Kentongan Jumboku Yang disayangi banyak Wanita 1
Bagaimana jadinya jika manusia saling peduli satu sama lain? Apakah akan terasa keharmonisan? Atau malah akan terasa risih karena hidup kita ada orang lain yang ikut campur?
Menurut apa yang dikatakan Ki Sentana padaku, semua ada takarannya. Seperti porsi makan kita, jangan terlalu sedikit juga jangan melebihi kemampuan perut kita. Kita harus mengenali diri kita sendiri agar tahu mana yang sesuai.
Nasehat dari Ki Sentana tak akan pernah aku lupakan.
Apa menurut kalian aku menyesal karena sudah berkata jujur? Tidak kawan.
Ki Sentana pernah berkata kalau kita tidak boleh menyesali apa yang sudah terjadi juga tidak perlu merasa takut dengan apa yang belum tentu terjadi. Paling penting kita harus "Eling", setidaknya ingat kita itu siapa dan sampai mana kapasitas kita sebagai seorang pribadi.
Masalah Mbak Intan dan Heni pun aku tak ingin terlalu memikirkannya, yang penting aku sudah mengatakan apa yang menurutku perlu untuk dikatakan.
Kesempatan untuk bersama mereka lagi? Aku tak takut jika mereka tak mau lagi menemuiku, lagipula aku memang bukan siapa-siapa mereka. Aku tak perlu khawatir dengan apa yang belum tentu terjadi dan aku harus sadar aku ini hanya seorang pria desa yang menjijikan.
Memiliki sedikit pengetahuan tentang kota dari Mbak Intan tak membuatku bernafsu untuk memiliki gemerlapnya dunia. Tapi memang benar jika aku merasa hanya serpihan kecil jika dibandingkan dengan dunia luar. Aku juga sedikit takjub dengan semua yang diceritakan Mbak Intan.
Hanya dari ceritanya saja sudah menyilaukan, tak bisa kubayangkan bagaimana jika aku melihat langsung.
Aku yang sedang bersantai selepas kerja di kebun, seperti biasa membaringkan badanku di gubug. Entah kenapa rasanya sangat nyaman disitu. Angin sepoi, suara riak air sungau dan teduhnya tempat itu membuat siapa pun pasti sependapat denganku.
"Siang Mas Pet" sapa seorang wanita yang sukses mengagetkanku.
"Siang Mbak, kok sendirian? Mana Mbak Heni?"
"Gak tahu, mungkin lagi sama Bagas" jawab Mbak Intan yang diikuti raut muka tak menyenangkan
"Enak ya mas di sini sejuk dan damai. Aku jadi suka tempat ini" ujar Intan memandang jauh ke depan
"Iya" jawabku singkat karena tak tahu harus bagaimana membuka obrolan
Mbak Intan dengan tenang memandang jauh ke depan. Seperti sedang berpikir atau sedang menenangkan diri. Aku hanya memandangi saja, tak berani mengganggu.
Tapi aku sudah bukan lagi Petruk yang dulu, mungkin aku sedikit berubah. Apalagi aku dan Mbak Intan sudah pernah berbagi kasih. Mungkin itu sebabnya aku tak terlalu canggung.
Ku pandangi wajah cantiknya, halus kulitnya, segala lekuk tubuhnya yang berbalut kaos dan celana panjang ketat. Sungguh pesona keindahan yang layak disyukuri.
"Kenapa Mas? Pengen kah? Maaf Mas, lain kali aja" ucap Intan membuyarkan fantasi
"Tidak Mbak, saya hanya penasaran kenapa Mbak Intan seperti sedang sedih" ujarku
Sialan!! Aku jadi berbohong.
"Masalah kemarin Mas, aku gak nyangka aja sama Heni" ucap Mbak Intan dengan senyum yang seperti dipaksakan
Aku yang menyadari sudah salah karena sedang bernostalgia dengan kejadian waktu itu hanya bisa diam dan mengalihkan pandangan. Malu.. sudah jelas berbohong malah sekarang merasa bersalah pula karena menyinggung tentang masalah kemarin. Mana kontolku sudah mulai bangun gara-gara pemandangan si badan sintal ini.
Duh Dewata Agung, maafkan hambamu ini.
"Sudah lah, Mas jangan ikutan memikirkan kejadian kemarin. Mending kita mandi di sungai yuk" ajaknya sambil menarik tanganku agar berdiri. Tangan ya.. bukan kontol
Aku pun berdiri mengikuti langkah Mbak Intan turun ke sungai. Ya, itu tempat yang sebelumnya kami pakai untuk berkeringat bertiga. Tempat itu ada beberapa batu besar dan jika agak ke tengah ada bagian sungai yang sedikit mirip kolam, sangat nyaman mandi atau berendam di sana. Sebelumnya aku sering mandi disana sambil mencuci alat kebunku selepas aku pakai.
Menurut apa yang dikatakan Ki Sentana padaku, semua ada takarannya. Seperti porsi makan kita, jangan terlalu sedikit juga jangan melebihi kemampuan perut kita. Kita harus mengenali diri kita sendiri agar tahu mana yang sesuai.
Nasehat dari Ki Sentana tak akan pernah aku lupakan.
Apa menurut kalian aku menyesal karena sudah berkata jujur? Tidak kawan.
Ki Sentana pernah berkata kalau kita tidak boleh menyesali apa yang sudah terjadi juga tidak perlu merasa takut dengan apa yang belum tentu terjadi. Paling penting kita harus "Eling", setidaknya ingat kita itu siapa dan sampai mana kapasitas kita sebagai seorang pribadi.
Masalah Mbak Intan dan Heni pun aku tak ingin terlalu memikirkannya, yang penting aku sudah mengatakan apa yang menurutku perlu untuk dikatakan.
Kesempatan untuk bersama mereka lagi? Aku tak takut jika mereka tak mau lagi menemuiku, lagipula aku memang bukan siapa-siapa mereka. Aku tak perlu khawatir dengan apa yang belum tentu terjadi dan aku harus sadar aku ini hanya seorang pria desa yang menjijikan.
Memiliki sedikit pengetahuan tentang kota dari Mbak Intan tak membuatku bernafsu untuk memiliki gemerlapnya dunia. Tapi memang benar jika aku merasa hanya serpihan kecil jika dibandingkan dengan dunia luar. Aku juga sedikit takjub dengan semua yang diceritakan Mbak Intan.
Hanya dari ceritanya saja sudah menyilaukan, tak bisa kubayangkan bagaimana jika aku melihat langsung.
Aku yang sedang bersantai selepas kerja di kebun, seperti biasa membaringkan badanku di gubug. Entah kenapa rasanya sangat nyaman disitu. Angin sepoi, suara riak air sungau dan teduhnya tempat itu membuat siapa pun pasti sependapat denganku.
"Siang Mas Pet" sapa seorang wanita yang sukses mengagetkanku.
"Siang Mbak, kok sendirian? Mana Mbak Heni?"
"Gak tahu, mungkin lagi sama Bagas" jawab Mbak Intan yang diikuti raut muka tak menyenangkan
"Enak ya mas di sini sejuk dan damai. Aku jadi suka tempat ini" ujar Intan memandang jauh ke depan
"Iya" jawabku singkat karena tak tahu harus bagaimana membuka obrolan
Mbak Intan dengan tenang memandang jauh ke depan. Seperti sedang berpikir atau sedang menenangkan diri. Aku hanya memandangi saja, tak berani mengganggu.
Tapi aku sudah bukan lagi Petruk yang dulu, mungkin aku sedikit berubah. Apalagi aku dan Mbak Intan sudah pernah berbagi kasih. Mungkin itu sebabnya aku tak terlalu canggung.
Ku pandangi wajah cantiknya, halus kulitnya, segala lekuk tubuhnya yang berbalut kaos dan celana panjang ketat. Sungguh pesona keindahan yang layak disyukuri.
"Kenapa Mas? Pengen kah? Maaf Mas, lain kali aja" ucap Intan membuyarkan fantasi
"Tidak Mbak, saya hanya penasaran kenapa Mbak Intan seperti sedang sedih" ujarku
Sialan!! Aku jadi berbohong.
"Masalah kemarin Mas, aku gak nyangka aja sama Heni" ucap Mbak Intan dengan senyum yang seperti dipaksakan
Aku yang menyadari sudah salah karena sedang bernostalgia dengan kejadian waktu itu hanya bisa diam dan mengalihkan pandangan. Malu.. sudah jelas berbohong malah sekarang merasa bersalah pula karena menyinggung tentang masalah kemarin. Mana kontolku sudah mulai bangun gara-gara pemandangan si badan sintal ini.
Duh Dewata Agung, maafkan hambamu ini.
"Sudah lah, Mas jangan ikutan memikirkan kejadian kemarin. Mending kita mandi di sungai yuk" ajaknya sambil menarik tanganku agar berdiri. Tangan ya.. bukan kontol
Aku pun berdiri mengikuti langkah Mbak Intan turun ke sungai. Ya, itu tempat yang sebelumnya kami pakai untuk berkeringat bertiga. Tempat itu ada beberapa batu besar dan jika agak ke tengah ada bagian sungai yang sedikit mirip kolam, sangat nyaman mandi atau berendam di sana. Sebelumnya aku sering mandi disana sambil mencuci alat kebunku selepas aku pakai.
Aku hanya diam mengikuti Mbak Intan, bahkan saat Mbak Intan melepas pakaiannya pun aku hanya diam. Tapi diamku karena terpesona dengan tubuh sintalnya.
Andai Mbak Heni juga ada disini, pasti aku akan lebih senang.
Eh loh eh? Kok aku memikirkan dia? Kan dia sudah ingkar janji. Hmm.. lupakan!
Mbak Intan yang menyadari aku hanya diam memperhatikannya malah mendekat dan menarik celanaku. Oiya aku memang tak pakai kaosku karena tadi aku pakai untuk ganjal kelapa saat berbaring.
Mbak Intan seperti kejadian sebelumnya, yang juga melepas celanaku. Bedanya kini ia tak kasar. Ia perlakukan aku seperti aku orang yang berbeda baginya.
Kami berdua berendam di sungai, segarnya air sungai tak membuat aku merasa segar seperti biasa. Entah kenapa ada rasa panas dari dalam diriku yang tak bisa aku tahan. Rasa panas itu mengakibatkan semakin mengerasnya kontolku yang terendam.
Tubuh Mbak Intan di depanku. Ia menghadap ke arah kanan ku. Sedangkan aku? Tentu saja berkiblat padanya.
Mbak Intan sangat menawan dan membuat siapa saja ingin menyentuhnya. Aku saja jadi ingin memberikan kebahagiaan padanya. Tapi untungnya aku masih kontrol, aku masih ingat jika aku tak boleh memaksakan kehendakku pada seorang wanita.
"Kenapa dari tadi bengong Mas?" Intan membuka suara sambil menggosok badannya sendiri.
"Mbak Intan semakin cantik. Aku suka."
Eh.. kok aku bilang gitu? Apa aku mulai tak tahu diri?
Intan tersenyum padaku "Mas mau ya? Ini udah gede dan keras. Maaf ya Mas, sekarang jangan dulu" tangan Intan sambil mengurut kontolku di dalam air
Ia mendekatkan badannya lalu duduk di pahaku. Tangannya tak ia lepas dari kontolku.
"Mas Pet sabar yah" katanya sembari menyandarkan badan ke tubuhku.
"Peluk lah Mas, kayak gak pernah aja sih" manjanya sambil sedikit meremas kontolku.
Aku pun memeluknya serta memberanikan diri mencium bagian tubuhnya yang bisa terjangkau oleh bibirku.
"Mas, kamu seperti ini sama aku. Lalu istrimu dirumah sama siapa mas?" tanya Intan
"Aku belum menikah Mbak" jawabku
"Masa sih? Kontolmu sering nganggur dong? Apa kamu main sama istri tetangga Mas? Aku liat biasa gitu disini. Pak Kades dan Bu Kades saja sering pake temenku bareng-bareng."
Harus jawab apa? Heh? Masa jawab biasa dipakai Ibu?
"Pernah sekali dulu mbak, sekarang udah enggak pernah. Mungkin mereka jijik sama penampilanku" jawabku ngarang
"Masa sih? Kontol seenak punya Mas Pet gak mungkin ada yang nolak. Bohong banget Mas Pet nih" sanggah Intan
Aku merasa terpojokan. Tapi aku juga kepikiran, apakah benar ucapan Mbak Intan itu? Para wanita tak mungkin menolak jika sudah kenal kontolku? Apa aku harus coba? Lebih baik jangan. Apa kata Romo dan Ibu nanti jika mereka tahu?
"Tapi Mbak Intan gak mau. Ini juga cuma Mbak pegang" jawabku yang merasa sangat cerdas berdalih
Hanya berselang beberapa nafas, Mbak Intan seperti hendak menyudahi kemesraan kami.
Blesss
Ahkhhh
"Kontol enak gak mungkin aku nolak Mas. Aku cuma ngetes Mas Pet aja. Kalau Mas Pet maksa brati Mas Pet bajingan. Aku gak akan mau lagi ketemu. Akhh penuh banget memek gue.. akhhh" ujar Intan sesaat setelah memaksakan kontol besar Petruk menyumbat liang senggamanya
"Ahhkhh" aku pun mendesah saat Mbak Intan menggeser pinggulnya guna memperbaiki posisi
"Gak usah digoyang Mas. Aku pengen gini. Nyaman banget ada kontol gede ngeganjel memek" ucapnya kembali bersandar di dadaku
Aku pun reflek memeluknya tapi kini tanganku bukan melingkari badannya namun tanganku satu ke dada dan satunya ke liang senggama. Tak ada alasan apa-apa, aku hanya gemas ingin pegang sejak tadi.
Andai Mbak Heni juga ada disini, pasti aku akan lebih senang.
Eh loh eh? Kok aku memikirkan dia? Kan dia sudah ingkar janji. Hmm.. lupakan!
Mbak Intan yang menyadari aku hanya diam memperhatikannya malah mendekat dan menarik celanaku. Oiya aku memang tak pakai kaosku karena tadi aku pakai untuk ganjal kelapa saat berbaring.
Mbak Intan seperti kejadian sebelumnya, yang juga melepas celanaku. Bedanya kini ia tak kasar. Ia perlakukan aku seperti aku orang yang berbeda baginya.
Kami berdua berendam di sungai, segarnya air sungai tak membuat aku merasa segar seperti biasa. Entah kenapa ada rasa panas dari dalam diriku yang tak bisa aku tahan. Rasa panas itu mengakibatkan semakin mengerasnya kontolku yang terendam.
Tubuh Mbak Intan di depanku. Ia menghadap ke arah kanan ku. Sedangkan aku? Tentu saja berkiblat padanya.
Mbak Intan sangat menawan dan membuat siapa saja ingin menyentuhnya. Aku saja jadi ingin memberikan kebahagiaan padanya. Tapi untungnya aku masih kontrol, aku masih ingat jika aku tak boleh memaksakan kehendakku pada seorang wanita.
"Kenapa dari tadi bengong Mas?" Intan membuka suara sambil menggosok badannya sendiri.
"Mbak Intan semakin cantik. Aku suka."
Eh.. kok aku bilang gitu? Apa aku mulai tak tahu diri?
Intan tersenyum padaku "Mas mau ya? Ini udah gede dan keras. Maaf ya Mas, sekarang jangan dulu" tangan Intan sambil mengurut kontolku di dalam air
Ia mendekatkan badannya lalu duduk di pahaku. Tangannya tak ia lepas dari kontolku.
"Mas Pet sabar yah" katanya sembari menyandarkan badan ke tubuhku.
"Peluk lah Mas, kayak gak pernah aja sih" manjanya sambil sedikit meremas kontolku.
Aku pun memeluknya serta memberanikan diri mencium bagian tubuhnya yang bisa terjangkau oleh bibirku.
"Mas, kamu seperti ini sama aku. Lalu istrimu dirumah sama siapa mas?" tanya Intan
"Aku belum menikah Mbak" jawabku
"Masa sih? Kontolmu sering nganggur dong? Apa kamu main sama istri tetangga Mas? Aku liat biasa gitu disini. Pak Kades dan Bu Kades saja sering pake temenku bareng-bareng."
Harus jawab apa? Heh? Masa jawab biasa dipakai Ibu?
"Pernah sekali dulu mbak, sekarang udah enggak pernah. Mungkin mereka jijik sama penampilanku" jawabku ngarang
"Masa sih? Kontol seenak punya Mas Pet gak mungkin ada yang nolak. Bohong banget Mas Pet nih" sanggah Intan
Aku merasa terpojokan. Tapi aku juga kepikiran, apakah benar ucapan Mbak Intan itu? Para wanita tak mungkin menolak jika sudah kenal kontolku? Apa aku harus coba? Lebih baik jangan. Apa kata Romo dan Ibu nanti jika mereka tahu?
"Tapi Mbak Intan gak mau. Ini juga cuma Mbak pegang" jawabku yang merasa sangat cerdas berdalih
Hanya berselang beberapa nafas, Mbak Intan seperti hendak menyudahi kemesraan kami.
Blesss
Ahkhhh
"Kontol enak gak mungkin aku nolak Mas. Aku cuma ngetes Mas Pet aja. Kalau Mas Pet maksa brati Mas Pet bajingan. Aku gak akan mau lagi ketemu. Akhh penuh banget memek gue.. akhhh" ujar Intan sesaat setelah memaksakan kontol besar Petruk menyumbat liang senggamanya
"Ahhkhh" aku pun mendesah saat Mbak Intan menggeser pinggulnya guna memperbaiki posisi
"Gak usah digoyang Mas. Aku pengen gini. Nyaman banget ada kontol gede ngeganjel memek" ucapnya kembali bersandar di dadaku
Aku pun reflek memeluknya tapi kini tanganku bukan melingkari badannya namun tanganku satu ke dada dan satunya ke liang senggama. Tak ada alasan apa-apa, aku hanya gemas ingin pegang sejak tadi.
"Mas Pet disini tinggal dengan siapa kalau memang belum menikah?"
Aku pun menjawab dan menceritakan sebagian keadaanku. Tapi hanya garis besarnya saja.
"Kalau Romo dan Ibunya Mas Pet izinkan, apa Mas Pet mau menikah dengan Intan?" ucap intan sambil mengelus tanganku yang ujungnya hinghap di liang senggama miliknya.
"Memangnya Mbak Intan mau menikah dengan ku? Aku orang desa Mbak. Tidak sekolah!" jawabku
"Mau Mas, aku tahu Mas Pet orang baik. Papa Mama pasti suka punya menantu orang baik" ujar Intan dengan yakin
Menikah? Wow.. aku?
Akh memikirkan aku menikah dengan Mbak Intan malah membuat kontolku yang sedang bersarang malah berkedut.
"Ahh enak mas. Diapain kok bisa berkedut. Enak banget bikin melayang" ujar Intan yang juga menyadari kontolku berdenyut
"Mbak boleh gak kita tuntaskan? Aku sudah gak tahan" aku memohon
"Akhh Mas Pet, kenapa baru sekarang. Ayo Mass" jawab manja Intan
Aku pun langsung mengangkat Intan, aku bopong dia seperti seorang Putri. Sayangnya itu membuat kontolku terlepas dari liang hangat. Desahan Intan pun ikut keluar dari mulut mungilnya.
Aku bawa Intan ke batu besar yang pernah kami pakai sebelumnya. Saat aku baringkan
"Mas, aku diatas dulu ya" ucap Intan
Aku pun melepas tanganku dari kakinya, padahal baru saja niat ku kangkangkan kedua paha mulus itu.
Aku pun memposisikan tubuhku bersandar agak berbaring. Intan menaiki pinggulku. Ia arahkan kontolku dengan tangan mungilnya. Rasa halus tangannya saja sudah sangat memberikanku rangsangan kuat.
Entah kali ini kenapa aku merasa Intan sangat spesial. Kalian tahu sendiri sebelumnya aku sangat memilih si dada besar bukan?
Perlahan Intan memasukan kembali kontolku. Tadi saja sudah masuk, tapi sensasi ketat masih terasa. Bahkan lebih ketat dari kemarin. Apakah aku tak salah membandingkan?
Desahan Intan begitu memanjakan telinga.
"Akhhh Masss.. enak Mass"
Sensasi kenikmatan yang sebelumnya tak aku dapatkan darinya kini sudah terbayar lunas.
Pergumulan kami sangat luar biasa, Intan sangat terlihat bahagia bersamaku. Aku apalagi. Tak bisa diungkapkan.
Tak terasa matahari sudah mulai tenggelam, kegiatan kami di tepi sungai pun sudah hampir mencapai puncaknya. Tentu saja aku diarahkan Intan untuk mencoba berbagai gaya, memang bagiku tak ada yang baru karena aku dan Ibu sering melakukannya. Tapi kali ini spesial, karena Intan bukan yang lain.
Aku yang sedang memacu untuk mengejar kenikmatan tak lagi mampu menahan. Gerakan maju mundur ku yang menabrakan selangkangan pada pantat Intan semakin bertambah cepat. Tanganku dipinggulnya pun makin kuat mencengkram, liang senggama Intan pun seakan balas memberikan cengkraman pada kontolku yang sedang bergerak cepat.
"Akhh Masss.. gak kuat masss.. aKhhh" pekik Intan bersamaan dengan aku menembakkan air nikmat.
Aku sangat puas.
Aku masih belum mencabut kontolku dari liang nikmat Intan. Aku sedang mengumpulkan kembali tenaga untuk mengangkat Intan ke air lagi.
Kami pun kembali bebersih di tempat tadi. Peluh nikmat kami cuci dengan dinginnya air sungai. Intan pun setelah selesai langsung balik membantuku menggosok badanku dengan batu halus. Aku merasakan sentuhan dan perlakuan Intan sore itu sangat mirip dengan Ibu. Apakah ini bayaran karena sudah membuat ia bahagia?
Kami pun kembali berpakaian, lalu baik dan kembali ke gubug. Di gubug itu barang yang kami tinggalkan masih ditempat. Tapi,
"Apa ini?" ucap intan seraya mendekati bercak air putih kental di dekat barang miliknya untuk ia endus.
"Ihhh pejuh" ucapnya lalu melihatku
Aku tak paham apa maksudnya. Maksud ia memandangku. Aku kan bersama dengannya dari tadi?
"Mas Pet, aku ikut kamu yah. Mau lihat rumahmu. Mau ketemu Romo dan Ibu kamu." ucapnya sambil menggendong tas kecil dan mengambil kain miliknya
"Romo dan Ibu pergi Mbak. Aku dirumah sendiri. Mereka pulang seminggu lagi." jawabku
Aku pun menjawab dan menceritakan sebagian keadaanku. Tapi hanya garis besarnya saja.
"Kalau Romo dan Ibunya Mas Pet izinkan, apa Mas Pet mau menikah dengan Intan?" ucap intan sambil mengelus tanganku yang ujungnya hinghap di liang senggama miliknya.
"Memangnya Mbak Intan mau menikah dengan ku? Aku orang desa Mbak. Tidak sekolah!" jawabku
"Mau Mas, aku tahu Mas Pet orang baik. Papa Mama pasti suka punya menantu orang baik" ujar Intan dengan yakin
Menikah? Wow.. aku?
Akh memikirkan aku menikah dengan Mbak Intan malah membuat kontolku yang sedang bersarang malah berkedut.
"Ahh enak mas. Diapain kok bisa berkedut. Enak banget bikin melayang" ujar Intan yang juga menyadari kontolku berdenyut
"Mbak boleh gak kita tuntaskan? Aku sudah gak tahan" aku memohon
"Akhh Mas Pet, kenapa baru sekarang. Ayo Mass" jawab manja Intan
Aku pun langsung mengangkat Intan, aku bopong dia seperti seorang Putri. Sayangnya itu membuat kontolku terlepas dari liang hangat. Desahan Intan pun ikut keluar dari mulut mungilnya.
Aku bawa Intan ke batu besar yang pernah kami pakai sebelumnya. Saat aku baringkan
"Mas, aku diatas dulu ya" ucap Intan
Aku pun melepas tanganku dari kakinya, padahal baru saja niat ku kangkangkan kedua paha mulus itu.
Aku pun memposisikan tubuhku bersandar agak berbaring. Intan menaiki pinggulku. Ia arahkan kontolku dengan tangan mungilnya. Rasa halus tangannya saja sudah sangat memberikanku rangsangan kuat.
Entah kali ini kenapa aku merasa Intan sangat spesial. Kalian tahu sendiri sebelumnya aku sangat memilih si dada besar bukan?
Perlahan Intan memasukan kembali kontolku. Tadi saja sudah masuk, tapi sensasi ketat masih terasa. Bahkan lebih ketat dari kemarin. Apakah aku tak salah membandingkan?
Desahan Intan begitu memanjakan telinga.
"Akhhh Masss.. enak Mass"
Sensasi kenikmatan yang sebelumnya tak aku dapatkan darinya kini sudah terbayar lunas.
Pergumulan kami sangat luar biasa, Intan sangat terlihat bahagia bersamaku. Aku apalagi. Tak bisa diungkapkan.
Tak terasa matahari sudah mulai tenggelam, kegiatan kami di tepi sungai pun sudah hampir mencapai puncaknya. Tentu saja aku diarahkan Intan untuk mencoba berbagai gaya, memang bagiku tak ada yang baru karena aku dan Ibu sering melakukannya. Tapi kali ini spesial, karena Intan bukan yang lain.
Aku yang sedang memacu untuk mengejar kenikmatan tak lagi mampu menahan. Gerakan maju mundur ku yang menabrakan selangkangan pada pantat Intan semakin bertambah cepat. Tanganku dipinggulnya pun makin kuat mencengkram, liang senggama Intan pun seakan balas memberikan cengkraman pada kontolku yang sedang bergerak cepat.
"Akhh Masss.. gak kuat masss.. aKhhh" pekik Intan bersamaan dengan aku menembakkan air nikmat.
Aku sangat puas.
Aku masih belum mencabut kontolku dari liang nikmat Intan. Aku sedang mengumpulkan kembali tenaga untuk mengangkat Intan ke air lagi.
Kami pun kembali bebersih di tempat tadi. Peluh nikmat kami cuci dengan dinginnya air sungai. Intan pun setelah selesai langsung balik membantuku menggosok badanku dengan batu halus. Aku merasakan sentuhan dan perlakuan Intan sore itu sangat mirip dengan Ibu. Apakah ini bayaran karena sudah membuat ia bahagia?
Kami pun kembali berpakaian, lalu baik dan kembali ke gubug. Di gubug itu barang yang kami tinggalkan masih ditempat. Tapi,
"Apa ini?" ucap intan seraya mendekati bercak air putih kental di dekat barang miliknya untuk ia endus.
"Ihhh pejuh" ucapnya lalu melihatku
Aku tak paham apa maksudnya. Maksud ia memandangku. Aku kan bersama dengannya dari tadi?
"Mas Pet, aku ikut kamu yah. Mau lihat rumahmu. Mau ketemu Romo dan Ibu kamu." ucapnya sambil menggendong tas kecil dan mengambil kain miliknya
"Romo dan Ibu pergi Mbak. Aku dirumah sendiri. Mereka pulang seminggu lagi." jawabku
Intan malah tersenyum, bahkan tertawa kecil menanggapi jawabanku.
"Cuma mau lihat kok Mas" ucapnya lagi
Sudahlah.. pikirku. Terserah dia saja
Kami pun pulang, kali ini aku tak membawa kambing tapi malah wanita cantik dari kota.
Kami menyusuri jalan setapak dengan hati-hati karena hari sudah mulai gelap. Intan tidak terbiasa berjalan di tempat gelap. Ia berjalan berpegangan pada tanganku, dan sesekali merengek memberi tahu agar aku berjalan lebih pelan.
Sesampainya di rumah
"Aku tinggal di sini mbak" kataku
"Oh ok Mas, bentar aku mau balik ganti baju dulu. Nanti aku langsung kesini. Mas Pet nanti bukain pintu ya" ucapnya lalu memelukku dan segera pergi setelahnya
Aku hanya terdiam dengan tingkahnya
Sebelum memasuki rumah, seperti biasa kasih pakan dulu ke kambing. Lalu ambil kunci yang aku simpan di tempat rahasia.
Aku masuk rumah dan menyalakan lampu minyak secukupnya. Karena aku sendiri, buat apa banyak penerangan?
Lalu ambil celana ganti dan pergi ke sumur untuk membilas badanku setelah mandi di sungai.
Tak lama setelah selesai mandi, Intan datang saat aku sedang memasak untuk makan malam. Ku lihat ia memang berganti baju, tapi untuk apa ia bawa tas. Maksudnya tas besar, bukan tas kecilnya tadi.
"Mas aku nginep sini ya. Iya. Makasih Mas" ucap Intan, lalu ia pun jawab sendiri. Ia masuk tak menunggu aku menjawab bahkan menunggu aku suruh masuk.
Aku heran dengan kelakuannya, apa mau gadis kota satu ini.
Genthong marani siwur
Bercermin diri sendiri agar memahami orang lain. Mengenali diri sendiri adalah jalannya.
Bukan Petruk tak mengamalkan petuah tersebut. Memang Petruk saja yang berbeda dimensi dengan wanita kota yang kini sedang jongkok di depan tungku.
Bagaimana bisa seorang wanita yang belum lama ia kenal sekarang menginap bersamanya? Pikiran itu menyelimuti kepalanya. Petruk tak menyadari bagaimana bisa seorang yang ia baru kenal bahkan sebelumnya belum ia kenal sudah menyodokan kontol ke memek mereka.
****
Aku tak mengerti ada apa dengan Mbak Intan kenapa tiba-tiba mau menginap di sini? Jangan-jangan karena bertengkar dengan Heni lagi? Atau dengan kekasihnya yang melakukan itu dengan Heni? Apa aku tanyakan saja ya?
"Mbak, kok tiba-tiba mau menginap? Apa ada masalah dengan Mbak Heni lagi?" tanya Petruk
"Udah gak usah bahas itu Mas. Nginep ya pengen aja Mas" jawab Intan
Aku pun mati topik
"Mas. Yuk makan. Ini dah mateng"
Slruuurppp akhhh.. mmmhhhmm *Suara Intan menyeruput mie yang masih panas*
Tololl. Makan mie aja bisa bikin kontolku bangun. Duh kok gini. Mana mbak Intan nginap. Masa lakuin lagi. Gimana ngajaknya. Duhh Ibuu cepat pulang, aku kangennn.
Duh gak tahu situasi banget kontolku. Mana mbak Intan pakaiannya kok jadi kebuka gitu. Apa wanita kota memang seperti itu kalau dirumah. Duh dada atasnya berkeringat, boleh gak aku jilat ya?
"Ayo dimakan Mas! Ga mau mie kah?" ucap Intan menyadarkan
"Anu mbak, aku pernah makan kalau Ibu kesiangan. Tapi kurang suka mbak. Tapi ini aku makan kok" jawab Petruk sambil senyum cengengesan
"Yaudah keburu dingin, gak enak Mas. Jangan liatin Intan terus. Nanti lah kalau mau makan Intan" balas Intan yang seperti ulat kegatelan
Masa aku makan Mbak Intan? Gila kali
Kami pun akhirnya menyelesaikan makan malam. Lalu kami bersantai di bangku luar belakang rumah.
"Cuma mau lihat kok Mas" ucapnya lagi
Sudahlah.. pikirku. Terserah dia saja
Kami pun pulang, kali ini aku tak membawa kambing tapi malah wanita cantik dari kota.
Kami menyusuri jalan setapak dengan hati-hati karena hari sudah mulai gelap. Intan tidak terbiasa berjalan di tempat gelap. Ia berjalan berpegangan pada tanganku, dan sesekali merengek memberi tahu agar aku berjalan lebih pelan.
Sesampainya di rumah
"Aku tinggal di sini mbak" kataku
"Oh ok Mas, bentar aku mau balik ganti baju dulu. Nanti aku langsung kesini. Mas Pet nanti bukain pintu ya" ucapnya lalu memelukku dan segera pergi setelahnya
Aku hanya terdiam dengan tingkahnya
Sebelum memasuki rumah, seperti biasa kasih pakan dulu ke kambing. Lalu ambil kunci yang aku simpan di tempat rahasia.
Aku masuk rumah dan menyalakan lampu minyak secukupnya. Karena aku sendiri, buat apa banyak penerangan?
Lalu ambil celana ganti dan pergi ke sumur untuk membilas badanku setelah mandi di sungai.
Tak lama setelah selesai mandi, Intan datang saat aku sedang memasak untuk makan malam. Ku lihat ia memang berganti baju, tapi untuk apa ia bawa tas. Maksudnya tas besar, bukan tas kecilnya tadi.
"Mas aku nginep sini ya. Iya. Makasih Mas" ucap Intan, lalu ia pun jawab sendiri. Ia masuk tak menunggu aku menjawab bahkan menunggu aku suruh masuk.
Aku heran dengan kelakuannya, apa mau gadis kota satu ini.
Genthong marani siwur
Bercermin diri sendiri agar memahami orang lain. Mengenali diri sendiri adalah jalannya.
Bukan Petruk tak mengamalkan petuah tersebut. Memang Petruk saja yang berbeda dimensi dengan wanita kota yang kini sedang jongkok di depan tungku.
Bagaimana bisa seorang wanita yang belum lama ia kenal sekarang menginap bersamanya? Pikiran itu menyelimuti kepalanya. Petruk tak menyadari bagaimana bisa seorang yang ia baru kenal bahkan sebelumnya belum ia kenal sudah menyodokan kontol ke memek mereka.
****
Aku tak mengerti ada apa dengan Mbak Intan kenapa tiba-tiba mau menginap di sini? Jangan-jangan karena bertengkar dengan Heni lagi? Atau dengan kekasihnya yang melakukan itu dengan Heni? Apa aku tanyakan saja ya?
"Mbak, kok tiba-tiba mau menginap? Apa ada masalah dengan Mbak Heni lagi?" tanya Petruk
"Udah gak usah bahas itu Mas. Nginep ya pengen aja Mas" jawab Intan
Aku pun mati topik
"Mas. Yuk makan. Ini dah mateng"
Slruuurppp akhhh.. mmmhhhmm *Suara Intan menyeruput mie yang masih panas*
Tololl. Makan mie aja bisa bikin kontolku bangun. Duh kok gini. Mana mbak Intan nginap. Masa lakuin lagi. Gimana ngajaknya. Duhh Ibuu cepat pulang, aku kangennn.
Duh gak tahu situasi banget kontolku. Mana mbak Intan pakaiannya kok jadi kebuka gitu. Apa wanita kota memang seperti itu kalau dirumah. Duh dada atasnya berkeringat, boleh gak aku jilat ya?
"Ayo dimakan Mas! Ga mau mie kah?" ucap Intan menyadarkan
"Anu mbak, aku pernah makan kalau Ibu kesiangan. Tapi kurang suka mbak. Tapi ini aku makan kok" jawab Petruk sambil senyum cengengesan
"Yaudah keburu dingin, gak enak Mas. Jangan liatin Intan terus. Nanti lah kalau mau makan Intan" balas Intan yang seperti ulat kegatelan
Masa aku makan Mbak Intan? Gila kali
Kami pun akhirnya menyelesaikan makan malam. Lalu kami bersantai di bangku luar belakang rumah.
*Cahaya temaram pelita dari dalam rumah menyinari sepasang muda mudi yg memiliki bentuk sangat kontras. Bukan kesenjangan tercipta malah jika dilihat mereka seakan tanpa jarak. Keakraban sangat terasa, meski sang lelaki hanya pasif dalam obrolan*
"Udah yuk mas masuk. Diluar dingin"
"Iya mbak" jawab Petruk
Gimana gak dingin? Celana pendek banget. Baju juga terbuka banget. Mau saingan dengan aku yg kulit tebal?
Aku pun mengunci pintu lalu berjalan di ikuti Mbak Intan. Aku duduk di ruang tengah. Saat mulai menyandarkan duduk,
"Ih Mas... Gimana sih. Masa gak paham. Malah duduk. Ayo ke kamarrr" tarik Intan dengan manja
"Eh mbak udah ngantuk? Itu kamar ku mbak pakai saja"
"Ikhhhh ya sama Mas Pet lah. Mas beneran gak paham? Ihh nyebelin" manja Intan malah membuat Petruk bingung
Grep... Tangan Intan mendarat ke gagang cangkul Petruk
"Paham kan Mas?"..
Tanpa ku jawab, kami berjalan ke kamarku.
Ternyata ini maksudnya. Mbak Intan mau tidur bersamaku seperti Ibu. Astaga kenapa tidak terpikirkan??
"Mbak. Memangnya boleh ya? Kan kita bukan siapa-siapa tapi tidur bareng?" Petruk dengan mode bloon nya bertanya
"Kok Mas Pet bilang gitu? Kita loh udah gituan Mas. Masa tidur bareng aja gak boleh??" kali ini Intan benar2 sedikit terpancing emosi.
Bagaimana tidak? Udah ngewe tapi cuma tidur bareng malah ngomong gitu??
"Mas aku gak tau kamu ini polos apa bodoh. Sebenernya Mas paham gak sih?" selidik Intan
Petruk hanya bisa menggaruk kepalanya karena kekurangan sumber pengetahuan. Selama ini ia hanya mendapat pengetahuan dari Ki Sentana dan Ni Darwati, itupun belum terlalu lama.
"Gini deh Mas. Intan jelaskan ya sayanggg" intan gemas dengan Petruk yg seperti itu
Mereka pun duduk di pinggiran kasur. Intan memberi asupan pengetahuan mengenai hubungan manusia wajar hingga hubungan dunia perngentotan, termasuk wisata lendirnya. Sedangkan Petruk hanya plonga plongo mendapat pengetahuan baru. Bahkan ia hampir saja keceplosan mengenai kedua orang tuanya.
"Mbak beneran itu Mbak?" desak Petruk
"Iyaaa sayaaaang. Duh kamu ini. Pantesan dari tadi kok aku merasa aneh. Ternyata. Duh Sanghyang Agungggg" keluh Intan
Intan pun meneruskan semua pelajaran mengenai hidup. Bahkan ia tak segan bertanya tentang aslinya apa yg dipikirkan dan apa saja yg Petruk tahu.
"Kita teruskan besok aja ya Mas. Ini dah mau pagi" ucap Intan melihat arloji yg ia ambil dari tas.
"Iya Mbak, besok mau kerja lagi" balas Petruk
*Nginep sama kontol jumbo malah ngajar. Nasib nasib. Dah lah besok aja ngentotnya. Waktu masih panjang* pikir Intan
Pagi pun datang kembali. Petruk yg kesiangan karena begadang menimba ilmu baru saja selesai mandi. Ia memulai aktivitas tanpa pamit pada teman tidurnya.
Kini ia punya banyak pengetahuan dan tahu mengenai hal-hal tabu. Apakah ia akan menolak berhubungan lagi dengan Ni Darwati?
Matahari telah cukup tinggi. Petruk yg sudah merasa lapar mencabut beberapa singkong untuk dibawa pulang. Ia berpikir untuk makan siang pakai singkong agar lebih kenyang, terlebih tadi malam hanya makan mie rebus.
Saat sudah dekat rumah, ia lihat ada asap tipis dari dapur.
"Apa Mbak Intan masak ya?" gumam Petruk
Sebelum masuk rumah, ia sempatkan diri untuk bersih2. Ia tak mau mengotori rumah, kasihan Ibunya yang repot saat nanti mereka pulang.
"Masak apa Mbak?" tanya Petruk padahal baru masuk rumah
Tak ada jawaban sama sekali. Di meja makan sudah ada masakan dan di dapur juga tadi ia melihat piring bekas makan seseorang.
Saat di ruang tengah, ternyata Intan sedang tidur dengan kostum semalam. Iya.. kostum yg sempat membuat Petruk berpikir kotor dan sempat berpikir menginginkan tubuh molek nan sintal milik Intan lagi.
"Udah yuk mas masuk. Diluar dingin"
"Iya mbak" jawab Petruk
Gimana gak dingin? Celana pendek banget. Baju juga terbuka banget. Mau saingan dengan aku yg kulit tebal?
Aku pun mengunci pintu lalu berjalan di ikuti Mbak Intan. Aku duduk di ruang tengah. Saat mulai menyandarkan duduk,
"Ih Mas... Gimana sih. Masa gak paham. Malah duduk. Ayo ke kamarrr" tarik Intan dengan manja
"Eh mbak udah ngantuk? Itu kamar ku mbak pakai saja"
"Ikhhhh ya sama Mas Pet lah. Mas beneran gak paham? Ihh nyebelin" manja Intan malah membuat Petruk bingung
Grep... Tangan Intan mendarat ke gagang cangkul Petruk
"Paham kan Mas?"..
Tanpa ku jawab, kami berjalan ke kamarku.
Ternyata ini maksudnya. Mbak Intan mau tidur bersamaku seperti Ibu. Astaga kenapa tidak terpikirkan??
"Mbak. Memangnya boleh ya? Kan kita bukan siapa-siapa tapi tidur bareng?" Petruk dengan mode bloon nya bertanya
"Kok Mas Pet bilang gitu? Kita loh udah gituan Mas. Masa tidur bareng aja gak boleh??" kali ini Intan benar2 sedikit terpancing emosi.
Bagaimana tidak? Udah ngewe tapi cuma tidur bareng malah ngomong gitu??
"Mas aku gak tau kamu ini polos apa bodoh. Sebenernya Mas paham gak sih?" selidik Intan
Petruk hanya bisa menggaruk kepalanya karena kekurangan sumber pengetahuan. Selama ini ia hanya mendapat pengetahuan dari Ki Sentana dan Ni Darwati, itupun belum terlalu lama.
"Gini deh Mas. Intan jelaskan ya sayanggg" intan gemas dengan Petruk yg seperti itu
Mereka pun duduk di pinggiran kasur. Intan memberi asupan pengetahuan mengenai hubungan manusia wajar hingga hubungan dunia perngentotan, termasuk wisata lendirnya. Sedangkan Petruk hanya plonga plongo mendapat pengetahuan baru. Bahkan ia hampir saja keceplosan mengenai kedua orang tuanya.
"Mbak beneran itu Mbak?" desak Petruk
"Iyaaa sayaaaang. Duh kamu ini. Pantesan dari tadi kok aku merasa aneh. Ternyata. Duh Sanghyang Agungggg" keluh Intan
Intan pun meneruskan semua pelajaran mengenai hidup. Bahkan ia tak segan bertanya tentang aslinya apa yg dipikirkan dan apa saja yg Petruk tahu.
"Kita teruskan besok aja ya Mas. Ini dah mau pagi" ucap Intan melihat arloji yg ia ambil dari tas.
"Iya Mbak, besok mau kerja lagi" balas Petruk
*Nginep sama kontol jumbo malah ngajar. Nasib nasib. Dah lah besok aja ngentotnya. Waktu masih panjang* pikir Intan
Pagi pun datang kembali. Petruk yg kesiangan karena begadang menimba ilmu baru saja selesai mandi. Ia memulai aktivitas tanpa pamit pada teman tidurnya.
Kini ia punya banyak pengetahuan dan tahu mengenai hal-hal tabu. Apakah ia akan menolak berhubungan lagi dengan Ni Darwati?
Matahari telah cukup tinggi. Petruk yg sudah merasa lapar mencabut beberapa singkong untuk dibawa pulang. Ia berpikir untuk makan siang pakai singkong agar lebih kenyang, terlebih tadi malam hanya makan mie rebus.
Saat sudah dekat rumah, ia lihat ada asap tipis dari dapur.
"Apa Mbak Intan masak ya?" gumam Petruk
Sebelum masuk rumah, ia sempatkan diri untuk bersih2. Ia tak mau mengotori rumah, kasihan Ibunya yang repot saat nanti mereka pulang.
"Masak apa Mbak?" tanya Petruk padahal baru masuk rumah
Tak ada jawaban sama sekali. Di meja makan sudah ada masakan dan di dapur juga tadi ia melihat piring bekas makan seseorang.
Saat di ruang tengah, ternyata Intan sedang tidur dengan kostum semalam. Iya.. kostum yg sempat membuat Petruk berpikir kotor dan sempat berpikir menginginkan tubuh molek nan sintal milik Intan lagi.
Petruk tak tega membangunkan, ia pun makan dulu. Meski kelaparan, ia makan hanya secukupnya. Ia tahu takaran yg pas karena mampu mengenali diri. Saat sedang mencuci piring bekas mereka, Intan bangun dan mendekati Petruk.
"Sudah makan Mas?" tanya Intan
"Sudah Mbak. Baru selesai. Makasih udah masak Mbak"
"Calon istri idaman gak mas?" tanya Intan seraya memeluk Petruk dari belakang setelah selesai mencuci
Petruk yg sudah tahu berkat kursus kilat, ia membalas pelukan Intan.
"Ehmm.. Mas Pet, tumben paham" ungkap Intan.
"Kamu yg ajarin Mbak"
Mereka pun duduk di ruang tengah sambil mendengarkan radio tua
"Mas. Kalau gini paham gak?" tanya Intan lagi dengan memeluk sambil menyenggol kontol yg masih tersimpan rapih dalam celana. Kali ini ia tak seakan sudah tak sabar.
"Mbak yakin?"
"Mas masih belum paham ya. Kan kita udah lakuin. Ngapain mikirin lagi. Kalau mikir yakin atau gak, udah telat mas" jawab Intan
"Oh gitu cara kerjanya"
Siang itu sepasang kopi susu kembali bercampur dalam gairah masa muda. Gairah dan semangat muda Intan dan Petruk bergema memenuhi seisi rumah.
Intan seakan tak peduli jika suaranya sampai terdengar dari luar. Ia hanya meluapkan kenikmatan yg sudah ia tunggu dari tadi malam.
Pergulatan birahi masih berlangsung. Ruang tengah rumah itu jadi saksi bisu. Pintu samping di ruang tengah yg menghadap sedikit memperlihatkan bayang seseorang yang tak disadari kedua pelaku kegiatan mesum di dalam.
Tak hanya rumah itu yang jadi saksi. Kini ada sepasang mata yg melihat dengan tatapan tak percaya.
"Kontol segede itu kenapa aku baru tahu. Sialan. Mbak Intan beruntung banget. Apa gak jebol memeknya? Andai itu memekku pasti enak di rojok kontol Petruk." batin pemilik mata diluar pintu yg mengarah ke taman kecil samping rumah.
"Akhhh masss.. enak mass.." renyah erangan Intan terdengar jelas menggoda telinga wanita pengintip
"Sialan.. lama banget dari tadi. Udah gede.. kuat lagi. Memekku harus coba!" si pengintip membulatkan tekat.
"Mbak keluar Mbak.. akhh Mbakk" erang Petruk merasa kenikmatan menyemburkan air nikmatnya
"Akhhh..." intan lemas menikmati gempuran Petruk yg penuh tenaga.
Pergumulan di tengah hari yg panas. Membuat si pengintip tak sabar.
Brak!!!!
Pintu samping tiba-tiba terbuka. Pintu yang mereka lupakan untuk dikunci karena nafsu sudah mengalahkan keduanya.
"Bu Kades.." kaget kedua manusia berlain jenis
Petruk yg kaget langsung mundur dan terlepaslah kontol dari liang surga Intan.
*Glupp suara air liur tertelan
Bu Kades yg terpesona dengan benda besar hitam di selangkangan Petruk tersadar lalu buru-buru menutup dan mengunci pintu dibelakangnya.
Intan yg lemas hanya bisa terengah-engah menatap wanita matang yg masih berdiri memandang mereka. Ia tak menutup tubuhnya. Entah apa alasannya. Entah habis tenaga atau karena sudah tahu kalau tamu tak diundang ini menginginkan Petruk juga?
"Kalian ini. Kenapa melakukan hal tak senonoh di desa? Apalagi tengah bolong seperti sekarang?" ujar Bu Kades dengan nada tinggi tapi tidak dengan matanya. Matanya tak tajam seperti orang marah. Matanya masih tertuju pada benda besar hitam mengkilap yang tak kunjung mengkerut setelah memuntahkan air nikmat.
"Maaf Bu" jawab Petruk menunduk
Ia takut. Sangat takut. Takut diusir. Takut dibunuh. Wanita ini istri Kades. Penguasa di desa
"Ibu mau juga?" dengan santai Intan malah berkata demikian
Bu Kades kaget kenapa gadis itu malah tak mendukung karakternya. Apakah gadis itu mendukung kekasihnya melakukan dengan dirinya yang sudah tak muda lagi?
"Gak usah malu Bu. Mas Petruk pasti tak keberatan. Enak loh Bu. Paling enak. Gak ada lain. Kontol bule aja kalah Bu." cecar Intan
*Glupp.. Bu Kades kembali menelan ludah
Tanpa menjawab, ia melepas pakaian mirip dress yg melekat pada tubuhnya yg agak gempal
"Truk. Maaf Ibu juga mau" ungkap Bu Kades mendekati kontol mengkilap karena lendir nikmat kegiatan sebelumnya.
Ia bengong melihat tubuh telanjang yg mirip tubuh Heni, hanya saja ini sedikit kendur. Buah dada besar menggantung menggoda. Petruk ingin memetik buah matang itu, tapi ia ingat -milik pak kades-
"Tapi Bu.." ucap Petruk saat Bu Kades sudah duduk di depan kontolnya.
"Udah gak usah takut. Ibu yg tanggung jawab" jawab Bu Kades tanpa memandang wajah lawan bicaranya. Ia teralihkan dari dunia karena kontol jumbo idaman wanita
"Sudah makan Mas?" tanya Intan
"Sudah Mbak. Baru selesai. Makasih udah masak Mbak"
"Calon istri idaman gak mas?" tanya Intan seraya memeluk Petruk dari belakang setelah selesai mencuci
Petruk yg sudah tahu berkat kursus kilat, ia membalas pelukan Intan.
"Ehmm.. Mas Pet, tumben paham" ungkap Intan.
"Kamu yg ajarin Mbak"
Mereka pun duduk di ruang tengah sambil mendengarkan radio tua
"Mas. Kalau gini paham gak?" tanya Intan lagi dengan memeluk sambil menyenggol kontol yg masih tersimpan rapih dalam celana. Kali ini ia tak seakan sudah tak sabar.
"Mbak yakin?"
"Mas masih belum paham ya. Kan kita udah lakuin. Ngapain mikirin lagi. Kalau mikir yakin atau gak, udah telat mas" jawab Intan
"Oh gitu cara kerjanya"
Siang itu sepasang kopi susu kembali bercampur dalam gairah masa muda. Gairah dan semangat muda Intan dan Petruk bergema memenuhi seisi rumah.
Intan seakan tak peduli jika suaranya sampai terdengar dari luar. Ia hanya meluapkan kenikmatan yg sudah ia tunggu dari tadi malam.
Pergulatan birahi masih berlangsung. Ruang tengah rumah itu jadi saksi bisu. Pintu samping di ruang tengah yg menghadap sedikit memperlihatkan bayang seseorang yang tak disadari kedua pelaku kegiatan mesum di dalam.
Tak hanya rumah itu yang jadi saksi. Kini ada sepasang mata yg melihat dengan tatapan tak percaya.
"Kontol segede itu kenapa aku baru tahu. Sialan. Mbak Intan beruntung banget. Apa gak jebol memeknya? Andai itu memekku pasti enak di rojok kontol Petruk." batin pemilik mata diluar pintu yg mengarah ke taman kecil samping rumah.
"Akhhh masss.. enak mass.." renyah erangan Intan terdengar jelas menggoda telinga wanita pengintip
"Sialan.. lama banget dari tadi. Udah gede.. kuat lagi. Memekku harus coba!" si pengintip membulatkan tekat.
"Mbak keluar Mbak.. akhh Mbakk" erang Petruk merasa kenikmatan menyemburkan air nikmatnya
"Akhhh..." intan lemas menikmati gempuran Petruk yg penuh tenaga.
Pergumulan di tengah hari yg panas. Membuat si pengintip tak sabar.
Brak!!!!
Pintu samping tiba-tiba terbuka. Pintu yang mereka lupakan untuk dikunci karena nafsu sudah mengalahkan keduanya.
"Bu Kades.." kaget kedua manusia berlain jenis
Petruk yg kaget langsung mundur dan terlepaslah kontol dari liang surga Intan.
*Glupp suara air liur tertelan
Bu Kades yg terpesona dengan benda besar hitam di selangkangan Petruk tersadar lalu buru-buru menutup dan mengunci pintu dibelakangnya.
Intan yg lemas hanya bisa terengah-engah menatap wanita matang yg masih berdiri memandang mereka. Ia tak menutup tubuhnya. Entah apa alasannya. Entah habis tenaga atau karena sudah tahu kalau tamu tak diundang ini menginginkan Petruk juga?
"Kalian ini. Kenapa melakukan hal tak senonoh di desa? Apalagi tengah bolong seperti sekarang?" ujar Bu Kades dengan nada tinggi tapi tidak dengan matanya. Matanya tak tajam seperti orang marah. Matanya masih tertuju pada benda besar hitam mengkilap yang tak kunjung mengkerut setelah memuntahkan air nikmat.
"Maaf Bu" jawab Petruk menunduk
Ia takut. Sangat takut. Takut diusir. Takut dibunuh. Wanita ini istri Kades. Penguasa di desa
"Ibu mau juga?" dengan santai Intan malah berkata demikian
Bu Kades kaget kenapa gadis itu malah tak mendukung karakternya. Apakah gadis itu mendukung kekasihnya melakukan dengan dirinya yang sudah tak muda lagi?
"Gak usah malu Bu. Mas Petruk pasti tak keberatan. Enak loh Bu. Paling enak. Gak ada lain. Kontol bule aja kalah Bu." cecar Intan
*Glupp.. Bu Kades kembali menelan ludah
Tanpa menjawab, ia melepas pakaian mirip dress yg melekat pada tubuhnya yg agak gempal
"Truk. Maaf Ibu juga mau" ungkap Bu Kades mendekati kontol mengkilap karena lendir nikmat kegiatan sebelumnya.
Ia bengong melihat tubuh telanjang yg mirip tubuh Heni, hanya saja ini sedikit kendur. Buah dada besar menggantung menggoda. Petruk ingin memetik buah matang itu, tapi ia ingat -milik pak kades-
"Tapi Bu.." ucap Petruk saat Bu Kades sudah duduk di depan kontolnya.
"Udah gak usah takut. Ibu yg tanggung jawab" jawab Bu Kades tanpa memandang wajah lawan bicaranya. Ia teralihkan dari dunia karena kontol jumbo idaman wanita
"Issshhh ahhh..." desah Petruk yg sudah menikmati kepiawaian Bu Kades.
Jam terbang tak mengkhianati.
Desahan demi desahan Petruk keluarkan akibat stimulus dari Bu Kades
Hati menolak, tapi kontolnya sedang disiapkan untuk pertempuran oleh wanita yang ia tak pernah sangka akan melakukannya.
"Akhh Buu.." tanpa sadar Petruk mendesah saat lubang kencingnya dimainkan lidah Bu Kades
"Jam terbang emang gak pernah bohong ya Bu. Nikmati aja pelan-pelan kontol Mas Pet Bu. Saya gak ganggu kok" ujar Intan menonton aksi Bu Kades
"Petruk, kontolmu gurih banget. Ibu suka. Kalau tau enak gini, dah aku ambil kamu dari kecil Truk." ucap Bu Kades yg gemas dengan kontol hitam kekar Petruk
"Akhhh..." desah Petruk menikmati oral Bu Kades
Bu Kades yg tak sabar menikmati sodokan kontol jumbo akhirnya naik ke pangkuan Petruk. Disodorkannya susu kesayangan Pak Margo yang tak lain adalah suaminya. Bak gaung bersambut, Petruk menyambar puting kaku di gumpalan daging itu dengan mulutnya. Tangannya tak tinggal diam. Diremas dan dikenyotnya susu yg disajikan untuk dia seorang.
"Aduh Mas Pet, maaf ya susuku gak segede Heni apalagi Bu Kades. Jadi kehausan dari tadi" ucap Intan yg sedang bersandar sambil cekikian melihat Petruk nafsu dengan susu jumbo Bu Kades
Petruk yg mendengar itu sadar dan agak malu dengan kelakuannya.
Bu Kades tak peduli, ia sedang kesusahan memasukan kontol Petruk dari tadi. Petruk hanya fokus ke dadanya, tak peduli sama sekali!!!
"Truk, kontolmu gede banget. Susah masukinnya." ujar Bu Kades
Petruk ternyata pun tak sabar melihat Bu Kades hanya menggoyang2 tanpa menuntun kontolnya memakai tangan. Ia menahan nafas lalu menghentakan sekuat tenaga kontolnya ke atas sambil memegang pinggul Bu Kades.
"Aaaaaaaa" jerit Bu Kades sambil menengadahnya wajahnya ke atas.
Bu Kades kaget dan kesakitan mendapat serangan mendadak.
"Sakit banget ******!" teriak Bu Kades sambil mencakar lengan dan bahu Petruk.
Petruk pun meringis menahan perih akibat Bu Kades.
"Wuahhahahaaaaa.." tawa Intan karena ulah mereka berdua.
Intan ingat benar pertama kali merasakan kontol Petruk, ia juga diperlakukan sama. Sampai malam rasanya terasa mengganjal dan sedikit perih.
"Wahaahaa Mas Pet gemes banget itu Bu. Tanda Ibu bakal puas banget dipakai Mas Pet" ucap Intan yg puas tertawa
"Perih banget Mbak Intan. Serasa sobek memekku." keluh Bu Kades yg masih tersumpal kontol di selangkangannya
"Tenang aja Bu. Nanti juga enak. Tapi sayangnya pake kontol lain dah gak enak Bu. Wahahahaha" ledek Intan sekaligus curhat colongan.
"Maaf Truk. Kamu sih bikin kaget. Tapi enak banget ini, sesak dan ngeganjel sampe rahim" ujar Bu Kades sambil memeluk Petruk
Petruk yg sudah dicekoki racun pengetahuan oleh Intan tak terlalu berpikir macam-macam, seandainya itu dulu maka Petruk akan melepaskan kontolnya dan mungkin langsung bersujud meminta maaf.
Petruk yg sekarang malah nakal, tahu ia tak bisa memainkan susu Bu Kades. Ia malah meremasi pantat bahenol Bu Kades. Itu malah membuat Bu Kades semakin tegang dan membuat kontol Petruk tercekik di dalam sana.
"Enak banget memek Bu Kades, bisa mijit" ucap Petruk
Jam terbang tak mengkhianati.
Desahan demi desahan Petruk keluarkan akibat stimulus dari Bu Kades
Hati menolak, tapi kontolnya sedang disiapkan untuk pertempuran oleh wanita yang ia tak pernah sangka akan melakukannya.
"Akhh Buu.." tanpa sadar Petruk mendesah saat lubang kencingnya dimainkan lidah Bu Kades
"Jam terbang emang gak pernah bohong ya Bu. Nikmati aja pelan-pelan kontol Mas Pet Bu. Saya gak ganggu kok" ujar Intan menonton aksi Bu Kades
"Petruk, kontolmu gurih banget. Ibu suka. Kalau tau enak gini, dah aku ambil kamu dari kecil Truk." ucap Bu Kades yg gemas dengan kontol hitam kekar Petruk
"Akhhh..." desah Petruk menikmati oral Bu Kades
Bu Kades yg tak sabar menikmati sodokan kontol jumbo akhirnya naik ke pangkuan Petruk. Disodorkannya susu kesayangan Pak Margo yang tak lain adalah suaminya. Bak gaung bersambut, Petruk menyambar puting kaku di gumpalan daging itu dengan mulutnya. Tangannya tak tinggal diam. Diremas dan dikenyotnya susu yg disajikan untuk dia seorang.
"Aduh Mas Pet, maaf ya susuku gak segede Heni apalagi Bu Kades. Jadi kehausan dari tadi" ucap Intan yg sedang bersandar sambil cekikian melihat Petruk nafsu dengan susu jumbo Bu Kades
Petruk yg mendengar itu sadar dan agak malu dengan kelakuannya.
Bu Kades tak peduli, ia sedang kesusahan memasukan kontol Petruk dari tadi. Petruk hanya fokus ke dadanya, tak peduli sama sekali!!!
"Truk, kontolmu gede banget. Susah masukinnya." ujar Bu Kades
Petruk ternyata pun tak sabar melihat Bu Kades hanya menggoyang2 tanpa menuntun kontolnya memakai tangan. Ia menahan nafas lalu menghentakan sekuat tenaga kontolnya ke atas sambil memegang pinggul Bu Kades.
"Aaaaaaaa" jerit Bu Kades sambil menengadahnya wajahnya ke atas.
Bu Kades kaget dan kesakitan mendapat serangan mendadak.
"Sakit banget ******!" teriak Bu Kades sambil mencakar lengan dan bahu Petruk.
Petruk pun meringis menahan perih akibat Bu Kades.
"Wuahhahahaaaaa.." tawa Intan karena ulah mereka berdua.
Intan ingat benar pertama kali merasakan kontol Petruk, ia juga diperlakukan sama. Sampai malam rasanya terasa mengganjal dan sedikit perih.
"Wahaahaa Mas Pet gemes banget itu Bu. Tanda Ibu bakal puas banget dipakai Mas Pet" ucap Intan yg puas tertawa
"Perih banget Mbak Intan. Serasa sobek memekku." keluh Bu Kades yg masih tersumpal kontol di selangkangannya
"Tenang aja Bu. Nanti juga enak. Tapi sayangnya pake kontol lain dah gak enak Bu. Wahahahaha" ledek Intan sekaligus curhat colongan.
"Maaf Truk. Kamu sih bikin kaget. Tapi enak banget ini, sesak dan ngeganjel sampe rahim" ujar Bu Kades sambil memeluk Petruk
Petruk yg sudah dicekoki racun pengetahuan oleh Intan tak terlalu berpikir macam-macam, seandainya itu dulu maka Petruk akan melepaskan kontolnya dan mungkin langsung bersujud meminta maaf.
Petruk yg sekarang malah nakal, tahu ia tak bisa memainkan susu Bu Kades. Ia malah meremasi pantat bahenol Bu Kades. Itu malah membuat Bu Kades semakin tegang dan membuat kontol Petruk tercekik di dalam sana.
"Enak banget memek Bu Kades, bisa mijit" ucap Petruk
Bu Kades malu, padahal sudah sana sini mencoba kontol. Bahkan pernah digarap 2 orang sekaligus, depan belakang. Tapi baru ini memeknya serasa mau jebol hanya karena 1 kontol. Apalagi sang pemilik kontol memuji memek jalangnya.
*Kentongan emang beda. Bisa gawat kalau orang-orang tahu. Bisa gak kebagian lagi aku* batin Bu Kades yg sedang tersipu malu
"Wah ini sih Mas Pet bakal diambil Bu Kades. Aku gak kebagian lagi nih" ledek Intan pada keduanya
Mereka tak ada merespon, malah Bu Kades sedikit demi sedikit menggoyangkan pinggulnya. Sebagai bentuk terima kasih sudah memuji memek jalang miliknya, ia berniat memberikan Petruk pengalaman berharga. Terlebih jika nanti tak ada kesempatan lagi, ia berharap menanamkan ingatan spesial pada Petruk dengan servicenya.
"Akhhhh.. enak Buu" desah Petruk menikmati.
Ngentot!!!!!
Maaf saya bukan mengumpat. Itu adalah keseharianku sekarang. Rasanya aku terlena dengan nikmatnya. Apalagi sejak Mbak Intan mengajari tentang hubungan dan ikatan sesama manusia. Tak hanya jiwaku yang menikmati seperti apa yang ditanamkan Ni Darwati dan Ki Sentana tentang berbagi kebahagiaan. Sekarang tubuhku pun menikmati. Bahkan Mbak Intan berkata, aku tak salah jika menikmati kegiatan itu. Aku boleh mencari kenikmatan atas perbuatan yang selama ini adalah bentuk kasih sayang.
Pantas saja Mbak Intan sangat memburu perngentotan. Haha aku sudah fasih sekarang.
Bahkan dari siang, aku sedang ngentot!! Woo.. ini lah kenikmatan!! Aku bisa ngentot Bu Kades!! Gila... Wanita yang tak pernah berbicara denganku kini sedang aku tusuk dengan kontol!! Luar biasa sekarang hidupku. Semoga tak ada lagi Petruk dengan kemalangan seperti dulu.
**
"Truk, makasih ya. Gila baru kali ini aku dientot sampe mau pingsan. Lemas semua badanku. Puas banget." Bu Kades membuka suara.
"Saya yang terima kasih Bu. Seperti mimpi orang seperti saya bisa begini dengan Ibu." jawabku yg masih lelah dengan nafas mulai teratur
"Udah cabut dulu Truk, kejepit memek kalau keras lagi Ibu yg gak sanggup" saran Bu Kades
"Gila kan Bu? Kalau mau lagi besok kesini aja Bu. Aku kasih kesempatan lah. Asal jangan sebarin kabar disini ada kontol enak. Bisa gak kebagian kita. Hahaha" ujar Intan mendekati kami sembari membawa air minum
Aku pun duduk setelah mencabut kontolku setelah aku pakai untuk menusuk tubuh Bu Kades dengan gaya miring sampai tuntas, lalu membantu Bu Kades duduk bersadar.
Kami yg paham jika air minum diambil untuk kami, langsung meneguk air itu.
Air putih memang ajaib, ia seakan memulihkan stamina dari selsai bekerja keras. Ya bekerja keras, bekerja karena kontolku keras.
Sore itu kami mengobrol mengenai hubungan aku dan Mbak Intan. Sepertinya Bu Kades penasaran karena beliau tahunya Mbak Intan berhubungan dengan temannya yg dari kota juga, si Bagas itu.
Mbak Intan malah bercerita jika mereka sudah tak lagi berhubungan. Tapi cerita Mbak Intan sekarang kami ada hubungan spesial, bahkan Mbak Intan berniat membawaku pulang menemui orang tuanya.
Apa yang diceritakan Mbak Intan aku tahu jika dia berbohong. Tapi aku tak tahu alasannya.
Hari sudah hampir maghrib. Bu Kades merapihkan pakaiannya dan cuci muka sebelum pergi. Pesan terakhir dari Intan sambil menggoda Bu Kades malah membangkitkan kembali gairahku. Bagaimana tidak, ia tiba-tiba memperagakan aku kesetanan saat menggenjot memek Bu Kades dan menyuruh Bu Kades datang jika beliau merindukan kontolku.
Sungguh aku tak bisa menebak jalan pikiran Mbak Intan.
-*-*-
"Mas.. Mas suka yang susu besar ya?" tanya Intan saat kami sedang bermesraan santai di belakang rumah.
*Kentongan emang beda. Bisa gawat kalau orang-orang tahu. Bisa gak kebagian lagi aku* batin Bu Kades yg sedang tersipu malu
"Wah ini sih Mas Pet bakal diambil Bu Kades. Aku gak kebagian lagi nih" ledek Intan pada keduanya
Mereka tak ada merespon, malah Bu Kades sedikit demi sedikit menggoyangkan pinggulnya. Sebagai bentuk terima kasih sudah memuji memek jalang miliknya, ia berniat memberikan Petruk pengalaman berharga. Terlebih jika nanti tak ada kesempatan lagi, ia berharap menanamkan ingatan spesial pada Petruk dengan servicenya.
"Akhhhh.. enak Buu" desah Petruk menikmati.
Ngentot!!!!!
Maaf saya bukan mengumpat. Itu adalah keseharianku sekarang. Rasanya aku terlena dengan nikmatnya. Apalagi sejak Mbak Intan mengajari tentang hubungan dan ikatan sesama manusia. Tak hanya jiwaku yang menikmati seperti apa yang ditanamkan Ni Darwati dan Ki Sentana tentang berbagi kebahagiaan. Sekarang tubuhku pun menikmati. Bahkan Mbak Intan berkata, aku tak salah jika menikmati kegiatan itu. Aku boleh mencari kenikmatan atas perbuatan yang selama ini adalah bentuk kasih sayang.
Pantas saja Mbak Intan sangat memburu perngentotan. Haha aku sudah fasih sekarang.
Bahkan dari siang, aku sedang ngentot!! Woo.. ini lah kenikmatan!! Aku bisa ngentot Bu Kades!! Gila... Wanita yang tak pernah berbicara denganku kini sedang aku tusuk dengan kontol!! Luar biasa sekarang hidupku. Semoga tak ada lagi Petruk dengan kemalangan seperti dulu.
**
"Truk, makasih ya. Gila baru kali ini aku dientot sampe mau pingsan. Lemas semua badanku. Puas banget." Bu Kades membuka suara.
"Saya yang terima kasih Bu. Seperti mimpi orang seperti saya bisa begini dengan Ibu." jawabku yg masih lelah dengan nafas mulai teratur
"Udah cabut dulu Truk, kejepit memek kalau keras lagi Ibu yg gak sanggup" saran Bu Kades
"Gila kan Bu? Kalau mau lagi besok kesini aja Bu. Aku kasih kesempatan lah. Asal jangan sebarin kabar disini ada kontol enak. Bisa gak kebagian kita. Hahaha" ujar Intan mendekati kami sembari membawa air minum
Aku pun duduk setelah mencabut kontolku setelah aku pakai untuk menusuk tubuh Bu Kades dengan gaya miring sampai tuntas, lalu membantu Bu Kades duduk bersadar.
Kami yg paham jika air minum diambil untuk kami, langsung meneguk air itu.
Air putih memang ajaib, ia seakan memulihkan stamina dari selsai bekerja keras. Ya bekerja keras, bekerja karena kontolku keras.
Sore itu kami mengobrol mengenai hubungan aku dan Mbak Intan. Sepertinya Bu Kades penasaran karena beliau tahunya Mbak Intan berhubungan dengan temannya yg dari kota juga, si Bagas itu.
Mbak Intan malah bercerita jika mereka sudah tak lagi berhubungan. Tapi cerita Mbak Intan sekarang kami ada hubungan spesial, bahkan Mbak Intan berniat membawaku pulang menemui orang tuanya.
Apa yang diceritakan Mbak Intan aku tahu jika dia berbohong. Tapi aku tak tahu alasannya.
Hari sudah hampir maghrib. Bu Kades merapihkan pakaiannya dan cuci muka sebelum pergi. Pesan terakhir dari Intan sambil menggoda Bu Kades malah membangkitkan kembali gairahku. Bagaimana tidak, ia tiba-tiba memperagakan aku kesetanan saat menggenjot memek Bu Kades dan menyuruh Bu Kades datang jika beliau merindukan kontolku.
Sungguh aku tak bisa menebak jalan pikiran Mbak Intan.
-*-*-
"Mas.. Mas suka yang susu besar ya?" tanya Intan saat kami sedang bermesraan santai di belakang rumah.
"Gemas mbak. Mungkin karena aku gak punya" jawabku asal
Intan meraba dada bidangku, seolah tak percaya kalau aku tak punya susu besar. Tapi tangannya hinggap di putingku lalu ia mainkan jari telunjuknya disana.
"Mbak.. ehhmm.. geli Mbak" cegahku sambil menjauhkan tangan Intan
"Geli atau nafsu Mas?" tanya Intan cengengesan
"Udah Mbak ah.. emang Mbak belum puas?" tanyaku balik
"Kali aja Mas pengen, lalu aku diperkosa" ujar Intan
"Gak lah Mbak. Aku gak mau maksa" balasku
"Aku diperkosa Mas Pet juga gak terpaksa" ia kembali cengengesan tak jelas
Aku kecup keningnya
Ia tersipu.
"Awas nanti cinta!" ledek Intan
"Orang kampung gak boleh jatuh cinta kah Mbak?" tanyaku serius
"Udah ah Mas, kok jadi gini. Kalau Mas sih, jangankan jatuh cinta. Ngajak bercinta tiap hari juga pasti ada yg ngelayani" jawab Intan sembari bersandar dan duduk di pangkuanku
"Mas besok aku ada kegiatan. Gak bisa masakin. Apa nanti aku minta tolong Bu Kades masakin Mas?" ujar Intan
"Kamu mau minta Bu Kades masakin apa mau minta Bu Kades nyusuin? Gak usah masak. Aku biasa makan singkong cukup kok." jawabku
"Hmm gitu. Kan calon istri, ya perhatian lah Mas"
"Siapa calon istri? Bukannya Mbak Intan udah gak ada hubungan dengan kekasihmu itu Mbak?" tanyaku yg sebenarnya paham arah kata-kata Intan
"Ah gausah bahas. Yuk masuk" Intan seperti merajuk
Ia pun masuk kamar, tak menungguku yg mengunci pintu dan mematikan penerangan tak terpakai.
Setelah selesai mengecek pintu dan jendela, aku pun masuk kamar.
Sambutan Intan diluar dugaan, tadi ia merajuk karena membahas si Bagas
"Mas mau.." goda Intan yg sedang duduk ditepian ranjang dengan bertelanjang dan kaki mengangkang
Aku tepukau karena didukung cahaya remang dari pelita, Intan terlihat semakin menggoda.
Saat aku mendekat, ia menurunkan kakinya. Lalu ia lucuti kainku yang memang hanya celana saja. Intan menarikku agar berbaring. Malam itu aku merasakan kasih sayang, iya kasih sayang dari Intan. Bukan sekedar kegiatan ngentot seperti yg Intan ajarkan. Sentuhan wanita lembut seperti dengan Ibu saat pertama kali kami berhubungan.
Apakah ini jawaban Intan??
****
Pagi yg cerah meski masih sedikit gelap. Aku pun menyambut dengan hati bahagia. Semua karena Intan. Wanita telanjang yg tadi masih mengarungi mimpinya di sisiku.
Andai Intan tak bilang kalau hari ini ia ada kegiatan, aku pasti akan meminta kenikmatan semalam agar diulang.
Aku pun mandi lalu kembali ke kamar untuk membangunkan putri tidurku. Ku kecup keningnya, ku belai wajah cantiknya. Mungkin ia terganggu karena dingin tanganku yg baru saja mandi.
"Masih gelap Mas. Mas udah mandi?" tanya Intan
"Udah, aku mau kerja Mbak. Mbak kan ada kegiatan." aku berusaha mengingatkannya
"Iya.. " ia bangkit dengan masih malas
Cantik! Bangun tidur saja cantik!!
Sialan.. kenapa aku ini? Apa aku boleh berhayal sebagai suami Intan? Sanghyang Taya mohon bimbinganmu.
Aku pun memulai kegiatanku sehari-hari. Bukan ngentot, bukan. Seperti biasa, bekerja.
Saat sedang membersihkan kandang kambing, Intan mendekatiku untuk berpamitan. Kami berciuman, rasanya sentuhan bibirnya sangat tulus.
"Udah ah.. bau kambing!" ucap Intan lalu menjulurkan lidahnya.
"Udah ada nasi. Mas tinggal cari lauk. cari sendiri apa mau daging kenyal Bu Kades Mas?" tanya Intan lalu tertawa
"Hmm" jawabku
*****
Serperti biasa, aku pulang saat matahari sudah sangat terik. Aku pulang sambil menggiring kambing-kambing pulang. Lalu aku ikat di pohon melinjo belakang rumah.
Rumah terlihat sepi, pintu pun masih terkunci. Artinya Intan belum kembali. Mungkin sibuk.
Intan meraba dada bidangku, seolah tak percaya kalau aku tak punya susu besar. Tapi tangannya hinggap di putingku lalu ia mainkan jari telunjuknya disana.
"Mbak.. ehhmm.. geli Mbak" cegahku sambil menjauhkan tangan Intan
"Geli atau nafsu Mas?" tanya Intan cengengesan
"Udah Mbak ah.. emang Mbak belum puas?" tanyaku balik
"Kali aja Mas pengen, lalu aku diperkosa" ujar Intan
"Gak lah Mbak. Aku gak mau maksa" balasku
"Aku diperkosa Mas Pet juga gak terpaksa" ia kembali cengengesan tak jelas
Aku kecup keningnya
Ia tersipu.
"Awas nanti cinta!" ledek Intan
"Orang kampung gak boleh jatuh cinta kah Mbak?" tanyaku serius
"Udah ah Mas, kok jadi gini. Kalau Mas sih, jangankan jatuh cinta. Ngajak bercinta tiap hari juga pasti ada yg ngelayani" jawab Intan sembari bersandar dan duduk di pangkuanku
"Mas besok aku ada kegiatan. Gak bisa masakin. Apa nanti aku minta tolong Bu Kades masakin Mas?" ujar Intan
"Kamu mau minta Bu Kades masakin apa mau minta Bu Kades nyusuin? Gak usah masak. Aku biasa makan singkong cukup kok." jawabku
"Hmm gitu. Kan calon istri, ya perhatian lah Mas"
"Siapa calon istri? Bukannya Mbak Intan udah gak ada hubungan dengan kekasihmu itu Mbak?" tanyaku yg sebenarnya paham arah kata-kata Intan
"Ah gausah bahas. Yuk masuk" Intan seperti merajuk
Ia pun masuk kamar, tak menungguku yg mengunci pintu dan mematikan penerangan tak terpakai.
Setelah selesai mengecek pintu dan jendela, aku pun masuk kamar.
Sambutan Intan diluar dugaan, tadi ia merajuk karena membahas si Bagas
"Mas mau.." goda Intan yg sedang duduk ditepian ranjang dengan bertelanjang dan kaki mengangkang
Aku tepukau karena didukung cahaya remang dari pelita, Intan terlihat semakin menggoda.
Saat aku mendekat, ia menurunkan kakinya. Lalu ia lucuti kainku yang memang hanya celana saja. Intan menarikku agar berbaring. Malam itu aku merasakan kasih sayang, iya kasih sayang dari Intan. Bukan sekedar kegiatan ngentot seperti yg Intan ajarkan. Sentuhan wanita lembut seperti dengan Ibu saat pertama kali kami berhubungan.
Apakah ini jawaban Intan??
****
Pagi yg cerah meski masih sedikit gelap. Aku pun menyambut dengan hati bahagia. Semua karena Intan. Wanita telanjang yg tadi masih mengarungi mimpinya di sisiku.
Andai Intan tak bilang kalau hari ini ia ada kegiatan, aku pasti akan meminta kenikmatan semalam agar diulang.
Aku pun mandi lalu kembali ke kamar untuk membangunkan putri tidurku. Ku kecup keningnya, ku belai wajah cantiknya. Mungkin ia terganggu karena dingin tanganku yg baru saja mandi.
"Masih gelap Mas. Mas udah mandi?" tanya Intan
"Udah, aku mau kerja Mbak. Mbak kan ada kegiatan." aku berusaha mengingatkannya
"Iya.. " ia bangkit dengan masih malas
Cantik! Bangun tidur saja cantik!!
Sialan.. kenapa aku ini? Apa aku boleh berhayal sebagai suami Intan? Sanghyang Taya mohon bimbinganmu.
Aku pun memulai kegiatanku sehari-hari. Bukan ngentot, bukan. Seperti biasa, bekerja.
Saat sedang membersihkan kandang kambing, Intan mendekatiku untuk berpamitan. Kami berciuman, rasanya sentuhan bibirnya sangat tulus.
"Udah ah.. bau kambing!" ucap Intan lalu menjulurkan lidahnya.
"Udah ada nasi. Mas tinggal cari lauk. cari sendiri apa mau daging kenyal Bu Kades Mas?" tanya Intan lalu tertawa
"Hmm" jawabku
*****
Serperti biasa, aku pulang saat matahari sudah sangat terik. Aku pulang sambil menggiring kambing-kambing pulang. Lalu aku ikat di pohon melinjo belakang rumah.
Rumah terlihat sepi, pintu pun masih terkunci. Artinya Intan belum kembali. Mungkin sibuk.
Seperti biasa aku mandi lalu masuk rumah saat aku sudah bersih
Di ruang tengah, aku melihat bayang manusia di luar pintu. Aku tanpa takut, langsung saja aku buka pintunya sampai mengagetkan yang ada diluar.
"Eh Truk. Baru pulang ya. Maaf ganggu, ini ada lauk. Kata Mbak Intan kamu ada nasi tapi belum ada lauk." ucap wanita itu sambil tersipu memandang tubuhku
"Oh iya Bu. Silahkan masuk, biar saya salin dulu rantangnya" jawabku
"Iya" wanita itu seperti sungkan terhadapku. Kenapa dia? Bukankah harusnya aku yang tak nyaman karena diberi lauk dan sayur? Apalagi ia istri Pak Kades.
"Silahkan duduk Bu. Saya salin dulu rantangnya" ucapku
Aku pun ke belakang untuk mengganti wadah makanan yang beliau bawa. Sekalian juga aku cuci sebagai ungkapan terima kasih ku.
Saat selesai dan aku kembali ke ruang tengah, aku sedikit kaget karena disana terlihat tak wajar.
Ya.. kondisi pintu sudah tertutup rapat kembali, sedangkan Bu Kades hanya memakai pakaian dalam.
*Ngasih lauk apa mau ngentot?* pikirku
"Maaf Truk. Ibu kangen banget sama kamu. Tadi Ibu tanya dan izin sama Mbak Intan buat kesini. Katanya boleh asal sambil bawa lauk." ungkapnya
*Intan berulah.." batinku
Tanpa babibu seperti kemarin, kini aku yg memulai. Daging besar di dada bu kades yg masih terbungkus itu mengintip seakan ingin dikenyot!!
Tak pakai permisi aku terkam daging kenyal itu.
"Aduh pelan aja sayang, aku gak kemana-mana kok" ucap Bu Kades
Tak ku jawab, yg ada malah aku meremas dan menjilati bagian atas dan belahan dada miliknya.
"Akhh bener kata Mbak Intan, kamu emang suka susu ya sayang. Nikmati sayang, gak ada yg larang kok.. ehmmm"
Sedang asik mengenyot susu yg berukuran seperti kelapa, aku merasa perutku diraba. Sepertinya Bu Kades juga tak sabar.
"Ketagihan kontolku ya Bu?" ucapku yg beranjak lalu melepas celanaku sendiri
Seperti kucing melihat ikan, ia pun menyambut kontolku yg baru saja terbebas dari belenggu.
Slep.. slurrpp
"Akhhh enak Buuu" aku terkejut karena hisapan tiba2 Bu Kades
Beliau hisap kuat, kadang ia jilati semua permukaan kontolku. Bahkan sampai biji kemenyanpun ia bersihkan memakai oralnya.
"Akhh enak banget Bu.. ohh"
"Iya sayang, sampe keras banget kayak besi" jawab Bu Kades yg masih memainkan kontolku
Aku yg berdiri dan Bu Kades yg duduk di bangku panjang ruang tengah mengeluarkan desahan dan racauan akibat perbuatan kami. Kami sudah tak peduli, lagi pula jika ada yang memergoki kami, paling mereka juga mau bergabung. Aku sungguh beruntung tinggal di desa ini. Orang yang membuat tradisi ini patut disembah!!
"Sayang coba maju mundurin ya" ucap Bu Kades.
Empuk!
Ternyata kontolku dijepit susu besar miliknya, sedangkan bibir Bu Kades terbuka menanti kontolku jika aku dorong.
Ilmu baru!
Aku pun tak mempertanyakannya, aku ingin membuktikan langsung. Maka aku gerakan perlahan. Wow.. seperti memek! Bahkan saat kepala kontolku masuk mulut Bu Kades sangat nikmat!!
Aku pun terus gerakan pinggulku mengentot susu besar Bu Kades. Ohh mantap banget!!!
"Sayang, memek aku juga mau!" ujar Bu Kades
Sialan. Hampir lupa dengan memek!
"Dobrak seperti kemarin sayang! Aku rindu perkasanya kamu" manja Bu Kades yg memposisikan memeknya untuk aku nikmati
Wah kemarin kena cakar, sekarang malah disuruh hajar. Bu Kades memang sumber kenikmatan yg binal.
Aku pun menempelkan kepala kontolku di depan pintu kenikmatan. Tak pakai rasa kasihan atau kemesraan, karena kami sedang ngentot! Bukan bercinta..
Heghhh - Plakk
Suara hentakan kontolku menghantam memek Bu Kades berbarengan dengan suara Bu Kades menahan hujamanku pada memeknya.
"Akhh enak sayang. Rasanya pengen tiap hari kena tusuk kontolmu"
"Nanti sobek Bu. Pak Kades ga mau ngentotin Ibu!"
"Hah semalam juga dia udah ngeluh memekku longgar. Aku mana peduli. Lagian dia ngeluh longgar tapi masih aja bisa pake. Kontolnya emang maruk, longgar aja diempat apalagi rapet kayak memek kota itu. Udah sayang ayok hajar memek kampung yg sundal ini. Sesuka kamu sayang. Akhh" ucap Bu Kades yg sedang menggoyangkan pinggulnya sendiri karena aku hanya dia membenamkan kontolku disana.
Di ruang tengah, aku melihat bayang manusia di luar pintu. Aku tanpa takut, langsung saja aku buka pintunya sampai mengagetkan yang ada diluar.
"Eh Truk. Baru pulang ya. Maaf ganggu, ini ada lauk. Kata Mbak Intan kamu ada nasi tapi belum ada lauk." ucap wanita itu sambil tersipu memandang tubuhku
"Oh iya Bu. Silahkan masuk, biar saya salin dulu rantangnya" jawabku
"Iya" wanita itu seperti sungkan terhadapku. Kenapa dia? Bukankah harusnya aku yang tak nyaman karena diberi lauk dan sayur? Apalagi ia istri Pak Kades.
"Silahkan duduk Bu. Saya salin dulu rantangnya" ucapku
Aku pun ke belakang untuk mengganti wadah makanan yang beliau bawa. Sekalian juga aku cuci sebagai ungkapan terima kasih ku.
Saat selesai dan aku kembali ke ruang tengah, aku sedikit kaget karena disana terlihat tak wajar.
Ya.. kondisi pintu sudah tertutup rapat kembali, sedangkan Bu Kades hanya memakai pakaian dalam.
*Ngasih lauk apa mau ngentot?* pikirku
"Maaf Truk. Ibu kangen banget sama kamu. Tadi Ibu tanya dan izin sama Mbak Intan buat kesini. Katanya boleh asal sambil bawa lauk." ungkapnya
*Intan berulah.." batinku
Tanpa babibu seperti kemarin, kini aku yg memulai. Daging besar di dada bu kades yg masih terbungkus itu mengintip seakan ingin dikenyot!!
Tak pakai permisi aku terkam daging kenyal itu.
"Aduh pelan aja sayang, aku gak kemana-mana kok" ucap Bu Kades
Tak ku jawab, yg ada malah aku meremas dan menjilati bagian atas dan belahan dada miliknya.
"Akhh bener kata Mbak Intan, kamu emang suka susu ya sayang. Nikmati sayang, gak ada yg larang kok.. ehmmm"
Sedang asik mengenyot susu yg berukuran seperti kelapa, aku merasa perutku diraba. Sepertinya Bu Kades juga tak sabar.
"Ketagihan kontolku ya Bu?" ucapku yg beranjak lalu melepas celanaku sendiri
Seperti kucing melihat ikan, ia pun menyambut kontolku yg baru saja terbebas dari belenggu.
Slep.. slurrpp
"Akhhh enak Buuu" aku terkejut karena hisapan tiba2 Bu Kades
Beliau hisap kuat, kadang ia jilati semua permukaan kontolku. Bahkan sampai biji kemenyanpun ia bersihkan memakai oralnya.
"Akhh enak banget Bu.. ohh"
"Iya sayang, sampe keras banget kayak besi" jawab Bu Kades yg masih memainkan kontolku
Aku yg berdiri dan Bu Kades yg duduk di bangku panjang ruang tengah mengeluarkan desahan dan racauan akibat perbuatan kami. Kami sudah tak peduli, lagi pula jika ada yang memergoki kami, paling mereka juga mau bergabung. Aku sungguh beruntung tinggal di desa ini. Orang yang membuat tradisi ini patut disembah!!
"Sayang coba maju mundurin ya" ucap Bu Kades.
Empuk!
Ternyata kontolku dijepit susu besar miliknya, sedangkan bibir Bu Kades terbuka menanti kontolku jika aku dorong.
Ilmu baru!
Aku pun tak mempertanyakannya, aku ingin membuktikan langsung. Maka aku gerakan perlahan. Wow.. seperti memek! Bahkan saat kepala kontolku masuk mulut Bu Kades sangat nikmat!!
Aku pun terus gerakan pinggulku mengentot susu besar Bu Kades. Ohh mantap banget!!!
"Sayang, memek aku juga mau!" ujar Bu Kades
Sialan. Hampir lupa dengan memek!
"Dobrak seperti kemarin sayang! Aku rindu perkasanya kamu" manja Bu Kades yg memposisikan memeknya untuk aku nikmati
Wah kemarin kena cakar, sekarang malah disuruh hajar. Bu Kades memang sumber kenikmatan yg binal.
Aku pun menempelkan kepala kontolku di depan pintu kenikmatan. Tak pakai rasa kasihan atau kemesraan, karena kami sedang ngentot! Bukan bercinta..
Heghhh - Plakk
Suara hentakan kontolku menghantam memek Bu Kades berbarengan dengan suara Bu Kades menahan hujamanku pada memeknya.
"Akhh enak sayang. Rasanya pengen tiap hari kena tusuk kontolmu"
"Nanti sobek Bu. Pak Kades ga mau ngentotin Ibu!"
"Hah semalam juga dia udah ngeluh memekku longgar. Aku mana peduli. Lagian dia ngeluh longgar tapi masih aja bisa pake. Kontolnya emang maruk, longgar aja diempat apalagi rapet kayak memek kota itu. Udah sayang ayok hajar memek kampung yg sundal ini. Sesuka kamu sayang. Akhh" ucap Bu Kades yg sedang menggoyangkan pinggulnya sendiri karena aku hanya dia membenamkan kontolku disana.
Aku pun tersenyum mendapat sinyal kebebasan. Aku perlahan mulai bergerak dan sedikit demi sedikit menaikan kecepatan.
Aku sendiri heran kenapa aku sangat suka kasar seperti ini. Padahal aku selama ini bermain lembut.
****
Sore telah tiba. Aku sedang bersantai disamping Bu Kades yg tertidur. Entah berapa kali memeknya sangat terasa membasahi dan memijat kontolku di dalam sana. Yg jelas dia sangat puas dan tentu saja lemas.
Sayup terdengar suara wanita yg bersenandung. Ia masuk dari pintu belakang.
Ya sudah pasti, Intan. Wanita yang meracuni Bu Kades! Sialan, aku baru sadar jika aku sekarang seperti pemuas mereka. Ah terserah saja, aku juga menikmati!!
****
Hari-hari aku lalui seperti biasa. Selama Romo dan Ibu pergi, tentu saja Intan yg menemaniku. Bu Kades? Tentu saja beliau rajin menengokku. Ya menengokku, karena ternyata ia awalnya disuruh suaminya yg dipasrahi mengawasi rumah dan aku. Katanya Romo menitipkan pesan agar menjagaku, takut aku sakit atau kesusahan karena ditinggal mereka seminggu.
Terima kasih Romo!
Hari ini kemungkinan hari terakhir, mereka seharusnya pulang dan besok sudah sampai dirumah.
Bu Kades membersihkan rumah, karena banyak airku tumpah tak kuat ditampung memek mereka. Daripada jadi masalah, ia berinisiatif membersihkan. Padahal pasti ia lelah karena seharian ini aku tidak bekerja. Rumput juga aku tak cari. Dari kemarin beliau berpesan agar aku tak kemana-mana sejak pagi. Rupanya ia mau ambil jatah pagi dan membersihkan rumah setelahnya.
Sedangkan Intan, ia pergi karena ada kegiatan. Ia pamit saat kami sedang asik memacu birahi di kamarku. Ranjang bulan madu aku dan Intan, ia pinjamkan pada Bu Kades.
"Truk, sudah ibu bersihkan semua ya. Makanan juga sudah ibu masakan"
"Semoga gak ketahuan, aku gak enak dengan Mbakyu Darwati dan Kakang Sentana. Mereka sudah sangat baik pada kami. Tapi aku bakal rindu kontol jumbomu ini Truk" sambung Bu Kades sambil meraba kontolku
"Terima kasih Bu, pasti aku rahasiakan Bu. Ibu tenang saja. Aku juga bakal rindu dengan susu Ibu" jawabku sambil meremas susu monster itu
"Udah ah.. nanti pengen lagi. Repot nanti" ucap Bu Kades
"Aku pamit ya Truk. Makasih buat semuanya." sambil mengecup bibirku
"Terima kasih juga Bu" balasku yg mengantar kepergian Bu Kades hanya dengan memandang saja di bangku belakang rumah.
***
Matahari sudah mulai condong ke barat. Mbak Intan juga sudah pulang dari aktivitasnya. Ia sedang makan masakan Bu Kades. Sepertinya ia sambil mengerjakan sesuatu di komputer lipatnya, laptop kalau tak salah namanya. Benda mewah yg aneh bagiku.
"Masss!!" panggil Intan dari dalam rumah
Aku pun bergegas masuk karena tak biasanya ia memanggil dengan teriak.
"Ada apa Mbak?" tanyaku yg malah kecewa karena tak terjadi sesuatu. Sungguh, aku sempat khawatir tadi.
"Sini cepet!" panggilnya lagi
Aku pun segera duduk di sebelahnya
Astaga dia sedang menonton orang ngentot ternyata. Pantas daritadi tak beranjak dari depan laptopnya.
Di layar terpampang seorang pria hitam sepertiku, denga kontolnya ia menggarap semua wanita disana. Dari yg tua sampai yg terlihat muda. Bahkan yang muda itu tertidur atau pingsan.
"Gila gak mas? Ini ceritanya anak angkat ngentotin semua keluarganya. Nenek emak kakak dan adiknya semua dia genjot. Adiknya sampe pingsan tuh. Bagus banget kan?" ucap Intan antusias
"Mas bikin aku pingsan kayak gitu dong. Pasti enak banget itu sampe pingsan" kata Intan sambil meraba pangkal pahaku
Aku pun sebenarnya tertarik. Aku mau kasari dia seperti pertama kami pertama bertemu.
Tak seperti permainan biasanya, kali ini aku pun merespon sama binalnya dengan Intan. Persis seperti kucing yg saling bertarung, bedanya kami saling memburu kenikmatan bukan saling menyakiti.
Aku sendiri heran kenapa aku sangat suka kasar seperti ini. Padahal aku selama ini bermain lembut.
****
Sore telah tiba. Aku sedang bersantai disamping Bu Kades yg tertidur. Entah berapa kali memeknya sangat terasa membasahi dan memijat kontolku di dalam sana. Yg jelas dia sangat puas dan tentu saja lemas.
Sayup terdengar suara wanita yg bersenandung. Ia masuk dari pintu belakang.
Ya sudah pasti, Intan. Wanita yang meracuni Bu Kades! Sialan, aku baru sadar jika aku sekarang seperti pemuas mereka. Ah terserah saja, aku juga menikmati!!
****
Hari-hari aku lalui seperti biasa. Selama Romo dan Ibu pergi, tentu saja Intan yg menemaniku. Bu Kades? Tentu saja beliau rajin menengokku. Ya menengokku, karena ternyata ia awalnya disuruh suaminya yg dipasrahi mengawasi rumah dan aku. Katanya Romo menitipkan pesan agar menjagaku, takut aku sakit atau kesusahan karena ditinggal mereka seminggu.
Terima kasih Romo!
Hari ini kemungkinan hari terakhir, mereka seharusnya pulang dan besok sudah sampai dirumah.
Bu Kades membersihkan rumah, karena banyak airku tumpah tak kuat ditampung memek mereka. Daripada jadi masalah, ia berinisiatif membersihkan. Padahal pasti ia lelah karena seharian ini aku tidak bekerja. Rumput juga aku tak cari. Dari kemarin beliau berpesan agar aku tak kemana-mana sejak pagi. Rupanya ia mau ambil jatah pagi dan membersihkan rumah setelahnya.
Sedangkan Intan, ia pergi karena ada kegiatan. Ia pamit saat kami sedang asik memacu birahi di kamarku. Ranjang bulan madu aku dan Intan, ia pinjamkan pada Bu Kades.
"Truk, sudah ibu bersihkan semua ya. Makanan juga sudah ibu masakan"
"Semoga gak ketahuan, aku gak enak dengan Mbakyu Darwati dan Kakang Sentana. Mereka sudah sangat baik pada kami. Tapi aku bakal rindu kontol jumbomu ini Truk" sambung Bu Kades sambil meraba kontolku
"Terima kasih Bu, pasti aku rahasiakan Bu. Ibu tenang saja. Aku juga bakal rindu dengan susu Ibu" jawabku sambil meremas susu monster itu
"Udah ah.. nanti pengen lagi. Repot nanti" ucap Bu Kades
"Aku pamit ya Truk. Makasih buat semuanya." sambil mengecup bibirku
"Terima kasih juga Bu" balasku yg mengantar kepergian Bu Kades hanya dengan memandang saja di bangku belakang rumah.
***
Matahari sudah mulai condong ke barat. Mbak Intan juga sudah pulang dari aktivitasnya. Ia sedang makan masakan Bu Kades. Sepertinya ia sambil mengerjakan sesuatu di komputer lipatnya, laptop kalau tak salah namanya. Benda mewah yg aneh bagiku.
"Masss!!" panggil Intan dari dalam rumah
Aku pun bergegas masuk karena tak biasanya ia memanggil dengan teriak.
"Ada apa Mbak?" tanyaku yg malah kecewa karena tak terjadi sesuatu. Sungguh, aku sempat khawatir tadi.
"Sini cepet!" panggilnya lagi
Aku pun segera duduk di sebelahnya
Astaga dia sedang menonton orang ngentot ternyata. Pantas daritadi tak beranjak dari depan laptopnya.
Di layar terpampang seorang pria hitam sepertiku, denga kontolnya ia menggarap semua wanita disana. Dari yg tua sampai yg terlihat muda. Bahkan yang muda itu tertidur atau pingsan.
"Gila gak mas? Ini ceritanya anak angkat ngentotin semua keluarganya. Nenek emak kakak dan adiknya semua dia genjot. Adiknya sampe pingsan tuh. Bagus banget kan?" ucap Intan antusias
"Mas bikin aku pingsan kayak gitu dong. Pasti enak banget itu sampe pingsan" kata Intan sambil meraba pangkal pahaku
Aku pun sebenarnya tertarik. Aku mau kasari dia seperti pertama kami pertama bertemu.
Tak seperti permainan biasanya, kali ini aku pun merespon sama binalnya dengan Intan. Persis seperti kucing yg saling bertarung, bedanya kami saling memburu kenikmatan bukan saling menyakiti.
Kami sampai berpindah ke kamar karena merasa bangku di ruang tengah terlalu sempit.
Ia merintih sampai terkadang teriak, khususnya saat aku menarik kontolku sampai keluar dan hanya menempel lalu memasukan lagi dengan kasar.
"Akhhh!!!"
Aku sering ulangi gerakan itu karena sangat menyukai ekspresi Intan yang puas dan kaget mendapat hujaman kasar kontolku
Sampai hari hampir gelap, ia sudah tak lagi mampu berteriak. Aku pun masih dengan sekuat tenaga mengayuh untuk mengejar kenikmatan.
"Okhhhh Mbakkk" erangku saat aku menembakkan peluru nikmat
Terlihat intan hanya mendesah lemas sambil bola matanya terlihat memutar ke belakang menampakan putihnya saja. Ia sepertinya juga sangat menikmati permainan kami.
***
Di jendela terlihat langit sudah berwarna kemerahan, tanda tak lama lagi akan gelap. Aku pun keluar dari kamar membawa kain untuk mandi. Tapi aneh... Kenapa lampu ruang tengah sudah menyala?
Aku pun penasaran dan mencari tahu dengan berjalan ke arah ruang tamu.
"Romo Ibu!!!" kagetku
Terlihat mereka memandangku yg masih bertelanjang sambil membawa kain untuk mandi.
"Enak Le?" tanya Romo dengan nada datar serta sorot mata tajam.
Cakra Manggilingan
Penyesalan membuat kita tak bersyukur dengan keadaan sekarang. Membuat kita terbelenggu dengan khayalan masa lalu.
Andai aku begini. Andai aku begitu. Tak ada habisnya jika terus menyesal. Yang diraih hanyalah ketidakbahagiaan.
Begitu juga dengan perbuatanku dengan Mbak Intan. Aku tak menyesalinya meski jelas tertangkap basah oleh Romo dan Ibu.
"Jadi ini yang kamu lakukan selama kami pergi Le? Orang kota kah?" tanya Romo
Aku yang masih berdiri hanya menunduk sambil menutupi selangkanganku dengan kain yg kubawa.
"Maaf Romo" ucapku
"Mandi lah. Setelah itu kita bicarakan" ujar Romo
Aku pun bergegas mandi.
Apapun yang aku lakukan aku harus bertanggung jawab. Apapun nanti keputusan Romo. Lagi pula aku tak akan berpikiran buruk pada mereka yang telah memperlakukanku dengan baik.
Romo dan Ibu masih duduk di ruang tamu. Sedangkan Intan masih tertidur karena kelelahan. Aku seusai memakai baju langsung menghadap Romo dan Ibu.
"Siapa wanita itu? Kenapa kamu bawa dia ke rumah ini?" tanya Romo
"Namanya Intan, Rom, kami saling suka Romo" jawabku. Ya memang kan? Mbak Intan sering bilang dia sayang padaku dan mau ajak aku meminta restu dengan orang tuanya di kota.
"Hmm bukannya kamu paksa untuk melayani mu?" selidik Romo
"Bukan Romo, dia kesini atas kemauan sendiri. Pindah karena bilang mau dekat saya terus." jawabku
"Begini Le.. Romo mau cerita masa lalu. Sekarang jadi aib desa kita. Bukan hanya aib Romo" ucap Romo
**Masa Lalu**
Desa Wanapurwa memang dari masa kerajaan sangat terpencil. Ini karena masyarakatnya merupakan pindahan dari beberapa tempat berbeda yang memiliki alasan yang sama. Yaitu ingin memegang teguh kepercayaan dan budaya. Meski banyak yg masuk untuk membawa budaya baru, paling hanya diambil yang menurut mereka belum ada di budaya mereka sendiri tanpa meninggalkan budaya asli. Untuk agama sendiri pun mereka berbeda, tidak ada masuk dalam 6 agama yang sekarang ada. Mereka masih menganut kepercayaan kuno, dewa hindu pun hanya mereka anggap perwujudan dari Tuhan mereka saat Hindu masuk. Begitu juga sekarang, dipaksa masuk ke agama yang memiliki 1 Tuhan sesuai kepercayaan mereka sebagai syarat admistrasi.
Para tokoh adat dan ibadat di desa masih terus melestarikan budaya agar tak luntur.
Alkohol secara berlebihan, prostitusi dan judi sebenarnya dilarang oleh adat. Tapi banyak pemuda yang diam-diam membuat alkohol sendiri dan aktif dalam judi tertama sabung ayam.
Mereka yang seperti itu akan dihukum dengan bekerja untuk desa tanpa bayaran dalam jangka waktu yang ditentukan oleh dewan adat dan ibadat.
Karena keunikan ini lah yang menyebabkan desa itu jadi tujuan KKN para mahasiswa. Mereka ingin meninggalkan karya bagi masyarakat yang punya dedikasi tinggi dalam memegang teguh adat istiadat.
Sayangnya, suatu ketika ada anak muda yang merupakan anak dewan adat melanggar aturan-aturan adat. Namun karena dia anak dewan adat, bahkan anak ketua dewa adat maka ia selalu dapat keringanan tak seperti teman-temannya. Pemuda itu tak lain adalah Arya Sentana. Ya dia anak kepala desa kala itu jika dilihat dari administrasi pemerintahan yang sesuai peraturan negara.
Ia merintih sampai terkadang teriak, khususnya saat aku menarik kontolku sampai keluar dan hanya menempel lalu memasukan lagi dengan kasar.
"Akhhh!!!"
Aku sering ulangi gerakan itu karena sangat menyukai ekspresi Intan yang puas dan kaget mendapat hujaman kasar kontolku
Sampai hari hampir gelap, ia sudah tak lagi mampu berteriak. Aku pun masih dengan sekuat tenaga mengayuh untuk mengejar kenikmatan.
"Okhhhh Mbakkk" erangku saat aku menembakkan peluru nikmat
Terlihat intan hanya mendesah lemas sambil bola matanya terlihat memutar ke belakang menampakan putihnya saja. Ia sepertinya juga sangat menikmati permainan kami.
***
Di jendela terlihat langit sudah berwarna kemerahan, tanda tak lama lagi akan gelap. Aku pun keluar dari kamar membawa kain untuk mandi. Tapi aneh... Kenapa lampu ruang tengah sudah menyala?
Aku pun penasaran dan mencari tahu dengan berjalan ke arah ruang tamu.
"Romo Ibu!!!" kagetku
Terlihat mereka memandangku yg masih bertelanjang sambil membawa kain untuk mandi.
"Enak Le?" tanya Romo dengan nada datar serta sorot mata tajam.
Cakra Manggilingan
Penyesalan membuat kita tak bersyukur dengan keadaan sekarang. Membuat kita terbelenggu dengan khayalan masa lalu.
Andai aku begini. Andai aku begitu. Tak ada habisnya jika terus menyesal. Yang diraih hanyalah ketidakbahagiaan.
Begitu juga dengan perbuatanku dengan Mbak Intan. Aku tak menyesalinya meski jelas tertangkap basah oleh Romo dan Ibu.
"Jadi ini yang kamu lakukan selama kami pergi Le? Orang kota kah?" tanya Romo
Aku yang masih berdiri hanya menunduk sambil menutupi selangkanganku dengan kain yg kubawa.
"Maaf Romo" ucapku
"Mandi lah. Setelah itu kita bicarakan" ujar Romo
Aku pun bergegas mandi.
Apapun yang aku lakukan aku harus bertanggung jawab. Apapun nanti keputusan Romo. Lagi pula aku tak akan berpikiran buruk pada mereka yang telah memperlakukanku dengan baik.
Romo dan Ibu masih duduk di ruang tamu. Sedangkan Intan masih tertidur karena kelelahan. Aku seusai memakai baju langsung menghadap Romo dan Ibu.
"Siapa wanita itu? Kenapa kamu bawa dia ke rumah ini?" tanya Romo
"Namanya Intan, Rom, kami saling suka Romo" jawabku. Ya memang kan? Mbak Intan sering bilang dia sayang padaku dan mau ajak aku meminta restu dengan orang tuanya di kota.
"Hmm bukannya kamu paksa untuk melayani mu?" selidik Romo
"Bukan Romo, dia kesini atas kemauan sendiri. Pindah karena bilang mau dekat saya terus." jawabku
"Begini Le.. Romo mau cerita masa lalu. Sekarang jadi aib desa kita. Bukan hanya aib Romo" ucap Romo
**Masa Lalu**
Desa Wanapurwa memang dari masa kerajaan sangat terpencil. Ini karena masyarakatnya merupakan pindahan dari beberapa tempat berbeda yang memiliki alasan yang sama. Yaitu ingin memegang teguh kepercayaan dan budaya. Meski banyak yg masuk untuk membawa budaya baru, paling hanya diambil yang menurut mereka belum ada di budaya mereka sendiri tanpa meninggalkan budaya asli. Untuk agama sendiri pun mereka berbeda, tidak ada masuk dalam 6 agama yang sekarang ada. Mereka masih menganut kepercayaan kuno, dewa hindu pun hanya mereka anggap perwujudan dari Tuhan mereka saat Hindu masuk. Begitu juga sekarang, dipaksa masuk ke agama yang memiliki 1 Tuhan sesuai kepercayaan mereka sebagai syarat admistrasi.
Para tokoh adat dan ibadat di desa masih terus melestarikan budaya agar tak luntur.
Alkohol secara berlebihan, prostitusi dan judi sebenarnya dilarang oleh adat. Tapi banyak pemuda yang diam-diam membuat alkohol sendiri dan aktif dalam judi tertama sabung ayam.
Mereka yang seperti itu akan dihukum dengan bekerja untuk desa tanpa bayaran dalam jangka waktu yang ditentukan oleh dewan adat dan ibadat.
Karena keunikan ini lah yang menyebabkan desa itu jadi tujuan KKN para mahasiswa. Mereka ingin meninggalkan karya bagi masyarakat yang punya dedikasi tinggi dalam memegang teguh adat istiadat.
Sayangnya, suatu ketika ada anak muda yang merupakan anak dewan adat melanggar aturan-aturan adat. Namun karena dia anak dewan adat, bahkan anak ketua dewa adat maka ia selalu dapat keringanan tak seperti teman-temannya. Pemuda itu tak lain adalah Arya Sentana. Ya dia anak kepala desa kala itu jika dilihat dari administrasi pemerintahan yang sesuai peraturan negara.
Arya Sentana setelah pulang dari kota dalam rangka mengenyam pendidikan formal, ia menjelma jadi anak yang sulit diatur.
Ia dan teman-temannya pernah menyekap para mahasiswi yang KKN untuk mereka nikmati. Bukan satu, tapi semua ia sekap untuk ia gilir dengan teman-temannya. Hingga para wanita itu menjadi gila sex akibat ulah ramuan-ramuan yang ia berikan. Disitulah asal mula dikenalnya desa tersebut sebagai desa pejantan tangguh. Dalam beberapa tahun ia selalu melakukan hal tersebut.
Hingga suatu ketika
*brakkkk!!!
Suara pintu didobrak. Terlihat kepala desa yang merupakan ayah dari Arya Sentana melihat ia sedang menggauli seorang wanita tercantik dalam rombongan KKN. Akhirnya mereka diseret ke dewan adat. Disana Arya Sentana melihat dewan adat yang biasa memberinya hukuman dan juga seorang mahasiswa KKN yang merupakan kekasih wanita yang baru saja ia gauli. Ia berharap mendapatkan hukuman ringan seperti biasanya, namun sayangnya kala itu ada ayahnya yang merupakan ketua dewan adat. Ayahnya merasa malu. Ayahnya marah besar merasa dicoreng mukanya dengan tai.
Para dewan adat yang sungkan hanya memberi usulan agar dinikahkan dan dihukum bekerja selama 2bulan. Sedangkan sang ayah yang merupakan ketua adat malah mengajukan usulan gila, mati!! Ya hukuman mati bagi pemerkosa!! Namun ketua adat kalah karena sang wanita mengaku menyukai Arya Sentana dan tidak terpaksa melayaninya. Wanita itu bernama Darwati Setianingrum, ia sudah tak lagi setia. Ia menghianati kekasihnya, yang juga sebagai pelapor dan saksi atas kasus yang menimpanya.
Sidang pun ditutup, dewan adat memutuskan bahwa Arya Sentana menikahi Darwati Setianingrum dan bekerja dengan jangka waktu 2bulan tanpa diupah. Kekasih Darwati terlihat jelek mukanya karena ia tak puas dengan keputusan dewan adat.
Seminggu kemudian pernikahan digelar dengan disaksikan dewan adat juga dewan ibadat. Mempelai terlihat dinikahkan di alun-alun desa. Para warga dan juga mahasiswa KKN juga menghadiri acara tersebut. Namun ada satu kepala yang tak terlihat, ia adalah mantan kekasih mempelai wanita.
Saat acara puncak, terdengar lantang suara seorang pria
"Saya tak setuju!! Manusia biadab itu harus mati!!! Semua terdiam dan menoleh ke sumber suara.
Mantan kekasih mempelai wanita.
Ia berjalan ke arah mempelai namun tiba-tiba dari balik jaketnya ia mengeluarkan senjata tajam. Semua kaget. Lalu bak diperintah, beberapa warga menghalau pengacau itu datang. Tapi semua mundur karena pengacau membawa senjata tajam. Pengacau yang panik menarik seorang pemuda bertubuh kurus lalu ia jadikan sandera.
Arya Sentana yang masih berdarah muda bangkit dari kursinya. Ia memandang tajam pada pengacau itu.
"Jika kamu memang mengincarku, jangan libatkan orang lain!" bentak Arya Sentana yang tak jauh lagi dari pengacau
Pengacau itu mendorong pemuda berbadan kurus yang bernama Sumargo ke arah Arya Sentana. Dengan sigap Arya Sentana menangkap Margo dan menyingkirkanya ke arah samping. Namun naas, sesat kemudian benda tajam menusuk perutnya. Tak sampai disitu, Arya Sentana membalas pengacau dengan tendangan yang menyebabkan belati terlepas dari genggaman. Arya Sentana mencabut belati yang menancap di perutnya. Lalu menerjang pengacau dan menancapkan belati tepat di lehernya.
Para wanita menjerit melihat aksi keji di depan mata mereka. Anak-anak banyak yang menangis. Beberapa orang juga muntah melihat darah menyembur dari luka tusukan.
Dengan memegangi perutnya yang terluka, Arya Sentana menatap wajah ayahnya.
"Semuanya bubar!!! Dewan adat akan menyelesaikan kekacauan terlebih dahulu" seru Ketua Dewan Adat.
Para warga bubar, para dewan adat membereskan kekacauan. Para mahasiswa KKN syok dengan kejadian yang menimpa rekannya, tak terkecuali Darwati.
Setelah membersihkan mayat pengacau dan memberikan perawatan pada Arya Sentana. Mereka kembali berkumpul di aula dewan adat. Para mahasiswa pun turut serta karena merasa harus ikut, terlebih salah satu rekannya lah yang tewas.
Ia dan teman-temannya pernah menyekap para mahasiswi yang KKN untuk mereka nikmati. Bukan satu, tapi semua ia sekap untuk ia gilir dengan teman-temannya. Hingga para wanita itu menjadi gila sex akibat ulah ramuan-ramuan yang ia berikan. Disitulah asal mula dikenalnya desa tersebut sebagai desa pejantan tangguh. Dalam beberapa tahun ia selalu melakukan hal tersebut.
Hingga suatu ketika
*brakkkk!!!
Suara pintu didobrak. Terlihat kepala desa yang merupakan ayah dari Arya Sentana melihat ia sedang menggauli seorang wanita tercantik dalam rombongan KKN. Akhirnya mereka diseret ke dewan adat. Disana Arya Sentana melihat dewan adat yang biasa memberinya hukuman dan juga seorang mahasiswa KKN yang merupakan kekasih wanita yang baru saja ia gauli. Ia berharap mendapatkan hukuman ringan seperti biasanya, namun sayangnya kala itu ada ayahnya yang merupakan ketua dewan adat. Ayahnya merasa malu. Ayahnya marah besar merasa dicoreng mukanya dengan tai.
Para dewan adat yang sungkan hanya memberi usulan agar dinikahkan dan dihukum bekerja selama 2bulan. Sedangkan sang ayah yang merupakan ketua adat malah mengajukan usulan gila, mati!! Ya hukuman mati bagi pemerkosa!! Namun ketua adat kalah karena sang wanita mengaku menyukai Arya Sentana dan tidak terpaksa melayaninya. Wanita itu bernama Darwati Setianingrum, ia sudah tak lagi setia. Ia menghianati kekasihnya, yang juga sebagai pelapor dan saksi atas kasus yang menimpanya.
Sidang pun ditutup, dewan adat memutuskan bahwa Arya Sentana menikahi Darwati Setianingrum dan bekerja dengan jangka waktu 2bulan tanpa diupah. Kekasih Darwati terlihat jelek mukanya karena ia tak puas dengan keputusan dewan adat.
Seminggu kemudian pernikahan digelar dengan disaksikan dewan adat juga dewan ibadat. Mempelai terlihat dinikahkan di alun-alun desa. Para warga dan juga mahasiswa KKN juga menghadiri acara tersebut. Namun ada satu kepala yang tak terlihat, ia adalah mantan kekasih mempelai wanita.
Saat acara puncak, terdengar lantang suara seorang pria
"Saya tak setuju!! Manusia biadab itu harus mati!!! Semua terdiam dan menoleh ke sumber suara.
Mantan kekasih mempelai wanita.
Ia berjalan ke arah mempelai namun tiba-tiba dari balik jaketnya ia mengeluarkan senjata tajam. Semua kaget. Lalu bak diperintah, beberapa warga menghalau pengacau itu datang. Tapi semua mundur karena pengacau membawa senjata tajam. Pengacau yang panik menarik seorang pemuda bertubuh kurus lalu ia jadikan sandera.
Arya Sentana yang masih berdarah muda bangkit dari kursinya. Ia memandang tajam pada pengacau itu.
"Jika kamu memang mengincarku, jangan libatkan orang lain!" bentak Arya Sentana yang tak jauh lagi dari pengacau
Pengacau itu mendorong pemuda berbadan kurus yang bernama Sumargo ke arah Arya Sentana. Dengan sigap Arya Sentana menangkap Margo dan menyingkirkanya ke arah samping. Namun naas, sesat kemudian benda tajam menusuk perutnya. Tak sampai disitu, Arya Sentana membalas pengacau dengan tendangan yang menyebabkan belati terlepas dari genggaman. Arya Sentana mencabut belati yang menancap di perutnya. Lalu menerjang pengacau dan menancapkan belati tepat di lehernya.
Para wanita menjerit melihat aksi keji di depan mata mereka. Anak-anak banyak yang menangis. Beberapa orang juga muntah melihat darah menyembur dari luka tusukan.
Dengan memegangi perutnya yang terluka, Arya Sentana menatap wajah ayahnya.
"Semuanya bubar!!! Dewan adat akan menyelesaikan kekacauan terlebih dahulu" seru Ketua Dewan Adat.
Para warga bubar, para dewan adat membereskan kekacauan. Para mahasiswa KKN syok dengan kejadian yang menimpa rekannya, tak terkecuali Darwati.
Setelah membersihkan mayat pengacau dan memberikan perawatan pada Arya Sentana. Mereka kembali berkumpul di aula dewan adat. Para mahasiswa pun turut serta karena merasa harus ikut, terlebih salah satu rekannya lah yang tewas.
Berbagai pendapat dikeluarkan bergiliran. Diskusi tak menemukan ujung, bahkan sampai larut malam. Diskusi dan perdebatan terjadi, terlebih saat kepala desa mundur dari jabatannya sebagai dewan adat. Ia merasa tak sanggup memutuskan dengan kepala dingin. Ia mundur karena malu merasa tak mampu dan gagal mendidik sulungnya.
Mereka yang masih berdiskusi akhirnya memutuskan agar pengacau dianggap bersalah karena mengancam orang yang tak terlibat dengan urusannya serta karena tak menerima keputusan bersama dari pengadilan adat. Padahal dia sendiri tak protes atau mengajukan tuntutan hukuman saat itu. Mereka sepakat si pengacau tak menepati keputusan yang juga melibatkan dirinya. Maka kematian pengacau ini ditutupi dengan kecelakaan saat kegiatan jika nanti kabar kematiannya keluar dari desa. Untuk jenazahnya mereka membakarnya karena sudah jadi hal umum bagi warga desa yang meninggal akan dikremasi.
Untuk Arya Sentana, mereka menyepakati untuk mengusirnya dari desa. Karena telah membunuh seseorang serta atas perbuatan dan dosanya sebelumnya. Mereka tak mau lagi ada kejadian seperti ini di desa. Untuk masalah lendir, ya ini dibahas karena sebab awal terjadi karena perkara lendir nikmat. Dan para mahasiswa sebenarnya sangat tertarik dengan sex bebas, terlebih beberapa kali para mahasiswa diajak menggarap rekannya sendiri yang sudah diberi ramuan perangsang oleh Arya Sentana. Mereka juga ingin mencicipi beberapa wanita lokal dengan bantuan regulasi. Maka dewan adat dan mahasiswa, mereka memutuskan akan ada aturan tak tertulis yang membolehkan asal bukan pemaksaan. Jika terjadi pemaksaan maka tak ada toleransi sedikitpun, hukuman yang menanti adalah kematian di depan umum.
Arya Sentana di sudut ruang sedang diobati dengan pengobatan tradisional. Ia menyimak semua diskusi mereka disana. Ia juga menerima keputusan mereka. Ia sangat terkejut saat ayahnya mundur dari kursi dewan adat, ia tak menyangka ayahnya akan rela melepas jabatan terhormat itu karena dirinya. Ia merasa marah pada dirinya sendiri. Ia memutuskan akan memulai hidup baru didunia luar dengan lebih baik.
Esok harinya
Arya Sentana pergi dengan luka yang masih basah. Darwati dari semalam merawatnya. Darwati tak ragu untuk menjadi seorang istri. Ia rela meninggalkan tugasnya demi mendampingi suaminya pergi dari desa. Para mahasiswa mengantarkan mereka berdua sampai jalan besar terdekat yang jaraknya tak bisa dibilang dekat. Apalagi kala itu jalan masih hanya jalan setapak.
Sentana merasa sangat berdosa, ia merasa meninggalkan coreng hitam di semua muka keluarganya.
Sentana dan Darwati mereka pergi ke kota kabupaten. Ia memilih tak terlalu jauh karena Sentana merasa tak bisa jauh dari tanah kelahirannya. Mereka bertahan hidup dengan bekal yang diberikan oleh teman-teman Sentana dan sisa uang saku Darwati sampai Sentana sembuh.
Setelah kesembuhannya, Sentana bekerja apa saja asal bisa memberikan makan pada istrinya yang selalu menemani. Dari menjadi kuli panggul sampai menjadi kuli bangunan ia lakukan. Ia juga berniat untuk menemui keluarga Darwati yg jaraknya cukup jauh. Ia sudah bertekat untuk menanggung semua resiko apapun yang terjadi.
Beberapa minggu setelah kesembuhannya, Sentana mengajak Darwati menemui kedua orang tuanya. Darwati menangis terharu, ia sangat tak menyangka jika suaminya sudah berubah. Pria yang dikenalnya sebagai raja ngentot dan mabok sekarang telah metamorfosis menjadi pria bertanggung jawab. Ia makin mencintai suaminya.
Namun sayang, bukan restu yang mereka dapat. Malah berbagai makian menjadi hidangan diruang tamu orang tua Darwati. Arya Sentana yang seorang jagoan dihajar sampai babak belur oleh mertuanya. Namun ia pasrah karena menyadari dia sedang memanen apa yang sudah ia tanam.
Mereka yang masih berdiskusi akhirnya memutuskan agar pengacau dianggap bersalah karena mengancam orang yang tak terlibat dengan urusannya serta karena tak menerima keputusan bersama dari pengadilan adat. Padahal dia sendiri tak protes atau mengajukan tuntutan hukuman saat itu. Mereka sepakat si pengacau tak menepati keputusan yang juga melibatkan dirinya. Maka kematian pengacau ini ditutupi dengan kecelakaan saat kegiatan jika nanti kabar kematiannya keluar dari desa. Untuk jenazahnya mereka membakarnya karena sudah jadi hal umum bagi warga desa yang meninggal akan dikremasi.
Untuk Arya Sentana, mereka menyepakati untuk mengusirnya dari desa. Karena telah membunuh seseorang serta atas perbuatan dan dosanya sebelumnya. Mereka tak mau lagi ada kejadian seperti ini di desa. Untuk masalah lendir, ya ini dibahas karena sebab awal terjadi karena perkara lendir nikmat. Dan para mahasiswa sebenarnya sangat tertarik dengan sex bebas, terlebih beberapa kali para mahasiswa diajak menggarap rekannya sendiri yang sudah diberi ramuan perangsang oleh Arya Sentana. Mereka juga ingin mencicipi beberapa wanita lokal dengan bantuan regulasi. Maka dewan adat dan mahasiswa, mereka memutuskan akan ada aturan tak tertulis yang membolehkan asal bukan pemaksaan. Jika terjadi pemaksaan maka tak ada toleransi sedikitpun, hukuman yang menanti adalah kematian di depan umum.
Arya Sentana di sudut ruang sedang diobati dengan pengobatan tradisional. Ia menyimak semua diskusi mereka disana. Ia juga menerima keputusan mereka. Ia sangat terkejut saat ayahnya mundur dari kursi dewan adat, ia tak menyangka ayahnya akan rela melepas jabatan terhormat itu karena dirinya. Ia merasa marah pada dirinya sendiri. Ia memutuskan akan memulai hidup baru didunia luar dengan lebih baik.
Esok harinya
Arya Sentana pergi dengan luka yang masih basah. Darwati dari semalam merawatnya. Darwati tak ragu untuk menjadi seorang istri. Ia rela meninggalkan tugasnya demi mendampingi suaminya pergi dari desa. Para mahasiswa mengantarkan mereka berdua sampai jalan besar terdekat yang jaraknya tak bisa dibilang dekat. Apalagi kala itu jalan masih hanya jalan setapak.
Sentana merasa sangat berdosa, ia merasa meninggalkan coreng hitam di semua muka keluarganya.
Sentana dan Darwati mereka pergi ke kota kabupaten. Ia memilih tak terlalu jauh karena Sentana merasa tak bisa jauh dari tanah kelahirannya. Mereka bertahan hidup dengan bekal yang diberikan oleh teman-teman Sentana dan sisa uang saku Darwati sampai Sentana sembuh.
Setelah kesembuhannya, Sentana bekerja apa saja asal bisa memberikan makan pada istrinya yang selalu menemani. Dari menjadi kuli panggul sampai menjadi kuli bangunan ia lakukan. Ia juga berniat untuk menemui keluarga Darwati yg jaraknya cukup jauh. Ia sudah bertekat untuk menanggung semua resiko apapun yang terjadi.
Beberapa minggu setelah kesembuhannya, Sentana mengajak Darwati menemui kedua orang tuanya. Darwati menangis terharu, ia sangat tak menyangka jika suaminya sudah berubah. Pria yang dikenalnya sebagai raja ngentot dan mabok sekarang telah metamorfosis menjadi pria bertanggung jawab. Ia makin mencintai suaminya.
Namun sayang, bukan restu yang mereka dapat. Malah berbagai makian menjadi hidangan diruang tamu orang tua Darwati. Arya Sentana yang seorang jagoan dihajar sampai babak belur oleh mertuanya. Namun ia pasrah karena menyadari dia sedang memanen apa yang sudah ia tanam.
Sentana dan Darwati kembali ke kontrakan karena mereka tidak diterima bahkan hanya untuk sekedar berkunjung di sana. Awalnya memang hanya Sentana yg diusir tapi beberapa hari kemudia Darwati menyusul pulang suaminya.
Ia kaget menemukan suaminya sangat kacau. Botol minuman berserakan dan Sentana terkapar di lantai karena mabuk. Dengan penuh cinta, Darwati tentu saja membereskan semuanya.
Mereka hidup bahagia meski sangat sederhana. Darwati pun sudah berbaikan dengan orang tuanya, terbukti mereka berkirim surat tiap bulannya. Sentana sendiri sudah tak lagi kambuh hasrat mabuk dan judinya, sedangkan hasrat tentang sex ia salurkan pada yang tepat.
********
Petruk dengan menunduk ia menyimak cerita Ki Sentana. Ia tak menyangka, kebiasaan sex bebas di desanya adalah efek ulah sang Romo. Petruk juga merekam beberapa nilai yang bisa ia ambil dari cerita Romonya. Ia juga jadi paham kenapa Pak Margo sangat hormat kepada Ki Sentana.
"Jadi apa rencanamu Le? Anak orang jangan kamu sia-siakan. Dia memberikan miliknya untukmu pasti ada sebabnya" tanya Ki Sentana
"Kamu panggil dia kesini. Kita bicarakan bersama. Romo dengar tadi ada suara dari belakang, sepertinya dia sudah bangun" lanjutnya
"Sendiko Romo"
Kehidupan yang monoton mudah membuat manusia bosan. Keseharian yang selalu saja sama bisa membuat pikiran setres. Tapi tidak bagi Petruk. Ia hidup dengan menjalaninya bukan memikirkannya. Ia selalu bertindak pasrah pada jalan hidupnya. Yang penting bertanggung jawab atas apa yang ia telah lakukan, serta tak boleh menyesalinya. Karna sesungguhnya penyesalan adalah salah satu penyebab kesengsaraan di dunia.
Begitu juga saat ini, Petruk dengan jantan menghadapi resiko apapun yanh akan diputuskan Ki Sentana. Ia merasa sedang diadili meski sebenarnya ia sedang diajak diskusi dan diberi berbagai nasehat dari yang telah memakan garam lebih banyak.
**
Aku sekarang berada di kamar, Intan masih meringkuk di dalam kain selimut. Mungkin dia sangat kelelahan akibat kegiatannya dan juga karena aku hajar sekuat tenaga. Ya tentu saja dia meminta dibuat pingsan dengan jalan kepuasan.
Aku panggil dia dengan lembut sembari aku goyangkan pelan badannya. Ia tak bergeming. Lalu aku kecup pipinya dan kubisiki agar cepat bangun. Ia menggeliat saja. Lalu aku bisiki kembali
"Romo dan Ibu sudah di rumah"
Sontak matanya terbuka lalu dia dengan cepat duduk sambil menatapku.
"Mas.. beneran?" tanya Intan
"Iya. Kita ditunggu Romo dan Ibu. Romo mau bicara dengan kita" ucapku
"Mas.. gapapa kan?"
Aku hanya sedikit tersenyum.
"Sebentar aku pakai baju dan cuci muka dulu Mas" lanjutnya
Ia buru-buru memakai baju lalu dengan cepat berjalan ke arah dapur untuk cuci muka.
Aku menunggu di depan pintu kamar memang, menunggunya untuk jalan bersama menghadap Romo.
"Ayo Mas" ajaknya setelah selesai cuci muka
Kami berdua pun ke ruang tamu disertai dada berdetak kencang. Aku tahu Intan panik karena dia beberapa kali terlihat menelan ludahnya sendiri.
Kami membungkukan sedikit badan dengan maksud menyapa atau memberi tahu Romo jika kami siap dihukum.
Sementara disana terlihat Ibu yang dari tadi hanya duduk dengan raut wajah kecewa, marah dan seperti ada penyesalan.
"Duduk" ucap Romo dengan nada datarnya
Ia kaget menemukan suaminya sangat kacau. Botol minuman berserakan dan Sentana terkapar di lantai karena mabuk. Dengan penuh cinta, Darwati tentu saja membereskan semuanya.
Mereka hidup bahagia meski sangat sederhana. Darwati pun sudah berbaikan dengan orang tuanya, terbukti mereka berkirim surat tiap bulannya. Sentana sendiri sudah tak lagi kambuh hasrat mabuk dan judinya, sedangkan hasrat tentang sex ia salurkan pada yang tepat.
********
Petruk dengan menunduk ia menyimak cerita Ki Sentana. Ia tak menyangka, kebiasaan sex bebas di desanya adalah efek ulah sang Romo. Petruk juga merekam beberapa nilai yang bisa ia ambil dari cerita Romonya. Ia juga jadi paham kenapa Pak Margo sangat hormat kepada Ki Sentana.
"Jadi apa rencanamu Le? Anak orang jangan kamu sia-siakan. Dia memberikan miliknya untukmu pasti ada sebabnya" tanya Ki Sentana
"Kamu panggil dia kesini. Kita bicarakan bersama. Romo dengar tadi ada suara dari belakang, sepertinya dia sudah bangun" lanjutnya
"Sendiko Romo"
Kehidupan yang monoton mudah membuat manusia bosan. Keseharian yang selalu saja sama bisa membuat pikiran setres. Tapi tidak bagi Petruk. Ia hidup dengan menjalaninya bukan memikirkannya. Ia selalu bertindak pasrah pada jalan hidupnya. Yang penting bertanggung jawab atas apa yang ia telah lakukan, serta tak boleh menyesalinya. Karna sesungguhnya penyesalan adalah salah satu penyebab kesengsaraan di dunia.
Begitu juga saat ini, Petruk dengan jantan menghadapi resiko apapun yanh akan diputuskan Ki Sentana. Ia merasa sedang diadili meski sebenarnya ia sedang diajak diskusi dan diberi berbagai nasehat dari yang telah memakan garam lebih banyak.
**
Aku sekarang berada di kamar, Intan masih meringkuk di dalam kain selimut. Mungkin dia sangat kelelahan akibat kegiatannya dan juga karena aku hajar sekuat tenaga. Ya tentu saja dia meminta dibuat pingsan dengan jalan kepuasan.
Aku panggil dia dengan lembut sembari aku goyangkan pelan badannya. Ia tak bergeming. Lalu aku kecup pipinya dan kubisiki agar cepat bangun. Ia menggeliat saja. Lalu aku bisiki kembali
"Romo dan Ibu sudah di rumah"
Sontak matanya terbuka lalu dia dengan cepat duduk sambil menatapku.
"Mas.. beneran?" tanya Intan
"Iya. Kita ditunggu Romo dan Ibu. Romo mau bicara dengan kita" ucapku
"Mas.. gapapa kan?"
Aku hanya sedikit tersenyum.
"Sebentar aku pakai baju dan cuci muka dulu Mas" lanjutnya
Ia buru-buru memakai baju lalu dengan cepat berjalan ke arah dapur untuk cuci muka.
Aku menunggu di depan pintu kamar memang, menunggunya untuk jalan bersama menghadap Romo.
"Ayo Mas" ajaknya setelah selesai cuci muka
Kami berdua pun ke ruang tamu disertai dada berdetak kencang. Aku tahu Intan panik karena dia beberapa kali terlihat menelan ludahnya sendiri.
Kami membungkukan sedikit badan dengan maksud menyapa atau memberi tahu Romo jika kami siap dihukum.
Sementara disana terlihat Ibu yang dari tadi hanya duduk dengan raut wajah kecewa, marah dan seperti ada penyesalan.
"Duduk" ucap Romo dengan nada datarnya
Kami pun duduk di kursi berjejeran menghadap Romo yang duduk bersebelahan dengan Ibu
"Siapa namamu nduk?" tanya Romo
"Nama saya Intan, Romo" jawab Intan sembari menunduk.
Intan takut? Atau dia sedang menyusun rencana agar lolos dari adegan kaku ini?
"Romo kah? Yah tak apa lah"
"Kamu berasal dari mana nduk?" tanya Romo
"Jakarta Romo"
"Oh begitu. Apa kamu takut denganku? Dari tadi menunduk" ujar Romo
"Maaf Romo, saya takut lancang" balas Intan
"Kalau kamu merasa lancang hanya karena menatapku, kenapa tidak merasa lancang untuk melakukan itu sebelum menikah? Apalagi tinggal bersama seperti ini??"
Intan hanya terdiam
"Apa Petruk memaksamu?" lanjut Romo
"Tidak Romo, malah saya yang memaksa Mas Petruk untuk izinkan saya tinggal." ujar Intan
"Oh pasti kamu salah satu wanita yang mencari kepuasan sexual di desa ini"
"Aku tak marah jika itu orang lain, tapi Petruk sudah aku anggap darah dagingku. Meski dia sudah bukan anak-anak tapi dia masih polos. Apa kamu mau merusaknya?"
Intan kaget dengan kesimpulan sepihak dari Ki Sentana, ia langsung reflek menatap Ki Sentana yang masih berwajah datar
"Tidak Romo, saya benar-benar serius. Menang awalnya saya seperti yang Romo bilang, tapi setelah mengenal Mas Petruk. Saya benar-benar menyukainya. Saya malah berniat mengajak Mas Petruk untuk bertemu kedua orang tua saya" ucap Intan dengan antusias
Pandangan Ki Sentana beralih pada Petruk
"Le, kamu tahu apa yang kamu lakukan ini salah?" tanya Ki Sentana
Aku hanya terdiam. Bingung, apa salahnya jika aku berbagi kebahagiaan dengan Intan atau dengan wanita lain? Toh aku tak memaksa mereka!
Terdengar Romo menghela nafas.
"Kamu tahu jika kamu bisa membuat seorang wanita hamil dengan melakukan itu?" tanya Romo lagi
Eh hamil? Kalau iya gimana ya? Trus Ibu? Oh aku ingat, dulu aku lihat Heni meminum obat agar dia tak hamil. Obat milik Intan. Apa sekarang waktunya yang tepat untuk bertanya, jika memang itu buruk kenapa aku boleh melakukannya dengan Ibu?
Aku menatap Romo dan Ibu, sebenarnya lebih fokus ke Ibu.
Ibu terlihat sedikit menggeleng.
"Maaf Romo, saya tidak tahu" jawabku
Romo kembali menghela nafas
"Romo, tolong jangan salahkan Mas Petruk. Kami melakukan ini karena suka sama suka. Maaf saya telah merusak kepolosan dan menghianati kebaikan Mas Petruk" ucap Intan kembali menunduk
"Kalau benar begitu, kalian harus menikah. Setidaknya agar desa ini masih menjalankan tradisinya yang asli" ucap Romo yg sudah semakin santai
"Besok persiapkan diri kalian, lusa kalian akan dinikahkan secara adat dan disaksikan semua warga desa dan para dewan adat juga dewan ibadat"
"Lalu nanti setelah selesai kegiatan di desa, kalian temui mereka di Jakarta. Apapun keputusan orang tuamu, kita tak tahu. Jadi persiapkan segalanya bahkan untuk yang terburuk" ucap Romo menatap kami berdua
"Mulai malam ini, kalian aku restui menjadi pasangan suami istri. Jadi kalian boleh bersama. Tapi jangan lupakan apa yang tadi aku katakan" lanjut Romo
"Baik Romo" "sendiko Romo"
"Yasudah, kalian istirahat. Malam sudah larut"
Kami pun undur diri masuk bilik pengantin kami. Ya gimana, sudah direstui kok.
"Mas, aku sampai lemas. Baru kali ini aku takut dengan orang. Romo emang beda ya. Masih deg-degan aku Mas" ucap Intan yg sudah duduk di tepian ranjang
"Siapa namamu nduk?" tanya Romo
"Nama saya Intan, Romo" jawab Intan sembari menunduk.
Intan takut? Atau dia sedang menyusun rencana agar lolos dari adegan kaku ini?
"Romo kah? Yah tak apa lah"
"Kamu berasal dari mana nduk?" tanya Romo
"Jakarta Romo"
"Oh begitu. Apa kamu takut denganku? Dari tadi menunduk" ujar Romo
"Maaf Romo, saya takut lancang" balas Intan
"Kalau kamu merasa lancang hanya karena menatapku, kenapa tidak merasa lancang untuk melakukan itu sebelum menikah? Apalagi tinggal bersama seperti ini??"
Intan hanya terdiam
"Apa Petruk memaksamu?" lanjut Romo
"Tidak Romo, malah saya yang memaksa Mas Petruk untuk izinkan saya tinggal." ujar Intan
"Oh pasti kamu salah satu wanita yang mencari kepuasan sexual di desa ini"
"Aku tak marah jika itu orang lain, tapi Petruk sudah aku anggap darah dagingku. Meski dia sudah bukan anak-anak tapi dia masih polos. Apa kamu mau merusaknya?"
Intan kaget dengan kesimpulan sepihak dari Ki Sentana, ia langsung reflek menatap Ki Sentana yang masih berwajah datar
"Tidak Romo, saya benar-benar serius. Menang awalnya saya seperti yang Romo bilang, tapi setelah mengenal Mas Petruk. Saya benar-benar menyukainya. Saya malah berniat mengajak Mas Petruk untuk bertemu kedua orang tua saya" ucap Intan dengan antusias
Pandangan Ki Sentana beralih pada Petruk
"Le, kamu tahu apa yang kamu lakukan ini salah?" tanya Ki Sentana
Aku hanya terdiam. Bingung, apa salahnya jika aku berbagi kebahagiaan dengan Intan atau dengan wanita lain? Toh aku tak memaksa mereka!
Terdengar Romo menghela nafas.
"Kamu tahu jika kamu bisa membuat seorang wanita hamil dengan melakukan itu?" tanya Romo lagi
Eh hamil? Kalau iya gimana ya? Trus Ibu? Oh aku ingat, dulu aku lihat Heni meminum obat agar dia tak hamil. Obat milik Intan. Apa sekarang waktunya yang tepat untuk bertanya, jika memang itu buruk kenapa aku boleh melakukannya dengan Ibu?
Aku menatap Romo dan Ibu, sebenarnya lebih fokus ke Ibu.
Ibu terlihat sedikit menggeleng.
"Maaf Romo, saya tidak tahu" jawabku
Romo kembali menghela nafas
"Romo, tolong jangan salahkan Mas Petruk. Kami melakukan ini karena suka sama suka. Maaf saya telah merusak kepolosan dan menghianati kebaikan Mas Petruk" ucap Intan kembali menunduk
"Kalau benar begitu, kalian harus menikah. Setidaknya agar desa ini masih menjalankan tradisinya yang asli" ucap Romo yg sudah semakin santai
"Besok persiapkan diri kalian, lusa kalian akan dinikahkan secara adat dan disaksikan semua warga desa dan para dewan adat juga dewan ibadat"
"Lalu nanti setelah selesai kegiatan di desa, kalian temui mereka di Jakarta. Apapun keputusan orang tuamu, kita tak tahu. Jadi persiapkan segalanya bahkan untuk yang terburuk" ucap Romo menatap kami berdua
"Mulai malam ini, kalian aku restui menjadi pasangan suami istri. Jadi kalian boleh bersama. Tapi jangan lupakan apa yang tadi aku katakan" lanjut Romo
"Baik Romo" "sendiko Romo"
"Yasudah, kalian istirahat. Malam sudah larut"
Kami pun undur diri masuk bilik pengantin kami. Ya gimana, sudah direstui kok.
"Mas, aku sampai lemas. Baru kali ini aku takut dengan orang. Romo emang beda ya. Masih deg-degan aku Mas" ucap Intan yg sudah duduk di tepian ranjang
"Sama Mbak, aku juga. Entah kenapa aku juga sangat takut. Biasanya karena sungkan dan hormat saja" sahutku
"Mas"
"Iya Mbak?"
"Mas pernah denger suami panggil istrinya pake Mbak?" tanya Intan
"Maksudnya Mbak?"
"Panggil aku sayang, dek atau nama aja kalau Mas malu. Masa masih panggil Mbak" jelas Intan
Ooo melongoo
"Yaudah mas, tidur aja yuk. Semoga besok jadi lebih baik. Besok juga aku mau kabarin temen-temenku kalau aku lusa mau nikah" ucap Intan
"Iya Mbak"
"Hmmmm"
"Iya Dek" lidahku serasa kesemutan menyebut Intan dengan Dek. Tapi kami suamu istri. Ya mau tak mau kan?
Emuach
Kecup intan di pipiku
*
Pagi pun datang, masih gelap sih. Ya sudah jadi kebiasan juga bangun sebelum matahari terbit.
Aku pun keluar dari kamar untuk mulai pemanasan dengan menyapu kandang dan memberi makan kambing. Lalu mandi.
Saat masuk kamar, kulihat Intan sudah bangun dan sedang membereskan tempat tidur kami.
Tumben? Biasa masih pejam matanya
"Aku kira belum bangun Dek, ini mau aku bangunkan. Gak enak ada Romo dan Ibu." ucapku
"Belajar jadi istri idaman mas" ucapnya sambil malu-malu
"Aku berangkat ke kebun dek, nanti susul aja kalau dah selesai kegiatan" ucapku
"Mas" panggilnya
Aku pun menengok ke arah istriku
"Apa Dek?" tanyaku
"Cium dulu sebelum berangkat, kan udah jadi istri. Masa sama aja" ucapnya
Aku pun melakukan apa yang diinginkan istri cantikku lalu dia malah melumat bibirku saat aku berniat hanya mengecup
"Nanti kepengen dek" ucapku
"Oiya lupa Mas, maaf. Kalau cuma berdua sih gak peduli" jawab Intan lalu tersenyum memamerkan giginya
Aku pun bergegas berangkat, karena besok seperti aku tak ke kebun. Pasti besok sibuk, setidaknya rumput harus cukup untuk kambing-kambingku.
BERSAMBUNG...
"Mas"
"Iya Mbak?"
"Mas pernah denger suami panggil istrinya pake Mbak?" tanya Intan
"Maksudnya Mbak?"
"Panggil aku sayang, dek atau nama aja kalau Mas malu. Masa masih panggil Mbak" jelas Intan
Ooo melongoo
"Yaudah mas, tidur aja yuk. Semoga besok jadi lebih baik. Besok juga aku mau kabarin temen-temenku kalau aku lusa mau nikah" ucap Intan
"Iya Mbak"
"Hmmmm"
"Iya Dek" lidahku serasa kesemutan menyebut Intan dengan Dek. Tapi kami suamu istri. Ya mau tak mau kan?
Emuach
Kecup intan di pipiku
*
Pagi pun datang, masih gelap sih. Ya sudah jadi kebiasan juga bangun sebelum matahari terbit.
Aku pun keluar dari kamar untuk mulai pemanasan dengan menyapu kandang dan memberi makan kambing. Lalu mandi.
Saat masuk kamar, kulihat Intan sudah bangun dan sedang membereskan tempat tidur kami.
Tumben? Biasa masih pejam matanya
"Aku kira belum bangun Dek, ini mau aku bangunkan. Gak enak ada Romo dan Ibu." ucapku
"Belajar jadi istri idaman mas" ucapnya sambil malu-malu
"Aku berangkat ke kebun dek, nanti susul aja kalau dah selesai kegiatan" ucapku
"Mas" panggilnya
Aku pun menengok ke arah istriku
"Apa Dek?" tanyaku
"Cium dulu sebelum berangkat, kan udah jadi istri. Masa sama aja" ucapnya
Aku pun melakukan apa yang diinginkan istri cantikku lalu dia malah melumat bibirku saat aku berniat hanya mengecup
"Nanti kepengen dek" ucapku
"Oiya lupa Mas, maaf. Kalau cuma berdua sih gak peduli" jawab Intan lalu tersenyum memamerkan giginya
Aku pun bergegas berangkat, karena besok seperti aku tak ke kebun. Pasti besok sibuk, setidaknya rumput harus cukup untuk kambing-kambingku.
BERSAMBUNG...
Klik Nomor untuk lanjutannya