Bab 01
Namaku Wawan (disamarkan). Kisahku ini mulai terjadi saat umurku 20 thn, tapi aku sudah menyelesaikan pendidikan program D3, sehingga aku bisa bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan gaji yang lumayan.
Sejak kecil aku menjadi tulang punggung keluarga. Karena ayahku sudah meninggal, sementara ibuku seorang tunanetra. Kakak perempuanku juga tunanetra. Tapi sejak lama dia menghilang entah ke mana. Aku sudah berusaha mencarinya ke mana - mana, tapi selalu gagal menemukannya.
Dengan sendirinya yang tinggal di rumah warisan dari almarhum ayahku ini hanya aku dan ibuku berdua.
Di satu pihak aku harus bersyukur, karena penglihatanku normal. Tidak seperti ibu dan kakakku. Namun di pihak lain sejak kecil aku harus jadi tulang punggung Ibu dalam segalanya. Harus menyiapkan makanan sekaligus mencari uang sendiri untuk membeli sembako dan kebutuhan lainnya.
Maka sejak masih di SMP aku berusaha nyari duit dengan segala cara yang halal. Waktu masih di SMP, aku jadi tukang nyemir sepatu. Setelah di SMA aku berusaha nbyatut sana nyatut sini. Dan untungnya aku sering berhasil mendapatkan hasil dari usaha nyatut itu.
Setelah jadi mahasiswa pun aku sering bisnis kecil - kecilan. Cuma jadi calo, yang menghubungkan pihak penjual dengan pembeli. Berkat keuletanku, hasil bisnis kecil - kecilan itu aku bisa kuliah dengan membiayai sendiri.
Dalam kesibukan kuliahku sambil harus mencari uang sendiri untuk biaya kuliahnya, aku tak punya waktu untuk memikirkan cewek. Mungkin di antara teman - teman kuliahku, hanya aku sendiri yang tidak punya cewek. Karena di samping sibuk mencari uang dan kuliah, aku pun sering merasa minder. Takut ceweknya mundur sendiri setelah mengetahui keadaan ibuku yang tunanetra itu.
Begitulah latar belakang kehidupanku yang berat memikulnya ini.
Mengenai ibuku, sebenarnya Ibu belum tua. Ketika aku berusia 20 thn, usia Ibu baru 38 thn. Karena Ibu menikah di usia 16 thn. Di usia 17 thn Ibu melahirkan Kak Wati, satu satunya kakakku. Dan di usia 18 thn melahirkan aku.
Ibu juga punya bentuk tubuh yang tinggi montok dan punya wajah yang cantik. Kalau Ibu mengenakan kaca mata hitam, beliau tampak lebih cantik lagi. Sayangnya Ibu tidak bisa melihat, sehingga tidak bisa punya suami lagi, karena setiap hari beliau cuma tinggal di rumah, tak pernah ke mana - mana. Pernah juga aku bertanya apakah Ibu punya niat untuk kawin lagi?
Memang aku sangat prihatin melihat keadaan ibuku itu.
Ketika aku sedang nonton televisi, Ibu suka duduk di sampingku. Dan itu berarti bahwa aku harus menerangkan apa yang sedang kutonton itu.
Terkadang Ibu suka menghidupkan televisi sendiri. Lalu beliau hanya mendengarkan suaranya sambil rebahan di sofa. Biasanya Ibu suka mencari sendiri channel yang sedang menyiarkan FTV atau sinetron. Ibu malah sudah hafal jalannya cerita setiap sinetron yang "ditontonnya", meski hanya bisa mendengarkan suaranya saja.
Pada suatu malam..
Aku baru pulang kerja jam tiga pagi. Karena habis kerja lembur.
Seperti biasa, untguk membuka pintu depan kugunakan kunci cadangan yang selalu kubekal setiap bepergian. Supaya aku tak merepotkan Ibu untuk membukakan pintu depan yang terkunci.
Setelah masuk ke dalam rumah, kukuncikan kembali pintu depan, lalu masuk ke dalam kamarku dengan badan terasa letih sekali. Tadinya aku ingin langsung tidur. Tapi sayup - sayup kudengar suara rintihan ibuku.
"Aaah.. aaah.. aaah.."
Kenapa Ibu merintih - rintih begitu? Apakah Ibu sedang sakit?
Maka setelah melepaskan sepatu, aku melangkah ke luar dari kamarku dan melangkah ke arah pintu kamar Ibu yang biasanya tidak dikunci. Tapi pada saat itu ternyata pintu kamar ibuku terkunci. Sementara rintihan - rintihan ibuku masih terdengar, bahkan semakin jelas.
"Aaa.. aaah.. aaa.."
Aku semakin penasaran. Kenapa Ibu merintih - rintih begitu? Apakah Ibu sedang merasa kesakitan atau.. nah, aku baru ingat pintu itu ada kacanya di bagian atas. Sehingga dengan sedikit berjingkat aku bisa melihat ke dalam kamar Ibu. Bahkan pada saat itu sengaja aku memindahkan kursi makan ke dekat pintu kamar Ibu.
Dan.. apa yang kulihat?
Ternyata Ibu sedang telanjang bulat. Tangan kanannya sedang meremas - remas payudaranya, sementara tangan kirinya sedang mengelus - elus memeknya yang berjembut lebat itu.
Sebenarnya aku sudah sering melihat Ibu telanjang. Tapi biasanya aku suka memalingkan muka, karena merasa jengah dan malu sendiri. Tapi kali ini aku memandangnya dengan mata nyaris tak berkedip.
Rupanya Ibu sedang bermasturbasi. Jari tangannya dimasuk - masukkan ke celah kewanitaannya, sementara mulutnya ternganga sambil berdesah - desah histeris seiring dengan gerakan jari di dalam celah kewanitaannya.
"Aaaa.. aaahh.. aaahhh.."
Dan.. diam - diam tongkat kejantananku jadi tegang.. tegang sekali..!
Dan aku tak kuat lagi menyaksikan kejadian selanjutnya. Lalu aku turun dari kursi dan memindahkannya ke tempat semula.
Kemudian aku merebahkan diri di atas ranjang, sambil membayangkan lagi apa yang barusan kusaksikan itu.
Kenapa penisku jadi ngaceng begini? Apakah nafsuku bangkit setelah menyaksikan Ibu yang telanjang sambil bermasturbasi itu?
Entahlah.
Yang jelas dalam tidurku di hari yang sudah pagi itu, aku bermimpi tentang sesuatu yang tidak pernah kualami sebelumnya. Aku bermimpi menyetubuhi Ibu.
Mimpi gila memang. Tapi ketika aku terbangun, celanaku basah..!
Gara - gara mimpi gila itu spermaku meletus di balik celana dalamku..!
Namaku Wawan (disamarkan). Kisahku ini mulai terjadi saat umurku 20 thn, tapi aku sudah menyelesaikan pendidikan program D3, sehingga aku bisa bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan gaji yang lumayan.
Sejak kecil aku menjadi tulang punggung keluarga. Karena ayahku sudah meninggal, sementara ibuku seorang tunanetra. Kakak perempuanku juga tunanetra. Tapi sejak lama dia menghilang entah ke mana. Aku sudah berusaha mencarinya ke mana - mana, tapi selalu gagal menemukannya.
Dengan sendirinya yang tinggal di rumah warisan dari almarhum ayahku ini hanya aku dan ibuku berdua.
Di satu pihak aku harus bersyukur, karena penglihatanku normal. Tidak seperti ibu dan kakakku. Namun di pihak lain sejak kecil aku harus jadi tulang punggung Ibu dalam segalanya. Harus menyiapkan makanan sekaligus mencari uang sendiri untuk membeli sembako dan kebutuhan lainnya.
Maka sejak masih di SMP aku berusaha nyari duit dengan segala cara yang halal. Waktu masih di SMP, aku jadi tukang nyemir sepatu. Setelah di SMA aku berusaha nbyatut sana nyatut sini. Dan untungnya aku sering berhasil mendapatkan hasil dari usaha nyatut itu.
Setelah jadi mahasiswa pun aku sering bisnis kecil - kecilan. Cuma jadi calo, yang menghubungkan pihak penjual dengan pembeli. Berkat keuletanku, hasil bisnis kecil - kecilan itu aku bisa kuliah dengan membiayai sendiri.
Dalam kesibukan kuliahku sambil harus mencari uang sendiri untuk biaya kuliahnya, aku tak punya waktu untuk memikirkan cewek. Mungkin di antara teman - teman kuliahku, hanya aku sendiri yang tidak punya cewek. Karena di samping sibuk mencari uang dan kuliah, aku pun sering merasa minder. Takut ceweknya mundur sendiri setelah mengetahui keadaan ibuku yang tunanetra itu.
Begitulah latar belakang kehidupanku yang berat memikulnya ini.
Mengenai ibuku, sebenarnya Ibu belum tua. Ketika aku berusia 20 thn, usia Ibu baru 38 thn. Karena Ibu menikah di usia 16 thn. Di usia 17 thn Ibu melahirkan Kak Wati, satu satunya kakakku. Dan di usia 18 thn melahirkan aku.
Ibu juga punya bentuk tubuh yang tinggi montok dan punya wajah yang cantik. Kalau Ibu mengenakan kaca mata hitam, beliau tampak lebih cantik lagi. Sayangnya Ibu tidak bisa melihat, sehingga tidak bisa punya suami lagi, karena setiap hari beliau cuma tinggal di rumah, tak pernah ke mana - mana. Pernah juga aku bertanya apakah Ibu punya niat untuk kawin lagi?
Memang aku sangat prihatin melihat keadaan ibuku itu.
Ketika aku sedang nonton televisi, Ibu suka duduk di sampingku. Dan itu berarti bahwa aku harus menerangkan apa yang sedang kutonton itu.
Terkadang Ibu suka menghidupkan televisi sendiri. Lalu beliau hanya mendengarkan suaranya sambil rebahan di sofa. Biasanya Ibu suka mencari sendiri channel yang sedang menyiarkan FTV atau sinetron. Ibu malah sudah hafal jalannya cerita setiap sinetron yang "ditontonnya", meski hanya bisa mendengarkan suaranya saja.
Pada suatu malam..
Aku baru pulang kerja jam tiga pagi. Karena habis kerja lembur.
Seperti biasa, untguk membuka pintu depan kugunakan kunci cadangan yang selalu kubekal setiap bepergian. Supaya aku tak merepotkan Ibu untuk membukakan pintu depan yang terkunci.
Setelah masuk ke dalam rumah, kukuncikan kembali pintu depan, lalu masuk ke dalam kamarku dengan badan terasa letih sekali. Tadinya aku ingin langsung tidur. Tapi sayup - sayup kudengar suara rintihan ibuku.
"Aaah.. aaah.. aaah.."
Kenapa Ibu merintih - rintih begitu? Apakah Ibu sedang sakit?
Maka setelah melepaskan sepatu, aku melangkah ke luar dari kamarku dan melangkah ke arah pintu kamar Ibu yang biasanya tidak dikunci. Tapi pada saat itu ternyata pintu kamar ibuku terkunci. Sementara rintihan - rintihan ibuku masih terdengar, bahkan semakin jelas.
"Aaa.. aaah.. aaa.."
Aku semakin penasaran. Kenapa Ibu merintih - rintih begitu? Apakah Ibu sedang merasa kesakitan atau.. nah, aku baru ingat pintu itu ada kacanya di bagian atas. Sehingga dengan sedikit berjingkat aku bisa melihat ke dalam kamar Ibu. Bahkan pada saat itu sengaja aku memindahkan kursi makan ke dekat pintu kamar Ibu.
Dan.. apa yang kulihat?
Ternyata Ibu sedang telanjang bulat. Tangan kanannya sedang meremas - remas payudaranya, sementara tangan kirinya sedang mengelus - elus memeknya yang berjembut lebat itu.
Sebenarnya aku sudah sering melihat Ibu telanjang. Tapi biasanya aku suka memalingkan muka, karena merasa jengah dan malu sendiri. Tapi kali ini aku memandangnya dengan mata nyaris tak berkedip.
Rupanya Ibu sedang bermasturbasi. Jari tangannya dimasuk - masukkan ke celah kewanitaannya, sementara mulutnya ternganga sambil berdesah - desah histeris seiring dengan gerakan jari di dalam celah kewanitaannya.
"Aaaa.. aaahh.. aaahhh.."
Dan.. diam - diam tongkat kejantananku jadi tegang.. tegang sekali..!
Dan aku tak kuat lagi menyaksikan kejadian selanjutnya. Lalu aku turun dari kursi dan memindahkannya ke tempat semula.
Kemudian aku merebahkan diri di atas ranjang, sambil membayangkan lagi apa yang barusan kusaksikan itu.
Kenapa penisku jadi ngaceng begini? Apakah nafsuku bangkit setelah menyaksikan Ibu yang telanjang sambil bermasturbasi itu?
Entahlah.
Yang jelas dalam tidurku di hari yang sudah pagi itu, aku bermimpi tentang sesuatu yang tidak pernah kualami sebelumnya. Aku bermimpi menyetubuhi Ibu.
Mimpi gila memang. Tapi ketika aku terbangun, celanaku basah..!
Gara - gara mimpi gila itu spermaku meletus di balik celana dalamku..!
Tapi kenapa aku harus mengalami mimpi segila itu? Kenapa pula di dalam mimpi itu aku merasakan liang memek Ibu sedemikian enaknya sehingga aku sampai ngecrot dan celana dalamku basah?
Apakah di dalam kenyataan memang seperti itu? Bahwa memek ibuku itu enak sekali sehingga membuat penisku ngecrot seperti di dalam mimpi gilaku?
Entahlah. Yang jelas setelah bangun, aku langsung mandi sebersih mungkin. Rambut pun kukeramasi dengan shampoo.
Hari itu aku memang libur. Biasa, kalau sudah kerja lembur, aku dikasih libur keesokan harinya.
Setelah menyisir rambut, aku pergi ke warung nasi yang tidak jauh dari rumahku. Kubeli dua nasi bungkus. Untukku dan untuk Ibu.
Lalu kuajak Ibu makan bersama.
Pada waktu makan itulah aku mulai mengorek pengakuan Ibu.
"Bu.. aku mau bertanya, tapi kuharap Ibu menjawabnya secara jujur ya."
"Mau nanya apa Wan?"
"Ibu masih membutuhkan sentuhan lelaki kan?"
Ibu terdiam sesaat.
"Ibu kan belum tua - tua amat Wan. Tentu saja ibu masih membutuhkan sentuhan lelaki. Tapi ibu nggak mau kawin lagi, karena takut tidak sayang sama kamu dan Wati." jawab ibu
Aku yang sudah selesai makan, lalu berdiri dan melangkah ke belakang kursi yang sedang diduduki oleh ibuku. Lalu kuselinapkan tanganku ke daster Ibu bagian dadanya. Aku tahu Ibu tidak mengenakan beha, sehingga aku bisa langsung menggenggam kedua payudara montoknya dengan sepasang tanganku yang sudah berada di balik dasternya.
Ibu tersentak, "Haaa?! Kamu kan anak ibu Wan..!"
"Iya.. tapi daripada Ibu terus - terusan bermasturbasi, mendingan pakai kontol yang asli Bu.. lagian di rumah ini kan hanya ada kita berdua," sahutku sambil mengelus kedua puting payudara ibuku dengan kedua tanganku yang sudah berada di balik dasternya.
Ibu terdiam sejenak. Lalu memegang kedua pergelangan tanganku,
"Memangnya kamu bisa nafsu sama ibu?"
"Bisa Bu. Tadi jam tiga pagi aku melihat Ibu sedang bermasturbasi. Aku tak kuat menahan nafsu. Tapi nggak mau ganggu Ibu yang kelihatannya sedang asyik gitu. Makanya aku langsung tidur aja. Eee.. aku malah bermimpi menyetubuhi Ibu. Sampai basah celanaku Bu."
"Masa?! Berarti kamu nafsu melihat ibu sedang telanjang sambil masturbasi tadi?"
"Iya Bu. Nafsu sekali melihatnya. Padahal biasanya sih gak gitu. Tiap melihat Ibu telanjang, aku suka memalingkan muka. Karena merasa jengah dan malu sendiri. Tapi tadi menjelang subuh.. malah sampai terbawa - bawa mimpi Bu."
"Terus maumu sekarang bagaimana?"
"Pokoknya aku siap untuk menyetubuhi Ibu, supaya Ibu jangan masturbasi lagi. Keseringan masturbasi, lama - lama bisa gila lho Bu," sahutku mengada - ada. Padahal aku belum pernah mendengar atau pun membaca kalau keseringan masturbasi itu bisa gila.
Tapi kelihatannya Ibu terpengaruh oleh ucapanku.
"Kalau ibu nanti hamil gimana?"
"Gak apa - apa. Hamil ya hamil aja. Aku mampu kok ngurus anaknya kalau sudah lahir kelak."
"Tapi apa kata tetangga nanti? Ibu kan gak punyha suami, lalu hamil dan melahirkan.. lalu anaknya menangis.. suaranya terdengar ke mana - mana.. jangan Wan ah.. jangan sampai ibu hamil. Beli kondom aja dulu gih.. atau beli pil anti hamil. Mungkin di apotek atau toko obat juga ada."
"Iya Bu. Sekarang juga aku mau nyari sampai dapet," sahutku sambil bergegas menuju gudang di sebelah. Di situlah kuletakkan motorku yang jarang dipakai. Karena untuk bekerja disediakan bus antar jemput karyawan.
Beberapa saat kemudian motor bebekku meluncur di jalan aspal, menuju toko obat langgananku yang letaknya agak jauh dari rumahku.
Kebetulan pil anti hamil itu tidak sulit mencarinya. Toko obat langgananku menyediakannya dengan harga yang lumayan murah. Kubeli pil itu 3 strip, untuk persediaan ibuku. Kemudian aku pulang lagi ke rumah.
Begitu tiba di rumah, aku langsung mencari ibuku di dalam kamarnya. Tapi Ibu tidak ada di situ. O, ternyata sedang di kamar mandi, karena aku mendengar bunyi air dituangkan ke lantai.
Maka kubuka pintu kamar mandi yang tidak pernah dikunci oleh ibuku itu (karena takut kalau jatuh di dalam kamar mandi).
Ternyata Ibu sedang telanjang bulat di dalam kamar mandi.
"Habis makan kok mandi Bu? Bagusnya kalau mau mandi sebelum makan tadi," kataku sambil masuk ke dalam kamar mandi.
"Siapa yang mandi?" tanya Ibu sambil memutar badannya jadi menghadap padaku, "ibu abis nyukur jembut ibu Wan.. tuh lihat.. memek ibu jadi bersih sekarang kan?"
"Hihihihiii.. iyaaa.. tadi subuh masih gondrong. Sekarang udah dibotakin. Pake apa nyukurnya Bu?"
"Pake silet pemberianmu tempo hari itu, waktu ibu minta silet untuk nyukur bulu ketek."
"Duuuh.. kalau bersih gini pasti enak jilatinnya Bu," kataku sambil mengusap - usap memek ibuku yang putih bersih dan lumayan tembem itu.
"Memangnya kamu mau jilatin memek ibu?" tanyanya.
"Mau kalau sudah bersih gitu sih," sahutku sambil membeberkan handuk dan membalutkannya di tubuh Ibu.
===x=x=x===
Bab 2
Setelah tubuh Ibu terbalut handuk, aku langsung membopongnya keluar dari kamar mandi.
"Daster ibu ketinggalan di kamar mandi Wan," kata Ibu waktu baru keluar dari pintu kamar mandi.
"Biar aja Bu. Kan sekarang Ibu harus telanjang bersamaku yang akan telanjang juga."
"Iya ya. Mmm.. tadi dapet apa? Kondom apa pil anti hamil? "tanya Ibu.
"Pil anti hamil Bu. Kalau pake kondom sih takut kurang enak."
"Memang kurang enak pake kondom sih. Yang enak kan kulit ketemu kulit.. hihihihi.. Wawan.. Wawan.. gak nyangka kamu bakal punya niat begituan sama ibu ya?" ucap Ibu setelah kurebahkan di atas ranjangnya.
Pada saat itu pula aku melepaskan segala yang melekat di tubuhku. Dan setelah telanjang, aku naik ke atas ranjang sambil melepaskan belitan handuk dari tubuh ibuku.
Ibu malah meraba - raba dadaku, lalu perutku.
"Nyari apa Bu?" tanyaku.
Tiba - tiba Ibu menangkap penisku yang sudah ngaceng berat ini.
"Ini yang ibu cari. Udah segede apa kontolmu ini Wan? Adududuuuh.. gede banget kontolmu Wan.. jauh lebih gede daripada kontol ayahmu.. !"
"Masa sih Bu?"
"Iya. Kontol bapakmu biasa - biasa aja. Gak sepanjang dan segede kontolmu ini. Nurun dari siapa ya?"
"Hihihiii.. gak tgaulah Bu. Harusnya Ibu lebih tau nurun dari siapa ayooo..?"
"Mmm.. mungkin nurun dari kakek ibu. Almarhum kakek ibu kan orang Arab," sahut Ibu sambil menelentang dan merenggangkan kedua belah pahanya,
"Ayo Wan.. masukin aja langsung kontolmu. Ibu pengen ngerasain enaknya dimasukin kontol gede begitu. Jangan pake jilat - jilatan dulu segala. Nanti malah terasa longgar karena beceknya."
Apakah di dalam kenyataan memang seperti itu? Bahwa memek ibuku itu enak sekali sehingga membuat penisku ngecrot seperti di dalam mimpi gilaku?
Entahlah. Yang jelas setelah bangun, aku langsung mandi sebersih mungkin. Rambut pun kukeramasi dengan shampoo.
Hari itu aku memang libur. Biasa, kalau sudah kerja lembur, aku dikasih libur keesokan harinya.
Setelah menyisir rambut, aku pergi ke warung nasi yang tidak jauh dari rumahku. Kubeli dua nasi bungkus. Untukku dan untuk Ibu.
Lalu kuajak Ibu makan bersama.
Pada waktu makan itulah aku mulai mengorek pengakuan Ibu.
"Bu.. aku mau bertanya, tapi kuharap Ibu menjawabnya secara jujur ya."
"Mau nanya apa Wan?"
"Ibu masih membutuhkan sentuhan lelaki kan?"
Ibu terdiam sesaat.
"Ibu kan belum tua - tua amat Wan. Tentu saja ibu masih membutuhkan sentuhan lelaki. Tapi ibu nggak mau kawin lagi, karena takut tidak sayang sama kamu dan Wati." jawab ibu
Aku yang sudah selesai makan, lalu berdiri dan melangkah ke belakang kursi yang sedang diduduki oleh ibuku. Lalu kuselinapkan tanganku ke daster Ibu bagian dadanya. Aku tahu Ibu tidak mengenakan beha, sehingga aku bisa langsung menggenggam kedua payudara montoknya dengan sepasang tanganku yang sudah berada di balik dasternya.
Ibu tersentak, "Haaa?! Kamu kan anak ibu Wan..!"
"Iya.. tapi daripada Ibu terus - terusan bermasturbasi, mendingan pakai kontol yang asli Bu.. lagian di rumah ini kan hanya ada kita berdua," sahutku sambil mengelus kedua puting payudara ibuku dengan kedua tanganku yang sudah berada di balik dasternya.
Ibu terdiam sejenak. Lalu memegang kedua pergelangan tanganku,
"Memangnya kamu bisa nafsu sama ibu?"
"Bisa Bu. Tadi jam tiga pagi aku melihat Ibu sedang bermasturbasi. Aku tak kuat menahan nafsu. Tapi nggak mau ganggu Ibu yang kelihatannya sedang asyik gitu. Makanya aku langsung tidur aja. Eee.. aku malah bermimpi menyetubuhi Ibu. Sampai basah celanaku Bu."
"Masa?! Berarti kamu nafsu melihat ibu sedang telanjang sambil masturbasi tadi?"
"Iya Bu. Nafsu sekali melihatnya. Padahal biasanya sih gak gitu. Tiap melihat Ibu telanjang, aku suka memalingkan muka. Karena merasa jengah dan malu sendiri. Tapi tadi menjelang subuh.. malah sampai terbawa - bawa mimpi Bu."
"Terus maumu sekarang bagaimana?"
"Pokoknya aku siap untuk menyetubuhi Ibu, supaya Ibu jangan masturbasi lagi. Keseringan masturbasi, lama - lama bisa gila lho Bu," sahutku mengada - ada. Padahal aku belum pernah mendengar atau pun membaca kalau keseringan masturbasi itu bisa gila.
Tapi kelihatannya Ibu terpengaruh oleh ucapanku.
"Kalau ibu nanti hamil gimana?"
"Gak apa - apa. Hamil ya hamil aja. Aku mampu kok ngurus anaknya kalau sudah lahir kelak."
"Tapi apa kata tetangga nanti? Ibu kan gak punyha suami, lalu hamil dan melahirkan.. lalu anaknya menangis.. suaranya terdengar ke mana - mana.. jangan Wan ah.. jangan sampai ibu hamil. Beli kondom aja dulu gih.. atau beli pil anti hamil. Mungkin di apotek atau toko obat juga ada."
"Iya Bu. Sekarang juga aku mau nyari sampai dapet," sahutku sambil bergegas menuju gudang di sebelah. Di situlah kuletakkan motorku yang jarang dipakai. Karena untuk bekerja disediakan bus antar jemput karyawan.
Beberapa saat kemudian motor bebekku meluncur di jalan aspal, menuju toko obat langgananku yang letaknya agak jauh dari rumahku.
Kebetulan pil anti hamil itu tidak sulit mencarinya. Toko obat langgananku menyediakannya dengan harga yang lumayan murah. Kubeli pil itu 3 strip, untuk persediaan ibuku. Kemudian aku pulang lagi ke rumah.
Begitu tiba di rumah, aku langsung mencari ibuku di dalam kamarnya. Tapi Ibu tidak ada di situ. O, ternyata sedang di kamar mandi, karena aku mendengar bunyi air dituangkan ke lantai.
Maka kubuka pintu kamar mandi yang tidak pernah dikunci oleh ibuku itu (karena takut kalau jatuh di dalam kamar mandi).
Ternyata Ibu sedang telanjang bulat di dalam kamar mandi.
"Habis makan kok mandi Bu? Bagusnya kalau mau mandi sebelum makan tadi," kataku sambil masuk ke dalam kamar mandi.
"Siapa yang mandi?" tanya Ibu sambil memutar badannya jadi menghadap padaku, "ibu abis nyukur jembut ibu Wan.. tuh lihat.. memek ibu jadi bersih sekarang kan?"
"Hihihihiii.. iyaaa.. tadi subuh masih gondrong. Sekarang udah dibotakin. Pake apa nyukurnya Bu?"
"Pake silet pemberianmu tempo hari itu, waktu ibu minta silet untuk nyukur bulu ketek."
"Duuuh.. kalau bersih gini pasti enak jilatinnya Bu," kataku sambil mengusap - usap memek ibuku yang putih bersih dan lumayan tembem itu.
"Memangnya kamu mau jilatin memek ibu?" tanyanya.
"Mau kalau sudah bersih gitu sih," sahutku sambil membeberkan handuk dan membalutkannya di tubuh Ibu.
===x=x=x===
Bab 2
Setelah tubuh Ibu terbalut handuk, aku langsung membopongnya keluar dari kamar mandi.
"Daster ibu ketinggalan di kamar mandi Wan," kata Ibu waktu baru keluar dari pintu kamar mandi.
"Biar aja Bu. Kan sekarang Ibu harus telanjang bersamaku yang akan telanjang juga."
"Iya ya. Mmm.. tadi dapet apa? Kondom apa pil anti hamil? "tanya Ibu.
"Pil anti hamil Bu. Kalau pake kondom sih takut kurang enak."
"Memang kurang enak pake kondom sih. Yang enak kan kulit ketemu kulit.. hihihihi.. Wawan.. Wawan.. gak nyangka kamu bakal punya niat begituan sama ibu ya?" ucap Ibu setelah kurebahkan di atas ranjangnya.
Pada saat itu pula aku melepaskan segala yang melekat di tubuhku. Dan setelah telanjang, aku naik ke atas ranjang sambil melepaskan belitan handuk dari tubuh ibuku.
Ibu malah meraba - raba dadaku, lalu perutku.
"Nyari apa Bu?" tanyaku.
Tiba - tiba Ibu menangkap penisku yang sudah ngaceng berat ini.
"Ini yang ibu cari. Udah segede apa kontolmu ini Wan? Adududuuuh.. gede banget kontolmu Wan.. jauh lebih gede daripada kontol ayahmu.. !"
"Masa sih Bu?"
"Iya. Kontol bapakmu biasa - biasa aja. Gak sepanjang dan segede kontolmu ini. Nurun dari siapa ya?"
"Hihihiii.. gak tgaulah Bu. Harusnya Ibu lebih tau nurun dari siapa ayooo..?"
"Mmm.. mungkin nurun dari kakek ibu. Almarhum kakek ibu kan orang Arab," sahut Ibu sambil menelentang dan merenggangkan kedua belah pahanya,
"Ayo Wan.. masukin aja langsung kontolmu. Ibu pengen ngerasain enaknya dimasukin kontol gede begitu. Jangan pake jilat - jilatan dulu segala. Nanti malah terasa longgar karena beceknya."
Memang aku sendiri pun ingin secepatnya memasukkan penis ngacengku ke dalam memek Ibu. Karena takut kalau Ibu keburu berubah pikiran. Maka setelah mendengar permintaan dari Ibu, aku pun cepat meletakkan kepala penisku di mulut vagina Ibu yang tampak sudah menganga dan kemerahan itu.
Ibu pun membantuku. Memegangi leher penisku, lalu mencolek - colekkan moncongnya ke mulut memeknya. Sampai akhirnya..
"Iya.. sekarang dorong Wan.." kata ibu
Aku pun mendesakkan penisku sekuat tenaga.
"Iyaaa.. sudah masuk sedikit Wan.. ayo dorong lagi yang lebih kuat.."
Kudorong lagi batang kemaluanku sesuai dengan permintaan Ibu. Dan.. tongkat kejantananku melesak masuk sedikit demi sedikit.. membuat mulut Ibu ternganga.
"Ma.. maasuuuk Waaann.. duuuh.. kontolmu memang gede banget Waaann.. terasa sekali.. sangat terasa enaknya Waaann.." rintih Ibu sambil menarik leherku ke dalam pelukannya. Dan merapatkan pipi hangatnya ke pipiku.
Bayangan wajah Bu Laila pun terlintas di dalam benakku. Namun ketika aku mulai mengayun batang kemaluanku, bayangan wajah wanita cantik itu pun menjauh dan akhirnya hilang dari terawanganku. Kini aku hanya merasakan betapa legitnya liang tempik Ibuku ini, meski lama kelamaan terasa mulai seperti mendorong penisku ke luar, lalu menyedotnya kembali ..
"Ibu.. memek Ibu enak sekali Bu.. uuughhh.. uuughhh.." bisikku terengah ketika penisku mulai memompa liang keewanitaan ibuku.
"Kontolmu juga.. luar biasa enaknya Waaan.. ooo.. ooohhh.. enak sekali Waaaan.." sahut Ibu perlahan dan nyaris tak terdengar.
Pinggul Ibu mulai bergoyang - goyang seperti layang - layang tertiup angin kencang. Membuatku semakin bergairah mengentotnya.
Entah setan atau jin mana yang membantuku waktu batang kemaluanku makin gencar mengentot liang memek Ibu yang sudah bertahun - tahun tak merasakan genjotan zakar lelaki ini. Yang jelas aku semakin mengagumi keindahan bentuk tubuh putih mulus ibuku, mengagumi kecantikan wajahnya yang sepintas lalu tak kelihatan bahwa ibuku ini seorang tunanetra.
Ya, ibuku nyaris sempurna sebagai wanita yang awet muda. Seolah hanya 1 - 2 thn lebih tua dariku. Hanya sepasang matanya yang tidak sempurna, yang lainnya benar - benar penuh dengan daya pesona. Tubuh yang tinggi montok, dengan bokong gede dan payudara yang montok, dengan pinggang yang ramping dan kulit yang putih mulus.
Maka semakin lupalah aku kalau yang tengah kusetubuhi ini ibu kandungku sendiri. Aku hanya merasakan setiap lekuk tubuh Ibu yang tersentuh olehku ini penuh dengan keindahan dan kenikmatan. Bahkan ketika aku menicum bibirnya dengan penuh gairah birahi, Ibu pun menyambutnya dengan lumatan hangat, dengan nafas yang terengah - engah..
Terkadang leher jenjangnya kujilati disertai dengan sedotan - sedotan kuat, sehingga mulut Ibu ternganga - nganga, dengan dekapannya di pinggangku yang semakin erat. Seolah takut kalau kutinggalkan dari surga dunia yang sedang kami nikmati bersama ini.
Maka perasaan nikmat yang sedang kurasakan ini berbaur dengan perasaan haru. Dan membuatku smekin yakin bahwa Ibu masih berhak menikmati semuanya ini. Bahkan pada suatu saat aku membisiki telinganya,
"Aku makin sayang kepada Ibu.."
Spontan Ibu menyahut, "Iii..ibu juga.. makin sayang kepadamu Wan.. ta.. tapi.. ibu su.. sudah mau lepas Wan.. ayo percepat entotannya.. entooot yang cepeeeet.. iyaaaa.. ennnaakk.. Waaaan.. Waaan.. enak.. Wawaaan.."
Ibu berkelojotan. Gedebak gedebuk sambil memeluk leherku erat - erat, membuatku sulit bernafas. Namun kuikuti permintaannya. Entotanku dipercepat.. makin lama makin cepat.. sampai akhirnya terdengar suara erangan ibuku tercinta,
"Aaaa.. aaahh.. ibu lepas Waaaannn.."
Lalu Ibu terkulai lunglai. Dengan keringat yang membasahi wajah dan lehernya, bercampur baur dengan keringatku.
Lalu Ibu membelai rambutku dengan lembut,
"Terima kasih Wan.. sejak ditinggal oleh ayahmu, baru sekali inilah ibu merasakan nikmatnya disetubuhi.. ibu sayang sekali padamu Wan.. kamu memang anak yang sangat mengerti pada kebutuhan batin ibu.." kata kata pelan
Aku terdiam sambil menikmati indahnya kedutan - kedutan liang memek Ibu yang baru saja mencapai orgasmenya.
Namun aku belum ejakulasi. Aku berusaha mengatur pernafasanku agar bisa berlama - lama mengentot liang memek Ibu.
Maka setelah Ibu tampak pulih lagi dari kelunglaiannya, aku pun melanjutkannya kembali. Mengayun penisku lagi, yang bergerak - gerak maju mundur di dalam liang memek ibuku yang sudah becek ini.
Aku merasa kenikmatanku tidak terganggu oleh kebecekan liang kewanitaan ibuku. Bahkan aku semakin pede, bahwa aku sudah berhasil membuat Ibu puas. Lalu aku ingin mengejar kepuasan untuk diriku sendiri. Dengan mempergencar entotanku.
Ranjang Ibu pun berderit - derit lagi secara berirama. Sesuai dengan gerakan kontolku yang sedang memompa liang memek ibuku.
Ibu pun mulai menanggapi aksiku dengan goyangan pinggulnya yang mulai memutar - mutar, meliuk - liuk dan menukik lalu menghempas di atas kasur. Dengan sendirinya kelentit Ibu pun njadi sering bergesekan dengan batang kemaluanku. Maka erangan - erangan Ibu pun terdengar lagi perlahan tapi jelas di telingaku.
"Waaaan.. ooh.. Waaaan.. ini udah enak lagi Waaaan.. entot terus Waaaan.. enak sekali Waaan.. oooh.. enaaaakkkhh.."
Cukup lama aku mengentot ibuku. Sehingga keringatku sudah semakin bercucuran.
"Ibu udah mau lepas lagi Waaan.. ayo barengin biar nikmat Waaaan.." pintanya
Memang aku pun sudah berada di detik - detik krusial. Maka setelah mendengar permintaan Ibu itu, aku tak mau menahan - nahan lagi. Kupercepat entotanku.. maju mundur maju mundur dan maju mundur dengan cepatnya.
Lalu.. ketika sekujur tubuh Ibu sedang terkejang - kejang, ketika liang memeknya terasa sedang menggeliat dan berkejut - kejut, batang kemaluanku pun sedang mengejut - ngejut sambil memuntahkan air mani..
crottt.. crooottt.. crooottt..
Kami sama - sama menggelepar, lalu sama - sama terkulai dan terdampar di pantai kepuasan. Dengan tubuh bermandikan keringat.
O, betapa indah dan nikmatnya semua yang telah kualami ini.
===x=x=x===
bab 3
Bagaimana pun juga Ibu adalah ibu kandungku. Beliau yang mengandungku selama sembilan setengah bulan, beliau yang melahirkanku setelah bertarung nyawa, beliau yang merawatku sejak bayi sampai besar dengan penuh kasih sayang. Last but not least, aku tidak akan ada di dunia ini kalau tidak ada Ibu.
Dan sekarang Ibu sudah memberikan sesuatu yang paling berharga di badannya, untuk kumiliki dan kunikmati.
Karena itu aku harus memperlakukannya lebih dari biasanya. Ketika Ibu mau bersih - bersih di kamar mandi, aku membopong tubuh telanjangnya ke kamar mandi. Lalu kami mandi bersama. Untuk membuang keringat dari tubuh kami.
Ibu pun membantuku. Memegangi leher penisku, lalu mencolek - colekkan moncongnya ke mulut memeknya. Sampai akhirnya..
"Iya.. sekarang dorong Wan.." kata ibu
Aku pun mendesakkan penisku sekuat tenaga.
"Iyaaa.. sudah masuk sedikit Wan.. ayo dorong lagi yang lebih kuat.."
Kudorong lagi batang kemaluanku sesuai dengan permintaan Ibu. Dan.. tongkat kejantananku melesak masuk sedikit demi sedikit.. membuat mulut Ibu ternganga.
"Ma.. maasuuuk Waaann.. duuuh.. kontolmu memang gede banget Waaann.. terasa sekali.. sangat terasa enaknya Waaann.." rintih Ibu sambil menarik leherku ke dalam pelukannya. Dan merapatkan pipi hangatnya ke pipiku.
Bayangan wajah Bu Laila pun terlintas di dalam benakku. Namun ketika aku mulai mengayun batang kemaluanku, bayangan wajah wanita cantik itu pun menjauh dan akhirnya hilang dari terawanganku. Kini aku hanya merasakan betapa legitnya liang tempik Ibuku ini, meski lama kelamaan terasa mulai seperti mendorong penisku ke luar, lalu menyedotnya kembali ..
"Ibu.. memek Ibu enak sekali Bu.. uuughhh.. uuughhh.." bisikku terengah ketika penisku mulai memompa liang keewanitaan ibuku.
"Kontolmu juga.. luar biasa enaknya Waaan.. ooo.. ooohhh.. enak sekali Waaaan.." sahut Ibu perlahan dan nyaris tak terdengar.
Pinggul Ibu mulai bergoyang - goyang seperti layang - layang tertiup angin kencang. Membuatku semakin bergairah mengentotnya.
Entah setan atau jin mana yang membantuku waktu batang kemaluanku makin gencar mengentot liang memek Ibu yang sudah bertahun - tahun tak merasakan genjotan zakar lelaki ini. Yang jelas aku semakin mengagumi keindahan bentuk tubuh putih mulus ibuku, mengagumi kecantikan wajahnya yang sepintas lalu tak kelihatan bahwa ibuku ini seorang tunanetra.
Ya, ibuku nyaris sempurna sebagai wanita yang awet muda. Seolah hanya 1 - 2 thn lebih tua dariku. Hanya sepasang matanya yang tidak sempurna, yang lainnya benar - benar penuh dengan daya pesona. Tubuh yang tinggi montok, dengan bokong gede dan payudara yang montok, dengan pinggang yang ramping dan kulit yang putih mulus.
Maka semakin lupalah aku kalau yang tengah kusetubuhi ini ibu kandungku sendiri. Aku hanya merasakan setiap lekuk tubuh Ibu yang tersentuh olehku ini penuh dengan keindahan dan kenikmatan. Bahkan ketika aku menicum bibirnya dengan penuh gairah birahi, Ibu pun menyambutnya dengan lumatan hangat, dengan nafas yang terengah - engah..
Terkadang leher jenjangnya kujilati disertai dengan sedotan - sedotan kuat, sehingga mulut Ibu ternganga - nganga, dengan dekapannya di pinggangku yang semakin erat. Seolah takut kalau kutinggalkan dari surga dunia yang sedang kami nikmati bersama ini.
Maka perasaan nikmat yang sedang kurasakan ini berbaur dengan perasaan haru. Dan membuatku smekin yakin bahwa Ibu masih berhak menikmati semuanya ini. Bahkan pada suatu saat aku membisiki telinganya,
"Aku makin sayang kepada Ibu.."
Spontan Ibu menyahut, "Iii..ibu juga.. makin sayang kepadamu Wan.. ta.. tapi.. ibu su.. sudah mau lepas Wan.. ayo percepat entotannya.. entooot yang cepeeeet.. iyaaaa.. ennnaakk.. Waaaan.. Waaan.. enak.. Wawaaan.."
Ibu berkelojotan. Gedebak gedebuk sambil memeluk leherku erat - erat, membuatku sulit bernafas. Namun kuikuti permintaannya. Entotanku dipercepat.. makin lama makin cepat.. sampai akhirnya terdengar suara erangan ibuku tercinta,
"Aaaa.. aaahh.. ibu lepas Waaaannn.."
Lalu Ibu terkulai lunglai. Dengan keringat yang membasahi wajah dan lehernya, bercampur baur dengan keringatku.
Lalu Ibu membelai rambutku dengan lembut,
"Terima kasih Wan.. sejak ditinggal oleh ayahmu, baru sekali inilah ibu merasakan nikmatnya disetubuhi.. ibu sayang sekali padamu Wan.. kamu memang anak yang sangat mengerti pada kebutuhan batin ibu.." kata kata pelan
Aku terdiam sambil menikmati indahnya kedutan - kedutan liang memek Ibu yang baru saja mencapai orgasmenya.
Namun aku belum ejakulasi. Aku berusaha mengatur pernafasanku agar bisa berlama - lama mengentot liang memek Ibu.
Maka setelah Ibu tampak pulih lagi dari kelunglaiannya, aku pun melanjutkannya kembali. Mengayun penisku lagi, yang bergerak - gerak maju mundur di dalam liang memek ibuku yang sudah becek ini.
Aku merasa kenikmatanku tidak terganggu oleh kebecekan liang kewanitaan ibuku. Bahkan aku semakin pede, bahwa aku sudah berhasil membuat Ibu puas. Lalu aku ingin mengejar kepuasan untuk diriku sendiri. Dengan mempergencar entotanku.
Ranjang Ibu pun berderit - derit lagi secara berirama. Sesuai dengan gerakan kontolku yang sedang memompa liang memek ibuku.
Ibu pun mulai menanggapi aksiku dengan goyangan pinggulnya yang mulai memutar - mutar, meliuk - liuk dan menukik lalu menghempas di atas kasur. Dengan sendirinya kelentit Ibu pun njadi sering bergesekan dengan batang kemaluanku. Maka erangan - erangan Ibu pun terdengar lagi perlahan tapi jelas di telingaku.
"Waaaan.. ooh.. Waaaan.. ini udah enak lagi Waaaan.. entot terus Waaaan.. enak sekali Waaan.. oooh.. enaaaakkkhh.."
Cukup lama aku mengentot ibuku. Sehingga keringatku sudah semakin bercucuran.
"Ibu udah mau lepas lagi Waaan.. ayo barengin biar nikmat Waaaan.." pintanya
Memang aku pun sudah berada di detik - detik krusial. Maka setelah mendengar permintaan Ibu itu, aku tak mau menahan - nahan lagi. Kupercepat entotanku.. maju mundur maju mundur dan maju mundur dengan cepatnya.
Lalu.. ketika sekujur tubuh Ibu sedang terkejang - kejang, ketika liang memeknya terasa sedang menggeliat dan berkejut - kejut, batang kemaluanku pun sedang mengejut - ngejut sambil memuntahkan air mani..
crottt.. crooottt.. crooottt..
Kami sama - sama menggelepar, lalu sama - sama terkulai dan terdampar di pantai kepuasan. Dengan tubuh bermandikan keringat.
O, betapa indah dan nikmatnya semua yang telah kualami ini.
===x=x=x===
bab 3
Bagaimana pun juga Ibu adalah ibu kandungku. Beliau yang mengandungku selama sembilan setengah bulan, beliau yang melahirkanku setelah bertarung nyawa, beliau yang merawatku sejak bayi sampai besar dengan penuh kasih sayang. Last but not least, aku tidak akan ada di dunia ini kalau tidak ada Ibu.
Dan sekarang Ibu sudah memberikan sesuatu yang paling berharga di badannya, untuk kumiliki dan kunikmati.
Karena itu aku harus memperlakukannya lebih dari biasanya. Ketika Ibu mau bersih - bersih di kamar mandi, aku membopong tubuh telanjangnya ke kamar mandi. Lalu kami mandi bersama. Untuk membuang keringat dari tubuh kami.
Lalu aku menyabuni sekujur tubuh ibu, dari leher sampai ke telapak kakinya.
Namun ketika aku sedang menyabuni memeknya yang sudah dua kali orgasme itu, diam - diam penisku ngaceng lagi. Maka kuangkat tubuh Ibu ke bibir bak kamar mandi. Dan kududukkan Ibu di pinggir bak yang bibirnya cukup lebar, yang biasanya digunakan untuk menaruh peralatan mandi.
"Mau ngapain mendudukkan ibu di sini Wan?
"Iya Bu. Aku nafsu lagi nih. Gak apa - apa ya," sahutku sambil berdiri menghadap ke arah ibuku, dengan moncong penis diletakkan di mulut vagina Ibu yang masih berlepotan air dan busa sabun.
"Iya gak apa - apa Sayang," sahut Ibu sambil memegang sepasang bahuku.
Dan dengan mudahnya aku bisa memasukkan penisku yang sudah ngaceng lagi ini ke dalam liang memek Ibu..
blesssskkk..
Dan sambil berdiri, mulailah penisku "memompa" liang memek ibuku.
"ooohhh.. kontolmu memang enak sekali Wan.. nanti istrimu pasti bakal ingin dientot terus sama kontol gede dan panjangmu ini.. ooohhh.. enak sekali Waaaan.." erang Ibu sambil memeluk leherku agar tidak terjatuh ke lantai, sekaligus ingin menciumi pipi dan bibirku.
"Me.. memek ibu enak nggak Wan?" tanya Ibu ketika ayunan penisku masih berjalan lambat.
"Enak sekali Bu.." sahutku sambil mendekap pinggang ibu, sementara penisku mulai kugenjot secara berirama.
"Sayangnya kita gak boleh kawin ya Wan. Kalau boleh sih, ibu mau juga dihamili olehmu."
"Kalau hidupku sudah mapan, tiada salahnya ibu mengandung anakku."
"Kenapa harus sudah mapan?"
"Kalau sudah mapan, aku bisa menyembunyikan Ibu di suatu tempat yang jauh dari mulut usil."
"Iya.. makanya cepatlah sukses ya Sayang. Biar ibu bisa hamil, bisa mengandung benihmu. ooohhh.. ini.. makin lama makin enak Waaaan.. tapi jangan terlalu lama kayak tadi yaaaa.. kalau ibu sudah mau lepas, kamu juga harus ngecrot.. biar bareng lagi lepasinnya seperti tadi.. nikmat sekali.."
"Iya Bu.. lagian ngentot di dalam kamar mandi gini gak boleh lama - lama ya. Takut diganggu hantu air.."
"Ah.. kata ayahmu sih hantu itu hanya ilusi.. bener kan?"
"Iyaaaa.. dududuuuhhh.. memek Ibu makin lama makin enak Buuu.."
"Kontolmu juga makin lama makin enaaaak.. ayo cepetin entotannya Waaaan.. biar cepat selesai.."
"Iya Bu," sahutku sambil mempercepat entotanku seperti yang Ibu inginkan.
Bokong Ibu makin lama makin maju. Tapi aku tidak takut beliau jatuh, karena selalu berpegangan ke bahuku atau memeluk leherku erat - erat.
Dan akhirnya Ibu berkata terengah, "Ayo Wan.. barengin lagi.. ibu udah mau lepas nih Waaan.. entooot teruuusssss.. lepasin bareng lagiii.."
Aku memang sudah ingin ngecrot secepatnya di kamar mandi ini. Maka setelah mendengar permintaan Ibu, kupergencar entotanku, tanpa mempedulikan apa - apa lagi.
Dan.. ooo.. aku berhasil..!
Ketika liang memek Ibu mengedut - ngedut kencang, aku pun tengah "menanamkan" penisku di dalam liang surgawi yang sedang berkejuit - kejut erotis itu.. disusul dengan kejutan - kejutan di penisku sendiri.. penis yang moncongnya tengah memuntahkan lahar lendir ini.
Crooottt.. crot.. crottt..
Ibu masih memeluk leherku, tapi kedua lengannya sudah terasa lemas. Maka setelah mencabut batang kemaluanku dari liang memek Ibu, kuturunkan ibuku dengan hati - hati.
"Duuuhhh.. ini untuk pertama kalinya ibu disetubuhi di dalam kamar mandi Wan," kata Ibu sambil meraba - raba bibir bak, sampai menemukan gayung plastik. Lalu diambilnya air dengan gayung plastik itu untuk menyirami memeknya.
Aku pun mengambil gayung plastik itu dari tangan ibuku. Lalu kusiram air dari atas kepala Ibu, agar beliau mandi sekalian berkeramas.
Setelah Ibu selesai berkeramas dan kubilas dengan air dari gayung plastik, barulah aku sendiri mandi sebersih mungkin, sekalian mandi junub.
Setelah mandi, kami kenakan pakaian masing - masing. Dan bersama - sama rebahan di atas ranjang Ibu.
Ibu mendekapku dengan kehangatan seorang ibu, sekaligus sebagai seorang wanita yang baru berbagi kenikmatan denganku.
Sementara terawanganku mulai melayang - layang lagi. Menerawang segala yang pernah kualami dan kemungkinan - kemungkinan yang akan kualami.
===x=x=x===
BAB 4
Walau pun aku tak pernah pacaran dengan cewek sebayaku, sebenarnya Ibu bukanlah wanita pertama yang kugauli. Ya.. aku akan tetap ingat peristiwa demi peristiwa, khususnya tentang masalah seksual.
Baru seminggu aku bekerja di kantor perusahaan swasta itu, seorang karyawati menghampiriku ketika aku sedang nongkrong di kantin pada jam makan siang. Karyawati itu seorang wanita setengah baya yang menjabat tanganku sambil menyebutkan namanya, "Ninies."
Aku pun menyebutkan namaku. Kemudian karyawati yang bernama Ninies itu duduk di depanku, dibatasi oleh meja kantin.
"Gimana? Seneng kerja di sini?" tanyanya setelah memesan jus guava ke ibu kantin.
"Lumayan.. seneng Mbak."
"Kamu karyawan termuda di sini."
"Kok Mbak tau?"
"Aku kan staf personalia."
"O gitu.."
"Kamu punya WA?"
"Punya. Mau tukaran nomor Mbak?"
"Iya."
Lalu aku tukaran nomor hape yang ada WAnya dengan Mbak Ninies, yang usianya kira - kira 30 thn lebih.
"Nanti malam kita chat ya," ucapnya.
"Boleh Mbak."
"Pacarnya gak marah kalau kamu chat denganku?"
"Aku gak punya pacar Mbak."
"Ohya? Cowok seganteng kamu gak punya pacar? Masa sih?!"
"Belum punya Mbak. Cariin dong sama Mbak. Heheheee.."
Tiba - tiba dia memegang tanganku yang berada di atas meja.
"Aku aja jadiin pacar ya. Hihihiiii.."
"Memangnya Mbak gak punya suami?"
"Punya, tapi boleh aja aku suka kamu kan?"
Aku terhenyak. Masa perempuan yang jauh lebih tua dariku mau jadi pacarku? Tapi aku lantas teringat sesuatu.. tentang wanita bersuami yang seneng melahap brondong. Apa salahnya kalau aku dijadiin brondongnya? Bukankah aku ingin tau bagaimana rasanya bersetubuh itu?
(saat itu aku belum pernah menggauli siapa pun).
Aku menengok ke kanan kiriku. Saat itu kantin memang sedang sepi. Hanya ada aku dan Mbak Nies yang sedang nongkrong di kantin.
"Boleh Mbak. Boleh banget."
Mbak Nies yang berperawakan tinggi montok berkulit putih mulus itu menghabiskan jus guavanya. Lalu berdiri,
"Nanti malam kita chatting ya."
"Oke," sahutku sambil tersenyum.
Dugaanku tidak meleset. Malamnya Mbak Ninies mengirim WA, berawal dengan basa - basi, udah tidur belum.. sekarang lagi ngapain dan sebagainya. Sampai akhirnya melangkah ke chat yang lebih serius :
Aku: Suami Mbak kerja di mana?
Ninies: Jauh. Di Hongkong
Aku: Jadi TKI?
Ninies: Iya.
Aku: Mbak sering kesepian dong.
Ninies: Iya. Makanya pengen jadi pacar gelap kamu.
Aku: Kebetulan dong. Aku lagi butuh guru.
Ninies: Guru apa?
Aku: Guru begituan Mbak.
Ninies: Sex maksudnya?
Namun ketika aku sedang menyabuni memeknya yang sudah dua kali orgasme itu, diam - diam penisku ngaceng lagi. Maka kuangkat tubuh Ibu ke bibir bak kamar mandi. Dan kududukkan Ibu di pinggir bak yang bibirnya cukup lebar, yang biasanya digunakan untuk menaruh peralatan mandi.
"Mau ngapain mendudukkan ibu di sini Wan?
"Iya Bu. Aku nafsu lagi nih. Gak apa - apa ya," sahutku sambil berdiri menghadap ke arah ibuku, dengan moncong penis diletakkan di mulut vagina Ibu yang masih berlepotan air dan busa sabun.
"Iya gak apa - apa Sayang," sahut Ibu sambil memegang sepasang bahuku.
Dan dengan mudahnya aku bisa memasukkan penisku yang sudah ngaceng lagi ini ke dalam liang memek Ibu..
blesssskkk..
Dan sambil berdiri, mulailah penisku "memompa" liang memek ibuku.
"ooohhh.. kontolmu memang enak sekali Wan.. nanti istrimu pasti bakal ingin dientot terus sama kontol gede dan panjangmu ini.. ooohhh.. enak sekali Waaaan.." erang Ibu sambil memeluk leherku agar tidak terjatuh ke lantai, sekaligus ingin menciumi pipi dan bibirku.
"Me.. memek ibu enak nggak Wan?" tanya Ibu ketika ayunan penisku masih berjalan lambat.
"Enak sekali Bu.." sahutku sambil mendekap pinggang ibu, sementara penisku mulai kugenjot secara berirama.
"Sayangnya kita gak boleh kawin ya Wan. Kalau boleh sih, ibu mau juga dihamili olehmu."
"Kalau hidupku sudah mapan, tiada salahnya ibu mengandung anakku."
"Kenapa harus sudah mapan?"
"Kalau sudah mapan, aku bisa menyembunyikan Ibu di suatu tempat yang jauh dari mulut usil."
"Iya.. makanya cepatlah sukses ya Sayang. Biar ibu bisa hamil, bisa mengandung benihmu. ooohhh.. ini.. makin lama makin enak Waaaan.. tapi jangan terlalu lama kayak tadi yaaaa.. kalau ibu sudah mau lepas, kamu juga harus ngecrot.. biar bareng lagi lepasinnya seperti tadi.. nikmat sekali.."
"Iya Bu.. lagian ngentot di dalam kamar mandi gini gak boleh lama - lama ya. Takut diganggu hantu air.."
"Ah.. kata ayahmu sih hantu itu hanya ilusi.. bener kan?"
"Iyaaaa.. dududuuuhhh.. memek Ibu makin lama makin enak Buuu.."
"Kontolmu juga makin lama makin enaaaak.. ayo cepetin entotannya Waaaan.. biar cepat selesai.."
"Iya Bu," sahutku sambil mempercepat entotanku seperti yang Ibu inginkan.
Bokong Ibu makin lama makin maju. Tapi aku tidak takut beliau jatuh, karena selalu berpegangan ke bahuku atau memeluk leherku erat - erat.
Dan akhirnya Ibu berkata terengah, "Ayo Wan.. barengin lagi.. ibu udah mau lepas nih Waaan.. entooot teruuusssss.. lepasin bareng lagiii.."
Aku memang sudah ingin ngecrot secepatnya di kamar mandi ini. Maka setelah mendengar permintaan Ibu, kupergencar entotanku, tanpa mempedulikan apa - apa lagi.
Dan.. ooo.. aku berhasil..!
Ketika liang memek Ibu mengedut - ngedut kencang, aku pun tengah "menanamkan" penisku di dalam liang surgawi yang sedang berkejuit - kejut erotis itu.. disusul dengan kejutan - kejutan di penisku sendiri.. penis yang moncongnya tengah memuntahkan lahar lendir ini.
Crooottt.. crot.. crottt..
Ibu masih memeluk leherku, tapi kedua lengannya sudah terasa lemas. Maka setelah mencabut batang kemaluanku dari liang memek Ibu, kuturunkan ibuku dengan hati - hati.
"Duuuhhh.. ini untuk pertama kalinya ibu disetubuhi di dalam kamar mandi Wan," kata Ibu sambil meraba - raba bibir bak, sampai menemukan gayung plastik. Lalu diambilnya air dengan gayung plastik itu untuk menyirami memeknya.
Aku pun mengambil gayung plastik itu dari tangan ibuku. Lalu kusiram air dari atas kepala Ibu, agar beliau mandi sekalian berkeramas.
Setelah Ibu selesai berkeramas dan kubilas dengan air dari gayung plastik, barulah aku sendiri mandi sebersih mungkin, sekalian mandi junub.
Setelah mandi, kami kenakan pakaian masing - masing. Dan bersama - sama rebahan di atas ranjang Ibu.
Ibu mendekapku dengan kehangatan seorang ibu, sekaligus sebagai seorang wanita yang baru berbagi kenikmatan denganku.
Sementara terawanganku mulai melayang - layang lagi. Menerawang segala yang pernah kualami dan kemungkinan - kemungkinan yang akan kualami.
===x=x=x===
BAB 4
Walau pun aku tak pernah pacaran dengan cewek sebayaku, sebenarnya Ibu bukanlah wanita pertama yang kugauli. Ya.. aku akan tetap ingat peristiwa demi peristiwa, khususnya tentang masalah seksual.
Baru seminggu aku bekerja di kantor perusahaan swasta itu, seorang karyawati menghampiriku ketika aku sedang nongkrong di kantin pada jam makan siang. Karyawati itu seorang wanita setengah baya yang menjabat tanganku sambil menyebutkan namanya, "Ninies."
Aku pun menyebutkan namaku. Kemudian karyawati yang bernama Ninies itu duduk di depanku, dibatasi oleh meja kantin.
"Gimana? Seneng kerja di sini?" tanyanya setelah memesan jus guava ke ibu kantin.
"Lumayan.. seneng Mbak."
"Kamu karyawan termuda di sini."
"Kok Mbak tau?"
"Aku kan staf personalia."
"O gitu.."
"Kamu punya WA?"
"Punya. Mau tukaran nomor Mbak?"
"Iya."
Lalu aku tukaran nomor hape yang ada WAnya dengan Mbak Ninies, yang usianya kira - kira 30 thn lebih.
"Nanti malam kita chat ya," ucapnya.
"Boleh Mbak."
"Pacarnya gak marah kalau kamu chat denganku?"
"Aku gak punya pacar Mbak."
"Ohya? Cowok seganteng kamu gak punya pacar? Masa sih?!"
"Belum punya Mbak. Cariin dong sama Mbak. Heheheee.."
Tiba - tiba dia memegang tanganku yang berada di atas meja.
"Aku aja jadiin pacar ya. Hihihiiii.."
"Memangnya Mbak gak punya suami?"
"Punya, tapi boleh aja aku suka kamu kan?"
Aku terhenyak. Masa perempuan yang jauh lebih tua dariku mau jadi pacarku? Tapi aku lantas teringat sesuatu.. tentang wanita bersuami yang seneng melahap brondong. Apa salahnya kalau aku dijadiin brondongnya? Bukankah aku ingin tau bagaimana rasanya bersetubuh itu?
(saat itu aku belum pernah menggauli siapa pun).
Aku menengok ke kanan kiriku. Saat itu kantin memang sedang sepi. Hanya ada aku dan Mbak Nies yang sedang nongkrong di kantin.
"Boleh Mbak. Boleh banget."
Mbak Nies yang berperawakan tinggi montok berkulit putih mulus itu menghabiskan jus guavanya. Lalu berdiri,
"Nanti malam kita chatting ya."
"Oke," sahutku sambil tersenyum.
Dugaanku tidak meleset. Malamnya Mbak Ninies mengirim WA, berawal dengan basa - basi, udah tidur belum.. sekarang lagi ngapain dan sebagainya. Sampai akhirnya melangkah ke chat yang lebih serius :
Aku: Suami Mbak kerja di mana?
Ninies: Jauh. Di Hongkong
Aku: Jadi TKI?
Ninies: Iya.
Aku: Mbak sering kesepian dong.
Ninies: Iya. Makanya pengen jadi pacar gelap kamu.
Aku: Kebetulan dong. Aku lagi butuh guru.
Ninies: Guru apa?
Aku: Guru begituan Mbak.
Ninies: Sex maksudnya?
Aku: Iya
Ninies: Memangnya kamu belum pernah?
Aku: Belum Mbak.
Ninies: Bohong ah.
Tanpa pikir panjang lebar lagi ku foto penuisku yang kebetulan sedang ngaceng ini, lalu kukirimkan.
Ninies: Wow! Punyamu panjang gede gini yah? Aku jadi horny neh.
Aku: Mana punya Mbak?
**
Ninies: Sebentar ya. Kamarku gelap, mau nyalain lampu dulu.
**
Tak lama kemudian aku menerima kiriman foto memek Mbak Ninies. Maka giliranku untuk berkomentar :
Aku: Waduh Mbak.. memeknya bersih gini. Jadi pengen jilatin deh.
Ninies: Kok udah tau jilat memek segala? Berarti udah pengalaman dong.
Aku: Pengalaman masih nol besar. Tapi nonton bokep sih sering.
Ninies: Iya ya. Cowok zaman sekarang kan sering nonton bokep.
Aku: Terus kapan aku mau sekolahnya Mbak?
Ninies: Terserah kamu. Sekarang juga bisa. Asal mau aja kamu yang ke sini.
Aku: Ke rumah Mbak?
Ninies: Iya. Kalau mau, aku akan kirim alamatnya.
Beberapa saat kemudian aku sudah berada di atas motorku yang kularikan menuju alamat rumah Mbak Ninies.
Kepada Ibu aku bilang mau kerja lembur. Terpaksa aku berbohong supaya tidak ada pertanyaan yang susah jawabnya.
===x=x=x===
BAB 5
Rumah Mbak Ninies lumayan jauh dari rumahku. Mbak Ninies di ujung timur, sementara aku di ujung utara. Namun tak sampai sejam aku pun tiba di depan rumah Mbak Ninies ketika jam tanganku baru menunjukkan pukul setengah sembilan malam.
Mbak Ninies membuka pintu depan dengan mengenakan daster putih bersih, dengan rambut yang diurai lepas pula.
"Motornya masukin aja ke dalam, biar aman," katanya sambil membuka pintunya lebar - lebar.
Aku ikuti saja petunjuk teman sekantorku yang berperawakan tinggi montok dan berkulit putih mulus itu. Kumasukkan motorku ke dalam rumahnya yang lebih kecil dari rumahku, tapi penataannya rapi dan serba masa kini.
Setelah menutup dan menguncikan pintu depan, Mbak Ninies langsung mengajakku masuk ke dalam kamarnya yang rapi dan harum penyegar ruangan.
Setelah aku berada di dalam kamarnya, Mbak Ninies menutup dan menguncikan pintu kamarnya yang serba bersih dan mengikuti trend bedroom masa kini itu.
Sebagai pemula dalam masalah perempuan, aku mulai degdegan. Dan tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Tapi Mbak Nies tahu apa yang harus dilakukannya.
Lalu ia berkata setengah berbisik, "Sekarang nginap di sini aja ya. Besok kan kita libur."
"Iya Mbak.." sahutku sambil mengamati Mbak Ninies yang sedang menanggalkan daster putihnya. Sehingga tinggal beha dan celana dalam serba pink yang masih melekat di tubuhnya.
Dalam keadaan nyaris telanjang itulah Mbak Ninies meraihku ke dalam pelukannya.
"Kita gak usah munafik," bisiknya, "Saat ini kita saling membutuhkan Wan. Aku kesepian, kamu juga ingin merasakan enaknya memek kan?"
"Iya Mbak.." sahutku yang lalu terputus, karena bibirku dipagutnya. Lalu dicium dan dilumatnya.
Sementara aku semakin jauh tenggelam di dalam arus nafsu.
"Tanggalkan dulu dong pakaianmu, biar lebih leluasa," ucap Mbak Ninies setelah ciumannya dilepaskan.
Aku pun melepaskan baju kaus dan celana jeansku. Tinggal celana pendek yang masih melekat di tubuhku.
"Coba liat kontolmu.. tadi baru liat fotonya. Sekarang ingin liat aslinya," kata Mbak Ninies sambil melepaskan kancing celana pendekku.
Tangannya menyelinap ke balik celana pendekku. Dan menyembulkan batang kemaluanku yang sudah ngaceng ini.
"Wow.. kontolmu ini istimewa Wan. Bukan cuma gede tapi juga panjang sekali.. hihihi.. seneng aku liatnya," ucap Mbak Ninies sambil menciumi puncak penisku.
Pada saat itulah aku pun tak sabar lagi. Ingin menjamah memek Mbak Ninies yang masih tertutup celana dalam berwarna pink itu.
"Kamu ingin jilatin memekku kan?"
"Iya Mbak."
"Ya udah, jilatin deh," kayta Mbak Ninies sambil merenggangkan kedua belah pahanya.
Aku agak kebingungan awalnya, karena Mbak Ninies masih mengenakan celana dalam. Tapi lalu aku membungkuk dan menelungkup di antara sepasang paha putih mulusnya.
Lalu kutarik celana dalamnya ke arah kiri, sehingge memeknya terbuka. Yang berwarna pinknya pun kelihatan sudah menganga, seolah menantangku untuk segera menjilatinya.
"Aku belum punya pengalaman. Kalau salah, tolong betulin ya Mbak," kataku yang diiyakan oleh Mbak Ninies sambil tersenyum - senyum.
Aku pun menjilati memek Mbak Ninies yang jembutnya hanya di bagian atas, juga pendek - pendek, kayak kumis Hitler.
Lalu Mbak Ninies memberi pengarahan tentang Vagina bagian mana saja yang harus dijilati itu. Bagian dalamnya yang berwarna pink, bibir kecil (labia minora) dan terutama clitorisnya.
Setelah diberi petunjuk, aku pun mulai mengerti. Dalam tempo singkat aku sudah bisa menjilati memek Mbak Ninies, tanpa harus dibimbing lagi. Namun nafsuku sudah bergejolak, ingin segera melakukan persetubuhan yang sebenarnya.
Ya.. aku masih ingat benar semuanya itu. Bahwa untuk pertama kalinya aku merasakan nikmatnya menyetubuhi perempuan, adalah dengan Mbak Ninies itu.
Bahkan Mbak Ninies pula yang mengajariku tentang posisi - posisi sex yang bermacam - macam itu. Sehingga malam itu aku sampai tiga kali ngecrot di dalam liang memek Mbak Ninies.
Sebelum berpisah, kami janjian untuk ketemuan lagi tiga malam berikutnya.
Tapi apa yang terjadi?
Keesokan harinya Mbak Ninies mengirim WA ketika aku sedang sibuk di ruang kerjaku.
Ninies: Memangnya kamu belum pernah?
Aku: Belum Mbak.
Ninies: Bohong ah.
Tanpa pikir panjang lebar lagi ku foto penuisku yang kebetulan sedang ngaceng ini, lalu kukirimkan.
Ninies: Wow! Punyamu panjang gede gini yah? Aku jadi horny neh.
Aku: Mana punya Mbak?
**
Ninies: Sebentar ya. Kamarku gelap, mau nyalain lampu dulu.
**
Tak lama kemudian aku menerima kiriman foto memek Mbak Ninies. Maka giliranku untuk berkomentar :
Aku: Waduh Mbak.. memeknya bersih gini. Jadi pengen jilatin deh.
Ninies: Kok udah tau jilat memek segala? Berarti udah pengalaman dong.
Aku: Pengalaman masih nol besar. Tapi nonton bokep sih sering.
Ninies: Iya ya. Cowok zaman sekarang kan sering nonton bokep.
Aku: Terus kapan aku mau sekolahnya Mbak?
Ninies: Terserah kamu. Sekarang juga bisa. Asal mau aja kamu yang ke sini.
Aku: Ke rumah Mbak?
Ninies: Iya. Kalau mau, aku akan kirim alamatnya.
Beberapa saat kemudian aku sudah berada di atas motorku yang kularikan menuju alamat rumah Mbak Ninies.
Kepada Ibu aku bilang mau kerja lembur. Terpaksa aku berbohong supaya tidak ada pertanyaan yang susah jawabnya.
===x=x=x===
BAB 5
Rumah Mbak Ninies lumayan jauh dari rumahku. Mbak Ninies di ujung timur, sementara aku di ujung utara. Namun tak sampai sejam aku pun tiba di depan rumah Mbak Ninies ketika jam tanganku baru menunjukkan pukul setengah sembilan malam.
Mbak Ninies membuka pintu depan dengan mengenakan daster putih bersih, dengan rambut yang diurai lepas pula.
"Motornya masukin aja ke dalam, biar aman," katanya sambil membuka pintunya lebar - lebar.
Aku ikuti saja petunjuk teman sekantorku yang berperawakan tinggi montok dan berkulit putih mulus itu. Kumasukkan motorku ke dalam rumahnya yang lebih kecil dari rumahku, tapi penataannya rapi dan serba masa kini.
Setelah menutup dan menguncikan pintu depan, Mbak Ninies langsung mengajakku masuk ke dalam kamarnya yang rapi dan harum penyegar ruangan.
Setelah aku berada di dalam kamarnya, Mbak Ninies menutup dan menguncikan pintu kamarnya yang serba bersih dan mengikuti trend bedroom masa kini itu.
Sebagai pemula dalam masalah perempuan, aku mulai degdegan. Dan tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Tapi Mbak Nies tahu apa yang harus dilakukannya.
Lalu ia berkata setengah berbisik, "Sekarang nginap di sini aja ya. Besok kan kita libur."
"Iya Mbak.." sahutku sambil mengamati Mbak Ninies yang sedang menanggalkan daster putihnya. Sehingga tinggal beha dan celana dalam serba pink yang masih melekat di tubuhnya.
Dalam keadaan nyaris telanjang itulah Mbak Ninies meraihku ke dalam pelukannya.
"Kita gak usah munafik," bisiknya, "Saat ini kita saling membutuhkan Wan. Aku kesepian, kamu juga ingin merasakan enaknya memek kan?"
"Iya Mbak.." sahutku yang lalu terputus, karena bibirku dipagutnya. Lalu dicium dan dilumatnya.
Sementara aku semakin jauh tenggelam di dalam arus nafsu.
"Tanggalkan dulu dong pakaianmu, biar lebih leluasa," ucap Mbak Ninies setelah ciumannya dilepaskan.
Aku pun melepaskan baju kaus dan celana jeansku. Tinggal celana pendek yang masih melekat di tubuhku.
"Coba liat kontolmu.. tadi baru liat fotonya. Sekarang ingin liat aslinya," kata Mbak Ninies sambil melepaskan kancing celana pendekku.
Tangannya menyelinap ke balik celana pendekku. Dan menyembulkan batang kemaluanku yang sudah ngaceng ini.
"Wow.. kontolmu ini istimewa Wan. Bukan cuma gede tapi juga panjang sekali.. hihihi.. seneng aku liatnya," ucap Mbak Ninies sambil menciumi puncak penisku.
Pada saat itulah aku pun tak sabar lagi. Ingin menjamah memek Mbak Ninies yang masih tertutup celana dalam berwarna pink itu.
"Kamu ingin jilatin memekku kan?"
"Iya Mbak."
"Ya udah, jilatin deh," kayta Mbak Ninies sambil merenggangkan kedua belah pahanya.
Aku agak kebingungan awalnya, karena Mbak Ninies masih mengenakan celana dalam. Tapi lalu aku membungkuk dan menelungkup di antara sepasang paha putih mulusnya.
Lalu kutarik celana dalamnya ke arah kiri, sehingge memeknya terbuka. Yang berwarna pinknya pun kelihatan sudah menganga, seolah menantangku untuk segera menjilatinya.
"Aku belum punya pengalaman. Kalau salah, tolong betulin ya Mbak," kataku yang diiyakan oleh Mbak Ninies sambil tersenyum - senyum.
Aku pun menjilati memek Mbak Ninies yang jembutnya hanya di bagian atas, juga pendek - pendek, kayak kumis Hitler.
Lalu Mbak Ninies memberi pengarahan tentang Vagina bagian mana saja yang harus dijilati itu. Bagian dalamnya yang berwarna pink, bibir kecil (labia minora) dan terutama clitorisnya.
Setelah diberi petunjuk, aku pun mulai mengerti. Dalam tempo singkat aku sudah bisa menjilati memek Mbak Ninies, tanpa harus dibimbing lagi. Namun nafsuku sudah bergejolak, ingin segera melakukan persetubuhan yang sebenarnya.
Ya.. aku masih ingat benar semuanya itu. Bahwa untuk pertama kalinya aku merasakan nikmatnya menyetubuhi perempuan, adalah dengan Mbak Ninies itu.
Bahkan Mbak Ninies pula yang mengajariku tentang posisi - posisi sex yang bermacam - macam itu. Sehingga malam itu aku sampai tiga kali ngecrot di dalam liang memek Mbak Ninies.
Sebelum berpisah, kami janjian untuk ketemuan lagi tiga malam berikutnya.
Tapi apa yang terjadi?
Keesokan harinya Mbak Ninies mengirim WA ketika aku sedang sibuk di ruang kerjaku.
Isinya : Wan.. aku dimutasikan ke Medan dan harus berangkat sekarang juga. Selamat tinggal ya Wan. Semoga kita bisa berjumpa lagi di lain waktu. Peluk cium untukmu seorang.
Aku ingin sekali turun ke bawah, ke ruang kerja Mbak Ninies yang berada di lantai satu (sementara tempatku bekerja di lantai tiga). Tapi aku teringat ucapan Mbak Ninies tempo hari, agar hubunganku dengannya dirahasiakan. Jangan sampai ada orang kantor yang tahu.
Karena itu aku hanya bisa membalas lewat WA lagi. Yang isinya panjang lebar. Mengungkapkan perasaan kagetku, karena harus berpisah dengan wanita yang sudah membuatku dewasa itu.
Tentu saja aku merasa kehilangan juga setelah Mbak Ninies dimutasikan ke Medan. Tapi mau diapain lagi? Aku tak punya hak dan wewenang untuk menahannya agar tetap bertugas di kantor ini.
Padahal baru saja aku merasakan nikmatnya hubungan sex dengan wanita yang lebih tua dariku itu. Tadinya aku bertekad untuk sering - sering "menengok" ke rumah Mbak Ninies itu. Tapi apa daya.. takdir berkata lain.
Ya.. semuanya itu akan tetap kuingat sebagai pengalaman awalku tentang nikmatnya menyetubuhi lawan jenisku.
Tentu saja aku merasa kecewa dan sedih karena harus berpisah dengan Mbak Ninies yang tadinya kuanggap bisa dijadikan penyaluran nafsu birahiku.
Begitulah.. aku masih ingat semuanya itu. Semua yang telah terjadi dengan Mbak Ninies beberapa bulan yang lalu itu. Peristiwa indah di rumah Mbak Ninies itu, akhirnya hanya bisa kukenang, karena aku tak mungkin jauh - jauh ke Medan hanya untuk menjumpai wanita yang telah mengambil keperjakaanku itu.
Beberapa bulan aku dibuat kehilangan, sampai akhirnya aku menemukan sosok yang bisa dijadikan tempat untuk penyaluran nafsu birahiku. Sosok itu adalah ibu kandungku sendiri.
Dan ternyata bersetubuh dengan Ibu tak kalah nikmatnya dengan menyetubuhi Mbak Ninies. Bahkan dalam beberapa hal aku merasa bahwa liang kewanitaan Ibu lebih enak daripada liang kewanitaan Mbak Ninies.
Padahal ibuku sudah dua kali melahirkan. Sementara Mbak Ninies belum pernah melahirkan. Logikanya, memek Mbak Ninies harus lebih enak daripada memek Ibu. Tapi ternyata sebaliknya, liang kewanitaan Ibu jauh lebih enak daripada liang kewanitaan Mbak Ninies.
Dan yang sangat menyenangkan, ibuku siap meladeniku kapan saja aku mau.
Bahkan dua malam setelah peristiwa pertama itu, Ibu mendatangi kamarku. Ibu memang sudah hafal liku - liku rumah ini. Sehingga tanpa tongkat pun beliau bisa mencapai tempat yang ingin dicapainya.
Pada saat itu aku sedang duduk di atas sofa tua dalam kamarku. Maka kujemput Ibu dan kutuntun ke arah sofa, lalu kududukkan di atas pangkuanku.
"Kamu gak kepengen lagi Wan?" tanya Ibu sambil merapatkan pipinya ke pipiku.
"Tentu aja kepengen Bu," sahutku, "kemaren kan gak begituan sama Ibu. Tapi aku mau mandi dulu, lalu makan malam dulu. Setelah isi perut kita turun, barulah aku mau tidur di kamar Ibu.. setelah puas meniduri Ibu. Heheheee.."
"Iya.. ibu juga lagi horny Wan."
"Cailaaa.. Ibu tau horny segala ya.."
"Kan ibu suka baca di buku - buku berhurup braille Wan."
"Iya, aku lupa itu. Mmm.. nanti kucarikan deh buku - buku pengetahuan berhurup braille, biar Ibu tidak ketinggalan zaman. Aku mau mandi dulu ya Bu," kataku sambil mendudukkan Ibu di atas sofa.
"Iya," sahut Ibu, "ibu sih waktu kamu baru pulang tadi pas lagi mandi."
"Setelah mandi, nanti aku beli nasi bungkus. Ibu mau nasi campur apa?"
"Nasinya baru matang di magicom Wan. Beli lauk pauknya aja."
"Oke," sahutku sambil melangkah ke luar, meninggalkan ibu di dalam kamarku.
===x=x=x===
BAB 6
Setelah mandi, aku bergegas membeli lauk pauk untuk makan, karena perutku sudah terasa lapar sekali.
Sepulangnya dari warung nasi dekat rumah, kulihat Ibu sudah duduk di depan meja makan kecil dengan kursinya yang hanya dua buah.
Ibu sudah bisa masak nasi sendiri dengan magicom. Tapi belum bisa masak sendiri.
Pernah beliau berusaha masak sendiri sayur lodeh. Tapi hasilnya.. sayur lodeh itu asin sekali, karena belum bisa mengatur banyaknya garam disesuaikan dengan banyaknya sayur mayur untuk bahan sayur lodeh itu.
Kalau sekadar menggoreng telor atau ayam, ibu sudah bisa melakukannya dengan baik. Tapi aku suka melarang ibu menyalakan kompor, karena takut kebakaran. Sehingga akhirnya kami mengandalkan lauk pauk dari warung nasi yang tak jauh dari rumah kami.
Meski aku berhari - hari tidak pulang, Ibu bisa belanja sendiri ke warung nasi dekat rumah itu. Karena aku selalu memberinya uang dalam pecahan seratusribuan, agar beliau tidak salah memberikan uang dan mengerti berapa kembaliannya dari warung nasi nanti.
Kalau keluar rumah sendirian, Ibu selalu membawa tongkat. Dan orang - orang suka membantunya kalau Ibu menemukan kesulitan.
Malam itu lauk pauk yang kubeli hanya ayam goreng dan sayur asem. Karena di warung nasi hanya tinggal dua macam teman nasi itu yang masih tersisa, maklum hari sudah mulai malam.
Setelah selesai makan malam, aku mengajak Ibu nonton tivi dulu di ruang tengah. Sambil menurunkan dulu isi perut. Namun pada saat itu aku tidak konsen ke acara di tivi, karena Ibu merebahkan kepalanya di atas pahaku, sementara tanganku pun mulai merayapi pahanya yang putih mulus itu.
Hmm.. seandainya Ibu bisa melihat seperti orang normal, pasti Ibu bisa disukai oleh banyak lelaki. Karena selain tubuhnya yang indah dan kulitnya yang putih mulus, Ibu juga punya wajah yang cantik sekali. Bahkan sepasang matanya pun kelihatan seperti mata orang normal. Tidak seperti orang - orang tunanetra lainnya yang pada umumnya punya bentuk bola mata yang memperlihatkan bahwa mereka tunanetra. Sedangkan Ibu sedikit pun tidak kelihatan sebagai penyandang tunanetra. Kekurangan Ibu hanya kelihatan kalau sedang berjalan sambil membawa tongkatnya.
Ketika tanganku sudah mencapai memeknya,
"Sebenarnya kita ini tidak boleh melakukannya ya Wan. Tapi mau diapain lagi, keadaan yang memaksa kita melakukannya." kata Ibu
Aku ingin sekali turun ke bawah, ke ruang kerja Mbak Ninies yang berada di lantai satu (sementara tempatku bekerja di lantai tiga). Tapi aku teringat ucapan Mbak Ninies tempo hari, agar hubunganku dengannya dirahasiakan. Jangan sampai ada orang kantor yang tahu.
Karena itu aku hanya bisa membalas lewat WA lagi. Yang isinya panjang lebar. Mengungkapkan perasaan kagetku, karena harus berpisah dengan wanita yang sudah membuatku dewasa itu.
Tentu saja aku merasa kehilangan juga setelah Mbak Ninies dimutasikan ke Medan. Tapi mau diapain lagi? Aku tak punya hak dan wewenang untuk menahannya agar tetap bertugas di kantor ini.
Padahal baru saja aku merasakan nikmatnya hubungan sex dengan wanita yang lebih tua dariku itu. Tadinya aku bertekad untuk sering - sering "menengok" ke rumah Mbak Ninies itu. Tapi apa daya.. takdir berkata lain.
Ya.. semuanya itu akan tetap kuingat sebagai pengalaman awalku tentang nikmatnya menyetubuhi lawan jenisku.
Tentu saja aku merasa kecewa dan sedih karena harus berpisah dengan Mbak Ninies yang tadinya kuanggap bisa dijadikan penyaluran nafsu birahiku.
Begitulah.. aku masih ingat semuanya itu. Semua yang telah terjadi dengan Mbak Ninies beberapa bulan yang lalu itu. Peristiwa indah di rumah Mbak Ninies itu, akhirnya hanya bisa kukenang, karena aku tak mungkin jauh - jauh ke Medan hanya untuk menjumpai wanita yang telah mengambil keperjakaanku itu.
Beberapa bulan aku dibuat kehilangan, sampai akhirnya aku menemukan sosok yang bisa dijadikan tempat untuk penyaluran nafsu birahiku. Sosok itu adalah ibu kandungku sendiri.
Dan ternyata bersetubuh dengan Ibu tak kalah nikmatnya dengan menyetubuhi Mbak Ninies. Bahkan dalam beberapa hal aku merasa bahwa liang kewanitaan Ibu lebih enak daripada liang kewanitaan Mbak Ninies.
Padahal ibuku sudah dua kali melahirkan. Sementara Mbak Ninies belum pernah melahirkan. Logikanya, memek Mbak Ninies harus lebih enak daripada memek Ibu. Tapi ternyata sebaliknya, liang kewanitaan Ibu jauh lebih enak daripada liang kewanitaan Mbak Ninies.
Dan yang sangat menyenangkan, ibuku siap meladeniku kapan saja aku mau.
Bahkan dua malam setelah peristiwa pertama itu, Ibu mendatangi kamarku. Ibu memang sudah hafal liku - liku rumah ini. Sehingga tanpa tongkat pun beliau bisa mencapai tempat yang ingin dicapainya.
Pada saat itu aku sedang duduk di atas sofa tua dalam kamarku. Maka kujemput Ibu dan kutuntun ke arah sofa, lalu kududukkan di atas pangkuanku.
"Kamu gak kepengen lagi Wan?" tanya Ibu sambil merapatkan pipinya ke pipiku.
"Tentu aja kepengen Bu," sahutku, "kemaren kan gak begituan sama Ibu. Tapi aku mau mandi dulu, lalu makan malam dulu. Setelah isi perut kita turun, barulah aku mau tidur di kamar Ibu.. setelah puas meniduri Ibu. Heheheee.."
"Iya.. ibu juga lagi horny Wan."
"Cailaaa.. Ibu tau horny segala ya.."
"Kan ibu suka baca di buku - buku berhurup braille Wan."
"Iya, aku lupa itu. Mmm.. nanti kucarikan deh buku - buku pengetahuan berhurup braille, biar Ibu tidak ketinggalan zaman. Aku mau mandi dulu ya Bu," kataku sambil mendudukkan Ibu di atas sofa.
"Iya," sahut Ibu, "ibu sih waktu kamu baru pulang tadi pas lagi mandi."
"Setelah mandi, nanti aku beli nasi bungkus. Ibu mau nasi campur apa?"
"Nasinya baru matang di magicom Wan. Beli lauk pauknya aja."
"Oke," sahutku sambil melangkah ke luar, meninggalkan ibu di dalam kamarku.
===x=x=x===
BAB 6
Setelah mandi, aku bergegas membeli lauk pauk untuk makan, karena perutku sudah terasa lapar sekali.
Sepulangnya dari warung nasi dekat rumah, kulihat Ibu sudah duduk di depan meja makan kecil dengan kursinya yang hanya dua buah.
Ibu sudah bisa masak nasi sendiri dengan magicom. Tapi belum bisa masak sendiri.
Pernah beliau berusaha masak sendiri sayur lodeh. Tapi hasilnya.. sayur lodeh itu asin sekali, karena belum bisa mengatur banyaknya garam disesuaikan dengan banyaknya sayur mayur untuk bahan sayur lodeh itu.
Kalau sekadar menggoreng telor atau ayam, ibu sudah bisa melakukannya dengan baik. Tapi aku suka melarang ibu menyalakan kompor, karena takut kebakaran. Sehingga akhirnya kami mengandalkan lauk pauk dari warung nasi yang tak jauh dari rumah kami.
Meski aku berhari - hari tidak pulang, Ibu bisa belanja sendiri ke warung nasi dekat rumah itu. Karena aku selalu memberinya uang dalam pecahan seratusribuan, agar beliau tidak salah memberikan uang dan mengerti berapa kembaliannya dari warung nasi nanti.
Kalau keluar rumah sendirian, Ibu selalu membawa tongkat. Dan orang - orang suka membantunya kalau Ibu menemukan kesulitan.
Malam itu lauk pauk yang kubeli hanya ayam goreng dan sayur asem. Karena di warung nasi hanya tinggal dua macam teman nasi itu yang masih tersisa, maklum hari sudah mulai malam.
Setelah selesai makan malam, aku mengajak Ibu nonton tivi dulu di ruang tengah. Sambil menurunkan dulu isi perut. Namun pada saat itu aku tidak konsen ke acara di tivi, karena Ibu merebahkan kepalanya di atas pahaku, sementara tanganku pun mulai merayapi pahanya yang putih mulus itu.
Hmm.. seandainya Ibu bisa melihat seperti orang normal, pasti Ibu bisa disukai oleh banyak lelaki. Karena selain tubuhnya yang indah dan kulitnya yang putih mulus, Ibu juga punya wajah yang cantik sekali. Bahkan sepasang matanya pun kelihatan seperti mata orang normal. Tidak seperti orang - orang tunanetra lainnya yang pada umumnya punya bentuk bola mata yang memperlihatkan bahwa mereka tunanetra. Sedangkan Ibu sedikit pun tidak kelihatan sebagai penyandang tunanetra. Kekurangan Ibu hanya kelihatan kalau sedang berjalan sambil membawa tongkatnya.
Ketika tanganku sudah mencapai memeknya,
"Sebenarnya kita ini tidak boleh melakukannya ya Wan. Tapi mau diapain lagi, keadaan yang memaksa kita melakukannya." kata Ibu
"Iya Bu.. yang menciptakan nafsu birahi kan bukan kita. Kalau Ibu bisa melihat, mungkin sudah banyak yang ingin menikahi Ibu."
"Iya.. ibu kan belum tua - tua amat Wan. aaaah.. kalau memek ibu sudah dipegang - pegang gini, ibu langsung kepengen Wan."
"Kita pindah ke kamar Ibu aja ya."
Lalu kutuntun tangan Ibu menuju ke dalam kamarnya.
Ketika Ibu menanggalkan dasternya, aku pun melepaskan celana pendek dan baju kaus oblongku. Sehingga kami jadi sama - sama telanjang.
Lalu kuterkam tubuh telanjang ibuku, dengan gairah yang sudah serasa hampir meledak di dalam batinku.
Entah kenapa, aku selalu merasa nyaman setiap kali mau menggauli ibuku ini. Kenyamanan yang tidak pernah kudapatkan pada diri Mbak Ninies sekali pun. Karena memang sebelum menyetubuhi ibuku, ada hasrat yang selalu kutindas, terutama kalau melihat ibuku sedang telanjang. Tapi kini aku takkan menindas - nindas lagi hasrat yang tadinya samar - samar itu.
Kini secara lahap aku mulai menjilati memeknya yang bersih dan agak tembem serta kelihatan bagian yang berwarna pinknya itu (setelah kumasukkan dua jari tanganku ke dalamnya, lalu kucabut lagi ketika liang kewanitaannya terasa sudah membasah).
Ibu pun mulai menggeliat - geliat sambil meremas - remas rambutku yang berada di bawah perutnya.
Erangan - erangan perlahannya pun mulai terdengar di telingaku,
"aaaah.. Waaaan.. Waaaannnn.. iiitilnya itu jilatin terus Waaaan.. ooohhh.. enak sekali Waaaan.. enaaaak.. aaah.."
Beberapa saat kemudian Ibu gak tahan, "Sudah Wan.. masukin aja kontolmu. Jangan nunggu memek ibu becek.."
Aku pun mengakhiri jilatanku. Ibu langsung menarik kedua lipatan lututnya, sehingga kedua pahanya berada di kanan - kiri perutnya, sementara kedua lututnya berada di samping sepasang payudara montoknya.
"Masukin kontolnya sambil berlutut Wan, biar masuk semuanya ke dalam memek ibu" kata Ibu.
Aku pun mengikuti saran Ibu. Sambil berlutut di antara kedua pangkal paha yang beliau rentangkan itu, kuletakkan moncongku di mulut memeknya yang ternganga kemerahan itu. Lalu ku desak penis ngacengku sekuatnya. Dan..
blessssss..!
Berhasil membenam sampai amblas dan moncong penisku langsung mentok di dasar liang memek Ibu.. !
Lalu mulailah aku mengentot ibuku sambil menahan kedua belah pahanya agar tetap mengangkang lebar begitu. Dengan gairah yang menggebu - gebu.
Memang benar kata Ibu. Dalam posisi seperti ini (diusebut hard missionary), setiap kali penisku didorong bisa selalu menyundul dasar liang memek Ibu. Bukan sekadar masuk dan tidak mencapai dasar liang kewanitaannya.
Hal itu membuat Ibu tampak sangat menikmatinya.
Memang aku pun pernah membaca bahwa di dasar liang memek perempuan terdapat Gspot juga, katanya.
Tapi hanya belasan menit aku mengentot dalam posisi hard missionary ini, karena Ibu mulai menggelepar - gelepar, lalu terkejang - kejang sambil menahan nafasnya. Dan ketika kudiamkan dulu penisku di dalam liang memeknya.. terasa liang memek Ibu berkedut - kedut kencang. Liang surgawinya jadi becek..!
Lalu Ibu menarik kedua bahuku, sehingga dadaku terhempas ke atas sepasang toketnya.
"Udah lepas Bu?" tanyaku setengah berbisik.
Ibu menyahut lirih, "Iya.. terlalu enak sih.. lagian ibu pas sedang pengen banget.. ooohhh.."
Aku diamkan dulu penisku menancap di dalam liang memek Ibu yang sudah banjir lendir ini. Ibu pun memeluk leherku sambil merapatkan pipinya ke pipiku.
"Kalau gak mau becek, cabut dulu kontolmu," bisik Ibu, "Biar dikeringin dulu memek ibu."
"Jangan.. aku tetap senang kok memek becek sehabis orgasme. Berarti Ibu sudah puas. Tinggal ngejar kepuasan untukku.." sahutku sambil menggerakkan penis ngacengku perlahan - lahan.
Dalam posisi soft missionary, aku jadi bisa mengentot Ibu sambil menjilati lehernya, disertai gigitan - gigitan kecil seperti yang Ibu minta. Bisa menyedot - nyedot puting payudara kirinya sambil meremas - remas payudara kanannya pula. Bisa menjilati ketiaknya pula yang tidak berbau sedikit pun.
Namun malam itu Ibu terasa sangat bergairah untuk dientot oleh kontolku. Berbagai macam posisi dia minta. Aku hanya manut saja. Mau posisi doggy boleh. Posisi WOT juga boleh. Namun pada posisi WOT itulah Ibu orgasme lagi, setelahnya kami sama - sama keringatan.
Sampai akhirnya kembali lagi ke posisi soft missionary. Dan aku mulai merasakan sesuatu. Bahwa menyetubuhi Ibu malah lebih enak daripada menyetubuhi Mbak Ninies. Padahal Ibu sudah dua kali "turun mesin", sementara Mbak Ninies belum pernah melahirkan. Harusnya Mbak Ninies lebih enak. Tapi kenyataan malah sebaliknya.
Apakah hal ini karena Ibu memberikan memeknya secara tulus ikhlas, sementara Mbak Ninies hanya ingin mengambil keperjakaanku semata ? Entahlah.
Yang jelas, makin lama aku makin menyadari bahwa menyetubuhi Ibu ini terasa lebih nikmat daripada menyetubuhi Mbak Ninies. Karena Ibu seperti ingin memuaskanku dalam setiap gerakan fisik kami berdua. Meski sudah tiga kali orgasme, Ibu masih bisa menggoyangkan pinggulnya sedemikian rupa, sehingga batang kemaluanku serasa dibesot - besot oleh liang sanggamanya.
Rintihan demi rintihannya cuma perlahan saja. Berarti beliau tetap mengontrol diri pada saat aku sewdang gewncar - gencarnya mewngayun penisku. Namun meski cuma rintihan yang nyaris tak terdengart, aku masih bisa mendengarnya, karena mulutnya berada di dekat telingaku.
"Waaaan.. oohhh.. kamu memang perkasa Waaaan.. gak nyangka.. gak nyangka kalau kepuasan ibu akan dialami dari anak ibu sendiri.. ayo Waaan.. entot terussss.. ini udah mulai enak lagi Waaaan.. ayooo... entot ibu sesukamu.."
Kali ini aku pun merasa sudah mulai berada di detik - detik krusial. Maka ketika Ibu mulai menggelepar - gelepar lagi, aku pun menggencarkan entotanku. Sampai akhirnya kubenamkan penisku sedalam mungkin, tepat pada saat Ibu sedang terkejang - kejang. Mungkin Ibu juga akan mencapai orgasme yang kesekian kalinya.
"Iya.. ibu kan belum tua - tua amat Wan. aaaah.. kalau memek ibu sudah dipegang - pegang gini, ibu langsung kepengen Wan."
"Kita pindah ke kamar Ibu aja ya."
Lalu kutuntun tangan Ibu menuju ke dalam kamarnya.
Ketika Ibu menanggalkan dasternya, aku pun melepaskan celana pendek dan baju kaus oblongku. Sehingga kami jadi sama - sama telanjang.
Lalu kuterkam tubuh telanjang ibuku, dengan gairah yang sudah serasa hampir meledak di dalam batinku.
Entah kenapa, aku selalu merasa nyaman setiap kali mau menggauli ibuku ini. Kenyamanan yang tidak pernah kudapatkan pada diri Mbak Ninies sekali pun. Karena memang sebelum menyetubuhi ibuku, ada hasrat yang selalu kutindas, terutama kalau melihat ibuku sedang telanjang. Tapi kini aku takkan menindas - nindas lagi hasrat yang tadinya samar - samar itu.
Kini secara lahap aku mulai menjilati memeknya yang bersih dan agak tembem serta kelihatan bagian yang berwarna pinknya itu (setelah kumasukkan dua jari tanganku ke dalamnya, lalu kucabut lagi ketika liang kewanitaannya terasa sudah membasah).
Ibu pun mulai menggeliat - geliat sambil meremas - remas rambutku yang berada di bawah perutnya.
Erangan - erangan perlahannya pun mulai terdengar di telingaku,
"aaaah.. Waaaan.. Waaaannnn.. iiitilnya itu jilatin terus Waaaan.. ooohhh.. enak sekali Waaaan.. enaaaak.. aaah.."
Beberapa saat kemudian Ibu gak tahan, "Sudah Wan.. masukin aja kontolmu. Jangan nunggu memek ibu becek.."
Aku pun mengakhiri jilatanku. Ibu langsung menarik kedua lipatan lututnya, sehingga kedua pahanya berada di kanan - kiri perutnya, sementara kedua lututnya berada di samping sepasang payudara montoknya.
"Masukin kontolnya sambil berlutut Wan, biar masuk semuanya ke dalam memek ibu" kata Ibu.
Aku pun mengikuti saran Ibu. Sambil berlutut di antara kedua pangkal paha yang beliau rentangkan itu, kuletakkan moncongku di mulut memeknya yang ternganga kemerahan itu. Lalu ku desak penis ngacengku sekuatnya. Dan..
blessssss..!
Berhasil membenam sampai amblas dan moncong penisku langsung mentok di dasar liang memek Ibu.. !
Lalu mulailah aku mengentot ibuku sambil menahan kedua belah pahanya agar tetap mengangkang lebar begitu. Dengan gairah yang menggebu - gebu.
Memang benar kata Ibu. Dalam posisi seperti ini (diusebut hard missionary), setiap kali penisku didorong bisa selalu menyundul dasar liang memek Ibu. Bukan sekadar masuk dan tidak mencapai dasar liang kewanitaannya.
Hal itu membuat Ibu tampak sangat menikmatinya.
Memang aku pun pernah membaca bahwa di dasar liang memek perempuan terdapat Gspot juga, katanya.
Tapi hanya belasan menit aku mengentot dalam posisi hard missionary ini, karena Ibu mulai menggelepar - gelepar, lalu terkejang - kejang sambil menahan nafasnya. Dan ketika kudiamkan dulu penisku di dalam liang memeknya.. terasa liang memek Ibu berkedut - kedut kencang. Liang surgawinya jadi becek..!
Lalu Ibu menarik kedua bahuku, sehingga dadaku terhempas ke atas sepasang toketnya.
"Udah lepas Bu?" tanyaku setengah berbisik.
Ibu menyahut lirih, "Iya.. terlalu enak sih.. lagian ibu pas sedang pengen banget.. ooohhh.."
Aku diamkan dulu penisku menancap di dalam liang memek Ibu yang sudah banjir lendir ini. Ibu pun memeluk leherku sambil merapatkan pipinya ke pipiku.
"Kalau gak mau becek, cabut dulu kontolmu," bisik Ibu, "Biar dikeringin dulu memek ibu."
"Jangan.. aku tetap senang kok memek becek sehabis orgasme. Berarti Ibu sudah puas. Tinggal ngejar kepuasan untukku.." sahutku sambil menggerakkan penis ngacengku perlahan - lahan.
Dalam posisi soft missionary, aku jadi bisa mengentot Ibu sambil menjilati lehernya, disertai gigitan - gigitan kecil seperti yang Ibu minta. Bisa menyedot - nyedot puting payudara kirinya sambil meremas - remas payudara kanannya pula. Bisa menjilati ketiaknya pula yang tidak berbau sedikit pun.
Namun malam itu Ibu terasa sangat bergairah untuk dientot oleh kontolku. Berbagai macam posisi dia minta. Aku hanya manut saja. Mau posisi doggy boleh. Posisi WOT juga boleh. Namun pada posisi WOT itulah Ibu orgasme lagi, setelahnya kami sama - sama keringatan.
Sampai akhirnya kembali lagi ke posisi soft missionary. Dan aku mulai merasakan sesuatu. Bahwa menyetubuhi Ibu malah lebih enak daripada menyetubuhi Mbak Ninies. Padahal Ibu sudah dua kali "turun mesin", sementara Mbak Ninies belum pernah melahirkan. Harusnya Mbak Ninies lebih enak. Tapi kenyataan malah sebaliknya.
Apakah hal ini karena Ibu memberikan memeknya secara tulus ikhlas, sementara Mbak Ninies hanya ingin mengambil keperjakaanku semata ? Entahlah.
Yang jelas, makin lama aku makin menyadari bahwa menyetubuhi Ibu ini terasa lebih nikmat daripada menyetubuhi Mbak Ninies. Karena Ibu seperti ingin memuaskanku dalam setiap gerakan fisik kami berdua. Meski sudah tiga kali orgasme, Ibu masih bisa menggoyangkan pinggulnya sedemikian rupa, sehingga batang kemaluanku serasa dibesot - besot oleh liang sanggamanya.
Rintihan demi rintihannya cuma perlahan saja. Berarti beliau tetap mengontrol diri pada saat aku sewdang gewncar - gencarnya mewngayun penisku. Namun meski cuma rintihan yang nyaris tak terdengart, aku masih bisa mendengarnya, karena mulutnya berada di dekat telingaku.
"Waaaan.. oohhh.. kamu memang perkasa Waaaan.. gak nyangka.. gak nyangka kalau kepuasan ibu akan dialami dari anak ibu sendiri.. ayo Waaan.. entot terussss.. ini udah mulai enak lagi Waaaan.. ayooo... entot ibu sesukamu.."
Kali ini aku pun merasa sudah mulai berada di detik - detik krusial. Maka ketika Ibu mulai menggelepar - gelepar lagi, aku pun menggencarkan entotanku. Sampai akhirnya kubenamkan penisku sedalam mungkin, tepat pada saat Ibu sedang terkejang - kejang. Mungkin Ibu juga akan mencapai orgasme yang kesekian kalinya.
Benar saja.. ketika kubenamkan penisku sedalam mungkin dan tidak kugerakkan lagi ini, liang kewanitaan Ibu terasa menggeliat dan mengejut - ngejut indah. Pada saat ini pula penisku pun mengejut - ngejut sambil memuntahkan air mani di dalam liang surgawi ibuku.
Crooottt.. crottt.. crooottt..!
Aku menggelepar di atas perut Ibu, kemudian terkulai lunglai di dalam pelukannya.
"Dibarengin lagi ya," bisik Ibu sambil menciumi pipiku.
"Iya Bu.. luar biasa enaknya. "
"Barusan ibu sampai lima kali lepas.. kamu memang hebat Wan.."
Peristiwa indah ini terjadi dan terjadi terus pada hari - hari berikutnya. Kapan pun aku menginginkannya, Ibu selalui siap untuk meladeniku.
Namun aku tak sekadar ingin menjadikan Ibu sebagai pelampiasan nafsu birahiku. Aku pun ingin membahagiakannya dengan apa pun yang bisa kulakukan.
Bahkan aku sering melamun, seandainya aku sudah sukses, aku ingin merombak rumah tua itu menjadi rumah yang modern. Sedikitnya tiap kamar harus ada kamar mandinya masing - masing, lengkap dengan shower dan water heaternya. Tidak seperti saat itu, kamar mandinya cuma satu. Harus selalu mandi air dingin, dengan hanya memakai gayung plastik pula.
Padahal dalam kondisi Ibu yang tidak bisa melihat itu, sebaiknya ada kamar mandi yang bersatu dengan kamar Ibu. Supaya kalau Ibu mau mandi, tak usah keluar dulu dari kamarnya. Begitu pula kalau mau buang air, tak usah jauh - jauh pergi ke kamar mandi yang di luar kamarnya.
Beberapa hari kemudian, ketika aku sedang bekerja, aku dipanggil oleh Bu Laila Qodrati, anak tunggal owner perusahaan tempatku bekerja. Tentu saja aku kaget sekali, karena mendadak dipanggil oleh orang nomor dua di perusahaan ini.
Lalu bergegas aku naik lift menuju lantai lima.
Setelah berada di lantai lima, aku mengetuk pintu kaca blur yang bertuliskan nama orang kedua di perusahaan ini.
Terdengar suara wanita dari dalam, "Masuk.. !"
Dengan lutut agak gemetaran aku membuka pintu kaca itu, lalu membungkuk di depan meja kerja Bu Laila,
"Selamat pagi, Bu Boss."
"Pagi," Bu Laila mengangguk sambil tersenyum, "Duduklah."
Lalu aku duduk di kursi yang berada di depan meja kerja Bu Laila.
Beliau memandang ke arah layar laptopnya sesaat, lalu menatapku,
"Nama lengkapmu Wawan Darmawan ya?"
"Siap, betul Bu Boss."
"Kamu sudah setahun bekerja di sini ya?"
"Siap, betul Bu Boss."
"Dari catatan yang masuk ke meja kerjaku ini, prestasi kerjamu bagus, Wan."
"Siap Bu Boss."
"Kamu bisa nyetir mobil?"
"Siap, bisa Bu Boss."
"Punya SIM?"
"Siap, punya Bu Boss."
"Memangnya kamu punya mobil?"
"Tidak Bu Boss. Tapi sebelum saya bekerja di sini, saya pernah jadi sopir angkot, lalu jadi sopir taksi juga Bu Boss."
"Sanggup nyetir ke luar kota?"
"Siap, sanggup Bu Boss."
"Umurmu sekarang 21, berarti waktu jadi sopir angkot dan taksi itu masih di bawah 20-an ya?"
"Siap, betul Bu Boss."
"Di usia semuda itu kamu sudah jadi sopir taksi segala."
"Siap, betul Bu Boss."
"Sekarang masih suka jadi sopir di luar jam kerja?"
"Siap, tidak lagi Bu Boss. Saya ingin konsentrasi bekerja di sini."
"Jadi sopir taksi kan lumayan banyak hasilnya."
"Siap, tidak selalu begitu Bu Boss. Lagipula hidup saya jadi tidak teratur seperti sekarang."
"Begitu ya. Mmm.. kamu sanggup nyetir mobilku ?"
"Siap, sanggup Bu Boss."
"Aku takkan menjadikanmu sopirku. Tapi untuk menjadi pendampingku, karena banyak masalah perusahaan yang harus dirahasiakan. Sedangkan sopir pribadiku sudah terlalu tua. Kalau nyetir ke luar kota, pulangnya suka sakit, lalu lama tidak masuk kerja."
"Siap Bu Boss."
Kemudian Bu Laila mengeluarkan secarik kartu nama.
"Ini kartu namaku. Alamat rumahku tercantum di sini," ujarnya sambil menyerahkan kartu nama itu padaku, "Hitung - hitung test, besok kamu harus nyetirin mobilku ke Jakarta aja. Kalau cara nyetirmu bagus, nanti kamu harus nyetirin aku ke kota yang lebih jauh dari Jakarta."
"Siap Bu Boss," sahutku sambil membaca kartu nama puteri tunggal owner perusahaan itu. Kemudian memasukkannya ke dalam dompetku.
"Tapi ingat.. kamu jangan ngomong apa - apa ke karyawan lain nanti ya."
"Siap Bu Boss."
"Kalau ada yang nanyain, bilang aja cuma dikasih nasehat olehku."
"Siap."
"Jadi, besok sebelum jam tujuh kamu harus sudah tiba di rumahku. Dari rumahku, kita langsung berangkat ke Jakarta. Oke ?"
"Siap Bu Boss."
"Ingat.. sama karyawan lain jangan bilang - bilang kamu akan nyetirin mobilku ya. Pokoknya bilang aja bahwa kamu hanya dikasih pengarahan olehku gitu."
"Siap Bu Boss."
"Ohya. besok pakaianmu casual aja. Jangan pakai seragam kantor."
"Siap Bu Boss."
Aku kembali ke ruang kerjaku dengan semangat yang mulai menggebu - gebu di dalam batinku. Karena seandainya aku nyetirin mobil Bu Laila, mungkin aku bisa dekat dengan seorang decision maker (pengambil keputusan) di dalam perusahaan. Maka dengan sendirinya aku hgarus bersikap sebaik mungkin padanya.
Esok pagi, jam 6 pagi aku sudah mandi dan berdandan. Lalu aku pamitan kepada Ibu, bilang bahwa aku ditugaskan untuk ke Jakarta. Jadi mungkin saja aku mau nginap di Jakarta nanti. Tak lupa aku pun memberikan uang untuk makan selama aku tidak di rumah.
"Gak usah masak Bu. Beli saja nasi bungkus di warung nasi itu, supaya Ibu tidak repot," kataku setelah mencium pipi kanan dan pipi kirinya.
Ibu hanya mengiyakan, "Hati - hati di jalan Sayang."
"Iya. Ibu juga jangan ngeluyur ya. Ibu hanya boleh ke warung nasi saja. Jangan ke mana - mana."
"Iya, ibu mau selonjoran aja seharian di depan tivi," sahut Ibu sambil menepuk - nepuk bahuku.
===x=x=x===
Crooottt.. crottt.. crooottt..!
Aku menggelepar di atas perut Ibu, kemudian terkulai lunglai di dalam pelukannya.
"Dibarengin lagi ya," bisik Ibu sambil menciumi pipiku.
"Iya Bu.. luar biasa enaknya. "
"Barusan ibu sampai lima kali lepas.. kamu memang hebat Wan.."
Peristiwa indah ini terjadi dan terjadi terus pada hari - hari berikutnya. Kapan pun aku menginginkannya, Ibu selalui siap untuk meladeniku.
Namun aku tak sekadar ingin menjadikan Ibu sebagai pelampiasan nafsu birahiku. Aku pun ingin membahagiakannya dengan apa pun yang bisa kulakukan.
Bahkan aku sering melamun, seandainya aku sudah sukses, aku ingin merombak rumah tua itu menjadi rumah yang modern. Sedikitnya tiap kamar harus ada kamar mandinya masing - masing, lengkap dengan shower dan water heaternya. Tidak seperti saat itu, kamar mandinya cuma satu. Harus selalu mandi air dingin, dengan hanya memakai gayung plastik pula.
Padahal dalam kondisi Ibu yang tidak bisa melihat itu, sebaiknya ada kamar mandi yang bersatu dengan kamar Ibu. Supaya kalau Ibu mau mandi, tak usah keluar dulu dari kamarnya. Begitu pula kalau mau buang air, tak usah jauh - jauh pergi ke kamar mandi yang di luar kamarnya.
Beberapa hari kemudian, ketika aku sedang bekerja, aku dipanggil oleh Bu Laila Qodrati, anak tunggal owner perusahaan tempatku bekerja. Tentu saja aku kaget sekali, karena mendadak dipanggil oleh orang nomor dua di perusahaan ini.
Lalu bergegas aku naik lift menuju lantai lima.
Setelah berada di lantai lima, aku mengetuk pintu kaca blur yang bertuliskan nama orang kedua di perusahaan ini.
Terdengar suara wanita dari dalam, "Masuk.. !"
Dengan lutut agak gemetaran aku membuka pintu kaca itu, lalu membungkuk di depan meja kerja Bu Laila,
"Selamat pagi, Bu Boss."
"Pagi," Bu Laila mengangguk sambil tersenyum, "Duduklah."
Lalu aku duduk di kursi yang berada di depan meja kerja Bu Laila.
Beliau memandang ke arah layar laptopnya sesaat, lalu menatapku,
"Nama lengkapmu Wawan Darmawan ya?"
"Siap, betul Bu Boss."
"Kamu sudah setahun bekerja di sini ya?"
"Siap, betul Bu Boss."
"Dari catatan yang masuk ke meja kerjaku ini, prestasi kerjamu bagus, Wan."
"Siap Bu Boss."
"Kamu bisa nyetir mobil?"
"Siap, bisa Bu Boss."
"Punya SIM?"
"Siap, punya Bu Boss."
"Memangnya kamu punya mobil?"
"Tidak Bu Boss. Tapi sebelum saya bekerja di sini, saya pernah jadi sopir angkot, lalu jadi sopir taksi juga Bu Boss."
"Sanggup nyetir ke luar kota?"
"Siap, sanggup Bu Boss."
"Umurmu sekarang 21, berarti waktu jadi sopir angkot dan taksi itu masih di bawah 20-an ya?"
"Siap, betul Bu Boss."
"Di usia semuda itu kamu sudah jadi sopir taksi segala."
"Siap, betul Bu Boss."
"Sekarang masih suka jadi sopir di luar jam kerja?"
"Siap, tidak lagi Bu Boss. Saya ingin konsentrasi bekerja di sini."
"Jadi sopir taksi kan lumayan banyak hasilnya."
"Siap, tidak selalu begitu Bu Boss. Lagipula hidup saya jadi tidak teratur seperti sekarang."
"Begitu ya. Mmm.. kamu sanggup nyetir mobilku ?"
"Siap, sanggup Bu Boss."
"Aku takkan menjadikanmu sopirku. Tapi untuk menjadi pendampingku, karena banyak masalah perusahaan yang harus dirahasiakan. Sedangkan sopir pribadiku sudah terlalu tua. Kalau nyetir ke luar kota, pulangnya suka sakit, lalu lama tidak masuk kerja."
"Siap Bu Boss."
Kemudian Bu Laila mengeluarkan secarik kartu nama.
"Ini kartu namaku. Alamat rumahku tercantum di sini," ujarnya sambil menyerahkan kartu nama itu padaku, "Hitung - hitung test, besok kamu harus nyetirin mobilku ke Jakarta aja. Kalau cara nyetirmu bagus, nanti kamu harus nyetirin aku ke kota yang lebih jauh dari Jakarta."
"Siap Bu Boss," sahutku sambil membaca kartu nama puteri tunggal owner perusahaan itu. Kemudian memasukkannya ke dalam dompetku.
"Tapi ingat.. kamu jangan ngomong apa - apa ke karyawan lain nanti ya."
"Siap Bu Boss."
"Kalau ada yang nanyain, bilang aja cuma dikasih nasehat olehku."
"Siap."
"Jadi, besok sebelum jam tujuh kamu harus sudah tiba di rumahku. Dari rumahku, kita langsung berangkat ke Jakarta. Oke ?"
"Siap Bu Boss."
"Ingat.. sama karyawan lain jangan bilang - bilang kamu akan nyetirin mobilku ya. Pokoknya bilang aja bahwa kamu hanya dikasih pengarahan olehku gitu."
"Siap Bu Boss."
"Ohya. besok pakaianmu casual aja. Jangan pakai seragam kantor."
"Siap Bu Boss."
Aku kembali ke ruang kerjaku dengan semangat yang mulai menggebu - gebu di dalam batinku. Karena seandainya aku nyetirin mobil Bu Laila, mungkin aku bisa dekat dengan seorang decision maker (pengambil keputusan) di dalam perusahaan. Maka dengan sendirinya aku hgarus bersikap sebaik mungkin padanya.
Esok pagi, jam 6 pagi aku sudah mandi dan berdandan. Lalu aku pamitan kepada Ibu, bilang bahwa aku ditugaskan untuk ke Jakarta. Jadi mungkin saja aku mau nginap di Jakarta nanti. Tak lupa aku pun memberikan uang untuk makan selama aku tidak di rumah.
"Gak usah masak Bu. Beli saja nasi bungkus di warung nasi itu, supaya Ibu tidak repot," kataku setelah mencium pipi kanan dan pipi kirinya.
Ibu hanya mengiyakan, "Hati - hati di jalan Sayang."
"Iya. Ibu juga jangan ngeluyur ya. Ibu hanya boleh ke warung nasi saja. Jangan ke mana - mana."
"Iya, ibu mau selonjoran aja seharian di depan tivi," sahut Ibu sambil menepuk - nepuk bahuku.
===x=x=x===
Bab 8
Setelah membuka pintu belakang kiri sedan mewah yang mesinnya sudah kupanaskan itu, Bu Laila pun masuk, "Terima kasih."
Pintu belakang kiri kututupkan. Kemudian bergegas aku masuk ke belakang setir sedan itu. Harum parfum mahal pun tersiar ke penciumanku. Tentu saja bukan sembarang parfum yang dikenakan oleh wanita yang kutaksir sudah berumur kepala tiga itu.
Setelah sedan yang kukemudikan memasuki jalan tol, terdengar sauara Bu Laila dari belakangku,
"Usiamu baru 21, tapi cara nyetirmu jauh lebih bagus daripada sopir lamaku. Berarti jam terbangmu sudah lumayan tinggi ya."
"Siap Bu Boss. Lumayan lama saya nyetir, malah sejak saya baru 15 thn suka narik angkot. Tapi hanya berani nyetir malam. Kalau siang takut ditilang, karena belum punya SIM."
"Ogitu ya. terus uangnya dipakai apa aja? Minum - minum?"
"Untuk biaya kuliah saya Bu Boss. Saya tidak pernah menyentuh minuman keras."
"Merokok juga tidak pernah?"
"Kalau merokok sekali-sekali suka juga Bu Boss."
"Kalau di perjalanan gini, gak usah nyebut-nyebut Boss padaku Wan. Panggil Bu atau Mbak aja, gak apa-apa."
"Siap Bu Boss.. eh Bu."
"Nanti di rest area pertama kita makan pagi dulu ya."
"Siap Bu."
Dan memang sebelum belokan menuju rest area pertama, kukurangi kecepatan sedan Bu Laila ini, lalu dibelokkan ke kiri.
Setelah mobil diparkir, aku keluar dari mobil untuk membukakan pintu belakang kanan, kemudian Bu Laila turun.
Sementara aku mau masuk ke dalam mobil lagi,
"Saya mau nunggu di mobil aja Bu. "
"Jangan begitu," sahut Bu Laila sambil memegang pergelangan tanganku. "Ayo temani aku makan. Kalau makan sendirian suka gak enak."
Akhirnya aku mengikuti langkah Bu Laila yang pagi itu mengenakan kemeja tangan panjang putih dengan rok berwarna merah (tapi tidak seperti seragam SD, karena bahannya beda). Bu Laila memilih foodcourt yang menjual bubur ayam. Aku pun ikut duduk di situ, meski aku sudah merasakan di situ bubur ayamnya kurang enak.
Kebetulan pada saat itu rest area masih sepi. Sehingga Bu Laila bebas berbicara denganku.
"Sebenarnya urusan bisnisku di Jakarta hari Senin pagi" katanya.
"Iya Bu," aku cuma menunduk sambil menyantap bubur ayamku. Padahal aku heran.
Saat itu hari Sabtu pagi. Urusan Bu Laila hari Senin pagi. Lalu kenapa harus berangkat secepat ini?
"Kita nyantai aja dulu di Jakarta selama dua hari ya," ucap Bu Laila sambil menepuk punggung tanganku yang terletak di atas meja.
"Siap Bu," sahutku sambil mengangguk.
Selesai sarapan pagi, Bu Laila masuk ke minimart,
"Rokokmu apa?"
O, rupanya beliau mau membelikanku rokok.
"Saya sih rokok apa juga jalan. Asal ngebul aja Bu."
"Aku juga suka merokok Wan. Nanti matiin aja AC mobilnya, kalau kamu mau merokok."
"Siap Bu."
Setelah keluar dari minimart itu, Bu Laila menjinjing kantong plastik besar, yang kuambil alih untuk menjinjingnya dan meletakkan di jok belakang sebelah kiri. Tadinya kupikir Bu Laila akan duduk di belakang sebelah kanan lagi. Tapi ternyata tidak. Bu Laila memilih untuk duduk di depan, di sebelah kiriku.
Bu Laila berdiri sambil menghadap ke belakang. Ternyata beliau mau mengeluarkan sesuatu dari kantung plastik besar tadi. Satu sloft rokok yang menurutku rokok mahal. "Nih cukupkan untuk sepuluh hari ya, "katanya sambil menyerahkan sesloft rokok mahal itu.
"Wah.. terima kasih Bu. Saya hanya merokok sekali-sekali. Sebungkus bisa dua-tiga hari baru habis. Jadi sesloft ini cukup untuk sebulan Bu," kataku sambil meletakkan sloft rokok itu di saku jaket kulitku.
"Itu lebih bagus. Merokok boleh-boleh saja, tapi jangan terlalu nyandu."
"Siap Bu."
"Wan.."
"Ya Bu?"
"Di CVmu tertulis kamu belum kawin. Itu betul?"
"Siap, betul Bu."
"Tapi kalau pacar aja sih sudah punya kan?"
"Saya belum pernah pacaran secara serius Bu."
"Kenapa? Kamu ganteng kok. Masa belum pernah pacaran?"
"Masa kecil dan masa remaja saya.. sangat berat Bu."
"Berat gimana?"
"Sejak masih di SD dan SMP, saya sampai harus jadi tukang semir sepatu untuk menghidupi saya sendiri, termasuk membiayai sekolah saya. Setelah di SMA, tiap malam saya jadi sopir angkot. Setelah jadi mahasiswa jadi sopir taksi. Untuk membiayai kuliah dan kehidupan sehari - hari saya. Jadi saya tidak berani pacaran seperti teman - teman seangkatan saya."
"Terharu juga aku mendengarnya Wan," sahut Bu Laila sambil mengusap - usap rambutku.
Nah.. ini membuat batinku bergetar. Karena aku punya lamunan agar Bu Laila dekat denganku. Supaya kehidupanku berubah sedikit demi sedikit.
"Tapi merasakan tubuh perempuan sih pernah kan?"
"Belum Bu," sahutku berdusta.
Karena aku langsung teringat pada Mbak Ninies yang begitu bernafsu mendapatkan keperjakaanku. Siapa tahu Bu Laila juga seperti itu.
Tapi apakah Bu Laila yang putri tunggal owner perusahaan dan berparas jelita itu bisa punya niat yang sama dengan Mbak Ninies?
Saat itu aku belum tahu status Bu Laila. Apakah beliau itu gadis, sudah bersuami atau malah sudah janda, entahlah. Aku tidak berani menanyakannya. Yang aku tahu Bu Laila itu berwajah cantik, berperawakan tinggi langsing dan berkulit putih mulus. Tentu saja sekujur tubuhnya selalu mendapatkan perawatan lengkap, maklum orang tajir melintir.
"Wan.."
"Ya Bu.."
"Nanti belokkan saja ke arah tol Jagorawi."
"Siap Bu."
Tiba - tiba Bu Laila memegang tangan kiriku yang nganggur, karena sedannya matic. Dan sambil meremas tanganku, Bu Laila bertanya dengan suara yang berbeda dari biasanya,
"Kamu mau jadi pacar rahasiaku?"
Spontan aku menjawab, "Siap Bu.. !"
"Memangnya kamu suka padaku?" tanyanya sambil merapatkan pipi kanannya ke pipi kiriku.
Setelah membuka pintu belakang kiri sedan mewah yang mesinnya sudah kupanaskan itu, Bu Laila pun masuk, "Terima kasih."
Pintu belakang kiri kututupkan. Kemudian bergegas aku masuk ke belakang setir sedan itu. Harum parfum mahal pun tersiar ke penciumanku. Tentu saja bukan sembarang parfum yang dikenakan oleh wanita yang kutaksir sudah berumur kepala tiga itu.
Setelah sedan yang kukemudikan memasuki jalan tol, terdengar sauara Bu Laila dari belakangku,
"Usiamu baru 21, tapi cara nyetirmu jauh lebih bagus daripada sopir lamaku. Berarti jam terbangmu sudah lumayan tinggi ya."
"Siap Bu Boss. Lumayan lama saya nyetir, malah sejak saya baru 15 thn suka narik angkot. Tapi hanya berani nyetir malam. Kalau siang takut ditilang, karena belum punya SIM."
"Ogitu ya. terus uangnya dipakai apa aja? Minum - minum?"
"Untuk biaya kuliah saya Bu Boss. Saya tidak pernah menyentuh minuman keras."
"Merokok juga tidak pernah?"
"Kalau merokok sekali-sekali suka juga Bu Boss."
"Kalau di perjalanan gini, gak usah nyebut-nyebut Boss padaku Wan. Panggil Bu atau Mbak aja, gak apa-apa."
"Siap Bu Boss.. eh Bu."
"Nanti di rest area pertama kita makan pagi dulu ya."
"Siap Bu."
Dan memang sebelum belokan menuju rest area pertama, kukurangi kecepatan sedan Bu Laila ini, lalu dibelokkan ke kiri.
Setelah mobil diparkir, aku keluar dari mobil untuk membukakan pintu belakang kanan, kemudian Bu Laila turun.
Sementara aku mau masuk ke dalam mobil lagi,
"Saya mau nunggu di mobil aja Bu. "
"Jangan begitu," sahut Bu Laila sambil memegang pergelangan tanganku. "Ayo temani aku makan. Kalau makan sendirian suka gak enak."
Akhirnya aku mengikuti langkah Bu Laila yang pagi itu mengenakan kemeja tangan panjang putih dengan rok berwarna merah (tapi tidak seperti seragam SD, karena bahannya beda). Bu Laila memilih foodcourt yang menjual bubur ayam. Aku pun ikut duduk di situ, meski aku sudah merasakan di situ bubur ayamnya kurang enak.
Kebetulan pada saat itu rest area masih sepi. Sehingga Bu Laila bebas berbicara denganku.
"Sebenarnya urusan bisnisku di Jakarta hari Senin pagi" katanya.
"Iya Bu," aku cuma menunduk sambil menyantap bubur ayamku. Padahal aku heran.
Saat itu hari Sabtu pagi. Urusan Bu Laila hari Senin pagi. Lalu kenapa harus berangkat secepat ini?
"Kita nyantai aja dulu di Jakarta selama dua hari ya," ucap Bu Laila sambil menepuk punggung tanganku yang terletak di atas meja.
"Siap Bu," sahutku sambil mengangguk.
Selesai sarapan pagi, Bu Laila masuk ke minimart,
"Rokokmu apa?"
O, rupanya beliau mau membelikanku rokok.
"Saya sih rokok apa juga jalan. Asal ngebul aja Bu."
"Aku juga suka merokok Wan. Nanti matiin aja AC mobilnya, kalau kamu mau merokok."
"Siap Bu."
Setelah keluar dari minimart itu, Bu Laila menjinjing kantong plastik besar, yang kuambil alih untuk menjinjingnya dan meletakkan di jok belakang sebelah kiri. Tadinya kupikir Bu Laila akan duduk di belakang sebelah kanan lagi. Tapi ternyata tidak. Bu Laila memilih untuk duduk di depan, di sebelah kiriku.
Bu Laila berdiri sambil menghadap ke belakang. Ternyata beliau mau mengeluarkan sesuatu dari kantung plastik besar tadi. Satu sloft rokok yang menurutku rokok mahal. "Nih cukupkan untuk sepuluh hari ya, "katanya sambil menyerahkan sesloft rokok mahal itu.
"Wah.. terima kasih Bu. Saya hanya merokok sekali-sekali. Sebungkus bisa dua-tiga hari baru habis. Jadi sesloft ini cukup untuk sebulan Bu," kataku sambil meletakkan sloft rokok itu di saku jaket kulitku.
"Itu lebih bagus. Merokok boleh-boleh saja, tapi jangan terlalu nyandu."
"Siap Bu."
"Wan.."
"Ya Bu?"
"Di CVmu tertulis kamu belum kawin. Itu betul?"
"Siap, betul Bu."
"Tapi kalau pacar aja sih sudah punya kan?"
"Saya belum pernah pacaran secara serius Bu."
"Kenapa? Kamu ganteng kok. Masa belum pernah pacaran?"
"Masa kecil dan masa remaja saya.. sangat berat Bu."
"Berat gimana?"
"Sejak masih di SD dan SMP, saya sampai harus jadi tukang semir sepatu untuk menghidupi saya sendiri, termasuk membiayai sekolah saya. Setelah di SMA, tiap malam saya jadi sopir angkot. Setelah jadi mahasiswa jadi sopir taksi. Untuk membiayai kuliah dan kehidupan sehari - hari saya. Jadi saya tidak berani pacaran seperti teman - teman seangkatan saya."
"Terharu juga aku mendengarnya Wan," sahut Bu Laila sambil mengusap - usap rambutku.
Nah.. ini membuat batinku bergetar. Karena aku punya lamunan agar Bu Laila dekat denganku. Supaya kehidupanku berubah sedikit demi sedikit.
"Tapi merasakan tubuh perempuan sih pernah kan?"
"Belum Bu," sahutku berdusta.
Karena aku langsung teringat pada Mbak Ninies yang begitu bernafsu mendapatkan keperjakaanku. Siapa tahu Bu Laila juga seperti itu.
Tapi apakah Bu Laila yang putri tunggal owner perusahaan dan berparas jelita itu bisa punya niat yang sama dengan Mbak Ninies?
Saat itu aku belum tahu status Bu Laila. Apakah beliau itu gadis, sudah bersuami atau malah sudah janda, entahlah. Aku tidak berani menanyakannya. Yang aku tahu Bu Laila itu berwajah cantik, berperawakan tinggi langsing dan berkulit putih mulus. Tentu saja sekujur tubuhnya selalu mendapatkan perawatan lengkap, maklum orang tajir melintir.
"Wan.."
"Ya Bu.."
"Nanti belokkan saja ke arah tol Jagorawi."
"Siap Bu."
Tiba - tiba Bu Laila memegang tangan kiriku yang nganggur, karena sedannya matic. Dan sambil meremas tanganku, Bu Laila bertanya dengan suara yang berbeda dari biasanya,
"Kamu mau jadi pacar rahasiaku?"
Spontan aku menjawab, "Siap Bu.. !"
"Memangnya kamu suka padaku?" tanyanya sambil merapatkan pipi kanannya ke pipi kiriku.
Harum parfumnya pun semakin tersiar ke penciumanku, menimbulkan suasana baru yang membuat batinku tergetar.
"Sa.. sangat suka Bu. Tapi saya tidak berani mengucapkannya.. karena saya tau siapa saya dan siapa Ibu."
"Terus terang, aku ini punya suami Wan. Tapi suamiku pernah mengalami kecelakaan lalu lintas. Suamiku masih hidup setelah dirawat berbulan - bulan dirawat di rumah sakit. Tapi ininya tidak berfungsi lagi," ucap Bu Laila sambil memijat celana jeansku tepat di bagian yang menutupi penisku.
"Tidak berfungsi.. maksudnya impoten Bu?"
"Betul. Ada jaringan syaraf menuju penisnya yang rusak dan takkan bisa diperbaiki lagi dengan cara apa pun."
"Iya Bu.. saya ikut prihatin mendengarnya."
"Sudah lebih dari lima tahun aku seolah jadi linglung, tidak tau lagi apa yang harus kulakukan. Karena aku ini masih muda. Masih membutuhkan kepuasan birahi. Tapi suamiku sudah tidak mampu lagi melakukannya. Suamiku juga tau itu. Dia bahkan mengijinkanku untuk mencari lelaki lain untuk dijadikan kekasihku, tapi jangan sampai bercerai dengannya, karena dia sangat mencintaiku."
"Iya Bu."
"Coba berhenti dulu di bahu jalan Wan. Sambil nyalakan lampu hazard."
"Iya Bu" sahutku sambil mengurangi kecepatan sedan atasanku. Lalu kuhentikan di bahu jalan sambil menyalakan lampu hazard.
"Kalau ngobrol sesuatu yang penting begini, jangan sambil nyetir di jalan tol."
"Iya Bu."
"Coba buka ritsleting celanamu Wan. Aku ingin melihat seperti apa punyamu."
Tanpa ragu - ragu kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kusembulkan batang kemaluanku dari balik celana dalamku.
"Wooowwww..! Ternyata punyamu sepanjang dan segede ini Wan?!" seru Bu Laila sambil menggenggam penisku yang masih lemas dan mulai menegang setelah dipegang oleh bossku yang jelita itu.
Aku diam saja. Membiarkan Bu Laila menggenggam penisku yang sudah mulai ngaceng ini.
"Supaya jangan seperti menjual kucing di dalam karung, sekarang peganglah punyaku, supaya kamu tau bahwa aku ingin punyamu dimainkan di dalam punyaku ini," ucap Bu Laila sambil menarik roknya ke atas, dia menarik tanganku ke balik celana dalamnya yang sudah dipelorotkan.
Tangan kiriku menyentuh memek yang bersih dari jembut, yang hangat dan aaah.. nafsuku spontan bergejolak..!
"Bu.. oooh.." hanya itu yang terlontar dari mulutku.
"Kamu mau punyamu dimasukkan dan dimainkan di dalam punyaku kan?"
"Sa.. sangat mau Bu."
"Ayolah.. sekarang jalankan lagi mobilnya. Aku punya villa di Puncak. Nanti kita lakukan semuanya di villaku ya."
"Siap Bu," sahutku sambil mengeluarkan tangan kiriku dari balik celana dalam Bu Laila.
"Tapi saya belum punya pengalaman. Jadi nanti tolong ajarin sama Ibu," ucapku sesuai dengan skenarioku.
Bu Laila merapatkan pipinya lagi ke pipi kiriku. "Iya, nanti spermamu akan kutelan habis. Biar awet muda. Hmmm.. kebayang.. "
Kebetulan jalan tol saat itu agak lancar. Sehingga tak sampai dua jam aku sudah berhasil keluar dari pintu tol Jagorawi.
"Tapi ingat Wan.. kamu harus merahasiakan apa pun yang terjadi di antara kita berdua nanti," kata Bu Laila ketika mobilnya sudah mulai menginjak jalan menuju Puncak.
"Siap Bu."
"Kalau sedang berduaan begini sih jangan pakai istilah siap - siap terus ah. Biar jangan kaku kedengarannya."
"Iii.. iya Bu."
"Nanti kamu akan kuangkat menjadi asisten pribadiku. Dengan gaji dan fasilitas jauh lebih banyak kalau dibandingkan dengan jabatan sekarang."
"Wah.. terima kasih Bu. Baru mendengarnya aja saya sudah bahagia sekali."
"Gajimu bahkan akan lebih tinggi daripada manager - manager."
"Iya Bu.. iyaaa.."
Tiba - tiba Bu Laila mengecup pipiku disusul dengan ucapan, "Sebenarnya sejak pertama kali melihatmu, aku langsung suka padamu. Tapi aku ingin tau dulu cara kerjamu seperti apa. Setahun aku mempertimbangkannya. Dan sekarang.. aku ingin kamu menjadi milikmu.. emwuaaah .." Bu Laila mengecup pipiku lagi.
"Iya Bu.." hanya itu yang terlontar dari mulutku, dalam perasaan yang bercampur aduk.
"Tapi aku ingin kamu benar - benar berprestasi di perusahaanku nanti."
"Iya Bu.."
"Kalau perlu, kamu kuliah lagi sampai menggondol es - satu."
"Itu cita - cita lama saya Bu. Tapi bagaimana mungkin saya kuliah sambil bekerja?"
"Setelah kamu kuangkat sebagai aspri, jam kerjamu bebas. Yang penting asal nongol aja di kantor tiap hari. Tugasmu bisa dikerjakan di kantor, bisa juga di rumah. Nanti deh tugasmu akan kujelaskan secara terperinci. Yang penting kamu punya tekad kuat untuk mengembangkan perusahaan. Lalu bekerjalah secara jujur dan ulet."
"Iya Bu. Terima kasih."
"Kurangi kecepatannya Wan. Sebentar lagi harus belok ke kiri."
"Iya Bu," sahutku sambil mengurangi kecepatan mobil yang sedang kukemudikan ini.
"Nah sekarang belok ke kiri di depan itu," kata Bu Laila sambil menunjuk ke mulut jalan yang agak kecil.
Sedan yang kukemudikan sudah memasuki jalan yang agak kecil, menuju villa Bu Laila yang letaknya agak tersembunyi, tapi dijaga oleh seorang lelaki berseragam security.
Villa Bu Laila itu kelihatan biasa - biasa saja kalau dilihat dari luar. Tapi setelah masuk ke dalamnya, wah, betapa megahnya villa bossku ini.
Namun aku tak sempat berlama - lama menyaksikan kemegahan villa itu, karena Bu Laila langsung menarik pergelangan tanganku. Lalu merengkuh leherku ke dalam pelukannya, disusul dengan ciumannya yang bertubi - tubi, yang akhirnya kusambut dengan lumatan bergairah sambil mendekap pinggangnya.
Ciuman sambil berdiri berhadapan ini jelas menaikkan tensi birahiku. Karena aku masih berdarah muda.
Dan tampaknya Bu Laila pun menikmatinya. Ia menanggalkan melepaskan behanya dari balik kemeja tangan panjangnya, lalu duduk di sofa dalam keadaan kemeja yang sudah terbuka kancingnya, sehingga sepasang toketnya tampak jelas di mataku.
"Buka juga dong pakaianmu," kata Bu Laila ketika aku masih berdiri canggung di depan sofa yang diduduki oleh bossku itu.
Aku mengangguk sambil tersenyum. Sambil melepaskan segala yang melekat ditubuhku, kecuali celana dalam yang kubiarkan tetap berada di tempatnya. Lalu aku menghampiri Bu Laila dan duduk di sampingnya.
"Coba kamu tebak berapa usiaku sekarang?" tanyanya.
"Sa.. sangat suka Bu. Tapi saya tidak berani mengucapkannya.. karena saya tau siapa saya dan siapa Ibu."
"Terus terang, aku ini punya suami Wan. Tapi suamiku pernah mengalami kecelakaan lalu lintas. Suamiku masih hidup setelah dirawat berbulan - bulan dirawat di rumah sakit. Tapi ininya tidak berfungsi lagi," ucap Bu Laila sambil memijat celana jeansku tepat di bagian yang menutupi penisku.
"Tidak berfungsi.. maksudnya impoten Bu?"
"Betul. Ada jaringan syaraf menuju penisnya yang rusak dan takkan bisa diperbaiki lagi dengan cara apa pun."
"Iya Bu.. saya ikut prihatin mendengarnya."
"Sudah lebih dari lima tahun aku seolah jadi linglung, tidak tau lagi apa yang harus kulakukan. Karena aku ini masih muda. Masih membutuhkan kepuasan birahi. Tapi suamiku sudah tidak mampu lagi melakukannya. Suamiku juga tau itu. Dia bahkan mengijinkanku untuk mencari lelaki lain untuk dijadikan kekasihku, tapi jangan sampai bercerai dengannya, karena dia sangat mencintaiku."
"Iya Bu."
"Coba berhenti dulu di bahu jalan Wan. Sambil nyalakan lampu hazard."
"Iya Bu" sahutku sambil mengurangi kecepatan sedan atasanku. Lalu kuhentikan di bahu jalan sambil menyalakan lampu hazard.
"Kalau ngobrol sesuatu yang penting begini, jangan sambil nyetir di jalan tol."
"Iya Bu."
"Coba buka ritsleting celanamu Wan. Aku ingin melihat seperti apa punyamu."
Tanpa ragu - ragu kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kusembulkan batang kemaluanku dari balik celana dalamku.
"Wooowwww..! Ternyata punyamu sepanjang dan segede ini Wan?!" seru Bu Laila sambil menggenggam penisku yang masih lemas dan mulai menegang setelah dipegang oleh bossku yang jelita itu.
Aku diam saja. Membiarkan Bu Laila menggenggam penisku yang sudah mulai ngaceng ini.
"Supaya jangan seperti menjual kucing di dalam karung, sekarang peganglah punyaku, supaya kamu tau bahwa aku ingin punyamu dimainkan di dalam punyaku ini," ucap Bu Laila sambil menarik roknya ke atas, dia menarik tanganku ke balik celana dalamnya yang sudah dipelorotkan.
Tangan kiriku menyentuh memek yang bersih dari jembut, yang hangat dan aaah.. nafsuku spontan bergejolak..!
"Bu.. oooh.." hanya itu yang terlontar dari mulutku.
"Kamu mau punyamu dimasukkan dan dimainkan di dalam punyaku kan?"
"Sa.. sangat mau Bu."
"Ayolah.. sekarang jalankan lagi mobilnya. Aku punya villa di Puncak. Nanti kita lakukan semuanya di villaku ya."
"Siap Bu," sahutku sambil mengeluarkan tangan kiriku dari balik celana dalam Bu Laila.
"Tapi saya belum punya pengalaman. Jadi nanti tolong ajarin sama Ibu," ucapku sesuai dengan skenarioku.
Bu Laila merapatkan pipinya lagi ke pipi kiriku. "Iya, nanti spermamu akan kutelan habis. Biar awet muda. Hmmm.. kebayang.. "
Kebetulan jalan tol saat itu agak lancar. Sehingga tak sampai dua jam aku sudah berhasil keluar dari pintu tol Jagorawi.
"Tapi ingat Wan.. kamu harus merahasiakan apa pun yang terjadi di antara kita berdua nanti," kata Bu Laila ketika mobilnya sudah mulai menginjak jalan menuju Puncak.
"Siap Bu."
"Kalau sedang berduaan begini sih jangan pakai istilah siap - siap terus ah. Biar jangan kaku kedengarannya."
"Iii.. iya Bu."
"Nanti kamu akan kuangkat menjadi asisten pribadiku. Dengan gaji dan fasilitas jauh lebih banyak kalau dibandingkan dengan jabatan sekarang."
"Wah.. terima kasih Bu. Baru mendengarnya aja saya sudah bahagia sekali."
"Gajimu bahkan akan lebih tinggi daripada manager - manager."
"Iya Bu.. iyaaa.."
Tiba - tiba Bu Laila mengecup pipiku disusul dengan ucapan, "Sebenarnya sejak pertama kali melihatmu, aku langsung suka padamu. Tapi aku ingin tau dulu cara kerjamu seperti apa. Setahun aku mempertimbangkannya. Dan sekarang.. aku ingin kamu menjadi milikmu.. emwuaaah .." Bu Laila mengecup pipiku lagi.
"Iya Bu.." hanya itu yang terlontar dari mulutku, dalam perasaan yang bercampur aduk.
"Tapi aku ingin kamu benar - benar berprestasi di perusahaanku nanti."
"Iya Bu.."
"Kalau perlu, kamu kuliah lagi sampai menggondol es - satu."
"Itu cita - cita lama saya Bu. Tapi bagaimana mungkin saya kuliah sambil bekerja?"
"Setelah kamu kuangkat sebagai aspri, jam kerjamu bebas. Yang penting asal nongol aja di kantor tiap hari. Tugasmu bisa dikerjakan di kantor, bisa juga di rumah. Nanti deh tugasmu akan kujelaskan secara terperinci. Yang penting kamu punya tekad kuat untuk mengembangkan perusahaan. Lalu bekerjalah secara jujur dan ulet."
"Iya Bu. Terima kasih."
"Kurangi kecepatannya Wan. Sebentar lagi harus belok ke kiri."
"Iya Bu," sahutku sambil mengurangi kecepatan mobil yang sedang kukemudikan ini.
"Nah sekarang belok ke kiri di depan itu," kata Bu Laila sambil menunjuk ke mulut jalan yang agak kecil.
Sedan yang kukemudikan sudah memasuki jalan yang agak kecil, menuju villa Bu Laila yang letaknya agak tersembunyi, tapi dijaga oleh seorang lelaki berseragam security.
Villa Bu Laila itu kelihatan biasa - biasa saja kalau dilihat dari luar. Tapi setelah masuk ke dalamnya, wah, betapa megahnya villa bossku ini.
Namun aku tak sempat berlama - lama menyaksikan kemegahan villa itu, karena Bu Laila langsung menarik pergelangan tanganku. Lalu merengkuh leherku ke dalam pelukannya, disusul dengan ciumannya yang bertubi - tubi, yang akhirnya kusambut dengan lumatan bergairah sambil mendekap pinggangnya.
Ciuman sambil berdiri berhadapan ini jelas menaikkan tensi birahiku. Karena aku masih berdarah muda.
Dan tampaknya Bu Laila pun menikmatinya. Ia menanggalkan melepaskan behanya dari balik kemeja tangan panjangnya, lalu duduk di sofa dalam keadaan kemeja yang sudah terbuka kancingnya, sehingga sepasang toketnya tampak jelas di mataku.
"Buka juga dong pakaianmu," kata Bu Laila ketika aku masih berdiri canggung di depan sofa yang diduduki oleh bossku itu.
Aku mengangguk sambil tersenyum. Sambil melepaskan segala yang melekat ditubuhku, kecuali celana dalam yang kubiarkan tetap berada di tempatnya. Lalu aku menghampiri Bu Laila dan duduk di sampingnya.
"Coba kamu tebak berapa usiaku sekarang?" tanyanya.
Aku tahu bahwa wanita paling senang kalau dianggap lebih muda dari usia sebenarnya. Karena itu aku menjawab, "Masih di bawah duapuluhlima tahun, Bu. "
"Memangnya aku kelihatan semuda itu? Usiaku sudah tigapuluhdua tahun Wan. "
"Masa sih Bu? Kelihatannya seperti belum duapuluhlima. "
Sepasang mata Bu Laila menatapku dengan senum manis di bibirnya, sambil menyangga sepasang payudaranya yang masih tampak kencang dan.. hmmm.. ingin aku menjamahnya, tapi belum berani.
"Kalau melihat toketku ini memang gak kalah sama cewek duapuluhlima tahunan. Karena aku belum pernah melahirkan," ucapnya sambil menyodorkan sepasang toketnya ke depanku, "Mau pegang? Peganglah.. jangan canggung dan takut - takut gitu. Mulai sekarang kita kan saling memiliki. Kamu menjadi punyaku dan aku menjadi punyamu..
Tentu saja aku senang sekali diminta untuk menjamah toket bossku yang berukuran medium tapi tampak masih kencang. Bahkan dengan penuh semangat kuciumi pentil toket kirinya sambil memegang toket kanannya dan meremasnya perlahan - lahan.
Pada saat yang sama Bu Laila pun menyelinapkan tangannya ke balik celana dalamku. Lalu memegang batang kemaluanku yang sudah mulai tegang ini.
Lalu aku lupa segalanya. Tahu - tahu Bu Laila sudah telanjang bulat, sementara celana dalamku pun sudah dilepaskan oleh bossku yang cantik dan bertubuh sangat mulus ini.
Dan seperti tidak kuat lagi menahan kepenasaranannya pada penisku, Bu Laila langsung membenamkan wajahnya diantara sepasang pahaku, lalu mengulum penisku yang sudah tegang ini, sementara tanganku ditariknya agar memainkan memeknya. Tentu saja aku dengan senang hati melakukan keinginannya. Bahwa ketika ia sedang mengulum dan menyeloimoti penisku, tanganku pun mulai merambah memeknya.
Namun karena Bu Laila itu bossku, aku menunggu instruksinya dulu. Biarlah dia menyelomoti penisku sambil mengurut - urutnya dengan begitu binalnya. Meski aku harus menahan - nahan nafasku karena permainan oralnya memang enak sekali.
Cukup lama Bu Laila menyelomoti sambil mengurut - urut penisku, sampai akhirnya dia mengajakku pindah ke atas bed bertilamkan kain seprai putih bersih itu.
Aku menurut saja. Mengikuti langkah Bu Laila menuju bednya. Di situlah ia menelentang sambil mengusap - usap permukaan memeknya yang licin, tiada jembutnya sehelai pun.
Aku pun merangkak ke antara sepasang paha putih mulus yang sudah mengangkang itu.
"Mau jilatin memekku?" tanyanya.
"Iya Bu. "
"Kamu sering nonton bokep kali ya?"
"Nonton bokep sih sering. Tapi menyentuh memek wanita baru sekali ini Bu, "dustaku untuk kesekian kalinya terlontar dari mulutku.
Namun sepertinya Bu Laila tidak memperhatikan hal kecil itu. Ketika aku mulai menjilati bagian pink yang ternganga itu, dia mengelus - elus rambutku,
"Jilatinlah sepuasmu."
Lalu aku mulai menjilati memek Bu Laila dengan lahapnya.
Bu Laila pun menggeliat - geliat sambil meremas - remas rambutku. BVahkan pada suatu saat jarinya menyentuh kelentitnya,
"Ini itilnya.. jilatin juga Wan."
Aku memang sedang pura - pura bodoh. Maka setelah mendengar instruksi, barulah kujilati kelentit Bu Laila dengan lahap sekali. Bahkan terkadang kusertai dengan isapan - isapan, sehingga Bu Laila terkejang - kejang dibuatnya.
Bahkan pada sjuatu saat terdengar suara Bu Laila agak serak, "Sudah Wan.. masukkan aja kontolmu. Aku udah pengen ngerasain enaknya dientot sama kontol sepanjang dan segede itu."
Aku pun menjauhkan mulutku dari memek Bu Laila. Lalu merayap ke atas perutnya sambil memegang penisku yang sudah ngaceng berat ini.
Bu Laila pun memegangi leher penisku sambil mencolek - colekkan moncongnya ke mulut vaginanya. Mungkin ia sedang mengarahkan agar arahnya ngepas.
"Ayo.. doronglah.. "
Lalu kudorong penisku dengan sekuat tenaga.
Blessssss..
batang kemaluanku membenam separohnya ke dalam liang memek Bu Laila. Disambut dengan rengkuhan Bu Laila di leherku, sehingga dadaku terhempas ke atas sepasang toket yhang masih terfasa kencang itu.
"Kamju nyangka bakal bisa beginian denganku?" tanyanya setengah berbisik.
"Bermimpi pun tidak kalau Ibu yang begini cantik dan mulusnya bakal bisa dibeginiin Bu. Mungkin malaikat sengaja mengirim Ibu sebagai bidadari saya di kemudian hari. "
Bu Laila mencium sepasang pipiku,
"Aku juga gak nyangka bakal mendapatkan dewa asmara bernama Wawan Darmawan ini.. hmmm.. aku memang sudah lama jatuh hati padamu.. ayo entotin, jangan direndem terus.. nanti keburu jadi ager-ager. Hihihihi"
Sesuai dengan instruksi Bu Boss, aku mulai mengayun penisku di dalam liang memek Bu Laila. Dan wanita 32-an itu menanggapinya dengan bermacam - macam cara. terkadang kedua kakinya melingkari pinggangku, terkada mengangkang lebar, terkadang kedua kakiinya berada di atas sepasang bahuku, sehingga aku harus mengentotnya sambil menahan kedua tubuhku yang terangkat.
Namun yang jelas aku merasakan sesuatu yang berbeda pada waktu menyetubuhi Bu Laila ini. Bahwa menyetubuhi wanita cantik dan tajir melilit ini membuatku sangat bergairah. Membuatku terlupa segalanya. Aku pun berusaha memuasinya, agar dia sangat terkesan olehku.
===x=x=x===
BAB 8
Ketika aku mulai gencar mengentot Bu Laila, diam - diam kucari di mana lekuk yang sangat sensitif di tubuhnya. Ternyata daun telinganya sensitif sekali. Ketika aku menjilatrinya, terasa pelukannya jadi makin erat. Maka semakin lama juga kujilati telinganya, yang membuat Bu Laila semakin klepek - klepek dalam entotanku.
Namun ternyata bukan cuma daun telinganya yang sensitif itu. Lehernya pun sensitif sekali. Terutama di bagian bawah telinganya itu. Maka kujilati pula lehernya, disertai dengan gigitan - gigitan kecil seperti yang sering kubaca dari sebuah media internasional tentang titik - titik peka di tubuh wanita.
"Waaan.. duuuh Waaaan.. kamu pandai sekali membuatku enak Waaaan.. oooh Waaaan.. kontolmu luar biasa enaknya Waaaan.. belum pernah aku merasakan kontol seenak ini Waaaan.." rintih Bu Laila sambil memejamkan matanya, sementara lehernya mulai basah oleh keringat bercampur dengan air liurku.
Aku pun ingin melengkapinya dengan meremas - remas toketnya secara lembut. Membuat pinggul Bu Laila mulai menghempas - hempas ke kasur, sementara tangannya meremas - remas rambutku. Terkadang dia menjambak rambutku, bukan sekadar meremasnya. Namun aku bahkan semakin bergairah untuk menggencarkan entotanku.
"Memangnya aku kelihatan semuda itu? Usiaku sudah tigapuluhdua tahun Wan. "
"Masa sih Bu? Kelihatannya seperti belum duapuluhlima. "
Sepasang mata Bu Laila menatapku dengan senum manis di bibirnya, sambil menyangga sepasang payudaranya yang masih tampak kencang dan.. hmmm.. ingin aku menjamahnya, tapi belum berani.
"Kalau melihat toketku ini memang gak kalah sama cewek duapuluhlima tahunan. Karena aku belum pernah melahirkan," ucapnya sambil menyodorkan sepasang toketnya ke depanku, "Mau pegang? Peganglah.. jangan canggung dan takut - takut gitu. Mulai sekarang kita kan saling memiliki. Kamu menjadi punyaku dan aku menjadi punyamu..
Tentu saja aku senang sekali diminta untuk menjamah toket bossku yang berukuran medium tapi tampak masih kencang. Bahkan dengan penuh semangat kuciumi pentil toket kirinya sambil memegang toket kanannya dan meremasnya perlahan - lahan.
Pada saat yang sama Bu Laila pun menyelinapkan tangannya ke balik celana dalamku. Lalu memegang batang kemaluanku yang sudah mulai tegang ini.
Lalu aku lupa segalanya. Tahu - tahu Bu Laila sudah telanjang bulat, sementara celana dalamku pun sudah dilepaskan oleh bossku yang cantik dan bertubuh sangat mulus ini.
Dan seperti tidak kuat lagi menahan kepenasaranannya pada penisku, Bu Laila langsung membenamkan wajahnya diantara sepasang pahaku, lalu mengulum penisku yang sudah tegang ini, sementara tanganku ditariknya agar memainkan memeknya. Tentu saja aku dengan senang hati melakukan keinginannya. Bahwa ketika ia sedang mengulum dan menyeloimoti penisku, tanganku pun mulai merambah memeknya.
Namun karena Bu Laila itu bossku, aku menunggu instruksinya dulu. Biarlah dia menyelomoti penisku sambil mengurut - urutnya dengan begitu binalnya. Meski aku harus menahan - nahan nafasku karena permainan oralnya memang enak sekali.
Cukup lama Bu Laila menyelomoti sambil mengurut - urut penisku, sampai akhirnya dia mengajakku pindah ke atas bed bertilamkan kain seprai putih bersih itu.
Aku menurut saja. Mengikuti langkah Bu Laila menuju bednya. Di situlah ia menelentang sambil mengusap - usap permukaan memeknya yang licin, tiada jembutnya sehelai pun.
Aku pun merangkak ke antara sepasang paha putih mulus yang sudah mengangkang itu.
"Mau jilatin memekku?" tanyanya.
"Iya Bu. "
"Kamu sering nonton bokep kali ya?"
"Nonton bokep sih sering. Tapi menyentuh memek wanita baru sekali ini Bu, "dustaku untuk kesekian kalinya terlontar dari mulutku.
Namun sepertinya Bu Laila tidak memperhatikan hal kecil itu. Ketika aku mulai menjilati bagian pink yang ternganga itu, dia mengelus - elus rambutku,
"Jilatinlah sepuasmu."
Lalu aku mulai menjilati memek Bu Laila dengan lahapnya.
Bu Laila pun menggeliat - geliat sambil meremas - remas rambutku. BVahkan pada suatu saat jarinya menyentuh kelentitnya,
"Ini itilnya.. jilatin juga Wan."
Aku memang sedang pura - pura bodoh. Maka setelah mendengar instruksi, barulah kujilati kelentit Bu Laila dengan lahap sekali. Bahkan terkadang kusertai dengan isapan - isapan, sehingga Bu Laila terkejang - kejang dibuatnya.
Bahkan pada sjuatu saat terdengar suara Bu Laila agak serak, "Sudah Wan.. masukkan aja kontolmu. Aku udah pengen ngerasain enaknya dientot sama kontol sepanjang dan segede itu."
Aku pun menjauhkan mulutku dari memek Bu Laila. Lalu merayap ke atas perutnya sambil memegang penisku yang sudah ngaceng berat ini.
Bu Laila pun memegangi leher penisku sambil mencolek - colekkan moncongnya ke mulut vaginanya. Mungkin ia sedang mengarahkan agar arahnya ngepas.
"Ayo.. doronglah.. "
Lalu kudorong penisku dengan sekuat tenaga.
Blessssss..
batang kemaluanku membenam separohnya ke dalam liang memek Bu Laila. Disambut dengan rengkuhan Bu Laila di leherku, sehingga dadaku terhempas ke atas sepasang toket yhang masih terfasa kencang itu.
"Kamju nyangka bakal bisa beginian denganku?" tanyanya setengah berbisik.
"Bermimpi pun tidak kalau Ibu yang begini cantik dan mulusnya bakal bisa dibeginiin Bu. Mungkin malaikat sengaja mengirim Ibu sebagai bidadari saya di kemudian hari. "
Bu Laila mencium sepasang pipiku,
"Aku juga gak nyangka bakal mendapatkan dewa asmara bernama Wawan Darmawan ini.. hmmm.. aku memang sudah lama jatuh hati padamu.. ayo entotin, jangan direndem terus.. nanti keburu jadi ager-ager. Hihihihi"
Sesuai dengan instruksi Bu Boss, aku mulai mengayun penisku di dalam liang memek Bu Laila. Dan wanita 32-an itu menanggapinya dengan bermacam - macam cara. terkadang kedua kakinya melingkari pinggangku, terkada mengangkang lebar, terkadang kedua kakiinya berada di atas sepasang bahuku, sehingga aku harus mengentotnya sambil menahan kedua tubuhku yang terangkat.
Namun yang jelas aku merasakan sesuatu yang berbeda pada waktu menyetubuhi Bu Laila ini. Bahwa menyetubuhi wanita cantik dan tajir melilit ini membuatku sangat bergairah. Membuatku terlupa segalanya. Aku pun berusaha memuasinya, agar dia sangat terkesan olehku.
===x=x=x===
BAB 8
Ketika aku mulai gencar mengentot Bu Laila, diam - diam kucari di mana lekuk yang sangat sensitif di tubuhnya. Ternyata daun telinganya sensitif sekali. Ketika aku menjilatrinya, terasa pelukannya jadi makin erat. Maka semakin lama juga kujilati telinganya, yang membuat Bu Laila semakin klepek - klepek dalam entotanku.
Namun ternyata bukan cuma daun telinganya yang sensitif itu. Lehernya pun sensitif sekali. Terutama di bagian bawah telinganya itu. Maka kujilati pula lehernya, disertai dengan gigitan - gigitan kecil seperti yang sering kubaca dari sebuah media internasional tentang titik - titik peka di tubuh wanita.
"Waaan.. duuuh Waaaan.. kamu pandai sekali membuatku enak Waaaan.. oooh Waaaan.. kontolmu luar biasa enaknya Waaaan.. belum pernah aku merasakan kontol seenak ini Waaaan.." rintih Bu Laila sambil memejamkan matanya, sementara lehernya mulai basah oleh keringat bercampur dengan air liurku.
Aku pun ingin melengkapinya dengan meremas - remas toketnya secara lembut. Membuat pinggul Bu Laila mulai menghempas - hempas ke kasur, sementara tangannya meremas - remas rambutku. Terkadang dia menjambak rambutku, bukan sekadar meremasnya. Namun aku bahkan semakin bergairah untuk menggencarkan entotanku.
Entah kenapa, aku ingin sekali jadi lelaki yang sangat memuaskan di hati wanita yang 11 thn lebih tua dariku itu. Maka bukan hanya leher dan telinga Bu Laila yang kujadikan sasaran jilatanku. Ketika tangan wanita muda itu sedang meremas - remas rambutku, ketiaknya terbuka. Dan dengan sigap kujilati juga ketiak Bu Laila yang tercium harum parfum mahal itu.
Bu Laila pun menggelepar, "Hihihiii.. geli Wan.. tapi.. ooohh.. geli - geli enak Waaan.. oooh.. aaaa.. aku mau lepas Waaaan.."
Suaranya terputus sampai di situ. Tubuhnya pun mengejang tegang.. tegang sekali. Sementara mulutnya ternganga dan matanya terpejam erat - erat. Nafasnya tertahan beberapa detik.. lalu terdengar desahan,
"aaahhh.. nikmat sekali Waaan.."
Aku pun menghentikan entotanku, karena ingin menghayati indahnya detik - detik orgasmenya wanita yang sedang kusetubuhi ini.
Memang benar kata para lelaki yang sudah berpengalaman, bahwa aura kecantikan seorang wanita akan terbit setelah mencapai orgasmenya. Bu Laila pun jadi tampak seperti bersinar.. kecantikannya jadi semakin cemerlang.. sehingga aku tak bisa menahan diri lagi. Kucium bibir sensual dan hangatnya,
"Bu Laila semakin cantik di mata saya." bisikku
Bu Boss membuka kelopak matanya. Bibir sensualnya pun menyunggingkan senyum manis. Manis sekali.
"Terima kasih Wan. Aku merasakan getaran baru di dalam batinku sekarang. Getaran cintaku padamu, Sayang.."
Kubiarkan Bu Laila mengelus rambutku dengan lembut.
Lalu aku mengecup sepasang pipinya yang kemerahan, disusul dengan bisikan, "Saya pun merasakan hal yang sama Bu.."
Bu Laila mengepit sepasang pipiku dengan kedua telapak tangan hangatnya. Lalu mencium bibirku, yang kjusambut dengan lumatan, dibalas lagi dengan lumatannya. Bahkan ketika lidahku dijulurkan sedikit, ia menyedot lidahku dan menggelutkan lidahnya dengan lidahku. Aku pun melakukan hal yang sama. Ketika lidahnya terjulur, kusedot ke dalam mulutku.
Dalam keadaan seperti itulah aku mulai menggerakkan penisku kembali, bermaju mundur kembali di dalam liang kewanitaan Bu Laila. Awalnya ayunan penisku perlahan - lahan dulu. Makin lama makin kupercepat, sampai pada kecepatan normal.
Bu Laila pun tampak bergairah kembali, untuk meladeni entotanku yang mulai gencar lagi ini. Ia mulai menggeol - geolkan pantatnya, memutar - mutar.. meliuk - liuk dan menghempas - hempas. Dengan sendirinya liang memek Bu Laila terasa membesot - besot batang kemaluanku, yang membuat nafasku mendengus - dengus kembali.
Tapi Bu Laila justru tampak senang menjilati keringat yang membasahi leherku ini. Tanpa mempedulikan lagi statusnya sebagai bossku dan aku sebagai anak buahnya. Hal ini membuatku yakin bahwa Bu Laila sudah benar - benar mencintaiku. Dan kalau harus bicara sejujurnya, aku pun mulai mencintainya.
Kata para tokoh terkenal, hubungan seks yang dilakukan berdasarkan cinta, akan jauh lebih nikmat rasanya.
Itu kuakui sekarang, ketika aku sedang mengayun penisku di dalam liang memek Bu Laila ini. Sekujur tubuhku laksana dialiri arus dari ujung kaki sampai ke ubun - ubunku. Arus birahi yang indah tiada tara.
Lalu bagaimana dengan perasaanku terhadap Ibu? Itu lain jalannya. Sampai kapan pun aku akan tetap menyayangi Ibu. Karena beliau yang mengandungku selama sekian bulan, beliau pula yang melahirkanku ke dunia ini. Dan yang pasti, kalau tidak ada Ibu takkan ada aku sampai kapan pun. Itulah bedanya perasaan sayangku kepada Ibu dan perasaan cintaku kepada Bu Laila ini.
Aku tidak tahu persis seperti apa perasaan Bu Laila padaku saat penisku mulai gencar mengentot liang memeknya yang agak becek karena habis orgasme ini. Namun yang jelas rintihan demi rintihan berlontaran terus dari mulutnya.
"Waaan.. aaah.. ini luar biasa enaknya Waaaan.. terus Waaaan.. gila.. kontolmu enak Waaan.. ibu senang telah menjadi milikmu Waaaan.."
Rintihan itu baru berhenti kalau aku sudah menyumpal mulutnya dengan ciuman dan lumatan hangatku. Dan Bu Laila semakin bergairah untuk menyambutnya dengan lumatan yang begitu hangatnya.
"Waaaan.. aku mau lepas lagi.. yang kencang Waaan.. nikmaaaat.."
Sebenarnya aku masih bisa mengulur detik - detik klimaks (ejakulasi). Tapi aku berusaha untuk mengikuti keinginan Bu Laila. Karena itu aku konsen ke arah kenikmatan yang sedang kurasakan, sehingga akhirnya aku bisa menancapkan batang kemaluanku tepat pada saat Bu Laila sedang terkejang - kejang di puncak orgasmenya.
Lalu kami seperti sepasang manusia yang sedang kerasukan. Saling cengkram dan saling lumat. Sementara penisku seolah tengah dililit oleh seekor ular kecil, oleh dinding liang memek Bu Laila yang bergerak seperti spiral.. disusul dengan kedutan - kedutan kencangnya.. dibalas oleh kejutan - kejutan penisku yang tengan memuntahkan lendir kenikmatanku..
"oooh.. aku lupa.. harusnya spermamu dilepaskan di dalam mulutku Wan.. karena aku ingin menelan sperma bujangmu sampai habis.." keluh Bu Laila sambil menepuk - nepuk pantatku yang sedang dicengkramnya.
"Maaf, saya gak tahan.. Ibu gak ngingetin tadi.." sahutku sambil menciumi pipi Bu Laila yang sudah basah oleh keringat.
"Gak apa - apa deh. Kita kan bakal dua hari dua malam berada di villa ini. Nanti kalau aku lupa lagi tolong ingetin ya Wan.."
"Iya Bu Laila Sayaaaang.."
"Emang beneran kamu sayang sama aku?" tanya Bu Laila sambil mengelus rambutku.
"Sangat.. sangat sayang Bu."
"Tapi kalau kita sudah punya anak nanti, aku juga harus manggil Ayah padamu Wan.."
"Sekarang juga dipanggil Ayah gak apa - apa."
"Hihihi.. ayah masih muda banget.. harusnya sekarang sih aku manggil Dong aja padamu."
"Kenapa harus manggil Dong?"
"Karena kamu jauh lebih muda dariku. Jadi kamu laksana brondong bagiku."
Bu Laila pun menggelepar, "Hihihiii.. geli Wan.. tapi.. ooohh.. geli - geli enak Waaan.. oooh.. aaaa.. aku mau lepas Waaaan.."
Suaranya terputus sampai di situ. Tubuhnya pun mengejang tegang.. tegang sekali. Sementara mulutnya ternganga dan matanya terpejam erat - erat. Nafasnya tertahan beberapa detik.. lalu terdengar desahan,
"aaahhh.. nikmat sekali Waaan.."
Aku pun menghentikan entotanku, karena ingin menghayati indahnya detik - detik orgasmenya wanita yang sedang kusetubuhi ini.
Memang benar kata para lelaki yang sudah berpengalaman, bahwa aura kecantikan seorang wanita akan terbit setelah mencapai orgasmenya. Bu Laila pun jadi tampak seperti bersinar.. kecantikannya jadi semakin cemerlang.. sehingga aku tak bisa menahan diri lagi. Kucium bibir sensual dan hangatnya,
"Bu Laila semakin cantik di mata saya." bisikku
Bu Boss membuka kelopak matanya. Bibir sensualnya pun menyunggingkan senyum manis. Manis sekali.
"Terima kasih Wan. Aku merasakan getaran baru di dalam batinku sekarang. Getaran cintaku padamu, Sayang.."
Kubiarkan Bu Laila mengelus rambutku dengan lembut.
Lalu aku mengecup sepasang pipinya yang kemerahan, disusul dengan bisikan, "Saya pun merasakan hal yang sama Bu.."
Bu Laila mengepit sepasang pipiku dengan kedua telapak tangan hangatnya. Lalu mencium bibirku, yang kjusambut dengan lumatan, dibalas lagi dengan lumatannya. Bahkan ketika lidahku dijulurkan sedikit, ia menyedot lidahku dan menggelutkan lidahnya dengan lidahku. Aku pun melakukan hal yang sama. Ketika lidahnya terjulur, kusedot ke dalam mulutku.
Dalam keadaan seperti itulah aku mulai menggerakkan penisku kembali, bermaju mundur kembali di dalam liang kewanitaan Bu Laila. Awalnya ayunan penisku perlahan - lahan dulu. Makin lama makin kupercepat, sampai pada kecepatan normal.
Bu Laila pun tampak bergairah kembali, untuk meladeni entotanku yang mulai gencar lagi ini. Ia mulai menggeol - geolkan pantatnya, memutar - mutar.. meliuk - liuk dan menghempas - hempas. Dengan sendirinya liang memek Bu Laila terasa membesot - besot batang kemaluanku, yang membuat nafasku mendengus - dengus kembali.
Tapi Bu Laila justru tampak senang menjilati keringat yang membasahi leherku ini. Tanpa mempedulikan lagi statusnya sebagai bossku dan aku sebagai anak buahnya. Hal ini membuatku yakin bahwa Bu Laila sudah benar - benar mencintaiku. Dan kalau harus bicara sejujurnya, aku pun mulai mencintainya.
Kata para tokoh terkenal, hubungan seks yang dilakukan berdasarkan cinta, akan jauh lebih nikmat rasanya.
Itu kuakui sekarang, ketika aku sedang mengayun penisku di dalam liang memek Bu Laila ini. Sekujur tubuhku laksana dialiri arus dari ujung kaki sampai ke ubun - ubunku. Arus birahi yang indah tiada tara.
Lalu bagaimana dengan perasaanku terhadap Ibu? Itu lain jalannya. Sampai kapan pun aku akan tetap menyayangi Ibu. Karena beliau yang mengandungku selama sekian bulan, beliau pula yang melahirkanku ke dunia ini. Dan yang pasti, kalau tidak ada Ibu takkan ada aku sampai kapan pun. Itulah bedanya perasaan sayangku kepada Ibu dan perasaan cintaku kepada Bu Laila ini.
Aku tidak tahu persis seperti apa perasaan Bu Laila padaku saat penisku mulai gencar mengentot liang memeknya yang agak becek karena habis orgasme ini. Namun yang jelas rintihan demi rintihan berlontaran terus dari mulutnya.
"Waaan.. aaah.. ini luar biasa enaknya Waaaan.. terus Waaaan.. gila.. kontolmu enak Waaan.. ibu senang telah menjadi milikmu Waaaan.."
Rintihan itu baru berhenti kalau aku sudah menyumpal mulutnya dengan ciuman dan lumatan hangatku. Dan Bu Laila semakin bergairah untuk menyambutnya dengan lumatan yang begitu hangatnya.
"Waaaan.. aku mau lepas lagi.. yang kencang Waaan.. nikmaaaat.."
Sebenarnya aku masih bisa mengulur detik - detik klimaks (ejakulasi). Tapi aku berusaha untuk mengikuti keinginan Bu Laila. Karena itu aku konsen ke arah kenikmatan yang sedang kurasakan, sehingga akhirnya aku bisa menancapkan batang kemaluanku tepat pada saat Bu Laila sedang terkejang - kejang di puncak orgasmenya.
Lalu kami seperti sepasang manusia yang sedang kerasukan. Saling cengkram dan saling lumat. Sementara penisku seolah tengah dililit oleh seekor ular kecil, oleh dinding liang memek Bu Laila yang bergerak seperti spiral.. disusul dengan kedutan - kedutan kencangnya.. dibalas oleh kejutan - kejutan penisku yang tengan memuntahkan lendir kenikmatanku..
"oooh.. aku lupa.. harusnya spermamu dilepaskan di dalam mulutku Wan.. karena aku ingin menelan sperma bujangmu sampai habis.." keluh Bu Laila sambil menepuk - nepuk pantatku yang sedang dicengkramnya.
"Maaf, saya gak tahan.. Ibu gak ngingetin tadi.." sahutku sambil menciumi pipi Bu Laila yang sudah basah oleh keringat.
"Gak apa - apa deh. Kita kan bakal dua hari dua malam berada di villa ini. Nanti kalau aku lupa lagi tolong ingetin ya Wan.."
"Iya Bu Laila Sayaaaang.."
"Emang beneran kamu sayang sama aku?" tanya Bu Laila sambil mengelus rambutku.
"Sangat.. sangat sayang Bu."
"Tapi kalau kita sudah punya anak nanti, aku juga harus manggil Ayah padamu Wan.."
"Sekarang juga dipanggil Ayah gak apa - apa."
"Hihihi.. ayah masih muda banget.. harusnya sekarang sih aku manggil Dong aja padamu."
"Kenapa harus manggil Dong?"
"Karena kamu jauh lebih muda dariku. Jadi kamu laksana brondong bagiku."
"O.. Dong itu dari brondong?! Hehehehe.. terserah Bu Laila aja deh."
"Nggak. Aku akan manggil kamu Honey. Dan kamu harus manggil Cinta padaku ya. Jangan pakai ibu - ibuan lagi. Kamu pun jangan saya - sayaan lagi. Karena kitasejajar sekarang. Kamu sudah menjadi milikku dan aku pun sudah menjadi milikmu Honey."
"Iya Cinta.." sahutku sambil menarik batang kemaluanku yang sudah lemas ini dari liang memek Cinta alias Bu Laila. Terdengar bunyi unik waktu penisku dicabut dari liang memek Cinta.
plokkkh..
membuat Bu Laila tersenyum,
"Kayak tutup botol gabus yang dicabut dari botolnya ya.. hihihiiii..
===x=x=x===
BAB 9
"Badan kita penuh keringat gini, mendingan mandi dulu yuk," ajak wanita cantik itu.
Tapi aku menarik pergelangan tangannya.
"Nanti saja. Setelah selesai main ronde kedua," kataku sambil menunjuk ke arah batang kemaluanku yang sudah ngaceng lagi ini.
"Hihihiii.. penismu sudah ngaceng lagi Honey?" cetusnya sambil memegang batang kemaluanku.
"Hehehe.. Iya nih.." sahutku sambil merengkuh leher Bu Laila ke dalam pelukanku.
"Anggap aja kita sedang berbulan madu ya. Kan pasangan yang sedang berbulan madu bisa tiga sampai empat kali bersetubuh. Bahkan ada yang sampai delapan kali bersetubuh di malam pertama mereka," ucapnya disusul dengan ciuman mesranya di bibirku.
"Cinta ingin seperti itu?" tanyaku setelah ciumannya terlepas dari bibirku.
"Nggak usah seperti itu benar ah. Kita kan masih banyak waktgu untuk mengulanginya nanti. Bahkan setelah kita pulang pun bisa melakukannya di kantor atau di rumahku."
"Di rumah? Nanti ketahuan sama suami Cinta kan gak enak."
"Rumahku banyak Honey. Kita bisa melakukannya di salah satu rumahku nanti."
Aku terhenyak. Putri tunggal owner perusahaan besar itu pasti punya rumah lebih dari satu.
Namun pikiran itu langsung hilang ketika Bu Laila sudah mendorong dadaku sampai celentang, lalu menangkap batang kemaluanku yang sudah ngaceng lagi ini. Dan memasukkan alat kejantananku ke dalam mulutnya.
Padahal penisku sudah ngaceng berat. Tapi Bu Laila mulai menyelomotinya sambil mengurut - urut bagian penisku yang tidak terkulum olehnya?
Namun hanya beberapa detik ia menyelomoti penisku yang lalu jadi berlepotan air liurnya. Lalu dengan sigap ia berlutut, dengan kedua lutut berada di kanan kiri pinggulku. Ia memegang penisku yang lalu mengarahkan moncongnya ke arah mulut vaginanya.
Kemudian bokong indahnya itu diturunkan, sehingga penisku melesak masuk ke dalam liang tempiknya. Aaaah.. rasanya indah sekali diperlakukan seperti ini oleh Bu Laila yang cantik itu. Terlebih setelah ia mengayun pinggulnya naik turun dan naik turun. Sehingga penisku keluar masuk di dalam liang kewanitaan Bu Laila yanbg membuatku terpejam - pejam saking nikmatnya ini.
Namun di tengah aksinya itu Bu Laila masih sempat berkata, "Kalau udah mau lepas kasih tau ya.. aku ingin menelan spermamu.."
"Iya Cinta.." sahutku sambil terus - terusan memperhatikan memeknya yang seolah menelan penisku lalu memuntahkannya lagi.. menelannya lagi.. memuntahkannya lagi..!
Beberap saat kemudian Bu Laila menghempaskan dadanya ke atas dadaku sambil melenguh. Ternyata dia sudah orgasme. Dan meminta agar aku yang di atas lagi. Memang menurut orang - orang yang sudah berpengalaman, bersetubuh dalam posisi WOT itu membuat pihak wanita akan lebih cepat orgasme.
Maka kembalilah aku berftindak selaku "nakhoda" dalam persetubuhan ini. Setelah berhasil menggulingkan badan tanpa mencabut batang kemaluanku dari liang memeknya, aku berada di atas perut Bu Laila lagi.
Lalu kuayun penisku sambil mencium dan melumat bibir Bu Laila. Dan mulailah penisku bergerak seperti pompa manual. Maju mundur dan maju mundur terus, sementara Bu Laila mendekap pinggangku erat - erat. Dengan sepasang mata indahnya yang terkadang menatap langit - langit kamar villa, kadang - kadang terpejam erat - erat.
Desahan dan erangan erotisnya pun mulai berkumandang lagi di dalam kamar villa ini.
"ooo.. oooh.. dirimu sudah menjadi sosok yang lengkap bagiku Honey.. ya ganteng ya masih sangat muda.. memuaskan pula dalam hasrat birahiku Sayang.. aku tak mau berjauhan lagi denganmu Honey.. ooohhh.. ooohhh.."
Sebenarnya aku masih bisa mengulur durasi entotanku. Tapi karena mendengar keinginan bossku yang cantik itu, aku pun memusatkan pikiranku pada nikmat dan nikmat terus.. nikmatnya liang kewanitaan Bu Laila yang tengah kuentot habis - habisan ini.
Akibatnya.. tak lama kemudian aku merasakan detik - detik krusialku datang. Detik - detik menjelang ejakulasi.
Maka dengan sigap kucabut batang kemaluanku dari liang memek Bu Laila. Dan cepaty kuangsurkan penisku ke dekat mulut bossku yang jelita itu.
Bu Laila menangkap penisku dan langsung mengulumnya disertai dengan sedotan kuat.. kuat sekali.
Pada saat itulah nafasku tertahan, karena penisku akan memuntahkan lendir kenikmatanku.
Lalu..
crooottt.. crooottt.. crooottt..!
Air maniku berlompatan di dalam mulut Bu Laila. Dan wanita cantik itu menelannya tanpa ragu..
glllleeeeekkkkk..!
Tak disisakan setetes pun..!
Aku terharu diperlakukan sejauh ini oleh Bu Laila.
Tapi aku tak mau mengekspose terlalu jauh mengenai beliau. Karena takut salah kata dan bisa menimbulkan masalah di kemudian hari.
Yang jelas, setelah mandi bareng, kami mengenakan pakaian lengkap lagi. Karena beliau mengajakku mencari makan di salah satu restoran yang paling terkenal di Puncak.
Di restoran itulah Bu Laila sempat bertanya padaku, "Kamu tentu punya kebutuhan yang mendesak yang mungkin tidak terjangkau oleh kemampuanmu. Apa yang paling mendesak sekarang ini?"
"Tidak mengucapkannya. Karena dana yang dibutuhkan besar sekali," sahutku sambil menunduk.
"Sebutkan aja. Kalau masuk di akal, aku akan membantumu. Yang penting prestasimu di perusahaan harus ditingkatkan nanti," kata Bu Laila sambil memegang tanganku.
"Aku ingin merenovasi rumah. Tidak muluk - muluk sih, hanya ingin agar dua kamar yang ada di rumahku dibuat kamar mandi masing - masing. Itu saja," sahutku.
"Sekarang kamar mandinya di luar kamar tidur?"
"Iya, "aku mengangguk sambil menunduk.
"Kalau kukasih rumah baru yang tinggal huni aja gimana?"
"Nggak. Aku akan manggil kamu Honey. Dan kamu harus manggil Cinta padaku ya. Jangan pakai ibu - ibuan lagi. Kamu pun jangan saya - sayaan lagi. Karena kitasejajar sekarang. Kamu sudah menjadi milikku dan aku pun sudah menjadi milikmu Honey."
"Iya Cinta.." sahutku sambil menarik batang kemaluanku yang sudah lemas ini dari liang memek Cinta alias Bu Laila. Terdengar bunyi unik waktu penisku dicabut dari liang memek Cinta.
plokkkh..
membuat Bu Laila tersenyum,
"Kayak tutup botol gabus yang dicabut dari botolnya ya.. hihihiiii..
===x=x=x===
BAB 9
"Badan kita penuh keringat gini, mendingan mandi dulu yuk," ajak wanita cantik itu.
Tapi aku menarik pergelangan tangannya.
"Nanti saja. Setelah selesai main ronde kedua," kataku sambil menunjuk ke arah batang kemaluanku yang sudah ngaceng lagi ini.
"Hihihiii.. penismu sudah ngaceng lagi Honey?" cetusnya sambil memegang batang kemaluanku.
"Hehehe.. Iya nih.." sahutku sambil merengkuh leher Bu Laila ke dalam pelukanku.
"Anggap aja kita sedang berbulan madu ya. Kan pasangan yang sedang berbulan madu bisa tiga sampai empat kali bersetubuh. Bahkan ada yang sampai delapan kali bersetubuh di malam pertama mereka," ucapnya disusul dengan ciuman mesranya di bibirku.
"Cinta ingin seperti itu?" tanyaku setelah ciumannya terlepas dari bibirku.
"Nggak usah seperti itu benar ah. Kita kan masih banyak waktgu untuk mengulanginya nanti. Bahkan setelah kita pulang pun bisa melakukannya di kantor atau di rumahku."
"Di rumah? Nanti ketahuan sama suami Cinta kan gak enak."
"Rumahku banyak Honey. Kita bisa melakukannya di salah satu rumahku nanti."
Aku terhenyak. Putri tunggal owner perusahaan besar itu pasti punya rumah lebih dari satu.
Namun pikiran itu langsung hilang ketika Bu Laila sudah mendorong dadaku sampai celentang, lalu menangkap batang kemaluanku yang sudah ngaceng lagi ini. Dan memasukkan alat kejantananku ke dalam mulutnya.
Padahal penisku sudah ngaceng berat. Tapi Bu Laila mulai menyelomotinya sambil mengurut - urut bagian penisku yang tidak terkulum olehnya?
Namun hanya beberapa detik ia menyelomoti penisku yang lalu jadi berlepotan air liurnya. Lalu dengan sigap ia berlutut, dengan kedua lutut berada di kanan kiri pinggulku. Ia memegang penisku yang lalu mengarahkan moncongnya ke arah mulut vaginanya.
Kemudian bokong indahnya itu diturunkan, sehingga penisku melesak masuk ke dalam liang tempiknya. Aaaah.. rasanya indah sekali diperlakukan seperti ini oleh Bu Laila yang cantik itu. Terlebih setelah ia mengayun pinggulnya naik turun dan naik turun. Sehingga penisku keluar masuk di dalam liang kewanitaan Bu Laila yanbg membuatku terpejam - pejam saking nikmatnya ini.
Namun di tengah aksinya itu Bu Laila masih sempat berkata, "Kalau udah mau lepas kasih tau ya.. aku ingin menelan spermamu.."
"Iya Cinta.." sahutku sambil terus - terusan memperhatikan memeknya yang seolah menelan penisku lalu memuntahkannya lagi.. menelannya lagi.. memuntahkannya lagi..!
Beberap saat kemudian Bu Laila menghempaskan dadanya ke atas dadaku sambil melenguh. Ternyata dia sudah orgasme. Dan meminta agar aku yang di atas lagi. Memang menurut orang - orang yang sudah berpengalaman, bersetubuh dalam posisi WOT itu membuat pihak wanita akan lebih cepat orgasme.
Maka kembalilah aku berftindak selaku "nakhoda" dalam persetubuhan ini. Setelah berhasil menggulingkan badan tanpa mencabut batang kemaluanku dari liang memeknya, aku berada di atas perut Bu Laila lagi.
Lalu kuayun penisku sambil mencium dan melumat bibir Bu Laila. Dan mulailah penisku bergerak seperti pompa manual. Maju mundur dan maju mundur terus, sementara Bu Laila mendekap pinggangku erat - erat. Dengan sepasang mata indahnya yang terkadang menatap langit - langit kamar villa, kadang - kadang terpejam erat - erat.
Desahan dan erangan erotisnya pun mulai berkumandang lagi di dalam kamar villa ini.
"ooo.. oooh.. dirimu sudah menjadi sosok yang lengkap bagiku Honey.. ya ganteng ya masih sangat muda.. memuaskan pula dalam hasrat birahiku Sayang.. aku tak mau berjauhan lagi denganmu Honey.. ooohhh.. ooohhh.."
Sebenarnya aku masih bisa mengulur durasi entotanku. Tapi karena mendengar keinginan bossku yang cantik itu, aku pun memusatkan pikiranku pada nikmat dan nikmat terus.. nikmatnya liang kewanitaan Bu Laila yang tengah kuentot habis - habisan ini.
Akibatnya.. tak lama kemudian aku merasakan detik - detik krusialku datang. Detik - detik menjelang ejakulasi.
Maka dengan sigap kucabut batang kemaluanku dari liang memek Bu Laila. Dan cepaty kuangsurkan penisku ke dekat mulut bossku yang jelita itu.
Bu Laila menangkap penisku dan langsung mengulumnya disertai dengan sedotan kuat.. kuat sekali.
Pada saat itulah nafasku tertahan, karena penisku akan memuntahkan lendir kenikmatanku.
Lalu..
crooottt.. crooottt.. crooottt..!
Air maniku berlompatan di dalam mulut Bu Laila. Dan wanita cantik itu menelannya tanpa ragu..
glllleeeeekkkkk..!
Tak disisakan setetes pun..!
Aku terharu diperlakukan sejauh ini oleh Bu Laila.
Tapi aku tak mau mengekspose terlalu jauh mengenai beliau. Karena takut salah kata dan bisa menimbulkan masalah di kemudian hari.
Yang jelas, setelah mandi bareng, kami mengenakan pakaian lengkap lagi. Karena beliau mengajakku mencari makan di salah satu restoran yang paling terkenal di Puncak.
Di restoran itulah Bu Laila sempat bertanya padaku, "Kamu tentu punya kebutuhan yang mendesak yang mungkin tidak terjangkau oleh kemampuanmu. Apa yang paling mendesak sekarang ini?"
"Tidak mengucapkannya. Karena dana yang dibutuhkan besar sekali," sahutku sambil menunduk.
"Sebutkan aja. Kalau masuk di akal, aku akan membantumu. Yang penting prestasimu di perusahaan harus ditingkatkan nanti," kata Bu Laila sambil memegang tanganku.
"Aku ingin merenovasi rumah. Tidak muluk - muluk sih, hanya ingin agar dua kamar yang ada di rumahku dibuat kamar mandi masing - masing. Itu saja," sahutku.
"Sekarang kamar mandinya di luar kamar tidur?"
"Iya, "aku mengangguk sambil menunduk.
"Kalau kukasih rumah baru yang tinggal huni aja gimana?"
"Bukannya mau menolak. Tapi rumahku itu peninggalan almarhum ayahku. Jadi aku akan berusaha mati - matian untuk tidak meninggalkan rumah itu."
Bu Laila hanya mengangguk - angguk sambil tersenyum.
Setelah makan siang selesai,
"Memangnya kamu gak mau punya mobil, supaya kamu lebih bergengsi di kantor nanti? Kan kamu sudah kuangkat sebagai aspri, Honey."
Aku cuma menjawabnya dengan senyum datar di belakang setir mobil bossku yang cantik itu.
Tapi setelah berada di dalam villa kembali, Bu Laila menyerahkan tiga helai cek padaku.
"Ini untuk membeli pakaianmu, supaya kamu kelihatan lebih ganteng nanti. Ini untuk merenovasi rumahmu. Dan ini untuk membeli kendaraan roda empat, agar kamu lebih disegani di kantor nanti Honey."
Aku terbelalak setelah melihat nominal yang tertera di ketiga helai cek itu. Kalau dijumlahkan semua.. wooow.. besar sekali.. bahkan mungkin terlalu besar bagiku..!
"Cinta.. ini besar sekali jumlahnya. Apa Cinta tidak salah tulis?"
"Tentu saja tidak salah tulis. Sebelum berangkat dari rumahku pun cek itu sudah kutulis dan sudah kupertimbangkan sebelumnya. Karena kamu sangat berharga bagiku, jauh lebih berharga daripada nominal yang tertulis di ketiga helai cek itu."
Dengan tangan gemetaran kubolak - balik ketiga helai cek itu. Dan tganpa terasa, air mataku pun merembes dari kelopak mataku dan mengalir ke pipiku.
"Lho kok malah menangis?" tegur Bu Laila sambiul menyeka air mata yang mengalir ke pipiku.
"Aku terharu Cinta. Dirimu seolah bidadari yang diturunkan dari langit, hanya untuk membahagiakan hatiku. Terima kasih Cinta. Hadiah ini adalah kado yang terindah buat harfi ulang tahunku yang jatuh pada hari ini."
"Ohya?! Jadi kamu pas duapuluhsatu tahun pada hari ini?" Bu Laila memelukku.
"Iya Cinta. Silakan aja lihat di biodataku kalau sudah di kantor nanti."
Begitulah.
Ketika hari mulai malam, kami makan malam di restoran yang berbeda. Karena Bu Laila ingin makan chinese food yang halal, katanya. Kebetulan restoran yang diinginkannya ada, meski agak jauh untuk mencapainya.
Sepulangnya dari restoran itu, aku menyetubuhinya lagi untguk ketiga kalinya.
Tapi keesokan harinya kami habiskan waktu untuk jalan - jalan di kebun teh yang tak jauh dari villa itu.
Hari itu pun kami tidak melakukan hubungan sex. Keesokan harinya lagi, hari Senin, aku mengantarkan Bu Laila ke Jakarta. Untuk mengurus bisnisnya.
Dan kami pulang dari Jakarta ketika hari mulai sore. Langsung menuju kotaku.
"Cek itu bertanggal besok semua. Jadi besok gak usah masuk kerja dulu. Cairkan saja cek - cek itu dulu. Mau diambil cash atau mau ditmasukkan ke buku tabunganmu?" tanya Bu Laila ketika sedannya sudah meninggalkan daerah Puncak.
"Supaya aman, mungkin akan kumasukkan ke rekening tabunganku aja," sahutku.
"Itu lebih baik," kata Bu Laila.
Dan sedan mewah yang kukemudikan meluncur terus di jalan aspal. Dengan keceriaan menyelimuti batinku..
Aku pulang dengan batin penuh semangat. Karena aku telah memetik kemenangan pertama dalam perjuanganku untuk membahagiakan Ibu.
Seperti biasa, ketika aku pulang di hari yang sudah malam begini, aku selalu membuka pintu depan dengan kunci cadangan yang selalu kusimpan di dalam dompetku. Lalu aku masuk ke dalam rumah dan langsung menuju pintu kamar ibuku. Tapi malam itu pintu kamar Ibu dikunci. Mungkin karena aku tidak ada, sengaja ia mengunci kamarnya supaya aman.
Tapi apa yang kulihat? Ibu sedang celentang dengan daster yang disingkapkan sampai perutnya. Sementara tangannya tampak sedang bermasturbasi..!
"Ah.. Ibu.. Ibu..! Baru ditinggal dua malam saja sudah tak kuasa menahan nafsu, lalu bermasturbasi lagi seperti tempo hari sebelum aku menyetubuhinya.."
Tapi aku tersenyum sendiri, karena teringat benda yang berada di kantong oleh - olehku ini. Bahwa salah satu oleh - olehku buat ibu adalah sebuah dildo..!
Ya, aku sengaja membelikan dildo buat Ibu. Karena aku sudah membayangkan bakal sibuk dalam mengemban tugas sebagai aspri Bu Laila kelak. Terlebih lagi kalau aku ditugaskan untuk melanjutkan kuliahku sampai S1 kelak. Dan juga aku harus menggauli Bu Laila secara rutin seperti yang diharapkan oleh bossku yang cantik dan murah hati itu.
Bukan cuma itu. Aku pun membeli parfum mahal yang biasa dipakai oleh Bu Laila, supaya kalau parfum Bu Laila "terbawa pulang" olehku, Ibu takkan merasa aneh lagi kelak.
Seperti malam itu juga. Pasti pakaianku beraroma harum parfumnya Bu Laila. Dengan adanya parfum yang sama dengan parfum Bu Laila, ibuku takkan menanyakan harum parfum siapa nanti.
Lalu kuketuk pintu kamar Ibu.
Terdengar suara Ibu dari dalam kamarnya, "Siapa??"
"Wawan Bu!" sahutku.
"Owh.. tunggu sebentar..!"
Tak lama kemudian pintu dibuka oleh Ibu, yang kelihatan seperti salah tingkah. Mungkin karena merasa sedang melakukan "kesalahan" pada waktu pintu kamarnya masih terkunci tadi.
Aku pun langsung memeluk ibuku dan menciumi bibirnya berkali - kali.
"Kamu kok harum sekali. Pakai minyak wangi siapa sih?"
Spontan aku menyahut, "Ini aku beliin parfum impor buat Ibu. Tadi dicobain dulu di jalan."
"Owh.. mana parfumnya?" tanya Ibu sambil meraba - raba tanganku.
Ku keluarkan botol parfum itu dari kantong plastik, sekalian ku keluarkan juga dildo yang akan kuhadiahkan kepada Ibu itu.
"Ini parfumnya dan ini juga buat Ibu."
"Yang ini apaan?" tanyanya sambil menunjuk ke kotak dildo yang belum dibukanya.
"Ayo sini deh," kataku sambil menuntun Ibu agar duduk di atas bednya. Lalu kukeluarkan dildo itu dari kotaknya.
"Nih.. pegang bu.. apaan coba?" kataku sambil menyerahkan dildo itu ke tangan ibuku.
Ibu meraba - raba dildo itu seperti sedang menyelidik benda apa yang sedang dipegangnya itu.
"Iiih.. kok kayak kontol Wan?!"
"Iya.. kalau mau dimasukin ke dalam memek Ibu, harus dikasih lotion dulu, supaya licin dan tidak ada kumannya. Sebentar pinjam dulu," kataku.
Ibu menyerahkan dildo itu padaku. Kemudian kulumuri dildo itu dengan lotion yang kubeli toko penjualnya.
Ibu menurut saja ketika kuminta celentang sambil menyingkapkan dasternya.
Lalu kucolokkan dildo itu ke dalam liang memek Ibu.
"aaaah.. kok dimasukkan ke memek ibu Wan?"
"Iya Bu. Sekarang nyalakan vibratornya," sahutku sambil memijat on untuk vibratornya.
Drrrr.. dildo itu bergetar.
Ibu memekik tertahan, "Waaan.. ooohhh.. kok rasanya seperti dibor gini Waaaan..?!"
"Tapi enak kan Bu?! Tahan gelinya ya.. vibrator ini justru akan membuat Ibu keenakan.." sahutku sambil menggerak - gerakkan dildo yang sedang bergetar itu, dengan gerakan penis sedang mengentot. Maju mundur di dalam liang memek Ibu.
"Adududuuuh.. Waaaan.. memang enak.. tapi.. adududuuuh.. getar - getar gini.. oooh.. Waaaan.. enak sekali.. aaaah.. tapi.. oooh.. ibu jadi cepat lemes Waaaan.."
Ibu mengejang tegang, lalu terkulai lunglai.
Bu Laila hanya mengangguk - angguk sambil tersenyum.
Setelah makan siang selesai,
"Memangnya kamu gak mau punya mobil, supaya kamu lebih bergengsi di kantor nanti? Kan kamu sudah kuangkat sebagai aspri, Honey."
Aku cuma menjawabnya dengan senyum datar di belakang setir mobil bossku yang cantik itu.
Tapi setelah berada di dalam villa kembali, Bu Laila menyerahkan tiga helai cek padaku.
"Ini untuk membeli pakaianmu, supaya kamu kelihatan lebih ganteng nanti. Ini untuk merenovasi rumahmu. Dan ini untuk membeli kendaraan roda empat, agar kamu lebih disegani di kantor nanti Honey."
Aku terbelalak setelah melihat nominal yang tertera di ketiga helai cek itu. Kalau dijumlahkan semua.. wooow.. besar sekali.. bahkan mungkin terlalu besar bagiku..!
"Cinta.. ini besar sekali jumlahnya. Apa Cinta tidak salah tulis?"
"Tentu saja tidak salah tulis. Sebelum berangkat dari rumahku pun cek itu sudah kutulis dan sudah kupertimbangkan sebelumnya. Karena kamu sangat berharga bagiku, jauh lebih berharga daripada nominal yang tertulis di ketiga helai cek itu."
Dengan tangan gemetaran kubolak - balik ketiga helai cek itu. Dan tganpa terasa, air mataku pun merembes dari kelopak mataku dan mengalir ke pipiku.
"Lho kok malah menangis?" tegur Bu Laila sambiul menyeka air mata yang mengalir ke pipiku.
"Aku terharu Cinta. Dirimu seolah bidadari yang diturunkan dari langit, hanya untuk membahagiakan hatiku. Terima kasih Cinta. Hadiah ini adalah kado yang terindah buat harfi ulang tahunku yang jatuh pada hari ini."
"Ohya?! Jadi kamu pas duapuluhsatu tahun pada hari ini?" Bu Laila memelukku.
"Iya Cinta. Silakan aja lihat di biodataku kalau sudah di kantor nanti."
Begitulah.
Ketika hari mulai malam, kami makan malam di restoran yang berbeda. Karena Bu Laila ingin makan chinese food yang halal, katanya. Kebetulan restoran yang diinginkannya ada, meski agak jauh untuk mencapainya.
Sepulangnya dari restoran itu, aku menyetubuhinya lagi untguk ketiga kalinya.
Tapi keesokan harinya kami habiskan waktu untuk jalan - jalan di kebun teh yang tak jauh dari villa itu.
Hari itu pun kami tidak melakukan hubungan sex. Keesokan harinya lagi, hari Senin, aku mengantarkan Bu Laila ke Jakarta. Untuk mengurus bisnisnya.
Dan kami pulang dari Jakarta ketika hari mulai sore. Langsung menuju kotaku.
"Cek itu bertanggal besok semua. Jadi besok gak usah masuk kerja dulu. Cairkan saja cek - cek itu dulu. Mau diambil cash atau mau ditmasukkan ke buku tabunganmu?" tanya Bu Laila ketika sedannya sudah meninggalkan daerah Puncak.
"Supaya aman, mungkin akan kumasukkan ke rekening tabunganku aja," sahutku.
"Itu lebih baik," kata Bu Laila.
Dan sedan mewah yang kukemudikan meluncur terus di jalan aspal. Dengan keceriaan menyelimuti batinku..
Aku pulang dengan batin penuh semangat. Karena aku telah memetik kemenangan pertama dalam perjuanganku untuk membahagiakan Ibu.
Seperti biasa, ketika aku pulang di hari yang sudah malam begini, aku selalu membuka pintu depan dengan kunci cadangan yang selalu kusimpan di dalam dompetku. Lalu aku masuk ke dalam rumah dan langsung menuju pintu kamar ibuku. Tapi malam itu pintu kamar Ibu dikunci. Mungkin karena aku tidak ada, sengaja ia mengunci kamarnya supaya aman.
Tapi apa yang kulihat? Ibu sedang celentang dengan daster yang disingkapkan sampai perutnya. Sementara tangannya tampak sedang bermasturbasi..!
"Ah.. Ibu.. Ibu..! Baru ditinggal dua malam saja sudah tak kuasa menahan nafsu, lalu bermasturbasi lagi seperti tempo hari sebelum aku menyetubuhinya.."
Tapi aku tersenyum sendiri, karena teringat benda yang berada di kantong oleh - olehku ini. Bahwa salah satu oleh - olehku buat ibu adalah sebuah dildo..!
Ya, aku sengaja membelikan dildo buat Ibu. Karena aku sudah membayangkan bakal sibuk dalam mengemban tugas sebagai aspri Bu Laila kelak. Terlebih lagi kalau aku ditugaskan untuk melanjutkan kuliahku sampai S1 kelak. Dan juga aku harus menggauli Bu Laila secara rutin seperti yang diharapkan oleh bossku yang cantik dan murah hati itu.
Bukan cuma itu. Aku pun membeli parfum mahal yang biasa dipakai oleh Bu Laila, supaya kalau parfum Bu Laila "terbawa pulang" olehku, Ibu takkan merasa aneh lagi kelak.
Seperti malam itu juga. Pasti pakaianku beraroma harum parfumnya Bu Laila. Dengan adanya parfum yang sama dengan parfum Bu Laila, ibuku takkan menanyakan harum parfum siapa nanti.
Lalu kuketuk pintu kamar Ibu.
Terdengar suara Ibu dari dalam kamarnya, "Siapa??"
"Wawan Bu!" sahutku.
"Owh.. tunggu sebentar..!"
Tak lama kemudian pintu dibuka oleh Ibu, yang kelihatan seperti salah tingkah. Mungkin karena merasa sedang melakukan "kesalahan" pada waktu pintu kamarnya masih terkunci tadi.
Aku pun langsung memeluk ibuku dan menciumi bibirnya berkali - kali.
"Kamu kok harum sekali. Pakai minyak wangi siapa sih?"
Spontan aku menyahut, "Ini aku beliin parfum impor buat Ibu. Tadi dicobain dulu di jalan."
"Owh.. mana parfumnya?" tanya Ibu sambil meraba - raba tanganku.
Ku keluarkan botol parfum itu dari kantong plastik, sekalian ku keluarkan juga dildo yang akan kuhadiahkan kepada Ibu itu.
"Ini parfumnya dan ini juga buat Ibu."
"Yang ini apaan?" tanyanya sambil menunjuk ke kotak dildo yang belum dibukanya.
"Ayo sini deh," kataku sambil menuntun Ibu agar duduk di atas bednya. Lalu kukeluarkan dildo itu dari kotaknya.
"Nih.. pegang bu.. apaan coba?" kataku sambil menyerahkan dildo itu ke tangan ibuku.
Ibu meraba - raba dildo itu seperti sedang menyelidik benda apa yang sedang dipegangnya itu.
"Iiih.. kok kayak kontol Wan?!"
"Iya.. kalau mau dimasukin ke dalam memek Ibu, harus dikasih lotion dulu, supaya licin dan tidak ada kumannya. Sebentar pinjam dulu," kataku.
Ibu menyerahkan dildo itu padaku. Kemudian kulumuri dildo itu dengan lotion yang kubeli toko penjualnya.
Ibu menurut saja ketika kuminta celentang sambil menyingkapkan dasternya.
Lalu kucolokkan dildo itu ke dalam liang memek Ibu.
"aaaah.. kok dimasukkan ke memek ibu Wan?"
"Iya Bu. Sekarang nyalakan vibratornya," sahutku sambil memijat on untuk vibratornya.
Drrrr.. dildo itu bergetar.
Ibu memekik tertahan, "Waaan.. ooohhh.. kok rasanya seperti dibor gini Waaaan..?!"
"Tapi enak kan Bu?! Tahan gelinya ya.. vibrator ini justru akan membuat Ibu keenakan.." sahutku sambil menggerak - gerakkan dildo yang sedang bergetar itu, dengan gerakan penis sedang mengentot. Maju mundur di dalam liang memek Ibu.
"Adududuuuh.. Waaaan.. memang enak.. tapi.. adududuuuh.. getar - getar gini.. oooh.. Waaaan.. enak sekali.. aaaah.. tapi.. oooh.. ibu jadi cepat lemes Waaaan.."
Ibu mengejang tegang, lalu terkulai lunglai.
"Malah bagus kan? Biar cepat selesai., Hihihihi.."
Tiba - tiba terdengar bunyi pintu diketuk berkali - kali.
"Haaa?! Siapa itu?" gumamku sambil meninggalkan Ibu dan bergegas menuju pintu depan.
Setelah pintu kubuka, aku terkejut karena yang mengetuk pintu itu ternyata dua orang polisi..!
===x=x=x===
bab 10
"Silakan masuk Pak. Ada apa nih malam begini bapak- bapak polisi datang ke sini?" tanyaku.
"Nanti kami masuk kalau sudah jelas. Apakah benar di sini rumah Ibu Hayati?" tanya salah seorang polisi yang belum mau masuk ke dalam rumah.
"Betul. Bu Hayati itu ibu saya."
"Ooo.. jadi Anda yang bernama Wawan Darmawan ya?"
"Betul Pak. Ada apa ya?"
"Anda punya saudara yang tunanetra bernama Wati?"
"Betul Pak. Dia itu kakak kandung saya. Ada apa dengan dia Pak?"
"Nggak ada apa - apa. Kami hanya melanjutkan tugas dari kepolisian Kalimantan Timur, untuk mengantarkannya pulang," sahut salah seorang polisi itu yang lalu menoleh ke arah temannya.
"Kalau begitu turunkan saja dia dari mobil. Alamatnya sudah kita temukan."
"Siap komandan," sahut polisi yang berpangkat lebih rendah, yang lalu bergegas menuju mobil polisi yang terparkir di seberang jalan.
"Jadi.. kakak saya ada di dalam mobil itu Pak?"
"Iya. Dia baru saja datang ke kantor kami, diantarkan oleh rekan polri dari Kaltim. Untuk jelasnya nanti saja tanyakan langsung kepada kakak Anda."
Dengan gugup aku bergegas menuju kamar Ibu.
"Bu..! Kak Wati pulang.. !" seruku.
"Masa?!" Ibu tampak kaget,
Kutuntun ke ruang tamu sambil dibisiki, "Jangan tanya apa - apa ya Bu. Dia diantarkan oleh polisi yang merasa kasihan, takut nyasar di jalan mungkin."
"Iya.. iyaaa.."
Sementara di depan tampak kedua anggota polri itu membimbing Kak Wati yang tampak jadi lebih montok, memasuki ruang tamu.
Aku langsung memeluk Kak Wati, "Kak Wati.. ke mana aja selama ini Kak?" tanyaku sambil menciumi pipi kakakku.
"Ini.. Wawan ya?"
"Iya Kak.."
"Panjang ceritanya Wan. Mana Ibu?"
"Ini Ibu," sahutku sambil menarik Ibu agar bersentuhan dengan anak sulungnya.
Mereka lalu berpelukan sambil menangis.
Sementara aku mempersilakan kedua anggota polri itu untuk duduk di ruang tamu.
Ibu dan Kak Wati masih berpelukan sambil berdiri di ruang tamu. Lalu kubimbing mereka agar duduk bersamaku di atas sofa tua ruang tamu.
Setelah mengucapkan terima kasih pada kedua anggota polri itu, aku menyerahkan amplop berisi uang sebagai tanda terima kasih. Tapi dengan simpatik mereka menolak
"Kami hanya terdorong oleh rasa kemanusiaan saja. Makanya kami langsung antarkan Mbak Wati itu ke sini, karena kalau disuruh nginep dulu di kantor polisi kan kasihan.
Kemudian kedua anggota polri yang baik hati itu berpamitan pulang. Sementara amplop berisi uang itu kumasukkan lagi ke dalam saku celanaku.
"Aku mau mandi dulu Wan. Sejak dari Kalimantan sampai detik ini aku belum mandi," kata Kak Wati sambil berdiri, "Letak kamar mandinya masih tetap seperti dahulu?"
"Masih Kak," sahutku, "Perlu kuantar?"
"Gak usah," sahut Kak Wati, "Aku masih hafal letak kamar mandi itu kalau belum dirubah sih.. mudah - mudahan aja masih ingat. Ohya, tolong handuk, sabun, sikat gigi dan odolnya keluarin dari tasku Wan. Minta tolong nih, bukan nyuruh."
"Iya Kak," sahutku sambil berdiri dan me;langkah ke arah tas pakaian Kak Wati yang masih tergeletak di lantai ruang tamu.
"Hihihi.. tumben kamu mangil aku Kak segala. Dulu kita kan saling panggil nama aja Wan," kata kakakku yang mulai melangkah ke kamar mandi sambil meraba - raba ke depannya.
"Kamu kan memang juga kakakku," sahutku.
"Tapi beda umur kita cuma setahun Wan. Panggil namaku aja, gak usah pakai kak kik kuk kek kok. Hihihiii.."
Memang benar, sejak kecil aku dan kakakku itu saling panggil nama saja. Tanpa istilah Kak, meski pun dia kakakku.
Aku sengaja melambatkan diri mencari peralatan mandi kakakku dari tasnya, karena ketika Wati sudah dekat kamar mandi, aku berbisik ke telinga Ibu, "Barang - barang yang tadi itu umpetin dulu Bu. Jangan sampai ketahuan sama Wati."
"Iya. Nanti suruh dia tidur di kamarmu aja Wan. Ibu mau kunci pintu kamar ibu. Takut ada rahasia kita yang terbongkar sama dia."
"Iya. Dia memang harus tidur di kamarku, karena aku mau mengorek pengakuannya, ke mana saja selama lima tahun menghilang itu."
Lalu Ibu masuk ke dalam kamarnya. Dan langsung menutup serta menguncikan pintu kamarnya.
Sementara aku pun bergegas menuju pintu kamar mandi, untuk menyerahkan peralatan mandi kakakku yang sudah duluan masuk ke dalam kamar mandi.
Begitu masuk ke dalam kamar mandi, aku terlongong melihat kakakku sudah telanjang bulat.. yang anehnya menggetarkan batinku tidak seperti biasanya.
Ya.. sejak kecil aku dan Wati sering mandi bareng. Sambil mengawalnya di kamar mandi, karena takut salah injak atau terpeleset dan sebagainya.
Tapi saat - saat seperti itu tak pernah membuatku ada yang istimewa. Karena waktu masih kecil Wati itu kurus.
Aku bahkan sjudah hafal seperti apa bentuk kemaluan kakakku itu. Dia pun sudah hapal bentuk penisku saat itu, meski hanya lewat sentuhan belaka.
Setelah kemaluan kami sama - sama berjembut, kami tidak pernah mandi bareng lagi.
Tapi setelah lima tahun tidak berjumpa, ternyata banyak perubahan yang terjadi pada diri kakakku itu. Kini tubuhnya tidak kurus lagi, bahkan sebaliknya.. jadi montok dan seksi..!
Dan terus terang saja, desir birahi mulai timbul di dalam batinku setelah memperhatikan bentuk sekujur tubuh Wati (yang tidak mau disebut Kak itu) dalam keadaan telanjang bulat begitu.
Maka setelah memutar otak, aku pun berkata, "Aku juga mau mandi ah. Hitung - hitung bernostalgia pada masa kecil kita dahulu."
"Iya," sahutnya, "Sekalian sabunin punggungku ya Wan."
"Iya," sahutku yang sedang melepaskan seluruh busana yang melekat di tubuhku.
Tiba - tiba terdengar bunyi pintu diketuk berkali - kali.
"Haaa?! Siapa itu?" gumamku sambil meninggalkan Ibu dan bergegas menuju pintu depan.
Setelah pintu kubuka, aku terkejut karena yang mengetuk pintu itu ternyata dua orang polisi..!
===x=x=x===
bab 10
"Silakan masuk Pak. Ada apa nih malam begini bapak- bapak polisi datang ke sini?" tanyaku.
"Nanti kami masuk kalau sudah jelas. Apakah benar di sini rumah Ibu Hayati?" tanya salah seorang polisi yang belum mau masuk ke dalam rumah.
"Betul. Bu Hayati itu ibu saya."
"Ooo.. jadi Anda yang bernama Wawan Darmawan ya?"
"Betul Pak. Ada apa ya?"
"Anda punya saudara yang tunanetra bernama Wati?"
"Betul Pak. Dia itu kakak kandung saya. Ada apa dengan dia Pak?"
"Nggak ada apa - apa. Kami hanya melanjutkan tugas dari kepolisian Kalimantan Timur, untuk mengantarkannya pulang," sahut salah seorang polisi itu yang lalu menoleh ke arah temannya.
"Kalau begitu turunkan saja dia dari mobil. Alamatnya sudah kita temukan."
"Siap komandan," sahut polisi yang berpangkat lebih rendah, yang lalu bergegas menuju mobil polisi yang terparkir di seberang jalan.
"Jadi.. kakak saya ada di dalam mobil itu Pak?"
"Iya. Dia baru saja datang ke kantor kami, diantarkan oleh rekan polri dari Kaltim. Untuk jelasnya nanti saja tanyakan langsung kepada kakak Anda."
Dengan gugup aku bergegas menuju kamar Ibu.
"Bu..! Kak Wati pulang.. !" seruku.
"Masa?!" Ibu tampak kaget,
Kutuntun ke ruang tamu sambil dibisiki, "Jangan tanya apa - apa ya Bu. Dia diantarkan oleh polisi yang merasa kasihan, takut nyasar di jalan mungkin."
"Iya.. iyaaa.."
Sementara di depan tampak kedua anggota polri itu membimbing Kak Wati yang tampak jadi lebih montok, memasuki ruang tamu.
Aku langsung memeluk Kak Wati, "Kak Wati.. ke mana aja selama ini Kak?" tanyaku sambil menciumi pipi kakakku.
"Ini.. Wawan ya?"
"Iya Kak.."
"Panjang ceritanya Wan. Mana Ibu?"
"Ini Ibu," sahutku sambil menarik Ibu agar bersentuhan dengan anak sulungnya.
Mereka lalu berpelukan sambil menangis.
Sementara aku mempersilakan kedua anggota polri itu untuk duduk di ruang tamu.
Ibu dan Kak Wati masih berpelukan sambil berdiri di ruang tamu. Lalu kubimbing mereka agar duduk bersamaku di atas sofa tua ruang tamu.
Setelah mengucapkan terima kasih pada kedua anggota polri itu, aku menyerahkan amplop berisi uang sebagai tanda terima kasih. Tapi dengan simpatik mereka menolak
"Kami hanya terdorong oleh rasa kemanusiaan saja. Makanya kami langsung antarkan Mbak Wati itu ke sini, karena kalau disuruh nginep dulu di kantor polisi kan kasihan.
Kemudian kedua anggota polri yang baik hati itu berpamitan pulang. Sementara amplop berisi uang itu kumasukkan lagi ke dalam saku celanaku.
"Aku mau mandi dulu Wan. Sejak dari Kalimantan sampai detik ini aku belum mandi," kata Kak Wati sambil berdiri, "Letak kamar mandinya masih tetap seperti dahulu?"
"Masih Kak," sahutku, "Perlu kuantar?"
"Gak usah," sahut Kak Wati, "Aku masih hafal letak kamar mandi itu kalau belum dirubah sih.. mudah - mudahan aja masih ingat. Ohya, tolong handuk, sabun, sikat gigi dan odolnya keluarin dari tasku Wan. Minta tolong nih, bukan nyuruh."
"Iya Kak," sahutku sambil berdiri dan me;langkah ke arah tas pakaian Kak Wati yang masih tergeletak di lantai ruang tamu.
"Hihihi.. tumben kamu mangil aku Kak segala. Dulu kita kan saling panggil nama aja Wan," kata kakakku yang mulai melangkah ke kamar mandi sambil meraba - raba ke depannya.
"Kamu kan memang juga kakakku," sahutku.
"Tapi beda umur kita cuma setahun Wan. Panggil namaku aja, gak usah pakai kak kik kuk kek kok. Hihihiii.."
Memang benar, sejak kecil aku dan kakakku itu saling panggil nama saja. Tanpa istilah Kak, meski pun dia kakakku.
Aku sengaja melambatkan diri mencari peralatan mandi kakakku dari tasnya, karena ketika Wati sudah dekat kamar mandi, aku berbisik ke telinga Ibu, "Barang - barang yang tadi itu umpetin dulu Bu. Jangan sampai ketahuan sama Wati."
"Iya. Nanti suruh dia tidur di kamarmu aja Wan. Ibu mau kunci pintu kamar ibu. Takut ada rahasia kita yang terbongkar sama dia."
"Iya. Dia memang harus tidur di kamarku, karena aku mau mengorek pengakuannya, ke mana saja selama lima tahun menghilang itu."
Lalu Ibu masuk ke dalam kamarnya. Dan langsung menutup serta menguncikan pintu kamarnya.
Sementara aku pun bergegas menuju pintu kamar mandi, untuk menyerahkan peralatan mandi kakakku yang sudah duluan masuk ke dalam kamar mandi.
Begitu masuk ke dalam kamar mandi, aku terlongong melihat kakakku sudah telanjang bulat.. yang anehnya menggetarkan batinku tidak seperti biasanya.
Ya.. sejak kecil aku dan Wati sering mandi bareng. Sambil mengawalnya di kamar mandi, karena takut salah injak atau terpeleset dan sebagainya.
Tapi saat - saat seperti itu tak pernah membuatku ada yang istimewa. Karena waktu masih kecil Wati itu kurus.
Aku bahkan sjudah hafal seperti apa bentuk kemaluan kakakku itu. Dia pun sudah hapal bentuk penisku saat itu, meski hanya lewat sentuhan belaka.
Setelah kemaluan kami sama - sama berjembut, kami tidak pernah mandi bareng lagi.
Tapi setelah lima tahun tidak berjumpa, ternyata banyak perubahan yang terjadi pada diri kakakku itu. Kini tubuhnya tidak kurus lagi, bahkan sebaliknya.. jadi montok dan seksi..!
Dan terus terang saja, desir birahi mulai timbul di dalam batinku setelah memperhatikan bentuk sekujur tubuh Wati (yang tidak mau disebut Kak itu) dalam keadaan telanjang bulat begitu.
Maka setelah memutar otak, aku pun berkata, "Aku juga mau mandi ah. Hitung - hitung bernostalgia pada masa kecil kita dahulu."
"Iya," sahutnya, "Sekalian sabunin punggungku ya Wan."
"Iya," sahutku yang sedang melepaskan seluruh busana yang melekat di tubuhku.
Kemudian kusirami tubuh Wati dari bahu ke bawah, membuatnya menggigil kedinginan karena hari memang sudah malam. Maka secepatnya kusabuni punggungnya
"Dulu waktu aku berumur limabelas, Wati pernah ngajak bersetubuh kan sama aku.."
"Iya. Tapi kamu gak mau. Malah bilang takut aku hamil dan sebagainya."
"Waktu itu aku kan masih belum mikirin yang gitu - gituan. Cuma mikir nyari duit buat sekolah dan buat makan kita sehari - hari. Kalau sekarang sih aku mau.. soalnya kamu jadi seksi begini Wat."
"Tapi.. sekarang aku gak perawan lagi Wan."
"Gak masalah. Memangnya siapa yang ngambil keperawananmu."
"Yang menculik aku ke Kalimantan itu."
"Emangnya kamu diculik Wat?"
"Iya.. tapi menculiknya secara halus. Ngajak aku makan - makan di restoran. Lalu dibawa masuk ke mobilnya. Aku gak tau dibawa ke mana saat itu. Eee.. gak tahunya sudah jauh di luar kota. Ternyata saat itu aku mau dibawa ke Jakarta dengan janji akan dikasih pekerjaan di Kalimantan."
"Terus?"
"Bujukannya memang halus sekali. Sedangkan aku ingin merasakan seperti apa naik pesawat terbang itu. Ah.. panjang ceritanya. Nanti aja kuceritain setelah mandi. Ini aku kedinginan Wan. Cepetan mandinya ya."
Setelah selesai menyabuni punggung Wati, aku pun buru - buru menyelesaikan mandiku. Memang terasa dingin sekali airnya. Tapi dalam tempo singkat aku sudah siap untuk membuat tiga kamar yang lengkap dengan kamar mandi masing - masing. Kamar mandi yang dilengkapi dengan shower dan water heater, tanpa menggunakan gayung plastik lagi.
Ketika Wati sudah membalut badannya dengan handuk, aku pun sudah selesai mandi. Dan membelitkan handuk juga di badanku.
Kemudian kutuntun kakakku menuju kamarku.
"Ibu sudah tidur ya?" tanyanya waktu sedang melewati pintu kamar Ibu.
"Iya. Wati mau tidur di kamarku kan?"
"Iya. Biar bisa ngobrol dulu sebelum tidur. Lagian tidur sama Ibu suka ngorok, suka bikin aku terbangun karena berisik oleh suara ngoroknya."
Setibanya di dalam kamar aku berbisik ke telinga kakakku.
"Aku mau ngentot memekmu ya."
"Hihihi.. kayak bisa aja."
"Serius, aku pengen nyobain memekmu Wat," kataku sambil menutup dan menguncikan pintu kamarku. Lalu mengajak kakakku duduk di sofa hitam yang tak jauh dari ranjangku.
"Beneran kamu mau menyetubuhiku?" tanya Wati sambil memegang tanganku.
"Iya.. ingin merasakan enaknya memekmu."
"Harusnya dari dulu - dulu kamu menerima ajakanku," kata Wati sambil memegang pahaku, lalu menyelinapkannya ke balik handuk yang belum kulepaskan dari tubuhku
"Segede apa sih kontolmu?"
"Pegang aja sendiri," sahutku sambil melakukan hal yang sama. Menyelinapkan tanganku ke balik handuk yang masih membeliti tubuh kakakku.
"Anjriiiittt.. kontolmu panjang gede gini Wan..! Sudah ngaceng pula.. !" seru Wati tertahan.
"Sttt.. jangan keras - keras ngomongnya. Nanti kedengaran sama Ibu," kataku sambil menempelkan telapak tanganku di mulut kakakku.
Tapi aku tidak takut kedengaran oleh Ibu. Karena di antara kamarku dengan kamar Ibu, ada ruangan kecil yang kami pakai untuk ruang makan. Lagian bunyi radio di kamar Ibu terdengar agak nyaring. Biasa dia suka nyetelin radio kalau sudah mau tidur. Tapi.. mungkin juga Ibu sedang menggunakan dildo yang kukasih tadi dengan leluasa.
Tanpa kusuruh, Wati melepaskan belitan handuknya, sehingga menjadi telanjang bulat di depan mataku. Maka aku pun melepaskan belitan handukku, sehingga jadi sama - sama telanjang seperti kakakku.
Yang menggiurkan pada diri kakakku itu adalah toketnya itu, pentilnya gede - gede. Wajahnya pun keindia - indiaan. Hmmm.. seandainya dia bisa melihat seperti aku, pasti sudah banyak cowok yang naksir sama kakakku satu - satunya itu.
Dan kini, dalam keadaan telanjang, kakakku merebahkan diri di sofa, dengan kaki dikangkangkan.
Aku menyambutnya dengan pelukan seorang lelaki kepada seorang perempuan. Bukan pelukan adik kepada kakaknya.
Tentu saja pusat perhatianku ke arah memeknya, yang lalu kusentuh dengan tanganku. Kuperhatikan dari dekat.. dekat sekali. Memang kelihatan kalau memek kakakku sepoerti sering "dipakai" oleh lelaki, Tapi aku tak peduli hal itu. Aku bahkan sudah sangat terangsang ketika bagian dalam memeknya yang kemerahan itu sudah ternganga di depan mataku.
Maka tanpa menunggu komando lagi kujilati memek yang ternganga kemerahan itu.
Wati mulai menggeliat - geliat sambil mendesah - desah. Terlebih setelah aku menemukan kelentitnya, lalu kujilati bagian yang sebesar kacang kedelai itu dengan lahap.
Namun Wati pun tak mau kalah. Beberapa saat berikutnya, justru dia yang menangkap penisku yang sudah ngaceng ini. Lalu mengoralnya dengan trampil sekali.
Begitu trampilnya Wati menyhelomoti dan mengurut - urut penisku, sehingga akhirnya aku takut kalau keburu ngecrot di mulut kakakku, karena permainan oralnya luar biasa enaknya.
"Sudah Wat.. nanti keburu buceng di dalam mulutmu.."
Wati pun melepaskan selomotannya, lalu menelentang di sofa, sambil mengusap - usap memeknya yang bibir luarnya berwarna coklat gelap dan bagian dalamnya merah membara.
Tanpa ragu lagi kubenamkan penisku ke dalam liang memek kakakku.
Blessssss.. dengan mudahnya aku bisa membenamkan penisku sampai ambles semuanya..!
Disambut dengan lontaran suara kakakku,
"ooohhh.. gilaaaa.. kontolmu gede dan panjang sekali Wan..! Pasti nikmat dientot sama kontol segede dan sepanjang ini sih.. ayo entotin Wan..!"
Aku pun mulai mengayun batang kemaluanku, seolah gerakan pompa manual, maju mundur di dalam liang memek kakakku.
Maka rintihan demi rintihan Wati pun mulai terdengar. Tapi suaranya perlahan sekali, karena aku sudah memperingatkan agar jangan sampai terdengar oleh Ibu.
"Waaaan.. kontolmu enak skeali Waaaan.. kenapa gak dari dulu - dulu kamu entot aku Waaaan.. kalau tau begini, aku takkan jauh - jauh meninggalkan rumah.. karena kontolmu ini justru jauh lebih enak daripada kontol XXX.."
"Siapa XXX?" tanyaku sambil mengurangi kecepatan entotanku.(XXX = nama yang sengaja sangat disamarkan).
"Yang membawaku ke Kalimantan dan membuatku jadi tukang pijit di sana.."
===x=x=x===
bab 11
Ketika aku membenamkan batang kemaluanku tadi, terasa begitu mudahnya menembus liang memek kakakku ini. Sebagai pertanda liang memek Wati tidak sempit lagi. Tapi setelah lebih dari setengah jam aku mengentotnya, terasa benar betapa enaknya liang memek kakakku ini. Kenyal - kenyal legit begitu.
Dan yang menyenangkan adalah pentil toketnya itu. Gede - gede. Membuatku senang menyedot - nyedotnya seperti bayi yang sedang menetek pada emaknya.
Kakakku justru suka diperlakukan seperti itu. Dia malah mengsap - usap rambutku sambil berkata,
"Iya.. sedotin terus pentilnya Wan.."
Yang paling menyenangkan, kakakku sangat kreatif dengan posisi - posisi sex. Terkadang ia main di atas, di saat lain dia menungging dan kuentot liang memeknya dari belakang. Terkadang juga ia miring dan aku diminta ngentot dari belakangnya.
Kakakku juga memujiku. Ia berkata bahwa disetubuhi olehku laksana disetubuhi oleh beberapa orang lelaki. Karena posisi demi posisi sudah dilakukan, tapi aku belum ejakulasi juga. Padahal menurut pengakuannya, dia sudah tiga kali orgasme. Sementara aku masih bertahan terus.
Padahal keringat kami sudah bercucuran. Sampai akhirnya aku membisikinya dengan terengah - engah,
"Aku udah mau ngecrot. Lepasin di mana?"
"Di dalam saja. Aman kok, aku udah disuntik kabe.. cukup buat lima bulan lagi. Emangnya kamu udah mau ngecrot?"
"Iiii.. iyaaa.." sahutku sambil mempercepat entotanku.
"Ayo lepasin aja di dalam memekku.. aku juga kayaknya mau lepas lagi niiiih.."
Lalu kami seperti sepoasang manusia yang sedang kerasukan. Saling cengkram.. saling cium dan akhirnya meriam pusakaku melepaskan pelurunya bertubi - tubi..
crooottt.. crroott..! crroott..!
bersambung...
CERITA SELANJUTNYA..
Wawan Yang diBerkahi 2
"Dulu waktu aku berumur limabelas, Wati pernah ngajak bersetubuh kan sama aku.."
"Iya. Tapi kamu gak mau. Malah bilang takut aku hamil dan sebagainya."
"Waktu itu aku kan masih belum mikirin yang gitu - gituan. Cuma mikir nyari duit buat sekolah dan buat makan kita sehari - hari. Kalau sekarang sih aku mau.. soalnya kamu jadi seksi begini Wat."
"Tapi.. sekarang aku gak perawan lagi Wan."
"Gak masalah. Memangnya siapa yang ngambil keperawananmu."
"Yang menculik aku ke Kalimantan itu."
"Emangnya kamu diculik Wat?"
"Iya.. tapi menculiknya secara halus. Ngajak aku makan - makan di restoran. Lalu dibawa masuk ke mobilnya. Aku gak tau dibawa ke mana saat itu. Eee.. gak tahunya sudah jauh di luar kota. Ternyata saat itu aku mau dibawa ke Jakarta dengan janji akan dikasih pekerjaan di Kalimantan."
"Terus?"
"Bujukannya memang halus sekali. Sedangkan aku ingin merasakan seperti apa naik pesawat terbang itu. Ah.. panjang ceritanya. Nanti aja kuceritain setelah mandi. Ini aku kedinginan Wan. Cepetan mandinya ya."
Setelah selesai menyabuni punggung Wati, aku pun buru - buru menyelesaikan mandiku. Memang terasa dingin sekali airnya. Tapi dalam tempo singkat aku sudah siap untuk membuat tiga kamar yang lengkap dengan kamar mandi masing - masing. Kamar mandi yang dilengkapi dengan shower dan water heater, tanpa menggunakan gayung plastik lagi.
Ketika Wati sudah membalut badannya dengan handuk, aku pun sudah selesai mandi. Dan membelitkan handuk juga di badanku.
Kemudian kutuntun kakakku menuju kamarku.
"Ibu sudah tidur ya?" tanyanya waktu sedang melewati pintu kamar Ibu.
"Iya. Wati mau tidur di kamarku kan?"
"Iya. Biar bisa ngobrol dulu sebelum tidur. Lagian tidur sama Ibu suka ngorok, suka bikin aku terbangun karena berisik oleh suara ngoroknya."
Setibanya di dalam kamar aku berbisik ke telinga kakakku.
"Aku mau ngentot memekmu ya."
"Hihihi.. kayak bisa aja."
"Serius, aku pengen nyobain memekmu Wat," kataku sambil menutup dan menguncikan pintu kamarku. Lalu mengajak kakakku duduk di sofa hitam yang tak jauh dari ranjangku.
"Beneran kamu mau menyetubuhiku?" tanya Wati sambil memegang tanganku.
"Iya.. ingin merasakan enaknya memekmu."
"Harusnya dari dulu - dulu kamu menerima ajakanku," kata Wati sambil memegang pahaku, lalu menyelinapkannya ke balik handuk yang belum kulepaskan dari tubuhku
"Segede apa sih kontolmu?"
"Pegang aja sendiri," sahutku sambil melakukan hal yang sama. Menyelinapkan tanganku ke balik handuk yang masih membeliti tubuh kakakku.
"Anjriiiittt.. kontolmu panjang gede gini Wan..! Sudah ngaceng pula.. !" seru Wati tertahan.
"Sttt.. jangan keras - keras ngomongnya. Nanti kedengaran sama Ibu," kataku sambil menempelkan telapak tanganku di mulut kakakku.
Tapi aku tidak takut kedengaran oleh Ibu. Karena di antara kamarku dengan kamar Ibu, ada ruangan kecil yang kami pakai untuk ruang makan. Lagian bunyi radio di kamar Ibu terdengar agak nyaring. Biasa dia suka nyetelin radio kalau sudah mau tidur. Tapi.. mungkin juga Ibu sedang menggunakan dildo yang kukasih tadi dengan leluasa.
Tanpa kusuruh, Wati melepaskan belitan handuknya, sehingga menjadi telanjang bulat di depan mataku. Maka aku pun melepaskan belitan handukku, sehingga jadi sama - sama telanjang seperti kakakku.
Yang menggiurkan pada diri kakakku itu adalah toketnya itu, pentilnya gede - gede. Wajahnya pun keindia - indiaan. Hmmm.. seandainya dia bisa melihat seperti aku, pasti sudah banyak cowok yang naksir sama kakakku satu - satunya itu.
Dan kini, dalam keadaan telanjang, kakakku merebahkan diri di sofa, dengan kaki dikangkangkan.
Aku menyambutnya dengan pelukan seorang lelaki kepada seorang perempuan. Bukan pelukan adik kepada kakaknya.
Tentu saja pusat perhatianku ke arah memeknya, yang lalu kusentuh dengan tanganku. Kuperhatikan dari dekat.. dekat sekali. Memang kelihatan kalau memek kakakku sepoerti sering "dipakai" oleh lelaki, Tapi aku tak peduli hal itu. Aku bahkan sudah sangat terangsang ketika bagian dalam memeknya yang kemerahan itu sudah ternganga di depan mataku.
Maka tanpa menunggu komando lagi kujilati memek yang ternganga kemerahan itu.
Wati mulai menggeliat - geliat sambil mendesah - desah. Terlebih setelah aku menemukan kelentitnya, lalu kujilati bagian yang sebesar kacang kedelai itu dengan lahap.
Namun Wati pun tak mau kalah. Beberapa saat berikutnya, justru dia yang menangkap penisku yang sudah ngaceng ini. Lalu mengoralnya dengan trampil sekali.
Begitu trampilnya Wati menyhelomoti dan mengurut - urut penisku, sehingga akhirnya aku takut kalau keburu ngecrot di mulut kakakku, karena permainan oralnya luar biasa enaknya.
"Sudah Wat.. nanti keburu buceng di dalam mulutmu.."
Wati pun melepaskan selomotannya, lalu menelentang di sofa, sambil mengusap - usap memeknya yang bibir luarnya berwarna coklat gelap dan bagian dalamnya merah membara.
Tanpa ragu lagi kubenamkan penisku ke dalam liang memek kakakku.
Blessssss.. dengan mudahnya aku bisa membenamkan penisku sampai ambles semuanya..!
Disambut dengan lontaran suara kakakku,
"ooohhh.. gilaaaa.. kontolmu gede dan panjang sekali Wan..! Pasti nikmat dientot sama kontol segede dan sepanjang ini sih.. ayo entotin Wan..!"
Aku pun mulai mengayun batang kemaluanku, seolah gerakan pompa manual, maju mundur di dalam liang memek kakakku.
Maka rintihan demi rintihan Wati pun mulai terdengar. Tapi suaranya perlahan sekali, karena aku sudah memperingatkan agar jangan sampai terdengar oleh Ibu.
"Waaaan.. kontolmu enak skeali Waaaan.. kenapa gak dari dulu - dulu kamu entot aku Waaaan.. kalau tau begini, aku takkan jauh - jauh meninggalkan rumah.. karena kontolmu ini justru jauh lebih enak daripada kontol XXX.."
"Siapa XXX?" tanyaku sambil mengurangi kecepatan entotanku.(XXX = nama yang sengaja sangat disamarkan).
"Yang membawaku ke Kalimantan dan membuatku jadi tukang pijit di sana.."
===x=x=x===
bab 11
Ketika aku membenamkan batang kemaluanku tadi, terasa begitu mudahnya menembus liang memek kakakku ini. Sebagai pertanda liang memek Wati tidak sempit lagi. Tapi setelah lebih dari setengah jam aku mengentotnya, terasa benar betapa enaknya liang memek kakakku ini. Kenyal - kenyal legit begitu.
Dan yang menyenangkan adalah pentil toketnya itu. Gede - gede. Membuatku senang menyedot - nyedotnya seperti bayi yang sedang menetek pada emaknya.
Kakakku justru suka diperlakukan seperti itu. Dia malah mengsap - usap rambutku sambil berkata,
"Iya.. sedotin terus pentilnya Wan.."
Yang paling menyenangkan, kakakku sangat kreatif dengan posisi - posisi sex. Terkadang ia main di atas, di saat lain dia menungging dan kuentot liang memeknya dari belakang. Terkadang juga ia miring dan aku diminta ngentot dari belakangnya.
Kakakku juga memujiku. Ia berkata bahwa disetubuhi olehku laksana disetubuhi oleh beberapa orang lelaki. Karena posisi demi posisi sudah dilakukan, tapi aku belum ejakulasi juga. Padahal menurut pengakuannya, dia sudah tiga kali orgasme. Sementara aku masih bertahan terus.
Padahal keringat kami sudah bercucuran. Sampai akhirnya aku membisikinya dengan terengah - engah,
"Aku udah mau ngecrot. Lepasin di mana?"
"Di dalam saja. Aman kok, aku udah disuntik kabe.. cukup buat lima bulan lagi. Emangnya kamu udah mau ngecrot?"
"Iiii.. iyaaa.." sahutku sambil mempercepat entotanku.
"Ayo lepasin aja di dalam memekku.. aku juga kayaknya mau lepas lagi niiiih.."
Lalu kami seperti sepoasang manusia yang sedang kerasukan. Saling cengkram.. saling cium dan akhirnya meriam pusakaku melepaskan pelurunya bertubi - tubi..
crooottt.. crroott..! crroott..!
bersambung...
CERITA SELANJUTNYA..
Wawan Yang diBerkahi 2
Klik Nomor untuk lanjutannya