
"astaga" pekik Atikah spontan.
Kontol dirgo kini terbuka dengan gagahnya, coklat tua panjang 18cm dengan diameter hampir 4cm. Sehingga kontol itu terlihat panjang sekali. Atikah melongo teringat kontol suaminya yang kcil mungil.
"sebenarnya sudah gak sakit, tapi gatal sekali buk bekas jahitanya." dirgo kemudian duduk di meja dapur.
Atikah blank.. Dia hanya diam terlongong, di depanya kini tegak menjulang kontol muda yang kokoh dan menggiurkan.
"pegang donk buk.." perintah dirgo dan membawa tangan ibunya ke arah kontolnya.
Atikah masih terkesima kontol itu kini dalam genggamanya, terasa hangat dan berkedut, bekas jahitan itu terasa sedikit kasar, dan reflek jari jari Atikah mengocok kontol anaknya.
"enak buk.. Terus" lenguh dirgo yang merasa nikmat.
Atikah seakan sadar dan melepas genggamanya tapi dirgo dengan sigap menggenggam tangan ibunya agar tetap melingkari kontolnya.
"kalo sudah sembuh ya sudah nak, mau apa lagi" ucap Atikah sambil mengocok pelan-pelan kontol anaknya, dadanya bergemuruh oleh nafsu.
"buk dirgo boleh liat susu ibuk" pinta dirgo.
Tapi tanganya sudah meremas remas lembut susu ibunya.
Atikah diam tapi tangan kirinya bergerak menjangkau leher bajunya yang rendah dan ternyata molor, menariknya ke bawah dan meloncat dua gunung lunak nan empuk, padat dan halus, putingnya tegak dan sedikit panjang.
"susumu gede dan montok buk" puji dirgo sambil mengusapi dada ibunya.
Atikah menggelinjang tangan itu begitu halus beda sekali dengan tangan darsono suaminya yang kasar karena tiap hari bergelut dengan cangkul.
"buk dirgo boleh pegang memek ibuk" pinta dirgo polos seakan tanpa dosa.
"jangan nak, aku ini ibumu, sebenarnya ini sudah terlalu jauh" tolak Atikah tapi tetap membiarkan tangan anaknya yang terus meremas dan mengusapi susunya.
"sudah ya nak, nasinya mau tumpah tu" kata Atikah sambil melepaskan genggaman di kontol anaknya karena melihat beras yang direbusnya sudah mendidih dan sebagian tumpah membasahi kompornya.
Dirgo terlihat sedikit kecewa, dia turun dari meja dapur dan keluar dari dapur, masih dengan tanpa celana ia menuju ruang tamu dan mengunci pintu depan trus kembali lagi ke dapur, dilihatnya ibunya masih sibuk menanak nasi.
"ibuk masih sibuk nak" keluh Atikah tapi juga membiarkan tangan anaknya bermain di bokongnya.
Dirgo tersenyum ketika tanganya menyelinap masuk di daster ibunya dan merabai pantat bulat itu, ibunya tak pakai celana dalam.
Atikah menggelinjang merasakan jari-jari anaknya kini hinggap dipermukaan vaginanya dan merabai jembutnya yang rimbun dan lembab.
"dirgo sudah dong, ini ibu nak" pinta Atikah tapi juga tak ada gerakan yang menolak perlakuan anaknya yang menjamahi aurat paling terlarangnya.
"gak adil buk, ibuk kan sudah pegang-pegang kontol dirgo" jawab dirgo dengan suara bergetar oleh nafsu, dengan lembut dia menarik pantat ibunya kebelakang dan mendorong pelan punggung ibunya agar menunduk.
Kini Atikah sudah berdiri dengan posisi nungging dan tangan berpegangan pada meja dapur.
"jangan nak.. Aku ini ibumu" ucap Atikah lemah ketika kaki dirgo menggeser kaki kananya agar mengangkang lebih lebar.
Dengan cekatan dirgo menyingkap daster ibunya. Dirgo lansung duduk dan matanya lansung tertuju pada memek ibunya. Dirgo memandang vagina itu, jembut ibunya begitu lebat hingga menutupi pintu nikmat itu. Dirgo menyibakkan jembut dan membuka vagina ibunya, merah dan basah, itilnya tegak runcing dan kaku seakan menanti sentuhan jari jari dirgo. Dengan lembut ia mengusap itil memek ibunya itu.
Ada perasaan bangga memamerkan kontol 17cm miliknya, meski masih di balik kolor.
"gak da pa pa." jawab Atikah singkat, mukanya merah karena malu.
Mereka berdua sarapan dengan diam karena larut dengan pikiranya masing2. Dirgo masih takjub dengan penampilan ibunya pagi ini, ia seperti melihat gadis umur 20 thn dan bukan ibunya yang sudah 35 thn.
Selesai sarapan Atikah memulai aktifitasnya di dapur untuk memasak buat makan siang, dirgo yang sudah ngaceng berat melihat penampilan ibunya mengekor dari belakang.
"kamu kok ikutin ibuk terus, gak maen sama sobatmu joko itu?" tanya ibunya
Joko adalah teman sekelas dirgo dan juga tetangga mereka.
"joko juga jarang keluar buk, kalo tak ajak keluar, males katanya"
"ya maen sama dini pacarmu itu"
"males, enakan di rumah sama ibuk"
"kok bisa?" tanxa Atikah, sambil mencuci beras.
"abis sekarang ibu cantik dan sexy" jawab dirgo sambil tersenyum mesum.
"berarti dulu gak cantik donk" jawab ibunya cepat.
"ya gak juga, dulu juga cantik tapi kan ibuk dulu tertutup terus pakaianya."
"kamu suka ya ibuk pake begini?"
"suka banget buk, dirgo janji kalau ibuk pake sexy, dirgo gak akan keluyuran lagi" janji dirgo karena ingat ibunya selalu marah jika ia kluyuran gak jelas.
"tapi kalau bapakmu tau ya pasti marah go" ucap ibunya sambil menyalakan kompor
Dirgo dengan cepat mengambil panci yang sudah berisi air, posisi mereka yang berdempetan dan kompor yang agak tinggi membuat sikut joko menempel di susu ibunya, dan ia berlama lama memegang panci itu.
"kamu ngapain nyikut-nyikut susu ibu?" tanya Atikah tapi juga tidak berusaha menghindarkan susunya dari sikut anaknya.
"habis susu ibuk gede banget" jawab dirgo polos.
Kontolnya sudah tegak tegang dan mencucuk cucuk pantat ibunya. Dirgo sudah tidak tahan lagi tanganya lalu meraih susu besar ibunya dan meremas remas lembut. Atikah kaget dengan keberanian anaknya tapi ia berusaha berlaku sewajar mungkin tanpa menepis tangan dirgo, ataupun menghindar dari mentimun besar yang menempel di pantatnya.
"sudah ah, ibuk repot, kamu ini pegang pegang ibuk, sedang kontolmu sakit ibuk gak boleh liat" ujar Atikah
"owh itu, habis dirgo malu buk, tapi sekarang sudah gak buk, kan ibuk juga boleh susunya dirgo pegang"
"aku kan ibukmu go, masa sama ibuk sendiri malu, ibuk kan jadi sedih"
"iya maaf buk.." jawab dirgo sambil memeluk ibunya dari belakang, hidungnya dibenamkan di leher ibunya yang sedikit berkeringat, sementara kedua tanganya menangkut gundukan lembut nan kenyal di dada ibunya.
"sudah go, sibuk ini" ucap ibunya pelan sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan anak kandungnya.
"sekarang sudah gak malu lagi buk" kata dirgo sambil melepas celana kolornya.
"astaga" pekik Atikah spontan.
Kontol dirgo kini terbuka dengan gagahnya, coklat tua panjang 18cm dengan diameter hampir 4cm. Sehingga kontol itu terlihat panjang sekali. Atikah melongo teringat kontol suaminya yang kcil mungil.
"sebenarnya sudah gak sakit, tapi gatal sekali buk bekas jahitanya." dirgo kemudian duduk di meja dapur.
Atikah blank.. Dia hanya diam terlongong, di depanya kini tegak menjulang kontol muda yang kokoh dan menggiurkan.
"pegang donk buk.." perintah dirgo dan membawa tangan ibunya ke arah kontolnya.
Atikah masih terkesima kontol itu kini dalam genggamanya, terasa hangat dan berkedut, bekas jahitan itu terasa sedikit kasar, dan reflek jari jari Atikah mengocok kontol anaknya.
"enak buk.. Terus" lenguh dirgo yang merasa nikmat.
Atikah seakan sadar dan melepas genggamanya tapi dirgo dengan sigap menggenggam tangan ibunya agar tetap melingkari kontolnya.
"kalo sudah sembuh ya sudah nak, mau apa lagi" ucap Atikah sambil mengocok pelan-pelan kontol anaknya, dadanya bergemuruh oleh nafsu.
"buk dirgo boleh liat susu ibuk" pinta dirgo.
Tapi tanganya sudah meremas remas lembut susu ibunya.
Atikah diam tapi tangan kirinya bergerak menjangkau leher bajunya yang rendah dan ternyata molor, menariknya ke bawah dan meloncat dua gunung lunak nan empuk, padat dan halus, putingnya tegak dan sedikit panjang.
"susumu gede dan montok buk" puji dirgo sambil mengusapi dada ibunya.
Atikah menggelinjang tangan itu begitu halus beda sekali dengan tangan darsono suaminya yang kasar karena tiap hari bergelut dengan cangkul.
"buk dirgo boleh pegang memek ibuk" pinta dirgo polos seakan tanpa dosa.
"jangan nak, aku ini ibumu, sebenarnya ini sudah terlalu jauh" tolak Atikah tapi tetap membiarkan tangan anaknya yang terus meremas dan mengusapi susunya.
"sudah ya nak, nasinya mau tumpah tu" kata Atikah sambil melepaskan genggaman di kontol anaknya karena melihat beras yang direbusnya sudah mendidih dan sebagian tumpah membasahi kompornya.
Dirgo terlihat sedikit kecewa, dia turun dari meja dapur dan keluar dari dapur, masih dengan tanpa celana ia menuju ruang tamu dan mengunci pintu depan trus kembali lagi ke dapur, dilihatnya ibunya masih sibuk menanak nasi.
"ibuk masih sibuk nak" keluh Atikah tapi juga membiarkan tangan anaknya bermain di bokongnya.
Dirgo tersenyum ketika tanganya menyelinap masuk di daster ibunya dan merabai pantat bulat itu, ibunya tak pakai celana dalam.
Atikah menggelinjang merasakan jari-jari anaknya kini hinggap dipermukaan vaginanya dan merabai jembutnya yang rimbun dan lembab.
"dirgo sudah dong, ini ibu nak" pinta Atikah tapi juga tak ada gerakan yang menolak perlakuan anaknya yang menjamahi aurat paling terlarangnya.
"gak adil buk, ibuk kan sudah pegang-pegang kontol dirgo" jawab dirgo dengan suara bergetar oleh nafsu, dengan lembut dia menarik pantat ibunya kebelakang dan mendorong pelan punggung ibunya agar menunduk.
Kini Atikah sudah berdiri dengan posisi nungging dan tangan berpegangan pada meja dapur.
"jangan nak.. Aku ini ibumu" ucap Atikah lemah ketika kaki dirgo menggeser kaki kananya agar mengangkang lebih lebar.
Dengan cekatan dirgo menyingkap daster ibunya. Dirgo lansung duduk dan matanya lansung tertuju pada memek ibunya. Dirgo memandang vagina itu, jembut ibunya begitu lebat hingga menutupi pintu nikmat itu. Dirgo menyibakkan jembut dan membuka vagina ibunya, merah dan basah, itilnya tegak runcing dan kaku seakan menanti sentuhan jari jari dirgo. Dengan lembut ia mengusap itil memek ibunya itu.
Atikah menggeliat, lututnya seakan lumpuh oleh sentuhan itu tubuhnya melorot jatuh dan kini ia telungkup bertumpu lutut yang terpentang lebar, mengekspose vagina dengan vulgar di depan wajah anak kandungnya.
Seumur hidup dirgo baru kali ini melihat dan memegang vagina.. Jari-jarinya gemetar ketika perlahan jarinya menyusup ke dalam panas lobang vagina itu, dirgo takjub dari lobang ini ia lahir ke dunia, tapi kenapa begitu kecil dan sempit. Vagina itu juga sangat basah, dirgo perlahan mendorong jarinya keluar masuk.
"owwh enaknya.." lenguh Atikah parau.
Sensasi bahwa yang mengerjai vaginanya adalah anak kandungnya membawa Atikah ke gairah tertinggi yang belum pernah dirasakan olehnya. Sampai sebuah sensasi aneh membawa gelombang nikmat yang belum pernah dirasakan oleh Atikah.
"aarggh.. Enaknya tempekku" Atikah terhentak hentak oleh gelombang nikmat itu.
Sesuatu yang hangat, basah, kasar tapi lembut dan hembusan udara panas terasa membuai selangkanganya bahkan terasa juga menggelitik lubang anusnya. Atikah mengernyit nikmat dan penasaran dengan sensasi yang baru dirasakanya seumur hidup, ia mengangkat kepalanya untuk melihat apa yang telah dilakukan anaknya..
"astaga.. Dirgo jangan nak tempek ibu kan kotor.. " ceracau Atikah berusaha menghindari mulut anaknya yang memporak porandakan vaginanya.
Tapi dirgo sudah siap dengan menahan punggung ibunya agar tetap pada posisi itu. Atikah mengerang panjang itilnya terasa pecah oleh nikmat ketika dirgo menghisapnya.
"aaarggh.. Ibuk ke.. luarrr.. Uuughh" Atikah menggapai berusaha mencari pegangan. Aliran air maninya seperti bendungan yang tiba-tiba ambrol
Dirgo masih terus menghajarnya dengan sedotan kuat di itil ibunya.. Atikah merasa ada angin dingin yang ikut tersedot dari ubun ubunnya mengalir lembut dan nikmat sampai ke vaginanya yang terus menyemprotkan cairan nikmat.
Dirgo memandang takjub pada tubuh ibunya yang telungkup di lantai dapur, suara desis air mendidih menyadarkanya, segera mematikany kompor.
Ibunya sudah berbalik terlentang, matanya sayu dengan tatap mata seribu arti, dirgo menunduk dan melumat bibir ibunya yang disambut dengan lumatan lemah bibir kenyal itu. Dirgo membopong tubuh ibunya ke kamar dan membaringkanya di ranjang, lemah dan pasrah, bajunya awut awutan, kakinya terbuka lebar, dirgo bergerak menindih ibunya.
"ibuk masih ngilu nak" ucap Atikah parau.
"kontolku gatel buk.. Pingin ngrasain tempekmu" bisik dirgo di telinga ibunya.
Kontolnya diarahkan ke vagina ibunya, dirgo yang memang belum pernah bersanggama nampak kesulitan mencari jalan nikmat di vagina ibunya. Atikah lalu membantu mengarahkan kepala gundul itu ke lobang peranakanya.
"sleep.."
kepala gundul itu telah masuk ke lobang nikmat Atikah, mata membeliak, vaginanya seakan mau robek, kontol itu terlalu besar baginya karena memang kontol yang biasa menyusuri lorong vaginanya cuma milik darsono yang sangat kecil.
"pelan pelan nak.. Kontolmu gede banget" bisik Atikah sambil menahan ngilu di vaginanya.
Dirgo merasakan betapa jepitan kuat, tapi lembut dan hangat terasa di kepala kontolnya, perlahan dia mendorong kontol panjangnya di peranakan ibunya. Atikah merintih lirih vaginanya terasa penuh sesak sensasinya sungguh memabukkan jarinya mencengkram erat sprei kasur itu dan
serr.. Serr..
Gelombang orgasme kedua melandanya dengan cepat.. Tubuhnya berkelojotan dan terhentak hentak
Dirgo merasakan betapa jepitan memek ibunya itu semakin kuat tapi juga lobang itu semakin licin, dengan sekali hentakan ia mendorong masuk sampai semua terbenam di vagina ibunya.
"Aahh.." Atikah merintih pelan, matanya terbeliak hingga hanya terlihat putihnya saja, perutnya terasa sedikit mulas karena kontol itu terlalu jauh masuk di rahimnya. Atikah lemas, rasa nikmat memabukkanya, Pasrah.
"tempekmu uewnake buk" bisik dirgo di telinga ibunya.
Perlahan ia menarik sedikit kontolnya dari vagina ibunya yang kuat menjepit, mendorongnya lagi, sekali, dua kali, tiga kal, berkali kali sampai dirgo merasa lancar dan semakin licin, dirgo terus menggenjot dengan kecepatan tinggi, cepat dan kasar tanpa jeda. Ia seperti gila dengan lobang vagina yang begitu nikmat.
Atikah sendiri sudah tak berdaya. Bombardir kontol di vaginanya membawa Atikah ke alam nikmat yang tak pernah dirasakanya selama ia berumah tangga, tubuhnya lemas dengan hentakan hentakan kecil orgasme panjangnya.
Sampai akhirnya tangan anaknya erat mencengkram pantatnya dan menghunjamkan kontol itu sedalam dalamnya.
"Aaaarggghh.." Atikah menjerit
Serr.. Serr..
"Ouuuggghh.." Dirgo menggeram
Crott!! Crott!! Crott!!
Gumpalan lengket dan panas meluncur menerpa dinding dinding rahim ibunya.
Bertubi tubi cairan itu membombardir rahim Atikah. Atikah menggigit pundak anaknya, memeluknya erat. Orgasme yang panjang benar benar melumpuhkanya tubuhnya lemas. Dirgo mencabut kontolnya yang terasa ngilu di jepitan vagina ibunya. Keduanya terdiam meresapi sisa sisa nikmat. Lelah. Lelap.
==x=x=x==
Malam itu angin bertiup kencang, dingin menusuk tulang. Atikah menemani suaminya menonton tv di ruang tengah, keduanya tampak mesra duduk berdua di sofa dengan tangan darsono membelai paha Atikah, diam tanpa kata kata, keduanya larut dengan tontonan sinetron di tv.
"ciee.. Pacaran nih.." celetuk dirgo tiba tiba dan langsung bergabung duduk di samping ibunya, darsono langsung menarik tanganya dari paha istrinya.
"di kamar terus ngapain go" tanya Atikah
"gak ngapa ngapain buk, sms-an aja ma temen temen" jawab dirgo.
"kata ibumu kamu pacaran sama dini, apa sudah kebelet kawin go?" celetuk darsono bapaknya.
"boro boro kawin pak, lagian siapa yang pacaran" jawab dirgo sambil mencubit bokong ibunya.
Atikah terlonjak kaget dengan cubitan itu karena memang dari tadi hanyut dengan cerita sinetron.
"kenapa buk?" tanya darsono heran.
"nyamuk pak, gigit kakiku" jawab Atikah sambil pura pura menggaruk kakinya.
"kamu jangan macem macem go ma dini, kamu taukan biarpun jauh dini kan masih kerabat juga" kata darsono lagi.
"pacaran aja gak, kok macem macem pak" jawab dirgo sewot.
Dini teman sekelasnya, bapak dini adalah sepupu bapak dirgo, jadi memang dia dan dini masih ada hubungan darah yang dirgo sendiri tidak tahu apa namanya. Dan seperti dirgo dan joko, dini dan murni juga sahabat karib, bedanya murni lebih agresif sedang dini cewek alim yang pendiam.
"kulonuwun.. (salam dalam bahasa jawa)" lamunan dirgo buyar seketika ketika suara salam itu begitu keras terdengar dari teras rumahnya.
"monggo" jawab mereka bertiga serempak, tergopoh gopoh darsono keluar diikuti istrinya, dirgo tampak mengekor di belakang.
"dek jarwo, dek likah.. Waduh kok tumben mari mari silahkan masuk" ucap darsono kepada tamunya yang ternyata adalah adik iparnya.
Jarwo adalah suami likah adik Atikah ibu dirgo. Mereka tinggal di desa sebelah, lumayan jauh juga, ada 10 km dari rumah dirgo. Jarwo berbadan gempal agak pendek wajahnya tergesan galak dengan bibir tebal dan hidung besar, sulikah atau biasa dipanggil likah adalah foto kopi dari Atikah kakaknya hanya saja tubuhnya lebih kecil, mereka sudah 15 thn menikah tapi sayang belum juga dikaruniai momongan.
"ada perlu apa dek jarwo kok malem-malem tumben dolan kesini?" tanya darsono membuka pembicaraan.
"anu kang, cuma mau tanya soal sapi kang margono yang katanya mau dijual, aku dengar kang darsono yang disuruh jual" jawab jarwo mengutarakan maksud dan tujuanya.
"bakalan lama nih" pikir dirgo
Jarwo pakleknya itu memang blantik atau maklar sapi dan biasanya kalau urusan begini pasti akan lama karena pembicaraan akan melebar kemana mana, dirgo melihat ibunya bangkit dari duduknya, sedari tadi hanya dirgo yang diam tak ada yang diajak ngobrol, karena Atikah pun sejak duduk sudah ngerumpi dengan likah adiknya entah apa yang dibicarakan dan begitu ibunya masuk dirgo langsung mengekor dari belakang.
"loh kok ikut ke dapur go, temanin bulekmu sana di depan" ucap ibunya yang melihat dirgo yang ikut ke dapur.
"males buk, gak tau mau omongin apa ma bulek." jawab dirgo sambil duduk di kursi kayu di sudut dapur itu.
Ibunya rupanya akan membuat kopi untuk suami dan kedua tamunya.
"kamu mau kopi juga?" tawar ibunya.
Seumur hidup dirgo baru kali ini melihat dan memegang vagina.. Jari-jarinya gemetar ketika perlahan jarinya menyusup ke dalam panas lobang vagina itu, dirgo takjub dari lobang ini ia lahir ke dunia, tapi kenapa begitu kecil dan sempit. Vagina itu juga sangat basah, dirgo perlahan mendorong jarinya keluar masuk.
"owwh enaknya.." lenguh Atikah parau.
Sensasi bahwa yang mengerjai vaginanya adalah anak kandungnya membawa Atikah ke gairah tertinggi yang belum pernah dirasakan olehnya. Sampai sebuah sensasi aneh membawa gelombang nikmat yang belum pernah dirasakan oleh Atikah.
"aarggh.. Enaknya tempekku" Atikah terhentak hentak oleh gelombang nikmat itu.
Sesuatu yang hangat, basah, kasar tapi lembut dan hembusan udara panas terasa membuai selangkanganya bahkan terasa juga menggelitik lubang anusnya. Atikah mengernyit nikmat dan penasaran dengan sensasi yang baru dirasakanya seumur hidup, ia mengangkat kepalanya untuk melihat apa yang telah dilakukan anaknya..
"astaga.. Dirgo jangan nak tempek ibu kan kotor.. " ceracau Atikah berusaha menghindari mulut anaknya yang memporak porandakan vaginanya.
Tapi dirgo sudah siap dengan menahan punggung ibunya agar tetap pada posisi itu. Atikah mengerang panjang itilnya terasa pecah oleh nikmat ketika dirgo menghisapnya.
"aaarggh.. Ibuk ke.. luarrr.. Uuughh" Atikah menggapai berusaha mencari pegangan. Aliran air maninya seperti bendungan yang tiba-tiba ambrol
Dirgo masih terus menghajarnya dengan sedotan kuat di itil ibunya.. Atikah merasa ada angin dingin yang ikut tersedot dari ubun ubunnya mengalir lembut dan nikmat sampai ke vaginanya yang terus menyemprotkan cairan nikmat.
Dirgo memandang takjub pada tubuh ibunya yang telungkup di lantai dapur, suara desis air mendidih menyadarkanya, segera mematikany kompor.
Ibunya sudah berbalik terlentang, matanya sayu dengan tatap mata seribu arti, dirgo menunduk dan melumat bibir ibunya yang disambut dengan lumatan lemah bibir kenyal itu. Dirgo membopong tubuh ibunya ke kamar dan membaringkanya di ranjang, lemah dan pasrah, bajunya awut awutan, kakinya terbuka lebar, dirgo bergerak menindih ibunya.
"ibuk masih ngilu nak" ucap Atikah parau.
"kontolku gatel buk.. Pingin ngrasain tempekmu" bisik dirgo di telinga ibunya.
Kontolnya diarahkan ke vagina ibunya, dirgo yang memang belum pernah bersanggama nampak kesulitan mencari jalan nikmat di vagina ibunya. Atikah lalu membantu mengarahkan kepala gundul itu ke lobang peranakanya.
"sleep.."
kepala gundul itu telah masuk ke lobang nikmat Atikah, mata membeliak, vaginanya seakan mau robek, kontol itu terlalu besar baginya karena memang kontol yang biasa menyusuri lorong vaginanya cuma milik darsono yang sangat kecil.
"pelan pelan nak.. Kontolmu gede banget" bisik Atikah sambil menahan ngilu di vaginanya.
Dirgo merasakan betapa jepitan kuat, tapi lembut dan hangat terasa di kepala kontolnya, perlahan dia mendorong kontol panjangnya di peranakan ibunya. Atikah merintih lirih vaginanya terasa penuh sesak sensasinya sungguh memabukkan jarinya mencengkram erat sprei kasur itu dan
serr.. Serr..
Gelombang orgasme kedua melandanya dengan cepat.. Tubuhnya berkelojotan dan terhentak hentak
Dirgo merasakan betapa jepitan memek ibunya itu semakin kuat tapi juga lobang itu semakin licin, dengan sekali hentakan ia mendorong masuk sampai semua terbenam di vagina ibunya.
"Aahh.." Atikah merintih pelan, matanya terbeliak hingga hanya terlihat putihnya saja, perutnya terasa sedikit mulas karena kontol itu terlalu jauh masuk di rahimnya. Atikah lemas, rasa nikmat memabukkanya, Pasrah.
"tempekmu uewnake buk" bisik dirgo di telinga ibunya.
Perlahan ia menarik sedikit kontolnya dari vagina ibunya yang kuat menjepit, mendorongnya lagi, sekali, dua kali, tiga kal, berkali kali sampai dirgo merasa lancar dan semakin licin, dirgo terus menggenjot dengan kecepatan tinggi, cepat dan kasar tanpa jeda. Ia seperti gila dengan lobang vagina yang begitu nikmat.
Atikah sendiri sudah tak berdaya. Bombardir kontol di vaginanya membawa Atikah ke alam nikmat yang tak pernah dirasakanya selama ia berumah tangga, tubuhnya lemas dengan hentakan hentakan kecil orgasme panjangnya.
Sampai akhirnya tangan anaknya erat mencengkram pantatnya dan menghunjamkan kontol itu sedalam dalamnya.
"Aaaarggghh.." Atikah menjerit
Serr.. Serr..
"Ouuuggghh.." Dirgo menggeram
Crott!! Crott!! Crott!!
Gumpalan lengket dan panas meluncur menerpa dinding dinding rahim ibunya.
Bertubi tubi cairan itu membombardir rahim Atikah. Atikah menggigit pundak anaknya, memeluknya erat. Orgasme yang panjang benar benar melumpuhkanya tubuhnya lemas. Dirgo mencabut kontolnya yang terasa ngilu di jepitan vagina ibunya. Keduanya terdiam meresapi sisa sisa nikmat. Lelah. Lelap.
==x=x=x==
Malam itu angin bertiup kencang, dingin menusuk tulang. Atikah menemani suaminya menonton tv di ruang tengah, keduanya tampak mesra duduk berdua di sofa dengan tangan darsono membelai paha Atikah, diam tanpa kata kata, keduanya larut dengan tontonan sinetron di tv.
"ciee.. Pacaran nih.." celetuk dirgo tiba tiba dan langsung bergabung duduk di samping ibunya, darsono langsung menarik tanganya dari paha istrinya.
"di kamar terus ngapain go" tanya Atikah
"gak ngapa ngapain buk, sms-an aja ma temen temen" jawab dirgo.
"kata ibumu kamu pacaran sama dini, apa sudah kebelet kawin go?" celetuk darsono bapaknya.
"boro boro kawin pak, lagian siapa yang pacaran" jawab dirgo sambil mencubit bokong ibunya.
Atikah terlonjak kaget dengan cubitan itu karena memang dari tadi hanyut dengan cerita sinetron.
"kenapa buk?" tanya darsono heran.
"nyamuk pak, gigit kakiku" jawab Atikah sambil pura pura menggaruk kakinya.
"kamu jangan macem macem go ma dini, kamu taukan biarpun jauh dini kan masih kerabat juga" kata darsono lagi.
"pacaran aja gak, kok macem macem pak" jawab dirgo sewot.
Dini teman sekelasnya, bapak dini adalah sepupu bapak dirgo, jadi memang dia dan dini masih ada hubungan darah yang dirgo sendiri tidak tahu apa namanya. Dan seperti dirgo dan joko, dini dan murni juga sahabat karib, bedanya murni lebih agresif sedang dini cewek alim yang pendiam.
"kulonuwun.. (salam dalam bahasa jawa)" lamunan dirgo buyar seketika ketika suara salam itu begitu keras terdengar dari teras rumahnya.
"monggo" jawab mereka bertiga serempak, tergopoh gopoh darsono keluar diikuti istrinya, dirgo tampak mengekor di belakang.
"dek jarwo, dek likah.. Waduh kok tumben mari mari silahkan masuk" ucap darsono kepada tamunya yang ternyata adalah adik iparnya.
Jarwo adalah suami likah adik Atikah ibu dirgo. Mereka tinggal di desa sebelah, lumayan jauh juga, ada 10 km dari rumah dirgo. Jarwo berbadan gempal agak pendek wajahnya tergesan galak dengan bibir tebal dan hidung besar, sulikah atau biasa dipanggil likah adalah foto kopi dari Atikah kakaknya hanya saja tubuhnya lebih kecil, mereka sudah 15 thn menikah tapi sayang belum juga dikaruniai momongan.
"ada perlu apa dek jarwo kok malem-malem tumben dolan kesini?" tanya darsono membuka pembicaraan.
"anu kang, cuma mau tanya soal sapi kang margono yang katanya mau dijual, aku dengar kang darsono yang disuruh jual" jawab jarwo mengutarakan maksud dan tujuanya.
"bakalan lama nih" pikir dirgo
Jarwo pakleknya itu memang blantik atau maklar sapi dan biasanya kalau urusan begini pasti akan lama karena pembicaraan akan melebar kemana mana, dirgo melihat ibunya bangkit dari duduknya, sedari tadi hanya dirgo yang diam tak ada yang diajak ngobrol, karena Atikah pun sejak duduk sudah ngerumpi dengan likah adiknya entah apa yang dibicarakan dan begitu ibunya masuk dirgo langsung mengekor dari belakang.
"loh kok ikut ke dapur go, temanin bulekmu sana di depan" ucap ibunya yang melihat dirgo yang ikut ke dapur.
"males buk, gak tau mau omongin apa ma bulek." jawab dirgo sambil duduk di kursi kayu di sudut dapur itu.
Ibunya rupanya akan membuat kopi untuk suami dan kedua tamunya.
"kamu mau kopi juga?" tawar ibunya.
"iya buk, belum ngopi tadi"
Dirgo memperhatikan ibunya yang sedang menyalakan kompor, perempuan matang yang selalu jadi hayalan-hayalan jorok dirgo setiap hari. Rambutnya yang tebal, hitam legam selalu jadi daya pemikat bagi dirgo. Perlahan didekatinya ibunya yang sedang mencari gula di rak atas. Lembut diusapnya susu ibunya yang terbungkus kutang.
Atikah sejenak kaget, tapi tak menghindar, matanya dengan waspada mengawasi pintu dapur dimana sinar lampu ruang tengah meneranginya dan bila ada orang yang mendekat maka bayangannya akan lebih dulu sampai di depan ambang pintu. Atikah menggeliat kecil jari jemari anaknya lembut meremas remas susunya, Atikah sadar dengan usia muda dirgo maka akan sulit baginya menahan nafsu birahi, dalam hitungan detik Atikah merasakan tonggak keras dan hangat menggesek gesek pantatnya.
"sudah nak, banyak tamu di depan" ucap Atikah pelan, tapi dia juga tak berusaha melarang dirgo yang terus memberi rasa nikmat di susunya.
"kalau tamunya pulang, mana bisa buk" bisik dirgo di telinga ibunya.
Bisikan itu begitu hangat dan basah di telinga Atikah, dan Atikah berpikir memang anaknya benar kalau tidak ada tamu akan sulit untuk bisa bermesraan dengan anaknya.
"sudah nak.. Ehh" rintih Atikah, ia memang mudah terangsang bila susunya diremas remas, apalagi dirgo juga memilin milin putingnya yang mulai mengeras.
Tak sampai disitu jari jari dirgo kini merayap di selangkangan ibunya, daster bawahnya kini telah naik karena dirgo ingin mengusap dan menikmati vagina ibunya tanpa penghalang apapun
"buk, celananya lepas ya.."
"jangan nak.." cegah Atikah lemah hampir tak terdengar, dirasakanya jari jari anaknya bergerak liar di balik celana dalamnya, menguak lubang nikmatnya yang mulai basah oleh rembesan lendir nikmatnya.
Atikah menggelinjang nikmat.
Secepat kilat celana dalamnya kini telah melorot di lututnya, dirgo dengan santai mengait celana dalam itu dengan jari jempol dan menariknya kebawah hingga menjubel di mata kaki ibunya, lalu dengan lembut dibukanya kaki ibunya agar lebih lebar, kini Atikah berdiri dengan kaki terbuka lebar, badanya sedikit condong ke depan dengan tangan bertumpu pada meja dapur.
"sudaaah nak.. Jangann" bisik Atikah melarang lemah.
Naluri ibunya mengatakan ini tak boleh dan berbahaya, tapi disisi lain perasaan was was takut ketahuan membuat birahinya ibarat gelombang pasang, dalam sekejap vaginanya telah basah kuyup cairan putih lengket nampak meleleh di ujung ujung jembutnya dan menetes di lantai dapur.
Dirgo merosot turun duduk di lantai dapur aroma khas dari vagina basah ibunya membuat lidahnya terasa gatal ingin menikmatinya
"buk besok jembutnya dicukur ya" ucap dirgo pelan, jari jarinya sibuk menguak rimbun jembut ibunya yang menutupi jalan surga itu.
"kamu apain ibu nak.. Esstt" Atikah menggelinjang ketika lidah dirgo anaknya terasa panas menjilati itilnya yang tegang memerah, nikmat yang memabukan, nikmat yang tak pernah dirasakanya dari darsono suaminya, Atikah kelojotan oleh mulut anaknya, sendi sendi kakinya sebenarnya sudah sangat lemas, tapi ia bertahan dengan bertumpu di meja dapur.
"anak kurang ajar.. Kamu apakan tempek ibuk nak" rintih Atikah pelan, nikmat yang tak tertahan, nikmat yang tak pernah ia rasakan dari suaminya. membuat Atikah lupa dimana dia berada dan dengan siapa mengayuh perahu birahi itu.
"mbbakyu.. Kau.."
Sulikah adik kandung ibu dirgo berdiri di ambang pintu dapur, terpana dengan mulut terbuka dan mata membeliak tak percaya dengan apa yang dilihatnya, begitu terkejutnya ia hingga sekejap hanya bisa mematung, di dapur itu kakak kandungnya yang selalu dihormati dan dibanggakanya berdiri setengah telanjang dengan kepala anak kandungnya berada di antara kakinya.
Sejenak sunyi suasana di dapur, Atikah dan dirgopun tak kalah terkejutnya, suasana itu seakan sebuah film yang tiba tiba di pause, dan seluruh adegan berhenti tiba tiba, sampai akhirnya desis suara air mendidih menyadarkan mereka bertiga.
"dek likah.. Aa.. Aku bisa menjelaskan" ucap Atikah terbata, tapi sulikah hanya memandang dengan bingung kemudian berbalik kembali ke ruang tamu.
"bagaimana buk" tanya dirgo bingung.
Atikah masih diam wajahnya nampat kalut, air didalam teko sudah mendidih ribut dan dengan gemetar dituangkanya kedalam gelas berisi kopi dan gula.
"bulekmu sudah terlanjur tahu, tapi ibuk yakin dia akan jaga rahasia.. Sudah gak papa nanti biar ibuk yang bicara" ucap sulikah pelan, dari nada suara itu dirgo tahu ada ketakutan besar disana.
"aku harus melakukan sesuatu" pikir dirgo, ia menghempaskan pantatnya di kursi di sudut dapur, terdiam dan berpikir keras.
===x=x=x===
Dirgo membuntuti ibunya yang membawa kopi untuk suami dan kedua tamunya, ia tak ikut duduk di ruang tamu, dirgo berjalan ke luar rumah dan memperhatikan buleknya dari jendela kaca.
"silahkan diminum dek jarwo, dek likah mumpung masi panas" kata ibu dirgo mempersilahkan kedua tamunya sembari duduk di samping suaminya.
"mbakyu ini repot repot saja, saya gak lama lama, lha simbok sudah pikun takutnya gak ada orang malah kluyuran kemana mana" jelas jarwo pada kakak iparnya dan simbok yang dimaksud adalah ibu jarwo yang memang sudah berumur 90 thn.
"tapi ya dihabiskan dulu dek, ayo dek likah kok diam saja dari tadi"
"iya mbakyu, kepikiran simbok terus dari tadi" ucap sulikah beralasan, padahal sejak kejadian yang dilihatnya tadi, pikiranya masih kacau, sungguh dia tak menyangka kakaknya melakukan hal tabu dan menjijikan itu.
"mbakyu Atikah, kang darsono saya minta pamit dulu, gak enak ninggalin simbok sendiri" ucap jarwo ketika kopi yang dihidangkan kakaknya itu telah habis.
"eh iya, hati hati di jalan, likah mbok ya sering sering dolan kemari, mbakyumu itu gak punya teman kalo siang hari, dirgo kerjanya keluyuran saja" kata darsono pada kedua tamunya.
"iya kapan kapan saja kang, aku malah gak punya teman di rumah, pamit dulu kang dar, mbak Atikah"
darsono dan istrinya mengantar kedua tamunya sampai di halaman dimana sepeda motornya di parkir di situ.
"loh.. Bannya kok kempes dek jarwo" ucap darsono, jarwo yang sudah naik buru buru turun dari motor dan memijit ban depan motornya.
"waduh iya kang, kecoblos paku ini masih nancap pakunya, waduh piye iki kang.."
"ditambal dulu dek jarwo, di tempat kang guno"
"lha simbok ini kang, yang jadi pikiranku, tadi juga lupa pintu gak tak kunci" kata jarwo kuatir sambil berpandangan dengan istrinya yang kelihatan jengkel dengan kejadian itu.
"bagaimana kalau bulek saya antar dulu lek jarwo" tawar dirgo yang sedari tadi duduk diam memperhatikan dari sudut gelap teras rumahnya.
"kamu gak repot ta go" tanya jarwo pd ponakanya.
"gak pak lek" jawab dirgo singkat sambil menurunkan motornya yang diparkir di teras.
"ayo bulek, kasian simbok sendirian di rumah."
"gak papa to pak, tak tinggal dulu" kata sulikah pada suaminya.
"gak pa pa nanti biar ku tambal dulu di tempat kang guno,"
"ya sudah saya pamit dulu mbak Atikah, kang dar"
"iya hati hati"
motor dirgo berjalan pelan di jalanan desa itu, sudah hampir 1 km dan mereka hanya diam, jalan kecil di tengah sawah itu tampak temaram dengan penerangan bulan sabit, dirgo nampak gelisah sedari tadi, ingin bicara tapi bingung mulai darimana.
"bulek.." ucap joko cukup keras agar terdengar oleh wanita yang diboncengnya.
Tak ada sahutan, hanya gerakan tubuh yang gelisah dari wanita di boncengnya.
"bulek jangan bilang bapak ya" ucap joko agak keras.
Tetap tak ada sahutan.
Sulikah sendiri sebenarnya jelas mendengar tapi dia sendiri gundah harus bersikap bagaimana. Atikah kakak kandung satu satunya yang sangat ia sayangi tapi perbuatanya selingkuh dengan anak kandungnya sungguh tak dapat diterimanya, apalagi saat itu dirjo menjilati vagina kakaknya, saru, tabu, memalukan, tapi aneh bayangan itu begitu lekat di pikiranya, mungkin karena seumur hidup suaminya tak pernah melakukan itu.
"bagaimana rasanya?" pikir sulikah, ada rasa hangat dalam tubuh sulikah mengingat kejadian yang begitu tabu di dapur kakaknya tadi.
"gila.. Memalukan saja" pikir sulikah, tapi tak dapat dipungkirinya ada sesuatu yang asing dan liar muncul dalam dirinya, sampai akhirnya motor itu tiba tiba berhenti.
Sulikah tersadar, ini bukan berhenti di rumahnya, tempat itu gelap di kiri kanan hanya semak belukar dan motor yang dinaikinya kini berhenti di tengah tanah lapang 4x4 meter dengan semak semak tinggi di sekelilingnya.
"kita di.. dimana go?" tanya sulikah gemetar, tanganya mencengkram bahu dirgo kuat-kuat.
Dirgo memperhatikan ibunya yang sedang menyalakan kompor, perempuan matang yang selalu jadi hayalan-hayalan jorok dirgo setiap hari. Rambutnya yang tebal, hitam legam selalu jadi daya pemikat bagi dirgo. Perlahan didekatinya ibunya yang sedang mencari gula di rak atas. Lembut diusapnya susu ibunya yang terbungkus kutang.
Atikah sejenak kaget, tapi tak menghindar, matanya dengan waspada mengawasi pintu dapur dimana sinar lampu ruang tengah meneranginya dan bila ada orang yang mendekat maka bayangannya akan lebih dulu sampai di depan ambang pintu. Atikah menggeliat kecil jari jemari anaknya lembut meremas remas susunya, Atikah sadar dengan usia muda dirgo maka akan sulit baginya menahan nafsu birahi, dalam hitungan detik Atikah merasakan tonggak keras dan hangat menggesek gesek pantatnya.
"sudah nak, banyak tamu di depan" ucap Atikah pelan, tapi dia juga tak berusaha melarang dirgo yang terus memberi rasa nikmat di susunya.
"kalau tamunya pulang, mana bisa buk" bisik dirgo di telinga ibunya.
Bisikan itu begitu hangat dan basah di telinga Atikah, dan Atikah berpikir memang anaknya benar kalau tidak ada tamu akan sulit untuk bisa bermesraan dengan anaknya.
"sudah nak.. Ehh" rintih Atikah, ia memang mudah terangsang bila susunya diremas remas, apalagi dirgo juga memilin milin putingnya yang mulai mengeras.
Tak sampai disitu jari jari dirgo kini merayap di selangkangan ibunya, daster bawahnya kini telah naik karena dirgo ingin mengusap dan menikmati vagina ibunya tanpa penghalang apapun
"buk, celananya lepas ya.."
"jangan nak.." cegah Atikah lemah hampir tak terdengar, dirasakanya jari jari anaknya bergerak liar di balik celana dalamnya, menguak lubang nikmatnya yang mulai basah oleh rembesan lendir nikmatnya.
Atikah menggelinjang nikmat.
Secepat kilat celana dalamnya kini telah melorot di lututnya, dirgo dengan santai mengait celana dalam itu dengan jari jempol dan menariknya kebawah hingga menjubel di mata kaki ibunya, lalu dengan lembut dibukanya kaki ibunya agar lebih lebar, kini Atikah berdiri dengan kaki terbuka lebar, badanya sedikit condong ke depan dengan tangan bertumpu pada meja dapur.
"sudaaah nak.. Jangann" bisik Atikah melarang lemah.
Naluri ibunya mengatakan ini tak boleh dan berbahaya, tapi disisi lain perasaan was was takut ketahuan membuat birahinya ibarat gelombang pasang, dalam sekejap vaginanya telah basah kuyup cairan putih lengket nampak meleleh di ujung ujung jembutnya dan menetes di lantai dapur.
Dirgo merosot turun duduk di lantai dapur aroma khas dari vagina basah ibunya membuat lidahnya terasa gatal ingin menikmatinya
"buk besok jembutnya dicukur ya" ucap dirgo pelan, jari jarinya sibuk menguak rimbun jembut ibunya yang menutupi jalan surga itu.
"kamu apain ibu nak.. Esstt" Atikah menggelinjang ketika lidah dirgo anaknya terasa panas menjilati itilnya yang tegang memerah, nikmat yang memabukan, nikmat yang tak pernah dirasakanya dari darsono suaminya, Atikah kelojotan oleh mulut anaknya, sendi sendi kakinya sebenarnya sudah sangat lemas, tapi ia bertahan dengan bertumpu di meja dapur.
"anak kurang ajar.. Kamu apakan tempek ibuk nak" rintih Atikah pelan, nikmat yang tak tertahan, nikmat yang tak pernah ia rasakan dari suaminya. membuat Atikah lupa dimana dia berada dan dengan siapa mengayuh perahu birahi itu.
"mbbakyu.. Kau.."
Sulikah adik kandung ibu dirgo berdiri di ambang pintu dapur, terpana dengan mulut terbuka dan mata membeliak tak percaya dengan apa yang dilihatnya, begitu terkejutnya ia hingga sekejap hanya bisa mematung, di dapur itu kakak kandungnya yang selalu dihormati dan dibanggakanya berdiri setengah telanjang dengan kepala anak kandungnya berada di antara kakinya.
Sejenak sunyi suasana di dapur, Atikah dan dirgopun tak kalah terkejutnya, suasana itu seakan sebuah film yang tiba tiba di pause, dan seluruh adegan berhenti tiba tiba, sampai akhirnya desis suara air mendidih menyadarkan mereka bertiga.
"dek likah.. Aa.. Aku bisa menjelaskan" ucap Atikah terbata, tapi sulikah hanya memandang dengan bingung kemudian berbalik kembali ke ruang tamu.
"bagaimana buk" tanya dirgo bingung.
Atikah masih diam wajahnya nampat kalut, air didalam teko sudah mendidih ribut dan dengan gemetar dituangkanya kedalam gelas berisi kopi dan gula.
"bulekmu sudah terlanjur tahu, tapi ibuk yakin dia akan jaga rahasia.. Sudah gak papa nanti biar ibuk yang bicara" ucap sulikah pelan, dari nada suara itu dirgo tahu ada ketakutan besar disana.
"aku harus melakukan sesuatu" pikir dirgo, ia menghempaskan pantatnya di kursi di sudut dapur, terdiam dan berpikir keras.
===x=x=x===
Dirgo membuntuti ibunya yang membawa kopi untuk suami dan kedua tamunya, ia tak ikut duduk di ruang tamu, dirgo berjalan ke luar rumah dan memperhatikan buleknya dari jendela kaca.
"silahkan diminum dek jarwo, dek likah mumpung masi panas" kata ibu dirgo mempersilahkan kedua tamunya sembari duduk di samping suaminya.
"mbakyu ini repot repot saja, saya gak lama lama, lha simbok sudah pikun takutnya gak ada orang malah kluyuran kemana mana" jelas jarwo pada kakak iparnya dan simbok yang dimaksud adalah ibu jarwo yang memang sudah berumur 90 thn.
"tapi ya dihabiskan dulu dek, ayo dek likah kok diam saja dari tadi"
"iya mbakyu, kepikiran simbok terus dari tadi" ucap sulikah beralasan, padahal sejak kejadian yang dilihatnya tadi, pikiranya masih kacau, sungguh dia tak menyangka kakaknya melakukan hal tabu dan menjijikan itu.
"mbakyu Atikah, kang darsono saya minta pamit dulu, gak enak ninggalin simbok sendiri" ucap jarwo ketika kopi yang dihidangkan kakaknya itu telah habis.
"eh iya, hati hati di jalan, likah mbok ya sering sering dolan kemari, mbakyumu itu gak punya teman kalo siang hari, dirgo kerjanya keluyuran saja" kata darsono pada kedua tamunya.
"iya kapan kapan saja kang, aku malah gak punya teman di rumah, pamit dulu kang dar, mbak Atikah"
darsono dan istrinya mengantar kedua tamunya sampai di halaman dimana sepeda motornya di parkir di situ.
"loh.. Bannya kok kempes dek jarwo" ucap darsono, jarwo yang sudah naik buru buru turun dari motor dan memijit ban depan motornya.
"waduh iya kang, kecoblos paku ini masih nancap pakunya, waduh piye iki kang.."
"ditambal dulu dek jarwo, di tempat kang guno"
"lha simbok ini kang, yang jadi pikiranku, tadi juga lupa pintu gak tak kunci" kata jarwo kuatir sambil berpandangan dengan istrinya yang kelihatan jengkel dengan kejadian itu.
"bagaimana kalau bulek saya antar dulu lek jarwo" tawar dirgo yang sedari tadi duduk diam memperhatikan dari sudut gelap teras rumahnya.
"kamu gak repot ta go" tanya jarwo pd ponakanya.
"gak pak lek" jawab dirgo singkat sambil menurunkan motornya yang diparkir di teras.
"ayo bulek, kasian simbok sendirian di rumah."
"gak papa to pak, tak tinggal dulu" kata sulikah pada suaminya.
"gak pa pa nanti biar ku tambal dulu di tempat kang guno,"
"ya sudah saya pamit dulu mbak Atikah, kang dar"
"iya hati hati"
motor dirgo berjalan pelan di jalanan desa itu, sudah hampir 1 km dan mereka hanya diam, jalan kecil di tengah sawah itu tampak temaram dengan penerangan bulan sabit, dirgo nampak gelisah sedari tadi, ingin bicara tapi bingung mulai darimana.
"bulek.." ucap joko cukup keras agar terdengar oleh wanita yang diboncengnya.
Tak ada sahutan, hanya gerakan tubuh yang gelisah dari wanita di boncengnya.
"bulek jangan bilang bapak ya" ucap joko agak keras.
Tetap tak ada sahutan.
Sulikah sendiri sebenarnya jelas mendengar tapi dia sendiri gundah harus bersikap bagaimana. Atikah kakak kandung satu satunya yang sangat ia sayangi tapi perbuatanya selingkuh dengan anak kandungnya sungguh tak dapat diterimanya, apalagi saat itu dirjo menjilati vagina kakaknya, saru, tabu, memalukan, tapi aneh bayangan itu begitu lekat di pikiranya, mungkin karena seumur hidup suaminya tak pernah melakukan itu.
"bagaimana rasanya?" pikir sulikah, ada rasa hangat dalam tubuh sulikah mengingat kejadian yang begitu tabu di dapur kakaknya tadi.
"gila.. Memalukan saja" pikir sulikah, tapi tak dapat dipungkirinya ada sesuatu yang asing dan liar muncul dalam dirinya, sampai akhirnya motor itu tiba tiba berhenti.
Sulikah tersadar, ini bukan berhenti di rumahnya, tempat itu gelap di kiri kanan hanya semak belukar dan motor yang dinaikinya kini berhenti di tengah tanah lapang 4x4 meter dengan semak semak tinggi di sekelilingnya.
"kita di.. dimana go?" tanya sulikah gemetar, tanganya mencengkram bahu dirgo kuat-kuat.
Dirgo tersenyum misterius, semua sudah direncanakanya sejak dari rumah tadi. Dari mencoblos ban motor sampai mengantar bulek likah naik motornya, kalau memang bulek likah tadi bisa diajak bicara, tak akan dirgo membawa buleknya ke tempat ini, tempat yang jauh dari rumah penduduk, tempat di tengah sawah yang tak pernah digarap pemiliknya, tempat dimana ia dan teman temanya bersembunyi untuk coba coba minum minuman keras.
"dirgo ini dimana, kamu jangan macam macam!! Antar bulek pulang !!" jerit sulikah jengkel dan takut sambil mengguncang bahu ponakanya yang masih duduk di sepeda motor.
Dirgo tak menjawab dengan santai ia turun, dan melepaskan cengkraman tangan buleknya di bahunya.
"salah sendiri, kenapa tadi bulek diam saja, bulek kan pasti dengar ucapan dirgo" ucap dirgo tenang, berdiri di samping motornya sambil memandang bulan sabit yang bersinar redup.
"i.. I.. Iya bulek dengar, bulek akan jaga rahasia kamu dan ibumu" ucap sulikah gemetar, dia buru buru ikut turun dan memeluk lengan dirgo erat erat.
"apa jaminannya kalo bulek bohong" bisik dirgo di telinga sulikah yang tertutup kerudung, perlahan ia lepaskan lengannya dan memeluk sulikah dari belakang.
"dirgo kamu.. kamu jangan kurang ajar aku bulikmu nak" ucap sulikah parau.
"memang kenapa bulek? Dirgo saja bersetubuh dengan ibu, kakakmu itu"
"dirgo jangan.. Atau aku akan berteriak" sulikah gemetar, tanganya menahan jari jari dirgo yang kini bergerak mengusap usap susunya.
"teriak saja, gak akan ada yang dengar.. Maaf bulik dirgo harus lakuin ini sebagai jaminan agar bulik jaga rahasia"
"jangan dirgo, bu.. Bulik janji akan jaga rahasiamu"
"dirgo juga gak akan memaksa bulik kalo gak mau, kita akan disini semalaman sampai bulik mau, mungkin sampai lek jarwo menemukan kita berduaan disini." ucap dirgo pelan.
Sulikah terdiam, otak takutnya berusaha mencerna apa yang baru saja dikatakan ponakanya. Sulikah tersudut, smakin lama disini semakin besar kmungkinan suaminya tau dan itu adalah masalah lagi.
"baiklah ayo cepat lakukan anak setan!" ucap sulikah ketus.
Dirgo terpana melihat adik ibu kandungnya berdiri di depanya dengan menggulung roknya hingga ke perut, paha mulus putih itu seakan bersinar tertimpa cahaya bulan.
"jangan terburu buru bulek, tambal bannya kan jauh, waktu kita masih lama" ucap dirgo menenangkan buleknya.
Memang rumah kang Guno tukang tambal ban itu cukup jauh dari rumah dirgo, akan butuh setengah jam jika berjalan kaki.
Dirgo memeluk sulikah dari belakang tanganya menyusuri halus paha buliknya dan rimbunan rambut yang tumbuh di selangkangan itu.
"bulek masih ingat kan posisi dirgo dan ibuk di dapur tadi, tapi bajunya di lepas dulu"
Sulikah tersentak, ia ingat betul kakaknya berdiri dengan kaki terpentang lebar, tubuhnya membungkuk dengan tangan bertumpu di meja dapur dan kepala anaknya berada diantara selangkanganya. Sulikah bergidik dan seperti tersihir perlahan ia melepas bajunya dan tanpa disuruh kutang dan kerudungnya juga dilepas.
Kini dia berdiri seperti bayi baru lahir tanpa sehelai benangpun. Dirgo yang sedang melepas celananya melongo mupeng melihat aksi buliknya yang tak terduga, tanpa disuruh kontol berbulunya langsung tegak berdiri, buru buru ia melepas celananya sementara buleknya telah memosisikan tubuhnya persis dengan posisi ibunya di dapur tadi bedanya tanganya bertumpu di jok sepeda motor.
"jangan buru buru bulek" dirgo menciumi punggung buliknya yang putih di temaram cahaya bulan, tangannya menjangkau susu sulikah yang menggantung bebas, tak sebesar susu ibunya tapi lebih kenyal dan padat.
Sulikah menggelinjang, cumbuan ini terasa asing, aneh, menakutkan tapi perlahan remasan lembut di susunya, lidah basah dan hangat di punggungnya membawanya dalam pusaran birahi yang misterius.
"cepat go.. Bulek takut" bisik sulikah lirih dan parau.
Dirgo tak terlalu menggubris ketakutan buliknya, tubuh buliknya yang mulus itu diciuminya dengan rakus jari jarinya kini mulai asik merayapi vagina buleknya, vagina yang belum pernah terlewati jabang bayi, vagina yang begitu gemuk dan tebal dengan jembut yang terpotong rapi, dirgo menguak lobang nikmat itu dan ia tersenyum menang, lobang itu telah basah kuyup, perlahan ia merosot dan kini mulutnya telah siap di depan selangkangan sulikah.
"jangan macem macem go.. Cepetan.. Auuh.. Jorok kamu nak.. Itu kotor.. Ohhh.. Ssstt" sulikah laksana tersengat listrik ketika lidah dirgo melumat itilnya dalam jilatan dalam dan panjang.
"oucch begini rasanya.. Anak setan pantesan ibukmu mau.. Ouhh enaknya.. Jangan jangan disedot itilku., auuhh ampun enaknyahh.." sulikah menceracau tak karuan.
Perempuan desa yang tak pernah merasakan oral seks itu kini telah lupa bahwa tadi dia menolak dan mengutuk perbuatan itu. Dirgo pun semakin bersemangat mengerjai vagina buliknya, dua jarinya kini keluar masuk di lubang nikmat itu, sementara lidahnya menjilati itil yang semakin bengkak mengeras.
"ohhh.. Kamu apain bulek go.. Aduuuhh enaknya.. Jangannh.. Jangannh.. Disedot lagi.. Ampunn go.. Bulek keluarr.. Ouuuhhh" desah sulikah
Dirgo merasakan getaran hebat di paha buleknya kepalanya dijepit dengan kuat oleh kedua paha itu, dirgo gelagapan tak bisa bernafas, tapi ia bertahan dengan menghisap kuat itil bengkak buliknya untuk memaksimalkan orgasme yang dirasakan buleknya.
Sulikah menggelepar seperti ayam disembelih, vaginanya berkedut ribut menyemprotkan cairan yang mengalir melalui jari jari dirgo. Tubuh mulus itu kini lemas telungkup diatas jok motor. Dirgo bangkit dari jepitan paha buleknya, sejenak ditunggunya agar badai orgasme buliknya mereda. Setelah yakin buleknya siap pun memposisikan kontolnya di lobang basah itu.
"sleep.."
Sulikah merasakan kontol dirgo memasuki dirinya,
"besarnya pasti sama dengan punya kang jarwo," pikir sulikah, tapi tunggu dulu..
Kontol itu sangat panjang hingga menjangkau bagian yang belum pernah di jelajahi kontol suaminya dan ada rasa yang geli sekali begitu kontol itu mulai bergerak keluar masuk.
"ouuuhc geli.. Geli.. Aduuh.. Enak tenan kontolmu le.. Teruss.. Ouhh"
sulikah sudah lupa penolakanya tadi, mulutnya menceracau dengan kata kata kotor yang dalam sehari hari tak pernah terucapkan, dirgo takjub dengan perubahan pada buliknya ini.. Ia pun semakin bersemangat memompa vagina buliknya yang rapat menggigit.
"uenak’e tempekmu lek.. Ouhh"
"terus go.. Yang dalem.. Entot bulek ya.. Itu.. Terus yang kenceng bulek mau keluar.. Ouuuhh"
Dirgo merasakan kedutan di vagina buleknya makin liar dan seiring lenguhan panjang dari mulut buleknya vagina itu berkedut cepat, dan menyedotnya kuat disertai guyuran kental hangat yang menyirami kepala kontolnya, dirgo menggeram panjang, menancapkan kontolnya dalam dalam dan membombardir rahim buleknya dengan rudal rudal sperma miliknya, iapun jatuh tertelungkup memeluk buleknya diatas motor itu.
"ayo kita pulang" bisik sulikah pelan
dirgo bangkit, kontolnya yang telah layu perlahan dicabutnya, ada aliran cairan putih ikut keluar bersamanya. Sulikah dengan cepat memakai bajunya, dan ketika tinggal memakai kerudung motor itu juga sudah dinyalakan.
Sepanjang perjalanan mereka hanya diam, tapi dirgo lega tubuh buleknya menempel erat di punggungnya, beda sekali dengan ketika berangkat jangankan menempel berpegangan saja tidak.
Rumah itu sepi sekali ketika dirgo menghentikan motor di halaman. Sulikah turun ada kesan canggung ketika ia harus berdiri berhadapan dengan dirgo.
"kamu langsung pulang saja ya go" ucap sulikah pelan sambil menunduk, entah mengapa sekarang ia merasa malu sekali seperti abg yang baru mengenal pacaran.
"dirgo ini dimana, kamu jangan macam macam!! Antar bulek pulang !!" jerit sulikah jengkel dan takut sambil mengguncang bahu ponakanya yang masih duduk di sepeda motor.
Dirgo tak menjawab dengan santai ia turun, dan melepaskan cengkraman tangan buleknya di bahunya.
"salah sendiri, kenapa tadi bulek diam saja, bulek kan pasti dengar ucapan dirgo" ucap dirgo tenang, berdiri di samping motornya sambil memandang bulan sabit yang bersinar redup.
"i.. I.. Iya bulek dengar, bulek akan jaga rahasia kamu dan ibumu" ucap sulikah gemetar, dia buru buru ikut turun dan memeluk lengan dirgo erat erat.
"apa jaminannya kalo bulek bohong" bisik dirgo di telinga sulikah yang tertutup kerudung, perlahan ia lepaskan lengannya dan memeluk sulikah dari belakang.
"dirgo kamu.. kamu jangan kurang ajar aku bulikmu nak" ucap sulikah parau.
"memang kenapa bulek? Dirgo saja bersetubuh dengan ibu, kakakmu itu"
"dirgo jangan.. Atau aku akan berteriak" sulikah gemetar, tanganya menahan jari jari dirgo yang kini bergerak mengusap usap susunya.
"teriak saja, gak akan ada yang dengar.. Maaf bulik dirgo harus lakuin ini sebagai jaminan agar bulik jaga rahasia"
"jangan dirgo, bu.. Bulik janji akan jaga rahasiamu"
"dirgo juga gak akan memaksa bulik kalo gak mau, kita akan disini semalaman sampai bulik mau, mungkin sampai lek jarwo menemukan kita berduaan disini." ucap dirgo pelan.
Sulikah terdiam, otak takutnya berusaha mencerna apa yang baru saja dikatakan ponakanya. Sulikah tersudut, smakin lama disini semakin besar kmungkinan suaminya tau dan itu adalah masalah lagi.
"baiklah ayo cepat lakukan anak setan!" ucap sulikah ketus.
Dirgo terpana melihat adik ibu kandungnya berdiri di depanya dengan menggulung roknya hingga ke perut, paha mulus putih itu seakan bersinar tertimpa cahaya bulan.
"jangan terburu buru bulek, tambal bannya kan jauh, waktu kita masih lama" ucap dirgo menenangkan buleknya.
Memang rumah kang Guno tukang tambal ban itu cukup jauh dari rumah dirgo, akan butuh setengah jam jika berjalan kaki.
Dirgo memeluk sulikah dari belakang tanganya menyusuri halus paha buliknya dan rimbunan rambut yang tumbuh di selangkangan itu.
"bulek masih ingat kan posisi dirgo dan ibuk di dapur tadi, tapi bajunya di lepas dulu"
Sulikah tersentak, ia ingat betul kakaknya berdiri dengan kaki terpentang lebar, tubuhnya membungkuk dengan tangan bertumpu di meja dapur dan kepala anaknya berada diantara selangkanganya. Sulikah bergidik dan seperti tersihir perlahan ia melepas bajunya dan tanpa disuruh kutang dan kerudungnya juga dilepas.
Kini dia berdiri seperti bayi baru lahir tanpa sehelai benangpun. Dirgo yang sedang melepas celananya melongo mupeng melihat aksi buliknya yang tak terduga, tanpa disuruh kontol berbulunya langsung tegak berdiri, buru buru ia melepas celananya sementara buleknya telah memosisikan tubuhnya persis dengan posisi ibunya di dapur tadi bedanya tanganya bertumpu di jok sepeda motor.
"jangan buru buru bulek" dirgo menciumi punggung buliknya yang putih di temaram cahaya bulan, tangannya menjangkau susu sulikah yang menggantung bebas, tak sebesar susu ibunya tapi lebih kenyal dan padat.
Sulikah menggelinjang, cumbuan ini terasa asing, aneh, menakutkan tapi perlahan remasan lembut di susunya, lidah basah dan hangat di punggungnya membawanya dalam pusaran birahi yang misterius.
"cepat go.. Bulek takut" bisik sulikah lirih dan parau.
Dirgo tak terlalu menggubris ketakutan buliknya, tubuh buliknya yang mulus itu diciuminya dengan rakus jari jarinya kini mulai asik merayapi vagina buleknya, vagina yang belum pernah terlewati jabang bayi, vagina yang begitu gemuk dan tebal dengan jembut yang terpotong rapi, dirgo menguak lobang nikmat itu dan ia tersenyum menang, lobang itu telah basah kuyup, perlahan ia merosot dan kini mulutnya telah siap di depan selangkangan sulikah.
"jangan macem macem go.. Cepetan.. Auuh.. Jorok kamu nak.. Itu kotor.. Ohhh.. Ssstt" sulikah laksana tersengat listrik ketika lidah dirgo melumat itilnya dalam jilatan dalam dan panjang.
"oucch begini rasanya.. Anak setan pantesan ibukmu mau.. Ouhh enaknya.. Jangan jangan disedot itilku., auuhh ampun enaknyahh.." sulikah menceracau tak karuan.
Perempuan desa yang tak pernah merasakan oral seks itu kini telah lupa bahwa tadi dia menolak dan mengutuk perbuatan itu. Dirgo pun semakin bersemangat mengerjai vagina buliknya, dua jarinya kini keluar masuk di lubang nikmat itu, sementara lidahnya menjilati itil yang semakin bengkak mengeras.
"ohhh.. Kamu apain bulek go.. Aduuuhh enaknya.. Jangannh.. Jangannh.. Disedot lagi.. Ampunn go.. Bulek keluarr.. Ouuuhhh" desah sulikah
Dirgo merasakan getaran hebat di paha buleknya kepalanya dijepit dengan kuat oleh kedua paha itu, dirgo gelagapan tak bisa bernafas, tapi ia bertahan dengan menghisap kuat itil bengkak buliknya untuk memaksimalkan orgasme yang dirasakan buleknya.
Sulikah menggelepar seperti ayam disembelih, vaginanya berkedut ribut menyemprotkan cairan yang mengalir melalui jari jari dirgo. Tubuh mulus itu kini lemas telungkup diatas jok motor. Dirgo bangkit dari jepitan paha buleknya, sejenak ditunggunya agar badai orgasme buliknya mereda. Setelah yakin buleknya siap pun memposisikan kontolnya di lobang basah itu.
"sleep.."
Sulikah merasakan kontol dirgo memasuki dirinya,
"besarnya pasti sama dengan punya kang jarwo," pikir sulikah, tapi tunggu dulu..
Kontol itu sangat panjang hingga menjangkau bagian yang belum pernah di jelajahi kontol suaminya dan ada rasa yang geli sekali begitu kontol itu mulai bergerak keluar masuk.
"ouuuhc geli.. Geli.. Aduuh.. Enak tenan kontolmu le.. Teruss.. Ouhh"
sulikah sudah lupa penolakanya tadi, mulutnya menceracau dengan kata kata kotor yang dalam sehari hari tak pernah terucapkan, dirgo takjub dengan perubahan pada buliknya ini.. Ia pun semakin bersemangat memompa vagina buliknya yang rapat menggigit.
"uenak’e tempekmu lek.. Ouhh"
"terus go.. Yang dalem.. Entot bulek ya.. Itu.. Terus yang kenceng bulek mau keluar.. Ouuuhh"
Dirgo merasakan kedutan di vagina buleknya makin liar dan seiring lenguhan panjang dari mulut buleknya vagina itu berkedut cepat, dan menyedotnya kuat disertai guyuran kental hangat yang menyirami kepala kontolnya, dirgo menggeram panjang, menancapkan kontolnya dalam dalam dan membombardir rahim buleknya dengan rudal rudal sperma miliknya, iapun jatuh tertelungkup memeluk buleknya diatas motor itu.
"ayo kita pulang" bisik sulikah pelan
dirgo bangkit, kontolnya yang telah layu perlahan dicabutnya, ada aliran cairan putih ikut keluar bersamanya. Sulikah dengan cepat memakai bajunya, dan ketika tinggal memakai kerudung motor itu juga sudah dinyalakan.
Sepanjang perjalanan mereka hanya diam, tapi dirgo lega tubuh buleknya menempel erat di punggungnya, beda sekali dengan ketika berangkat jangankan menempel berpegangan saja tidak.
Rumah itu sepi sekali ketika dirgo menghentikan motor di halaman. Sulikah turun ada kesan canggung ketika ia harus berdiri berhadapan dengan dirgo.
"kamu langsung pulang saja ya go" ucap sulikah pelan sambil menunduk, entah mengapa sekarang ia merasa malu sekali seperti abg yang baru mengenal pacaran.
"iya bulek, makasih ya" dirgo memutar motornya ia pun tak mau dalam suasana canggung terlalu lama.
Bulan sabit menerangi jalan desa itu, ketika akan keluar dari batas desa dirgo melihat kerlip cahaya lampu motor di kejauhan, dirgo berhenti dan bersembunyi dibalik gelap rimbunya pohon, dan tak lama lek jarwo suami sulikah melintas. Bulan sabit masih bersinar, dirgo melanjutkan perjalanan dengan riang dan bersenandung..
’ aku anak sehat, tubuhku kuat’
’ karena ibuku rajin dan cermat’
’ semasa aku bayi, selalu diberi ASI, hingga gede gini’
"masih suka ASI"
*********
Dirgo melemparkan tas sekolahnya di ranjang, melepas sepatu dan melemparnya ke pojokan kamarnya. Diluar panas menyengat dan Dirgo pulang sekolah dengan muka merah terpanggang matahari, bergegas ia mengganti seragam yang dipakainya dengan baju rumah, kaos dan celana pendek berkolor ijo. Tak ada siapa siapa di rumah, Dirgo ke kamar ibunya, kosong, dan tak sengaja matanya terantuk pada daster yang tergeletak di atas kasur, Dirgo mengambilnya,
"emm wangi, habis dicuci nih.."
"Kamu wes maem go?" suara Atikah ibunya terdengar dari luar kamar dirgo.
"Belum buk" jawab Dirgo sambil keluar dari kamarnya
Dilihatnya ibunya sedang meletakan rantang di meja makan, rupanya baru pulang mengantar makanan untuk bapaknya yang sedang nyangkul di sawah, wajahnya juga merah terbakar matahari. Atikah melepas kerudungnya, rambutnya sedikit berantakan membuatnya ia harus mengikat rambutnya.
"Kenapa go?" tanya Atikah yang merasa diperhatikan.
"gak pa pa." jawab dirgo singkat "ibuk napa gak ganti baju kalau sumuk."
"Iya nanti saja habis makan, ayo makan dulu." ajak Atikah.
Dirgo menghempaskan pantatnya di kursi menunggu ibunya mengambilkan nasi, dan tak lama sepiring nasi dengan sayur asem dan lauk ikan lele sudah ada dihadapanya, tanpa menunggu lagi Dirgo segera menyantapnya.
"Bulekmu smalam gak tanya apa apa go?" tanya Atikah di sela sela makan.
Dirgo diam sejenak tak menjawab, ia masih bingung haruskah berterus terang atau bohong tentang kejadian ia dan bulek Likah.
"Ibuk gak usah kuatir bulek dah janji gak akan bilang siapa siapa."
"Dia bilang gitu smalem?" tanya Atikah setengah tak percaya
Bagaimanapun hubungan dirgo denganya adalah tabu, melanggar norma, mungkin akan diarak massa keliling kampung dan diusir kalau sampai tersiar keluar, dan mendadak Atikah dicekam ketakutan. Bulu kuduknya meremang membayangkan telanjang diarak keliling kampung dan setiap orang akan meludahinya.
"Kamu yakin bulekmu bisa jaga rahasia go?" tanya Atikah lagi, suaranya bergetar cemas.
"Dirgo yakin buk, tenang aja." jawab dirgo santai.
"Tenang gimana go.. Kalau sampai orang lain tau kita bisa dimassa, diarak keliling kampung, diusir.."
Dirgo memandang ibunya, ada ketakutan besar di mata bening itu, wajah cantik itu terlihat pucat. Dirgo trenyuh ia bangkit dan memeluk ibunya dari belakang, mencium pipi kananya yang halus.
"Ibuk percaya sama Dirgo, semua baik baik saja kok, bulek Likah gak akan bilang siapa siapa." bisiknya di telinga ibunya.
"Ibuk takut Go.."
"Percaya sama Dirgo buk, lagian kalo ada apa apa kita minggat aja buk, ke daerah lain, ke tempat dimana kita tak dikenal, kita menikah, aku cinta kamu buk ."
"Tak semudah itu Go.. Apa yang kamu lakukan, sampai kamu yakin bulekmu akan tutup mulut?" Atikah menggenggam jari Dirgo yang mulai bermain di susunya.
"Ibuk jangan marah ya, janji?"
Atikah mengangguk pelan.
"Begini buk, smalam kan dirgo yang ngantar.."
Dirgo lalu menceritakan semua kejadian semalam, ibunya mendengar dengan sungguh sungguh semua cerita dirgo, terlihat bibirnya tersenyum ketika Dirgo menceritakan adegan ngentot dengan adiknya.
"Bocah kurang ajar, ibukmu sendiri dientot masih kurang juga bulek sendiri juga dientot ." ucap Atikah gemes sambil mencubit paha dirgo setelah mendengar semua cerita anaknya.
"Nyubitnya atas dikit lagi dong.." ucap Dirgo menggoda sembari jemarinya meremasi susu ibunya.
"Sudah ah.. Ibu mau beresin piring piring kotor ini." ucap Atikah, ia menggelinjang geli karena lidah dirgo menyapu lobang telinganya.
"sudah Go.." ucap Atikah lagi tanganya menggenggam jari dirgo yang sejak tadi bermain main di dadanya.
"Biar Dirgo yang nyuci piring buk.. Ibuk ganti baju.. jangan pake daleman yah.. Oiya.. daster ibuk di kamarku.." Dirgo dengan cepat membereskan meja makan dan membawanya ke belakang, mencucinya dan menyusunnya di rak setelah semua bersih.
"Suka ya kalo ibuk pakek kaya gini.." tanya ibunya sambil berdiri diambang pintu dapur.
Dirgo menoleh takjub, ibunya berdiri disitu, rambut hitamnya terurai, bibirnya merah bergincu tipis, ia memakai daster yang cukup ketat warna hijau yang mencetak bulatan sempurna susu montoknya dengan puting yang menonjol mungil di bulatan itu.
"kok malah bengong, kamu kan yang motong daster ibuk.." ucap Atikah menggoda, jarinya pelan mengangkat sedikit bagian bawah dasternya, sedikit.. Tapi itu sudah cukup untuk menampilkan rimbun jembutnya yang terpotong rapi.
"Kok malah bengong, ibuk mau nonton tv aja dech.." ujar Atikah sambil melenggang pergi, dalam hatinya tersanjung melihat respon terpesona dari anaknya.
Dirgo tersadar, buru buru ia mengusap ilernya, mengelap tanganya yang basah dan menutup pintu belakang. Setengah berlari ia ke ruang tengah sambil memegangi burungnya, karena memang gak nyaman berjalan cepat tanpa cd dengan burung tegang yang membuat kepalanya tergesek gesek dengan kain kolor, ngilu.
Ibunya duduk di sofa ruang tengahnya menonton tv, punggung tegak, kaki rapat dan tanganya memegangi ujung dasternya berusaha menutupi mulus pahanya yang terbuka. Dirgo duduk di sebelah ibunya tanpa berkata kata, rasanya aneh situasi itu, ia hanya diam mengagumi paha mulus ibunya, menunggu undangan dari ibunya untuk berbuat lebih jauh.
"Buk.." ucap Dirgo pelan.
"hemmm," Atikah hanya menggumam.
"Aku ngaceng.." ucap Dirgo polos berterus terang.
Atikah melirik selangkangan anaknya, ada tenda tinggi disitu. Tanganya menjangkau dan memberi remasan remasan lembut di batang itu.
"Enak kalo diginiin?"
Dirgo mengangguk, ia melorot kolornya dan kini kontolnya menjulang tinggi,
Atikah tersenyum kagum melihat kontol anaknya, kembali diremas remasnya lembut dan urutan urutan halus disepanjang batang itu. Dirgo bersandar melek merem menikmati lembut jari jari ibunya. Atikah sendiri sangat menikmati mengocok kontol anaknya, panjang dan urat uratnya yang menonjol begitu mantap dan menggairahkan apalagi itu adalah kontol anak kandungnya, sensasinya membuat vaginanya basah.
"Buk.. diemut dong kontol Dirgo" kata Dirgo tiba tiba.
"A.. Apa..?? Jangan aneh aneh nak.." jawab Atikah gugup.
"Kenapa buk..? kontol Dirgo bersih kok"
Atikah terdiam ia mengusap usap bekas luka di kontol anaknya yang kini ditumbuhi rambut halus.
"Ibuk gak bisa.. Gak pernah.." bisik Atikah lirih.
"Bapak gak pernah minta?" Atikah menggeleng, Dirgo memandang ibunya, disibaknya rambut hitam panjang itu agar wajah cantik itu bisa dilihatnya.
"Ibuk coba aja, belajar bentar nanti juga bisa" ucap Dirgo sambil mengusap usap leher ibunya.
"Gak usah ya nak.. Ibuk gak bisa.." jawab Atikah resah.
"Ayolah buk.. Coba, Dirgo kan sudah ngemut tempek ibuk,"
Dirgo menekan leher ibunya agar menunduk ke arah kontolnya, mula mula ada penolakan tapi akhirnya ibunya menurut dan perlahan mulutnya mendekati kepala botak kontol anaknya.
Bulan sabit menerangi jalan desa itu, ketika akan keluar dari batas desa dirgo melihat kerlip cahaya lampu motor di kejauhan, dirgo berhenti dan bersembunyi dibalik gelap rimbunya pohon, dan tak lama lek jarwo suami sulikah melintas. Bulan sabit masih bersinar, dirgo melanjutkan perjalanan dengan riang dan bersenandung..
’ aku anak sehat, tubuhku kuat’
’ karena ibuku rajin dan cermat’
’ semasa aku bayi, selalu diberi ASI, hingga gede gini’
"masih suka ASI"
*********
Dirgo melemparkan tas sekolahnya di ranjang, melepas sepatu dan melemparnya ke pojokan kamarnya. Diluar panas menyengat dan Dirgo pulang sekolah dengan muka merah terpanggang matahari, bergegas ia mengganti seragam yang dipakainya dengan baju rumah, kaos dan celana pendek berkolor ijo. Tak ada siapa siapa di rumah, Dirgo ke kamar ibunya, kosong, dan tak sengaja matanya terantuk pada daster yang tergeletak di atas kasur, Dirgo mengambilnya,
"emm wangi, habis dicuci nih.."
"Kamu wes maem go?" suara Atikah ibunya terdengar dari luar kamar dirgo.
"Belum buk" jawab Dirgo sambil keluar dari kamarnya
Dilihatnya ibunya sedang meletakan rantang di meja makan, rupanya baru pulang mengantar makanan untuk bapaknya yang sedang nyangkul di sawah, wajahnya juga merah terbakar matahari. Atikah melepas kerudungnya, rambutnya sedikit berantakan membuatnya ia harus mengikat rambutnya.
"Kenapa go?" tanya Atikah yang merasa diperhatikan.
"gak pa pa." jawab dirgo singkat "ibuk napa gak ganti baju kalau sumuk."
"Iya nanti saja habis makan, ayo makan dulu." ajak Atikah.
Dirgo menghempaskan pantatnya di kursi menunggu ibunya mengambilkan nasi, dan tak lama sepiring nasi dengan sayur asem dan lauk ikan lele sudah ada dihadapanya, tanpa menunggu lagi Dirgo segera menyantapnya.
"Bulekmu smalam gak tanya apa apa go?" tanya Atikah di sela sela makan.
Dirgo diam sejenak tak menjawab, ia masih bingung haruskah berterus terang atau bohong tentang kejadian ia dan bulek Likah.
"Ibuk gak usah kuatir bulek dah janji gak akan bilang siapa siapa."
"Dia bilang gitu smalem?" tanya Atikah setengah tak percaya
Bagaimanapun hubungan dirgo denganya adalah tabu, melanggar norma, mungkin akan diarak massa keliling kampung dan diusir kalau sampai tersiar keluar, dan mendadak Atikah dicekam ketakutan. Bulu kuduknya meremang membayangkan telanjang diarak keliling kampung dan setiap orang akan meludahinya.
"Kamu yakin bulekmu bisa jaga rahasia go?" tanya Atikah lagi, suaranya bergetar cemas.
"Dirgo yakin buk, tenang aja." jawab dirgo santai.
"Tenang gimana go.. Kalau sampai orang lain tau kita bisa dimassa, diarak keliling kampung, diusir.."
Dirgo memandang ibunya, ada ketakutan besar di mata bening itu, wajah cantik itu terlihat pucat. Dirgo trenyuh ia bangkit dan memeluk ibunya dari belakang, mencium pipi kananya yang halus.
"Ibuk percaya sama Dirgo, semua baik baik saja kok, bulek Likah gak akan bilang siapa siapa." bisiknya di telinga ibunya.
"Ibuk takut Go.."
"Percaya sama Dirgo buk, lagian kalo ada apa apa kita minggat aja buk, ke daerah lain, ke tempat dimana kita tak dikenal, kita menikah, aku cinta kamu buk ."
"Tak semudah itu Go.. Apa yang kamu lakukan, sampai kamu yakin bulekmu akan tutup mulut?" Atikah menggenggam jari Dirgo yang mulai bermain di susunya.
"Ibuk jangan marah ya, janji?"
Atikah mengangguk pelan.
"Begini buk, smalam kan dirgo yang ngantar.."
Dirgo lalu menceritakan semua kejadian semalam, ibunya mendengar dengan sungguh sungguh semua cerita dirgo, terlihat bibirnya tersenyum ketika Dirgo menceritakan adegan ngentot dengan adiknya.
"Bocah kurang ajar, ibukmu sendiri dientot masih kurang juga bulek sendiri juga dientot ." ucap Atikah gemes sambil mencubit paha dirgo setelah mendengar semua cerita anaknya.
"Nyubitnya atas dikit lagi dong.." ucap Dirgo menggoda sembari jemarinya meremasi susu ibunya.
"Sudah ah.. Ibu mau beresin piring piring kotor ini." ucap Atikah, ia menggelinjang geli karena lidah dirgo menyapu lobang telinganya.
"sudah Go.." ucap Atikah lagi tanganya menggenggam jari dirgo yang sejak tadi bermain main di dadanya.
"Biar Dirgo yang nyuci piring buk.. Ibuk ganti baju.. jangan pake daleman yah.. Oiya.. daster ibuk di kamarku.." Dirgo dengan cepat membereskan meja makan dan membawanya ke belakang, mencucinya dan menyusunnya di rak setelah semua bersih.
"Suka ya kalo ibuk pakek kaya gini.." tanya ibunya sambil berdiri diambang pintu dapur.
Dirgo menoleh takjub, ibunya berdiri disitu, rambut hitamnya terurai, bibirnya merah bergincu tipis, ia memakai daster yang cukup ketat warna hijau yang mencetak bulatan sempurna susu montoknya dengan puting yang menonjol mungil di bulatan itu.
"kok malah bengong, kamu kan yang motong daster ibuk.." ucap Atikah menggoda, jarinya pelan mengangkat sedikit bagian bawah dasternya, sedikit.. Tapi itu sudah cukup untuk menampilkan rimbun jembutnya yang terpotong rapi.
"Kok malah bengong, ibuk mau nonton tv aja dech.." ujar Atikah sambil melenggang pergi, dalam hatinya tersanjung melihat respon terpesona dari anaknya.
Dirgo tersadar, buru buru ia mengusap ilernya, mengelap tanganya yang basah dan menutup pintu belakang. Setengah berlari ia ke ruang tengah sambil memegangi burungnya, karena memang gak nyaman berjalan cepat tanpa cd dengan burung tegang yang membuat kepalanya tergesek gesek dengan kain kolor, ngilu.
Ibunya duduk di sofa ruang tengahnya menonton tv, punggung tegak, kaki rapat dan tanganya memegangi ujung dasternya berusaha menutupi mulus pahanya yang terbuka. Dirgo duduk di sebelah ibunya tanpa berkata kata, rasanya aneh situasi itu, ia hanya diam mengagumi paha mulus ibunya, menunggu undangan dari ibunya untuk berbuat lebih jauh.
"Buk.." ucap Dirgo pelan.
"hemmm," Atikah hanya menggumam.
"Aku ngaceng.." ucap Dirgo polos berterus terang.
Atikah melirik selangkangan anaknya, ada tenda tinggi disitu. Tanganya menjangkau dan memberi remasan remasan lembut di batang itu.
"Enak kalo diginiin?"
Dirgo mengangguk, ia melorot kolornya dan kini kontolnya menjulang tinggi,
Atikah tersenyum kagum melihat kontol anaknya, kembali diremas remasnya lembut dan urutan urutan halus disepanjang batang itu. Dirgo bersandar melek merem menikmati lembut jari jari ibunya. Atikah sendiri sangat menikmati mengocok kontol anaknya, panjang dan urat uratnya yang menonjol begitu mantap dan menggairahkan apalagi itu adalah kontol anak kandungnya, sensasinya membuat vaginanya basah.
"Buk.. diemut dong kontol Dirgo" kata Dirgo tiba tiba.
"A.. Apa..?? Jangan aneh aneh nak.." jawab Atikah gugup.
"Kenapa buk..? kontol Dirgo bersih kok"
Atikah terdiam ia mengusap usap bekas luka di kontol anaknya yang kini ditumbuhi rambut halus.
"Ibuk gak bisa.. Gak pernah.." bisik Atikah lirih.
"Bapak gak pernah minta?" Atikah menggeleng, Dirgo memandang ibunya, disibaknya rambut hitam panjang itu agar wajah cantik itu bisa dilihatnya.
"Ibuk coba aja, belajar bentar nanti juga bisa" ucap Dirgo sambil mengusap usap leher ibunya.
"Gak usah ya nak.. Ibuk gak bisa.." jawab Atikah resah.
"Ayolah buk.. Coba, Dirgo kan sudah ngemut tempek ibuk,"
Dirgo menekan leher ibunya agar menunduk ke arah kontolnya, mula mula ada penolakan tapi akhirnya ibunya menurut dan perlahan mulutnya mendekati kepala botak kontol anaknya.
Dirgo berdebar kencang melihat lebat rambut ibunya menutupi selangkanganya, merasakan hangat nafas ibunya yang memburu..
"Aduuh.. Hati hati buk jangan kena gigi,"
Atikah melepaskan kontol itu dan kembali duduk di kursi, tertunduk dan merasa bersalah.
"Kan sudah ibuk bilang nak, ibuk gak bisa," kata Atikah lirih.
Dirgo tersenyum merangkul leher ibunya dan mengacak acak rambutnya.
"Sebentar buk,"
Dirgo bangkit menuju kamarnya dan sekejap kemudian sudah kembali dengan Hp di tanganya. Ia membuka simpanan file videonya, memilih mp4 jepang dimana seorang cewek sedang asyik memberikan blowjob.
"Nah ibuk lakuin kayak gini," ucap Dirgo sambil menunjukan video itu ke ibunya.
"Iihhh.. ,"
Atikah sejenak malu melihat video itu, seumur umur ia tak pernah melihat semacam itu, Atikah hanya wanita desa, pendidikan juga cuma SD, desanya yang terpencil dipinggir hutan jauh dari jangkauan teknologi. Wanita di video itu begitu menikmati kontol yang diemutnya, Atikah terhanyut, ludahnya terasa mencair, ia melirik kontol anaknya.
"Bisa kan buk?" tanya Dirgo, ia merangkul pinggang ibunya dengan tangan kiri yang memegang hp, sementara tangan kananya dengan lembut meremas remas susu ibunya, terkadang juga memlintir puting ibunya yang telah mengeras.
"Ayo dong buk dicoba.." bisik Dirgo di telinga ibunya dan memberikan jilatan jilatan basah di lobang telinga itu.
Atikah menggelinjang geli, diambilnya hp ditangan Dirgo dan nampak asyik dengan adegan nyepong di video itu.
"suka ya buk?" tanya dirgo sambil mengelus puting ibunya yang mengacung keras.
"Sakiit.." rengek Atikah, dia kembali asik dengan hp di tanganya.
"Terus giliran Dirgo kapan?" bisik Dirgo lagi di telinga ibunya, tanganya mengusap usap jembut ibunya yang rimbun hitam, Atikah serta merta membuka pahanya agar jari Dirgo lebih leluasa mengakses vaginanya.
"Kamu dapat darimana ginian ini?" tanya Atikah lirih.
"Di internet banyak kok buk.." jawab Dirgo santai, jemarinya menyusuri lipatan di selangkangan ibunya yang ternyata sudah basah kuyup.
Atikah sendiri tidak tahu apa itu interne tapi ia enggan bertanya sekarang, jemarinya meraih kontol anaknya dan memberi urutan urutan lembut di batang tegang itu.
"Ayo buk.. Dicoba sekarang, ibuk duduk di bawah kayak film itu,"
Dirgo sudah tak sabar lagi, dengan sedikit tenaga ia membawa ibunya agar duduk bersimpuh di depanya. Atikah akhirnya menurut, duduk di lantai, tepat di depan mukanya menjulang tinggi kontol anaknya yang perkasa. Dengan lembut digenggamnya batang itu, tampak lendir bening keluar dari lubang kencingnya, ia mendongak memandang anaknya yang nampak tegang menunggu aksinya.
Ia menjilat cairan bening itu dengan mata tetap saling bertatapan, Dirgo mengerang, sensasi bahwa ibu kandungnya sedang menjilati batang kencingnya sungguh liar. Atikah sendiri berusaha menghayati persepongan itu, semua yang dilihatnya di film hp tadi sebisa mungkin ditirunya, dan rasanya tidak terlalu buruk bahkan Atikah suka dengan aroma dan rasa dari cairan pelumas anaknya.
"Enaknya buk.." erang Dirgo keenakan ketika kepala kontolnya diemut emut dan dihisap ibunya
jari jari Atikah menggenggam lembut kantung telur anaknya, kadang diusap, kadang diremasnya lembut, Dirgo kelojotan seumur umur baru kali ini kontolnya diemut demikian, hebatnya lagi yang ngemut adalah ibunya sendiri.
"aduh buk.. Enak banget.. Teruss.. Sedot buk.." erang Dirgo,
ibunya pun dengan senang hati menyedot kepala kontol Dirgo kemudian mengocok keluar masuk di mulutnya. Dirgo memejamkan matanya sambil bersandar di sofa.. Nikmat yang sangat berbeda dengan nikmat ngentot, apalagi ini..? Kantung telurnya terasa hangat basah..
Dirgo mengerang, ini terlalu nikmat semua cairan di tubuhnya seakan berkumpul mencari jalan keluar.
"Dirgo gak kuat buk.. Sedot.. Sedot kontol Dirgo buk.." Atikah melepaskan emutan di telur anaknya dan berpindah memasukkan batang kencing ke mulutnya, menghisap kepala nya dengan ribut dan kocokan cepat di batangnya.
"Ueenake buk.. Aku keluar.. Uhh.. Uhh.."
Atikah panik ketika tiba tiba mulutnya dihujani cairan kental panas, ia ingin menghindar tapi Dirgo memegangi belakang kepalanya. Atikah pasrah bertubi tubi mulutnya dibombardir rudal pejuh anaknya hingga sebagian meleleh di sela bibirnya dan menetes di lantai, Dirgo melepaskan ibunya ketika kejutan kejutan nikmatnya mereda, bersandar di sofa dengan ekspresi kepuasan, sementara itu Atikah masih terdiam dengan tatapan bingung dan mulut penuh pejuh anak kandungnya..
===x=x=x===
"Go.. Bangun he.. sudah sore.." suara itu cukup keras hingga membuat Dirgo membuka matanya yang masih terasa berat.
"Ayo bangun sudah jam 4, ayam ayam kamu beri makan dulu sekalian masukan kandang." lanjut bapak Dirgo yang masih berdiri di ambang pintu kamar
Darsono berlalu dari situ ketika melihat Dirgo sudah bangun dan dengan malas keluar kamarnya. Di dapur Dirgo melihat ibunya yang sedang merebus air. Atikah tersenyum melihat anaknya yang masih terlihat ngantuk berat.
"Ayo jangan malas gitu, nanti ibuk buatin kopi." ucap Atikah sambil mengelus rambut anaknya yang terlihat acak acakan.
Dirgo tersenyum kecil, melihat ibunya ngantuknya langsung sirna, teringat dengan kejadian tadi yang begitu nikmat.
"Aduuh.. Hati hati buk jangan kena gigi,"
Atikah melepaskan kontol itu dan kembali duduk di kursi, tertunduk dan merasa bersalah.
"Kan sudah ibuk bilang nak, ibuk gak bisa," kata Atikah lirih.
Dirgo tersenyum merangkul leher ibunya dan mengacak acak rambutnya.
"Sebentar buk,"
Dirgo bangkit menuju kamarnya dan sekejap kemudian sudah kembali dengan Hp di tanganya. Ia membuka simpanan file videonya, memilih mp4 jepang dimana seorang cewek sedang asyik memberikan blowjob.
"Nah ibuk lakuin kayak gini," ucap Dirgo sambil menunjukan video itu ke ibunya.
"Iihhh.. ,"
Atikah sejenak malu melihat video itu, seumur umur ia tak pernah melihat semacam itu, Atikah hanya wanita desa, pendidikan juga cuma SD, desanya yang terpencil dipinggir hutan jauh dari jangkauan teknologi. Wanita di video itu begitu menikmati kontol yang diemutnya, Atikah terhanyut, ludahnya terasa mencair, ia melirik kontol anaknya.
"Bisa kan buk?" tanya Dirgo, ia merangkul pinggang ibunya dengan tangan kiri yang memegang hp, sementara tangan kananya dengan lembut meremas remas susu ibunya, terkadang juga memlintir puting ibunya yang telah mengeras.
"Ayo dong buk dicoba.." bisik Dirgo di telinga ibunya dan memberikan jilatan jilatan basah di lobang telinga itu.
Atikah menggelinjang geli, diambilnya hp ditangan Dirgo dan nampak asyik dengan adegan nyepong di video itu.
"suka ya buk?" tanya dirgo sambil mengelus puting ibunya yang mengacung keras.
"Sakiit.." rengek Atikah, dia kembali asik dengan hp di tanganya.
"Terus giliran Dirgo kapan?" bisik Dirgo lagi di telinga ibunya, tanganya mengusap usap jembut ibunya yang rimbun hitam, Atikah serta merta membuka pahanya agar jari Dirgo lebih leluasa mengakses vaginanya.
"Kamu dapat darimana ginian ini?" tanya Atikah lirih.
"Di internet banyak kok buk.." jawab Dirgo santai, jemarinya menyusuri lipatan di selangkangan ibunya yang ternyata sudah basah kuyup.
Atikah sendiri tidak tahu apa itu interne tapi ia enggan bertanya sekarang, jemarinya meraih kontol anaknya dan memberi urutan urutan lembut di batang tegang itu.
"Ayo buk.. Dicoba sekarang, ibuk duduk di bawah kayak film itu,"
Dirgo sudah tak sabar lagi, dengan sedikit tenaga ia membawa ibunya agar duduk bersimpuh di depanya. Atikah akhirnya menurut, duduk di lantai, tepat di depan mukanya menjulang tinggi kontol anaknya yang perkasa. Dengan lembut digenggamnya batang itu, tampak lendir bening keluar dari lubang kencingnya, ia mendongak memandang anaknya yang nampak tegang menunggu aksinya.
Ia menjilat cairan bening itu dengan mata tetap saling bertatapan, Dirgo mengerang, sensasi bahwa ibu kandungnya sedang menjilati batang kencingnya sungguh liar. Atikah sendiri berusaha menghayati persepongan itu, semua yang dilihatnya di film hp tadi sebisa mungkin ditirunya, dan rasanya tidak terlalu buruk bahkan Atikah suka dengan aroma dan rasa dari cairan pelumas anaknya.
"Enaknya buk.." erang Dirgo keenakan ketika kepala kontolnya diemut emut dan dihisap ibunya
jari jari Atikah menggenggam lembut kantung telur anaknya, kadang diusap, kadang diremasnya lembut, Dirgo kelojotan seumur umur baru kali ini kontolnya diemut demikian, hebatnya lagi yang ngemut adalah ibunya sendiri.
"aduh buk.. Enak banget.. Teruss.. Sedot buk.." erang Dirgo,
ibunya pun dengan senang hati menyedot kepala kontol Dirgo kemudian mengocok keluar masuk di mulutnya. Dirgo memejamkan matanya sambil bersandar di sofa.. Nikmat yang sangat berbeda dengan nikmat ngentot, apalagi ini..? Kantung telurnya terasa hangat basah..
Dirgo mengerang, ini terlalu nikmat semua cairan di tubuhnya seakan berkumpul mencari jalan keluar.
"Dirgo gak kuat buk.. Sedot.. Sedot kontol Dirgo buk.." Atikah melepaskan emutan di telur anaknya dan berpindah memasukkan batang kencing ke mulutnya, menghisap kepala nya dengan ribut dan kocokan cepat di batangnya.
"Ueenake buk.. Aku keluar.. Uhh.. Uhh.."
Atikah panik ketika tiba tiba mulutnya dihujani cairan kental panas, ia ingin menghindar tapi Dirgo memegangi belakang kepalanya. Atikah pasrah bertubi tubi mulutnya dibombardir rudal pejuh anaknya hingga sebagian meleleh di sela bibirnya dan menetes di lantai, Dirgo melepaskan ibunya ketika kejutan kejutan nikmatnya mereda, bersandar di sofa dengan ekspresi kepuasan, sementara itu Atikah masih terdiam dengan tatapan bingung dan mulut penuh pejuh anak kandungnya..
===x=x=x===
"Go.. Bangun he.. sudah sore.." suara itu cukup keras hingga membuat Dirgo membuka matanya yang masih terasa berat.
"Ayo bangun sudah jam 4, ayam ayam kamu beri makan dulu sekalian masukan kandang." lanjut bapak Dirgo yang masih berdiri di ambang pintu kamar
Darsono berlalu dari situ ketika melihat Dirgo sudah bangun dan dengan malas keluar kamarnya. Di dapur Dirgo melihat ibunya yang sedang merebus air. Atikah tersenyum melihat anaknya yang masih terlihat ngantuk berat.
"Ayo jangan malas gitu, nanti ibuk buatin kopi." ucap Atikah sambil mengelus rambut anaknya yang terlihat acak acakan.
Dirgo tersenyum kecil, melihat ibunya ngantuknya langsung sirna, teringat dengan kejadian tadi yang begitu nikmat.
"Iyah.. Kopinya agak pait ya buk" ucap Dirgo sambil melangkah keluar dapur melewati ibunya, dengan pura pura tak sengaja tanganya merabai bokong ibunya yang terlihat bulat dalam balutan daster lusuhnya.
Atikah geleng geleng kepala dengan keisengan anaknya tapi rasa bangga itu selalu ada setiap Dirgo berulah dengan kejahilanya.
***
Malam yang dingin Dirgo membungkus tubuhnya dengan sarung, ia baru saja menyelesaikan tugas sekolahnya, ketika akan keluar kamar dilihatnya hape diatas kasur nampak bergetar lembut. Ia meraihnya dan membuka beberapa sms masuk sambil keluar kamar.
"Sudah belajarnya Go?" tanya Atikah yang melihat anaknya muncul, ia sedang duduk di ruang tengah nonton tv dengan suaminya.
"Sudah buk" jawab Dirgo singkat ia ikutan duduk di samping ibunya, kursi itu sedikit berderit ketika Dirgo menghempaskan pantatnya.
"Eh pelan pelan Go.." ucap darsono yang sedikit terganggu dengan ulah anaknya.
Dirgo hanya terkekeh pelan menanggapi dan masih asyik dengan hape di tanganya.
Tv sedang menayangkan sinetron kesukaan Atikah, Dirgo sendiri kurang suka sinetron, ia ikut nimbrung karena pengen dekat dengan ibunya. Sesekali kakinya menggesek gesek kaki ibunya yang yang kuning mulus.
Atikah jadi sering melirik suaminya yang duduk disebelahnya karena kuatir suaminya melihat perbuatan iseng anaknya.
"Kamu mainan apa sih? Dari tadi hape mullu.." tanya ibunya pelan.
Atikah melihat suaminya terkantuk kantuk jadi dibiarkan saja ketika tangan Dirgo anaknya mengusap usap pahanya. Atikah baru menepis tangan anaknya ketika mulai menggerayangi kemaluanya.
"Ambilkan selimut di kamar ibuk nak, banyak nyamuk nih.." ucap Atikah sambil menggaruk paha dan menarik ujung dasternya memamerkan putih mulus kulitnya.
Dirgo segera tanggap dengan cepat ia bergerak ke kamar ibunya, mengambil selimut lalu ke kamarnya dan mengganti celana kolornya dengan sarung.
"Ini buk" ucap Dirgo pelan, ia mengangsurkan selimut itu pada Atikah ibunya.
Tanpa banyak cakap Atikah memakai selimut itu untuk menutupi bagian depan tubuhnya dari pundak hingga ujung jari kakinya. Ujung atas selimut itu disampirkan di kedua pundak Atikah dan ditindih punggungnya sementara ujung bawah diinjak kedua kakinya sehingga menciptakan ruang kosong antara pundak dan lutut Atikah.
Dirgo tersenyum kecil nan mesum, sejenak melirik bapaknya yang ngorok dan lelap, kemudian perlahan tanganya mulai menjalari paha ibunya. Atikah meremang bulu kuduknya, terasa sekali jemari anaknya disisi dalam pahanya, terasa begitu geli nikmat, Atikah terlena dalam balutan selimut birahi semakin membuka pahanya lebar ketika Dirgo anaknya sedikit mendorong paha mulus itu.
"Pahamu alus buk.." bisik Dirgo di telinga ibunya,
Atikah hanya diam dengan pandangan masih tertuju di layar tv, sebisa mungkin ia bertahan untuk tidak merintih ketika jemari anaknya mulai menjamah kemaluanya yang masih terbungkus celana dalam. Atikah menggigit bibirnya ketika jari jari itu mulai mengusapi sepanjang tepian vaginanya dan tanpa melihat atau meraba Atikah tahu kalau celana dalamnya telah basah oleh cairan birahinya.
"Buk jembutmu dicukur ya?" tanya Dirgo pelan, sambil menyibak celana dalam ibunya dan menyusuri celah basah nan hangat milik ibunya.
Atikah mengangguk kecil sekilas ia melirik suaminya memastikan bahwa dengkur yang didengarnya memang dari mulut suaminya.
"Ssstt.. Ehhh.." Atikah merintih lirih tak kuasa menahan nikmat ketika itilnya diusap pelan oleh jari2 anaknya. Apalagi kini tangan kanan Dirgo mulai merayapi dadanya dan meremas remas lembut payudara besarnya yang masih terbungkus beha.
"Buk.. Emmmh.. Behanya dilepas donk.." pinta Dirgo lembut dan manja.
Atikah sejenak menghela nafas mendengar permintaan anaknya. Ia sekilas melirik suaminya yang tertidur di sebelahnya, Atikah melengkungkan punggungnya ke depan dan sedikit mengangkat pinggulnya. Pundaknya tetap menahan ujung selimut di sandaran kursi agar tetap menutupi bagian depan tubuhnya dan dengan lincah tanganya bergerak di bawah selimut.
"Tempekmu basah kuyup buk" bisik Dirgo di telinga ibunya.
Atikah tersipu wajahnya merah, ia tak menjawab hanya tersenyum malu malu sambil melirik kecil ke anaknya. Dirgo sudah gemes banget dengan ekspresi ibunya, nafsunya sudah di ubun ubun.
"Buk pindah ke kamarku yuk.." ucap Dirgo sambil menggelitik puting susu ibunya.
Atikah menggelinjang lembut, kembali melirik suaminya sambil erat erat memegang tepi selimut.
"Malam ini bapakmu dapat giliran jaga di Poskamling.. sabar nanti aja," bisik Atikah pelan dan sedikit terengah engah karena Dirgo memasukkan 2 jarinya di vagina miliknya dan mengocoknya pelan.
"Ahhh.." Atikah melenguh lirih dan reflek membuka lebih lebar pahanya, tanganya bergerak mencari kontol anaknya dan meremas remas benda lunak yang terasa panas di genggamanya.
"Kulonuwun..!" suara salam dalam bahasa jawa terdengar keras dari arah depan rumah, dan reflek Atikah dan Dirgo menjawab bersamaan.
"Monggo.."
Atikah serentak bangkit menuju ruang depan dan mendapati Wiryo adik dari ibunya berdiri di teras rumah.
"Ohh.. lek Wiryo, monggo lek silahkan masuk" sapa Atikah pada pamanya, "sebentar bapak’e Dirgo ketiduran liat tipi." jelas Atikah, pamanya memang tetangga dan punya giliran jaga ronda kampung di malam yang sama.
Atikah geleng geleng kepala dengan keisengan anaknya tapi rasa bangga itu selalu ada setiap Dirgo berulah dengan kejahilanya.
***
Malam yang dingin Dirgo membungkus tubuhnya dengan sarung, ia baru saja menyelesaikan tugas sekolahnya, ketika akan keluar kamar dilihatnya hape diatas kasur nampak bergetar lembut. Ia meraihnya dan membuka beberapa sms masuk sambil keluar kamar.
"Sudah belajarnya Go?" tanya Atikah yang melihat anaknya muncul, ia sedang duduk di ruang tengah nonton tv dengan suaminya.
"Sudah buk" jawab Dirgo singkat ia ikutan duduk di samping ibunya, kursi itu sedikit berderit ketika Dirgo menghempaskan pantatnya.
"Eh pelan pelan Go.." ucap darsono yang sedikit terganggu dengan ulah anaknya.
Dirgo hanya terkekeh pelan menanggapi dan masih asyik dengan hape di tanganya.
Tv sedang menayangkan sinetron kesukaan Atikah, Dirgo sendiri kurang suka sinetron, ia ikut nimbrung karena pengen dekat dengan ibunya. Sesekali kakinya menggesek gesek kaki ibunya yang yang kuning mulus.
Atikah jadi sering melirik suaminya yang duduk disebelahnya karena kuatir suaminya melihat perbuatan iseng anaknya.
"Kamu mainan apa sih? Dari tadi hape mullu.." tanya ibunya pelan.
Atikah melihat suaminya terkantuk kantuk jadi dibiarkan saja ketika tangan Dirgo anaknya mengusap usap pahanya. Atikah baru menepis tangan anaknya ketika mulai menggerayangi kemaluanya.
"Ambilkan selimut di kamar ibuk nak, banyak nyamuk nih.." ucap Atikah sambil menggaruk paha dan menarik ujung dasternya memamerkan putih mulus kulitnya.
Dirgo segera tanggap dengan cepat ia bergerak ke kamar ibunya, mengambil selimut lalu ke kamarnya dan mengganti celana kolornya dengan sarung.
"Ini buk" ucap Dirgo pelan, ia mengangsurkan selimut itu pada Atikah ibunya.
Tanpa banyak cakap Atikah memakai selimut itu untuk menutupi bagian depan tubuhnya dari pundak hingga ujung jari kakinya. Ujung atas selimut itu disampirkan di kedua pundak Atikah dan ditindih punggungnya sementara ujung bawah diinjak kedua kakinya sehingga menciptakan ruang kosong antara pundak dan lutut Atikah.
Dirgo tersenyum kecil nan mesum, sejenak melirik bapaknya yang ngorok dan lelap, kemudian perlahan tanganya mulai menjalari paha ibunya. Atikah meremang bulu kuduknya, terasa sekali jemari anaknya disisi dalam pahanya, terasa begitu geli nikmat, Atikah terlena dalam balutan selimut birahi semakin membuka pahanya lebar ketika Dirgo anaknya sedikit mendorong paha mulus itu.
"Pahamu alus buk.." bisik Dirgo di telinga ibunya,
Atikah hanya diam dengan pandangan masih tertuju di layar tv, sebisa mungkin ia bertahan untuk tidak merintih ketika jemari anaknya mulai menjamah kemaluanya yang masih terbungkus celana dalam. Atikah menggigit bibirnya ketika jari jari itu mulai mengusapi sepanjang tepian vaginanya dan tanpa melihat atau meraba Atikah tahu kalau celana dalamnya telah basah oleh cairan birahinya.
"Buk jembutmu dicukur ya?" tanya Dirgo pelan, sambil menyibak celana dalam ibunya dan menyusuri celah basah nan hangat milik ibunya.
Atikah mengangguk kecil sekilas ia melirik suaminya memastikan bahwa dengkur yang didengarnya memang dari mulut suaminya.
"Ssstt.. Ehhh.." Atikah merintih lirih tak kuasa menahan nikmat ketika itilnya diusap pelan oleh jari2 anaknya. Apalagi kini tangan kanan Dirgo mulai merayapi dadanya dan meremas remas lembut payudara besarnya yang masih terbungkus beha.
"Buk.. Emmmh.. Behanya dilepas donk.." pinta Dirgo lembut dan manja.
Atikah sejenak menghela nafas mendengar permintaan anaknya. Ia sekilas melirik suaminya yang tertidur di sebelahnya, Atikah melengkungkan punggungnya ke depan dan sedikit mengangkat pinggulnya. Pundaknya tetap menahan ujung selimut di sandaran kursi agar tetap menutupi bagian depan tubuhnya dan dengan lincah tanganya bergerak di bawah selimut.
"Tempekmu basah kuyup buk" bisik Dirgo di telinga ibunya.
Atikah tersipu wajahnya merah, ia tak menjawab hanya tersenyum malu malu sambil melirik kecil ke anaknya. Dirgo sudah gemes banget dengan ekspresi ibunya, nafsunya sudah di ubun ubun.
"Buk pindah ke kamarku yuk.." ucap Dirgo sambil menggelitik puting susu ibunya.
Atikah menggelinjang lembut, kembali melirik suaminya sambil erat erat memegang tepi selimut.
"Malam ini bapakmu dapat giliran jaga di Poskamling.. sabar nanti aja," bisik Atikah pelan dan sedikit terengah engah karena Dirgo memasukkan 2 jarinya di vagina miliknya dan mengocoknya pelan.
"Ahhh.." Atikah melenguh lirih dan reflek membuka lebih lebar pahanya, tanganya bergerak mencari kontol anaknya dan meremas remas benda lunak yang terasa panas di genggamanya.
"Kulonuwun..!" suara salam dalam bahasa jawa terdengar keras dari arah depan rumah, dan reflek Atikah dan Dirgo menjawab bersamaan.
"Monggo.."
Atikah serentak bangkit menuju ruang depan dan mendapati Wiryo adik dari ibunya berdiri di teras rumah.
"Ohh.. lek Wiryo, monggo lek silahkan masuk" sapa Atikah pada pamanya, "sebentar bapak’e Dirgo ketiduran liat tipi." jelas Atikah, pamanya memang tetangga dan punya giliran jaga ronda kampung di malam yang sama.
"I.. iya Tik," jawab Wiryo tergagap, usianya 45 thn dan melihat penampilan ponakanya sungguh membuat berdebar jantungnya.
Wiryo setiap hari melihat Atikah berkerudung dan tertutup rapat, tapi malam ini rambutnya yang tebal hitam tergerai indah dan astaga.. jelas sekali Atikah tak memakai beha di balik daster itu.
Tak lama Darsono keluar menemui tamunya, jelas sekali ia masih sangat mengantuk.
"Berangkat sekarang lek?" tanya Darsono pada tamunya..
"Ayolah.." jawab Wiryo singkat.
"Buk.. kuncinya taruh diatas angin angin ya," teriak Darsono sambil menutup pintu depan rumahnya.
"iya pak!" jawab Atikah cukup keras dari ruang tengah, ia berusaha melepaskan pelukan Dirgo yang rupanya sudah tak sabar ingin menikmati tubuh ibunya.
"Sabar nak, ibuk tak ngunci pintu dulu.." ucap Atikah sambil melepaskan dekapan Dirgo dengan jari jarinya yang kelayapan di dada Atikah.
"Jangan lama lama buk.." ucap Dirgo dengan nada tak sabar,
Atikah lalu bergegas ke ruang depan, menguncinya dan menaruh kuncinya dilobang angin angin. Ia kembali ke ruang tengah dan mendapati Dirgo anaknya sudah telanjang bulat sedang duduk di kursi panjang. Atikah memerah mukanya melihat kontol anaknya yang tanpa penutup nampak tegang dan keras.
"Ayo ibuk juga harus bugil" ucap Dirgo yang melihat ibunya masih berdiri canggung.
"Begini aja Go, malu ibuk.." jawab Atikah pelan sambil tertunduk, tanganya erat memegang ujung bawah dasternya.
"Ayo ah.."
Dirgo bangkit dan memeluk ibunya dari belakang,"Ayo dilepas, aku pengen liat susumu yang gueede ini loh.."
Atikah masih malu malu ketika Dirgo mengangkat dasternya dan meloloskanya melewati kepalanya. Selama ini hanya di kamar tidur dan kamar mandi ia telanjang, tapi ini di ruang tengah ditonton oleh anak kandungnya sendiri dan itu adalah sensasi baru buat Atikah.
Dirgo duduk di kursi sementara Atikah berdiri canggung didepanya berusaha menutupi payudaranya yang menggantung telanjang.
"Jangan ditutupin donk buk.." ucap Dirgo protes sambil menyingkirkan lengan ibunya yang menutupi payudaranya.
"Malu nak.." bisik Atikah pelan, sambil menundukan wajah seperti gadis kecil yang lugu.
Dirgo nanar menatap tubuh ibunya yang berdiri polos di depanya, dadanya yang bulat besar dan montok meski sedikit menggantung tapi tak mengurangi keindahanya. Turun kebawah perut Atikah terlihat rata tanpa kesan berlemak, khas wanita desa yang memang terbiasa bekerja keras, dibawah perut itu nampak gundul tanpa selembar bulu di vagina Atikah.
"Sini buk.." ajak Dirgo agar ibunya duduk di sebelahnya,
Atikah menurut saja, masih terlihat canggung ketika anaknya merangkulnya dan menghujani bibirnya dengan ciuman panas dan gigitan gigitan kecil. Lidah keduanya saling membelit dan menjilat dalam sekejap Atikah telah hilang canggungnya dan melayani aksi Dirgo yang menggebu gebu.
Dirgo tiba tiba merosotkan tubuhnya duduk dilantai diantara kedua paha ibunya, dan mengarahkan kedua kaki ibunya agar naik ke kursi. Atikah merasa sangat porno, mukanya merah menahan nafsu, ia seorang ibu kini duduk di kursi telanjang bulat dengan paha terpentang lebar mengekspose dengan bebas vaginanya di depan hidung anak kandungnya.
"Ooouhh.. tempekku km apakan nak.. Ouuhh.. uenake Go.." Atikah menceracau tak karuan, matanya membeliak, bibirnya bergetar, tanganya menggapai mencari pegangan, bulir bulir keringat nampak menitik di kening dan ujung hidungnya. Setiap sapuan lidah membawa sensasi nikmat yang Atikah jarang rasakan, anaknya begitu bernafsu menjilati setiap inchi dari vaginanya.
"Aaargggh.. Ibuk keluar Go.. Ouuh uenake temppekku.." Atikah terhentak hentak, orgasme pertama yang dahsyat meluluh lantakan tubuhnya.
Dirgo memberi kesempatan ibunya untuk menikmati sisa sisa orgasmenya, setelah dirasa cukup Dirgo bangkit dan memposisikan ibunya agar berbaring. Kontolnya sudah sangat tegang, perlahan ia menindih ibunya dan mulai memasuki vagina panas ibunya yang basah.
"Pelan pelan nak masih ngilu" rengek ibunya pelan ketika Dirgo mulai mengayuh batangnya di lubang kemaluan ibunya.
Mula mula pelan kemudian cepat dan mantab ia mengebor lubang nikmat itu, ruangan itu kembali dipenuhi erang nikmat Atikah dan tak lama orgasme keduanya kembali datang seperti gelombang tsunami.
Kembali Atikah mengejang nikmat dan Dirgo tak memberi kesempatan ibunya untuk istirahat ia dengan mantap terus mengeluarkan batangnya di lobang yang semakin licin. Atikah hanya bisa merintih dan merintih. Orgasmenya berulang ulang meluluh lantakan sendi sendi tubuhnya, Atikah pasrah dalam nikmat gempuran kontol anaknya.
"Aaaargghh.. Aku keluar buk.. Ooohh.." Dirgo mengerang panjang dan membombardir rahim ibunya dengan cairan kental panas yang membuat Atikah orgasme untuk yang kesekian kalinya..
Kedua insan itu kini diam tak bersuara, hanya aroma keringat dan nafas nafas lelah yang memenuhi ruangan itu. Mereka tak sadar sepasang mata mengikuti persanggamaan mereka dari sebuah lubang di papan dinding rumah itu.
Wiryo paman Atikah perlahan mundur menjauh dari lobang di dinding rumah ponakanya. Sebuah senyum kecil nampak tergurat di bibirnya.
Wiryo setiap hari melihat Atikah berkerudung dan tertutup rapat, tapi malam ini rambutnya yang tebal hitam tergerai indah dan astaga.. jelas sekali Atikah tak memakai beha di balik daster itu.
Tak lama Darsono keluar menemui tamunya, jelas sekali ia masih sangat mengantuk.
"Berangkat sekarang lek?" tanya Darsono pada tamunya..
"Ayolah.." jawab Wiryo singkat.
"Buk.. kuncinya taruh diatas angin angin ya," teriak Darsono sambil menutup pintu depan rumahnya.
"iya pak!" jawab Atikah cukup keras dari ruang tengah, ia berusaha melepaskan pelukan Dirgo yang rupanya sudah tak sabar ingin menikmati tubuh ibunya.
"Sabar nak, ibuk tak ngunci pintu dulu.." ucap Atikah sambil melepaskan dekapan Dirgo dengan jari jarinya yang kelayapan di dada Atikah.
"Jangan lama lama buk.." ucap Dirgo dengan nada tak sabar,
Atikah lalu bergegas ke ruang depan, menguncinya dan menaruh kuncinya dilobang angin angin. Ia kembali ke ruang tengah dan mendapati Dirgo anaknya sudah telanjang bulat sedang duduk di kursi panjang. Atikah memerah mukanya melihat kontol anaknya yang tanpa penutup nampak tegang dan keras.
"Ayo ibuk juga harus bugil" ucap Dirgo yang melihat ibunya masih berdiri canggung.
"Begini aja Go, malu ibuk.." jawab Atikah pelan sambil tertunduk, tanganya erat memegang ujung bawah dasternya.
"Ayo ah.."
Dirgo bangkit dan memeluk ibunya dari belakang,"Ayo dilepas, aku pengen liat susumu yang gueede ini loh.."
Atikah masih malu malu ketika Dirgo mengangkat dasternya dan meloloskanya melewati kepalanya. Selama ini hanya di kamar tidur dan kamar mandi ia telanjang, tapi ini di ruang tengah ditonton oleh anak kandungnya sendiri dan itu adalah sensasi baru buat Atikah.
Dirgo duduk di kursi sementara Atikah berdiri canggung didepanya berusaha menutupi payudaranya yang menggantung telanjang.
"Jangan ditutupin donk buk.." ucap Dirgo protes sambil menyingkirkan lengan ibunya yang menutupi payudaranya.
"Malu nak.." bisik Atikah pelan, sambil menundukan wajah seperti gadis kecil yang lugu.
Dirgo nanar menatap tubuh ibunya yang berdiri polos di depanya, dadanya yang bulat besar dan montok meski sedikit menggantung tapi tak mengurangi keindahanya. Turun kebawah perut Atikah terlihat rata tanpa kesan berlemak, khas wanita desa yang memang terbiasa bekerja keras, dibawah perut itu nampak gundul tanpa selembar bulu di vagina Atikah.
"Sini buk.." ajak Dirgo agar ibunya duduk di sebelahnya,
Atikah menurut saja, masih terlihat canggung ketika anaknya merangkulnya dan menghujani bibirnya dengan ciuman panas dan gigitan gigitan kecil. Lidah keduanya saling membelit dan menjilat dalam sekejap Atikah telah hilang canggungnya dan melayani aksi Dirgo yang menggebu gebu.
Dirgo tiba tiba merosotkan tubuhnya duduk dilantai diantara kedua paha ibunya, dan mengarahkan kedua kaki ibunya agar naik ke kursi. Atikah merasa sangat porno, mukanya merah menahan nafsu, ia seorang ibu kini duduk di kursi telanjang bulat dengan paha terpentang lebar mengekspose dengan bebas vaginanya di depan hidung anak kandungnya.
"Ooouhh.. tempekku km apakan nak.. Ouuhh.. uenake Go.." Atikah menceracau tak karuan, matanya membeliak, bibirnya bergetar, tanganya menggapai mencari pegangan, bulir bulir keringat nampak menitik di kening dan ujung hidungnya. Setiap sapuan lidah membawa sensasi nikmat yang Atikah jarang rasakan, anaknya begitu bernafsu menjilati setiap inchi dari vaginanya.
"Aaargggh.. Ibuk keluar Go.. Ouuh uenake temppekku.." Atikah terhentak hentak, orgasme pertama yang dahsyat meluluh lantakan tubuhnya.
Dirgo memberi kesempatan ibunya untuk menikmati sisa sisa orgasmenya, setelah dirasa cukup Dirgo bangkit dan memposisikan ibunya agar berbaring. Kontolnya sudah sangat tegang, perlahan ia menindih ibunya dan mulai memasuki vagina panas ibunya yang basah.
"Pelan pelan nak masih ngilu" rengek ibunya pelan ketika Dirgo mulai mengayuh batangnya di lubang kemaluan ibunya.
Mula mula pelan kemudian cepat dan mantab ia mengebor lubang nikmat itu, ruangan itu kembali dipenuhi erang nikmat Atikah dan tak lama orgasme keduanya kembali datang seperti gelombang tsunami.
Kembali Atikah mengejang nikmat dan Dirgo tak memberi kesempatan ibunya untuk istirahat ia dengan mantap terus mengeluarkan batangnya di lobang yang semakin licin. Atikah hanya bisa merintih dan merintih. Orgasmenya berulang ulang meluluh lantakan sendi sendi tubuhnya, Atikah pasrah dalam nikmat gempuran kontol anaknya.
"Aaaargghh.. Aku keluar buk.. Ooohh.." Dirgo mengerang panjang dan membombardir rahim ibunya dengan cairan kental panas yang membuat Atikah orgasme untuk yang kesekian kalinya..
Kedua insan itu kini diam tak bersuara, hanya aroma keringat dan nafas nafas lelah yang memenuhi ruangan itu. Mereka tak sadar sepasang mata mengikuti persanggamaan mereka dari sebuah lubang di papan dinding rumah itu.
Wiryo paman Atikah perlahan mundur menjauh dari lobang di dinding rumah ponakanya. Sebuah senyum kecil nampak tergurat di bibirnya.
Klik Nomor untuk lanjutannya