Cerita Dewasa - Mamah Muda BINAL OPEN BO 4


SEBELUMNYA..

Seri 1 - Mamah Muda BINAL OPEN BO

Seri 2 - Mamah Muda BINAL OPEN BO

Seri 3 - Mamah Muda BINAL OPEN BO


cewek amoy Silvia Roy Shita (@silviaroyshita_) bugil sange live


Agaknya petualangan hari ini pun berakhir di senayan. Setelah itu mereka benar-benar pulang ke rumah tanpa mampir-mampir lagi.


****


Esok paginya, Tedi dan teman-temannya benar-benar bangun pagi dan membantu membereskan rumah, bersih-bersih, serta membuat sarapan. Tiga orang baby sitter yang dipekerjakan Rasti sejak kemarin kontraknya hanya sampai pagi ini. Setelah para baby sitter itu selesai mengurus semua keperluan adik-adik Tedi, merekapun mohon diri pulang.

Sebagaimana sudah diceritakan, tenaga professional yang jasanya biasa dipakai Rasti ini ada di bawah manajemen perusahaan swasta yang bonafit dan mahal. Semua tenaga mereka dilatih untuk bisa menjaga rahasia, tidak peduli, tidak bertanya, apalagi ikut campur dengan segala hal tentang kliennya, soal pekerjaannya, keluarganya, dan sebagainya. Klien perusahaan itu memang berasal dari berbagai kalangan orang kaya raya, dan orang kaya punya banyak rahasia.

Kembali ke Tedi dan kawan-kawan. Di sela-sela pekerjaan rumah yang mereka lakukan, saat sedang mengepel lantai dan lewat di depan kamar Rasti, mereka mengintip ke dalam kamar Rasti yang lagi-lagi pintunya dibiarkan terbuka.

Pemandangan yang mereka jumpai lagi-lagi membuat adik kecil mereka menggeliat bangun. Tampak di atas kasur Rasti sedang tidur pulas dalam posisi tengkurap dan telanjang bulat.

Posisi Rasti ini benar-benar seksi bagi mereka. Benar-benar menonjolkan lanskap tubuhnya yang sempurna. Dari pundak dan punggung yang mulus, ada turunan yang dasarnya adalah bagian pinggangnya yang ramping, lalu tanjakan lagi mulai pinggul hingga puncaknya terbelah menjadi 2 bongkah bokong yang begitu bulat sempurna dan kencang kulitnya, putih mulus tanpa noda. Indah sekali!

Rambut hitam Rasti yang panjang tergerai di punggungnya yang mulus, dan sedikit ada yang menutupi sebagian wajah cantiknya. Mike dan Andy sendiri sudah pergi subuh-subuh tadi. Melihat itu, Jaka melangkah ke dalam membawa tongkat pelnya.

“Heh, ngapain lo masuk Jak?” Sergah Tedi.

“Ya kamar mama lo kan juga perlu dipel Ted,” bisik Jaka beralasan.

“Udah ntar aja.. nanti ganggu,” sahut Tedi khawatir.

“Gue ga bakal berisik.” Jaka tak mempedulikan Tedi dan terus melangkah masuk.

Tak ayal lagi Tedi yang khawatir malah ikut mendekat dan masuk tapi tidak jauh berdiri di dekat pintu. Dia merasa perlu mengawasi Jaka. Riko dan Romi juga kemudian ikut mendekat dan melihat. Kalau mereka berdua jelas niatnya beda dengan Tedi. Sama seperti Jaka, mereka ingin mengamati Rasti dari dekat.

Wajah Rasti yang tertidur pulas benar-benar innocent, membuat hati pria manapun ingin memiliki dan menjadi pelindungnya. Nafasnya berhembus pelan dan teratur, nyaris tak terdengar oleh mereka. Raut mukanya memancarkan kelelahan, menarik simpati untuk membelai dan mengecupnya, dan itulah yang dilakukan Jaka!

“Set, ngapain lo Jak..” Seru Tedi berbisik ketika melihat Jaka mengulurkan tangannya ke arah wajah mamanya.

Jaka tak memperdulikan Tedi, dia menyibak rambut Rasti yang tergerai di atas wajahnya. Jarinya membelai lembut wajah Rasti, dan..

Jaka menundukkan wajahnya.

Cup.. Dia kecup pipi Rasti yang sudah tidak tertutup rambut. Tedi benar-benar berdebar dan panik melihat ulah temannya itu.

“Ah lo Jak.. bukannya ngepel..! Ngapain sih lo..??!” Makinya pelan.

Entah kenapa Tedi menjadi sekesal dan sepanik itu, padahal dia cuma khawatir mamanya terusik dan terbangun, itu saja.

Jaka lalu menoleh kepada Tedi dan teman-temannya yang lain sambil cengengesan.

“Biasa aja kali lu Ted.. Panik amat sih, gue kan cuma pingin mengekspresikan rasa sayang gue ke mama lo..” Ucapnya tanpa dosa.

“Hiih, iya iyaaa.. udah, sekarang keluar ayo!” Ujar Tedi dongkol.

“Ngepelnya gimana? Hehehe..”

“Kagak usaahh.. Ntar aja!”

Namun tanpa diduga, saat Tedi selesai menghalau teman-temannya keluar dari kamar dan hendak menutup pintu, adik-adik Tedi yang masih kecil, Kiki, Dion, Cindy dan Bram, tiba-tiba berhambur masuk ke kamar itu. Mereka menarik-narik dan memanggil-manggil Rasti.

“Mamaa.. Mamaa.. Mama..”

Tedipun berusaha mencegah, “Aduh dek.. jangan ganggu mama dulu ya, kasihan mama capek..” ucapnya. Tapi dasar adik-adiknya ini agak bandel dan susah dibilangin, mereka terus saja mengusik tidur mamanya, malah si Bram dengan cueknya naik ke atas ranjang. Rastipun jadi terbangun tapi masih terkantuk-kantuk.

Rasti kemudian membalik badan.

“Ngmmhh.. apa sayang?” Gumam Rasti lirih pada mereka sambil tetap memejamkan mata meneruskan tidur.

Sepertinya anak-anaknya ingin bermanja-manjaan dengan mamanya pagi itu. Mereka kini ikut naik ke atas ranjang dan bermain-main di sana di samping Rasti, ada juga yang menghimpit dan menaiki tubuh Rasti.

“Jangan ganggu mama dong kaliannya!” ucap Tedi lagi yang mulai kewalahan mencegah.

“Ngmhh.. Biar aja Ted, gak papa..” ujar Rasti yang sambil tetap terkantuk-kantuk menyuruhnya membiarkan.

Bahkan Rasti yang mengubah posisi tidurnya berusaha menangkap secara random salah satu dari mereka. Hap, tertangkaplah si Dion yang berada tepat di sampingnya. Rasti menarik dan memeluknya erat dengan gemas bagaikan guling, lalu dikecupinya.

“Sinii sayaang.. muuaah.. muuaahh..” Ucap Rasti tanpa membuka matanya yang masih berat.

“Kyaa.. hahaha.. Aahh Mama..” Ucap Dion Manja, lalu berontak kegelian dan berusaha melepaskan diri dari pelukan Rasti.

Rastipun melonggarkan pelukannya dan membiarkan Dion lepas.

“Ngmmmh..” Lenguh Rasti menggeliatkan tubuhnya, lalu meneruskan tidur sambil membiarkan anak-anaknya bermain di situ.

Walaupun anak-anaknya kadang usil memainkan rambutnya, menarik-narik tangannya, menaiki tubuhnya, bahkan ada yang meremas-remas payudaranya dan lalu menyusu, Rasti tetap tidak terusik sama sekali. Paling dia hanya bergumam-gumam sambil tetap memejamkan matanya.

“Udaah, ayo kerjanya terusin, ntar Mama bangun harus udah bersih semua lho..” Tegur Tedi pada teman-temannya yang masih saja asik mengintip suasana di kamar Rasti.

Hari pun bergulir. Semua pekerjaan mereka pun telah beres. Sementara yang lain beristirahat di ruang tengah sambil menikmati minuman dingin, lagi-lagi si Jaka yang masih saja penasaran dan berjingkat mengintip kamar Rasti lagi. Tedi yang melihat itu sudah malas mencegahnya, dia geleng-geleng kepala saja membiarkan Jaka. Lagipula dia kini sibuk menggendong Bobi adik bungsunya yang baru saja terbangun.

Saat ini Rasti sudah terbangun tapi masih belum beranjak dari kasur. Dia kini malah terlihat sedang bermain-main dan bercanda-canda di atas kasur bersama anak-anaknya. Berpeluk-pelukan, berguling-gulingan, hingga perang bantal!

Rasti meladeni permainan mereka sambil tertawa-tawa bersama. Betapa seru dan cerianya suasana di dalam kamar itu. Tentu Rasti masih dalam keadaan telanjang bulat. Sungguh seksi luar biasa! Tertegun Jaka melihatnya. Menyaksikan adegan keakraban antara ibu dan anak-anaknya, tapi kontolnya malah ngaceng.

“Kalian ini beraninya keroyokan!” ujar Rasti yang selama beberapa saat membiarkan dirinya terkena serangan bantal bertubi-tubi dari mereka.

“Rasain nih! Hihihi” Ucapnya kemudian.

“Ampun Ma.. ampun..” teriak manja anak-anaknya.

“Hihihi, rasain weeek!” gemas Rasti.

Rasti dan anak-anaknyapun terus berjingkrak-jingkrak bermain di atas ranjang hingga mereka kecapekan semua.

“Mimik Ma..” Pinta Dion kehausan.

Rasti pun memeluk dan menyusuinya.

Tentu saja yang lain jadi ikut minta jatah semua, tidak peduli sudah pada gede-gede. Rasti memang dulu tidak pernah menyapih satu pun dari anak-anaknya.

Kini diapun menyusui semuanya bergiliran dengan penuh kasih sayang.

Pemandangan yang walaupun bukan pertama kalinya disaksikan oleh Jaka, tapi masih saja membuat ia meneguk ludah berkali-kali sambil mengelus selangkangannya. Dia benar-benar ingin coli saat itu juga, tapi enggan melakukannya karna merasa tidak nyaman juga jika coli dengan objek kasih sayang seorang Ibu yang sedang menyusui anak-anaknya. Sambil menghela napas, Jaka bergabung dengan Tedi dan yang lain di ruang tengah.

Tidak lama kemudian Rasti akhirnya benar-benar bangun dan mandi. Dia keluar kamar mengenakan kaos longgar tanpa bawahan dan kemungkinan tanpa dalaman juga. Paling tidak di bagian atasnya yang jelas-jelas mengekspos satu bahu yang terbuka dan menampakkan cetakan pentil di kaosnya. Seksi abis seperti biasa.

“Haii..” Rasti tersenyum manis menyapa Tedi dan teman-temannya yang lagi nonton TV.

“Pagi Tante cantik..” Gombal Jaka.

Rasti tersenyum-senyum saja mendengarnya, lalu memandangi sekitar.

“Aduh sudah bersih semuanya ya.. Hihihi.. Makasih ya.. Kalian memang bisa diandalkan.” Puji Rasti.

“Hehehe iya dong Tante, kan udah janji kemarin..”

“Iya, makasih yaa.. Tante seneng deh. Udah makan kaliannya..?” Tanya Rasti sambil berlalu ke dapur.

Lalu terlihat Rasti menyiapkan sesuatu untuk dimasak.

“Udah sarapan kok Tante..” Jawab Romi. “Sarapan buat Tante ada juga tuh kami siapkan..” Sambungnya.

“Tapi ya itu Tante.. cuma nasi goreng pake bumbu instan.” Riko ikut menimpali.

“Hihihi, iya, makasih ya.. Tante belum lapar kok. Sedang nonton apa sih kalian?” Sahut Rasti menghampiri mereka.

Tedi menjawab dengan menyebut satu judul film yang belum lama rilis DVD originalnya dan baru dia beli. Kebetulan Rasti juga sudah lama tertarik pada film ini. Dia pun menawarkan camilan untuk teman nonton.

“Boleh Ma..”

“Wah mau banget Tante..”

“Asik.. Nonton film emang asiknya sambil ngemil nih..”

“Ya sudah, kalian tunggu sebentar yah?” Rasti kembali ke dapur memasak sesuatu, tak lama tercium bau harum.

Rasti datang membawa sebuah piring sambil tersenyum-senyum nakal.

“Nih.. Camilan spesial buat kalian. Habisin ya..” Ucap Rasti sambil menaruh piring berisi makanan yang baru saja dimasaknya itu. Empat buah sosis panggang.


****


Apa yang dihadiahkan Rasti pada Tedi di hari ulang tahunnya rupanya membuat adik Tedi yang bengal itu iri berat.

Ya, Norman ngamuk dan bahkan ngelunjak! Dia tidak terima kakaknya saja yang mendapat hadiah mobil. Dia merasa berhak untuk mendapatkannya juga meski tidak sedang berulang tahun. Rasti jelas kewalahan, apalagi ia memang sama sekali tidak berencana akan memberi mobil untuk Norman meski kelak dia berulang tahun.

Ya, jelas Rasti tidak berpikiran kelak anak-anaknya harus memiliki mobil satu-satu. Ia tidak seroyal itu. Ia ingin Tedi bisa berbagi dengan adik-adiknya kelak. Jikapun nanti ada yang benar-benar membutuhkan mobil sendiri, itu soal lain.

‘Itu lihat nanti lah, soal waktu,’ pikir Rasti bijak.

Rasti sebenarnya mencoba berargumentasi dengan mengatakan bahwa Norman sudah mendapatkan 'yang lain'. Tapi apalah arti argumentasi bagi Norman.

“Pokoknya gue juga mau mobil!”

"Ya sudah.. Terus apa kamu mau tukeran sama kakakmu? Mobilnya buat kamu tapi kamu gak boleh ngentotin mama sampai kamu 18th?” Tawar Rasti yang tentunya ditolak Norman mentah-mentah.

Dia ingin semuanya. Sungguh seenaknya.

Tapi kali ini Rasti tegas untuk tidak menuruti kemauan anaknya ini. Tidak semua yang Norman inginkan harus dia penuhi. Norman akhirnya melampiaskan kekesalannya dengan menyetubuhi Rasti habis-habisan. Tentu dengan penuh caci maki dan hinaan, sebutan-sebutan kotor dia lontarkan semua ke ibu kandungnya ini. Meskipun begitu, lagi-lagi Rasti meladeninya bagaikan profesional.

Sedikit gambaran mengenai Rasti. Ia memang pelacur yang sangat istimewa. Rasti bisa menyesuaikan diri dengan semua model pria hidung belang pelanggannya. Ada yang suka romantis, Rastipun bisa jadi romantis. Ada yang suka bondage, Rasti siap sedia. Ada yang ingin berfantasi dengan kostum, misalnya ingin Rasti berperan jadi polisi sementara si hidung belang jadi penjahatnya, atau ada juga yang minta Rasti jadi ibu guru dan si hidung belang jadi muridnya, bahkan tidak sedikit pula yang minta Rasti jadi jilbaber, apapun itu pasti Rasti penuhi, dan Rasti bisa berakting memainkan peran-peran itu dengan baik. Tidak masalah bagi Rasti.

Makanya ketika kemarin teman-teman Tedi berkesempatan melihat isi lemari Rasti, mereka mendapati lemari yang sangat besar itu berisi berbagai macam kostum.

Pernah ada klien masih muda, mahasiswa semester awal anak seorang pengusaha yang kaya raya. Dia ingin Rasti berperan jadi kakak perempuannya. Tampaknya pelanggannya ini bernafsu pada kakak perempuannya sendiri tapi tentu tidak kesampaian, lalu dilampiaskan ke pelacur seperti Rasti. Ia meminta Rasti berganti nama menjadi nama kakaknya, menyuruhnya memakai baju-baju kakaknya yang dia curi dari lemari kakaknya, dan bertingkah laku seperti kakaknya.

“Adeekk..! Ayo belajar.. coba kakak test, sampai mana hapalan rumusnya.. Hmm tiap ada rumus yang lupa bakalan kakak kasih hukuman ya?”

“Si..siap kak..! Kalo gitu hukum aja kak.. adek sudah lupa semua rumus-rumusnya..”

“Iiihh kamu nakal banget sih dek! Awas lho nanti kakak bilangin papa mama! Ayo sekarang dibuka bajunya! Kakak hukum! Hihihi..”

Contoh lain, ada juga kliennya yang seorangmahasiswa kaya, tapi yang ini sudah hampir lulus kuliahnya. Seorang nerd. Kutu buku, pemalu, culun, sering dibully dan tidak pernah punya pacar. Dia menjadi salah satu pelanggan setia Rasti, tapi uniknya dia ingin Rasti berperan jadi pacarnya. Jadilah Rasti seperti 'pacar bayaran' dan mereka benar-benar beracting seperti orang pacaran.

Jika ingin ‘memakai’ Rasti -biasanya di malam minggu- mahasiswa itu datang bagaikan mengajak kencan, dia membawakan bunga untuk Rasti, mengajaknya nonton bioskop, romantic dinner, kemudian berujung pada pergumulan sex yang panas. Kadang di kosnya, kadang di hotel, tidak jarang juga di rumah Rasti. Dan Rasti benar-benar memainkan perannya dengan sepenuh hati! Dia seakan-akan menjadi pacar yang sesungguhnya, manja, penuh perhatian, cemburu, dsb.

Bahkan Rasti sering berinisiatif mengirim WA semisal : ‘sedang apa yang?’, ‘Sudah maem belum?’, ‘Met bobo yah..?’, ‘Mimpiin aku ya..’, ‘Yang, Rasti kangen nih..’ dan sebagainya.

Dan bahkan pernah suatu ketika mahasiswa itu jatuh sakit, Rasti berinisiatif datang menjenguknya. Rasti menjaganya, menyuapinya, sampai memandikannya. Kalau sudah begitu ujung-ujungnya sex, dan tidak jarang Rasti tidak menarik bayaran sama sekali.

Malah pernah suatu ketika mahasiswa itu kehabisan uang karena biaya praktikum yang besar untuk tugas akhirnya. Meskipun kaya, gaya hidupnya membuat dia kehabisan uang sampai-sampai dia tidak bisa bayar uang kuliahnya. Tiga kali malam minggu dia tidak berkencan dengan Rasti.

Di malam minggu ketiga itu, Rasti sampai mengirim WA, “Yang, kamu marah sama aku ya..? Kok ga pernah ngapel lagi?”

WA itu tidak dibalas.

Rasti mengirim lagi, “Yang.. Kangen nih, malam ini keluar yuk..?”

WA kedua ini pun tidak kunjung dibalas.

Rasti mengirim WA ketiga, “Yang, kamu udah punya pacar baru lagi ya..? Yang, balas dong please..”

Akhirnya WA ini dibalas singkat : “Maaf, jujur aku lagi ga ada uang ”

Mendapat pesan itu Rasti malah membalas, “Jahat! Rasti gak butuh uangmu! Aku butuhnya kamu tuh ada buat aku.. Pokoknya malam ini aku tunggu, jemput aku atau kita putus!”

Benar-benar seperti pacar beneran!

Begitulah, malam itu si mahasiswa culun menjemput Rasti dengan kikuk, dan disambut Rasti dengan ceria, dipeluk dan dicium. Dengan canggung mahasiswa itu minta maaf, tapi hanya direspon Rasti dengan cubitan gemas di hidungnya. Mereka kemudian berkencan, dan semua Rasti yang mentraktir! Dari nonton hingga makan malam. Tentu berujung pada sex yang panas di kamar kos mahasiswa itu. Belum cukup sampai di situ, Rasti masih menungguinya mengerjakan tugas akhirnya sampai pagi. Menjelang subuh, sebelum pergi Rasti mengajaknya bercinta lagi.

Ya, itulah Rasti. Dia memainkan perannya terlalu baik sampai-sampai mahasiswa itu jatuh cinta berat pada Rasti.

Sekarang mahasiswa itu sudah lulus dan bekerja di sebuah perusahaan pertambangan asing di indonesia, gajinya besar dan dia masih menjadi pelanggan setia Rasti hingga kini. Salah satu dari banyak pelanggan royal Rasti yang lain. Terakhir kali kencan, dia mengatakan tidak akan menikah, karna dia merasa tidak akan menemukan wanita sebaik Rasti yang mau padanya. Mendengar itu Rasti jadi salah tingkah harus menjawab apa, antara bangga sekaligus prihatin sebenarnya.

‘Biarlah waktu yang akan menjawab.’ Begitu pikir Rasti, dan dia pun mencumbu si mahasiswa sekali lagi dengan ganas.

Rasti yang sekarang bukanlah pelacur yang akan bersetubuh karna terpaksa dan dimotivasi faktor ekonomi. Dia tidak terikat dengan germo atau mucikari manapun. Jadi jika tidak sedang ingin, maka Rastipun tidak akan menerima tamu. Tapi sebenarnya Rasti itu lebih banyak inginnya, apalagi Rasti sendiri memang seorang yang hypersex. Kalaupun tidak ingin, sebenarnya jika perlu moodnya bisa saja dengan mudah dibangkitkan.

Nah, kembali ke Norman, pada anaknya sendiri inipun Rasti tidak memberikan pengecualian, meski Norman bukan kliennya, melainkan putranya sendiri. Ya, Rasti juga berperan dengan baik bagaimanapun Norman ingin memperlakukannya.

Seperti saat ini yang mana Norman memperlakukan dirinya sebagai mama pelacur yang hina, betina jalang, lonte murahan, dan sebagainya. Rastipun memainkan peran itu. Maka inilah adegan yang kini hampir setiap hari terjadi di rumah Rasti. Norman melampiaskan kekesalannya dengan ngentotin Rasti hampir tiap hari, tak kenal waktu dan tak kenal tempat. Di dapur, di kamar mandi, di ruang tamu, bahkan di teras rumah!

Kini tiga minggu sudah sejak Tedi mendapat mobil di hari ulang tahunnya itu. Seperti biasa, saat ini Riko, Romi dan Jaka sedang akan main ke sana. Kebetulan saat itu hari minggu, mereka pun datang sejak pagi. Saat datang, mereka menjumpai Rasti sedang melepas kepergian beberapa orang asing tamunya. Rasti terlihat segar habis mandi, seperti biasa dia melepas tamu-tamunya itu dengan mengobral ciuman dan senyum manis cerianya.

“Don’t forget me.. Whenever you come to Indonesia again.. please call me..”
(Jangan lupakan aku, kapanpun kamu datang ke Indonesia lagi, hubungi aku) Ucap Rasti manja, seperti melepas kepergian kekasih.

“We will! I sure will..”
(Tentu! Pasti..) ucap orang-orang asing itu hampir kompak.

“Bye..!” Dadah Rasti masih mengobral senyumannya.

“Eh, kalian.. Yuk masuk.” Ucap Rasti kemudian dengan senyum manis pada teman-teman Tedi.

“Duh, kayaknya semalam baru pesta nih Tante.. Asyik nih”

“Hihihi.. mereka itu yang berpesta,kalau Tante sih kerja!” Cibir Rasti.

Mereka lalu duduk bersama bercengkerama di ruang tengah, Rasti dengan dua anaknya Kiki dan Dion yang bermanja-manjaan padanya, Tedi dan teman-temannya juga sedang asyik menimang-nimang Bobi yang sedang ceria dan lucu-lucunya pagi itu. Namun tiba-tiba Norman muncul dengan wajah kucel baru bangun tidur.

"Lontee! Bikinin minum dong" Panggil Norman kurang ajar. Datang-datang langsung nyuruh-nyuruh mamanya, dengan panggilan yang tidak enak pula.

Rasti tersenyum kecut, tapi dia beranjak juga memenuhi perintah Norman.

"Sarapannya mana? Kok belum siap? Dasar lonte! Semalam nglembur ngemut kontol jepang ya? Kontol kecil aja doyan! Kayak gak ada kontol lain aja!"Maki Norman lagi.

“Semua udah sarapan sayang, kamu aja yang bangunnya kesiangan. Kalo Mama bikinin kamu sarapan tadi pasti sekarang udah dingin, pasti kamu gak mau. Jadi ya Mama nungguin kamu bangun aja..”

“Iyee, bawel..”

“Mau sarapan apa? Mama ceplokin telur ya sayang?”

“Ya.. Sama mie goreng! Eeiitt..!”

“Hmm? Kenapa?”

“Siapa yang bolehin Mama pake baju? Buruan buka!” Bentak Norman.

Ya, Norman yang melampiaskan kekesalan dengan mencabuli Rasti melarang Mamanya itu mengenakan pakaian sama sekali setiap hari. Rasti wajib bugil terus di rumah.

“Biar mudah dientotin, kalo pas ngaceng tinggal coblos!” Begitu kata Norman saat mempunyai ide untuk melecehkan mamanya beberapa hari yang lalu.

Tentu Rasti tidak selalu memenuhinya, kalau Norman tidur atau pergi atau sedang lupa, maka Rasti pun cuek mengenakan pakaian sehari-harinya. Tapi kalau pas Norman lihat dan ingat, ya sudah deh seperti pagi ini, baju Rasti yang sebenarnya sudah minim itu disuruh buka semua.

“Dasar lonte bandel, tiap gue lengah, pasti deh langsung nyolong-nyolong kesempatan pake baju! Lonte tu ga pantes pake baju tau nggak..” Tukas Norman bersungut-sungut.

“Kalo mama telanjang terus ntar masuk angin dong sayang..” Rasti mencoba memberi alasan tanpa terlihat tersinggung sama sekali.

“Bawel, buruan lepas. Yang ada bukan masuk angin, tapi masuk kontol!” balas Norman.

"Iya sayang iya.. Mama buka." Jawab Rasti sambil melucuti bajunya.

"Nihh.. dasar kamu.." ucap Rasti manja sambil melemparkan bajunya ke muka Norman yang terkekeh-kekeh.

Norman kemudian ikut bergabung di ruang tengah sementara Rasti menyiapkan sarapannya di dapur tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya.

“Biarin deh lo dapet mobil, yang penting gue dapat kuda binal yang bisa gue tunggangin juga tiap hari! Hahaha!” ledek Norman pada kakaknya.

Tedi sendiri mendiamkan saja omongan adiknya itu. Riko, Romi dan Jaka juga cuma bisa dongkol, meski begitu mereka curi-curi pandang juga ke arah dapur, melihat betapa seksinya ibu teman mereka ini yang lagi masak sambil bugil.

“Kuda binal apaan kak?” Tanya Kiki lugu.

“Huahahaha.. Kamu mau ikut nunggangin kuda binalnya kakak?”

“Mau kak..” jawabnya polos.

“Ntar ya kalo udah gede kakak pinjemin.. hehehe..”

“Emang kuda binalnya dimana kak?”

“Wakakaka, ni anak.. kuda binal itu ya mamamu itu lho yang lonteee, hahaha”

“Man! Lo ini..” Tedi tak tahan untuk tidak menghardik Norman.

“Hahaha.. emang kenapa bang? Emang lonte..” Ucap Norman santai sambil menggaruk-garuk selangkangannya.

“Anjrit gue ngaceng deh gara-gara lo!” Ujarnya lagi sambil mengacak-acak rambut Kiki, dia lalu ngeloyor begitu saja menuju dapur.

Sejurus kemudian..

“Kyaaa.. Norman.. Aahh..”

“Berisik, kan udah gue bilang, gak bakal masuk angin tapi masuk kontol.. Kemasukan kontol beneran kan.. hehe”

“Aduuhh.. mama lagi masak sayang.. buat sarapan kamu.. Uuhhh..”

“Masak masak aja.. masak kan pake tangan, ga pake memek! Hahaha..”

Plok plok plok..! Langsung terdengar nyaring bunyi benturan antara paha dan pantat, yang sukses mengundang rasa penasaran teman-teman Tedi.

Dengan mupengnya mereka langsung berebut mengintip ke arah dapur. Mereka melongok tanpa beranjak dari sofa di ruang tengah, kebetulan posisi dapur Rasti dapat terlihat dari tempat mereka duduk. Meski agak tertutup rak, dari yang tampak mereka sudah dapat punya gambaran jelas apa yang terjadi di dapur.

Buset, Norman langsung menggenjot mamanya tanpa kompromi!

“Sayaangg.. ahhh.. aduuhh.. kamu ini.. tumpah-tumpah deh..”

“Berisik lo lonte! Gue udah ngaceng semaleman, ngalah sama jepang jepang sialan itu! Mama juga pasti belum puas kan sama kontol kontol kecil mereka? Jangan pura-pura nolak deh..!”

“Aaahh iyaa sayaaang.. memek Mama masih gateell.. untung ada kontol besar kamu.. terusshh, oohh..!” racau Rasti yang mulai terbawa suasana.

Ya, Untungnya Norman tetap tahu diri kalau Rasti sedang kedatangan tamu-tamu jepang yang ‘wajib’ dia layani, Norman tidak mengganggunya. Karena sesuai perjanjian, selama 3 minggu Rasti bebas dipakai oleh Mori-San.

Meski tidak full tiap hari selama 3 minggu itu, karna Mori-San sendiri sangat sibuk dan dia datang ke Indonesia untuk bekerja, bukan berwisata. Tapi, manajer salah satu perusahaan mobil Jepang ini juga bebas menyuruh Rasti melayani siapa saja yg dia kehendaki. Ini juga termasuk dari kewajiban yang harus ditunaikan oleh Rasti meski memang tidak ada detail kesepakatan yang menjelaskan hal itu, tapi mereka sudah sama-sama tahu.

Beberapa malam terakhir ini Rasti melayani beberapa rekan bisnisnya Mori-San. Berapapun orangnya, Rasti siap melayani. Pada akhirnya, setelah 3 minggu ini, Mori-San sendiri hanya 5 kali malam memakai Rasti, sisanya dia lebih memanfaatkan Rasti untuk memuluskan lobi-lobi bisnisnya. Tidak kurang dari total 20 orang dari berbagai perusahaan dan jabatan yang Rasti layani untuk Mori-San. Semua itu untuk sebuah mobil yang Rasti berikan untuk Tedi.

Teman-teman Tedi terus mengintip untuk menonton adegan perzinahan ibu dan anak itu. Namun ternyata tidak hanya mereka saja yang penasaran, tapi juga anak-anak Rasti yang lain. Kiki bahkan langsung ngeloyor begitu saja menuju dapur mendatangi mereka.

“Ma..”

“Aahh.. Eh, Ki.. kiki? Kamu mau apa sayang?” tanya Rasti grogi.

Meskipun Kiki sudah sering melihat dirinya bersetubuh, tapi tetap saja bersetubuh dengan Norman, kakaknya Kiki sendiri, merupakan hal yang ganjil.

“Mau minum. Mama sama abang Norman lagi ngapain??”

“Hehe, ini lho yang abang bilang tadi.. Abang lagi nunggangin kuda binal.” jawab Norman sambil tetap menyetubuhi Rasti, tapi memelankan genjotannya pada vagina Rasti dari belakang.

“Norman! Kamu ngajarin apa sih ke adekmu? Dasar ih..” protes Rasti manja.

“Ya benar tapi kan Ma? Kalau Mama emang kuda binalnya Norman.. hehe heh..” ucap Norman terkekeh.

Pundak Rasti lalu didorong ke depan oleh anaknya ini sehingga Rasti jadi sedikit membungkuk. Membuat Rasti benar-benar seperti ditunggangi Norman, dan itu dilakukan tepat di depan adiknya yang polos yang masih belum mengerti apa-apa.

“Auuhh Normaan..” Desah Rasti sambil melirik Kiki, mukanya memerah tersipu.

“Jawab dong Ma.. benar kan kalau Mama itu kuda binalnya Norman? Kasih tahu Kiki Ma..” suruh Norman kemudian.

“Dasar kamu ini. Iya sayang.. Mama ini kuda binalnya abang Norman.” jawab Rasti tersenyum manis pada Kiki.

Kiki hanya mengangguk-angguk saja, melihat abang dan mamanya yang tampak kenikmatan itu bahkan membuatnya jadi ingin mencoba merasakan menunggangi kuda binal.

“Kata abang Norman kalau Kiki udah gede, Kiki boleh coba nunggangin mama juga ya?” tanya Kiki polos yang direspon tertawaan Norman.

Terang Rasti melotot dan mencubit paha Norman. Putranya yang urakan ini benar-benar mengajarkan yang aneh-aneh pada Kiki.

“Jawab dong Ma.. boleh kan? hahaha” suruh Norman lagi.

“Iiihh.. Ii..Iya sayang.. boleh kalau udah gede ya..?” jawab Rasti mengiyakan saja.

“Asikkk..!” girang Kiki.

Rasti melirik lagi ke arah Norman. “Lihat tuh, kamu sih ngajar yang tidak-tidak ke Kiki.” bisiknya pada Norman yang hanya dibalas cengengesan.

Tapi entah kenapa Rasti justru semakin terangsang dengan situasi ini. Menganggap dirinya kuda binal anaknya sendiri, serta mengakuinya di depan anaknya yang lain, bahkan menjanjikan anaknya yang masih 7th itu untuk menyetubuhinya suatu hari nanti, semakin membuat birahinya terbakar.

“Hahaha, dasar lonte.. kuda binal jalang! Hahaha..!”

Norman semakin menjadi-jadi melecehkan ibunya. Dia bahkan menjambak rambut Rasti ke belakang layaknya tali kekang. Betul-betul kurang ajar.

Tapi dasar Rasti binal, dia malah menikmati setiap perlakuan anaknya itu. Mengetahui kalau dia sedang ditonton oleh anak-anaknya yang lain, serta ditonton teman-teman anaknya juga, semakin membuat Rasti bergairah.

"Yihaaaa...! "Seru Norman keras bagaikan seorang koboi yang memacu kudanya.

Bersamaan dengan itu dia juga memacu lagi genjotannya sampai membuat tubuh Mamanya terpelanting-pelanting hebat.

"Aaahh.. nikmaat sayang, kencengin lagi sayang.. Ayoo aaahh..!"

"Huahaha.. lontee..!"

Sebenarnya Norman tidak selalu berperilaku seperti ini ketika berhubungan sex dengan Rasti. Tidak jarang Norman memperlakukan Rasti dengan manis seperti kekasih. Persetubuhan mereka jadi penuh kemesraan. Norman memanggil mamanya dengan panggilan 'sayang' atau 'cintaku', menyetubuhi dan menciumi mamanya itu dengan lembut.

Kalau seperti itu Rasti pun melayani Norman bagaikan kekasih. Tapi tidak kali ini. Norman benar-benar memperlakukan Rasti bagai budak sex karena dia sedang kesal.

Merekapun terus bersetubuh. Kocokan penis Norman di liang vagina ibunya semakin cepat.

“Aaahh.. Mamaaah..” Erangnya.

Dia seperti benar-benar ingin menunjukkan pada semua orang di sana kalau menunggangi Rasti betul-betul sangat nikmat.

“Iyaahhh sayaang.. Pelaan sayaang.. Mama sampe..” Rasti tidak kalah meracau.

“Keenakan ya lu lontee.. Memeek! Enaak aaahh..”

Selama ini bisa menyetubuhi Rasti, Norman jadi sudah sungguh sangat ahli dalam bercinta. Dia bisa mengatur orgasmenya supaya bebarengan dengan orgasme Rasti. Seperti saat ini yang dia lakukan, di tengah genjotan kasar dan cepatnya, begitu dia merasakan memek Mamanya itu berkedut-kedut kencang, dengan serta merta dia mengatur ritme genjotannya.

“Ayo sayaang.. aahh..” Rasti yang merasa orgasmenya diulur kini menggoyang-goyangkan pinggulnya ke depan dan belakang, seperti menuntut pemuasan segera.

“Aah pecun lo ma aah.. gue belum..!”

“Ayoo dong sayang, aahh ahhh.. kamu nih..”

“Bareng maah..”

“Iyaa bareng, tapi kamunyaa.. aah..”

Agaknya Rasti tahu Norman ingin memperlama durasi persetubuhan mereka. Meski senang-senang saja, tapi tidak untuk kondisi seperti ini, yaitu di mana Norman sering sekali main entot saja di sembarang tempat. Apalagi sekarang sedang ada teman-teman Tedi, dan anak-anak Rasti yang lain sedang bermain dengan asiknya. Bagi Rasti ini adalah family time yang ingin ia lewati dengan berkualitas.

Ya, Norman memang cukup lihai dalam bercinta, tapi masih tidak ada apa-apanya dibanding Rasti yang jauh lebih lihai. Kali ini Rasti tidak membiarkan Norman pegang kendali.

“Aahh.. memeekk.. sial.. Mama pengen banget peju ya? Aarrhh.. Niihh terima peju guee..! Lonteee..”

Normanpun tak kuasa lagi menahan ejakulasi dan menumpakan semua spermanya di vagina Rasti, bersamaan pula dengan orgasme yang dialami Mamanya itu. Tubuh Rasti bergetar hebat. Ia mendongakkan kepala dan menegakkan badannya dan disambut dengan pelukan erat Norman dari belakang.

Beberapa saat hening, hanya desahan nafas yang mengiringi getaran tubuh mereka berdua yang sedikit demi sedikit mereda. Norman memeluk Rasti dari belakang dan menciumi tengkuk Mamanya itu dengan gemas.

Dari ruang tengah teman-teman Tedi bisa melihat Norman tengah membisiki suatu kalimat ke telinga Rasti, entah kalimat apa itu, yang jelas Rasti terlihat tersenyum dan mengangguk-angguk lalu membalik badannya. Ibu dan anak itu pun saling berpagutan bibir dan lidah beberapa saat.

Setelah puas, Normanpun melepaskan tubuh Rasti dan pergi begitu saja kembali ke ruang tengah sambil mengancingkan celananya. Barulah setelah itu Rasti melanjutkan acara memasaknya yang sempat terganggu.

"Eh lonteku, kira-kira bang Tedi boleh gak mobilnya dipinjamkan ke teman-temannya? Norman juga boleh pinjem gitu.. Boleh gak?" Tanya Norman sambil sarapan mie gorengnya setelah selesai ngentot.

"Ya itu terserah kakakmu dong sayang.. itu kan punya dia. Tapi anak Mama ga boleh pelit ya..?” Ucap Rasti melirik Tedi.

“Biar lebih manfaat boleh tuh mobilnya dipinjamin. Boleh kan sayang?" jawab Rasti lagi sambil bertanya ke Tedi.

"Ya, boleh aja, asal yang minjem tanggung jawab.." Jawab Tedi enteng.

Dia tidak menangkap maksud tertentu dari pertanyaan adiknya yang bengal itu.

"Hehehe.. Kalo gitu Norman juga boleh dong minjemin kuda binalnya Norman ke temen-temen Norman? Temen-temen Norman banyak tuh yang pingin nunggangin kuda binal, hehehe.." Norman terkekeh.

Mendengar ini muka Tedi langsung berubah kecut.

Rasti sendiri hanya tersenyum kecil mendengar omongan anaknya itu yang benar-benar menganggap dirinya, ibu kandungnya ini, seperti barang yang bisa dipinjamkan seenaknya.

“Dasar kamu ini” jawab Rasti menghela nafas. Tidak mengiyakan maupun menolak.

Gemas sekali teman-teman Tedi melihat bagaimana Rasti selalu membiarkan saja si Norman melecehkan dirinya.

Omongan Norman ini ternyata bukan bercanda belaka.

Beberapa hari kemudian, di suatu hari menjelang senja, Norman pulang membawa 6 orang teman gengnya ke rumah.

“Ma, ada teman-temanku tuh di kamar.” panggil Norman pada Rasti yang sedang sibuk menyapu rumah.

Rasti saat itu sedang telanjang bulat sesuai perintah Norman.

“Teman-temanmu? Ya sudah..”

“Lho kok ya sudah.. Aku mau ngenalin Mama dong sama mereka. Tapi Mama tetap gak boleh makai baju yah.. hehe.."

“Hah, masa gitu sih sayang? Mama gak mau ah..!” tolak Rasti.

“Eit, ayo dong Mah.. Gak boleh nolak!” Norman ngotot.

Diapun menyeret Rasti ke kamarnya meski dia tahu ibunya itu tidak nyaman harus menemui orang dengan telanjang bulat. Entah kenapa kali ini Rasti merasa malu, dia grogi harus menemui teman-teman anaknya itu dengan bertelanjang bulat.

"Nih, lonte gue, cakep kan? Hehe.."ucap Norman.

“Anjrit!” Serempak keenam teman Norman terbelalak melihat Rasti yang telanjang bulat.

“Ii.. ini..?” Tanya salah satu teman Norman tergagap.

“Iye! Kan udah gue bilang ini lonte! Hahaha..!”

“Wuih.. serius lo? Anjrit cakep!” Gumam teman Norman sambil celingak-celinguk. “Sepi rumah lo bro?” Tanyanya penasaran.

“Hahaha, ga juga, kenapa emang?” Jawab Norman.

Rumah Rasti yang besar didesain mempunyai beberapa ruang yang terpisah dari ruang utama. Seperti di ruangan ini, sebenarnya ruangan ini seperti ruang tamu, tapi posisinya di belakang rumah, menghadap langsung dengan taman belakang. Norman meminta ruangan ini untuk dijadikan kamar pribadinya. Rasti mengijinkannya.

Walhasil di ruangan ini juga ada kasur besar tempat tidur Norman. Juga ada televisi lengkap dengan DVD playernya yang kebanyakan kaset Norman adalah film (BF Bokep porno sex).

Ruang ini memang cukup nyaman untuk nongkrong-nongkrong tanpa harus terganggu anak-anak Rasti yang lain. Meski jarang, jika Norman mengajak teman-temannya main, pasti mereka akan menghabiskan waktunya di sini. Dengan begitu, obrolan mereka yang keras dan kasar, apalagi sambil merokok dan minum minuman keras, semua tidak akan terlihat langsung oleh keluarga Rasti.

Kini Rasti benar-benar canggung berdiri di hadapan teman-teman Norman di ruangan ini dalam keadaan bugil. Meski ada perasaan senang juga karena sebagai lonte dia punya naluri eksibisionis.

Dipandanginya keenam wajah teman Norman satu-persatu, tidak ada yang dikenalinya. Bukan 3 orang yang waktu itu pernah menggangbang dirinya. Entah Norman memperkenalkan dia sebagai ibunya juga atau tidak. Tampaknya sih tidak.

Ya, keenam teman Norman ini sepertinya belum tahu cerita tentang dirinya.

“Amboii.. Ini beneran lonte lo Man?”

“Lonte buat.. ngentot??”

“Ya iya lah, namanya lonte ya buat ngentot!”

“Asik benar lo!” Seru teman-teman Norman yang jelas saja membuat mereka nafsu berat karena melihat Rasti.

"Bikinin minum ya buat temen-teman Norman, habis itu siap-siap di kamar, gue pengen ngentot!" suruh Norman pada Rasti. Betul-betul seenaknya.

Tapi lagi-lagi Rastipun menuruti.

“Ingat, jangan pake baju!” Seru Norman seakan bisa membaca pikiran Mamanya itu.

Ya, sempat terbesit di benak Rasti untuk memakai pakaian sebelum nanti kembali lagi untuk menghidangkan minuman. Rasti pun cemberut manja, lalu ngeloyor pergi.

Saat Rasti kembali menghidangkan minuman, dia disuruh menata gelas yang bejumlah tujuh itu di meja, dihidangkan satu-satu untuk Norman dan teman-temannya. Walhasil saat melakukan itu Rasti jelas dilecehkan oleh teman-teman Norman. Dicolek pinggulnya dengan kasar. Ditabok pantatnya dengan gemas.

Rasti mengaduh kecil sambil menggelijang manja.

Tak ayal reaksinya itu malah membuat teman-teman Norman makin gemas. Sambil mengeluarkan kata-kata kasar dan melecehkan, mereka malah makin berani dan meremas buah dada Rasti saat Rasti membungkuk untuk menaruh minuman.

“Aahh..” Desah Rasti pelan. Tubuhnya bergetar, satu gelas akhirnya jatuh dan tumpah airnya.

“Aah goblok lu lonte, naruh gelas aja kagak becus lo..! Ngentot aja lu bisanya ya! Dasar lonte!”

Parah sekali caci maki yang ditujukan pada Rasti, padahal gelas itu jatuh juga gara-gara ulah mereka yang mengganggu Rasti.

"Woi! Main colek aja lu! Main grepe-grepe, kagak ijin sama yg punya! Nafsu ya lo pada?! Hahaha.. ngaceng ngaceng deh lo!" Ujar Norman sambil terbahak-bahak.

Ia kemudian menyuruh teman-temannya menunggu, "udah lo pada main duluan aja ya.. santai, bebas aja di sini, ntar gue gabung. Gue mau ngentot dulu! Hehe.."

Diapun menyeret Rasti keluar dari kamarnya.

“Sotoy lu man! Sisain woiii!” Seru teman-teman Norman yang mupeng berat. Norman membalasnya dengan terkekeh dan menjulurkan lidahnya sebelum kemudian menghilang keluar bersama Rasti.

Sambil jalan ke kamar Rasti, Norman iseng mencolek-colek selangkangan Mamanya itu.

“Iih sayaang..” protes Rasti manja.

“Hehehe.. Mama udah basah ya, iya kan..? Makanya ga usah jual mahal tadi, seneng kan Mama, Norman pamerin ke temen-temen Norman? Hahaha..” Norman lalu mendorong Rasti gemas hingga jatuh tengkurap di atas kasur.

“Kyaa..!” Tanpa ba bi bu, Norman mengeluarkan sejatanya yang sudah tegang dan langsung mendoggy Rasti.

“Aaahhh Normaann..”


****


Setelah ngentot, perangai buruk Norman belum berhenti. Kini dia malah meminta uang 2 juta pada Rasti yang bahkan belum reda engah nafasnya setelah disetubuhi.

"Haahh.. haah.. Dua juta? Hahh... Buat apa sih sayang?"Jawab Rasti di tengah engahan napasnya.

"Pake nanya lagi, buat main kartu lah, sapa tau menang banyak, gue bisa beli mobil sendiri! Ga perlu duit hasil melacur Mama!" jawaban Norman benar-benar merendahkan, padahal modalnya minta Rasti juga 2 juta. Dasar tidak tahu diri.

“Cepetan!”

“Iyaa sayang..” Rasti buru-buru bangkit dari kasur dan mengambil dompetnya. "Ya sudah sana, moga-moga menang ya.."

Sableng! Bukan hanya ngasih uang, tapi Rasti juga merestui.

Begitulah, selama beberapa jam kemudian Normanpun main judi dengan teman-temannya di kamar Norman.

Sementara Rasti melanjutkan harinya seperti biasa bersama anak-anaknya yang lain. Hari itu Tedi sedang pergi main bersama teman-temannya. Siapa lagi kalau bukan dengan Riko, Romi dan Jaka. Pamitnya sih mau pergi nonton konser, jadi kemungkinan bakal sampai tengah malam.

Malamnya, meski belum terlalu malam, semua anak-anak Rasti sudah tidur setelah dibacakan dongeng oleh Mamanya. Saat itu Norman masuk ke kamar Rasti. Dia mendapati Mamanya sedang menyusui Bobi, si bungsu.

"Cepetan neneninnya ma! Tu temen-temen Norman udah nunggu!"

"Hah? Nunggu apa?"

"Ya ngentot lah! Pake nanya.."

"Lho.. kok?"

"Udah.. gak usah banyak mikir, Norman kalah main judinya! Modal Norman abis semua 2 juta. Norman masih pingin terus main, tapi ga punya duit buat dipasang, jadi Norman pasang Mama sebagai taruhan. Tapi Norman kalah terus! Sekarang mama siap-siap cepetan! Siap-siap dientot!"

"Duuh, Kamu ini seenaknya aja siih??" Tukas Rasti kesal.

Meskipun kaget, sebenarnya sejak sore tadi Rasti sudah memikirkan kemungkinan akan disetubuhi teman-teman Norman. Betapa tidak, tadi dia sudah dipamerkan dalam keadaan bugil total di hadapan mereka.

“Kamu kalah sama berapa orang sayang?” Tanya Rasti gusar karna dugaannya benar-benar terjadi.

"Yaa semuanya, tuh ada 9 orang temen Norman."

"Iihhh! Semuanya?? Terus kok 9 orang? Bukannya tadi cuma 6?"

"Bawel amat sih?! Tadi datang lagi 3 orang!"

"Huuh, sama aja mama dientot bukannya dibayar malah mbayar 2 juta! Enak banget temen-teman kamu!" Ujar Rasti yang benar-benar kesal kali ini.

Tapi tetap saja Rasti tidak punya pilihan lain selain menuruti Norman. Sejak selesai masa 3 minggu perjanjian dengan Mori San sampai sekarang Rasti belum pernah menerima tamu lagi. Jadi kali ini tidak terlalu berat baginya.

Rasti minta melayani mereka di kamar Norman saja, dia tidak mau preman-preman kasar itu masuk ke kamarnya.

Selesai menyusui dan menidurkan Bobi, Rasti pun bersiap sekadarnya dan bergegas menuju kamar Norman tanpa mengenakan busana sama sekali.

Entah kenapa Rasti merasa agak deg-degan dan grogi kali ini. Tanpa mengetuk pintu dia melangkah masuk ke kamar Norman yang pintunya memang tidak ditutup. Suara riuh teman-teman Norman langsung menyambutnya, membuat Rasti makin grogi dan tersenyum canggung.

“Wii ketemu lagi nih Mama Rasti..” Celetuk salah seorang. Rupanya mereka sudah diberitahu nama dan status Rasti sebagai ibundanya Norman yang lonte.

Rasti tersenyum kecut sambil melirik Norman. Perasaan grogi dan malunya ini benar-benar tidak biasa, dan entah kenapa agak sulit mengenyahkan perasaan itu kini. Mungkin karena kesal harus melayani 9 orang preman yang bukannya membayar tapi malah dia yang mengeluarkan uang 2 juta.

“Mantaapp! Sudah bisa dipake ni Man?”

“Ni lonte daritadi sore gua liat kok malu-malu aja.. Lonte beneran bukan sih?”

“Ayo sini mama sayang.. duduk sama kita-kita!”

“Ayo sini mama cantik.. Duuh manis banget sih mukanya kalo malu-malu gitu..”

“Ayo sini, kita gak gigit kok.. cuma nusuk doang! Hahaha!”

“Hahaha, lo besok lagi kalo mau main pasang ni lonte lagi Man! Gue rela..! Hahaha..”

Teman-teman Norman seakan berlomba untuk melontarkan kata-kata cabul pada Rasti. Salah seorang menghampiri dan menariknya dengan kasar ke tengah-tengah mereka. Rasti kini dikelilingi 9 orang yang mulai menelanjangi dirinya masing-masing. Rasti digerayangi dan diciumi dengan liar sebelum kemudian disuruh duduk bersimpuh. Dan 9 penis yang hitam-hitam dan dekil langsung disodor-sodorkan ke mukanya.

“Yukk disepongin dulu kontolnya cantik..” Ucap salah seorang.

Tanpa disuruh pun Rasti sudah tahu apa yang dia lakukan. Kini Rasti sudah agak rileks, mulutnya segera mencaplok penis yang berada tepat di depan mulutnya, sementara kedua tangannya menangkap dua penis di kiri dan kanannya secara random, lalu mengocoknya. Dengan ini dalam satu waktu 3 penis bisa diservisnya. Rasti melakukan ini berganti-gantian, tanpa terlalu memperhitungkan waktu dan giliran siapa. Biarlah para pemilik penis itu yang saling berebut mendapatkan jatah dan servis terbanyak dari Rasti.

“Gue masuk dulu yah, mau tidur. Kalian nikmatin aja sampe puas.. oke?” Rasti mendengar suara Norman berkata pada teman-temannya.

Di tengah aktivitasnya memuaskan penis-penis yang terus mengerubutinya itu, Rasti pun berusaha melirik-lirik mencari keberadaan Norman. Matanya berhasil menangkap sekilas saja sosok Norman yang melangkah keluar begitu saja meninggalkannya tanpa mengucap sepatah kata apapun padanya.

Sejenak terbesit pertanyaan dalam benak Rasti, apakah Norman menikmati memperlakukannya seperti ini atau tidak? Tapi pertanyaan itu mengalir begitu saja tanpa Rasti memusingkan jawabannya.

Malam itu teman-teman Norman benar-benar memuaskan diri mereka mengerjai Rasti. Tidak kurang dari 3 jam Rasti digangbang dengan kasar dan liar. Satu orang ada yang menyetubuhinya berulang hingga 3 sampai 4 kali. Tapi ada juga yang baru sekali langsung K.O.

Kali ini Rasti tidak menjadi lonte yang baik menurut standarnya sendiri. Ya, karna kebanyakan dia hanya pasif saja menerima segala macam perlakuan teman-teman Norman itu padanya. Rasti tidak mengeluarkan jurus dan trik apapun, tidak berakting binal, manja, atau menjadi apapun. Bahkan Rasti juga nyaris tidak bicara sepatah kata pun, kecuali hanya desahan-desahan.

Tapi bagi teman-teman Norman begitu saja sudah sangat mengasyikkan buat mereka bisa ngentot dengan wanita secantik Rasti. Rasti sendiri juga bukannya tidak menikmati. Paling tidak dia mengalami 2 kali orgasme malam itu.

Sebenarnya di tengah-tengah persetubuhan mereka itu, kira-kira setengah jam lewat tengah malam Tedi pulang disertai Riko, Romi dan Jaka.

Saat mereka sampai di rumah, tentu mereka langsung ‘ngeh’ melihat beberapa motor terparkir di halaman. Hanya saja mereka bertanya-tanya melihat kondisi motor-motor yang terparkir itu. Butut, ga ada spionnya, protolan, dimodifikasi ekstrim, knalpotnya blombongan, dsb. Jelas profil pelanggannya Rasti tidak akan memiliki motor yang seperti ini.

“Paling temen-temennya adik gue..” Gumam Tedi.

“Norman?”

“Siapa lagi?”

Begitu mereka masuk rumah, sayup-sayup lenguh desah dari kamar Norman terdengar oleh mereka. Berbagai spekulasi dan bayangan-bayangan cabul langsung tergambar di benak teman-teman Tedi. Mereka langsung ngaceng dan mupeng. Wanita pujaan mereka sedang digangbang teman-teman Norman! Meski lelah, mereka langsung berniat untuk mengintip kamar Norman. Tapi..

“Hayo lo pada mau ngapain?! Ga usah aneh-aneh lo.. gue suruh pulang nih?” Hardik Tedi yang tidak suka dengan gelagat mereka yang kelihatan banget ingin mengintip Mamanya.

“Ee.. nggak kok Ted..” Jawab Jaka mengkeret.

Riko dan Romi terdiam.

Mereka sadar, Tedi tidak suka dengan kelakuan Norman. Apalagi malam ini adiknya itu mengajak teman-temannya yang urakan itu untuk dilayani oleh Mamanya tersayang. Tedi sakit hati, dan dia merasa tersinggung ketika kejadian ini dianggap menarik sebagai objek fantasi cabul ketiga teman karibnya itu.

Walhasil mereka digelandang Tedi masuk kamar, disuruh langsung tidur. Setelah dipikir-pikir oleh Riko, Romi dan Jaka, yah sebenarnya mereka sangat kesal juga sih sama si Norman. Tapi.. Ah sudahlah! Mereka pun tidur dengan harapan besok bisa ketemu lagi dengan Rasti sang pujaan hati.

Hampir jam 2 pagi Rasti melangkah keluar dari kamar Norman, meninggalkan 9 teman Norman yang tertidur kecapekan. Rasti juga capek, tapi dia ingin tidur di kamarnya sendiri. Ternyata Rasti mendapati Norman sedang tertidur pulas di atas kasurnya. Rasti pun naik ke ranjang dan berbaring di samping Norman. Sejenak dia pandangi wajah anaknya yang bengal itu dengan penuh kasih sayang.

Saat tidur wajah Norman innocent juga, pikir Rasti yang lalu membelai rambut Norman dan mengecup pipinya.

Entah apa yang dipikirkan Rasti tentang Norman saat itu. Yang jelas jauh dari rasa marah apalagi benci. Rasti pun tidur sambil memeluk Norman erat.

“Mm.. Maa..?” Ternyata Norman terjaga sambil masih terkantuk-kantuk.

“Iya sayang?” Bisik Rasti.

“Mmmhh.. udah selesai?”

“Iya sayang.. Sudah.”

“Temen-temen Norman?”

“Tidur tuh..”

“Ooh..”

Norman memiringkan badannya menghadap Rasti, balas memeluk Rasti dan mencium Mamanya itu. Rasti pun membalas ciumannya mesra. Mereka saling mengecup beberapa saat.

“Maah.. Norman bobo sini ya?”

“Iya sayang.. Bobo aja, mama kelonin..”

Sungguh Rasti sosok ibu yang sangat penyayang.

Malam itu Rasti tidur berpelukan dengan Norman. Rasti tidur sangat pulas. Dia tidak sadar menjelang pukul 4 pagi Norman bangun dan meninggalkannya.

Ya, pagi itu Norman dan teman-temannya pergi dari rumah Rasti sebelum terbit matahari. Entah mau kemana dan apa yang hendak dilakukan oleh mereka? Tapi sebenarnya hal ini tidak aneh. Karena Norman dan gengnya memang ‘mahluk malam’. Mereka sering sekali begadang, melakukan aktivitas geng mereka sampai melewati malam dan baru tidur ketika matahari sudah hampir tinggi. Makanya, ketika Rasti terbangun di pagi hari dan mendapati Norman dan teman-temannya sudah pergi dari rumah, Rasti pun bersikap biasa saja.


****


"Tante, kenapa sih Tante biarin aja kelakuan si Norman?" Tanya teman-teman Tedi gemas pada siang hari itu.

"Hihihi.. ya mau gimana lagi?"

"Lho kok mau gimana lagi? Tante kan mamanya.."

"Iya sih, kalo kelakuannya Norman kayak gitu ke orang lain, ya pasti Tante sebagai mamanya akan negur.. tapi.."

"Tapi.. kenapa tante?"

"Tapi kalo kelakuannya kayak begitu pada tante sendiri yaa.. sebagai lontenya, tante jadi harus ngikutin dia pinginnya tante jadi kayak apa?”

“Yaaah.. kok gitu?” Ujar mereka gemas plus nafsu sekali mendengar Rasti mengatakan sendiri bahwa dalam hal ini dia lebih memilih berperan sebagai lontenya Norman, bukan sebagai Mamanya.

“Hihihi.. ga tau yah.. sudah naluri tante kali, sebagai lonte."

“Duh, tante, kita jadi ngaceng nih..”

“Ya udah sana, ke kamar mandi lepasin, hihihi”

“Hehe, ntar aja deh Tante..”

“Omong-omong, Tante kok pake baju, ga apa-apa nih.. Ntar dimarahin Norman lho?” Goda Jaka.

“Hahaha.. Kamu ini sok ngasih tahu, padahal kamu sendiri yang pingin kan liat Tante telanjang?” Cibir Rasti lalu mencubit Jaka gemas. Tidak sakit tentunya.

Jaka pun hanya tertawa-tawa aja. “Ga tau lho, ntar tiba-tiba Norman pulang, ngamuk ngeliat Tante gak nurut.. gue nggak tanggung jawab..” Ucap Jaka.

“Idiih, siapa juga yang nyuruh kamu tanggung jawab? Ya Tante sendiri yang tanggung jawab. Paling ngamuknya Norman ngentotin Tante lagi.. Tante suka kok dientot Norman, wee..” Jawaban Rasti itu sukses membuat mereka makin senat-senut.

Ah, betapa senangnya siang itu bisa mereka lewati dengan berakrab-akrab ria lagi dengan Rasti yang mereka puja.

Hari ini, mereka asik main di rumah Rasti. Mereka nonton tv, main PSnya Tedi, juga bergurau dengan anak-anaknya Rasti yang masih kecil. Tentunya semua itu tetap diselingi memperhatikan gerak-gerik Rasti yang menggoda. Ibu teman mereka ini sedang sibuk mengerjakan berbagai pekerjaan rumahnya, mereka juga sesekali menggoda Rasti dengan pujian serta candaan.

Namun ketika mereka semua sedang asik-asiknya melewati hari, tiba-tiba datang laporan kalau Norman.. ditahan polisi!

Berita ditahannya Norman membuat Rasti shock dan sedih bukan kepalang. Betapapun bengalnya, Norman adalah putranya juga. Rasti menjadi lebih tegang lagi ketika tahu penyebabnya adalah kekerasan yang terjadi di kompleksnya sendiri. Hari itu suasana ceria berubah menjadi serba canggung dan kelam. Teman-teman Tedi merasa tidak enak, mereka pun tahu diri dan segera pamit, sementara Rasti dan Tedi bersiap-siap hendak pergi ke kantor polisi.

Di kantor polisi, Rasti dan Tedi mendapat informasi lebih lanjut. Teman-teman Norman menganiaya seorang satpam di kawasan kompleks tempat tinggal Rasti. Dan kejadiannya adalah dini hari menjelang fajar tadi setelah mereka meninggalkan rumah Rasti. Saat mereka hendak meninggalkan komplek, tampaknya salah seorang dari mereka ditegur oleh satpam komplek. Entah apa masalahnya, yang jelas teman Norman itu tidak terima, begitu juga teman-temannya yang lainnya. Akhirnya satpam itu dikeroyok 9 teman Norman sampai luka parah dan masuk ICU.

Bagaimana dengan Norman? Norman sendiri sebenarnya mengaku tidak ikut menganiaya, dan Rasti percaya. Kepercayaan Rasti ini bukan semata pembelaan buta seorang ibu pada anaknya secara emosional, tapi memang Rasti tahu bahwa Norman sendiri kenal baik pada satpam di komplek ini. Norman sering nongkrong bareng mereka di pos, merokok bareng, main catur, dan sebagainya. Jadi sulit dipercaya kalau Norman ikut menganiaya. Tapi apa daya, semua yang ada waktu itu diciduk, dan demi solidaritas, Norman merasa tidak nyaman jika dia mengelak sendiri.

Masalah ini kemudian berkembang di hari-hari berikutnya. Tidak hanya berhenti di Norman saja, tapi lebih runyam lagi bagi Rasti.

Keberadaan Rasti di komplek perumahan itu jelas disorot lagi oleh penduduk sekitar. Dari yang paling benci, yang cuma nyinyir-nyinyir, sampai yang sekedar komentar. Semuanya bicara. Intinya Rasti dipergunjingkan. Dan semodern dan sebebas-bebasnya masyarakat di situ, sejauh ini yang ada paling pol hanyalah pembiaran. Bukan pembenaran, apalagi pembelaan.

Selama ini Rasti mawas diri dan merasa cukup dengan sekedar pembiaran. Tapi kini, pembiaran yang sebenarnya tidak gratis itupun mulai hilang. Suara-suara sinis lebih sering terdengar, terlebih yang nyata-nyata membencinya, suaranya jelas yang paling lantang.

“Ibunya lonte, anaknya preman! Sampah masyarakat! Udah usir saja, kalo perlu penjara sekalian ibunya!”

“Tadinya sih gue cuek aja, tapi kalo udah nimbulin rusuh ya ga bisa dibiarin!”

“Namanya juga lonte, gimana diarepin bisa ndidik anak dengan bener”

“Sekarang pengeroyokan, bisa jadi besok-besok ngerampok. Siapa yang bisa jamin besok rumah kita aman? Satpamnya aja dipukulin! Gila gak tuh?”

Semua suara-suara miring itu kali ini benar-benar tidak bisa dibendung. Rasti benar-benar tertekan dan sedih. Apakah dirinya sesalah itu?? Begitu hinakah dirinya menjadi seorang lonte??

Proses pengadilan dan pra penahanan Norman benar-benar melelahkan dan penuh tekanan. Tapi semua Rasti lalui dengan tabah dan sabar. Tentu dengan Tedi yang selalu mendampingi di sisinya.

Pada akhirnya jatuhlah vonis pada Norman dan semua teman-teman gengnya. Ya, kasusnya berkembang hingga menyeret seluruh anggota geng yang diikuti Norman. Agaknya geng itu sudah memiliki banyak catatan kriminal dan menjadi target operasi.

Berakhirnya proses ini cukup melegakan Rasti, meski dia tetap sedih karna Norman harus menjalani hukuman selama 3th. Sebenarnya, Norman termasuk di bawah umur. Dalam aturan hukum banyak keringanan yang bisa didapatkan oleh Norman. Banyak proses yang bisa ditempuh Rasti untuk mengupayakan itu, dan Rasti pun menempuhnya demi Norman.

Tapi pada akhirnya semua proses itu malah membuat perasaan Rasti makin tersiksa. Jelas keluarga Rasti bukanlah keluarga normal. Rasti adalah seorang lonte. Pelacur. Norman dan semua anak-anaknya lahir tidak jelas dan dibesarkan tanpa sosok seorang ayah. Rasti tidak punya pendidikan, dan dia pun tidak bisa mendidik Norman dengan baik, sampai Norman ikut geng dan melakukan premanisme. Dan sebagainya dan seterusnya.

Intinya, semua cerita tentang Rasti yang melingkupi kondisi Norman saat itu membuat semua proses yang ditempuh Rasti menemui jalan buntu. Sudah begitu, kondisi Rasti malah makin terekspos dan Rasti makin dihujani dengan cibiran, caci maki dan hujatan-hujatan.

Rasti benar-benar terpuruk saat itu.

Untuk sementara waktu Rasti memutuskan untuk berhenti menerima tamu. Tedi juga melarang Riko, Romi dan Jaka untuk main ke rumahnya dulu untuk sementara waktu. Tentu ini berat bagi mereka, tapi mau bagaimana lagi, situasi memang tidak memungkinkan juga bagi mereka untuk terus mengharapkan kesenangan dari Rasti yang kini sedang dirundung duka dan masalah.


***


Hari demi hari berlalu, bagaimanapun Rasti tidak ingin terus menerus sedih dan terpuruk. Dengan dihibur Tedi dan juga melewati hari demi hari dengan lebih dekat pada anak-anaknya yang lain, sedikit demi sedikit Rasti pulih dan bisa ceria lagi. Meski begitu, Rasti memilih menghabiskan waktu selanjutnya bersama keluarganya saja untuk sementara waktu.

Ya, Rasti masih tidak menerima tamu hidung belang.

Riko, Romi dan Jaka pun masih dilarang Tedi untuk datang. Meskipun sebenarnya Rasti tidak keberatan dengan mereka ini. Bahkan Rasti pun sempat kangen dan menanyakannya pada Tedi.

“Temen-temenmu kok ga pernah main lagi sayang?”

“Emang Tedi suruh jangan main dulu ma..”

“Lho emangnya kenapa sayang? Mama ga apa-apa kok..”

“Ah mereka itu main ke sini ntar paling cuman pingin ngecengin Mama aja..”

“Hihihi.. jangan gitu sayang, Mama yakin kok mereka anak-anak baik kok, bisa lihat-lihat kondisi.. Lagian mama juga suka kok dikecengin, hehehe.. Tingkah mereka itu jadi hiburan juga lho buat Mama..”

“Yaa ntar deh coba Tedi tanya.. Kalo mereka mau main nanti Tedi biarin..”

“Iyaa disuruh main aja sayang, mama sudah ga apa apa kok..”


====x0x=====


Beberapa hari kemudian Rasti minta diantar Tedi dengan mobilnya untuk menengok Norman ke penjara.

Di penjara, Rasti dan Norman bercakap-cakap di suatu ruangan yang memisahkan antara pengunjung dan tahanan. Penjara atau lapas ini adalah bangunan baru yang sebenarnya diperuntukkan sebagai lapas khusus pelaku kriminal di bawah umur, alias anak-anak. Tapi sistem hukum yang masih kacau, dan juga fasilitas Negara yang masih terbatas, membuat lapas yang tidak terlalu besar ini dihuni tahanan-tahanan yang dewasa juga.

Sejak ketemu, Rasti langsung menyadari sesuatu yang lain di wajah Norman. Ada sedikit lebam di pipi kirinya. Jelas Rasti langsung panik. Ia langsung menanyakan apa yang terjadi.

Norman pun curhat bahwa di awal memang sempat ada pembully-an. Ia dimasukkan ke dalam sel bersama dengan 4 orang napi dewasa yang sudah mendekam di sana paling sebentar satu tahun. Sebagai anak baru, wajar Norman dibully. Tapi Norman menyuruh Mamanya tidak terlalu mengkhawatirkan hal itu.

Meski begitu tetap saja Rasti gusar, ia beralih menanyai kabar anaknya itu, kesehatannya, makan teratur atau tidak, kesehariannya di sana, dan sebagainya, layaknya seorang ibu yang mengkhawatirkan putranya. Norman menjawab semua pertanyaan itu sekenanya saja. Terlihat sekali ia juga sedang risau akan suatu hal. Rasti pun jadi mengungkit soal pembully-an itu.

“Iya kan keliatan banget kamu pasti tertekan di dalam sana.. Walau wajar ya tetep ga bisa dibiarin kalo bullynya sampai pake kekerasan fisik begitu..!”

“Yaelah Ma, namanya juga di penjara.. ini bukan sekolahan Ma..”

“Tapi kan kamu bisa lapor, Mama juga akan bantu ngurusin hal ini ke sipir.. Pokoknya Mama akan ngelakuin apapun..”

“Udah Ma, semua bisa Norman atasi kok..”

“Ah, tapi keliatan banget tu kamunya..”

“Soal bully, Norman sudah atasi, pokoknya Norman ga bakal dibully lagi. Sekarang tu Norman kepikirannya sama hal lain!”

“Kok bisa? Ngatasin gimana maksudnya? Trus kamu punya masalah lain apa?”

“Ya caranya ada aja deh, nanti Mama juga tahu sendiri.. Ini ada kaitannya sama masalah Norman itu.”

“Iya, kamu kepikiran apa sayang?”

“Menurut Mama apa? Ya Norman kangen sama Mama..!”

Terdiam sejenak Rasti mendengar jawaban Norman. Wajahnya langsung tersipu. Pipinya merona merah, membuat Norman makin gemas memandanginya.

“Duuh kamu ini.. Ya iyalah, Mama juga kangen kamu sayang, tapi ya gimana lagi.. kan Ma..”

“Norman kangen, pingin ngentot!” Ujar Norman memutus kata-kata Rasti.

Terdiam lagi Rasti mendengar kata-kata anaknya itu. Kali ini agak kaget juga, Rasti gugup menengok kanan-kirinya takut ada yang mendengar. Ia benar-benar tidak menyangka Norman akan mengucapkan kalimat sevulgar itu. Rasti berpaling ke Norman lagi. Wajahnya tambah memerah.

“Iih, kamu ini kok sempat-sempatnya mikir gituan sih..? Dasar.”

“Yaelah Ma, justru itu satu-satunya hal yang paling Norman pikirin sejak Norman ditahan. Norman ga takut sama penjara, tapi takut ga bisa ngentot sama mama lagi! Seminggu aja gak ngentotin Mama, Norman pusing.. Apalagi kalau harus bertahun-tahun!”

Rasti jadi salah tingkah. Sekali lagi dia tengok kanan kiri. “Udah ah jangan ngomongin itu..”

“Iya Ma, Norman juga ga mau ngomongin itu. Norman maunya langsung ngentot aja, yuk..”

“Sayang.. Bercandanya jangan gitu ah..”

“Mama gak kangen sama Norman?”

“Iih kamu.. Iya deh sayang, mama juga kangen kok, tapi kan salahmu sendiri. Lagian bukannya ga bisa seterusnya kan? Nanti kalo kamu udah bebas kan bisa 'gituan' lagi sama mama.. Ya udah deh sekarang kamu puasa kayak abangmu.. Nunggu umurmu 18th yah? Hehehe..”

Akhirnya Rasti terbawa obrolan Norman, tapi belum berani mengucapkan ngentot dengan vulgar. Rasti benar-benar mengira Norman bercanda sampai kemudian Norman menegaskan dia tidak sedang bercanda. Ya, Norman benar-benar serius minta ngentot! Jelas Rasti bingung, mana mungkin mereka bisa melakukan hal seperti itu di sini.

Tedi yang sejak tadi duduk di kursi tunggu dan tidak ikut ngobrol, kini melihat gelagat Mamanya yang berubah. Penasaran tentang apa yang diobrolkan Mama dan adiknya itu, dia pun berdiri dan mendekati Rasti.

Walhasil dia jadi ikut mendengar hal di luar dugaan yang dijelaskan Norman kepada Rasti. Ternyata Norman sudah mengaturnya. Dia sudah kong kali kong dengan beberapa petugas penjaga lapas. Ada ruangan khusus yang bisa dipakai untuk melakukan ‘itu’. Dan hal itu memang sudah biasa di dalam penjara.

Tapi untuk mengakses itu memang tidak gratis. Imbalannya? Awalnya memang uang yang diminta. Tapi begitu Norman menunjukkan foto Rasti pada penjaga, kompromi pun terjadi. Ya, apa lagi kalau bukan Norman menawarkan Rasti pada mereka? Dan jelas mereka mau! Ya, Norman sudah menjanjikan para sipir dan penjaga di sana untuk bisa ikut ‘nyicipin’ mamanya itu.

Rasti hanya tertegun saja mendengar semua cerita Norman. Apalagi ternyata Norman belum selesai.

Ia lalu melanjutkan, “Sama teman-teman sel Norman juga Ma.. Tadi kan Norman udah bilang, soal bully Norman udah atasin. Makanya kan ini ada hubungannya juga sama itu, jadi.. Asal Mama mau, Norman ga bakal dibully lagi deh sama mereka.”

Rasti menelan ludah mendengar penjelasan terakhir Norman ini. Ya Rasti tahu arah pembicaraannya. Benar-benar tidak masuk akal. Rasti benar-benar gusar, bagaimana Norman bisa mengatakan semua itu dengan tenang dan datar, seolah itu hal yang biasa saja. Menawarkan Mamanya sendiri pada sipir penjara dan para napi!

“Kamu bercanda kan sayang?” Ucap Rasti masih tak percaya.

Tedi sendiri di belakang Rasti jelas tidak habis pikir dengan apa yang barusan diceritakan adiknya.

“Lo ga usah aneh-aneh deh Man..” Hardiknya kesal.

“Yee abang, gue serius. Lo sih ga tau rasanya di dalem sini. Norman serius Ma..!”

“Jangan Ma..” Bisik Tedi.

Rasti sendiri terlihat bimbang dan ragu. Sekali lagi dia tengok kanan-kiri, melirik ke dalam melihat petugas yang berjaga di balik pintu. Ternyata penjaga itu mengawasinya dari tadi. Dia tersenyum cabul memandangi Rasti, penjaga itu kemudian memperagakan adegan blowjob dan menunjukkannya pada Rasti!

Darah Rasti langsung berdesir melihatnya. Wajah cantiknya merah padam malu, jantungnya berdebar. Gugup.

“Ka..Kamu yakin sayang? Beneran bisa begitu?” Rasti malah bertanya lagi ke Norman.

Selain karena masih ragu untuk melakukan hal seperti itu di sini, dia juga tidak percaya kalau Norman bisa bersepakat seperti itu dengan para penjaga.

Rasti menggenggam tangan Tedi yang masih terlihat sangat gusar. Dari sentuhannya Tedi mengerti Mamanya ingin ia menahan diri dari memarahi Norman. Tedi pun ngalah seperti yang sudah-sudah.

“Iya Ma.. ayuk dong.. Norman kangen nih ngentotin mama, hehe..”

“Mama juga kangen sih. Tapi, duh.. masa di sini sih sayang? Sekarang?”

“Iya sekarang, tapi gak di sini Ma”

“Terus?”

“Mama mau lihat tempatnya Norman nggak?”

“Hah? Maksud kamu.. mama ikut kamu ke..”

“Hehe, ayo dong ma..” ucap Norman bangkit dari tempat duduknya lalu mengedipkan matanya pada penjaga di sana.

Penjaga itu tersenyum dan berjalan menghampiri Rasti.

“Ayo non..” Bisik penjaga itu sambil menunjuk ke arah pintu masuk.

Rasti terlihat gugup. “Eehh.. bentar.. bentar..” ucapnya, lalu menarik Tedi menjauh dan mengajaknya duduk di kursi tunggu.

Penjaga itu membiarkannya saja. Dia dan Norman saling tersenyum dan memberi kode. Norman pun lalu berlalu, kembali ke selnya dengan diantar seorang penjaga.

“Mmm.. Sayang...” Bisik Rasti pada Tedi. Dia ingin mengatakan sesuatu tapi bingung.

Tedi sendiri masih terlihat gusar menunggu apa yang hendak dikatakan Rasti. Dia tahu mamanya itu cenderung pada memenuhi keinginan Norman lagi.

“Kamu marah ya kalau Mama turutin adekmu lagi..?” Tanya Rasti.

Tedi membisu. Bingung dia harus menjawab sesuatu yang seharusnya sudah jelas. Tapi raut wajah Mamanya membuat Tedi terenyuh.

“Maafin Mama ya sayang, kalau perlakuan Mama ke kalian beda. Kamu pasti kesal sekali ya sama Mama.. Sama adikmu.. Mama ga pernah bisa tegas ke Norman. Mama kasih Norman apa aja yang dia mau.. Mama nggak adil, pilih kasih..”

“Stop Ma.. Jangan ngomong gitu..”

“Mama sungguh nggak tahu sayang, yang jelas Mama sayang sama kalian semuanya tanpa kecuali! Mama ga tahu.. Mama memang ga pintar ngurusin anak.. Maafin Mama sayang..”

Tedi sungguh menangkap raut wajah Mamanya yang kalut.

“Udah Ma, kalo mau, masuk sana..” Bagaimanapun juga Tedi tetap kesal dan ketus.

Sikap Tedi ini membuat Rasti makin bimbang. Dia hendak menjelaskan alasannya, betapa Norman dibully dan dipukuli di dalam sana, tapi Rasti sendiri sebenarnya tidak yakin dengan motivasinya. Apakah sebenarnya dia hanya kangen saja dientot oleh Norman? Mengingat belakangan ini selama beberapa hari dia tidak melakukan hubungan seks sama sekali.

Ya, Rasti sendiri mengakui bahwa dia sudah ingin kembali. Menjadi lonte lagi. Memuaskan nafsu banyak laki-laki lagi. Binal lagi.

Pada akhirnya Rasti mengatakan tegas pada Tedi. Jika Tedi melarang, Rasti janji akan menurutinya. Tedi yang disuruh menentukan, malah bingung dan salah tingkah, serba salah. Tapi setelah menimbang-nimbang, Tedi memutuskan untuk mengijinkan Mamanya. Wajah Rasti langsung sumringah. Ia pun memeluk dan mencium Tedi senang.

Bertepatan saat itu, petugas lapas yang menungguinya menghardik kasar.

“Lama amat lu ngobrolnya lonte?! Mau masuk nggak nih? Lonte aja pake diskusi, buang-buang waktu aja lo! Cepetan!”

Kebetulan saat itu ruang sudah sepi, sudah tidak ada lagi pengunjung, pantaslah si penjaga berani mengucapkan kalimat vulgar seperti itu. Kalimat yang seharusnya menyakitkan hati, tapi malah membangkitkan karakter binal Rasti kembali.

Yes, she’s back.

Rasti menyuruh Tedi pulang duluan, tak perlu menunggu karna nanti Rasti bisa pulang naik taksi. Rasti lalu berdiri dan tersenyum manis pada penjaga, memberi kode bahwa ia telah siap. Penjaga yang tadinya menghardik Rasti dengan kasar itu ternyata kini malah gelagapan oleh pesona Rasti. Mupeng berat dengan hanya satu jurus senyuman maut saja. Rasti tertawa kecil melihatnya.

“Ayo pak..” ucapnya genit.

Rasti kemudian dituntun masuk ke dalam lingkungan penjara. Ia yang sebenarnya masih agak bingung dengan kata-kata terakhir Norman tadi, kini nurut-nurut saja mengikuti ke mana si penjaga akan membawanya.

Memasuki bagian dalam bangunan lapas ini benar-benar seperti memasuki lingkungan yang angker. Mereka berpapasan dengan seorang penjaga lagi yang tadi mengantar Norman. Kini Rasti berjalan dikawal dua penjaga. Ternyata dugaannya benar. Dia akan dibawa ke selnya Norman! Gila, apakah ia akan melakukannya di sana? Deg-degan sekaligus antusias Rasti memikirkannya.

Dalam bangunan lapas yang tidak terlalu besar itu ada sekitar 60-an sel yang masing-masing kapasitasnya 4 sampai 5 orang tahanan. Sel-sel itu terbagi ke beberapa sektor yang mengacu pada lorong-lorong yang ada di dalam bangunan ini.

Pembagian sektor itu juga mengacu pada usia tahanan, tapi entah bagaimana pembagian dan berapa angka usia yang menjadi pembatasnya, yang jelas Norman yang berusia 14th kini ada di Sektor C. Untungnya sektor ini cukup strategis letaknya sehingga untuk menuju ke sana Rasti tidak harus melewati sektor-sektor lainnya. Hanya saja, untuk menuju sel Norman yang ada di ujung lorong, jelas Rasti harus melewati sel-sel lain yang ada di sektor ini.

Sampai di muka lorong Sektor C, jantung Rasti makin berdebar-debar. Apalagi dua orang penjaga yang mengantarnya kemudian berbisik-bisik, mereka berinisiatif menggoda dan mengerjai Rasti dengan tidak mengantarnya masuk. Dari luar lorong, penjaga itu hanya menunjukkan posisi sel Norman yang di ujung itu.

Kedua penjaga itu menganggap pakaian Rasti begitu seksi. Padahal bagi Rasti itu pakaian yang sangat biasa, sama sekali tidak bitchy, bahkan cenderung elegan. Rasti mengenakan gaun satin terusan berwarna hitam polos. Memang gaun itu tanpa lengan dan bagian lehernya agak lebar, potongan bawahnya pun 20 cm di atas lutut, walhasil kulit putih bersih Rasti memang cukup terekspos menggugah selera. Lagipula sosok wanita secantik Rasti tetap adalah pemandangan indah yang sangat jarang atau bahkan tidak pernah ada di dalam sebuah bangunan penjara seperti ini.

Dengan menyuruh Rasti masuk sendiri, penjaga itu ingin melihat seperti apa reaksi mupeng para napi dari balik selnya begitu melihat Rasti.

“Ayo masuk ke sana Non.. hehehe..”

“Hah, saya masuk sendiri pak?”

“Iya Non, jangan takut, aman kok.”

Rasti meneguk ludahnya, ia menatap ke dalam lorong itu dengan ragu-ragu. Lorong itu buntu, panjangnya mungkin sekitar 15 meter dan lebarnya sekitar 2 meter. DI kanan kirinya berderet sepuluh sel. Lima di kiri dan lima di kanan. Sel Norman ada di ujung sebelah kanan. Sungguh suasana baru bagi Rasti yang lagi-lagi terkesan sangat angker baginya. Terbesit perasaan prihatin memikirkan Norman harus tinggal di sini selama 3th ke depan.

“B.. Baik pak, saya masuk ya.. mmm, lalu kuncinya?”

“Nanti kami buka dari sini, pake sistem non, hehehe.. Udah sana, kasihan udah pada nunggu tuh di sel. Hahaha..”

Rasti pun melangkah masuk dengan perasaan berdebar-debar dengan diawasi dua orang penjaga yang cengengesan. Rasti melangkah pelan dan baris sel pertama pun dilewatinya.

Sejurus kemudian terdengar satu suara lantang. “Wuih ada yang bening-bening nih.. Cakep..!”

Rasti menelan ludahnya. Dadanya makin berdebar. Dia terus berjalan tak berani menoleh ke arah suara.

“Woy, liat nih coy, jangan tidur aja lo..!” Satu suara lagi terlontar.

Terdengar suara berisik dan gumaman-gumaman, lalu kemudian setelah itu suara demi suara berikutnya langsung riuh bersahut-sahutan tanpa jeda.

“Apaan??”

“Anjrriiitt! Ada bidadari kesasar!”

“Duuh, siapa namanya neng? Sini dong.. mampir tempat abang!”

“Duilee mulusssnya coy!”

“Kok bisa ada cewek cakep di sini sih? Ada yang manggil lonte ya!?”

“Duh, gue udah lama gak ngentot nih.. ngentot yuk neng!”

“Suiitt suiitt!”

Hanya dalam sekejap lorong itu langsung dipenuhi seruan seruan cabul para penjahat di sana.

Tangan para penghuni sel itu memukul-mukul teralis sel mereka membuat keributan. Sebagian besar tangan-tangan kasar mereka menjulur keluar juga berusaha meraih Rasti, tentu tangan mereka tidak cukup panjang untuk dapat menjangkau Rasti yang berusaha berjalan di tengah lorong selebar2 meter itu.

Perasaan Rasti benar-benar campur aduk saat ini. Ini benar-benar sensasi yang belum pernah dirasakannya sebelumnya. Dia mulai berani menoleh dan melemparkan senyum ke kanan dan kirinya, Rasti sengaja berjalan pelan melewati lorong itu. Ya, kini dia malah tebar pesona! Ah, bangganya perasaan Rasti saat itu. Naluri binalnya kembali meluap-luap.

“Aduh neng, manisnya..”

“Sini dong neng..!”

Seruan seruan kasar dan cabul terus dilontarkan para penghuni sel yang mupeng itu.

Penjaga yang mengawasinya di depan lorong tertawa-tawa melihat dan mendengar semua reaksi yang sesuai dugaan mereka ini. Benar juga, kayak binatang peliharaan yang kelaparan gara-gara seminggu tidak dikasih makan! Hua hahaha, mupeng mupeng deh lo! Pikir mereka yang sebenarnya juga mupeng berat dari tadi.

Tapi sesuai perjanjian memang giliran mereka baru setelah Norman. Yah, tak apa, toh tetap dapat jatah. Wanita secantik Rasti memang layak diantri.

Rasti sendiri kini malah makin penasaran dan terangsang. Cairan pelumas di dalam memeknya bahkan sudah mulai membasahi dinding-dinding liangnya.

Tiba-tiba timbul sifat iseng dari Rasti. Setelah sampai di barisan sel ketiga, terbesit di benaknya ingin mengerjai kedua petugas itu juga. Sambil menengok menebar senyum pada napi di sel sebelah kiri, langkahnya menjauh ke arah kanan. Benar-benar terlihat seperti tidak sadar Rasti melakukannya sehingga tubuhnya makin mendekat ke sel di sebelah kanannya. Penjaga yang melihatnya jadi panik.

“Aduuh, itu non.. jangan dekat-dekat..!” Serunya tertahan.

Terlambat, satu tangan kasar napi di sel keempat sebelah kanan berhasil meraih tangan Rasti. Tangan itu dengan cepat menarik Rasti,

“Kyaaa..!” Pekik Rasti kaget, meskipun inilah yang diinginkannya.

Tubuh mulus Rasti kini menempel rapat di jeruji sel yang dingin itu. Beberapa tangan dari dalam sel langsung sigap menahan tubuh Rasti sehingga Rasti tidak bisa melepaskan diri dan lari menjauh. Jadilah di situ Rasti langsung digerayangi berama-ramai dari dalam oleh tangan-tangan lainnya, tubuhnya dicium-cium oleh penjahat di sana.

“Adduuh lepasin bang.. toloong..!” Ucap Rasti sambil meronta.

Pakaiannya bahkan ditarik-tarik hingga sobek! Benar-benar liar! Benar-benar seperti yang dipikirkan kedua penjaga tadi. Para napi bagai hewan liar di kebun binatang yang memperebutkan makanan dari dalam kandangnya.

“Jangan bang.. Aduuhh.. Jangan.. Kyaa.. sakit dong, aahhh.. jangan disobek..!” Jerit Rasti sejadi-jadinya padahal sebenarnya dia menikmati keisengannya ini.

Breeettt! Breett! Gaun Rasti sobek parah di bagian dada dan pahanya. Bahkan bra mahal Rasti dibetot dengan kasar hingga putus dan satu payudara Rasti jadi terekspos bebas. Walhasil payudara yang naas itu menjadi rebutan tangan-tangan liar para napi.

“Aahhh sakit bang.. Jangan.. Aduuhh..!”

Habis sudah payudara Rasti diremas dan dicubit-cubit dengan gemas. Putingnya ditarik sampai Rasti merasa kesakitan.

“Anjrriitt mulus abiss!”

“Aduuh non cantiknya!”

“Masuk sini non, bobo sama abang!”

Kedua penjaga itu tepuk jidat, mereka panik, buru-buru masuk dan berusaha membebaskan Rasti dari tangan-tangan ‘ganas’ para penjahat yang mupeng itu. Seluruh lorong bergemuruh ribut, bersorak, sedangkan Rasti malah berteriak girang dalam hati.

Dengan tongkatnya kedua penjaga itu memukul-mukul teralis sel keras-keras.

“Traang! Traang!”

“Woi lepasin! Lepasin sekarang juga! Dasar anjing kelaperan lo pada ya!” Bentak kedua penjaga itu, seraya memukuli tangan-tangan napi yang menggerayangi dan menahan tubuh Rasti.

Tidak lama tubuh Rasti benar-benar lolos dari mereka. Dengan manja Rasti menggelayut di samping penjaga.

“Aduh, makasih pak..” Ucapnya manja.

Glek. Kedua penjaga itu menelan ludah berkali-kali melihat kondisi Rasti sekarang yang sebelah payudaranya sudah terekspos bebas. Meski tangan Rasti berusaha menutupinya, tetap saja itu jadi pemandangan yang luar biasa menggoda bagi mereka.

“I..iya, non sih gak ati-ati.. udah buruan masuk situ..” Ucap salah seorang penjaga gugup sekaligus kesal. Ia langsung menuntun Rasti ke depan sel Norman.

Penghuni sel Norman yang dari tadi sudah mengintip berjejer dari selnya benar-benar terlihat tidak sabaran.

“Hehehe, akhirnya dateng juga nih paket spesialnya, nyantol di mana sih tadi? Buruan pak dimasukin!” Ucap salah seorang yang paling jangkung di antara mereka.

Norman sendiri sok cool dengan duduk tenang menunggu di atas tempat tidurnya. Rasti pun ‘dijebloskan’ ke dalam selnya Norman.

“Hahaha.. Selamat menikmati! Jangan pake lama..!” Ucap seorang penjaga sambil mengunci pintu sel mereka sebelum kemudian pergi meninggalkan Rasti di dalam situ.

“Hehehe, ga janji ya bos? Kalo ginian sih harus diabisin pelan-pelan nih..” Balas salah seorang teman Norman.

“Sialan belagu lo.. ya udah terserah.. Paling juga ga tahan lama lo.”

“Berisik woi!” hardik penjaga ke para tahanan di sel lain yang masih saja berteriak-teriak ribut.

Tentunya hardikan penjaga itu tidak cukup untuk membuat mereka diam. Tapi toh penjaga itu tidak ambil pusing lebih lanjut dengan keributan itu.

‘Teriak teriak deh lo sepuasnya.. Lo pikir dengan teriak bisa ngecrot..? Hahaha, goblok!’ Pikir si penjaga sambil berlalu pergi.

Di dalam sel, Rasti dan teman-teman satu sel Norman kini saling mengamati. Rasti dengan canggung melihat satu persatu wajah 4 teman Norman yang jauh dari standar ganteng. Secara usia, semua terlihat lebih tua dari Norman.

“Duh, anakku yang paling cakep di sini,” batin Rasti geli.

Sementara teman-teman Norman balik mengamati Rasti dari kepala sampai ujung kaki dengan tatapan ‘lapar’ yang seakan menelanjangi Rasti yang memang sudah setengah telanjang.

Norman bangkit dan mendekati mamanya sambil tersenyum-senyum. Norman mengecup pipi mamanya itu dengan mesra, lalu merangkulnya dari samping seraya menghadap teman-temannya yang memandangnya iri.

“Hehehe.. Melotot aja mata lo pada..! Sampe mau copot tuh mata.. Hahaha..! Gimana bro? Apa gue bilang? Cantik kan ni lonte..? Kenalin nih, nyokap gue!” Tanpa tedeng aling-aling Norman memperkenalkan Rasti sebagai Mamanya sekaligus lonte.

“I..iya Man.. aduh buset dah seumur-umur gue liat cewek mulus model begini cuma di tivi-tivi..!”

“Beneran lonte lo ini Man?”

Norman terbahak lagi lalu memperkenalkan temannya satu-persatu. Robi, Bari, Obet, dan Dimas.

“Si Obet ini yang bikin pipi Norman lebam begini Ma.. udah dia ga usah dikasih jatah aja..” Selorohnya.

“Duh jangan gitu dong bro.. kan cuma bercanda aja, kita sekarang kan fren.. iya kan bro?” Sahut si jangkung yang disebut Obet itu sambil salah tingkah.

Rasti tertawa melihatnya yang ternyata juga lebam-lebam pipinya.

Selain jangkung, Obet ini juga paling sangar dan kekar. Tapi tampaknya perkelahian mereka dua arah, bukan Norman saja yang dipukuli, tapi dia juga bisa melawan dan membalas. Malah terbesit sedikit rasa bangga Rasti pada Norman.

“Duh pakaian Mama kok sobek-sobek begini, pasti Mama nakal ya tadi.. udah dibuka aja ya semuanya..” Ujar Norman.

Kalimat Norman itu langsung disambut antusias oleh teman-temannya. Cukup menggelikan juga tampang-tampang mupeng mereka yang langsung penuh harap itu. Benar-benar hiburan bagi Rasti yang sudah binal kembali.

Teman-teman sel Norman seakan menjadi pengganti Riko, Romi dan Jaka yang beberapa waktu ini sudah jarang main ke rumah. Bedanya, kepada Robi, Bari, Obet dan Dimas ini, tampaknya Rasti harus memberi pelayanan all in. Full ngentot.

Dag dig dug, berdesir perasaan aneh yang menyenangkan di dada Rasti yang berdebar-debar, membayangkan apa yang sebentar lagi akan terjadi padanya di sel ini.

Norman memberi kode kepada teman-temannya. Mereka lalu dengan sigap mengambil kain selimut mereka di dipannya masing-masing lalu mereka gunakan untuk menutup sekedarnya teralis sel mereka. Meski tidak mungkin bisa tertutup sempurna, tetap saja suara koor protes langsung membahana dari 2 sel di depan seberang sel mereka.

“Huuu..! Anjrit lo mau ngentot! Jangan ditutup woii! Ngentot lo pada, anjing!”

Begitulah makian-makian yang sangat kasar yang mewakili rasa iri para tahanan di sel lain itu. Norman dan teman-temannya tak memperdulikan suara-suara itu.

Sel-sel yang bersebelahan di lorong itu masing-masing terpisah oleh sekat tembok, sementara seluruh bagian depannya full teralis besi. Artinya, aktivitas di dalam sel bisa terlihat dari luar, atau dari depannya, tapi tidak bisa terlihat dari samping.

Dengan kondisi seperti ini yang paling bisa melihat aktivitas di dalam sel Norman ya sel yang berada tepat di seberangnya, dan satu sel di sebelahnya. Maka tahanan di dalam dua sel inilah yang paling ribut berteriak-teriak protes.

“Ayo dibuka Ma.. Norman udah kangen beraat nih..” Ucap Norman pada Rasti yang masih mematung.

“Eit bro.. Mmm, boleh gak gue yang telanjangin ni lonte.. Boleh ya, please?” Pinta Bari.

“Terserah lo aja..”

“Wah gue juga mau dong..” Sahut Dimas yang langsung menggerayangi pakaian Rasti.

“Woi, serobot aja lo.. Bagian gue nih!” Protes Bari.

Walhasil kedua orang itu kini berebut ingin merasakan sensasi menelanjangi wanita cantik. Padahal Bari ingin membuka pakaian Rasti dengan pelan sambil menikmati, tapi gara-gara Dimas ikut-ikutan, mereka jadi berebut dan akhirnya dengan kasar melucuti pakaian Rasti.

“Kyaa.. Aduh pelan-pelan..” Pekik Rasti manja.

Breet..! Breett..!

“Aduuhh tu kan sobek lagi..”

“Hahaha.. udah lo nanti bugil aja terus, ga usah pake baju lagi!”

“Alamaak Norman.. mulusnya lonte ini! Cantiikkk broo!”

“Sumpah baru kali ini gue bersyukur masuk penjara! Di luar gue ga pernah ketemu ginian bro! Gila sempurnanya.. Gue gak sedang ngimpi kan?”

Rasti yang kini sudah bugil total benar-benar bangga mendengar semua pujian teman-teman Norman itu. Si Dimas lalu iseng, melempar pakaian dalam Rasti ke sel seberang.

“Woi, mau cawet gak lo? Nihh.. Hahaha.. BH-nya sekalian nih, ambil semua!” Lima napi di sel seberang pun meneriakinya dengan penuh rasa iri.

“Duh kok dilempar ke sana sih..?” Protes Rasti manja pada Dimas yang tertawa-tawa.

Dengan tangannya dia menutupi payudara dan vaginanya. Bukan karena malu, tapi karena Rasti tahu pose ini bisa makin membuat gemas laki-laki yang melihatnya.

“Aduh Tante cantik.. gapapa lah buat amal..! Hahaha..” Tawa Dimas yang disambut oleh tawa teman-temannya yang lain.

“Sompret lo, perempuan bening begini dibilang Tante.”

“Iya dong, ni lonte kan Mamanya teman kita.. Jadi kita harus hormat, panggil Tante..”

“Iya juga ya, hahaha.. Eh Tante cantik, omong-omong siapa sih namanya?”

“Tuh Ma, ditanya namanya..?” Bisik Norman yang kini memeluk Rasti dari belakang dan mulai mengecupi kulit telanjang Rasti dengan pelan. Punggungnya, tengkuknya, bahunya.

Rasti mulai menggelinjang dan mendesah. Teman-teman Norman mupeng berat melihatnya.

“Duuh enak bener ya lo Man..” Gumam Bari menelan ludah.

“Aahh sayaang..” Desah Rasti lagi ketika tangan Norman mulai meremas-remas payudaranya.

“Ayo Ma, tu ditanya namanya siapa? Tadi kan temen-temen Norman sudah memperkenalkan diri semua..” Bisik Norman lagi menggoda Mamanya.

“I..Iya.. R..Rasti.. Aahh..”

“Oo Tante Rasti aah..”

“Rasti ajaa.. ahh sayang..”

“Rasti ajaa ah? Hihihi..”

“Ihh terseraaahh..”

“Hahaha.. Gemesin banget ni lonte!”

“Hehehe, lo mau nyentuh gak? Sentuh aja nih.. ga bakal pecah kok..” Tawar Norman sambil mempermainkan payudara Rasti dari belakang. Posisinya seperti menyodorkan kedua bongkah gunung salju kembar itu pada keempat temannya yang berdiri di depan Rasti.

“Hehehe, duuh.. emang takut pecah gue bro.. bening banget soalnya..” Sahut Bari yang terlebih dulu mengangkat tangannya dan mengelus payudara Rasti pelan.

Norman tertawa, “Hua ha ha.. jangan khawatir bro! Anti pecah.. Gini lho!” Norman meraih tangan Bari dan menggenggamkannya di dada Rasti, tangannya mengarahkan tangan Bari untuk meremas payudara mamanya.

“Sshhh..” Desis Rasti merasakan remasan tangan kasar Bari.

“Seet.. kenyal dan lembuutt bro!” Ucap Bari kegirangan. Tangannya kini meremas-remas payudara Rasti dengan gemas.

“Aduuhh aduh, pelan Bar! Nanti rusak..!” Seru Dimas, disusul dengan tawa semuanya.

“Mana mana.. gue coba? Duh lecet deh gara-gara lo Bar! Hehehe..”

“Sompret lo, mana bisa? Monyong!” Tukas Bari.

“Duuuhh lembutnya susu tante Rastii..”

Keempat teman Norman benar-benar membuat payudara Rasti jadi mainan. Seakan itu adalah karya seni luar biasa yang harus diperlakukan dengan sangat hati-hati supaya tidak cacat.

Tapi itu tidak lama, makin gemas mereka pun makin kasar menggerayangi tubuh telanjang Rasti dari ujung kepala sampai kaki.

Rasti menggelinjang-gelinjang dan mendesah manja merasakan sentuhan demi sentuhan yang benar-benar menaikkan libidonya itu. Apalagi mulut keempat teman Norman itu tidak hentinya mengoceh, memuji-muji kesempurnaan tubuh Rasti.

"Maknyesss.. duuh, ngimpi apasih gue semalam?"

"Perasaan gue selama ini jadi anak nakal, gak nyangka gue bisa nyicipin bidadari sorga! Hahaha.."

"Indaaah.. ni lonte tiap hari mandi susu ya bro??"

Perasaan Rasti benar-benar melambung mendengar semua itu. Norman membalikkan badan Rasti dan melumat bibirnya.

Kini tangan teman-teman Norman menggerayangi bagian belakang tubuh Rasti. Meremas-remas dan memukul pantatnya dengan gemas sambil terus saja memuji-muji keindahannya.

Rasti dan Norman terus berciuman sambil berpelukan sampai beberapa saat. Benar-benar pasangan ibu dan anak itu dilanda rasa rindu yang sangat besar satu sama lainnya, ibarat sepasang kekasih yang terpisah lama.

Kecupan ganas Rasti dan Norman menimbulkan suara decak bibir dan lidah yang bersahut-sahutan erotis.

“Gila lo Man, ganas bener lo ngelumatnya, jangan dimakan Man..! Hahaha..!” celetuk Obet mupeng.

“Aahh..” Desah Rasti merasakan bibir vaginanya dijamahi oleh teman-teman Norman.

“Banjir coy..” ucap Obet, yang kemudian diikuti oleh semuanya mencolek-colek liang Rasti dengan gemas.

Rasti pun jadi menggelinjang-gelinjang karenanya.

“Aahh.. Auuhh..” Geliat tubuh Rasti benar-benar seksi membuat mereka makin gemas.

“Hehehe, kayaknya ni lonte udah kepanasan.. buruan Man disodok.. udah kegatelan tuh!”

Dengan sigap Norman menggendong tubuh ibunya itu dan membaringkannya di atas alas koran di lantai sel mereka.

“Aahh dingiin sayang..” Desah Rasti manja.

“Bentar lagi Norman bikin anget Ma..!” Ucap Norman sambil menelanjangi dirinya.

Nafsu Rasti benar-benar sudah di ubun-ubun. Dia menggigit bibirnya seksi, matanya nanar menatap tubuh kekar Norman yang bertato.

‘Duh, kok tubuh Norman jadi keliatan seksi banget begini..’ pikirnya.

Meski sudah berkali-kali melihatnya, tapi di tempat ini serasa berbeda. Rasti seperti melihat anaknya itu dalam sosoknya yang baru.

“Aaauuhhh..” Rasti melenguh keras ketika Norman mulai mempermainkan vaginanya dengan lidah dan tangannya.

Paha Rasti dikangkangkan untuk memberi akses selebar-lebarnya pada Norman untuk mengeksplorasi wilayah paling intim miliknya.

Norman sudah sangat lihai dalam urusan ini. Tidak seperti Tedi dan teman-temannya yang baru diajari Rasti di malam hari ulang tahunnya, Norman sudah lama diajari Rasti bagaimana memuaskan liang kewanitaannya.

Lagi-lagi Rasti seakan merasakan hal yang berbeda dari Norman. Tidak pernah dia merasakan kenikmatan sebesar ini dari vaginanya hanya dengan dioral dan dikobel-kobel dengan tangan. Rasti pun mendesah dan menggeliat sejadi-jadinya.

Desahan yang tak bisa dielakkan memenuhi seluruh lorong Sektor C hingga membuat semua tahanan di 9 sel yang lain berteriak-teriak kesal menahan mupengnya. Sangat berisik hingga terdengar juga ke beberapa sektor di dekatnya.

Sudah pasti penghuni sektor lain itu semua bertanya-tanya, “Ada apa di sektor C?”

Parahnya, hal itu tidak dirisaukan para penjaga. Mereka malah terkekeh-kekeh saja membiarkan suasana ini.

Begitu juga dengan Norman dan teman-temannya. Mereka lebih tidak mempedulikan lagi keributan dari sel-sel lain itu. Hanya Rasti sajalah yang was-was dan berusaha keras mengatur suaranya supaya tidak terlalu keras terdengar.

Tapi menyadari hal itu, Norman malah memainkan memek Rasti dengan lebih hebat lagi. Rasti yang terengah-engah menahan suaranya jadi tidak bisa mengontrol diri. Lenguhan keras dan panjangnya tidak terelakkan lagi.

“Sayaanngg.. hhh.. pelaan..” Pintanya dengan mata nanar dan wajah pias.

“Hehehe, ga usah ditahan-tahan Ma.. Jerit aja sepuas-puasnya, jangan khawatir..” ucap Norman terkekeh.

Sementara teman-teman Norman yang mengellinginya hanya bisa memandang dan menelan ludah berkali-kali melihat Rasti yang dari tadi menggelinjang-gelinjang keenakan. Penasaran mereka sedahsyat kenikmatan semacam apa sih yang dirasakan Rasti?

“Hehehe, mata lo tu ya kayak mau copot aja! Pada belum pernah ngeliat memek ya?” Ujar Norman.

“Kalo gue udah sering bro! Tapi yang seindah ini mah bau kali ini! Sumpah, ni lonte cantik banget coy!” Sahut Obet yang paling senior. “Ni yang lain nih yang masih pada perjaka!”

“Enak aja, timbang ngentot aja mah gue udah pernah, tapi emang yang kayak beginian jauh di atas level gue! Anjrit, tadi hanya ngeliat aja hampir-hampir ngecrot gue!” Timpal Bari.

“Hahaha.. Lo berdua gimana?” Norman berpaling pada Dimas dan Robi.

“Gue udah pernah punya pacar sih.. Tapi yaa paling ciuman doang.” Jawab Dimas.

Robi sendiri yang paling pendiam hanya tersipu-sipu malu. Dia memang tidak pernah punya pacar. Usia Robi ternyata sepantaran dengan Norman, tampangnya culun meskipun terlihat lebih tua dari Norman. Yang jelas Robi tidak nampak seperti anak nakal sama sekali. Kebetulan saja dia apes, terjebak pergaulan yang gak bener gara-gara pencarian jati diri, dan kegrebek polisi pas dia dan beberapa temennya lagi pake narkoba. Jadilah dia ada di sini bersama-sama Norman dan lainnya.

Selama ini mengutuki diri dipenjara, baru hari ini dia bersyukur luar biasa sudah masuk penjara. Ya, karna kalau di luar penjara barangkali mustahil dia bisa bertemu dengan lonte secantik Rasti. Dari tadi dia berpikir ingin sekali dikasih jatah Norman menggagahi Rasti. Tapi kalaupun tidak, hanya dengan begini saja dia sudah sangat senang.

Alangkah terperanjatnya Robi, ketika Norman menyuruh semua bergantian mengoral Rasti, dan dia dapat giliran pertama!

“Yah, kok si culun ini duluan bro?” Protes Obet.

“Hehehe, protes aja lo. Dia yang belum pernah nih.. Harus gue ajarin dulu. Ayo Rob..”

“Be.. beneran Man?”

“Yaelah, iya.. nih gue ajarin caranya..”

Norman lalu seakan menjadi mentor bagi teman-temannya, menjelaskan bagian-bagian kewanitaan Rasti. Benar-benar seperti dosen di laboratorium yang menerangkan kepada para mahasiswanya, dengan Rasti sebagai obyek penelitian. Rasti sendiri tertawa-tawa geli melihat tingkah Norman. Ada sensasi kenikmatan tersendiri dalam peran ini.

“Oo ini yang namanya klitoris..”

“Hehehe, iya.. di sini nih pusat kenikmatan wanita, coba disentuh..”

Rasti langsung menggelinjang ketika klitorisnya disentuh-sentuh oleh jari Robi.

“Hahaha.. benar kan? Keenakan nih lonte..” Ujar Norman diiringi tawa semuanya.

“Tapi kalo gitu aja malah kasihan ni cuma bikin gatel. Sekarang coba pake mulut!”

“Haah..?”

“Iya.. kayak gue tadi! Pake gigi sama lidah lo ya..”

Beberapa saat kemudian dengan arahan Norman satu-persatu temannya bergiliran mengoral vagina Rasti. Tanpa diajari, Robi juga sudah bisa berinisiatif menggunakan jemarinya. Tubuh rasti benar-benar dieksplorasi oleh keempat teman Norman.

Saat yang satu mengoral vagina Rasti, yang lain menggerayangi dan mengecupi tiap inchi tubuh Rasti dengan gemas. Bagian yang paling diperebutkan tentu adalah dua gunung salju kembar yang membusung di dada Rasti.

"Ini puting susu, di sekitarnya ini areola.. ni bagian sensitif juga dari tubuh wanita.."

"Ahahaha, pentil aja gue mah tahu. buset ye montoknya.. ini orisinil kan bro??"

"Dijamin original coy! Asli ciptaan Tuhan! Wakakaka..! Coba deh lo isep pentilnya.."

"Buseett.. ada air susunya!"

"Wa ha ha, ni lonte kerjaannya emang beranak terus coy! Mantap kan? Lo haus kan tadi? Udah nenen aja sepuasnya."

"Ga enak dong gue minum jatah bayi.."

"Kalo doyan dinikmatin aja, persediaannya melimpah kok.." Rasti ikut angkat bicara sambil tersenyum-senyum menggoda.

"B..Bener tante?"

"Iya dong, hi hi.."

Begitulah dengan mudah Rasti beradaptasi dengan suasana baru ini, mengakrabkan diri menghilangkan canggung melayani teman-teman baru Norman yang baru dikenalnya beberapa menit yang lalu.

Permainan mereka dalam sel itu makin panas. Tidak sejengkal pun tubuh Rasti yang luput dari eksplorasi.

Teman-teman Norman secara acak bergantian menyusu di dada Rasti layaknya orang kehausan di padang tandus. Jari-jari tangan mereka pun berebut masuk ke liang kenikmatan milik Rasti. Hanya satu yang saat ini eksklusif untuk Norman saja, yaitu bibir Rasti.

Norman terus mengecupi bibir Mamanya itu dengan gemas. Sesekali mereka saling berpandangan dengan syahdu, lalu saling memagut bibir lagi. Benar-benar seperti dua sejoli kekasih yang kasmaran.

Di sela-sela itu tubuh Rasti terus menggeliat-geliat keenakan gara-gara bagian sensitif dari tubuhnya terus mengalami rangsangan dari teman-teman Norman. Wajah Rasti yang keenakan menjadi pemandangan yang menggemaskan bagi Norman. Wajah Rasti makin merah padam ketika dipandangi Norman saat dirinya keenakan,

“Aahh sayaang..” dengan manja Rasti berusaha memalingkan kepala Norman.

“Hehehe, kenapa Ma..?”

“Jangan ngeliatin muka Mama terus dong..”

“Ha ha, pura-pura malu.. Mama tambah cantik kok kalo sedang sange begini..” goda Norman lalu mengecupi wajah Rasti.

“Aahh udah aah, ayo sayang..”

“Ayo apa Ma..?”

“Mmmhh! Ayo ngentot..” Ujar Rasti merengut. Rupanya dia sudah tidak tahan lagi.

Norman pun mengambil posisi. Disodorkan penisnya yang sudah menegang ke mulut Rasti.

“Dimandiin dulu Ma si kecil.. dah lama ga mandi nih.."

"Duh si kecil kok kayaknya tambah gede aja ya..? Sini mama mandiin, sabar ya, mau masuk rumah harus mandi dulu biar bersih.." ucap Rasti yang membuat penis teman-teman Norman melampaui batas ketegangannya selama ini.

Mereka pun serempak menelanjangi dirinyamasing-masing.

"Anjrit kontol gue rasanya pingin meledak bro.. gantian Man.." ucap Obet sambil mengocok batangnya, tak tahan melihat Norman kelojotan diblowjob.

"Sori bro, sekarang ni lonte milik gue dulu.. gue mau ngentot, lo pada minggir.. ngantri yang tenang!" Ujar Norman yang menyudahi sepongan Rasti pada kontolnya. Dia pun tidak sabar menggenjot tubuh ibunya itu.

"Maa... Aaahhh..." erang Norman ketika mulai memasukkan centi demi centi batangnya ke liang Rasti. "Gile mama kok bisa tambah pereeet.. aahh, lonte pintarr.."

"Iyaah sayang pelan dong, kontolmu juga udah tumbuh ya.. aahh.." Rasti melenguh panjang seiring keberhasilan Norman menjebloskan semua batangnya.

Bless..

"Kok jadi penuh gini sayaaang.."

"Mama pasti baru libur panjang ya.. hahaha.. Mantapaahh..!" Seru Norman sambil mulai menggenjot.

Liang Rasti yang sudah banjir sejak tadi membuat penis Norman keluar masuk dengan lancar meskipun jepitan memek Rasti sangat rapat dirasakan oleh Norman. Gesekan batang Norman yang keras bertekstur urat di seluruh permukaan dinding liang Rasti Menimbulkan rasa nikmat teramat sangat yang membuat keduanya melayang.

Mulut Rasti terus meracau tak karuan seakan hilang kontrol. Dia tak peduli lagi suaranya akan terdengar oleh semua tahanan di sektor C atau bahkan oleh seantero penghuni lapas ini sekalipun!

"Sayaaang.. terusshh kencengin lagi.. Mama kangen genjotan kontolmu sayang. Ayo pacu terus kuda binalmu ini..! Nikmaat sayaang.. aahh aaahh.."

"Iyaaa.. mamaku.. lonteku sayaang.. Dasar perempuan jalang! Kuda binalku.. aahh aahh..! Anjiiingg loo enaakhh!"

Teman-teman Norman hanya bisa terpana menyaksikan pemandangan dahsyat ini. Semua norma dan ketabuan tiada lagi artinya bagi mereka. Tak peduli di depan mereka adalah persetubuhan ibu dan anak alias incest, yang tentu melampaui batas cabul bahkan bagi masyarakat yang paling liberal sekalipun. Mereka tidak peduli dan seakan tersihir dengan dahsyatnya adegan yang dipertontonkan ibu dan anak ini.

Tangan-tangan mereka seakan terprogram untuk mengocok penisnya masing-masing. Mulutnya pun berkali-kali menelan ludah, tapi tenggorokannya terus saja kerontang. Norman benar-benar memonopoli Rasti untuk dirinya sendiri. Tak ada adegan gangbang di sini.

Mulut Rasti juga tak dibiarkannya menganggur sehingga tak sempat mengoral penis teman-temannya yang sedang mengantri. Tidak. Norman terus saja melumat bibir dan lidah Rasti dengan ganas sembari menggenjot memeknya dengan konstan. Rasti yang tampaknya terengah-engah kepayahan terus saja menyambut mulut norman dengan tidak kalah ganasnya.

Dahsyat. Norman benar-benar kuat. Entah energi dari mana ataukah ini hanya perasaan Rasti saja? Peluh mereka bercucuran deras, tubuh mereka serasa mendidih. Secara sel ini memang bukanlah kamar Rasti yang ber-AC. Untunglah ada kipas angin butut yang membantu mendinginkan suasana.

Tanpa sekalipun penis Norman terpisah dari liang vagina Rasti, selama setengah jam mereka bersetubuh dengan berganti-ganti gaya. Dari woman on top, sampai doggy style yang merupakan posisi favorit Norman. Posisi doggy ini adalah puncak persetubuhan mereka. Norman mulai kelihatan lunglai. Pada posisi ini juga Norman mulai membiarkan teman-temannya baris di depan Rasti untuk mendapatkan servis oral pada penisnya masing-masing.

"Maah.. kapan sampe lagii.. haaahh.." ucap Norman kepayahan.

Tiga kali sudah dia memberi Rasti orgasme, dia berniat klimaks bebarengan dengan orgasme keempat Rasti.

"Mmmpphh.. Sedikit lagiii sayaaang.. ayo semangaat, kita bareng yaahh.."

"Iyaa maah.. ahh.. haaahh.. gilak!"

"Kamu bisa sayaaang.." Rasti ikut membantu memajumundurkan pinggulnya dengan cepat.

"Norman ga tahan lagiii.. mau keluarrr.."

"Mama jugaaa.. ayo bareeng.."

"Lontee.. jangan lama lamaahh..!"

Rasti menegakkan badannya dengan cepat. Menekankan pinggulnya ke belakang bersamaan dengan Norman menekankan badannya ke depan seiring dengan dia merasakan kedutan dahsyat di liang vagina ibunya itu.

Mereka merapatkan badannya serapat-rapatnya, dan Norman pun memeluk tubuh Rasti dari belakang seerat-eratnya. Rasti mendongakkan kepala dengan mata terpejam. Tubuhnya mulai kelojotan dengan hebat lagi, dan kali ini bebarengan dengan Norman yang menggigit-gigit gemas pundak dan tengkuknya yang berpeluh keringat.

"Aaaahh..!" Mereka orgasme bersamaan.

Benar-benar dahsyat pemandangan ini di mata teman-teman Norman, seakan mereka bisa merasakannya pula. Dan memang begitu bagi Robi yang terrnyata ikut orgasme hanya dengan melihat saja. Dia ngecrot sejadi-jadinya, sampai pejunya menyemprot jauh membasahi perut ramping Rasti.

"Huahaha.. udah ngecrot aja lo!" Ejek teman-temannya yang lain.

Robi sendiri hanya tersipu tanpa menjawab. Persetan, pikirnya. Yang tadi itu benar-benar nikmat.

Norman dan Rasti sendiri tidak memperhatikan hal itu. Mereka sibuk meresapi sisa-sisa orgasmenya sampai titik terakhir. Liang Rasti masih berkedut-kedut, tubuhnya masih menggeliat-geliat. Engahan napas keduanya belum juga reda.

"Hhh.. Lonteku, sayangku, Norman titip benih ya.. tolong lahirin anak Norman.." Bisik Norman sambil mengecupi tengkuk dan belakang telinga Rasti sehingga mamanya itu kegelian dan mendesah-desah manja.

Rasti membalikkan tubuhnya. Plop.. akhirnya penis Norman terpisah juga dari vagina Rasti. Akibatnya liang yang dipenuhi cairan cinta, empat kali cairannya sendiri dan satu cairannya Norman, semuanya merembes keluar dan turun membasahi pahanya.

Rasti dan Norman pun saling berpagutan bibir lagi.

"Iya sayang, air manimu banyak banget keluarnya, semoga kali ini satu sel spermamu ada yang berhasil membuahi sel telur mama ya..?" Bisik Rasti.

Norman jadi makin gemas melumat bibir ibunya itu.

Setelah beberapa saat, Norman melepaskan tubuh Rasti, dan dia pun beringsut merebahkan diri di kasurnya kecapekan. Sisa-sisa engahan napasnya masih terdengar sesekali.

Bagaimana dengan Rasti? Meski sama capeknya, belum waktu baginya untuk istirahat, karna Obet, Dimas dan Bari dengan sigap menahan tubuhnya dan mengelilinginya. Robi yang tadi sudah ngecrot duluan kiniduduk sambil mengocok penisnya yang sudah layu, berharap bisa tegak lagi.

"Hehehe.. sekarang giliran kami manis.." Ucap Obet yang memimpin. Ia membelai-belai rambut dan pipi Rastiyang masih dibasahi keringat, lalu mengecupi bibir Rasti yang pasrah saja.

Rasti melirik Norman yang kini sedang menenggak segelas air putih di samping kasurnya.

Tanpa sedikitpun menoleh pada Rasti, Norman langsung kembali berbaring dan memejamkan matanya mencoba beristirahat tidur.

Melihat sikap Norman ini, terbesit kembali pertanyaan yang muncul malam itu, sesaat sebelum Rasti digangbang 9 teman Norman sebagai kemenangan judi. Bagaimanapun, Rasti hanya bisa menghela napas. Kini dia harus konsentrasi memenuhi 'tugasnya'.

Sebagai lonte, stamina Rasti jauh melebihi Norman. Bukan masalah berarti baginya jika masih harus melayani teman-teman Norman sekaligus. Bahkan di hari 'kembali'nya Rasti sebagai ibu binal ini, Rasti pun bersikap pro-aktif, bukannya pasif sebagaimana saat dia digangbang 9 teman Norman terakhir itu.

Dia balas ciuman Obet dengan bergairah. Tangannya juga aktif menggerayangi penis Obetdan yang lainnya. Dalam hitungan detik Rasti sudah duduk berlutut mengoral penis mereka bertiga, membuat mulut-mulut mereka meracau keenakan tak karuan. Kata-kata tidak senonoh pun terus dilontarkan untuk Rasti.

"Aah.. Mama Rasti, mulutnya jodoh banget nih ama kontol gue!"

"Lonte pintar.. sepongannya ajiibb.. anjirrr!"

Disekolahin di mana sih mulutnya kok pinter banget.. Emang lontee top.. aahhh..!"

Sejenak Rasti berhenti dan menoleh pada Robi. "Kamu kok diam di situ? Ayo sinii.."

Senyum Rasti membuat Robi blingsatan. Sayang sekali penisnya masih saja lunglai.

"Dia udah ngecrot duluan tadi, lo fokus aja ke kontol-kontol kita. Hahaha..!"

Tapi Rasti tidak mempedulikan kata-kata itu, dia beranjak dan menarik tangan Robi.

"Sini serahin sama mama Rasti." Ucapnya sambil mengedipkan mata.

Tanpa sempat Robi berkata-kata karna salah tingkah, Rasti sudah mulai mentreatment penis Robi sedemikian rupa. Bibir, lidah dan gigi serinya semua bekerja.Bahkan tangannya yang tampak bergerak random, sebenarnya dengan lihai memberi sentuhan-sentuhan pada titik-titik tertentu yang sensitif pada tubuh Robi.

"Duh ni kontol tadi bener-bener dikuras ya? Kering begini. Hihihi.." Goda Rasti. Kini Rasti benar-benar unjukkan keahliannya sebagai lonte. Dia terus beraksi, dan..

Robi mulai mendesah dan mengerang keenakan, pelan tapi pasti, penisnya mulai menegang kembali.

"Aaahhh mama Rasti lonteee.. enak banget..!" Desah Robi takjub.

"Woew.. tegang lagi! Kerja bagus, ga malu-maluin sebagai lonte! Hahaha!"

"Sialan, tau gini tadi gue crot-in juga ni lonte, nyesel gue.." ucap Dimas iri melihat Robi yang cengar-cengir aja.

Rasti sendiri tersenyum puas dengan hasil kerjanya. Dia mengerling genit kepada Obet, Bari, dan Dimas. Dengan jari telunjuknya ia memberi kode pada mereka untuk kembali merapat. Tak perlu disuruh dua kali mereka semua langsung berebut berdiri di depan Rasti. Sambil tertawa menggoda, Rasti menangkap 2 penis dengan tangannya dan dikocok pelan.

"Hihihi.. Ga usah berebut dong, semua dapat jatah kok." Ucapnya.

Rasti lalu kembali beraksi. Seakan rakus ia mencaplok satu demi satu penis-penis yang disodorkan padanya. Pelayanan Rasti sungguh luar biasa, all out.

Rasti sendiri memang merasa ada kerinduan tersendiri dimana dia kembali dikelilingi para hidung belang yang menjadikannya sebagai obyek seksual. Peran yang selama beberapa minggu terakhir ini hilang dalam kehidupannya kini kembali harus dia mainkan. Saking excitednya Rasti, membuat keempat teman Norman itu kelojotan minta ampun. Hanya dengan oral seks saja rasanya sudah begitu 'tersiksa'.

"Aahhh ngilu kontol gue.. anjiirr.. udah.. aahh gue mau keluaaarr.. jangan..!"

Obet yang saat ini sedang dihisap, mendesah-desah tak karuan. Rasanya seperti dilolosi tulangnya, dia berontak demi merasakan orgasmenya sudah sampai ujung.

Tapi Rasti tak mau melepaskannya.

Obet kelojotan pasrah, dia tak mau ngecrot duluan, tapi benar-benar tak berdaya. Namun sungguh di luar perkiraannya, berkali-kali dia merasa pejunya sudah di ujung siap menyembur, tapi dengan kehebatan jurus Rasti, orgasme itu tak kunjung tiba. Seakan mau meledak penisnya dia rasakan. Ngilu luar biasa sekaligus nikmat yang tak pernah dia rasakan sebelumnya.

"Gila ni lonte.. Ganas abis! Pokoknya gue harus ngentotin memek lo! Anjirr hampir keluar gue tadi.."

"Hihihi, tapi ga keluar kan? Iya dong, mama Rasti kan juga maunya dientotin.. awas lho kalo keluar duluan?" Goda Rasti binal.

Di permainan berikutnya, Rasti bahkan menyuruh keempat anak itu meludahi mulutnya. Sungguh binal! Dengan antusias mereka pun menyumbangkan ludahnya satu-satu di mulut Rasti sambil tertawa-tawa.

"Entotin mulut mama dulu ya sebelum ke memek, yuuk.." pinta Rasti kemudian.

"Buset, ni lonte benar-benar pecun abis.. Haus kontol! Makan nih!"

Lagi-lagi Obet yang paling cepet menanggapi Rasti. Bukan dia yang paling nafsu, karena semuanya juga sama nafsunya, tapi Obetlah yang paling berani dan tidak ragu sama sekali untuk memperlakukan Rasti sebagai obyek pemuasnya.

Sementara yang lain lebih banyak terpana dan terheran-heran dengan keliaran Rasti, seakan tak percaya hal ini benar-benar mereka alami, beda halnya dengan si Obet yang sebelum dipenjara memang sudah biasa main pelacur. Bedanya, Rasti benar-benar jauh di atas levelnya selama ini.

Lagi-lagi Dimas, Robi dan Bari dibuat tercengang dengan pemandangan yang mereka saksikan selanjutnya. Rasti dientot mulutnya dengan kasar oleh Obet. Adegan yang biasanya hanya mereka saksikan di film bokep kini tersaji live di depan mata mereka! Dan sikap Rasti sungguh luar biasa.

Selama ini mereka mengira aksi mouthfuck ini tidak mengenakkan bagi pihak wanita. Apa yang mereka lihat di film bokep hanya akting belaka. Tapi kali ini mereka menyaksikan sendiri yang nyata. Rasti bahkan terlihat lebih buas dan rakus ketimbang bintang film bokep yang pernah mereka lihat. Memang tampaknya Rasti kepayahan di awal.

Obet terlihat mendominasi. Kepala Rasti dipegangi sementara Obet memajumundurkan pinggulnya dengan cepat menyodok-nyodokkan penisnya di mulut Rasti. Sampai penuh dari ujung hingga pangkal penisnya menyeruak masuk memenuhi rongga mulut Rasti sampai kerongkongannya tanpa ampun.

"Aaahh mulut loo enaakhh!" Erang Obet keras.

Hunjaman penisnya keluar masuk di mulut Rasti menimbulkan suara kecipak keras yang kostan. Air liur Rasti keluar membanjir.

Tidak perlu waktu lama bagi Rasti untuk mengimbangi gerakan Obet. Mulutnya dengan cepat menyesuaikan diri sehingga mengambil alih kekuasaan atas penis Obet. Lagi-lagi Obet merasakan ngilu luar biasa. Tulang rahang Rasti kuat luar biasa, lidah dan pipinya mengempot dan menyedot-nyedot penis Obet, giginya mengatup seakan hendak menggigitnya.

"Anjirr, empotan lu supeerr.. arrghh.. ga nahann.."

Obet makin mengerang dan menggeliat-geliat tak karuan. Dia memundurkan badannya, mencoba melepaskan diri. Plop.. begitu bunyi penisnya yang keluar dari cengeraman mulut Rasti. Air liur Rasti yang kental membasahi seluruh batangnya, ada gelembung-gelembung udara menghiasinya, dan masih teruntai air liur itu tak terputus seakan membentuk jembatan antara ujung penis Obet dan mulut Rasti. Erotis!

"Aaahhh.." Rasti mengambil napas panjang, dan..

hap! Dengan sigap mulutnya kembali mencaplok penis Obet. Sluurrrpp!

Ia kembali melancarkan jurus empotan, hisapan dan gigitan mautnya. "Ohh tidaakk.. aaahh ampunn mama!" Desah Obet memohon. Dia berusaha memundurkan badannya lagi.

Plop..! Haap! Ploop..! Hap!

Tiap batang penisnya keluar, mulut Rasti langsung memburu dan mencaploknya kembali. Padahal tiap Obet menarik penisnya keluar, sekujur batangnya harus mengalami gesekan dengan gigi seri Rasti yang mengatup rapat. Ini menimbulkan rasa ngilu yang luar biasa.

Tubuh Obet bergetar hebat, sampai untuk kesekian kalinya lututnya benar-benar lemas dan tak mampu menopang tubuhnya. Obet jatuh terduduk ke belakang, dan Rasti terus memburunya tanpa ampun.

Rasti merangkak naik ke tubuh Obet dan mendorongnya hingga terbaring di lantai. Tangannya menahan tubuh Obet supaya tidak bisa bangkit, dan..

hap! Sluurrrppp.. mulutnya langsung mencaplok penis Obet yang berdiri bebas tanpa pertahanan, lalu menghisapnya sekuat tenaga.

Seketika Obet menggelinjang-gelinjang lagi tak berdaya.

"Ampuunn mamaaa..aahhhh.. ngentot lo perek..!"

"Hihihi.. payah ah kamu.. baru gini aja.. Nyerah nih? Padahal keenakan kan?" Ucap Rasti geli melihat Obet yang kelojotan.

"Ampuun mamaa.. enak banget, Sumpah.. haahh haahh.. Tapi gue ga kuat. Gilaa.. Gue pingin ngentot aja please.." sahut Obet terengah-engah.

Sambil tersenyum penuh kemenangan, Rasti merangkak naik lagi, lalu menempatkan selangkangannya tepat di atas penis Obet. Tangannya memegang penis Obet, nengarahkannya tepat pada liangnya.

"Siaap..?" Goda Rasti mengerling.

Obet langsung mengangguk cepat. Berdebar-debar tidak sabar merasakan penisnya menjelajahi liang kenikmatan milik Rasti. Dengan satu gerakan lambat, Rasti pun mulai menurunkan pinggulnya menduduki penis Obet yang berdiri tegak, dan blesss.. sedikit demi sedikit penis itu amblas menyeruak ke dalam vaginanya.

"Aaa.. ahhhh.." desah lirih keduanya seiring dengan proses menyatunya tubuh mereka.

Sampai Rasti terduduk sempurna, penis Obet telah masuk mentok hingga pangkalnya. Seluruh batang penisnya hilang ditelan liang vagina Rasti yang tanpa digerakkan liang itu sudah seperti memijit-mijit batang kemaluannya itu. Obet terbelalak dan mengerang tertahan saking nikmatnya dia rasakan.

"Ayo dong digoyang, kamu dulu yang jadi nahkoda ya..?"

Kerling Rasti, lalu sambil tetap menduduki penis Obet, dia menjulurkan kedua kakinya ke depan di atas tubuh Obet hingga kedua telapak kakinya menyentuh wajah Obet, seperti menginjaknya. Lalu kedua tangannya ke belakang bertumpu pada lutut Obet. Benar-benar posisi woman on top yang baru bagi Obet dan yang lainnya, dan yang ini jauh lebih menggairahkan.

Setelah posisinya nyaman, Rasti kemudian menggoyang-goyangkan badannya dan mengusap-usap wajah Obet dengan kedua telapak kakinya.

"Ayoo Obet sayaang.." desahnya menuntut Obet segera bergerak.

Tapi sungguh Obet sebenarnya sudah terkapar lemas. Dengan sisa tenaganya Obet berusaha menggerakkan pinggulnya naik turun. Rasti yang melihatnya kepayahan juga membantu memaju-mundurkan pinggulnya di atas tubuh Obet. Dengan kombinasi gerakan keduanya ini sungguh maksimal kenikmatan yang ditimbulkan dari gesekan kedua kelamin mereka. Lenguh desah keduanya pun kembali bersahut-sahutan.

Sungguh Obet belum pernah merasakan seks sedahsyat ini. Dia benar-benar tidak mengira akan sepayah ini. Dia menyerah pasrah. Hanya dengan satu gaya ini, tidak sampai lima menit gelombang orgasmenya kembali muncul, dan kali ini Rasti tidak menghadangnya. Begitu dia merasakan penis Obet berkedut-kedut di dalam vaginanya, Rasti malah makin cepat menggoyangkan badannya sampai Obet menggeleng-gelengkan kepala saking nikmatnya.

Sesaat sebelum penis Obet muncrat, dengan sigap Rasti berdiri dan membiarkan sperma Obet meledak-ledak. Bagai letusan gunung api yang memuntahkan laharnya, sperma Obet membuncah keluar hingga jatuh menetes-netes dan meleleh di atas tubuhnya sendiri.

"Ooohh.." Obet melenguh panjang dan mengejang sepanjang orgasme terhebat yang pernah dia rasakan seumur hidupnya ini.

Rasti sendiri belum merasakan orgasme sama sekali dari permainannya dengan Obet.

Tanpa menghiraukan Obet yang sedang terengah-engah meresapi sisa-sisa orgasmenya itu, Rasti berdiri dan menarik tubuh siapapun yang ada di dekatnya. Kebetulan Dimas yang beruntung dengan tepat berada di samping Rasti.

Dimas agak kaget juga ditarik langsung oleh Rasti, karna sebenarnya dia, Bari dan Robi sedang terpana menyaksikan Obet yang kelojotan orgasme. Mereka menelan ludah membayangkan kenikmatan macam apa yang sedang dialami senior mereka itu?

Kini Dimas yang tak sempat mengucapkan apa-apa langsung dicumbu oleh Rasti dengan ganas. Mereka pun saling berpelukan dan berciuman bibir dengan panas. Dimas pun ingin menunjukkan sedikit keagresifan pada Rasti. Dia tidak ingin kalah dan takluk dengan mudahnya seperti Obet. Dimas melangkah mendesak Rasti ke arah pintu teralis selnya.

Rasti pun membiarkan tubuhnya didesak hingga punggungnya menempel di teralis yang ditutupi dengan selimut sekedarnya itu.

"Kamu siapa..?" Tanya Rasti mencoba mengingat-ingat.

"D..Dimas Tante.." Jawab Dimas yang bagaimanapun juga tergagap menghadapi pesona Rasti.

"Hihihi, panggil Mama aja ya.. Mama Rasti.." ucap Rasti tersenyum menggoda sambil mengecupi bibir Dimas.

"I..Iya Mama.."

"Kamu lanjutin tugas kak Obet yang belum tuntas ya.. nyodokin memek mama pake kontolmu.. Mau ya? Siap kan?"

"I..Iya ma.. s..siap!"

Gemas sekali Rasti melihat Dimas yang terus tergagap. Dikecupinya lagi bibir Dimas, mereka pun kembali berpagutan sesaat.

Kemudian Rasti membalikkan badannya. Rasti menungging menghadap pintu teralis dan membelakangi Dimas. Tangannya bertumpu pada teralis di depannya, lalu dia menoleh ke belakang memberi kode pada Dimas untuk segera mulai menusuknya.

Dimas pun mengambil posisi di belakang Rasti. Penisnya diarahkan tepat di belahan vagina Rasti yang basah merekah. Kepala penisnya digesek-gesekkan sebentar ke belahan itu, jantungnya berdebar keras dan tangannya agak gemetaran ketika perlahan menusukkan penisnya ke dalam vagina Rasti.

"Mamaa.. ahh.."

"Iya sayang, masukin semuanya.. begitu.. uhh.."

Begitu seluruh batang penisnya masuk tak tersisa, Dimas tidak langsung menggenjot Rasti. Dia terpana menyaksikan batangnya yang amblas ke dalam liang idaman semua pria itu. Dengan posisinya sekarang pemandangan itu jelas terlihat, ditambah dengan indahnya bongkahan pantat Rasti yang bulat kencang, kulit punggungnya yang mulus bersih tanpa cela dan pinggangnya yang ramping. Betapa keindahan yang luar biasa, dan kini semua itu ada di depannya, di dalam genggamannya, dan dia yang menguasainya! Tak ada bosan Dimas memandanginya.

Kedua tangan Dimas lalu membelai-belai punggung Rasti, meresapi kelembutannya, lalu beralih memegangi pinggang Rasti. Benar-benar dengan begini, seakan tubuh Rasti itu dalam kekuasaannya kini.

"Ayo Dimas.. kok bengong.. Mama gatel nih, jangan ditusuk aja.. Digenjot dong?" Desah Rasti.

"I..iya tan.. eh, ma.. tubuh Mama indah banget.. sempurna sekali. Dimas suka.."

"Hehehe, ya udah dinikmati aja sepuasnya, semua milik kamu sekarang.. bebas mau kamu apain aja.. yuk.."

"Baik ma.." sahut Dimas cepat.

Ia menarik penisnya keluar lalu menusukkannya lagi sampai penuh, mengeluarkannya lagi dan menusukkannya lagi. Tapi semua itu dia lakukan dengan pelan karna dia masih menikmati pemandangan keluar masuk penisnya itu dari liang vagina Rasti.

Meski gemas, Rasti tersenyum dan membiarkan saja ulah Dimas itu. Dia bahkan menegakkan badannya dan menoleh, menatap Dimas syahdu dengan bibir merekah.

Dimas tanggap dan menyambut bibir Rasti. Mereka saling mengecup bibir dan saling memandang mesra. Sementara itu secara otomatis gerakan keluar masuk penis Dimas terus bertambah cepat. Pada akhirnya Dimas menggenjot Rasti dengan kecepatan maksimal.

"Uooohh.. yeess..!"

"Iyyaaahh Dimas.. terus begituu.. mama enaakh.. ahhh.."

"Iyyaa maa.. aahhh.. Dimas jugaa.."

Rasti memberi kebebasan pada Dimas untuk mengatur tempo genjotannya. Meski ingin ikut bergerak, ia menahan diri. Dibiarkannya Dimas memegang kendali.

Plok plok plok! Suara benturan paha Dimas dan pantat Rasti nyaring terdengar konstan. Dimas benar-benar memaksimalkan tenaganya, akibatnya bisa diduga, dia tidak tahan lama. Gelombang orgasmenya dirasakan makin mendekat. Tapi Dimas cuek saja dengan terus menggenjot Rasti.

"Dipelanin dulu sayaang.. aahh.. nanti cepet keluar.."

"Hehehe.. hh.. hh, mama tenang ajaa.. hh.." jawab Dimas. Ia menoleh pada Bari dan Robi yang menunggu sambil mengocok penisnya pelan.

"Ambil alih bro..!" Ujar Dimas.

Bari maju. "Siap bro..!" Sahutnya.

"Aaarrhhh..!" Erang Dimas mengakhiri genjotannya sebelum orgasmenya sampai.

Dengan cepat Bari menggantikan posisinya dan,

bless.. penis Bari melesak masuk dengan mudah ke dalam vagina Rasti yang memang sudah sangat licin. Tanpa pemanasan Bari langsung menggenjot Rasti dengan kecepatan penuh.

"Aahhh shiiit.. kayaknya mudah banget tadi, licin masuknya.. tapi pas udah di dalem nyengkeram juga ni memeek.. aahh.. enaakkhh.."

Penis Bari memang sedikit lebih gemuk dari penisnya Dimas, tapi itu juga yang membuat dia tidak tahan lebih lama. Baru tiga menit dia sudah memberi kode pada Robi untuk mengambil alih.

"Aaarhh.. Ayo Rob, cepeett..!" Bari mundur dan Robi segera mengambil alih.

Sama seperti Bari, Robi langsung menggenjot dengan kekuatan maksimal.

"Aaahh.. hh.. Curang kalian yaa.. main keroyokan. Hihihi.." Ucap Rasti girang karena memeknya jadi terasa enak sekali digenjot dengan kencang tanpa menurun temponya dan tanpa jeda sama sekali.

"Aaahhh anak-anak mama hebaatt.. aaasshh.." pada giliran Robi ini Rasti mencapai orgasmenya.

Ssrr.. Tubuh Rasti bergetar hebat, memeknya berkedut-kedut kencang menimbulkan sensasi tersendiri dirasakan oleh penis Robi yang sedang menggenjotnya.

"Aaasshhh.. maah.." Robi mengerang pelan merasakan penisnya seperti diremas-remas oleh liang Rasti. Hampir-hampir dia ikut mengalami orgasme, untunglah Dimas menangkap gelagat itu dan segera menariknya.

"Gantian cepat..!" Ujar Dimas yang langsung menusukkan penisnya lagi begitu Robi mundur.

"Aaaihhh.. sayaaang.. aaahh.." Rasti mendesah panjang karena di tengah-tengah orgasmenya memeknya sudah langsung digilir penis lain yang langsung menggenjotnya dengan kencang lagi.

"Yeessh..."

Adegan ini terus berlangsung sampai tiga putaran kemudian tanpa merubah posisi sama sekali. Dimas-Bari-Robi terus bergiliran dengan urutan yang tertib.

Rasti cukup kewalahan juga menghadapi gempuran tiga orang dewasa tanggung ini, tapi dalam hatinya sungguh Rasti berteriak girang. Dia sangat puas sejauh ini meski dia masih sanggup bermain lebih lama dan meraih orgasme lebih banyak lagi. Tiba-tiba timbul ide untuk membuat permainan ini lebih menarik lagi.

'Aah kenapa tak terpikir dari tadi?' Ucapnya dalam hati.

Tangannya menarik semua selimut yang digunakan untuk menutupi teralis sel. Sreet.. dengan satu tarikan pelan saja selimut itu lolos berjatuhan ke bawah. Kini adegan dalam sel itu terekspos tanpa penghalang lagi. Para tahanan di dua sel di depan sel mereka pun langsung berteriak-teriak lagi dengan riuh bersahut-sahutan.

"Woooww anjiing lo pada! Asuu.. ngentot dari tadi!"

"Bangsaaatt cakep lontenyaa anjiiir lo ya!"

"Bagi lontenya woiii! Kampret lo padaa!"

Rasti tersenyum-senyum saja sambil melambai kepada para napi mupeng itu.

"Duuuhh mama kok selimutnya dilepas..?" Ucap Robi yang malu dan merasa risih.

"Hihihi.. biarin sayaang.. hh.. hhh.. gapapaaa..hh!" Jawab Rasti sambil mendesah-desah.

"Hahaha.. bener Rob biarin aja.. hahaha.. Ternyata lonte kita bener-bener jalang tulen.." timpal Bari senang.

"Wahahaha.. pengen lo pada..?? Hahaha.. anjing! ngentot enak bangeett hhih niih niihh..!" Seru Dimas yang ikut excited, dia menghentak-hentakkan tubuhnya dengan keras ke tubuh Rasti.

"Aaahh.. aaahh.. Dimaassshh..!" Rasti menjerit-jerit keenakan. Tubuhnya yang mengkilap bersimbah peluh tergoncang-goncang hebat.

"Ha Haah.. mupeng mupeng deh lo.. asshh memek ni lonte bener-bener legit coyy.. coli aja deh lo pada! Haahh haahh..!" Seru Dimas lagi.

"Woi anjing lo.. awas ya lo ntar..!"

"Kampret loo.. asuuu! Gue perkosa mak lo anjing!"

Begitulah mereka saling bersahut-sahutan panas dan penuh kata-kata kotor dan kasar. Para tahanan di sel lain yang tidak bisa melihat langsung pun ikut berteriak-teriak penasaran. Seluruh sektor C itu pun kembali ribut lebih dari yang sebelumnya. Ulah Rasti benar-benar membuat heboh. Bukannya kapok, Rasti malah ikut-ikutan bersuara meramaikan suasana.

"Baang aduuh baang.. aashhh.. tolongin bang, Rasti diperkosa.. hihihi.. Rasti mau ke sel abang aja.. tolong bangg.. jemput Rastii.. aahhh.. haahh.. hhh!" Sungguh binal!

"Oiii neeng sini aja sama abang.. abang bikin anget!"

"Hahaha, diperkosa apaan keenakan begitu! Dasar mama lonteee.. cabuull..!" Seru Bari yang kini mengambil alih posisi Dimas menggenjot Rasti.

"Aaaarrhhh abaaang.. Rasti keluar baang.. aassshh enaakhhh!" Jerit Rasti yang keenakan, saat itu juga dia mencapai orgasmenya lagi.

Crraastt.. Bari melepaskan penisnya supaya cairan orgasme Rasti yang mengalir deras muncrat keluar.

"Hahaha.. liat ni lonte ngompol ngompol.. banjirr.." Seru Bari memamerkan keberhasilannya membuat Rasti orgasme.

Saking ributnya sektor itu, para penjaga pun berdatangan gusar. Kali ini datang empat orang, dua yang tadi mengantar Rasti ditemani dua penjaga lain.

'Traang.. traang..!' Penjaga itu memukul-mukulkan tongkatnya di sepanjang pintu teralis yang mereka lewati.

"Diaam semua..! Brisik aja dari tadi woii!" Bentak salah seorang.

Sudah bisa diduga, bukannya tenang, suasana malah makin riuh. Beberapa napi malah meneriaki keempat penjaga itu dengan sebutan 'germo'. Begitu tiba di depan sel Norman, dua penjaga yang tadi mengantar Rasti tertawa terbahak-bahak, sementara dua penjaga lainnya melongo sambil menahan konak.

"Aahh.. hhh.. halo paakh.. ketemu lagi. Hihihi.." Rasti malah menyapa dengan wajah tanpa dosa.

"Hahaha.. Jadi ini toh biang keributannya?! Kampret lo pada ga tahu malu! Kalo ngentot ditutup dong!" Ujar penjaga itu.

"Cerewet lo pak! Suka-suka kita dong ah, lonte lonte kita kok.." Cibir Dimas.

"Iya nih bapak-bapak ngapain sih udah datang? Ga sqabar nunggu giliran ya? Hehehe.. udah bapak jadi penonton dulu, duduk yang manis ya.. hahaha.." sambung Bari.

"Kampret lo kecil-kecil ngentot! Ngelunjak ya.. mau gue seret tu lonte keluar sekarang juga hah? Biar kentang lo pada!" Hardik salah seorang penjaga.

"Yeee..maunya nyerobot! Jangan dong pak, kita nuntasin dulu dong.."

"Makanya cepetan! Gaya lo..! Eh itu si culun bisa ngentot juga ya? Hahaha...!" Ujar penjaga itu lagi. Yang dia maksud adalah Robi yang sekarang sedang gilirannya menggenjot Rasti.

Robi sendiri yang disinggung tidak merespon sedikit pun. Dia konsentrasi pada genjotannya yang hampir membawanya ke puncak orgasme.

"Woi.. sudah mau keluar lagi ya lo.. cepetan gantian!" Tukas Dimas.

"Gak bro.. hh.. hh.. gue dah lemes bangeth.. mau ngecrot ajaa.. aarrhh.." jawab Robi tersengal-sengal lalu mengerang, tubuhnya menegang. Orgasmenya telah sampai.

Memang entah sudah putaran keberapa sekarang, tak satupun di antara mereka yang menghitungnya. Pantaslah Robi sudah cukup kepayahan saat ini.

"Aasshhh..." desisnya buru-buru mencabut penisnya yang mulai muncrat.

Entah kesadaran darimana, tanpa disuruh Robi mencabut penisnya saat klimaks. Padahal sebagaimana biasanya, Rasti sendiri tidak keberatan sama sekali jika mereka crot di dalamnya. Sebagian peju Robi muncrat membasahi kaki jenjang Rasti sebelum dia didorong menjauh oleh Dimas.

"Jangan kotorin lagi dong lonte kita, masih ada giliran gue sama Bari nih..!" Tukasnya yang tanpa banyak bicara lagi langsung menghunjamkan batang penisnya ke vagina Rasti.

Dimas menggenjot Rasti dengan hebat. Dia sendiri sebenarnya tidak kalah capek, dan berniat mengakhirinya di putaran ini juga. Dengan sisa tenaganya, dia mencoba menggenjot Rasti lebih kencang lagi sampai-sampai Rasti yang juga sudah lemas terdorong ke depan hingga badannya tertekan ke pintu teralis di depannya. Agaknya ini memang akan jadi putaran terakhir bagi mereka di permainan kali ini.

Persetubuhan keduanya makin panas dengan ditonton oleh para napi lain di dua sel di depannya, ditambah empat orang penjaga. Rasti dan Dimas seakan berpacu lenguh dan desah, tubuhnya sudah sangat basah oleh keringat sehingga kulit putihnya terlihat begitu mengkilap. Dimas terus mendesak Rasti sehingga tubuh Rasti makin tertekan ke depan, badannya makin tegak dan menempel di teralis dan tak ayal lagi kedua bongkah payudaranya menyembul keluar di sela-sela teralis sel itu. Hal ini tentu mengundang para penjaga untuk menjamahnya.

"Wuiih.. buah dada coy.. ranum..!"

"Dingin dingin empuk! Hahaha.."

Begitu komentar-komentar mereka sambil menggerayangi payudara Rasti. Awalnya hanya mengelus-elus, berubah jadi remasan gemas, sampai mencubit-cubit dan menarik-narik puting susu Rasti.

Salah seorang penjaga bahkan mencumbu payudara Rasti dengan mulutnya. Menjilat-jilat, menggigit dan mengenyot putingnya. Sungguh rangsangan luar biasa sehingga Rasti menggeliat-geliat sambil mendesah tak karuan.

Saat Bari menggantikan posisi Dimas kemudian, Rasti mengalami orgasme lagi. Ia melenguh panjang dan menggelinjang-gelinjang. Kakinya sangat lemas sehingga dia merosot terduduk. Rasti membalikkan badannya dan bersandar di teralis dengan napas terengah-engah. Dia mendapati di hadapannya Bari dan Dimas mengocok penisnya yang diacungkan ke wajahnya.

"Mamaa.. aahhhh..!"

Keduanya mengerang bersamaan dan muncratlah sudah sperma yang sudah mereka tahan tahan sedari tadi. Tak luput tubuh, rambut, wajah cantik Rasti mereka hujani dengan peju. Bukan hanya pasrah, Rasti bahkan membuka mulut dan menjulurkan lidahnya untuk menampung sisa-sisa peju mereka dan menelannya.

Belum cukup begitu, Rasti beranjak dan mengulum kedua penis mereka yang masih tegang. Menjilati dan menghisap-hisapnya seolah memastikan tak satu tetespun peju tersisa. Perlakuan Rasti sungguh memanjakan Dimas dan Bari yang kemudian terduduk lemas. Rasti juga kembali menghempaskan tubuhnya bersandar di pintu teralis.

Mereka saling berpandangan sambil tersenyum-senyum puas. Kecantikan Rasti dengan keadaannya kini malah mempunyai pesonanya sendiri. Rambut acak-acakan, tubuh telanjang yang bersimbah peluh, mata sayu dan wajah yang masih dilelehi sisa-sisa peju. Menggemaskan dan menggairahkan!

Tak bosan keempat teman Norman memuas-muaskan diri memandanginya. Apa yang baru mereka alami barusan bagaikan mimpi. Permainan mereka kali ini telah reda. Capek luar biasa membuat mereka tidak banyak mengoceh seperti sebelumnya. Mereka beristirahat menata napas sambil terus memandangi wajah Rasti yang tersipu dibuatnya. Tapi itu justru menambah kegemasan mereka pada kecantikan ibu muda itu.

Ceklek! Suara kunci pintu teralis itu terbuka. Dua penjaga melangkah masuk sambil terkekeh.

Rasti menoleh dan tersenyum kecut. Dia sadar, belum waktu baginya untuk istirahat.

"Hehehe, Aduh dasar anak-anak nakal, cantik-cantik kok sampe dibuat belepotan begini.."

"Ayuk non, ikut kami, mandi yang bersih di ruangan kami.. biar wangi lagi, seger lagi.. habis itu kami buat belepotan lagi deh.. hehehe.."

Tanpa menunggu, Rasti langsung ditarik untuk keluar dari sel itu.

"Eeh.. sebentar pak.. pakaian saya.." tahan Rasti.

"Alaa.. pakaian udah sobek gitu.. udah non bugil aja dulu.. hehe, cantikan ga pake baju kok.. hahaha.. ayuk!

Rasti tidak berdaya selain mengikuti penjaga itu. Dia digelandang keluar sel tanpa sempat pamit pada Norman.

'Ah lagian Norman juga malah cuek tidur.' Pikirnya.

Entah Norman beneran tidur atau cuma pura-pura? Sempat juga terlintas pertanyaan itu di benak Rasti yang benar-benar gemas pada anaknya yang satu itu.

"Mama Rasti main sini lagi ya besok..?" Ucap Dimas melepas kepergian Rasti.

"Mama mama pala lo..! Hahaha!" Cibir penjaga yang kemudian menggelandang Rasti pergi.

Bagi wanita normal, keadaan Rasti itu sungguh sedang dilecehkan dan dipermalukan. Betapa tidak, ia digelandang dalam keadaan telanjang bulat dan berlumuran sperma. Rasti jadi bagaikan super model cabul dengan sepanjang lorong sektor C sebagai catwalknya.

Sepanjang perjalanan yang terasa lambat itu, seruan-seruan kotor dan cabul terus ditujukan kepadanya tanpa henti. Toh Rasti bukannya malu tapi malah menikmatinya. Dia berjalan sambil menebar senyum dan lambaian tangan ke arah para napi mupeng di kanan dan kirinya itu. Geleng-geleng kepala keempat penjaga itu dibuatnya.

Keluar dari sektor C, ada tiga lagi penjaga yang menyambutnya dengan antusias dan terbelalak dengan keadaannya itu. Rasti tidak melihat penjaga lain lagi selain tujuh orang yang kini mengawalnya menuju sebuah ruangan yang tidak jauh dari sektor C itu. Ruangan itu seperti kamar peristirahatan yang cukup nyaman dan luas. Salah seorang penjaga menyodorinya handuk dan.menunjuk ke sebuah pintu di sudut ruangan. Agaknya itu pintu kamar mandi.

"Mandi dulu sana, yang bersih ya.. sampo, sabun, semua ada di situ..!" Suruh penjaga itu.

Rasti pun menurutinya tanpa banyak bertanya.

Di dalam kamar mandi yang untungnya cukup bersih itu, barulah Rasti sempat beristirahat sekaligus menyegarkan diri. Saat itu pula dia sempat berpikir dan bertanya-tanya tentang beberapa hal. Utamanya tentang kondisi lapas ini yang cukup parah.

Rasti membayangkan kondisi para napi setelah bebas nanti, apakah akan lebih baik?

Jelas sekali tidak ada pembinaan yang baik di sini. Para penjaganya juga parah begitu.

Apakah cuma tujuh orang saja ataukah masih banyak lagi? Pastilah masih banyak lagi.. tapi apakah semua kelakuannya sama? Tujuh orang itu, Siapa dan apa jabatan mereka itu?

Seragamnya tampak sama semua di mata Rasti. Tak ada tanda yang menunjukkan perbedaan pangkat. Tapi pastilah salah satu ada yang jabatannya cukup penting sehingga bisa meloloskan dia di dalam lapas ini.

Atau apakah kejadian seperti ini sudah lazim belaka? Bagaimana kalau tidak? Apakah ini ilegal? Bagaimana kalau ketahuan? Akankah dia berada dalam kesulitan? Bagaimana pula nasib Norman kalau begitu? Pertanyaan demi pertanyaan terus menggelayuti pikiran Rasti.

Tapi lagi-lagi Rasti tidak mau terlalu jauh memusingkannya. Dia konsentrasi mempersiapkan diri untuk tugas selanjutnya. Disetubuhi Norman plus digangbang empat temannya, bagi Rasti itu belum seberapa. Melayani tujuh orang penjaga lagi bukan masalah besar baginya. Dia bertekad untuk menikmati hari ini, tapi tidak mau terlalu lama juga karena dia harus segera pulang kembali pada anak-anaknya di rumah.

Bagai seorang pendekar, Rasti mengumpulkan tenaga dan mempersiapkan jurus-jurus mautuntuk 'pertarungan' selanjutnya yang akan segera dia hadapi. Dia harus mengalahkan tujuh orang penjaga itu. Setelah mengambil napas panjang, Rasti pun keluar dari kamar mandi dengan tubuh berlilitkan handuk.

Di dalam ruangan dia mendapati ketujuh orang penjaga itu sudah siap tempur. Pakaian mereka sudah entah kemana, hanya tinggal celana dalam saja yang melekat di tubuh mereka. Rasti tertawa geli melihatnya, dia pun menebar senyum manisnya sebagai jurus pertama ke arah mereka semua. Jurus Rasti itu disambut dengan senyum mesum dan tatapan mata lapar nan liar siap memangsa dirinya. Rasti tidak gentar.

"Cuma kalian saja nih? Mana yang lainnya?" Ucapnya menggoda.

Ketujuh penjaga itu saling berpandangan dan terkekeh-kekeh.

"Hahaha.. Nantang ni lonte! Bener-bener jalang.. Kali ini cukup kami bertujuh saja manis.. besok-besok lo juga pasti bakal ketemu semua kontol dalam penjara ini..!" Sahut salah seorang dari penjaga itu.

Rasti tersenyum senang. Memang dia sudah mengira hari ini bukan yang pertama dan terakhir. Akan ada hari-hari selanjutnya untuk Rasti sepanjang Norman mendekam di dalam penjara ini. Rasti pun merinding sekaligus antusias membayangkan kemungkinan besar dirinya akan melayani seluruh napi di sektor C kelak. Bahkan tidak tertutup kemungkinan juga sektor-sektor yang lainnya. Tapi dia tak boleh larut dalam bayangannya itu, karena kini dia sedang berhadapan dengan tujuh orang penjaga yang riil.

"Hihihi, ya sudah kalau begitu, yuk dimulai..?" Ucap Rasti, dengan satu gerakan kecil yang menggoda, loloslah ikatan handuk yang menutupi tubuhnya, jatuh ke bawah kakinya meninggalkan tubuhnya kembali polos tanpa sehelai benang pun.


BERSAMBUNG...


SEBELUMNYA..

Seri 1 - Mamah Muda BINAL OPEN BO

Klik Nomor untuk lanjutannya
cerita sex yes, fuck my pussy. good dick. Big cock. Yes cum inside. lick my nipples. my tits are tingling. drink my breast. milk nipples. play with my big tits. fuck my vagina until I get pregnant. play "Adult sex games" with me. satisfy your cock in my wet vagina. Asian girl hottes gorgeus. lonte, lc ngentot live, pramugari ngentot, wikwik, selebgram open BO,cerbung,cam show, naked nude,
x
x