Cerita Dewasa - Mamah Muda BINAL OPEN BO 3


SEBELUMNYA..

Seri 1 - Mamah Muda BINAL OPEN BO

Seri 2 - Mamah Muda BINAL OPEN BO


cewek amoy Silvia Roy Shita (@silviaroyshita_) bugil sange live


Rasti memang seorang lonte, tapi di luar itu, Rasti juga adalah wanita dan ibu yang tangguh. Betapa tidak, ia adalah single mother yang sukses mengasuh dan membesarkan 7 orang anak! Dengan segala pengorbanannya, dan dengan semua yang telah dilaluinya, Rasti kini menuai hasilnya. Dia dan anak-anaknya dapat hidup enak.

Pria manapun yang melihat Rasti pasti dibuat terpesona dengan kecantikannya, aura keibuannya, serta sifat lembut dan ramahnya. Rasti dipuja-puja oleh semua lelaki, baik pelanggannya, anak-anaknya, serta suami tetangga. Begitupun dengan teman-teman anaknya. Teman-teman anak sulungnya, si Riko, Romi dan Jaka, sering bermain ke rumahnya. Mereka sangat penasaran dengan ibu teman mereka ini. Mereka ingin selalu berlama-lama di sana, dengan harapan dapat melihat dan menonton aksi-aksi Rasti yang membuat adik kecil dalam celana mereka berontak. Tidak jarang pula mereka menuntaskannya dengan beronani di kamar mandi rumah Rasti.

Dan kali ini mereka punya kesempatan yang sangat bagus untuk mewujudkan fantasi-fantasi nakal mereka lainnya. Rasti ingin memberikan hadiah pada Tedi dengan menuruti semua keinginan anaknya tersebut di hari ulangtahunnya. Teman-teman Tedipun kebagian imbasnya. Sungguh beruntung.

Mereka sudah berada di dalam mobil Rasti, yang mana ibu teman mereka itu bertelanjang bulat duduk di kursi kemudi! Siap membawa mereka kemanapun yang mereka inginkan. Tedi dan kawan-kawan, plus si bungsu, semua duduk di belakang. Rasti sendirian di depan. Untungnya semua kaca mobil Rasti menggunakan kaca film sehingga mereka tidak perlu takut kelihatan orang dari luar.

“Jadi kita mau kemana dulu nih?” tanya Rasti pada Tedi dan teman-temannya. Mereka saling pandang, bingung mau memulainya dari mana.

Apakah harus ke pantai, ke taman kota, ke kolam renang atau mungkin ke pasar.

Melihat tingkah mereka yang kebingungan itu Rasti jadi tertawa dibuatnya.

“Hahaha.. kalian ini, padahal kemarin kayaknya semangat banget”

“Kita semangat kok tante, semangat bangeeeet malah, hehehe”

“Terus? Kemana dong kalian maunya? Kalian bebas kok bilang maunya apa, asal gak gila banget aja yah, hihihi” pancing Rasti lagi.

“I..iya tante” jawab mereka serempak.

“Eh, Ted, lo bukannya pengen punya kamera DSLR? Minta sekarang aja sama mama lo!” usul Jaka.

Tedi memang menyukai fotografi, teman-temannya tahu itu. Sebagai ibu, Rasti juga sudah lama tahu ketertarikan dan minat Tedi pada fotografi, dengan senang hati Rasti mau memenuhi permintaan anaknya itu. Ya, selain permainan fantasi ini, Rasti juga sudah janji akan membelikan hadiah ‘betulan’ buat Tedi. Apapun yang Tedi minta, berapapun harganya.

“Benar juga tuh, kita ke mall dulu yuk Ma, beliin Tedi kamera.” setuju Tedi dengan usul Jaka.

“Ohh.. Oke deh sayang. Kamu ingin beli sebagus dan semahal apapun pasti Mama beliin kok buat kamu.” ujar Rasti sambil tersenyum manis pada Tedi melalui spion depan.

“Makasih Ma, Mama memang paling baik deh.” puji Tedi.

“Iya.. emang enak banget punya Mama kayak Mama lo Ted, iri gue, duh..”

“Hahaha, kalian ini.. Berangkat sekarang?” kerling Rasti pada mereka.

“Iya Mah..”

“Siap bos, meluncuuuur, hihihi..” ujar Rasti dengan riangnya. Sungguh Ibu yang sempurna.

Betapa bahagianya Tedi dan adek-adeknya. Juga betapa beruntungnya Riko, Romi, dan Jaka bisa berteman dengan Tedi.

Mereka mulai meluncur ke mall terdekat. Tedi dan teman-temannya asik memperhatikan betapa seksinya Rasti yang nyetir sambil bugil. Rambut panjangnya diikat sehingga tengkuk dengan bulu-bulu halusnya terlihat menggoda. AC mobil berhembus pelan menyapu kulit putih mulus Rasti yang terbuka bebas. Sungguh mempesona. Tentunya sangat menyenangkan bagi mereka melihat gerak-gerak Rasti yang tetap gesit mengendalikan mobil dengan kondisi telanjang bulat begitu. Bagaimana kaki jenjang Rasti asik injak-lepas pedal, dan tangan Rasti yang lihai memainkan perseneling dan stir.

“Duh.. jangan dilihatin terus. Tante jadi grogi nih nyetirnya” ujar Rasti sok manja, pura-pura risih diperhatikan oleh mereka.

“Hehehe.. Tante cantik banget sih, sayang dong kalo dilewatin..”

“Buka kacanya dong Tante..?”

“Iih gila kalian ah.. Nggak ah..”

Tapi karena Tedi protes nagih janji bakal penuhi semua fantasi mereka, Rastipun nurut. Hanya kaca di jendela supir yang dibuka. Semua jendela lainnya tertutup rapat. Tedi dan kawan-kawan memilih untuk tidak terlihat.

“Curang ih kalian, dasar..” protes Rasti manja. Tapi Rasti tetap menuruti kemauan mereka.

Awalnya hanya buka sedikit-sedikit jendelanya, pas sepi barulah dibuka penuh. Kebetulan mobil Rasti jenis SUV yang besar, bukan jenis sedan. Jadi rasti berani nekat aja. Karna mobil jenis ini ground clearancenya tinggi, posisi kursi penumpangnya juga tinggi.

Bahkan saat lampu merah, Tedi dan teman-temannya melarang Rasti menutup kaca mobil. Beberapa kali Rasti nurut, karena paling banter mobil yang menjejerinya tidak lebih tinggi dari mobil mereka. Bahkan teman-teman Tedi punya ide, beberapa kali di lampu merah mereka minta Rasti pura-pura nanya jalan pada pengemudi kendaraan di sampingnya, baik mobil maupun motor!

Dalam posisi itu Rasti yang hanya menaikkan sedikit kaca mobilnya memang hanya akan terlihat sebatas pundak. Tentunya sangat seksi sekali dilihat dari luar, Rasti akan tampak seperti telanjang, padahal memang benar! Tidak hanya itu, Tedi juga ikutan iseng mengerjai ibu kandungnya itu dengan menyuruh Rasti membeli koran ke pedagang koran di perempatan lampu merah. Sungguh sesuatu yang menegangkan namun juga menggairahkan bagi mereka maupun Rasti sendiri.

Merekapun akhirnya sampai ke mall. Tedi dan kawan-kawan sudah memakai baju ganti. Untuk Rasti sendiri, Tedi membawakan sebuah selendang. Walhasil Rasti cuma pakai selendang yang dililitkan pada tubuhnya dan dipeniti.

Selendang yang dibawa Tedi juga sangat pendek, lebarnya sekitar 30cm dan panjangnya tidak sampai 2 meter. Hanya bisa dililitkan 3 kali, dan hanya menutupi area dada-paha atas. Jika sekilas, orang tidak akan memperhatikan bahwa yang dikenakan rasti hanyalah lilitan selendang, sekilas pakaian Rasti malah seperti pakaian yang dirancang desainer terkenal, karna motif selendang yang dibawa Tedi memang ngejreng warnanya, dan bahannya terbuat dari kain yang sangat halus dan lembut.

Pasti bukan kain murah, pikir teman-teman Tedi.

Mall itu adalah mall baru yang ada di kawasan apartemen baru yang elit. Jelas mallnya cukup mewah dan mentereng. Dirancang untuk jadi tempat belanja kalangan kelas atas, termasuk para selebritis. Jadi pakaian Rasti tidak akan terlalu menarik perhatian karna memang banyak yang berpakaian seksi dan terbuka seperti Rasti di mall itu. Dan lagi, karena mall ini baru, ada banyak toko yang kosong, belum laku, ataupun sudah laku tapi belum buka. Meski begitu tetap saja itu menegangkan bagi Rasti.

Meskipun banyak wanita yang berpakaian seksi di dalam mall itu, tapi Rasti tetap yang paling menarik bagi Tedi dan teman-temannya. Bagi mereka Rasti adalah wanita paling cantik dan paling menarik di dunia. Apalagi dengan pakaian seperti itu, Rasti melenggang di dalam mall sambil menggendong si bungsu. Sebuah pemandangan yang sangat mencolok dan indah, Rasti benar-benar jadi pusat perhatian.

“Sayang..kamu jangan nakal yah.. jangan minta mimik susu dulu yah, hihihi” ujar Rasti pada anak bungsunya.

Tapi di dalam hati dia malah penasaran bagaimana rasanya menyusukan anaknya di tempat umum dengan pakaian seperti itu, dia berharap anaknya itu nanti bakal rewel minta nyusu padanya. Tedi dan teman-temannya yang mendengarnyapun juga berharap demikian.

Tujuan mereka langsung ke tempat penjualan kamera. Tedipun mendapatkan kamera impiannya. Kamera terbaru plus tambahan lensa untuk longshoot. Total harganya lebih dari 15 juta. Rasti dengan senang hati memenuhi permintaannya itu.

“Spesifikasi kamera ini sudah cukup buat kamu sayang? Boleh kok kalo minta yang lebih canggih..” tanya Rasti yang betul-betul tidak mempermasalahkan harga.

Tedi merasa cukup dengan kamera barunya ini. Rasti senang Tedi bukan anak yang royal, apalagi minat dan hobinya ini tentu sesuatu yang positif, Rasti mendukungnya 200%. Bahkan selain permintaan Tedi, diam-diam Rasti merencanakan hadiah ‘betulan’ lain yang dia siapkan sendiri untuk Tedi. Sungguh teman-teman Tedi dibuat iri dengan Tedi.

Di dalam toko kamera yang relatif masih sepi juga, pelayan toko yang semua pria jadi bisa melihat dan bahkan berkomunikasi dengan Rasti dari dekat. Beberapa kali mereka terlihat menelan ludah. Kelihatan sekali mupeng dan tidak konsen. Rasti yang menyadari putting susunya tercetak jelas, mencoba menutupinya dengan menggendong si bungsu di depan.

“Duh sayang, kamu ni ngasih mama pakaian rawan banget gini siih..?” bisik Rasti setelah keluar dari toko kamera.

“Hehehe.. tapi asyik kan Ma?”

“Hiih.. Kamu ini..” ucap Rasti gemas. Tapi dalam hati Rasti sadar apa yang sedang mereka lakukan hari ini, dan dia bertekad untuk menikmatinya.

Setelah membeli kamera mereka lalu mutar jalan-jalan di mall. Berkali-kali si bungsu yang berada dalam pelukannya rewel, membuat Rasti kewalahan menenangkannya. Suara rewelan Bobby malah semakin menarik perhatian pengunjung mall. Rasti berusaha cuek dengan tatapan mata orang-orang disekitarnya. Gilanya, teman-teman Tedi malah memprovokasi Rasti untuk netekin Bobi.

“Gak mau ah, masak netekin Bobi di sini?” tolak Rasti.

“Bobinya kayaknya haus tuh tante, masak dibiarin aja, iya gak Ted?”

“I..iya Ma.. Bobi haus tuh.” jawab Tedi ikut-ikutan.

Tapi Rasti tetap belum mau untuk netekin Bobi, tidak di tengah-tengah kerumunan orang-orang begini. Namun teman-teman Tedi malah semakin keras suaranya membujuk ibu teman mereka itu, membuat orang-orang semakin melirik ke arah mereka. Entah apa yang dipikirkan para pengunjung yang mendengar ocehan-ocehan teman-teman Tedi itu pada Rasti.

“Ayo Tante buka susunya Tante..”

“Iya buka dong Tante, cepetan..”

Sungguh membuat Rasti semakin malu. Hampir-hampir Rasti mengalah karna Bobi yang memang rewel terus, susah banget disuruh diam.Untung saja saat Rasti sudah mulai mencari-cari tempat aman untuk menyusui Bobi, pada akhirnya Bobi malah mulai anteng sendiri tanpa harus disusui.

“Dasar kalian ini.. Puas mainin mama?” ujar Rasti pura-pura kesal saat akhirnya mereka tiba di bagian sepi mall tersebut.

Teman-teman Tedi hanya cengengesan. Tedi yang sedari tadi melihat mamanya dipermalukan juga ikut tertawa kecil, karena memang hal itu membuat penisnya ngaceng.

“Ma.. aku mau fotoin mama boleh?” pinta Tedi kemudian.

Dia tentunya juga harus menikmati momen ini sebaik-baiknya. Apalagi dia baru saja dibelikan kamera super canggih.

“Kamu mau jadiin mama sebagai model kamu sayang? Boleh kok..”

Di dalam mall di sudut-sudut yang menarik dan diperbolehkan untuk mengambil gambar, Tedipun berulang kali meminta Rasti untuk berpose cantik. Rastipun tahu betul bagaimana caranya berpose bak model professional. Pose seksi, ekspresi imut, binal, dan sebagainya dipamerkannya. Baik sambil menggendong si bungsu maupun berfoto sendiri.

Di lantai atas yang hampir 50% tokonya masih belum terisi, kondisinya sangat sepi. Mereka menuju satu sisi yang pertokoannya masih kosong melompong. Entah belum mulai disewakan atau memang belum laku. Tedi meminta Rasti berpose pada pagar atrium.

Sebagaimana banyak mall lain, arsitektur mall ini juga berbentuk atrium. Yaitu ruang tengah yang terbuka. Dari lantai-lantai atas bisa melihat ke bawah dengan pengaman pagar pembatas. Di situlah Rasti berpose, membelakangi ruang atrium, sehingga foto Rasti berlatar belakang atrium mall yang luas, dan para pengunjung mall yang berlalulalang, kebanyakan di lantai-lantai bawah. Tentunya Bobi sudah dititipkan pada temannya yang bergantian membantu menggendong.

“Ma.. buka selendangnya dong..?” Pinta Tedi setelah beberapa jepret.

“Haah, gila ih.. di tempat umum begini..?”

“Gak dibuka semuanya Ma, dilepas aja 1 ikatan di dada.. turunin dikit.. tunjukin belahannya..”

“Ooh, kamu minta foto seksi ya, hi hi.. gitu sih gapapa..”

Setelah celingak celinguk, memastikan kondisi aman Rasti pun membuka peniti dan mengendorkan lilitan selendangnya. Setelah itu Rasti menyilangkan tangannya di bawah dadanya, menahan selendang itu melorot ke bawah dari dadanya. Rasti mengekspos belahan dadanya tapi bagian putingnya masih tertutup.

“Nunduk Tante..”

“Ekspresinya yang nakal Tante..” Teman-teman Tedi sok-sokan ikut mengarahkan.

“Iya iya.. Iih ternyata kamu pingin jadi fotografer model-model seksi ya? Malah Mama yang dijadikan eksperimen nih.. iya deh mama turutin.” jawab Rasti sambil mengerlingkan matanya ke anaknya.

Namanya tempat umum, mereka tentunya tidak bisa dengan leluasa melakukan sesi foto erotis dadakan itu. Tiap satu jepret, mereka harus waspada melihat sekitar. Terutama Rasti. Tapi toh justru ini asyiknya.

Sampai beberapa foto kemudian, “Buka lagi dong ma.. tunjukin semuanya..”

“Hah, kamu nyuruh mama bugil di sini sayang? Gila kamu ah.. jangan dong.. Terlalu bahaya!”

“Bugil sih nanti aja, hehehe.. kita masih punya banyak waktu. Pelan-pelan aja.. tunjukin aja susunya ma..” jelas Tedi.

Rasti penasaran juga. Ditengoknya kanan kiri. Ada orang berjalan ke arah mereka. Rasti malah menaikkan selendangnya lagi. Menutup rapat-rapat dadanya.

“Aah mama.. kok dipake lagi sih! Ayo buka..” protes Tedi.

“Bentar dong sayang, ada orang tuh! Kamu ini..”

Meski Rasti kemudian tidak sedang berpose karna tegang mengawasi sekitar, Tedi tetap memotretnya beberapa kali. Sehingga beberapa orang yang hendak menuju ke arah mereka melihat dan mengira bahwa ada sesi pemotretan profesional dan mengurungkan niatnya. Lagi pula di area itu memang belum ada toko yang buka.

“Ayo tante buka..”

“Sudah aman tante..”

“Ayo maa..”

“Iyaa iyaa kalian ini..” Rasti kembali menurunkan selendangnya. Sebagian besar dadanya terekspos.

“Buka semua ma.. keluarin susunya..” pinta Tedi lagi.

“Duuh..” Rasti tengak-tengok lagi.

“Aman ma..” Tedi mencoba meyakinkan. Dia lalu menyuruh teman-temannya berjaga-jaga mengawasi keadaan.

Akhirnya Rasti nurut. Dadanya dikeluarkan semua, tapi selendangnya masih ditahan di bawah dadanya. Pemandangan yang erotis sekali bagi Tedi dan teman-temannya, meski sudah biasa melihat ketelanjangan Rasti, sensasi kali ini jelas beda. Berkali-kali mereka menelan ludah saking tergiurnya.

Beberapa foto berhasil dijepret Tedi yang bergaya bak fotografer profesional. Rasti memang susah konsentrasi karna tegang dan was-was. Tapi ada juga sensasi kenikmatan yang dirasakan Rasti yang sebenarnya memang punya sisi eksibisionis. Aah ini sebenarnya kesempatan untuk berekspresi bagi Rasti, melampiaskan nalurinya.

DIa menengok pada kawan Tedi yang berjaga, “Aman..?” tanyanya.

“Aman kok tante.. jangan khawatir..”

Rasti menarik napas panjang. Diturunkan lagi selendangnya hingga pinggul. Bagian atas tubuhnya benar-benar telanjang sekarang.

“Cakep ma..!” puji Tedi.

“Dasar kalian ini. Untung mama perginya sama kalian, kalau sama Norman mungkin dia udah nekat genjotin mama sekarang, hihihi” ujar Rasti cekikikan.

Rasti kemudian mencoba konsentrasi untuk berpose. Berbagai pose sensual binal berhasil diambil gambarnya oleh Tedi yang jadi semangat sekali.

Sudah sangat banyak foto yang diambil Tedi. Dia sekarang sangat menikmatinya. Gilanya Rasti bahkan meminta menggendong Bobi lagi, berpose bersama bayinya yang mana dia masih tetap bertelanjang dada.

“Kamu pengen nyusu sekarang sayang?” tanya Rasti pada bayinya sambil melirik pada Tedi.

Sungguh membuat Tedi dan teman-temannya belingsatan dengan tingkah Rasti, dan Jepret! Sebuah momen yang tidak lazimpun terabadikan. Seorang ibu muda cantik yang bertelanjang dada menyusui bayinya dengan latar belakang mall!

Teman-teman Tedi yang berjaga malah ikut tergiur melihat pemandangan itu. Mereka lengah dibuatnya. Tidak sadar ada 2 orang security mall yang datang mendekati mereka. Baru sadar setelah dekat karena langkah sepatunya terdengar. Rasti yang panik menitipkan bayinya pada teman-teman Tedi lagi, lalu berusaha menaikkan kembali selendangnya, tapi tentu tidak sempurna karena selendang itu dipakai dengan cara dililitkan di tubuhnya.

“Aduuh, penitinya dimana tadi ya sayang..?”

“Lho, gak tau Ma, kan Mama yang pegang..?” Tedipun ikut panik. Namun teman-teman Tedi malah cengengesan seakan menikmati tontonan ibu dan anak yang sedang kebingungan itu.

“Aduh, ilang deh sayang, ga tau jatuh dimana.. ada lagi?”

“Ga ada lagi ma..”

Mereka semakin panik seiring dengan derap langkah sepatu yang juga semakin mendekat. Hingga akhirnya..

“Sedang apa kalian!?” Tanya salah seorang security tegas.

Ratno dan Adi, itu nama yang tertulis di seragam mereka. Ratno tampak sebagai seniornya Adi, lebih tua, berkumis tebal, rambut tipis, dan badan sedikit gempal. Sementara Adi terlihat lebih culun, usianya paling seusia Rasti atau malah di bawahnya.

“Mm nggak pak cuma jalan-jalan aja.. Yuuk..” Tedi mencoba menghindar dengan mengajak pergi. Tapi Rasti yang gak konsen malah sibuk memastikan selendang yang dipakainya sudah aman, karna tidak ada peniti, diapun menahannya dengan tangan.

“Eeh, gimana?” tanya Rasti lugu.

“Ayook..” Tedi mendesak.

“Tunggu dulu..” cegah Pak Ratno. “Kalian melakukan sesi pemotretan di sini? Boleh lihat ijinnya?”

“Kami iseng aja kok pak, bukan profesional.. Lagian kami gak motret-motret di area yang dilarang motret kok pak.. Di sini boleh kan?” Elak Tedi.

“Hmm, di sini memang belum dilarang.. tapi kalo untuk tujuan komersil..”

“Kami bukan profesional pak..”

“Hmm, iya, tapi tadi ada laporan pengunjung yang jadi enggan ke sini karena ada aksi kalian..”

“Tapi kan di sini belum ada toko yang buka pak?” Jaka ikut bicara.

Adi membisiki Pak Ratno, mereka kemudian mencermati Rasti, Tedi, dan teman-temannya. Melihat si bungsu yang sedang digendong teman Tedi. Dia merasa agak aneh dengan rombongan ini. Empat anak yang tampaknya masih remaja, dengan seorang wanita muda cantik, dan seorang bayi.

“Bayi siapa ini?”

“Eh, ba..bayi saya pak..” jawab Rasti.

Kedua security itu berpandangan dan mengamati Tedi dan teman-temannya lagi.

“Itu bayinya si non?” Tanya pak ratno penasaran. Rasti mengangguk.

“Mana bapaknya..?”

“Eee.. bapaknya gak ada pak, ga tau deh di mana..?” jawab Rasti tersipu.

“Kok ga tau gimana?”

“Tadi sedang jalan-jalan di bawah, sedang liat-liat gadget!” ujar Tedi berinisiatif berbohong.

Dia melirik mamanya kesal. Mama nih jujur amat sih.. pikir Tedi.

Setelah saling berbisik lagi, Pak Ratno memutuskan membolehkan mereka pergi.

“Ya udah, non pake bajunya.. terus jangan di sini ya.. ga boleh ada sesi pemotretan lagi!” Ujar Adi.

“Mm.. saya cuma pake ini aja pak..” jawab Rasti lugu. Jawaban yang kemudian kembali membuatnya diamati terus oleh kedua security itu.

“Non ga bawa baju?”

“Yaa iniii.. baju saya..” jawab Rasti dengan entengnya. Pak Ratno dan Adi tampak terkejut dan saling berbisik lagi.

“Kami pergi dulu pak.. maaf..” Tedi yang mencium gelagat buruk merasa harus segera cabut.

“Bentar!” sergah Pak Ratno lagi. “Kalian bukan professional? Dari tadi saya curiga. Ini modelnya cantik begini, pakaiannya sengaja berkostum begini..”

“Bener pak kami bukan profesional” Tedi mulai tegang. Tidak mungkin mengatakan sejujurnya, serta mengatakan kalau perempuan itu adalah mamanya.

“Maaf non, coba tangannya disamping, kami harus periksa..” Ujar Adi yang melihat dari tadi Rasti menyilangkan tangan di depan dan memegangi selendangnya.

“Aduh, periksa apa yah pak, saya ga bawa apa-apa kok” Rasti menengok ke sekitar. Di seberang atrium sana ada beberapa orang lalu lalang. Satu dua orang tampak memperhatikan mereka.

“Sudah nurut saja.. biar segera selesai urusannya!” tegas kedua security itu. Tedi panik.

Tak tahu harus berbuat apa. Tapi Rasti yang tadinya panik, setelah menarik napas panjang kini berangsur-angsur lebih tenang. DIa dari awal sudah bertekad akan menikmati apapun yang terjadi. Ini momen yang langka. Ini saatnya mengekspresikan diri.. Entah kesambet setan dari mana, tiba-tiba Rasti malah jadi excited.

“Ba..baik pak.. maaf ya..” Rasti menengok sekitar lagi.

Ah, kondisi belum aman, dia melihat pengunjung yang memperhatikan mereka dari seberang atrium malah bertambah. Mungkin ada sekitar 5 orang. Pastinya mereka penasaran melihat sekelompok pengunjung bermasalah dengan security mall.

Rasti menghela napas dan menghitung dalam hati, satu dua tiga.. tangannya diturunkan ke samping. Sreett..! Selendang dari bahan halus yang melilit tubuhnya terlepas sepenuhnya dan merosot jatuh di kakinya. Rasti kini bugil! Telanjang bulat tanpa ada apapun yang menutupi!

“Haah..” Pak Ratno dan Adi langsung ternganga melihat pemandangan tak terduga ini.

“Woow..” bisik teman-teman Tedi.

Terdengar juga sayup-sayup suara riuh di belakang mereka. Ya, beberapa pengunjung memang sedari tadi ikut mengamati, dan aksi Rasti itu surprise banget buat mereka.

Mendengar suara riuh pengunjung itu kedua satpam yang salah tingkah tampak panik. Sebenarnya mudah saja Ratno tinggal menyuruh Rasti kembali memakai selendangnya, tapi dasar pria, dia juga tak mau cepat-cepat pemandangan ini hilang berlalu. Pak Ratno secepat kilat berinisiatif menggeser posisi berdirinya, mendorong kasar Adi di sebelahnya. Posisi mereka kini menutupi Rasti dari pandangan pengunjung mall yang lain.

“Hei, ini bukan tontonan, maaf, tolong ya..!” Seru Ratno pada para pengunjung yang menonton, seraya menggerakkan tangannya menyuruh mereka bubar dan pergi.

Tapi yang ada bukannya bubar, malah tambah ada pengunjung lain yang tadinya tidak tahu ada kejadian, malah jadi tahu dan penasaran ikut nonton, hanya saja memang mereka hanya berdiri di seberang pagar atrium, tidak ada yang berani mendekat.

“Apa ini? Non hanya memakai selendang ini ke sini? dan kalian bilang ini bukan sesi foto profesional??” tanya Ratno kemudian setelah berhasil mengatasi salah tingkahnya. Tapi tetap saja dia tidak bisa menyembunyikan wajah mupengnya.

“Mm.. memang bukan kok pak..”

“Iya, saya bukan model profesional kok pak Ratno.. mas Adi.. Hihihi..” Rasti yang menyilangkan kedua tangan di dadanya mencoba ikut menjawab, tapi malah banyak ketawa ketiwinya.

Upaya sia-sia Rasti untuk menutupi bagian vitalnya malah menjadi pose yang memiliki daya rangsang tersendiri.

Adi yang belum bisa mengendalikan salah tingkahnya berbisik lagi pada pak Ratno, keduanya menengok ke belakang. Walah, pengunjung malah pada berkerumun di seberang. Malah ada yang mengambil gambar dengan HPnya. Ratno berteriak kesal sambil menggerakkan tangannya menyuruh mereka bubar. Tidak semudah itu tentunya menyuruh kerumunan itu bubar.

Rasti sendiri malah berusaha melongok-longok melihat kerumunan itu. Edannya, Rasti malah kemudian melambaikan tangannya sambil melontarkan senyum pada kerumunan itu. Betul-betul jiwa lonte.

“Suit suiitt..” Riuh suara para pengunjung dibuatnya. Ratno yang menyadari tingkah Rasti itu tanpa pikir panjang langsung menggaet lengan rasti, mencoba menggelandangnya menuju ruang pertokoan kosong di sisi itu.

“Aduuh.. pak Ratno, jangan kasar-kasar dong..” ucap Rasti manja. “Saya mau dibawa kemana? Boleh saya pakai baju saya dulu?” Rasti melawan, mencoba bertahan di tempatnya untuk meraih kain selendangnya.

“Baju apaan?! itu cuma selembar kain.. Kita ke balik toko-toko di sana, sembunyi dari pandangan orang-orang!”

“Eeh, emang saya mau diapain pak..?” Ucap Rasti, terdengarnya lebih ke arah genit, ketimbang ketakutan. Pak Ratno makin gemas dibuatnya. “Sudah, ayo ikut..!”

“Be.. bentar pak..” Di tengah kepanikannya Tedi malah memberanikan diri menyela.

Sementara teman-temannya yang lain diam membisu. Tegang sekaligus excited juga menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Apa..?”

“Sebelum dibawa ke sana, boleh saya ambil fotonya dulu.. sekalii aja..” pinta Tedi.

“Apa maksudnya? Kamu mau motret kita!?”

“Bu.. bukan, mau motret Ma.. eh, motret model saya aja..” Hampir saja Tedi berkata ‘mama’. “Ini momennya bagus banget, saya ingin ambil gambar model saya polos, dengan latar belakang kerumunan orang itu.. boleh ya.. Bapak minggir dulu?” jelas Tedi sambil menengok ke arah kerumunan pengunjung di seberang atrium sana.

Tambah banyak yang berkerumun. Ini jelas momen yang tak boleh dilewatkan. Meskipun jumlahnya cuma sekitar belasan atau paling pol 20 orang, karna untung saja ini di lantai atas yang masih sepi, coba kalau di lantai bawah, pasti ratusan orang yang ngerumunin. Ya iyalah, sejak awal kan memang memilih foto-foto di lantai yang sepi ini. Gumamnya dalam hati.

Pak Ratno dan Adi berbisik, menengok ke belakang untuk kesekian kalinya.

“Ga bisa! Enak aja kamu..” tegas pak Ratno.

“Duuh, kenapa sih? Boleh dong paak” Ucap Rasti.

Tedi surprise juga, ibunya itu ternyata malah ikut membantu membujuk pak Ratno.

“Gini ini kalian masih mengelak bukan professional??” Ucap security paruh baya itu geleng-geleng kepala.

Saat itu Tedi berpikir cepat sekaligus nekat. Tanpa menunggu persetujuan Tedi langsung saja mengambil jarak dan membidik mereka dengan kameranya.

“Eiitt.. kamu..” pak Ratno dan Adi spontan menghindar dari ruang bidik kamera Tedi.

Yes! Seru Tedi dalam hati, dapat juga gambar mamanya polos di dalam mall dengan latar belakang kerumunan pengunjung mall lain. Ini yang dia inginkan! Tapi momennya begitu cepat. Baik Tedi dan Rasti seolah punya koneksi batin, Tedi secepat mungkin menjepret Rasti beberapa kali, dan Rasti juga langsung sadar pose dan ekspresi.

Momen itu hanya berlangsung 3 atau 4 detik saja, karna pak Ratno yang langsung setengah berlari ke arah Tedi sambil gusar mencoba untuk merebut kameranya.

“Aduh maaf pak.. Jangan pak..” Tedi memohon sambil mencoba mempertahankan kameranya.

Rasti spontan juga berlari membantu Tedi dengan menarik tangan pak Ratno.

“Jangan dong pak please.. Ayoo, saya mau dihukum apa deh..” malah Rasti kini yang menarik pak Ratno menuju komplek pertokoan kosong sebagaimana tadi Rasti mau dibawa oleh pak Ratno ke situ.

“Ayoo pak..” Rasti ngotot, sambil berjalan lengan pak Ratno dipeluknya erat.

Walhasil kulit lengan pak Ratno menyenggol dan bersentuhan langsung dengan kelembutan payudara Rasti yang telanjang. Seakan hilang kekuatan, mau tak mau pak Ratno mengikuti langkah Rasti. Penisnya yang dari tadi sudah nyut-nyutan kini menegang maksimal. Benar-benar pemandangan yang seru. Teman-teman Tedi dan Adi si security muda cuma bisa celingak-celinguk dan menelan ludahnya.

“Huu..” Riuh pengunjung mall mengiringi ketika Tedi, Rasti, pak Ratno dan Adi kini menghilang di balik pertokoan.

Sebelum menyusul, teman-teman Tedi berinisiatif mengambil selendang Rasti yang tergeletak. Tapi kemudian, entah siapa yang punya ide duluan, mereka saling berbisik dan sedikit berdebat, tapi kemudian tampak sepakat. Selendang Rasti mereka sembunyikan!

Di lorong pertokoan yang sepi itu, Rasti dan lainnya tersembunyi dari pandangan seluruh pengunjung mall. Pak Ratno dengan napas memburu langsung meremas payudara Rasti. Matanya dan mata Rasti saling menatap. Pandangan Rasti yang sayu dan tanpa perlawanan sama sekali semakin menaikkan libido pak Ratno.

“Aah pak..” desah manja Rasti makin membuat birahi pak Ratno meluap-luap.

Tedi dan Adi hanya mematung, tak tahu harus berbuat apa, terlebih bagi Tedi karena wanita itu adalah ibunya.

“Wow..” gumam teman-teman Tedi yang menyusul dan menjumpai pemandangan itu.

“Bo.. bos..?” Ucap Adi ragu-ragu, dia tentunya tidak menyangka akan berakhir seperti ini.

Pak Ratno dan Rasti masih saling memandang tanpa bicara. Entah kenapa lidah keduanya kelu. Hanya bahasa tubuh yang bicara. Remasan tangan pak Ratno pada payudara Rasti makin kencang.

“Aaahh.. Paak Ratno..” lenguh Rasti pelan.

Lenguhan itu terdengar bagai perintah pada pak Ratno untuk terus mengeksplorasi tubuh Rasti. Jelas sekali keduanya kini sedang dilanda birahi yang tak terbendung.

“Booss..” usik Adi lagi. Tampaknya dia makin panik saja melihat perkembangan yang terjadi ini.

“Berisik lo ahh..!” Hardik pak ratno. “Sana berjaga! Kalian juga ngapain di sini, sana pergi..!” Ujar Pak Ratno pada Adi dan Tedi dan kawan-kawan.

Rasti melirik Tedi dan teman-temannya, kepalanya mengangguk tanda dia menyetujui pak Ratno. Rasti menginginkan anaknya juga menyingkir dari situ.

“Cepetan.. Adi, lo ngapain masih diam aja.. Jaga di luar..! Jangan sampai ada orang kesini!” suruh pak Ratno. Dengan tergopoh-gopoh Adi beranjak. Sementara Tedi dan kawan-kawan masih ragu untuk pergi.

“Ma.. mama..” Ucap Tedi pelan

Sebenarnya tidak jelas juga tujuan Tedi memanggil Rasti, dia tahu apa yang akan terjadi tak akan bisa dicegah. Dan memang Rasti dan pak Ratno sendiri sudah tidak menggubris, lidah mereka kini berpagutan. Panas..!

Beberapa saat berpagutan, pak Ratno jengah juga melihat Tedi dkk yang belum juga beranjak. “Kalian juga pergi sana!” bentak Ratno mengusir mereka.

“Udah sayang.. keluar dulu.. jagain Bobi yah?” kata Rasti ikut-ikutan.

Pak Ratno sempat bertanya-tanya mendengar Rasti memanggil Tedi dengan sebutan ‘sayang’. Tapi itu tidak dipusingkannya lebih jauh.

Kata-kata Rasti jelas lebih ampuh buat Tedi. Terbukti Tedi dan teman-temannya langsung menyingkir kemudian. Tapi tetap saja, selain kemudian tetap berusaha mengintip pergumulan pak Ratno dan mamanya, Tedi juga ingin memotret mereka diam-diam.

Pak Ratno dan Rasti yang juga menyadari itu kini sudah tak peduli lagi, ketimbang ngurusin ngusir Tedi dan kawan-kawan, mereka lebih memilih untuk konsentrasi dalam menikmati persetubuhan. Bagi teman-teman Tedi, ini adalah pemandangan yang mereka tunggu-tunggu. Mereka akhirnya bisa juga melihat secara langsung bagaimana ibu teman mereka yang cantik dan seksi ini disetubuhi.

Pak Ratno yang nafsunya sudah diubun-ubun langsung menurunkan celananya, lalu merebahkan tubuh Rasti di atas kardus lusuh. Dia ingin menikmati wanita cantik ini secepatnya. Tanpa menunggu apa-apa lagi diapun menghujamkan penisnya ke vagina Rasti. Tidak terlalu sulit karena vagina itu memang sudah banjir sejak tadi.

“Nghhh.. pak..” Lenguh Rasti manja sambil memeluk erat tubuh pria itu.

Pak Ratno sendiri sedang sangat menikmati betapa nikmatnya penisnya dijepit oleh vagina Rasti. Dia merasa seperti mimpi bisa menyetubuhi seorang model yang luar biasa cantik. Bagai ketiban durian runtuh.

Sambil penisnya asik keluar masuk vagina Rasti, tangan pak Ratno juga tidak mau diam menjelajahi bagian tubuh Rasti yang lainnya. Payudara Rasti diremas-remasnya, mulut Rasti dikobel-kobel pakai jarinya. Rasti juga terus memandang sayu pada pak Ratno, membuat pria itu jadi semakin bernafsu pada dirinya. Rasti benar-benar melayani pria itu sepenuh hati layaknya melayani pelanggan-pelanggan royalnya.

“Ugh.. Mimpi apa gua semalam bisa ngentotin model cakep kayak non.. siapa namanya tadi?”

“Ngghhh.. Rasti pak..” jawab Rasti terengah-engah.

“Non Rasti cantik banget, nafsuin, hehehe..”

“Mmhh.. makasih Pak.. tapi saya bukan model kok Pak..”

”Jadi benar non ini bukan model?”

“Iya.. kan saya.. sudah bilang dari tadi.. ssshh.. terus Pak..” Rasti menjawab dengan nafas terputus-putus sambil terus menikmati genjotan pak Ratno.

“Jadi non ini siapa?”

“Saya.. saya lonte Pak.. ngghhh..” jawab Rasti terang-terangan.

“Hah? Lonte? Terus mereka itu?”

“Anak saya dan teman-temannya pak..”

“Hah?” alangkah terkejutnya Ratno mendengar jawaban Rasti.

Dia tentunya tidak habis pikir kalau wanita secantik Rasti adalah seorang lonte, terlebih para remaja tadi yang ternyata adalah anaknya dan teman-teman anaknya. Namun mengetahui hal itu pak Ratno malah semakin menjadi-jadi menyetubuhi Rasti.

“Terserah deh mau lonte atau apa, yang penting cakep.” ujar pak Ratno sambil membalikkan tubuh Rasti.

Dia ingin menyetubuhi Rasti dengan gaya doggy. Gaya yang tidak pernah mau dilakukan istrinya. Betapa girangnya dia mendapati Rasti menurutinya.

“Hihihi.. ya udah pak dinikmati yah..” ucap Rasti manja.

Merekapun lanjut bersetubuh dengan panasnya. Dengan gaya seperti itu pak Ratno terus-terusan meremas buah dada Rasti yang menggantung bebas. Sesekali mereka berciuman. Tedi benar-benar banyak mendapatkan momen yang luar biasa hot untuk diabadikan. Momen ibu kandungnya yag sedang digenjot security mall yang tampangnya tidak bisa dibilang ganteng.

Rasti juga sangat menikmati sensasi bersetubuh di tempat umum begini. Apalagi sambil ditonton oleh anaknya dan teman-teman anaknya, bahkan difoto segala. Dia merasa melayang-layang. Vaginanya terasa sangat basah mengapit penis hitam pak Ratno. Baik pak Ratno maupun Rasti betul-betul terbuai. Tanpa sadar mereka terus bersetubuh diringi suara tangisan Bobi yang kembali rewel.

“Itu bayinya non kan? Nangis tuh..”

“Iya Pak. Sayang.. kalian tolong jagain Bobi bentar yah..” ujar Rasti pada Tedi dan teman-temannya yang ia tahu masih asik mengintip di sana.

Rasti malah memilih untuk menuntaskan birahinya dulu.

“I..iya ma.” sahut Tedi. Pak Ratno nyengir dibuatnya, dan makin semangat menggenjot Rasti. “Aah.. Lonte..” Racaunya berkali-kali.

“Cepetan yah Pak..” ucap Rasti kemudian pada pak Ratno, dia tidak tega juga membiarkan bayinya rewel lama-lama.

Pak Ratnopun benar merespon dengan makin mempercepat kocokan penisnya. Membuat tubuh Rasti makin melenting-lenting dalam pelukannya. Teman-teman Tedi sampai menahan napas menyaksikannya. Adegan yang fantastis!

“Gua a ahh sampai.. terima nih peju.. Lonte.. Argghh..”

Menjelang klimaksnya pak Ratno makin dalam menancap vagina rasti, dan Rasti sama sekali tidak berupaya melepaskan diri. Justru pak Ratno merasa Rasti balas menekankan tubuhnya ke belakang seakan ingin penis pak Ratno menancap lebih jauh hingga ke rahimnya.

Croott.. Tubuh pak Ratno kelojotan dilanda orgasme yang rasanya berkali-kali lebih nikmat dengan menyemburkan seluruh pejunya di liang Rasti.

“Shh.. Pak..” Rasti memejamkan mata meresapi tiap tetes orgasme pak Ratno yang deras menerjang rahimnya.

Mereka klimaks bersamaan. Lagi-lagi Rasti menampung pria yang entah siapa begitu saja di dalam vaginanya. Benih-benih dari sang security menyemprot dengan bebasnya ke vagina ibunya Tedi itu, yang mungkin saja akan menjadi anak nantinya.

Baik Tedi maupun teman-temannya dibuat terpesona melihat pemandangan ini. Hanya dengan menonton saja rasanya mereka ingin muncrat. Tedi tentunya tidak lupa untuk mengabadikan momen itu, terlebih ekspresi ibunya yang sedang dilanda orgasme.

“Ughhh.. makasih yah non.. bolehkan kapan-kapan lagi, hehe..” Ucap pak Ratno setelah mereda, namun masih sedikit terengah-engah.

“Kalau selanjutnya sih bayar pak, hihihi..”

“Ah, si non gitu.. iya deh bayar, tapi kasih diskon yah non, kalau bisa 100% hehehe,” ucap pak Ratno seenaknya.

Rasti hanya tertawa cekikikan mengiyakan saja omongannya.

“Woi Di! Sini lo!” panggil pak Ratno pada Adi yang betul-betul melaksanakan tugasnya dengan baik menjaga keadaan di luar.

“Ya bos?” sahut Adi sambil masuk ke dalam.

“Cicipin nih lonte cantik, mumpung gratis.” suruh pak Ratno sambil melirik Rasti.

Pandangan mata Rasti tak menunjukkan keberatan sama sekali. Tapi Adi sendiri justru terlihat ragu-ragu dan takut. Dia tidak sebejat pak Ratno. Adi benar-benar takut ketahuan meskipun celananya juga sangat sesak karena mendengar suara lenguhan dan desahan sedari tadi.

Di luar dugaan Rasti malah mempersilahkan bahkan menyemangati pemuda itu.

“Ayo mas Adi.. kalau mau gapapa.. Kapan lagi lho? Besok ga bisa gratis lho.. hihihi..”

“Ayo, tolol lo rejeki ditolak.. sok jaim banget sih lo, kapan lagi seumur hidup lo bisa ngerasain cewek secantik ini? Goblok lo..!” ujar pak Ratno kesal.

Justru Rasti kemudian yang beranjak dan menghampiri Adi, meraih tangannya dan menariknya pelan dan menggoda.

“Yuuk mas Adi.. pak, kayaknya mas Adi ini malu kalo diliat, pak Ratno gantian jaga deh..” goda Rasti lagi.

Namun di luar dugaan Rasti, ternyata Adi benar-benar masih kuat imannya. Hal itu sungguh membuat Rasti kagum padanya. Dia tidak ingin memaksa juga.

“Goblok lo Di!” maki pak Ratno.

“Ya sudah kalau mas Adi gak mau, tapi kalau suatu saat mas pengen datang saja ya ke rumah saya.. Nanti saya kasih layanan spesial gratis deh untuk mas Adi.” ujar Rasti kemudian.

Dia lalu mengambil pena dari saku kemeja security itu dan menuliskan alamatnya di telapak tangannya. Namun justru yang semangat adalah pak Ratno.

“Eh, jangan lupa diinfokan ke manager-manager mall juga, hihihi..” lanjut Rasti kemudian promosi. Tentunya kalau pada manager Rasti akan meminta bayaran.

“Eh, i..iya” jawab Adi gugup. Sungguh membuat Rasti gemas terhadapnya, sampai-sampai Rasti mencubit pipi Adi.

“Ya udah.. mas Adi dan pak Ratno balik kerja gih sana.”

“Iya non, ah.. lo goblok Di..” Pak Ratno masih saja kesal dengan sikap culun Adi. Kedua security itupun meninggalkan mereka.

“Makasih ya pak Ratno.. Rasti tunggu di rumah ya..”

Fiuhh.. Leganya Tedi. Rastipun juga ingin segera pegi dari sana. Bisa-bisa bakal ada orang lain lagi yang lewat, gak bakal ada habisnya nanti.

“Sayang, ambilin selendang Mama dong..” Pinta Rasti.

Namun Tedi tidak bisa menemukan selendangnya.

“Selendang mama tadi mana sih?”

“Hah? Emang ga ada tergeletak di situ.. Duuh, kemana ya?”

“Hilang tante? Duh.. gawat tuh..” ujar teman-teman Tedi pura-pura tidak tahu.

“Jadi gimana dong? Masa tante harus kembali ke parkiran telanjang bulat gini sih?”

“Ya mau gimana lagi tante.. selendangnya gak ketemu sih..” ujar teman-teman Tedi santai masih berpura-pura tidak tahu.

Mereka memang tidak punya niat untuk mengembalikan selendang itu. Mereka ingin mengisengi ibu teman mereka ini. Sungguh kurang ajar.

Rasti sendiri juga curiga kalau teman-teman Tedi itulah yang menyembunyikan selendangnya. Meskipun kalau memang merekalah pelakunya, Rasti malah memilih untuk mengikuti permainan mereka ini.

Mereka kemudian berembuk bagaimana mencari jalan keluar yang aman bagi Rasti. Sebagaimana banyak mall lain, tiap lantai di mall ini ada tempat parkir mobilnya. Di lantai tempat mereka berada, pintu keluar ke tempat parkir lantai itu hanya berjarak 10-15 meteran dari komplek pertokoan yang kosong itu.

Akhirnya disepakati solusinya Rasti ditinggal di situ bersama Bobi, sedangkan Tedi dan teman-temannya turun mengambil mobil yang diparkir di basement untuk di bawa ke lantai atas. Untunglah Tedi sudah bisa nyetir.

Saat Tedi dan teman-temannya pergi, Bobi mulai rewel.

“Cayaaangk.. bentar ya kak Tedi sedang pergi ambil mobilnya buat jemput mama ke atas. Duh, kamu haus ya.. maaf ya tadi susu mama masih dibuat mainan sama pak satpam. Hihihi.. Yuk mimik susunya sekarang..”

Sungguh cara seorang ibu becandain anak yang tidak lazim. Tapi bagaimana lagi, itulah Rasti yang sekarang merasa sexy sekali telanjang di situ sendirian, menyusui bayinya, sementara di seberang sana dia bisa mendengar sayup-sayup orang yang berlalu lalang. Ada desiran-desiran perasaan di dalam dadanya yg susah dideskripsikan. Berdebar-debar, waswas, tegang, excited, bangga, malu, sensual, dan sebagainya campur aduk menjadi satu.

“Tedi sama teman-temannya kok lama sih.. duh..” pikir Rasti gemas setelah 15 menit berlalu. “Pasti mereka sengaja berlama-lama.. Paling ini juga bagian dari fantasi mereka. Dasar!” Tebak Rasti.

Ya, Tedi memang sengaja meninggalkan ibunya sejenak bertelanjang bulat di tempat ramai sendirian. Teman-teman Tedipun terpuaskan fantasinya mengisengi ibu teman mereka yang seksi itu. Untunglah memang di situ sangat aman. Rasanya tidak akan ada pengunjung yang masuk ke kompleks pertokoan yang jelas-jelas masih kosong itu.

Bobi cuma sebentar menyusu, dan kini dia sudah tertidur di gendongan rasti. Gara-gara Tedi tidak datang-datang, perasaan campur aduk yg dirasakan Rasti tadi makin menjadi-jadi.

Rasti kemudian iseng-iseng jalan melenggak-lenggok di lorong pertokoan kosong itu bak peragawati. Berpose-pose di depan kaca toko yg besar-besar itu dengan gaya binal, mengekspos payudara dan selangkangannya sambil berkhayal jadi model porno. Rasti merasa geli sendiri dengan tingkah konyolnya itu.

“Ah dasar kurang kerjaan,” cibirnya pada diri sendiri.

“Duuh Tedi lama amat sih.. tega banget sama mama.. kalo mama ketahuan orang trus diperkosa rame-rame gimana coba? Iih jangan-jangan kamu malah kegirangan ya sama temen-temenmu? Dasar.. kayak tadi kamu seneng kan mama diperkosa pak satpam?” Rasti mulai ngomong sendiri dalam hati.

Membayangkan persetubuhan yang baru saja dilaluinya Rasti jadi senyam-senyum sendiri. Ah, malah jadi horni lagi dia sekarang.

“Duh, Tedi.. mama dingin nih..”

“Pak Ratnooo.. sini dong entotin Rasti lagi.. Hihihi...” Pikiran Rasti mulai liar tidak jelas, dan dia menertawakan dirinya sendiri juga.

Rasti mengintip-ngintip ke seberang mall. Aah, sekarang di sana terlihat sepi juga.. tidak dilihatnya pengunjung lalu lalang. Lantai atas ini memang pada dasarnya belum full beroperasi, jadi jarang pengunjung yang naik.

“Kayaknya asyik kali ya kalau jalan kesana, belanja-belanja sambil bugil. Pasti heboh banget, hihihi..” Rasti mulai berkhayal sambil melangkah keluar komplek pertokoan itu dengan bergaya, tapi.. langsung lari masuk ke dalam lagi.

“Hihihi.. ga jadii..” Rasti excited sendiri kayak anak-anak sedang main petak umpet. Kemudian ngintip-ngintip lagi. “Kayaknya sepi deh.. kayaknya kalo jalan keluar sampe atrium aman.”

Rasti berjingkat keluar, tapi sudah sampai keluar setengah jalan menuju atrium, dilihatnya orang di seberang atrium, Rasti pun buru-buru lari masuk lagi. Tingkah dan ekspresinya yang malah kegirangan sungguh sangat menggemaskan. Ya, bagaimanapun Rasti memang masih sangat muda, masih suka main-main, bercanda, serta konyol-konyolan seperti remaja.

“Aah payah.. Ah penakut.. Ayo keluar..”

“Gilaa Ah..”

“Paling-paling dikira orang gila trus dilaporin satpam..”

“Ketemu pak Ratno lagi dong?”

“Iya..”

“Dientot lagi dong..”

“Ihh.. asyik kan?”

“Aah nggak Ah, Pak Ratno mah jelek.. mas Adi itu lho yg nggemesin.”

Rasti malah jadi berdebat dengan diri sendiri. Konyol. Untung kegilaan Rasti cuma berakhir di khayalan yang ngaco gara-gara kurang kerjaan. Tapi membayangkan aksi itu memang menjadi keasyikan tersendiri bagi Rasti. Libidonya naik.

“Huhh.. puas kamu Tedi ngerjain mama kayak gini? Bandel deh kamu..”

Tiba-tiba, glek!

Di tengah Rasti asyik mengintip dan berkhayal, dia melihat sesuatu yang membuat jantungnya berhenti sesaat. Gawat! Sekelompok orang datang dari bawah dan begitu sampai di lantai itu, mereka langsung berjalan menuju ke arahnya! Mereka bukan pengunjung mall! Tampaknya para tukang yang mengurusi pengerjaan pertokoan kosong yang memang tampak belum selesai itu.

“Aah, kenapa mereka mulai ngerjainnya siang-siang begini? Aneh sekali..” Pikir Rasti panik.

Tapi yang penting apa yang harus dia lakukan? Di tengah panik Rasti malah menghitung-hitung jumlah tukang itu. Duuh.. Ada sekitar 9 orang! Darahnya berdesir. Tubuhnya seketika menghangat. Sungguh sensasi yang susah digambarkan.

“Aduuh.. gimana nih, Tediii.. tolong Mama!”

Saat-saat genting Rasti akhirnya mempunyai ide. Dia akan pura-pura pingsan!

“Ya..!”

“Haah, ide macam apa itu?”

“Biarin.. emang ada ide lain?”

“Lari aja..?”

“Lari ke mana?!”

Lagi-lagi Rasti berdebat dengan diri sendiri. Secepat kilat Rasti ambil posisi di atas kardus tempatnya dientot oleh pak Ratno tadi, Bobi ditaruh di sebelahnya di lantai.

“Maaf ya sayaang.. bentar aja kok.” Ujar Rasti pada bayinya.

Para pekerja itu makin dekat dan akhirnya benar-benar masuk ke komplek pertokoan itu. Alangkah terkejutnya mereka mendapati sesosok wanita bertelanjang bulat tergeletak dengan bayi di sampingnya.

“Wow!”

“Wiih Siapa nih?”

“Kenapa dia?”

“Wuih cantik coy!”

“Buset bening..”

“Itu bayinya?”

“Masih hidup nggak tuh??” Mereka berkomentar macam-macam melihat keadaan ini.

Rasti hanya bisa mendengarkan sambil berdebar-debar. Dadanya serasa digedor-gedor dari dalam. Dia merasakan ada yang mendekat dan.. Tiba-tiba dia merasakan kakinya diraba-raba. Seet.. Rasti menelan ludahnya.

“Mulus bro..!”

“Gilee.. ga nahan..”

“Anjriitt, sumpah beneran cantik ternyata..!” Ujar si peraba itu yang kini menyibak rambut yang menutupi sebagian wajah Rasti. Dia kini melihat jelas wajah Rasti yang elok.

Satu tangan lagi dirasakan Rasti meraba kulit mulus kakinya dan menjalar sampai ke paha Rasti. Benar-benar bimbang Rasti dibuatnya, detak jantungnya berdebar makin keras. Haruskah dia bangun sekarang?

“Heeh apa ini??” tiba-tiba terdengar suara lain yang lebih berwibawa.

“Eeeh.. ng nggak bos.. ii.. Ini boos..”

“Hah? Siapa dia? Kenapa kok tergeletak disini..?”

“Yaa ga tau bos, kita datang udah kayak gini keadaannya..”

“Itu bayinya?”

“Ya kemungkinan.. bayi siapa lagi? Gimana nih bos?”

“Ambil bayinya, gendong dulu.. kasihan.."

Rasti lalu mendengar langkah kaki menghampirinya. Lalu.. set, dia merasakan tubuhnya ditutupi dengan sesuatu kain!

“Non.. non..” ujar pria itu berusaha membangunkan Rasti.

Inilah saatnya. Rasti harap rencananya berjalan lancar!

Rasti pura-pura terbangun dalam kekagetan, celingak-celinguk, kebingungan, ketakutan.

“Aahh..! Kyaa..! Siapa kalian?? Ini dimana...?? Tolong..! Bo.. bobiii.. bobi..!” Pekik Rasti bersandiwara.

“Tenang non, tenang.. tenang.. non aman..! Kami bukan orang jahat!” Si suara berwibawa yang dipanggil bos itu dengan sigap membekap mulut Rasti, tapi dia berusaha tidak sampai menyakiti Rasti.

“Non aman! Tenang dulu... siapa Bobi?” Ucapnya meyakinkan.

“Anak saya!”

“Ini Bobi?” orang yang dipanggil bos itu kemudian menyodorkan Bobi pada Rasti.

“Jangan khawatir.. Dia juga aman..” ucapnya menenangkan.

“Bobii..!” Rasti meraih bobi dan mendekapnya.

Otomatis kain yang menutupi tubuhnya yang ternyata adalah sebuah jaket terlepas dari tubuhnya. Rasti tidak peduli. Dalam hatinya Rasti sangat menikmati ini. Telanjang bulat dikerumuni banyak pria asing tak dikenal.

“Wow..” gumam para pekerja itu. Glek.. jakun, mereka naik turun melihatnya.

“Non kenapa disini? Telanjang begini, apa yg terjadi?” Kata si bos yang kini Rasti mencermati wajahnya. Kharismatik juga.

Rasti cuma menggeleng-geleng cepat, pura-pura bingung.

“Ambilin minum!”

“Iya bos.. ini.. bos.”

Rasti menerima minum yang ditawarkan.

Saat Rasti minum, si bos menutupi tubuh Rasti kembali dengan jaketnya.

“Non bisa ingat-ingat tadi sebelum pingsan, non sedang apa? Sama siapa?”

Rasti celingak-celinguk berlagak bingung mencari sesuatu.

“Kami tidak menemukan apa-apa bersama non di sini selain anaknya non.. ee.. Bobi ya namanya..? Tapi tidak ada pakaian, tidak ada tas, atau apa pun lainnya..”

Rasti makin terisak.

“Duh, actingku lumayan juga. Hihihi, bakat nih” dalam hati Rasti memuji diri sendiri.

“Wah kasihan nih.. kayaknya korban perkosaan dan perampokan..”

“Gila.. tega bener pelakunya..”

“Tapi lumayan juga ya, si nonnya cantik bener..”

“Anjrit, beruntung pelakunya..”

“Hushh! Parah lo.. denger tuh si non nya..!” terdengar para tukang itu berbisik-bisik.

Rasti yang mendengarnya jadi geli-geli bangga dalam hati. Padahal barusan dia bukan diperkosa, tapi malah dia yang berinisiatif mengajak kedua satpam tadi bersenggama. Dia juga sangat senang dipuji-puji cantik oleh mereka. Dasar Rasti binal.

“Udah, panggil security! Suruh hubungi polisi sekalian!” Ujar si bos mengambil keputusan. Rasti yang mendengarnya jelas malah panik.

“Jangaan paak.. please jangan! Ga usah..!” Cegah Rasti cepat.

“Saya malu pak.. sudah saya ga apa-apa..” Rasti mencoba berdiri masih sambil membawa Bobi di gendongannya.

“Eit.. pelan-pelan non.. jangan bangun dulu..” Si bos berusaha mencegah tapi Rasti tetap ingin berdiri. Akibatnya jaket yang hanya diselampirkan di pundaknya itu melorot lagi.

“Woow..”

“Ihiiy..”

“Ga bosen-bosen nih..”

Riuh suara pekerja itu membuat si bos geleng-geleng kepala.

“Aduh,” keluh Rasti, tapi sejatinya di dalam hati teriak, “yes!”

Si bos kemudian buru-buru memakaikan jaket itu lagi. Rasti pasif saja menuruti.

“Aah si bos niih..” gumam para pekerja itu lagi kecewa, mereka tentunya ingin terus menikmati pemandangan indah tubuh Rasti yang polos.

Karna tangan rasti mendekap Bobi, jaket itu lagi-lagi hanya bisa ditaruh di pundak Rasti. Jadi bagian depannya masih terbuka, termasuk bulu-bulu halus di selangkangannya terlihat jelas. Bahkan cairan kental yang mengalir dari vaginanya juga disadari oleh para tukang. Sungguh seksi.

“Wah bener korban perkosaan nih.. kasihan ya..”

“Kasihan apa pengen?”

"Gimana lagi coy.. kasihan sih, tapi.. seksi juga.." Di saat seperti ini Rasti malah semakin berbunga-bunga dibicarakan seperti itu.

Si bos yang mendengar ucapan mereka menghardik para pekerjanya. Dia lalu menyuruh salah satu dari mereka membelikan pakaian dan sisa pekerja lainnya dia suruh keluar.

“Huuu..” koor protes para pekerja itu terdengar kompak.

Si bos mendelik kesal pada tingkah anak buahnya itu tapi Rasti tertawa geli dalam hati. Puas sekali.

Aah, andai bisa lebih lama. Bahkan Rasti membayangkan akankah dirinya akan dijadikan ajang pelampiasan nafsu oleh tukang-tukang itu? Brrr.. menggigil sekaligus berdebar-debar Rasti membayangkan dirinya digangbang mereka semua.

Rasti kemudian mengamati fisik si bos lagi. Kulitnya hitam penuh tatto, badannya kekar, kumis tebal menghiasi wajahnya menambah kesan macho. Meski beberapa uban tampak di rambutnya yang masih lebat, rasti menaksir umur si bos paling baru awal 40an. Wajahnya tidak tampan, tapi juga tidak jelek-jelek amat.

Aah.. Rasti jatuh hati pada si bos ini. Rasti memang gampang banget kesengsem pada pria. Dan kalo sudah kesengsem ya tubuhnya rela diberikan tanpa syarat, hihihi.

Singkat cerita Rasti kini di dalam sebuah ruangan salah satu toko kosong di situ, bersama si bos dan 2 orang pekerja lain yang tampaknya juga senior di antara yang lainnya. Tapi kedua pendamping bos itu lebih banyak diam. Para pekerja lain berada di luar ngintip-ngintip di balik kaca.

Rasti diinterogasi, dia kini sudah memakai daster minim yang terbuka di bagian pundaknya, hanya menggunakan tali tipis yang diikat. Bahkan Rasti tidak dibelikan pakaian dalam sama sekali! Tadinya si bos memarahi orang suruhannya yang membelikan baju seminim itu. Tapi Rasti meyakinkannya bahwa dia tidak apa-apa dan mengucap terimakasih berkali-kali.

Rasti cerita panjang lebar dengan cerita dan acting yang meyakinkan. Satu sisi mengiba, sisi lain berusaha menampakkan ketegaran. Dan si bos tampak sekali empati padanya. Rasti sendiri kaget dia bisa spontan mengarang cerita perkosaan dan perampokan fiktif itu dengan lancar. Dia jadi berulang kali memuji diri sendiri dalam hati. Rasti juga menceritakan alasannya kenapa dia tidak mau dilaporkan polisi.

“Tapi saya benar-benar tidak ingin ada polisi pak.. Benar.. Pertama, saya sekarang sangat malu.. Ta.. tapi.. ee, lagian saya bersyukur juga ga sampe disakiti pak..”

Si bos yang mendengarkan manggut-manggut, tapi Rasti masih menangkap kegusaran nampak di wajahnya.

Merasa belum cukup, Rasti pun melanjutkan argumennya, “Dan.. ee, harta saya yang hilang tidak seberapa pak.. Saya tidak membawa uang tunai banyak, tidak ada kartu kredit atau ATM, dan saya juga tidak memakai perhiasan.. Ma.. Makanya.. Saya sangsi polisi akan berbuat banyak. Saya yakin juga polisi pasti tidak akan mampu menangkap orang yang.. yang.. mem.. perkosa saya..” Ucap Rasti tersendat. Tenggorokannya tercekat. Meyakinkan!

“Saya memilih melupakan semuanya pak..!” Pungkas Rasti sambil berusaha setragis mungkin.

“Tapi.. non yakin..? Non rela? Pemerkosa itu harus dihukum.. enak sekali dia bisa jalan bebas, pasti dia bakal nyari korban lain!” ujar si bos geram.

“Mana ada perempuan yang rela diperkosa, tapi saya pesimis dengan kerja polisi pak.. maaf, saya juga ga mau repot. Udah malu.. ga ada hasilnya.. apalagi kalo sampai masuk berita.. memang kesal sekali pak, tapi ya mau gimana lagi.. sudah nasib..!” ucap Rasti berkaca-kaca.

Si bos manggut-manggut, sebagai mantan preman dia juga paham bagaimana cara kerja polisi yang memang tak bisa diharapkan untuk kasus-kasus ‘kecil’ seperti ini. Si bos benar-benar larut ke dalam cerita Rasti.

“Ya udah kalo gitu non saya antar pulang..?” Tawarnya simpatik.

‘Duh mau bangeeet’, ucap binal Rasti dalam hati. Tapi tentu bibirnya berkata lain.

“Ee ga usah pak, saya sebenernya ke sini sama anak saya yang lain dan teman-temannya. Tapi kami berpisah, mereka main-main sendiri tadi..” Rasti melirik jam dinding.

“Mustinya sebentar lagi mereka akan ke atas mencari saya.. Eee.. Saya bawa mobil pak.. Oh ya.. pak.. saya juga akan sangat malu kalau anak saya sampai tahu apa yang terjadi pada ibunya.. kasihan juga.. ee.. ja di..”

“Non ingin dirahasiakan ke anak non juga..?”

“Iya pak, saya malu, anak saya juga pasti.. dia pasti akan sangat terpukul.. dan.. ee..” Rasti pura-pura kalut dan kebingungan.

Si bos yang melihat itu jadi makin iba, apalagi paras Rasti yang jelita membuatnya menaruh hati.

“Oke non.. saya paham. Menurut saya sekarang yang penting non pulang dan menenangkan diri dulu, kalaupun nanti non ingin mengambil keputusan atau langkah apapun, jika butuh bantuan saya siap membantu.” Ucapnya tulus.


-----


Begitulah akhirnya Rasti lolos dari masalah itu. Rasti sebenarnya sudah siap mental jika harus di gangbang lagi oleh para tukang-tukang itu, tapi, Ya, ternyata ada si bos yang fisiknya preman tapi hatinya baik. Dan.. Rasti jatuh hati padanya.

“Ba..bapak sudah menikah? Sudah punya istri..?”

“Ee..ng.. saya sudah bercerai.. kenapa tanya itu?”

“Mm, ng..gak, soalnya bapak baik banget sama perempuan.. makasih ya pak..” Rasti menghadiahkan senyum super manisnya.

Laki-laki manapun pasti blingsatan mendapatkan senyuman Rasti yang dahsyat. Tak terkecuali si bos yang dari tadi sok cool ini, tapi sebenarnya dari awal juga sangat mupeng mengagumi kecantikan Rasti.

Rasti memberi alamat dan nomor telepon pada si bos dan memintanya datang ke rumah kapan-kapan. Rasti berniat ingin ‘membalas’ kebaikannya, juga mengganti baju yang dia belikan. Meski si Bos berulang bilang bahwa baju itu tidak usah diganti, Rasti ngotot meminta dia datang ke rumah. Rasti ingin 'balas budi'.

Di sisi lain lantai itu, Tedi dan teman-temannya dari tadi sebenarnya sudah datang, tapi melihat banyak tukang berkerumun di komplek tempat Rasti sembunyi, mereka langsung ngumpet di pojok mall sambil mengintip penasaran. Ya, mereka bukan mengintip cemas akan apa yang terjadi pada Rasti saat itu, tapi lebih ke mupeng membayangkan Rasti sedang digangbang oleh para tukang itu. Mereka juga sibuk berpikir bagaimana caranya bisa ngintip lebih dekat supaya benar-benar bisa menyaksikan adegan yang saat itu hanya bisa mereka bayangkan sambil menahan konak.

Setelah beberapa saat gelisah di pojok mall itu, mereka melihat Rasti keluar diantar oleh salah seorang tukang, kemudian Rasti membungkuk-bungkuk pada semua tukang, tampak seperti hendak pamit dan mengucapkan terima kasih. Makin mupenglah Tedi dan teman-temannya. Melihat pemandangan itu, dugaan mereka bahwa telah terjadi gangbang makin kuat. Tedi pun kemudian langsung lari menuju Rasti.

“Maa..” panggil Tedi.

“Aah.. itu anak saya dan teman-temannya pak.. mari.. te.. terima kasih..!” ucap Rasti pada si bos dan para tukang yang lain lalu bergegas menghampiri Tedi sebelum Tedi sampai.

Rasti memeluk Tedi erat karna berpikir bahwa si bos dan para tukang itu masih memperhatikan dirinya. Tedi sendiri kikuk dan bertanya-tanya kenapa Rasti tiba-tiba memeluknya erat.


------


Kini, mereka semua sudah beranjak pergi dari mall itu dan kembali berkendara. Tapi Rasti masih memakai daster minim pemberian si bos tadi. Tedi dan teman-temannya pun tidak peduli, mereka seakan lupa bahwa seharusnya hari itu Rasti wajib bugil sepanjang perjalanan.

Ya, kini pikiran mereka dipenuhi dengan pertanyaan apa tadi yang terjadi antara Rasti dan para tukang itu tadi di mall.

“Ma..tadi itu gimana ceritanya?”

“Iya tante.. cerita dong..?”

“Tante diperkosa sama tukang-tukang itu?”

Tak tahan penasaran, beragam pertanyaan pun terlontar dari mulut Tedi dan ketiga temannya.

Tanpa menjawab, Rasti senyum-senyum sendiri. Aah, bikin gemas mereka saja!

“Tante digangbang! Duuh sayang banget ga lihat..” celetuk Romi.

Rasti tergelak, mencubit teman Tedi itu. “Dasar kamuu.. mesum melulu pikiranmu itu lho.. parah..!” Cibir Rasti.

“Makanya cerita dong..?” ucap Romi nyengir.

“Kalian sih nakal, ninggalin Tante sendirian di sana.. Huuh..!” Rasti pura-pura merajuk, tapi sejurus kemudian mengerling pada mereka sambil tersenyum menggoda, “Emangnya mau tau aja atau mau tau banget?”

“Mau tau bangeeettt!” Keempat remaja itu menjawab kompak.

Rasti tertawa.

“Hihihi, ya udah kalo gitu kita pulang ya? Nanti cerita di rumah..” Rasti tidak ingin merusak khayalan mereka kalau sebenarnya dia tidak diapa-apakan.


“Iih gak bisa gitu dong ma, petualangan kita belum selesai nih..” Protes Tedi.

“Hihi, ya udah kalo gitu ceritanya nanti yah? Hmmm.. Gimana sayang? Jadi ke tempat itu?”

“Ya jadi lah ma.. dah disiapin kan?” Jawab Tedi. Riko, Romi dan Jaka pun saling berpandangan.

Tampaknya Tedi dan Rasti ternyata sudah merencanakan dan menyepakati tujuan keduanya ini sebelumnya, dan mereka tidak diberitahu.

“Ted, kita kemana nih sekarang..?”

“Lihat aja ntar..”


----


The slums old man..

Mereka meluncur ke daerah pinggiran. Tidak terlalu jauh, sehingga waktu tempuhnya memang tidak lama. Tapi daerah yang dituju itu benar-benar sudah ‘pinggiran’ kondisinya. Ya, kumuh lingkungannya dan miskin penduduknya. Sebuah pemukiman di bantaran sungai yang sudah mendekati muara ke laut utara.

Daerah ini hampir menuju desanya pacar Rasti semasa S-M-A dulu. Tapi daerah ini sangat miskin. Sebagian penduduknya ada yg jadi nelayan, tapi bukan pemilik kapal, hanya jadi awak kapal saja. Sebagian lainnya mengemis di jalan. Tidak jarang juga yang terjerumus kriminalitas, jadi maling sampai begal. Yang paling mending jadi kuli bangunan.

Bagaimana dengan kaum perempuannya? Sebagian dari mereka melacur seperti Rasti, dan bagi keluarganya itu adalah mata pencaharian yang lumrah. Tapi jangan ditanya bagaimana kualitas pelacur di daerah ini. Dapat yang muda saja sudah untung, karna kebanyakan pelacur disini tua-tua! Tidak jarang usia kepala 4, bahkan ada yang kepala 5 Alias hampir jadi nenek-nenek! Ironis memang. Begitulah gambaran daerah kumuh ini.

Rasti dan Tedi sudah punya info tentang daerah ini sebelumnya, di desa ini mereka mengunjungi sebuah bangunan rumah yang difungsikan menjadi semacam panti jompo. Bukan hanya penampungan orang tua, tapi dulu tempat itu juga sebagai penyalur dana santunan, ada kalanya juga menjadi tempat penyuluhan dan pelayanan kesehatan, termasuk juga menangani kesehatan para lonte, mendidik mereka tentang PMS, obat-obatan, kontrasepsi, dan sebagainya.

Dulu yang mendirikan adalah sebuah LSM, tapi karna minimnya dana, juga kucuran donatur yang mandeg, LSM itupun bubar dan rumah itu menjadi tak terurus. Sekarang terbengkalai, hanya ada 1 atau 2 mantan anggota LSM itu yang mengabdikan diri mengurusi rumah itu. Mereka rutin mengunjungi dan mengurusi segala keperluannya. Tapi terbatas sekali yang bisa mereka lakukan. Dan juga tidak bisa setiap hari mereka datang, paling banter seminggu sekali itu sudah untung. Pernah 2 bulan lebih tak ada kunjungan sama sekali.

Rumah ini sampai sekarang masih digunakan, paling tidak sebagai base camp jika ada bantuan. Sehari-harinya rumah ini dijadikan tempat nongkrong para orang tua, main catur, kartu dan sebagainya. Tapi tidak hanya nongkrong, ada juga beberapa kakek yang tinggal di situ, menghabiskan masa tuanya.

Dokter pribadinya Rasti termasuk yang pernah berhubungan kerja dengan LSM ini dulunya, Rastipun tahu info ini dari dokternya itu. Lalu apa yang direncanakan Rasti dan Tedi dengan mengunjungi tempat ini? Beramal! Itu ide Tedi, dan Rasti menyetujuinya dengan antusias. Ya, Rasti di sini bermaksud menyumbangkan sejumlah uangnya. Uang yang didapat sepenuhnya dari hasil menjajakan dirinya kepada para hidung belang.

Di rumah itu Rasti menemui seorang bapak tua yang mewakili penghuni lainnya secara khusus dan penduduk desa pada umumnya. Pak Unang namanya. Rasti tentu sudah janjian sebelumnya dengan pak Unang ini yang usianya sudah 59 th ini. Jadi sudah tampak sangat tua. Dia menyambut Rasti dengan sumringah. Tak peduli giginya yang sdh tinggal 50% dia tertawa lebar memamerkannya.

Kedatangan Rasti di situ jelas menarik perhatian warga. Mobil mewah, cewek cantik putih mulus. Pemandangan indah yang jarang mereka saksikan secara langsung. Rasti dikerumuni bagai artis, dan memang itulah yang mereka kira.

Di dalam rumah, Rasti ditemui pak unang dan rekan-rekannya yang sama-sama tua. Tidak tanggung-tanggung, Rasti berniat menyumbang uang 20 juta. Jumlah yang membuat penghuni rumah itu berdecak kagum dan berbinar-binar gembira. Rasti membawa semuanya tunai dalam sebuah tas hitam kecil, mirip tas pinggang. Kecil memang tas itu, karena Rasti membawa uang 20 juta itu dalam pecahan 50 ribuan. Artinya, tas itu hanya memuat empat bendel uang.

Mereka kemudian saling berbincang dan bercerita-cerita. Obrolan yang ramah dan cair, tidak tampak seperti basa-basi membuat Tedi makin mengagumi Mamanya. Dia pun sibuk mengabadikan momen itu. Rasti yang dikelilingi pria-pria tua kumuh, benar-benar objek yang menarik baginya. Pesona Rasti seakan bertambah dua kali lipatnya.

Pembawaan Rasti yang membumi, tidak canggung, tidak grogi, tidak eksklusif, selalu ramah, menebar senyum dan tawa, bahkan tangannya sering juga tidak sungkan menyentuh lawan bicara, tidak ada kesan jarak sama sekali. Rasti bagai bidadari yang diturunkan dari langit khusus untuk berada di tengah-tengah mereka.

Tak bisa dielakkan, percakapan mereka kemudian menjurus ke pekerjaan Rasti yang sudah begitu dermawannya menyumbang uang sebesar itu. Tanpa malu Rastipun mengaku terus terang profesinya sebagai pelacur.

“Oohh.. Lonte...”

“Se..Serius non Rasti?”

“Hihihi.. ya serius lah pak, emang kenapa?” Ucap Rasti senang melihat reaksi para orang tua itu mendengar pengakuannya.

Reaksi yang kurang lebih sama dengan semua pria lain yang baru tahu profesinya. Reaksi yang selalu membuat Rasti berbunga-bunga tanpa pernah bosan. Ya, bukan Rasti namanya kalau tidak begitu.

“Nggak sih.. Kirain non bintang film.”

“Iya, non kan cakep, kenapa ngelonte?”

“Lho, justru karena saya cantik kan makanya jual diri.. Kalau jelek mah jual sayur aja di pasar. Hihihi..” Jawab Rasti geli.

“I ya sih.. Tapi cewek sini jelek-jelek juga pada ngelonte tuh..”

Celetukan ini sukses memancing tawa semua yang mendengar, tak terkecuali Tedi dan ketiga kawannya yang sedari tadi hanya menjadi pendengar setia.

"Wah anak saya juga kadang melonte, tapi ya hasilnya ga seberapa.." Ucap salah seorang.

“Anak lo ngaca dong, tampang begitu laku berapa emangnya? Hua ha ha..!” Respon seorang yang lainnya.

Beberapa orang lainnya ikut tertawa.

“Kampret lo, masih mending anak gue ketimbang si Imah tuh! Tua bangka masih aja jual diri!”

“Tapi si Imah penghasilannya lebih besar dari anak lo!”

“Iya ya.. kok bisa begitu ya..?”

“Ya iya laah.. empotannya Imah lebih josss tau gak lo!”

“Udah pengalaman tuh! Lebih pinter muasin sopir trek. Hahaha..”

Pecah tawa lagi di antara mereka. Obrolan tentang lonte sama sekali tidak dianggap tabu oleh mereka. Padahal ada juga satu dua orang ibu-ibu nimbrung di situ. Rasti sendiri yang mendengarnya hanya tersenyum simpul, kadang tertawa kecil sambil tangannya menutupi mulutnya. Sungguh cantik ekspresinya.

"Wah kalo lontenya kayak non pasti pelanggan ngantri ya.."

"Hehehe gue pun juga pasti ikut ngantri.."

"Pala lo peyang! Emang lo punya duit dari mana?"

"Iye, lonte kayak neng pasti mahal ya..?"

"Tapi neng baik banget sih.. udah cantik, mau jadi lonte pula.. udah gitu uangnya disedekahin.."

Bahkan salah seorang ibu-ibu ada yang ikut berkomentar, "enak ya.. kalo gue secantik eneng, pasti udah jual diri gue.. ga perlu repot2 jadi tukang cuci.."

Begitulah komentar-komentar yang ada sama sekali tidak menganggap tabu profesi Rasti. Bahkan memuji-muji Rasti dan kecantikannya tentu saja.

Setelah obrolan agak mereda, Tedi kemudian meminta ijin sesi foto khusus untuk Rasti dengan suasana rumah itu. Entah darimana keberanian Tedi muncul.

Sebuah ide terlintas begitu saja di benaknya. Tedi memperkenalkan diri sebagai seorang fotografer model. Ia menjelaskan dengan percaya diri seakan-akan memang itu sudah menjadi salah satu agenda kunjungan mereka, bahwa akan ada sesi pemotretan resmi untuk sebuah majalah pria. Penuh percaya diri, berlagak seperti fotografer profesional, Tedi menjelaskan pada bapak-bapak tua disana bahwa Rasti adalah model yang dikontrak oleh majalahnya untuk tampil di edisi bulan depan.

Bapak-bapak tua itu manggut-manggut mendengar penjelasan Tedi. Rasti baru ngeh bahwa dari tadi memang mereka belum memperkenalkan diri sebagai ibu-anak.

"Bapak-bapak tetep disini aja ya seperti biasa. Jadi bapak-bapak ceritanya melakukan kegiatan biasa sehari-hari, yang nonton tv, main catur, dan sebagainya.. nanti saya ambil gambarnya juga sebagai latar belakang. Nanti ceritanya model saya berperan jadi pelayan di sini, saya mau ambil gambarnya sedang menyapu, ngepel, nyuci, bikin minum, dan lain-lain. Oke ya pak..?" Terang Tedi panjang lebar memberi arahan.

Meski terkejut karna tak ada skenario sama sekali soal ini, diam-diam Rasti mengagumi anak sulungnya itu. Tedi tampaknya berbakat jadi fotografer profesional. Dalam hati, Rasti berniat menguliahkan Tedi ke jurusan fotografi.

Ya, memang tidak ada perbincangan atau perencanaan sebelumnya antara Tedi dan Rasti. Jelas Tedi spontan punya ide ini, pikir Rasti. Ia pun tak keberatan sama sekali mewujudkan keinginan anaknya itu. Yang mana menyuruh ibu kandungnya sendiri mengerjakan pekerjaan pelayan di rumah lusuh yang dipenuhi pria-pira tua kumuh itu.

"Wah kalo pelayan begini.. aiihh cakepnya.."

"Kayak film itu tuh.. Inem Pelayan Seksi!”

“Rasti Pelayan Seksi dong jadinya.. Hahaha..”

“Kalau ini sih bukan pelayan seksi lagi, tapi bahenol..!”

"Ada adegan kita dimandiin nggak? Hihihi.."

Celetukan demi celutukan antusias meluncur dari mulut-mulut keriput bapak-bapak tua di situ. Rasti malah menanggapinya dengan senyuman-senyuman manis yang mana makin membuat mereka blingsatan.

Tedi kemudian meminta bapak-bapak itu kembali ke kegiatan masing-masing secara alami, ada yang ngobrol-ngobrol di ruang tamu, main catur, nonton tv, dan sebagainya.

Seorang ibu dikenalkan pak Unang sebagai orang yang biasa mengurusi kerumahtanggaan tempat itu, dari bersih-bersih, masak dan sebagainya. Mpok Minah, begitu panggilannya. Ia lalu diminta untuk menyiapkan properti alat-alat seperti sapu, ember, dan kain pel.

"Sore ini model saya yang akan bantu bersih-bersih di sini, mpok Minah istirahat aja.. bapak-bapak, nanti selama model saya bekerja akan saya ambil gambarnya.. Nah, bapak-bapak nanti alamiah saja ya, jangan lihat kamera, anggap saja saya nggak ada.." Ujar Tedi mengarahkan ulang.

"Kalo ngeliatin modelnya boleh nggak?"

"Kalo colek-colek modelnya boleh nggak?"

Gak ada matinya celetukan mesum dari bapak-bapak itu. Rasti menanggapinya dengan senyum-senyum saja. Rasti kemudian meminta tolong mpok Minah menjaga dan mengurusi segala keperluan Bobi si bayi, termasuk memandikannya nanti. Tentu Rasti memberinya sejumlah uang. Mpok Minah berbinar melihat 3 lembar ratusan ribu yang diterimanya dari Rasti.

“Siap non..” Jawabnya sumringah.


-----


"Sayang, ceritanya mama cosplay nih ya.. jadi pelayan? pake kostum maid? Tapi emang kamu bawa kostumnya? Seksi ngga kostum maidnya? Hihihi.. jangan seksi-seksi ya...?" tanya Rasti yang tampak bersemangat dengan permainan ini.

"Nggak lah ma, kan gak kepikiran.. idenya spontan aja kok tadi.. mau kan Ma? Hehehe.."

"Hihihi, ya mau dong.. apa sih yang nggak buat anak mama ini. Trus, mama pake daster begini aja?" tanya Rasti lagi.

“Iya Ma.. gak papa.”

“Ya sudah.. kamu ambil gambar-gambar mama yang bagus ya sayang..” ucap Rasti centil.

“Kalian juga, tontonin tante puas-puas yah.. kalian pasti suka deh.. hihihi..” Sambung Rasti lagi mengerling nakal pada teman-teman anaknya itu.

“I..iya tante.. pasti, hehehe.. Duh.. asik nih..”

Pecakapan itu membuat beberapa bapak tua saling berpandangan satu sama lain. Mereka bertanya-tanya dalam hati soal hubungan Rasti dan Tedi sebagai ibu anak. Tapi mereka tidak sampai mengutarakan pertanyaan itu pada rasti.

Rasti sudah memegang sapu, rambutnya dikuncir kuda, diapun mulai menyapu lantai beneran di ruang TV di antara bapak-bapak tua yang sedang nonton TV. Salah satu bapak mengelus pantat Rasti. Jelas dia merasa mulus-mulus saja, tidak ada tonjolan celana dalam di situ.

"Wuih, ga pake daleman ya non?"

"Hehehe cantiknya.. non jadi pelayan terus aja disini, mau gak non?"

Beberapa celetukan mesum dan kurang ajar lagi-lagi mengalir dari mulut bapak-bapak tua itu, seakan lupa Rasti adalah orang yang baru memberi mereka sumbangan 20 juta yang seharusnya mereka hormati.

Tapi Rasti terus merespon semua itu dengan senyuman, bahkan saat bokongnya diremas, Rasti berpaling dan tersenyum centil pada bapak yang melakukan itu. Benar-benar binal!

"Aduh non, jantung saya empot-empotan, non mau bikin saya jantungan ya? Iih, cantik kok gak kira-kira sih non.." Ucap bapak tua itu sambil bertingkah menggelepar.

Rasti tertawa geli melihatnya, dan itu membuat muka bapak tua itu merah padam, tersipu malu merasa berhasil mendapat perhatian Rasti.

Plaak..! Pantat Rasti ditampar gemas.

“Aahh.. Bapaak..” desah Rasti.

“Hahaha...” bapak-bapak tua itu seakan jadi lupa diri sekarang.

Sedangkan Tedi terus mengambil gambar ibunya yang sedang bersih-bersih sambil menerima perlakuan yang sebenarnya sangat melecehkan bagi orang normal. Perasaan Tedi cukup campur aduk melihat kekurang ajaran para kakek itu pada Mamanya, tapi dia sendiri juga memang menikmati semua itu.

"Gimana, bagus?" Tanya Rasti pada Tedi sambil terus menyapu.

"Iih, ini lantainya kok kotor sih, Rasti jadi bersih-bersih beneran deh di sini.." Ucap Rasti genit.

"Ya maklum non, yang tinggal orang-orang tua.., jangankan lantai, kita-kita juga jarang dibersihin. Hehe.. jarang mandi.. Makanya nanti non Rasti mandiin bapak yah? Hehehe.."

“Maunyaa..” Rasti menjulurkan lidah menggoda.

Tedi kemudian memberi kode pada Rasti, "Oke cukup, lanjut ya.. mmm..”

“Masih nyapu?” Tanya Rasti.

“Iya.. mm.. Tapi, sekarang dasternya dibuka ya.."

"Duh, maksud kamu..?”

“Yaa.. dibuka.. dilepas..”

“Aah.. Bugil dong..?”

“Iya..”

“Haah..” Teman-teman Tedi tidak mengira Tedi akan senekat ini menyuruh mamanya bugil di situ. Tapi tampaknya suasananya memang memungkinkan. Mereka pun antusias. Berdebar kencang jantungnya menanti apakah Rasti akan memenuhi permintaan Tedi yang pastinya mewakili semua pria yang ada di ruangan itu.

“Asiikk..”

“Wow.. beneran nih?”

“Yuuk bugil yuukkk..!”

Benarlah, hampir semua bapak tua yang ada di situ merespon antusias apa yang diminta Tedi pada Rasti. Mereka kemudian mulai saling menggumam satu sama lain.

Rasti melihat sekeliling, menatap bapak-bapak tua yang tidak bisa menahan ekspresi kemupengan yang tercetak jelas di wajah-wajah keriput mereka. Benar-benar wajah yang penuh harap. Rasti yang tadinya menganggap ide Tedi terlalu bahaya, kini merasa bahwa hal itu memang bisa dilakukan di situ.

Rasti kemudian berpaling pada Tedi lagi, “Serius nih..?” Bisiknya.

Tedi mengangguk cepat, “Ayo dibuka dasternya..”

Rasti menggigit bibirnya dan memandangi bapak-bapak di sekitarnya lagi.

“Ayo non..”

“Jangan malu-malu non.. buka aja.. kita gak nggigit kok..”

“Suit.. suit..!”

Sambil tersenyum genit, kemudian dengan gerakan pelan Rasti mengangkat tangannya menarik simpul tali daster di pundaknya. Gerakan Rasti yang mengindikasikan kepatuhannya pada instruksi Tedi benar-benar membuat semua pria yang ada di situ menahan napasnya, termasuk Tedi. Gerakan sederhana itu terlihat begitu seksi, ingin rasanya Tedi men-slow motion-kan gerakan itu.

Setelah tali simpul daster di pundaknya terurai, Rasti mulai memelorotkan dasternya pelan sekali, seakan bisa membaca isi pikiran semua pria yang ada di situ. Rasti benar-benar menikmati menjadi pusat perhatian sekarang. Pandangan tajam dan liar semua mata yang tertuju padanya tanpa berkedip seakan terasa menusuk-nusuk jantungnya. Bukan tusukan yang menyakitkan, tapi tusukan nikmat yang getarannya sampai dia rasakan di liang kewanitaannya yang kini mulai basah.

"Permisi ya bapak-bapak.." Desah Rasti.

"Iyaa non...." beberapa bapak menjawab lirih, nafasnya memburu.

Tenggorokannya tercekat, semua menelan ludah berkali-kali melihat pemandangan langka ini.

Saat dasternya hampir turun melewati ujung payudaranya, Rasti menahan daster itu dengan menyilangkan tangannya, sehingga belahan dada yg sudah nyaris terbuka semuanya itu makin menonjol terekspos jelas menggoda.

"Ups.. hehehe.." Rasti tersenyum genit sambil mengerling ke arah pintu.

Bapak-bapak tua itu menengok ke arah pintu dan mendapati banyak anak kecil menggerombol di situ menonton! Ada juga kepala-kepala yang nongol di balik jendela. Sejak awal memang rumah itu dibiarkan terbuka saat menerima rombongan Rasti. Entah sejak kapan gerombolan ‘penonton ilegal’ itu ada di situ.

‘Rame juga,’ Pikir Tedi. Dia menaksir anak-anak itu masih seusia anak S-D. Tapi ada juga satu dua yang kayaknya sepantaran dengannya. Bagaimanapun juga, tampaknya mereka semua sudah bisa ngaceng melihat wanita cantik.

"Aduuhh bocah-bocah nakal..! Bubar sana bubaarr.." bentak pak Unang. Anak-anak itupun berhamburan sambil tertawa-tawa, "Wuuuu...!" Ada yg teriak protes sambil menjauh.

Tapi tampaknya itu formalitas aja, karna tak ada upaya menutup pintu dan jendela setelahnya oleh pak Unang atau yang lainnya.

"Mm.. ga ditutup pintunya pak..?" Tanya Rasti.

"Jangan," sergah Tedi. "Kalau ditutup nanti gelap. Ga cukup cahaya lampu.. harus ada cahaya alami.." jelasnya.

Rasti mendengus manja.

"Dasar.. Ya udah deh.." dengan satu gerakan, tangan Rasti membebaskan dasternya melorot ke bawah jatuh ke lantai.

Prok..

Rasti kini polos!

"Waaw..!"

"Aduuhai.."

“Ajiibb!”

Berbagai seruan girang mengalir deras dari mulut bapak-bapak tua itu, membahana di seluruh sudut ruangan itu. Belum cukup dengan ketelanjangannya, Rasti juga tebar pesona senyum manisnya, kuncir rambutnya dibuka dan rambut panjang indahnya dibiarkan tergerai kembali dengan gaya kayak iklan sampo.

Plok plok plok..! Sampai ada bapak yg tua banget tepuk tangan antusias. Rasti tertawa geli melihatnya.

Aah.. Puas dan plong sekali rasanya.

Ya, Rasti juga excited dan sangat berdebar-debar. Darahnya berdesiran di seluruh tubuhnya menimbulkan sensasi aneh yang amat sangat dia nikmati. Intinya, semua senang di sini, Tedi dan kawan-kawan senang, Rasti juga senang, bapak-bapak tua dan para penonton yang nyuri-nyuri dari luar itu juga pasti jauh lebih senang.

Rasti lalu memungut daster itu dan menyerahkannya pada salah satu bapak tua.

"Titip ya paak.. Hihihi.. Jangan sampe ilang lho, nanti Rasti ga bisa pulang deh.."

"Wah kalo gitu bapak sembunyiin aja deh biar non ga pulang.."

Sekali lagi Rasti meresponnya dengan tertawa geli seolah tidak masalah baginya.


----


Dari pemukiman kumuh itu Rasti ngebut pulang, sampai di rumah Rasti buru-buru masuk dan melirik jam. Ah, waktu sudah menunjukkan jam 8 malam.

“Masih sangat sempat!” Pikirnya. Entah apa yang sudah direncanakannya.

Rasti menidurkan Bobi dan menitipkannya pada seorang pembantu plus baby sitter yang memang direkrutnya khusus untuk hari-hari semacam ini dimana Rasti sibuk seharian.

Hari itu di rumah Rasti ada 3 orang baby sitter professional yang bekerja menjaga, mengawasi dan mengurusi kebutuhan anak-anak Rasti seharian. Semua baby sitter itu adalah tenaga terdidik dari sebuah lembaga jasa swasta yang tarifnya cukup mahal. Rasti jarang menggunakan jasa baby sitter ini, tapi jika ada saatnya perlu, Rasti tidak segan mengeluarkan uang lebih untuk jasa yang berkualitas.

Rasti bergegas mandi, berdandan, dan kemudian siap-siap hendak pergi lagi. Tedi dan teman-temannya sedang makan dengan nasi kotak yang dipesan dari restoran cepat saji.

“Ma, kita mau pergi lagi?” Tanya Tedi melihat Mamanya sudah wangi dan cantik kembali.

“Iya.. Emang udahan kamunya ‘mainin’ Mama..? Cukup nih..? Puas? Hihihi..” Ucap Rasti yang kini sedang ikut duduk dan makan bareng mereka, meski di wajahnya tampak sedikit make up, tubuh Rasti masih hanya berbalut handuk. Seksi sekali kelihatannya.

Tedi dan teman-temannya saling berpandangan.

“Yah sebenarnya banyak fantasi kita yang belum terpenuhi sih Tante.. Tapi sudah capek juga ya..”

“Dasar kamu ini.. memangnya ada fantasi apa lagi sih? Tante sudah kewalahan lho seharian ini, kalian suruh bugil di mall, ditinggal lagi.. udah gitu bugil-bugilan di pemukiman kumuh.. Tante udah dikerjain sama satpam mall, hampir diperkosa sama anak-anak di sungai, terus digangbang sama kakek-kakek! Hihihi.. kurang apa lagi Tante ini??”

“Digangbang sama pekerja-pekerja di mall juga Tante..”

“Oh iya, itu juga, hihihi..”

“Jadi beneran Tante tadi siang sama pekerja-pekerja itu?” tanya mereka, Rasti hanya senyum-senyum penuh misteri.

“Aahh.. sial, kita nggak lihat, lo sih Ted, ambil mobilnya kelamaan..”

Rasti tertawa. Tedi dan teman-temannya menganggap kalau Rasti memang digangbang oleh pekerja-pekerja mall itu.

“Ya udah, kita istirahat saja Tante sambil didongengin di kamar.. kasihan nih si otong dari tadi cuma bisa tegang aja..”

“Hihihi.. kasihan banget sih, salah kalian sendiri lah mainin Tante. Sekarang mintanya Tante dongengin kalian sambil tidur-tiduran sambil kaliannya coli, begitu?”

“Iya Tante.. kan udah janji tadi.”

“Hehe, maunya kalian ini lho.. Tapi nanti ya, Tante masih ada satu ‘agenda’ lagi buat Tedi. Terserah deh kalian mau ikut atau tinggal di sini istirahat, atau mau pulang?”

“Yaah.. kita nginap di sini lagi ya Tante.. Udah pamit kok sama orang rumah.”

“Hihihi, ya udah sana tiduran.. Tante mau pergi sama Tedi. Atau kalian mau ikut?”

“Ma, kita mau pergi kemana sih..?” Tanya Tedi yang sejak tadi bingung.

Ternyata agenda malam ini adalah rencana Rasti pribadi. Yah, hadiah kejutan yang sudah direncanakannya jauh hari buat Tedi, tentu Tedi sendiri tidak tahu apa rencana mamanya ini.

“Rahasia dong sayang.. surprise deh buat kamu..” Ucap Rasti mengusap-ngusap rambut anak sulungnya itu.

“Mmm.. kami boleh ikut Tante..?”

“Ya dari tadi kan juga Tante tawarin, mau ikut atau tinggal..? Kalo mau ikut ya ayo..”

Seakan mendapat tenaga baru, Riko, Romi dan Jaka yang tadinya sudah keliatan lemes jadi semangat lagi.

“Pake baju yang bagus ya kalian.. baju yang baru, sayang, kasih pinjam temen-temenmu baju yang bagus ya..” Komando Rasti di kamar Tedi saat Tedi dan teman-temannya sedang bersiap-siap.

“Makasih Tante.. Tapi Tante sendiri kok belum pake baju? Mau pergi pake handukan aja? Hehehe..” Ucap Jaka melihat paras Rasti yang sudah cantik berdandan, tapi tubuhnya masih saja hanya berbalut handuk.

“Dasar.. Makanya cepetan kaliannya, habis ini ke kamar Tante.” jawab Rasti senyum-senyum.

“Ng.. ngapain tante?”

“Mmmm.. Mau kan pilihin baju buat Tante..?” desah Rasti manja. Wow! Antusias sekali mereka disuruh milih baju untuk dipakai Rasti. Mau banget!


-----


Semua kini telah berpakaian rapi.

“Naah, udah ganteng-ganteng deh kaliannya..” Puji Rasti.

“Hehehe, kok harus rapi gini, udah gitu harus pake baju bagus. Tante mau ngajak kami ke mana sih?”

“Eit, masih rahasia.. yuuk..?” Rasti memberi kode pada mereka untuk mengikutinya, ia melenggang dengan seksi ke kamar.

Dengan antusias mereka mengekor Rasti, pemandangan belakang tubuh Rasti yang melangkah bak peragawati dengan hanya mengenakan handuk mulai membuat mereka nafsu lagi. Pundak dan punggungnya yang putih mulus, bokongnya yang bulat kencang bergoyang-goyang seiring langkahnya, sungguh menggiurkan.

“Woooww..” Terpana mereka memasuki kamar Rasti yang mewah, luas, sangat bersih, dan wangi.

Sementara itu, Tedi yang sudah terbiasa ya tidak terlalu heboh, dia bergegas membuka lemari pakaian Rasti yang sangat besar dan juga mewah. Di dalamnya begitu banyak gaun mahal dan bermacam-macam pakaian.

Tedi langsung fokus dan mulai memilih-milih pakaian, padahal ketiga temannya masih sibuk mengagumi suasana kamar Rasti, kasurnya lebar sekali, super empuk dan wangi. Memang, selama ini mereka hanya bisa melihat kamar ini dari luar saat Rasti sedang melayani tamunya dan lupa atau sengaja membiarkan pintu kamarnya terbuka. Termasuk juga saat Rasti dientot oleh Norman, yang mana memang Norman lebih suka jika pintunya tidak ditutup.

Begitulah, apa yang bisa mereka lihat dari luar jelas tidak sama ketika mereka akhirnya benar-benar berkesempatan memasuki kamar ajang perzinahan ini.

Aah, di kasur ini entah sudah ratusan atau ribuan kali persenggamaan cabul dilakukan, gumam teman-teman Tedi dalam hati, membayangkan sambil duduk-duduk di kasur Rasti yang super nyaman.

Si Jaka malah langsung mencoba tiduran di situ. Duh nyamannya, apalagi kalau Tante Rasti jadi selimutnya, batinnya mengkhayal.

Plok! Tiba-tiba sesuatu yang basah dan harum menimpa kepala Jaka.

“Hayo, kamu kok malah tiduran sih..?” Ujar Rasti membuyarkan lamunan Jaka.

Wow! Ternyata yang menimpa kepala Jaka adalah handuk yang tadinya melilit tubuh Rasti. Terpana Jaka melihat sosok Rasti yang sudah bugil lagi. Tiap pernik ulah Rasti benar-benar bisa merangsang penis-penis mereka dengan maksimal. Kali ini bukan hanya ketelanjangan Rasti, tapi Rasti yang melempar handuk yang baru dipakainya ke kepala Jaka itu yang membuat Jaka merasakan senut-senut di penisnya.

“Hehehe.. nyaman Tante.. kok ranjangnya gede banget ya Tante?” Jawab Jaka.

Dia bangkit dan bergabung dengan Riko dan Romi duduk di pinggiran bed mewah itu.

“Ya biar muat banyak orang dong.. hihihi..” Jawaban yang sukses membuat semuanya berimajinasi lebih liar dan ngaceng berat!

Dengan senyum-senyum nakal, Rasti malah ikut duduk di samping Jaka. “Kamu tuh, mupeng lagi.. mupengan banget sih jadi orang? Bukannya udah biasa lihat Tante telanjang?” Ucapnya gemas menjawil hidung Jaka.

“Emangnya kalo udah biasa jadi gak ngaceng lagi Tante? Gawat dong kalo gitu nanti tiap kali Tante pingin ngentot harus ada kontol baru terus, habisnya kontol lama ga bisa ngaceng lagi karna udah terbiasa..” Sahut Jaka vulgar.

“Hihihi.. iya juga ya.. Tuh si Norman juga udah biasa, bahkan tinggal sama Tante.. Tapi ngaceng terus bawaannya kalo sama Tante. Maunya ngentot terus. Hihihi..” Rasti menjawab tak kalah vulgar.

“Mmm tapi.. Mau juga sih Tante kalo bisa terus dapat kontol-kontol baru.” Lanjutnya makin vulgar.

“Tante cantik banget sih.. Ga bakal deh kami bosan. Duh, wangi lagi..” Jaka mengelus-elus dan mencium pundak Rasti.

Romi yang duduk di sisi Rasti yang satunya ikut membelai kulit punggung Rasti, dari atas turun ke pinggang, dan turun lagi.. Gemetaran tangannya merasakan sensasi kelembutan yang luar biasa.

“Sshhh..” Desah Rasti lirih. Darah di dadanya berdesir merasakan usapan tangan kedua remaja ini di kulit telanjangnya.

“Eehhmm.. Eehhmmm! Duh mau pakaian yang mana ya?” ujar Tedi keras sambil pura-pura batuk.

“Hihihi.. Tuh..! Kalian ini, sana bantu Tedi milihin pakaian dong buat Tante.. ayo cepetan, keburu makin malam nih..”

Meski awalnya bersungut-sungut tak semangat, ternyata setelah ikut melihat-lihat pakaian di dalam lemari Rasti, mereka jadi antusias membantu Tedi memburu pakaian di lemari pakaian Rasti. Sekali lagi mereka terkagum-kagum dengan isi lemari itu. Sambil memilih-milih, mereka pun saling berdiskusi serius.

“Hihihi, ayo yang mana aja, jangan kelamaan dong.. Serius amat sih.. nanti kemaleman kita.”

“Boleh yang mana aja nih Ma?” tanya Tedi.

“Iyaa.. yang paling seksi juga boleh, yang buka-bukaan juga boleh, hihihi..”

“Bikini boleh Tante?” Ujar Romi terkekeh sambil kedua tangannya membentangkan bikini top piece yang sangat minim kepada Rasti.

Rasti tergelak, “Hahaha.. itu kan bikini Tante buat ke pantai.. Duh, kamu ini, masa pake bikini? Tante masuk angin dong nanti..”

“Hehehe, katanya apa aja boleh?”

“Ya lihat-lihat konteksnya dong, kita kan gak mau renang atau ke pantai..”

“Kan kita emang belum tahu mau kemana..”

“Hehe, iya ya.. ya udah yang mana aja selain bikini ah..” ucap Rasti gemas.

“Pake ini ma!” Tedi akhirnya melempar secuil pakaian ke atas kasur.

“Duuh ini kan sama aja bikini dong..”

“Hehehe, bukan dong, tetep aja itu bukan bikini.. udah pake itu aja, nanti kemaleman lho..” balas Tedi membalikkan kata-kata Rasti.

“Iih, kamu.. oke deh mama nurut..” Rasti pura-pura protes, padahal suka.

Pakaian yang diberikan Tedi adalah denim hotpants dan kaos mungil yang menutupi dadanya, dengan pundak dan perut yang terbuka. Hotpants yang sangat pendek. Garis bawahnya nyaris sejajar dengan garis pantat Rasti. Garis atasnya jauh di bawah pusar rasti. Sungguh hanya beda sedikit dengan celana dalam! Beginilah kira-kira penampilan Rasti dengan pakaian yang dipilihkan oleh Tedi pada malam itu.

Singkat cerita, mereka pun udah OTW lagi.

Tidak lama Tedi dan ketiga temannya bertanya-tanya kemana Rasti akan membawa mereka, karena tidak sampai setengah jam mereka telah sampai di tujuannya. Ternyata Rasti membawa mereka ke bilangan senayan.

Sejak dua hari yang lalu ada Car Expo diadakan di JCC. Sebuah pameran mobil yang diadakan dengan cukup besar. Rasti sempat mendatangi pameran ini di hari pertama, dan ia berencana untuk mengajak Tedi malam ini. Untunglah semua petualangan hari ini tidak sampai berlarut-larut sehingga Rasti sempat juga merealisasikan rencananya.

Car Expo ini memang dibuka hingga hampir tengah malam tiap harinya. Makin malam makin meriah acara pendukungnya, ada penampilan band hingga sexy dancer. Ya, Car Expo kali ini cukup prestisius, bahkan negara produsen dari mobil-mobil yang dipamerkan mengirim manajer-manajernya khusus dalam rangka event ini.

Pantas dari tadi banyak wajah-wajah asing yang mereka jumpai di sini. Pantas pula Rasti berani memakai pakaian super sexy pilihan Tedi, karna di expo itu begitu banyak SPG-SPG yang tampil tidak kalah sexynya. Benar-benar pemandangan yang memanjakan mata Tedi dan ketiga temannya.

“Hayo, jelalatan ya kaliannya.. hihihi.. Cantik mana, Mama sama mereka?” goda Rasti.

Ah, Mama tetap yang paling cantik, gumam Tedi dalam hati.

Justru dari tadi dia jelalatan itu justru karna secara spontan dia jadi membanding-bandingkan kecantikan Mamanya dengan para SPG itu. Mereka semua memang terlihat cantik menggoda, tapi Tedi melihat mereka lebih ke mengandalkan pakaian seksi dan make up tebal, plus asesoris yang beraneka macam, seperti bulu mata palsu, rambut palsu, perhiasan dan lain-lain.

Ketika Tedi mencoba membayangkan mereka tanpa semua itu, ketahuanlah bahwa kecantikan mereka sungguh tidak ada apa-apanya dibanding Mamanya. Tanpa eye shadow dan bulu mata palsu, bentuk mata Mama sudah tajam dan bulu mata Mama memang sudah lentik menggoda, tanpa lipstick tebal, bentuk bibir Mama memang sudah indah, sensual dan merah merekah, tanpa make up tebal kulit Mama sudah putih alami mulus terawat tanpa sebutir pun jerawat dan setitik pun noda.

Satu lagi, tanpa bedah silikon, payudara Mama sudah bulat dan kencang sempurna, meski anaknya sudah tujuh! Tidak ada bosannya Tedi mengungkapkan kecantikan Mamanya itu di dalam hati. Meski sebenarnya tak akan pernah cukup kata-kata untuk melukiskan kesempurnaan sosok Rasti di mata Tedi.

Rasti bukanlah pesolek. Meski seorang pelacur high class yang kini hidup bergelimang kemewahan, sejatinya Rasti adalah gadis yang sangat sederhana. Pengetahuannya tentang dunia make up dan perhiasan sangat minim. Rasti tidak pernah neko-neko untuk hal ini. Jika ditengok di atas meja riasnya, teramat sedikit alat-alat rias yang dimilikinya. Tentu ini berbeda dengan kebanyakan wanita pada umumnya, apalagi yang sekaya Rasti. Tentu itu menjadi salah satu kekaguman tersendiri bagi Tedi pada Mamanya.

Rasti lebih banyak menambah pengetahuan tentang perawatan asset-assetnya. Kulit, wajah, payudara dan yang terpenting, vaginanya. Ya, untuk hal-hal ini Rasti sangat peduli dan telaten melakukan perawatan. Bagaimana kulitnya harus tetap kencang, putih bersih dan wangi alami, halus dan lembut.

Payudaranya adalah asset yang sangat penting dan butuh perawatan ekstra mengingat asset yang menjadi favorit bagi kebanyakan pria hidung belang ini sangat sering dijamah dan disedot-sedot oleh ketujuh anaknya. Dan itu tidak berhenti saat si anak tumbuh dewasa.

Hanya Tedi saja kini yang tidak pernah meminum susunya, tapi keenam adiknya masih rutin menenen padanya. Maka asset yang satu ini harus dijaga tetap kencang, mengkal dan tidak turun.

Asset terpenting adalah vaginanya yang juga tidak kalah perawatan ekstranya. Sangat penting karna selama 15 th terakhir dari liang ini sudah keluar tujuh orok buah dari percintaannya. Perlu upaya ekstra untuk membuatnya tetap rapat, kencang, wangi dan legit untuk dinikmati tiap hidung belang yang datang padanya.

Untuk semua perawatan-perawatan ini, Rasti selalu menggunakan minyak atau ramuan-ramuan tradisional dan alami dari berbagai tabib-tabib yang reputasinya sudah tidak diragukan lagi. Bahkan tidak jarang Rasti harus mencarinya sampai ke luar negeri. Jadi dalam soal yang ini, bisa dibilang Rasti cukup royal.


-----


“Lho, kok sekarang malah ngeliatin Mama? Hihihi.. Ayo sana lihat-lihat, foto-foto juga boleh..!” ujar Rasti membuyarkan lamunan Tedi.

Ah, Tedi tidak sadar dia sibuk mengagumi mamanya, terpana hampir-hampir tanpa memalingkan muka sedikit pun.

Tedi pun melihat sekelilingnya.

Banyak sekali fotografer di pameran itu yang sibuk jepret sana-sini, entah professional, wartawan, atau pengunjung biasa. Semua dibebaskan mengambil gambar. Dan sasaran paling banyak adalah justru para SPG yang cantik-cantik dibandingkan dengan mobil-mobil yang dipamerkan itu sendiri. Para SPG pun seperti sudah terlatih peka terhadap berbagai kilatan kamera yang membidik dirinya. Senyum manis, lambaian tangan, pose seksi, semua diobral malam itu.

Rasti pun tidak terkecuali, dengan pakaian yang sangat seksi, dia jadi sasaran jepretan foto dari sana-sini. Dan Rasti sama sekali tidak berusaha menghindar. Polahnya sama dengan para SPG, tebar pesona. Jelas dengan penampilan seperti itu hampir semua orang akan mengira bahwa Rasti adalah salah satu SPG di situ.

“Sayang.. Di sini kok kamu masih aja motret-motret mama, itu tuh banyak yang cantik-cantik, potret aja mereka gak usah malu..” Ucap Rasti pada Tedi yang masih saja memotretnya berkali-kali.

“Aah nggak, Mama yang paling cantik!” Seru Tedi di tengah hingar bingar musik yang diputar keras di venue expo itu.

“Idiiih, Mama sendiri digombalin..”

“Nggak gombal ma, temen-temen juga setuju kan?”

“Ii..iya, Tante tetep paling cantik..!”

“Hahaha, pujiannya tulus nggak tuh, jangan-jangan ada maunya?” goda Rasti.

“Nggak Tante beneran!”

“Ooo.. Jadi nggak ada mau lagi nih sama Tante, nggak pingin lagi?”

“Yaa bukan begitu juga sih tante.. Aduh Tante godain kita terus deh..” Ketiga teman Tedi bersungut-sungut sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Rasti tertawa renyah dibuatnya.

“Ma, sebenarnya kita ke sini mau apa sih?” Tanya Tedi kemudian.

“Ya kamu pilih aja dulu mana yang kamu suka..” Jawab Rasti tersenyum manis.

“Mm.. maksudnya, milih apa?”

“Yaa mobil lah.. masa milih dodol. Ini kan pameran mobil. Ayo dipilih, kamu suka yang mana?”

“Mm.. Mama.. mau beliin Tedi mobil??” Ucapan Tedi terbata, matanya berbinar-binar.

Teman-temannya juga terpana. Wow, inikah hadiah kejutan Rasti buat Tedi..!? Sebuah mobil? Padahal Tedi baru kelas 3 S-M-P. Teman-teman Tedi benar-benar iri tingkat dewa.

“Anjing anjing anjiing..!” Maki mereka dalam hati.

Beruntungnya lo Tedi! Duuh, kenapa sih Papa gue dulu gak selingkuh sama Mamanya Tedi, siapa tahu gue lahirnya dari rahimnya Tante Rasti.. huaa! Teriak teman-teman Tedi dalam hati.

Rasti tertawa kecil, dielusnya rambut Tedi lembut. “Mama mau kasih kamu hadiah mobil..” Ucapnya.

“Tapi...” Rasti menggoda dengan tidak melanjutkan kalimatnya.

“Tapi apa ma..?”

“Entah beli atau tidak, belum tentu.. Hihihi..” lanjutnya sambil mengerling nakal.

“Mm.. Maksudnya.. Kalau nggak beli gimana..?”

“Hihihi.. ya beli juga sih, tapi kan bayarnya bisa beda..” Rasti mengedip pada teman-teman Tedi. “Makanya kamu pilih dulu sayang.. jangan yang mahal-mahal yaaa.. Hihihi..”

Duh Tante baik, tante cantik, tante seksi, tante idamanku.. Semurah-murahnya mobil baru, tetap aja harganya nyampe 200 jutaan kurang lebih. Pikir teman Tedi super gemas dan mupeng tingkat dewa.

Ternyata tidak lama bagi Tedi untuk menentukan pilihan. Dia memilih hanya berdasar ketertarikan estetis,yaitu dari bentuk dan warnanya. Soal mesin, jelas Tedi masih blank. Tedi menunjuk sebuah mobil di salah satu stand mobil buatan Jepang yang namanya sudah tidak asing lagi.

“Ooo mau yang itu sayang..? Yakin..?” Rasti senyam-senyum, terlihat senang dengan pilihan Tedi.

“I ya Ma.. boleh kan? Gak tahu sih harganya..” Gumam Tedi sambil garuk-garuk kepala.

“Boleeh banget sayang.. hihihi.. kalo mobil itu ga nyampe 200 juta harganya, lagian.. Kalo merk ini.. Hehehe, Mama ga usah beli, eh maksud Mama.. Bayarnya bisa gak pake uang, hihihi.. Yuuk..” Rasti terkikik senang mengedipkan matanya, lalu menggandeng Tedi melangkah menuju mobil yang dimaksud.

Rasti tersenyum manis pada seorang sales representatif yang ada di showroom itu, lalu sejurus kemudian ia sudah terlibat obrolan serius tentang spesifikasi mobil itu dengan Sales yang memperkenalkan diri bernama Andi itu.

Awalnya Andi yang agaknya masih sangat muda agak kikuk karna penampilan Rasti yang super menggoda. Jelas Andi tidak terkecuali dari orang lain, dia mengira Rasti adalah salah seorang SPG mobil lain di pameran itu. Setengah tidak percaya bahwa Rasti akan membeli mobil yang ditanya-tanyakannya itu.

Tedi dan teman-temannya mendengar tapi tidak terlalu paham akan yang diobrolkan, mereka semua masih awam soal dunia permobilan.

Terlihat serius, salah seorang pria necis yang tadinya hanya berdiri mengawasi kini ikut nimbrung. Dari penampilan dan pakaiannya, nampaknya bapak-bapak yang necis ini jabatannya lebih tinggi dari Andi, entah apa itu nama jabatannya, pikir Tedi sambil mengamati. Pria necis itu memperkenalkan namanya, Mike.

Rasti kemudian menanyakan nama seseorang yang terdengar asing di telinga Tedi. Mendengar pertanyaan Rasti, raut wajah Mike berubah. Dia terlihat antusias, tersenyum, mengangguk-angguk. Tampaknya dia mengenal nama yang ditanyakan Rasti. Sejurus kemudian dia melangkah pergi meninggalkan Rasti.

Kini Andi yang masih setengah percaya mempersilahkan Rasti melihat-lihat interior mobil, duduk di kabin, di kursi kemudi, sementara Andi mengulang penjelasan tentang fitur-fitur yang ada pada mobil itu.

Rasti memanggil Tedi, “Ayo sini sayang, coba deh kamu..” Dengan malu-malu Tedi mendekat, “Duuh, Tedi belum ngerti banget ma”

“Aah cuma duduk aja, sini coba kamu nyaman nggak? Suka nggak interiornya?”

Saat Tedi mencoba duduk di kursi kemudi, Mike sudah datang kembali bersama seseorang.

“Aahhh.. hello beautiful!” Sapa pria sipit yang bersama Mike itu sumringah melihat Rasti. Bahasa inggrisnya terdengar masih kental dengan logat Jepang.

Tedi mengamati Pria itu, terlihat belum terlalu tua dengan perut agak buncit, mungkin sekitar 40 than. Rambutnya tipis dengan kening lebar. Tampangnya biasa-biasa.

“Mori-San!” Sapa Rasti yang ikut sumringah menemui pria itu, lalu mereka pun cipika cipiki.

Pria paruh baya yang dipanggil Mori-San oleh Rasti itu terlihat tengak-tengok sekitar, salah tingkah menemui Rasti, tampak sekali dia antusias untuk melakukan lebih dari sekedar cipika-cipiki, tapi di tempat umum itu dia tentu harus jaga image. Meski matanya nyaris tidak berkedip menjelajahi setiap jengkal tubuh Rasti yang sangat terbuka itu.

“You look so.. so..” Mori-San kesusahan menemukan kata yang tepat untuk mengungkapkan keindahan Rasti, karna ‘beautiful’ atau ‘sexy’ saja dirasa tidak cukup.

“Guys, this is Rasti.. the.. the.. the FINEST BITCH I ever FUCKED here in Indonesia!” Ucap Mori-San pada Andi dan Mike.

Kedua orang itu terlihat surprise dan salah tingkah dengan vulgarnya ucapan Mori-san. Tapi Rasti sendiri malah tertawa geli tanpa menunjukkan rasa tersinggung sama sekali.

"No.. no.. not only in indonesia, but in the world!" Mori-San mengoreksi. Rasti tertawa lagi.

"She's not just a whore, hooker, or anything like that.. she's a.. a.. lover!"

"Stop it, you're too much.." Rasti kini tersipu.

"I’m not kidding my love.. I’ve been around the world! And you look So.. Ah, never mind, you're the best. My favourite.. what are you doing here beautiful?"

"I.. want this car!" Rasti menunjuk mobil pilihan Tedi.

"Aah, good choice.. you got bored with the last one huh? Hehehe.."

"No, the last one just fine, this one is for my kid here." jawab Rasti sambil menunjuk ke arah Tedi.

"Your.. kid? How old is he?"

"Fifteen" jawab Rasti sambil mengangkat lima jari di tangan kanan dan satu jari di tangan kiri dengan gaya imut.

"Fifteen? I thouht you're fifteen. Hahaha!" Mori-San tertawa norak.

Tidak ada hentinya dia memuji Rasti setinggi langit. Tapi Rasti memang tampak sangat muda. Jika dijejer dengan Tedi, orang akan mengira mereka kakak adik, bukan ibu dan anak. Bisa jadi orang malah akan mengira Rasti yang adiknya!

“Stop it Mori, I’m twenty seven..” rajuk Rasti manja.

“Hahaha.. see?” Mori-San berpaling ke Andy dan Mike, “She’s pregnant when she’s twelve! Mother i'd like to FUCK! hahaha.. ” Ucap Mori tidak segan dengan kata vulgarnya. Kebetulan di stand itu memang sedang tidak ada orang lain di dekat mereka.

Andy dan Mike cuma mengangguk-angguk saja, sambil menengok ke Tedi, lalu ke Rasti lagi, lalu ke Tedi lagi. Kini Tedi yang jadi salah tingkah.

“Fifteen.. and he can legally drive? That’s why I love Indonesian market. Hahaha.. the car is yours! It will be delivered tonight!”

“Tonight? Wow that’s great.. thank you!” Rasti sumringah sekali.

“Tonight..? We never..” Andy menyela tapi ragu dengan apa yang ingin ia ucapkan.

“Make it done!” tegas Mori-San.

Dia minta Rasti menunggu sebentar, lalu dia dan 2 anak buahnya itu terlihat mendiskusikan sesuatu dan mengurus beberapa hal. Di tengah-tengah diskusi mereka, beberapa kali Mike atau Andy menoleh ke arah Rasti, lalu diskusi lagi.

Rasti senyum-senyum saja merasa sedang diomongin. Saat Andy atau Mike menoleh ke arahnya, ia sambut dengan senyum manis. Mike dan Andy awalnya salah tingkah, tapi kemudian terbiasa, terutama Mike, beberapa kali dia membalas senyuman Rasti juga. Ekspresi Mike dalam memandang Rasti kini berbeda.

Dari sorot mata dan gerakan bibirnya Tedi bisa merasakan Mike kini memandang Mamanya dengan rendah dan melecehkan. Tedi kesal sekali melihat itu. Penampilan Mike memang sangat tipikal sebagai playboy. Orang yang terbiasa dan suka mempermainkan wanita. Itu kalau Tedi ‘menjudge Mike by his cover’.

Saat itu Tedi dan kawan-kawan menanyakan soal Mori-San. Rasti mejelaskan sekilas bahwa Mori-San ini salah satu pelanggan asingnya yang sangat royal dan juga seks maniak. Tedi tidak pernah tahu karna memang beberapa kali sebelumnya Rasti selalu dibooking di hotel mewah, atau di villanya.

Teman-teman Tedi sendiri terkagum-kagum karna tidak menyangka Rasti bisa cukup fasih berbahasa Inggris. Ya, walaupun Rasti dari kampung dan dulu sekolahnya tidak lancar. Namun sejak melonte dia memang sengaja belajar bahasa Inggris, agar mudah berkomunikasi dengan para pelanggannya yang tak jarang merupakan orang asing seperti Mori-San.


------


Beberapa saat kemudian Mori-San menghampiri Rasti, “We’re done dear..!” Ucapnya sambil tersenyum lebar.

Mike menyerahkan beberapa lembar dokumen untuk diisi dan ditandatangani oleh Rasti. Pandangannya masih tajam menusuk, seakan menelanjangi Rasti dan siap menyantapnya.

Mori-san menjelaskan bahwa dia di Indonesia masih 3 Minggu lagi, selama 3 Minggu ini dia berhak atas Rasti sepenuhnya. Tapi malam ini dia ada acara penting, jadi nanti mobilnya akan langsung diantar oleh Andy dan Mike, dan mereka berdua juga yang akan mengambil 'uang muka' dari Rasti.

Tedi dan teman-temannya tertegun melihat proses ini. Tampaknya deal-deal ini berlangsung begitu cepat dan mudah tanpa ada tawar menawar yang berarti.

Baik Rasti atau pun Mori-San tidak terlihat ada perhitungan sama sekali. Keduanya sepertinya sudah berhubungan sejak lama dan saling mengerti satu sama lain. Sebuah mobil baru untuk ‘hak pakai’ tubuh Rasti selama 3 minggu. Entah siapa yang lebih diuntungkan secara material dalam hal ini.

Tedi dan teman-temannya jadi mulai menghitung-hitung di dalam hatinya. Membanding-bandingkan harga mobil dan asumsi tarif Rasti. Taruhlah tarif normal Rasti yang termahal adalah 5 juta. Jika harga mobil 200 juta, maka berarti 40 kali persetubuhan. Jika dibagi 3 minggu yaitu 21 hari, maka sehari adalah 2 kali persetubuhan. Mungkinkah? Mungkin saja, bahkan ada peluang Mori-San memanfaatkan tubuh Rasti lebih dari 2 kali dalam setiap harinya, artinya jika begitu Rasti yang rugi. Begitulah kira-kira hitung-hitungan yang berputar di kepala Tedi dan ketiga temannya.

Padahal baik Rasti maupun Mori-San sendiri sebagaimana terlihat tampaknya tidak ambil pusing sama sekali. Apakah Mori-San ini termasuk salah satu klien kaya raya yang royal sebagaimana sering diceritakan oleh Rasti? Tapi bukankah Mori-San adalah seorang pebisnis? Tidakkah dia adalah tipe-tipe orang yang akan selalu mempertimbangkan untung rugi? Aah, Tedi kini merasa konyol sendiri karna sibuk memusingkan hal ini.

"Saya tunggu ya mas Andy, pak Mike.." ucap Rasti mengerling ketika semua proses sudah selesai tak lama kemudian.

Rasti kemudian mengucapkan terimakasih dan membungkuk berpamitan pada Mori-San yang kemudian menyalami dan mencium tangan Rasti bak seorang lady.

"I miss you so much, and now i'm missing you already.. tomorrow you'll be mine..!" Rayunya yang membuat Rasti berbunga-bunga.

Mori-San tampak pandai dan elegan sekali dalam memperlakukan Wanita, meskipun seorang lonte sekalipun seperti Rasti. Bahkan dia terlihat menyikut Mike, “have some respect!” tegurnya.

Ternyata Mori-San juga bisa merasakan dan tidak nyaman dengan sifat pandangan Mike yang merendahkan Rasti.

“Syukurin lo!” Batin Tedi senang sekaligus kagum pada Mori-San ini.

“Yuuk sayang.. eh, pamit dulu ke Mr. Mori.. Bilang makasih ya, hihihi..”

Tedi pun mengucapkan terima kasih dalam bahasa inggris dengan canggung. Dengan tangannya Rasti menyentuh punggung Tedi dan mengarahkan putranya itu untuk membungkukkan badannya. Tedi pun membungkuk kaku. Rasti tertawa kecil.

“This is my kid.. handsome yeah?” Ucap Rasti sambil menempelkan pipinya ke pipi Tedi yang masih berdiri canggung.

“Enjoy the car kid..! I sure will enjoy your mommy..” kerling si Jepang itu.

Rasti dan Mori-San tertawa bebarengan. Tedi makin kikuk dibuatnya. Menyadari itu Rasti merasa tidak enak pada Tedi, dia pun menyegerakan untuk benar-benar mohon diri pada Mori-San.

Agaknya petualangan hari ini pun berakhir di senayan. Setelah itu mereka benar-benar pulang ke rumah tanpa mampir-mampir lagi.

Jarum pendek masih menunjukkan angka sebelas saat mereka sampai di rumah. Rasti bergegas mengecek semua anak-anaknya. Ternyata masih ada yang belum tidur, menangis karena kangen pada Rasti. Baby sitternya tampak kewalahan menenangkan dan menghibur Kiki selama Rasti pergi. Tampak benar wajah leganya melihat rasti pulang. Kiki, adik ketiga Tedi yang berumur 7 th. Kiki memang anaknya Rasti yang paling manja pada mamanya.

“Sayang, maafin Mama ya..” Ucap Rasti memeluk dan mengecupi Kiki.

Dengan gerakan wajah dan kedipan matanya, Rasti memberi kode ucapan terimakasih dan mempersilahkan si baby sitter beristirahat.

“Yuk ke kamar, Mama kelonin..” ajak Rasti.

Ternyata Kiki rewel, tidak mau beranjak. Akhirnya Rasti mengeloninya di sofa besar di ruang TV.

Saat Tedi dan teman-temannya keluar dari kamarnya setelah selesai ganti baju, mereka mendapati Rasti sedang menyusui Kiki. Meski sudah biasa, tetap saja menyaksikan anak umur 7 th yang masih menyusu pada mamanya adalah kesenangan tersendiri bagi teman-teman Tedi. Mereka pun duduk bergabung di ruang TV itu. Hanya menonton tanpa mengatakan apapun.

Rasti yang menyadari hal itu, melirik dan tersenyum manis. Dengan lembut Rasti menyuruh mereka mandi lalu tidur. Mereka memang belum mandi. Tapi mereka tidak segera beranjak duduk di situ asyik menonton Rasti yang belum mengganti bajunya sama sekali. Hotpantsnya masih melekat, tapi kaosnya kini sudah dilepas, Rasti telanjang dada menyusui Kiki. Siapa juga laki-laki yang akan pernah bosan dengan pemandangan seperti ini? Rasti pun tidak memaksakan perintahnya. Dia biarkan saja para remaja tanggung itu memuas-muaskan diri menonton dirinya.

“Tante nanti mau nerima tamu lagi ya?” Jaka angkat bicara.

“Hmm..” Rasti cuma menggumam.

“Ga capek Tante..?”

“Hehehe.. Gimana lagi, tuntutan profesi..” Ucap Rasti. “Tadi kan Tante dikasih jamu-jamuan tuh di kampung tadi, sebenarnya Tante juga sudah biasa sih minum jamu-jamuan kayak tadi, buat stamina. Tapi jamu yang tadi kayaknya cespleng banget deh. Tante bukan hanya masih kuat, tapi juga pengen, hihihi..”

Melihat reaksi Tedi dan teman-temannya yang mupeng mendengar ucapannya barusan, Rasti lanjut menggoda mereka lagi, “Hayo mupeng ya.. ngaceng lagi denger gitu aja.. hihihi.. kalian ini, gampang banget sih digoda.. Dah sana mandi terus bobo.. Apa minta dikelonin juga?”

“Hehehe, kalo boleh Tante.. tapi kan emang dari tadi kita belum keluar..”

“Sambil didongengin Tante, tentang di mall tadi..”

“Dongengin soal Mori-San juga Tante..” Pinta mereka tidak ada puasnya.

“Hihihi, aduuh kalian ini gak ada puasnya sama Tante. Besok-besok lagi yah.. Seharian ini Tante buat kalian lho, ni sampai adek-adeknya Tedi kasihan nih kangen mamanya.”

“Untung adeknya Tedi ‘yang satu itu’ gak ada ya Tante.. he he..” lontar Jaka.

“Norman? Gak tau deh dia kemana.. Udah sana mandi.” suruh Rasti lagi. Dia kemudian melihat Tedi seperti ingin menyampaikan sesuatu tapi ragu.

“Ada apa sayang? Udah puas kan kamu seharian ini sama mama? Ada yang mau diomongin nih?”

“A..anu Ma.. mmm, ini kan masih hari ini.. belum jam 12 malam.. hehehe..” Tedi senyum-senyum penuh maksud.

“He eh.. Nah lo, masih mau minta apa lagi dari Mama hayo..?”

“Terakhir.. Mmm.. Mama mandiin kita-kita dong..” Ucap Tedi meringis untung-untungan.

Kalaupun mamanya menolak dia juga akan maklum dan tidak memaksa. Tapi tetep aja dia ngarep. Teman-teman Tedi yang mendengar permintaan terakhir Tedi untuk hari yang spesial ini langsung terlihat berbinar-binar.

“Wow, ide brilian Ted! Lo emang teman kita yang paling TOP! Benar-benar penutup hari yang sempurna!” Seru mereka kegirangan dalam hati.

Meski hanya dalam hati, raut muka mereka yang antusias terbaca oleh Rasti yang tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala.

Jadi salah tingkah teman-teman Tedi dibuatnya. Ya, Rasti tampak tidak terkejut sama sekali dengan permintaan itu. Dia bersikap biasa dan masih saja senyum manis tersungging di wajahnya yang sempurna. Rasti tidak segera menjawab, dia masih berkonsentrasi pada Kiki. Di sisi lain dia sengaja ingin menggoda mereka lagi dengan membuat anak-anak itu harap-harap cemas.

Sedetik dua detik berlalu, terasa begitu lama bagi Tedi, Riko, Romi dan Jaka.

Rasti melirik mereka. Satu lirikan saja cukup membuat hati mereka blingsatan tidak karuan. Rasti yang melihat raut-raut muka mupeng itu benar-benar geli dan tertawa kecil. Tak pelak lagi, tawa kecil Rasti makin membuat jantung mereka seakan mau pecah.

“Jadi gimana nih..?” Tanya mereka, tapi di dalam hati.

Rasti membuka mulutnya, hendak bicara tapi tak kunjung keluar suaranya. Malah memamerkan rekahan bibirnya yang seksi.

Ya..? ya..? ya..? Tak sabar Tedi dan ketiga temannya itu memburu jawaban Rasti dalam hati.

“Habis Kiki tidur ya..?” jawabnya setelah beberapa saat sambil tersenyum. Suara yang sebenarnya biasa saja itu terdengar seperti desahan yang sangat syahdu di telinga teman-teman Tedi.

“Iiiyyesss..!” Alangkah senangnya Tedi dan teman-temannya.

“Makasiih Tantee..!”

“Asyiik.. Happy ending!” Seru Romi girang.

Rasti tertawa. “Dasaaar.. Seharian ini bukannya kalian memang happy melulu adanya? Hihihi..”

Mereka menunggu Rasti dengan antusias, agak lama juga Rasti mengeloni Kiki yang memang sangat manja itu. Sebenarnya pemandangan Rasti dengan Kiki juga merupakan tontonan yang menyenangkan bagi mereka.

Tidak melulu dalam suasana mesum, pemandangan itu mamancarkan sisi lain dari Rasti, yaitu aura keibuannya yang penuh kasih sayang kepada anak-anaknya. Meski begitu, mereka ingin Rasti cepat-cepat menidurkan Kiki. Rasti jadi tertawa-tawa sendiri melihat tingkah mereka itu.

“Pengen mandi sekarang?” tanya Rasti akhirnya setelah Kiki tertidur.

“Iya Ma..”

“Iya tante, buruan dong..”

“Hihihi, ampun deh tante sama kalian. Iya deh iya, yuk yuk, pake kamar mandi di kamar tante saja ya..”

“I..iya tante!” jawab teman-teman Tedi. Kesenangan mereka bertambah dua kali lipat dengan diijinkan mandi di kamar mandi Rasti.

“Kalian duluan yah.. tante mau gendong kiki ke kamarnya dulu. Nih si Kiki pake tidur di sofa segala”

“Kuat tante? Mau kita bantuin?” tawar Jaka, tentunya tawaran dari Jaka itu karena dia sudah gak sabaran dan ingin cepat-cepat dimandikan oleh mama teman mereka ini.

“Kuat dong, masa gendong Kiki aja gak kuat, yang lebih gede aja sering tante gendongin, hihihi. Udah sana, ke kamar mandi duluan, nanti tante nyusul” jawab Rasti sambil tertawa kecil.

“Iya deh tante” Tedi dan teman-temannyapun pergi duluan ke kamar mandi.

Kamar mandi yang ada di kamar Rasti memang sangat bagus, bersih, dan harum. Ada shower dan tempat berendam di dalamnya. Kamar mandi itu memang tempat yang cukup penting bagi Rasti. Karena sebelum maupun sesudah ML, Rasti biasanya akan memandikan tamu-tamunya. Teman-teman Tedi sangat beruntung bisa merasakan dimandikan Rasti di dalam sana.

Tanpa disuruh, Tedi dan teman-temannya sudah buru-buru melepaskan pakaian mereka.

Sambil telanjang mereka mulai mengocok-ngocok pelan penis mereka masing-masing yang memang masih belum lemas sedari tadi.

“Hihihi.. mulai deh, mau mandi apa mau mesumin Tante nih.. Hayo?” Canda Rasti geli melihat polah mereka.

Semuanya terkejut dengan kehadiran Rasti. Rasti masuk ke kamar mandi dengan hanya berbalut 1 handuk tipis yang melilit tubuhnya.

“Yang utama jelas mesumin Tante! Kalo mandi mah cuma bonus aja..” Romi menjawab berani dan vulgar.

Tentu saja berani, karena ia yakin pasti Rasti tidak akan marah. Dan benar saja, malah sambil menggoda Rasti meloloskan ikatan di handuknya dan dengan pelan menelanjangi dirinya.

“Hihihi.. Tante udah hafal mah maunya kalian, yuk ah buruan Tantenya dimesumin..” Tantangnya sambil menggabungkan diri di tengah-tengah mereka tanpa canggung.

Seakan mau pecah jantung mereka rasanya. Belum pernah mereka sedekat dan secabul ini dengan Rasti, dan sebenarnya Rasti sendiri pun tidak seperti biasanya ia melayani tamu-tamunya, kali ini ada sedikit canggung yang ia rasakan. Faktor utama jelaslah karena ada Tedi, anak sulungnya di situ.

Rasti menyalakan shower dan mengambil sejumput sabun cair di tangannya.

“Ayo, ngocoknya nanti dulu, kasihan tu belum basah, belum licin.. nanti lecet lho..” Ucapnya menggoda, bersiap menyabuni mereka satu persatu.

Tidak disangka Jaka tiba-tiba menubruk tubuh Rasti dan memeluknya erat di bawah shower.

“Tante..!” Ucap Jaka gemas. Jaka adalah yang paling pendek di antara mereka, tingginya tidak lebih dari pundak Rasti. Ya, dia sangat pendek sehingga dengan memeluk Rasti dari depan, kepalanya tepat di dada Rasti. Jaka pun membenamkan kepalanya di payudara Rasti yang sangat lembut dirasakannya.

“Aduh Jaka sayaang..”

Bukan hanya tidak keberatan, dengan tersenyum Rasti malah memanggil Jaka dengan sebutan sayang dan balas memeluknya, sambil mulai membalurkan sabun di tangannya ke punggung Jaka.

Usapan tangan Rasti begitu lembut dirasakan Jaka yang juga mengusap-usap punggung Rasti. Ah, setiap jengkal kulit Rasti benar-benar terasa halus dan licin. Mulutnya kini mengecupi dan menjilat-jilat seluruh permukaan gunung kembar Rasti tanpa henti. Kepalanya digeleng-gelengkan saking gemasnya dengan kenyamanan payudara itu.

Rasti tertawa kegelian karenanya, dan tawanya itu justru makin menggemaskan bagi Jaka.

Seluruh darah di tubuh Jaka seakan tidak mau berhenti mengalir ke ujung penisnya yang sedari tadi sebenarnya sudah tegang mentok, walhasil rasanya benar-benar seakan ingin meledak alat vitalnya itu. Jaka pun mendesah-desah tak karuan. Ah, betapa baiknya Rasti yang mengijinkannya mengakses tubuhnya sejauh itu.

Tapi tetap saja, Rasti menghalau penis Jaka yang menyundul-nyundul memeknya. Memang saking pendeknya tubuh Jaka, penisnya mengacung tepat di bawah selangkangan Rasti yang sudah basah. Karna Jaka memeluk tubuh Rasti erat, maka penisnya pun menyelinap di antara kedua paha Rasti, tepat di bawah liang vaginanya.

Karna bentuk penisnya yang melengkung ke atas, ditambah dengan ketegangannya yang sedang maksimal penis Jaka pun seakan hendak dengan mudahnya menyeruak masuk ke lubang idaman milik Rasti itu. Jaka pun bisa merasakan kulit luar, belahan vagina Rasti di penisnya. Termasuk merasakan tekstur karna bulu-bulu halus yang menghiasinya. Tidak tergambarkan perasaan Jaka saat itu. Maka Rasti tidak mau ambil resiko, tangannya mengarah ke bawah untuk menghalau penis Jaka.

“Wah, ternyata bisa segede ini ya..? Hihihi..” Ucap Rasti yang agak terkejut juga ketika berhasil menangkap penis Jaka yang ternyata penuh sekali di genggamannya.

Jaka meringis melepaskan pelukannya dari tubuh Rasti untuk melihat bagaimana Mama temannya itu menggenggam dan memainkan penisnya.

“Hihihi.. Keras bangeet.. panas lagi..?” Ucap Rasti gemas sambil mengerling manja.

Tangannya kini mengocok-ngocok pelan penis Jaka yang mungkin seumur hidup inilah ketegangan paling puncak yang pernah dialami penis remaja tanggung ini. Begitu juga karna darah yang mengalir deras ke ujung penis itu membuatnya terasa panas.

“Iih bener-bener kayak tongkat! Kerass!” Ucap Rasti girang seperti menemukan mainan baru.

Ucapan Rasti itu benar-benar terdengar bagai pujian bagi Jaka. Wajahnya besemu merah, mulutnya mendesah-desah. Tangannya pun aktif meremas-remas payudara Rasti, dan Rasti tidak melarangnya. Justru remasan Jaka itu juga menaikkan libidonya lebih tinggi lagi.

Dengan tatapan syahdu, Rasti menatap mata Jaka, bibirnya merekah mengeluarkan desahan tipis sementara tangannya masih sibuk mengocok penis Jaka pelan. Ini hanyalah salah satu jurus Rasti untuk membuat pria lawan mainnya belingsatan takluk pada pesonanya. Apalagi Jaka, jurus ini pun benar-benar ‘mematikan’ bagi dia.

“Tantee.. oohh..!” desahnya meninggi, gelombang klimaksnya mendekat.

Tapi Rasti benar-benar lonte professional, dengan sigap dia melepas penis Jaka, tangannya beralih menggerayangi tubuh Jaka sebelum kemudian memeluknya lagi.

“Sssttt.. sayang..” Ucapnya mengecup bibir Jaka. Gelombang itu mereda.

“Jangan keluar dulu.. masih sore.. hihihi..” goda Rasti.

Ah sungguh menggemaskan, Jaka nekat mencaplok dan mengulum bibir Rasti. Betapa leganya gelombang orgasmenya bisa ditunda. Ya, ini belum lagi semenit! Apa jadinya kalau penisnya sudah ngecrot duluan.

Rasti berpaling ke Riko dan Romi, “Hehehe.. Kalian kok diam aja?” Godanya tanpa melepaskan pelukannya pada Jaka.

Wajah Riko dan Romi benar-benar ngenes sampai geli Rasti melihatnya.

“Ha.. habis Tante langsung asyik sama Jaka..” Ucap Romi lugu.

“Terus kaliannya ngapain tuh? Nunggu giliran? Hihihi..” Goda Rasti lagi masih geli.

“Yyy.. Yaa..” Riko menjawab ragu.

Bagaimana dengan Tedi?

“Aah kalian kalah set nih sama Jaka.. Dia berani agresif duluan.. Kalian sih tadi malu-malu. Tante kan sukanya sama cowok agresif.” Ucap Rasti, sambil sekali-kali mengecup Jaka yang kege-eran.

Keduanya masih berpelukan, dan penis Jaka menyundul-nyundul memek Rasti lagi.

“Tuh liat nih kontol temenmu ini dari tadi sudah ngetuk-ngetuk pintu memek Tante.. Mmm kasih masuk gak ya..?”

Duh nakal sekali Rasti, kalau sudah menggoda untuk masalah yang satu ini benar-benar menyiksa Jaka yang cuma bisa meringis. Jaka tidak mau terlalu antusias terpancing godaan Rasti ini. Dia tahu Mamanya Tedi ini tidak akan membiarkan dirinya dientot olehnya. Tapi penasaran dan teramat gemas juga mendengarnya.

Riko dan Romi masih berdiri canggung bingung harus berbuat apa. Benar-benar seperti robot yang sudah terprogram, tangan kanan mereka dari tadi tidak henti melakukan coli sambil hanya menonton.

“Kalau mau nunggu giliran ya selamat menunggu ya.. Tante mau main terus sama Jaka. Masih lama nih. Jangan salahin Tante ya kalau kalian ngecrot duluan..” Ledek Rasti gemas melihat mereka.

Duh, kita harus ngapain nih sama maunya Tante Rasti ini? Sama-sama bingung Riko dan Romi berpandangan.

Sementara Rasti dan Jaka sudah mulai panas lagi berpagutan.

“Aahh..”

Setelah beberapa saat Rasti menyudahi lumatannya pada lidah Jaka. Capek juga berpagutan dengan pria yang lebih pendek darinya. Hahaha.. Dasar Jaka pendek. Rasti kini merangkul kepala Jaka dan mengarahkannya lagi ke dadanya. Dengan antusias Jaka mencaplok putting susu Rasti yang mencuat menantang.

“Oohh.. Jaka.. Jangan digigit, aduh.. hihihi.. Aah geli dong..” Desah Rasti menggelinjang-gelinjang.

Benar-benar pemandangan yang memanjakan mata Riko dan Romi, tapi.. duh, geregetan juga mereka melihatnya. Pengeenn..! Begitulah jeritan hati mereka.

“Kamu mau minum susu Tante sayang?” Tawar Rasti pada Jaka.

“Bb.. boleh Tante?”

“Hihihi.. Makanya jangan digigit ya, coba deh disedot aja.. kalo kamu suka, boleh kok minum sepuasnya.. Gak akan habis kok..”

Tanpa banyak kata, Jaka pun langsung mengenyot putting susu Rasti penasaran. Benarlah, air susu Rasti mengalir keluar deras ke rongga mulutnya dan tertelan olehnya.

“Uhhuukk.. uhukk..” Konyol, saking semangatnya Jaka malah kaget dan tersedak.

Jelas Rasti tertawa geli dibuatnya. Dipeluknya Jaka dan dielus-elus rambutnya.

“Pelan-pelan dong sayang minumnya..” Ucapnya lembut bagai pada anaknya sendiri.

Seiring dengan Jaka yang mulai menghisap susunya lagi dan terbiasa, Rasti menoleh gemas lagi pada Riko dan Romi.

“Kalian ini.. Hihihi.. Masih betah nunggu?”

Riko dan Romi tersipu, canggung harus menjawab apa.

“Ayo dong, Tantenya diperebutkan! Kalian rela nih Jaka aja yang mesumin Tante dari tadi..?” Ucap Rasti gemas.

Baru sadar Riko dan Romi dengan permainan Rasti ini. Meskipun begitu, sejenak ada keraguan untuk melangkah. Tapi sejurus kemudian, dengan gerakan yang bersamaan mereka menyerbu Rasti yang masih dicumbu oleh Jaka. Walhasil terjadilah adegan ‘perebutan piala’ yang seru. Inilah yang dimaui Rasti.

Jaka yang sebagai ‘juara bertahan’ spontan mempererat pelukannya di tubuh Rasti, sementara Riko dan Romi saling menyikut berlomba merebut tubuh Rasti lebih dulu dari tangan Jaka.

“Adduuhh.. aduuhh..! Aahh.. Hihihi.. Aah, pelan-pelan..!” Rasti menjerit-jerit manja dan girang.

Karna tubuhnya dan tubuh Jaka sama-sama basah oleh air dan licin karna sabun, dengan mudah Riko yang lebih dulu berhasil menarik Rasti dari pelukan Jaka. Rasti pun menyambut memeluk Riko, tapi hanya sepersekian detiknya kini Romi merangsek, tidak tinggal diam Jaka memeluk Rasti dari belakang. Penisnya diselipkan ke jepitan pangkal paha Rasti, dan mulai mengocoknya.

“Aauuw.. Aah Jaka.. awas lho..!” Rasti mengingatkan khawatir sekali karna gerakan penis Jaka maju mundur dengan cepat tepat di bawah vaginanya.

Kini posisi Jaka benar-benar terlihat seperti sedang ngentotin Rasti dari belakang. Dengan bentuk penis yang melengkung ke atas, berkali-kali ujung penis Jaka itu menyundul-nyundul bibir vagina Rasti. Dengan satu dorongan lebih jauh saja penis itu pasti dengan mudah menyeruak masuk ke dalamnya.

Rasti kini sudah banjir deras. Klitorisnya yang mengeras dan mencuat kencang jadi sering tersentil-sentil oleh ujung penis Jaka. Rasti benar-benar horny berat dan merasakan gatal yang super di seluruh permukaan liangnya.

Betapa nikmatnya jika penis Jaka itu masuk dan menggesek-gesek dinding vaginanya. Tapi Rasti berusaha keras menahan diri. Permainan untuk tetap membuat para remaja ini menunggu sampai 18 th lebih menarik bagi Rasti.

Sekali lagi tangan Rasti menghalau penis Jaka dari selangkangannya dan mengocoknya pelan sebentar lalu melepasnya lagi.


BERSAMBUNG..

SELANJUTNYA..

Seri 3 - Mamah Muda BINAL OPEN BO

Klik Nomor untuk lanjutannya
cerita sex yes, fuck my pussy. good dick. Big cock. Yes cum inside. lick my nipples. my tits are tingling. drink my breast. milk nipples. play with my big tits. fuck my vagina until I get pregnant. play "Adult sex games" with me. satisfy your cock in my wet vagina. Asian girl hottes gorgeus. lonte, lc ngentot live, pramugari ngentot, wikwik, selebgram open BO,cerbung,cam show, naked nude,
x
x