SEBELUMNYA..
Seri 1 - Mamah Muda BINAL OPEN BO
Benar saja, hanya dua hari kemudian, Riko, Romi dan Jaka kembali datang main ke rumah Rasti. Katanya sih mau bikin PR bareng Tedi, tapi Rasti yakin kalau tujuan utama mereka datang ke sini untuk ngacengin dia saja. Bikin PR sih nomor dua.
Tentu saja, siapa sih yang tidak mau menghabiskan waktu berlama-lama di rumahnya Rasti? Udah mama temannya itu sangat ramah, baik, cantik dan seksi pula. Tiap main ke sana perut mereka pasti selalu kekenyangan disuguhi makanan oleh Rasti. Mata mereka juga selalu dimanjakan oleh penampilan Rasti yang selalu berpakaian minim, bahkan kadang bertelanjang bulat.
“Udah selesai belum bikin Pe-Er nya? Udah malam lho.. masak dari sore sampai malam gini belum selesai-selesai juga sih?” tanya Rasti sambil menyusui si bungsu.
“Eh, i..iya.. bentar lagi selesai kok tante.. iya kan Ted?”
“Iya Ma.. ini bentar lagi selesai” jawab Tedi.
“Oohh.. ya sudah. Bikin yang bener.. jangan asik bergurau terus”
“I..iya tante..” jawab mereka serempak. Mereka memang sengaja berlama-lama, rugi kalau cepat-cepat selesai dan pulang dari sini.
“Tok tok tok” tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu depan.
Awalnya Rasti mengira kalau itu Norman, tapi setelah pintu dibuka ternyata tidak. Ada pak RT dan empat orang lainnya di depan pintu. Salah satunya dia kenali sebagai pak Rahmat, anggota dewan suami dari ibu-ibu tetangga yang dibikin kesal oleh Rasti beberapa hari yang lalu.
Rasti tidak tahu kalau aksi bugi di jalannya berbuntut panjang. Ibu tetangga itu tidak terima dan memprovokasi suaminya untuk bertindak. Tentu dengan ancaman akan membeberkan ulah suaminya ke media supaya suaminya itu menurut.
“Malam non Rasti..” sapa pak RT.
“Malam pak, ada apa ya?” balas Rasti.
Dia menemui mereka dengan pakaian yang minim seperti biasa. Membuat mereka mupeng dan tidak jadi to the point menyampaikan maksud kedatangan mereka ke mari.
“Eh.. anu.. itu..” gagap pak RT tidak tahu bagaimana mengatakannya.
Si anggota dewan malah langsung nyosor menciumi Rasti. Yang lain jadi saling berpandang-pandangan. Mencoba mengingatkan pak Rahmat sambil mencolek-colek.
“Pak.. Gimana dengan tujuan kita?” bisik mereka.
“Haduh.. habis ini saja, kita garap dulu ni lonte.. mubazir amat, daging segar di depan mata,” bisik pak Rahmat.
“Tapi pak..”
“Daaaah.. nurut aja lo semua, muna banget lo? Ga ngaceng apa? kalau kita to the point bisa jadi gak ada kesempatan lagi make ni lonte!”
Akhirnya mereka nurut saja. Memang di antara mereka pak Rahmat lah yang paling berkuasa. Sehingga mereka segan bila tidak mematuhi keinginannya.
“Ada apa sih Pak bisik-bisik? Ada yang salah ya?” tanya Rasti heran.
“Hehe, gak ada kok sayang.. boleh kita masuk?” pinta pak Rahmat.
“Boleh.. silahkan bapak-bapak..” ujar Rasti.
Baru saja mereka masuk, mereka langsung nyosor beramai-ramai menciumi Rasti di depan teman-teman Tedi dan anak-anaknya. Mereka lalu bergegas menyeret Rasti ke dalam kamarnya lalu menutup pintu.
Rasti tidak dapat berbuat banyak karena langsung dikeroyok para pejabat bejat ini. Dientotin tiba-tiba seenaknya tanpa ngomong terlebih dahulu, padahal tadi si kecil Bobi belum selesai menyusu, terpaksa anaknya itu ditinggalkan begitu saja di atas sofa. Meskipun begitu, Rasti tetap melayani mereka sepenuh hati.
Rasti digilir oleh mereka berlima. Namun tidak sampai satu jam kelima pejabat itu sudah K.O. semua. Satu orang paling lama hanya bertahan 10 menit. Pak Rahmat malah cuma 3 menit, udah badannya paling gede, paling bernafsu, tapi burungnya paling kecil dan yang paling cepat ngecrot pula, gumam Rasti dalam hati ingin tertawa.
Merekapun kembali ke ruang tamu setelah selesai mengosongkan isi kantong zakar mereka. Saat disuguhi air putih dingin oleh Rasti, barulah dengan kurang ajarnya mereka mengutarakan maksud, bahwa para ibu-ibu komplek tidak nyaman dengan adanya Rasti. Mereka meminta Rasti pindah dari situ.
“Lho? Kok gitu sh pak..!??” Rasti jelas tidak terima, dia membela diri. Dia yakin tidak melanggar hukum. Itu rumah miliknya secara sah. Rasti juga warga sah di daerah itu.
“Bukannya pak RT yang membuatkan saya semua surat-surat penduduk yang diperlukan, serta menjamin keberadaan saya aman di sini?” kata Rasti mengingatkan pak RT.
Pak RT diam saja tidak berani memandang wajah Rasti, begitupun yang lainnya. Semua kena damprat Rasti karena semua yang ada di sana pernah Rasti layani dengan cuma-cuma.
“Benar kan pak? Jadi salahnya dimana?”
“Ya.. ya.. itu non.. Ibu-ibu banyak yang protes,” ungkap pak RT.
“Memangnya ibu-ibu mana sih pak yang melapor?” tanya Rasti lagi.
Rasti yakin ibu-ibu yang dimaksud tidak mewakili semua. Karena komplek ini memang komplek yang cukup mewah yang hampir semua penduduknya hedonis dan tidak peduli satu sama lain. Tedi dan teman-temannya yang dari tadi diam-diam menguping ikut merasa tegang dengan suasana pelik ini.
Rasti bersikukuh bahwa dia tidak melanggar apapun. Dia tidak mau tahu. Semua orang itu akhirnya tidak bisa membantah Rasti dan bingung harus berbuat apa. Karena mereka dulu berjanji akan melindungi Rasti setelah dibayar dengan tubuhnya. Akhirnya merekapun hanya bisa mengalah dan pasrah, mereka berjanji akan tetap menjamin keberadaan Rasti untuk seterusnya di sini.
“Ya sudah non.. maaf mengganggu. Kami yang salah..” ujar mereka hanya bisa meminta maaf pada akhirnya. Mereka lalu berpamitan.
“Bentar pak.. biaya servisnya??” tahan Rasti menagih biaya servisnya saat mereka hendak pulang.
Rasti memang beberapa kali menggratiskan servisnya untuk mereka, tapi tidak untuk selamanya. Rasti juga punya gengsi, apalagi setelah kejadian barusan.
Makin malulah mereka yang ternyata kebingungan karena tidak menyiapkan uang. Mereka saling menyalahkan karena memang tidak berencana memakai Rasti. Itupun setelahnya mereka beranggapan bakal dapat gratisan lagi karena mengira Rasti butuh pertolongan mereka untuk tetap bisa tinggal di komplek itu. Namun asumsi mereka keliru, dan betapa malunya ketika uang yang mereka bawa tidak cukup.
“A..anu.. bo..boleh ngutang kan Rasti, hehe..” mohon pak Rahmat dan yang lainnya.
“Huh, ya sudah, boleh deh.. Pejabat kok ngutang sih? Giliran setor peju tunai..” ujar Rasti dengan nada mengejek, yang membuat mereka semakin malu dan garuk-garuk kepala.
Akhirnya merekapun pulang dengan malu.
Rasti memang merasa lega karena merasa menang, tapi tetap saja itu mengganggu pikirannya.
Setelah Rasti menutup pintu dan terduduk di sofa, Tedi sebagai anak laki-laki tertua menghampiri Rasti. Tedi mencoba mendiskusikan apa yang baru saja terjadi dan beberapa kemungkinan buruk lainnya. Teman-teman Tedi ikutan nimbrung, tapi cuma jadi pendengar setia.
“Gak apa kok sayang.. udah.. kamu gak usah khawatir..” ujar Rasti menenangkan Tedi. Meyakinkan putra sulungnya itu bahwa semua akan baik-baik saja.
“Mama malam ini jangan terima tamu dulu deh..” Saran Tedi.
Rasti mengangguk.
“Iya.. ini mama cancel 2 tamu yang rencananya mau datang malam ini.. Udah gih sana lanjutin bikin PR kalian”
***
Hari semakin malam, anak-anak Rasti selain Tedi sudah mulai tidur. Norman sendiri tampaknya tidak akan pulang malam ini.
Gara-gara kejadian tadi, teman-teman Tedi mulai menanyakan beberapa hal lagi pada Rasti. Terutama mereka penasaran bagaimana awalnya Rasti bisa tinggal di komplek ini dan memperoleh surat-surat penduduk yang sah.
“Aduh.. kalian ini minta didongengin lagi ya? Udah selesai belom PR-nya?” tanya Rasti.
“Udah kok tante..”
“Terus apa gak mau pulang? Ntar kemalaman lho.. atau mau nginap lagi di sini?” tanya Rasti lagi.
“Gak boleh ya tante?”
“Tante sih gak papa, tapi gimana orangtua kalian?”
“Gak apa kok tante, udah biasa kalau aku” jawab Jaka.
“Kalau aku tadi udah bilang mau nginap di rumah teman tante” kata Riko.
“Aku juga..” ikut Romi.
Tentu saja, siapa sih yang tidak mau menghabiskan waktu berlama-lama di rumahnya Rasti? Udah mama temannya itu sangat ramah, baik, cantik dan seksi pula. Tiap main ke sana perut mereka pasti selalu kekenyangan disuguhi makanan oleh Rasti. Mata mereka juga selalu dimanjakan oleh penampilan Rasti yang selalu berpakaian minim, bahkan kadang bertelanjang bulat.
“Udah selesai belum bikin Pe-Er nya? Udah malam lho.. masak dari sore sampai malam gini belum selesai-selesai juga sih?” tanya Rasti sambil menyusui si bungsu.
“Eh, i..iya.. bentar lagi selesai kok tante.. iya kan Ted?”
“Iya Ma.. ini bentar lagi selesai” jawab Tedi.
“Oohh.. ya sudah. Bikin yang bener.. jangan asik bergurau terus”
“I..iya tante..” jawab mereka serempak. Mereka memang sengaja berlama-lama, rugi kalau cepat-cepat selesai dan pulang dari sini.
“Tok tok tok” tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu depan.
Awalnya Rasti mengira kalau itu Norman, tapi setelah pintu dibuka ternyata tidak. Ada pak RT dan empat orang lainnya di depan pintu. Salah satunya dia kenali sebagai pak Rahmat, anggota dewan suami dari ibu-ibu tetangga yang dibikin kesal oleh Rasti beberapa hari yang lalu.
Rasti tidak tahu kalau aksi bugi di jalannya berbuntut panjang. Ibu tetangga itu tidak terima dan memprovokasi suaminya untuk bertindak. Tentu dengan ancaman akan membeberkan ulah suaminya ke media supaya suaminya itu menurut.
“Malam non Rasti..” sapa pak RT.
“Malam pak, ada apa ya?” balas Rasti.
Dia menemui mereka dengan pakaian yang minim seperti biasa. Membuat mereka mupeng dan tidak jadi to the point menyampaikan maksud kedatangan mereka ke mari.
“Eh.. anu.. itu..” gagap pak RT tidak tahu bagaimana mengatakannya.
Si anggota dewan malah langsung nyosor menciumi Rasti. Yang lain jadi saling berpandang-pandangan. Mencoba mengingatkan pak Rahmat sambil mencolek-colek.
“Pak.. Gimana dengan tujuan kita?” bisik mereka.
“Haduh.. habis ini saja, kita garap dulu ni lonte.. mubazir amat, daging segar di depan mata,” bisik pak Rahmat.
“Tapi pak..”
“Daaaah.. nurut aja lo semua, muna banget lo? Ga ngaceng apa? kalau kita to the point bisa jadi gak ada kesempatan lagi make ni lonte!”
Akhirnya mereka nurut saja. Memang di antara mereka pak Rahmat lah yang paling berkuasa. Sehingga mereka segan bila tidak mematuhi keinginannya.
“Ada apa sih Pak bisik-bisik? Ada yang salah ya?” tanya Rasti heran.
“Hehe, gak ada kok sayang.. boleh kita masuk?” pinta pak Rahmat.
“Boleh.. silahkan bapak-bapak..” ujar Rasti.
Baru saja mereka masuk, mereka langsung nyosor beramai-ramai menciumi Rasti di depan teman-teman Tedi dan anak-anaknya. Mereka lalu bergegas menyeret Rasti ke dalam kamarnya lalu menutup pintu.
Rasti tidak dapat berbuat banyak karena langsung dikeroyok para pejabat bejat ini. Dientotin tiba-tiba seenaknya tanpa ngomong terlebih dahulu, padahal tadi si kecil Bobi belum selesai menyusu, terpaksa anaknya itu ditinggalkan begitu saja di atas sofa. Meskipun begitu, Rasti tetap melayani mereka sepenuh hati.
Rasti digilir oleh mereka berlima. Namun tidak sampai satu jam kelima pejabat itu sudah K.O. semua. Satu orang paling lama hanya bertahan 10 menit. Pak Rahmat malah cuma 3 menit, udah badannya paling gede, paling bernafsu, tapi burungnya paling kecil dan yang paling cepat ngecrot pula, gumam Rasti dalam hati ingin tertawa.
Merekapun kembali ke ruang tamu setelah selesai mengosongkan isi kantong zakar mereka. Saat disuguhi air putih dingin oleh Rasti, barulah dengan kurang ajarnya mereka mengutarakan maksud, bahwa para ibu-ibu komplek tidak nyaman dengan adanya Rasti. Mereka meminta Rasti pindah dari situ.
“Lho? Kok gitu sh pak..!??” Rasti jelas tidak terima, dia membela diri. Dia yakin tidak melanggar hukum. Itu rumah miliknya secara sah. Rasti juga warga sah di daerah itu.
“Bukannya pak RT yang membuatkan saya semua surat-surat penduduk yang diperlukan, serta menjamin keberadaan saya aman di sini?” kata Rasti mengingatkan pak RT.
Pak RT diam saja tidak berani memandang wajah Rasti, begitupun yang lainnya. Semua kena damprat Rasti karena semua yang ada di sana pernah Rasti layani dengan cuma-cuma.
“Benar kan pak? Jadi salahnya dimana?”
“Ya.. ya.. itu non.. Ibu-ibu banyak yang protes,” ungkap pak RT.
“Memangnya ibu-ibu mana sih pak yang melapor?” tanya Rasti lagi.
Rasti yakin ibu-ibu yang dimaksud tidak mewakili semua. Karena komplek ini memang komplek yang cukup mewah yang hampir semua penduduknya hedonis dan tidak peduli satu sama lain. Tedi dan teman-temannya yang dari tadi diam-diam menguping ikut merasa tegang dengan suasana pelik ini.
Rasti bersikukuh bahwa dia tidak melanggar apapun. Dia tidak mau tahu. Semua orang itu akhirnya tidak bisa membantah Rasti dan bingung harus berbuat apa. Karena mereka dulu berjanji akan melindungi Rasti setelah dibayar dengan tubuhnya. Akhirnya merekapun hanya bisa mengalah dan pasrah, mereka berjanji akan tetap menjamin keberadaan Rasti untuk seterusnya di sini.
“Ya sudah non.. maaf mengganggu. Kami yang salah..” ujar mereka hanya bisa meminta maaf pada akhirnya. Mereka lalu berpamitan.
“Bentar pak.. biaya servisnya??” tahan Rasti menagih biaya servisnya saat mereka hendak pulang.
Rasti memang beberapa kali menggratiskan servisnya untuk mereka, tapi tidak untuk selamanya. Rasti juga punya gengsi, apalagi setelah kejadian barusan.
Makin malulah mereka yang ternyata kebingungan karena tidak menyiapkan uang. Mereka saling menyalahkan karena memang tidak berencana memakai Rasti. Itupun setelahnya mereka beranggapan bakal dapat gratisan lagi karena mengira Rasti butuh pertolongan mereka untuk tetap bisa tinggal di komplek itu. Namun asumsi mereka keliru, dan betapa malunya ketika uang yang mereka bawa tidak cukup.
“A..anu.. bo..boleh ngutang kan Rasti, hehe..” mohon pak Rahmat dan yang lainnya.
“Huh, ya sudah, boleh deh.. Pejabat kok ngutang sih? Giliran setor peju tunai..” ujar Rasti dengan nada mengejek, yang membuat mereka semakin malu dan garuk-garuk kepala.
Akhirnya merekapun pulang dengan malu.
Rasti memang merasa lega karena merasa menang, tapi tetap saja itu mengganggu pikirannya.
Setelah Rasti menutup pintu dan terduduk di sofa, Tedi sebagai anak laki-laki tertua menghampiri Rasti. Tedi mencoba mendiskusikan apa yang baru saja terjadi dan beberapa kemungkinan buruk lainnya. Teman-teman Tedi ikutan nimbrung, tapi cuma jadi pendengar setia.
“Gak apa kok sayang.. udah.. kamu gak usah khawatir..” ujar Rasti menenangkan Tedi. Meyakinkan putra sulungnya itu bahwa semua akan baik-baik saja.
“Mama malam ini jangan terima tamu dulu deh..” Saran Tedi.
Rasti mengangguk.
“Iya.. ini mama cancel 2 tamu yang rencananya mau datang malam ini.. Udah gih sana lanjutin bikin PR kalian”
***
Hari semakin malam, anak-anak Rasti selain Tedi sudah mulai tidur. Norman sendiri tampaknya tidak akan pulang malam ini.
Gara-gara kejadian tadi, teman-teman Tedi mulai menanyakan beberapa hal lagi pada Rasti. Terutama mereka penasaran bagaimana awalnya Rasti bisa tinggal di komplek ini dan memperoleh surat-surat penduduk yang sah.
“Aduh.. kalian ini minta didongengin lagi ya? Udah selesai belom PR-nya?” tanya Rasti.
“Udah kok tante..”
“Terus apa gak mau pulang? Ntar kemalaman lho.. atau mau nginap lagi di sini?” tanya Rasti lagi.
“Gak boleh ya tante?”
“Tante sih gak papa, tapi gimana orangtua kalian?”
“Gak apa kok tante, udah biasa kalau aku” jawab Jaka.
“Kalau aku tadi udah bilang mau nginap di rumah teman tante” kata Riko.
“Aku juga..” ikut Romi.
“Hahaha.. iya deh iya.. Dasar, kalian emang udah niat pengen nginap di sini lagi ternyata” kata Rasti sambil tertawa renyah.
“Sana, ganti dulu bajunya, masa dari tadi pake seragam sekolah terus, ntar kotor.. Besok kalian sekolah kan? Ted, pinjamin mereka baju kamu ya sayang” suruh Rasti pada anak sulungnya.
“Iya ma..”
“Terus habis itu kalian tidur ya.. kalau kemalaman ntar malah ngantuk besok pagi,” suruh Rasti kemudian.
“Yaahhh.. ceritain dulu dong tante yang tadi..” pinta Romi.
“Cerita apaan sih?”
“Itu.. gimana awalnya tante bisa tinggal di sini, ngurusin surat-surat, awal ngelonte di sini, hehehe” terang Romi mengingatkan.
“Ampun deh kalian ini, kalian ini mau tahu aja? atau mau tahu banget sih?”
“Ya penasaran aja tante.. Pokoknya kami gak mau tidur sebelum tante cerita,” pinta mereka ngotot.
“Hah? Dasar.. kok ngotot gitu sih? Ya sudah tante cerita, tapi habis itu kalian harus segera tidur ya? Besok kalian sekolah” kata Rasti akhirnya setuju.
“Ceritanya di kamar kami aja tante.. sambil pengantar tidur” pinta Jaka.
“Nah lho.. kok di kamar sih? Hayo mau ngapain? Pasti pengen cari-cari kesempatan, ya kan?” tebak Rasti sambil senyum-senyum manis menggoda para remaja itu.
“Ng..nggak ngapa-ngapain kok tante, cuma pengen dengar cerita tante aja kok..” jawab mereka tergagap.
Mereka jadi salah tingkah. Memang benar tebakan Rasti, selain penasaran dengan cerita ibu teman mereka ini, mereka juga ingin coba-coba cari kesempatan, siapa tahu dapat.
“Iya deh iya.. Yuk deh, tapi ganti baju dulu sana, baru tante bakal kasih dongeng sebelum tidur buat kalian,” ucap Rasti sambil tersenyum. Senyum yang amat sangat manis. Senyum yang juga membuat penis mereka tegang bukan main di balik celana.
Mereka yang tidak sabaran langsung masuk ke kamar Tedi, berganti baju lalu menunggu Rasti. Namun Tedi sendiri tidak tidur di sana, dia memilih tidur di kamar lain bersama adek-adeknya. Tidak nyaman juga rasanya mendengar ibunya bercerita.
Saat Rasti masuk, mama temannya ini langsung merangkak ke tengah tempat tidur, lalu duduk bersandar. Dia senyum-senyum manis lagi pada mereka bertiga, tentu saja membuat mereka jadi tambah mupeng. Ooh.. inikah sensasi saat ada wanita cantik menunggu di ranjang? gumam mereka dalam hati.
“Sini.. katanya mau bobok..??” panggil Rasti sambil menepuk-nepuk ranjang sebagai isyarat agar mereka bertiga segera ikutan naik.
Tentu saja mereka langsung nurut. Ibu muda cantik itu kini dikelilingi oleh ketiga teman anaknya. Rasti sendiri cuma memakai sehelai piyama tanpa ada apa-apa lagi di baliknya.
Teman-teman Tedi begitu senang, jantung mereka berdetak cepat, penis mereka ngaceng pol. Kapan lagi kan bisa tiduran seranjang dengan Rasti, ibu teman mereka yang super cantik dan hot ini. Tapi tentunya mereka tidak berpikir untuk berbuat macam-macam dulu saat ini, bisa-bisa mereka malah kena usir.
“Jadi gimana ceritanya tante?” tanya Jaka mulai mengambil posisi tidur, begitupun dua temannya.
Rasti lalu mulai bercerita layaknya cerita pengantar tidur.
Waktu itu dia membeli rumah di situ karena memang berharap penduduk sekitar yang hedonis dan cuek tidak akan mempermasalahkan keberadaannya. Saat dia mulai menempati rumah itu, ia tidak langsung mengurus surat-surat, tapi sudah mulai melonte.
“Sama siapa tante pertama? Pak RT?” tanya Jaka menyela.
“Bukaaan.. tante gak ingat siapa orangnya, tante cuma ingat kalau waktu itu dia muncratnya di dalam, hehe..” jawab Rasti nakal sambil memeletkan lidah. Duh, baru mendengar itu saja mereka sudah mupeng.
“Tante baru ngurus KTP sama pak RT setelah 3 minggu di sini..” sambungnya lagi.
“Ooh.. dia langsung ngentotin tante di depan anak-anak tante nggak?” kata Jaka lagi-lagi menyela.
“Ya nggak langsung gitu juga kali.. Ih, kamu ini. Kan tante yang datang ke tempatnya pak RT, bukan dia yang datang ke rumah tante”
“Ohhh.. gitu”
Rastipun melanjutkan ceritanya lagi. Waktu itu dia ditanyai pak RT tentang keluarganya, pekerjaan, jumlah anak, dan yang lainnya.
==FLASHBACK RASTI DAN PAK RT==
“Mmm maaf.. non Rasti pekerjaannya apa ya..?” Tanya pak RT ketika itu ragu-ragu.
“Wiraswasta pak..”
“Ooh.. mmm wiraswastanya apa ya..?”
“Kenapa memangnya pak?”
“Ng.. nggak.. soalnya bapak lihat.. mm.. Oh ya, suami non yang mana ya?”
“Yang mana?” Rasti mulai kegelian dengan tingkah pak RT yang malu-malu. Dia bisa menebak arah pertanyaan pak RT.
“Ya, yang mana? Soalnya saya lihat banyak laki-laki yang..”
“Mmm, iya, semua bukan suami saya pak, saya ga punya suami”
“Oooh.. mm.. jadi..”
“Saya lonte pak..” jawab Rasti santai.
Pak RT langsung memerah mukanya mendengar jawaban Rasti yang terus terang. Rasti tertawa kecil melihatnya. Pak RT makin memerah, dia menengok kanan kiri memastikan ruangannya benar-benar sepi.
“Ja..jadi.. untuk pekerjaannyaa..?” tanya pak RT setelah menengok kanan kiri memastikan ruangan benar-benar sepi.
“Ya, tulis saja di situ ‘lonte’ kalau memang bisa..?” Jawab Rasti geli menekankan kata lonte. Yang dimaksud adalah kolom pekerjaan di KTP.
“Aduuh.. jangan bu, eh, non.. mm saya tulis wiraswasta aja yah..?”
“Lha iya kan dari tadi saya sudah bilang itu pak..” Jawab rasti cekikikan geli.
Pak RT hanya nyengir sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia benar-benar terlihat bingung dan salah tingkah bagaimana harus bereaksi. Akhirnya dia memilih untuk menganggapnya biasa saja.
Setelah semua urusan selesai, Rastipun berpamitan ingin pulang.
“A..anu non.. tadi serius?” tanyanya malu-malu.
“Apanya pak?”
“I..itu.. soal lonte..”
“Ya serius dong pak, masa saya bercanda soal begituan..”
“Oh.. ya.. ya sudah.. mmm.. Baik”
“Mari pak..”
“Ma..mari.. eeh, anu non.. sebentar”
“Ada apa lagi pak?”
“Mmm.. a..anu.. be..berapa yah non?” tanya pak RT. Rasti tertawa lepas yang membuat pak RT makin merah padam mukanya.
“Kalau bapak mau silahkan datang aja malam ini.. Bisa? Soal tarif nanti saja lah, masa diobrolin di sini, hihihi.. Jangan khawatir pak.. saya lagi promo kok.. nanti diskon super spesial deh buat bapak..” jawab Rasti.
==FLASHBACK RASTI DAN PAK RT END==
“Nah.. akhirnya malamnya tante dientotin pak RT deh,” ujar Rasti pada teman-teman Tedi.
“Di depan anak-anak tante?” tanya Jaka lagi.
“Iya.. seperti yang kamu bilang, tante dientotin di depan anak-anak tante, hihihi.. puas? Kok kayaknya kamu suka banget sih kalau dengar tante dientotin di depan anak-anak tante? Ngebayangin ya? Dasar!” tanya Rasti geli ke Jaka.
“Eh, ng..nggak kok tante.. terus tante?”
“Ya.. malam itu tante melayani pak RT dengan gratis, tentu dengan deal-deal tertentu. Terutama soal jaminan keamanan dan keberadaan tante di sini. Tapi karena tante masih butuh ngurus surat-surat lainnya, jadi tidak hanya dengan pak RT saja”
“Orang-orang yang tadi ya tante?” tanya Romi.
“Benar.. Orang kelurahan, anggota dewan, dan orang-orang terkait lainnya. Semuanya harus tante layani sampai posisi tante di komplek ini benar-benar terjamin. Iya Jaka.. Mereka juga ngentotin tante di depan anak-anak tante kok.. rame-rame pula, tuh silahkan kamu bayangin..” ujar Rasti cekikikan berkata lebih dulu sebelum Jaka bertanya. Membuat Jaka jadi cengengesan garuk-garuk kepala dibuatnya.
“Makanya tadi tante tidak terima waktu mereka tiba-tiba datang nyuruh tante pergi dari sini. Kalian setuju kan sama tante?” lanjut Rasti bertanya pada teman-teman Tedi.
“Iya tante.. udah dikasih gratis padahal” ucap Riko mengiyakan.
“Duh.. tapi enak banget yah bisa ngentotin tante gratis, hehe..” kata Jaka.
“Hayo.. horni ya?” tanya Rasti menggoda.
Selama bercerita tadi tangan mereka memang sudah masuk ke dalam balik celana. Mungkin bukan hanya karena cerita Rasti saja, tapi juga karena keberadaan Rasti yang bersama-sama dengan mereka di atas tempat tidur. Sebelumnya mana pernah mereka dekat-dekat dengan wanita cantik, di atas tempat tidur pula. Suara Rasti, ekspresi dan gaya berceritanya, serta aroma tubuhnya yang wangi, semuanya itu membuat mereka sangat konak. Peju mereka sudah terkumpul dan butuh segera untuk dikeluarkan.
“I..iya tante.. horni, hehe..”
“Horni horni.. Kalian kan yang nagih cerita porno? Mulai mesum lagi tuh kan kaliannya? Tante ini mama teman kalian juga tau, masak horni sih? gak sopan namanya..” ujar Rasti cekikikan, mereka juga cengengesan.
“Tante, kenapa sih tante jadi lonte?” tanya Romi dengan lugu, membuat Rasti tertawa lagi mendengar pertanyaan itu.
“Kamu ini.. ya karna tante suka banget dientot dong..” jawab Rasti binal. “Udah ah.. tidur sana.. Tante banyak pikiran nih..”
“Yaah tante, jam 11 malam kok baru..”
“Jam 11 malam kok baru, kalian besok sekolah tau! Awas lho kalo kalian jadi pengaruh buruk buat Tedi anak tante.. Ga bakal tante bolehin main ke sini lagi!” ancam Rasti serius tapi tetap dengan senyum manisnya.
“Hooaammm..” Rasti menguap. “Tuh, kan.. malah tante yang ngantuk.. kalian sih..” kata Rasti yang sudah kewalahan menyuruh mereka tidur.
“Sana, ganti dulu bajunya, masa dari tadi pake seragam sekolah terus, ntar kotor.. Besok kalian sekolah kan? Ted, pinjamin mereka baju kamu ya sayang” suruh Rasti pada anak sulungnya.
“Iya ma..”
“Terus habis itu kalian tidur ya.. kalau kemalaman ntar malah ngantuk besok pagi,” suruh Rasti kemudian.
“Yaahhh.. ceritain dulu dong tante yang tadi..” pinta Romi.
“Cerita apaan sih?”
“Itu.. gimana awalnya tante bisa tinggal di sini, ngurusin surat-surat, awal ngelonte di sini, hehehe” terang Romi mengingatkan.
“Ampun deh kalian ini, kalian ini mau tahu aja? atau mau tahu banget sih?”
“Ya penasaran aja tante.. Pokoknya kami gak mau tidur sebelum tante cerita,” pinta mereka ngotot.
“Hah? Dasar.. kok ngotot gitu sih? Ya sudah tante cerita, tapi habis itu kalian harus segera tidur ya? Besok kalian sekolah” kata Rasti akhirnya setuju.
“Ceritanya di kamar kami aja tante.. sambil pengantar tidur” pinta Jaka.
“Nah lho.. kok di kamar sih? Hayo mau ngapain? Pasti pengen cari-cari kesempatan, ya kan?” tebak Rasti sambil senyum-senyum manis menggoda para remaja itu.
“Ng..nggak ngapa-ngapain kok tante, cuma pengen dengar cerita tante aja kok..” jawab mereka tergagap.
Mereka jadi salah tingkah. Memang benar tebakan Rasti, selain penasaran dengan cerita ibu teman mereka ini, mereka juga ingin coba-coba cari kesempatan, siapa tahu dapat.
“Iya deh iya.. Yuk deh, tapi ganti baju dulu sana, baru tante bakal kasih dongeng sebelum tidur buat kalian,” ucap Rasti sambil tersenyum. Senyum yang amat sangat manis. Senyum yang juga membuat penis mereka tegang bukan main di balik celana.
Mereka yang tidak sabaran langsung masuk ke kamar Tedi, berganti baju lalu menunggu Rasti. Namun Tedi sendiri tidak tidur di sana, dia memilih tidur di kamar lain bersama adek-adeknya. Tidak nyaman juga rasanya mendengar ibunya bercerita.
Saat Rasti masuk, mama temannya ini langsung merangkak ke tengah tempat tidur, lalu duduk bersandar. Dia senyum-senyum manis lagi pada mereka bertiga, tentu saja membuat mereka jadi tambah mupeng. Ooh.. inikah sensasi saat ada wanita cantik menunggu di ranjang? gumam mereka dalam hati.
“Sini.. katanya mau bobok..??” panggil Rasti sambil menepuk-nepuk ranjang sebagai isyarat agar mereka bertiga segera ikutan naik.
Tentu saja mereka langsung nurut. Ibu muda cantik itu kini dikelilingi oleh ketiga teman anaknya. Rasti sendiri cuma memakai sehelai piyama tanpa ada apa-apa lagi di baliknya.
Teman-teman Tedi begitu senang, jantung mereka berdetak cepat, penis mereka ngaceng pol. Kapan lagi kan bisa tiduran seranjang dengan Rasti, ibu teman mereka yang super cantik dan hot ini. Tapi tentunya mereka tidak berpikir untuk berbuat macam-macam dulu saat ini, bisa-bisa mereka malah kena usir.
“Jadi gimana ceritanya tante?” tanya Jaka mulai mengambil posisi tidur, begitupun dua temannya.
Rasti lalu mulai bercerita layaknya cerita pengantar tidur.
Waktu itu dia membeli rumah di situ karena memang berharap penduduk sekitar yang hedonis dan cuek tidak akan mempermasalahkan keberadaannya. Saat dia mulai menempati rumah itu, ia tidak langsung mengurus surat-surat, tapi sudah mulai melonte.
“Sama siapa tante pertama? Pak RT?” tanya Jaka menyela.
“Bukaaan.. tante gak ingat siapa orangnya, tante cuma ingat kalau waktu itu dia muncratnya di dalam, hehe..” jawab Rasti nakal sambil memeletkan lidah. Duh, baru mendengar itu saja mereka sudah mupeng.
“Tante baru ngurus KTP sama pak RT setelah 3 minggu di sini..” sambungnya lagi.
“Ooh.. dia langsung ngentotin tante di depan anak-anak tante nggak?” kata Jaka lagi-lagi menyela.
“Ya nggak langsung gitu juga kali.. Ih, kamu ini. Kan tante yang datang ke tempatnya pak RT, bukan dia yang datang ke rumah tante”
“Ohhh.. gitu”
Rastipun melanjutkan ceritanya lagi. Waktu itu dia ditanyai pak RT tentang keluarganya, pekerjaan, jumlah anak, dan yang lainnya.
==FLASHBACK RASTI DAN PAK RT==
“Mmm maaf.. non Rasti pekerjaannya apa ya..?” Tanya pak RT ketika itu ragu-ragu.
“Wiraswasta pak..”
“Ooh.. mmm wiraswastanya apa ya..?”
“Kenapa memangnya pak?”
“Ng.. nggak.. soalnya bapak lihat.. mm.. Oh ya, suami non yang mana ya?”
“Yang mana?” Rasti mulai kegelian dengan tingkah pak RT yang malu-malu. Dia bisa menebak arah pertanyaan pak RT.
“Ya, yang mana? Soalnya saya lihat banyak laki-laki yang..”
“Mmm, iya, semua bukan suami saya pak, saya ga punya suami”
“Oooh.. mm.. jadi..”
“Saya lonte pak..” jawab Rasti santai.
Pak RT langsung memerah mukanya mendengar jawaban Rasti yang terus terang. Rasti tertawa kecil melihatnya. Pak RT makin memerah, dia menengok kanan kiri memastikan ruangannya benar-benar sepi.
“Ja..jadi.. untuk pekerjaannyaa..?” tanya pak RT setelah menengok kanan kiri memastikan ruangan benar-benar sepi.
“Ya, tulis saja di situ ‘lonte’ kalau memang bisa..?” Jawab Rasti geli menekankan kata lonte. Yang dimaksud adalah kolom pekerjaan di KTP.
“Aduuh.. jangan bu, eh, non.. mm saya tulis wiraswasta aja yah..?”
“Lha iya kan dari tadi saya sudah bilang itu pak..” Jawab rasti cekikikan geli.
Pak RT hanya nyengir sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia benar-benar terlihat bingung dan salah tingkah bagaimana harus bereaksi. Akhirnya dia memilih untuk menganggapnya biasa saja.
Setelah semua urusan selesai, Rastipun berpamitan ingin pulang.
“A..anu non.. tadi serius?” tanyanya malu-malu.
“Apanya pak?”
“I..itu.. soal lonte..”
“Ya serius dong pak, masa saya bercanda soal begituan..”
“Oh.. ya.. ya sudah.. mmm.. Baik”
“Mari pak..”
“Ma..mari.. eeh, anu non.. sebentar”
“Ada apa lagi pak?”
“Mmm.. a..anu.. be..berapa yah non?” tanya pak RT. Rasti tertawa lepas yang membuat pak RT makin merah padam mukanya.
“Kalau bapak mau silahkan datang aja malam ini.. Bisa? Soal tarif nanti saja lah, masa diobrolin di sini, hihihi.. Jangan khawatir pak.. saya lagi promo kok.. nanti diskon super spesial deh buat bapak..” jawab Rasti.
==FLASHBACK RASTI DAN PAK RT END==
“Nah.. akhirnya malamnya tante dientotin pak RT deh,” ujar Rasti pada teman-teman Tedi.
“Di depan anak-anak tante?” tanya Jaka lagi.
“Iya.. seperti yang kamu bilang, tante dientotin di depan anak-anak tante, hihihi.. puas? Kok kayaknya kamu suka banget sih kalau dengar tante dientotin di depan anak-anak tante? Ngebayangin ya? Dasar!” tanya Rasti geli ke Jaka.
“Eh, ng..nggak kok tante.. terus tante?”
“Ya.. malam itu tante melayani pak RT dengan gratis, tentu dengan deal-deal tertentu. Terutama soal jaminan keamanan dan keberadaan tante di sini. Tapi karena tante masih butuh ngurus surat-surat lainnya, jadi tidak hanya dengan pak RT saja”
“Orang-orang yang tadi ya tante?” tanya Romi.
“Benar.. Orang kelurahan, anggota dewan, dan orang-orang terkait lainnya. Semuanya harus tante layani sampai posisi tante di komplek ini benar-benar terjamin. Iya Jaka.. Mereka juga ngentotin tante di depan anak-anak tante kok.. rame-rame pula, tuh silahkan kamu bayangin..” ujar Rasti cekikikan berkata lebih dulu sebelum Jaka bertanya. Membuat Jaka jadi cengengesan garuk-garuk kepala dibuatnya.
“Makanya tadi tante tidak terima waktu mereka tiba-tiba datang nyuruh tante pergi dari sini. Kalian setuju kan sama tante?” lanjut Rasti bertanya pada teman-teman Tedi.
“Iya tante.. udah dikasih gratis padahal” ucap Riko mengiyakan.
“Duh.. tapi enak banget yah bisa ngentotin tante gratis, hehe..” kata Jaka.
“Hayo.. horni ya?” tanya Rasti menggoda.
Selama bercerita tadi tangan mereka memang sudah masuk ke dalam balik celana. Mungkin bukan hanya karena cerita Rasti saja, tapi juga karena keberadaan Rasti yang bersama-sama dengan mereka di atas tempat tidur. Sebelumnya mana pernah mereka dekat-dekat dengan wanita cantik, di atas tempat tidur pula. Suara Rasti, ekspresi dan gaya berceritanya, serta aroma tubuhnya yang wangi, semuanya itu membuat mereka sangat konak. Peju mereka sudah terkumpul dan butuh segera untuk dikeluarkan.
“I..iya tante.. horni, hehe..”
“Horni horni.. Kalian kan yang nagih cerita porno? Mulai mesum lagi tuh kan kaliannya? Tante ini mama teman kalian juga tau, masak horni sih? gak sopan namanya..” ujar Rasti cekikikan, mereka juga cengengesan.
“Tante, kenapa sih tante jadi lonte?” tanya Romi dengan lugu, membuat Rasti tertawa lagi mendengar pertanyaan itu.
“Kamu ini.. ya karna tante suka banget dientot dong..” jawab Rasti binal. “Udah ah.. tidur sana.. Tante banyak pikiran nih..”
“Yaah tante, jam 11 malam kok baru..”
“Jam 11 malam kok baru, kalian besok sekolah tau! Awas lho kalo kalian jadi pengaruh buruk buat Tedi anak tante.. Ga bakal tante bolehin main ke sini lagi!” ancam Rasti serius tapi tetap dengan senyum manisnya.
“Hooaammm..” Rasti menguap. “Tuh, kan.. malah tante yang ngantuk.. kalian sih..” kata Rasti yang sudah kewalahan menyuruh mereka tidur.
"Hehehe, tante tidur sini aja sama kita-kita.. kita kelonin deh.." ajak Riko untung-untungan.
"Huuh.. dasar kalian nakal banget sih? Enak aja.. ayo tidur ah sana, udahan ya.."
"Yaah janjinya kan cerita sampai kita tidur tante.." kata Jaka menahan.
"Iyaa, tapi kaliannya ngelunjak gak tidur-tidur.." cubit Rasti gemas pada Jaka.
“Kalau gitu cerita lagi dong tante, hehe”
“Cerita apa lagi sih?”
“Itu.. Kenapa tante jadi lonte..?”
“Udah ya sayang.. tante udah ngantuk.. bersambung besok aja ceritanya.. Dasar kalian bandel, jelek!” sungut Rasti mulai kesal yang akhirnya membuat mereka diam.
Namun Rasti tidak langsung beranjak dari situ. Dia memutuskan untuk tidur-tiduran sebentar. Sifat binalnyapun kembali datang. Dia menginginkan aksi nakal. Dia penasaran juga bagaimana rasanya tidur dikelilingi para remaja tanggung ini. Apa dirinya akan dicabuli beramai-ramai yah? pikirnya nakal.
Akhirnya Rasti pura-pura ketiduran di situ. Dia coba memejamkan matanya yang memang juga sudah ngantuk. Walau demikian, dia tidak ingin benar-benar tidur.
Mengira Rasti sudah ketiduran, mereka bertiga jadi berbisik-bisik.
“Wah bro, tante Rasti ketiduran, gimana nih?” tanya Jaka.
“Ya gimana emang? Emang lo berani macam-macam?” jawab Romi.
“Bener tuh.. ntar kalau dia kebangun, marah, terus kita diusir dan gak boleh main ke sini lagi gimana coba? Gue gak mau,” sambung Riko.
Mereka betul-betul galau. Penasaran dengan tubuh wanita didekatnya tapi juga tidak berani untuk berbuat macam-macam meskipun sedari tadi batang mereka sudah sangat tersiksa butuh pelampiasan. Sedangkan Rasti yang masih terjaga berusaha menahan tawa mendengar bisik-bisik mereka. Dia menanti dengan deg-degan dengan apa yang akan dilakukan teman-teman Tedi padanya.
“Ahh.. gak tahan gue..!” kata Jaka sambil menurunkan celana berserta celana kolornya.
“Gila lu! Mau ngapain lu?” seru kedua temannya kaget.
“Cuma pengen ngocok doang..”
“Gila, tetap aja kan? Lu mau kena usir? Tapi gue juga udah gak taha sih..”
Begitulah, mereka terus saling berdebat apa yang mesti dilakukan. Mereka takut, tapi siksaan birahi pada penis mereka sangat kuat. Hingga akhirnya setan mesumlah yang menang. Mereka semua akhirnya nekat menurunkan celana berserta kolornya, lalu ngocok bareng-bareng di sana, di dekat ibu teman mereka yang mereka pikir tengah tidur.
Meskipun perbuatan mereka sangat kurang ajar, Rasti sendiri tidak marah. Dia paham kenapa mereka sampai berbuat begitu. Lagian salahnya juga sampai mereka berbuat cabul seperti itu padanya.
“Duh.. kalian ini, horninya sampai segitunya amat,” gumam Rasti dalam hati.
“Apa ku bantu ngocokin mereka saja ya?” Pikirnya semakin nakal. Tapi dia putuskan untuk terus menunggu apa yang akan mereka perbuat selanjutnya.
“Aaahh.. tante..”
Mereka semakin bernafsu mengocok penis mereka masing-masing sambil sesekali menyebut-nyebut tante Rasti. Mata mereka menatapi tubuh Rasti yang terbaring di depan mereka. Wajahnya, tonjolan payudaranya, pinggulnya, juga kaki Rasti mereka telanjangi dengan mata-mata nakal mereka. Setiap inci bagian tubuh Rasti sungguh membuat mereka bernafsu walaupun masih mengenakan piyama.
Sampai saat ini mereka masih tidak berbuat lebih jauh dari itu, namun malah itulah yang membuat Rasti sedikit kecewa. Dia ingin mereka sedikit menaikkan level perbuatan cabul mereka terhadapnya, tapi tak kunjung jua dia dapatkan. Tampaknya mereka masih terlalu sopan untuk tidak menggerepe-gerepe badan ibu teman mereka sendiri secara diam-diam, bahkan berkata-kata kotorpun tidak.
“Apa aku harus pura-pura bangun saja? Lalu membantu mereka onani?” pikir Rasti. Sekarang malah Rastilah yang galau karena menginginkan aksi mesum.
Rasti lalu menggeliat sambil menguap pura-pura terbangun. Terang saja teman-teman Tedi kaget bukan main. Mereka tertangkap basah, mereka tidak sempat menaikkan celana mereka. Yang sempat menaikkan celanapun sudah keduluan kelihatan oleh Rasti apa yang dia tadi lakukan.
“Kalian ngapain??” tanya Rasti pura-pura terkejut.
“A..anu tante, ki..kita..” mereka tergagap tidak tahu harus berkata apa. Penis mereka jadi layu.
Mereka takut Rasti memarahi dan mengusir mereka. Tapi tentu saja Rasti tidak akan melakukannya, dia malah menahan tawa karena melihat wajah pucat dan ekspresi mereka yang salah tingkah.
“Kalian coli ya? Ya ampun.. segitunya banget sih? Makanya.. siapa suruh dengar dongeng sebelum tidur, hihihi” kata Rasti kemudian mencairkan suasana.
“Ta..tante nggak marah?”
“Yaah.. kesal juga sih, masa kalian tega cabuli ibu teman sendiri, kalau ketahuan sama Tedi gimana coba?” jawab Rasti, padahal dia memang berharap sebuah aksi cabul dari mereka.
“Ma..maaf tante..”
“Iya tante.. kita minta maaf”
“Ya udah.. gak apa, tante paham kok.. Kalian pasti sudah menahan horni dari tadi, jadi kali ini tante bolehin deh kalau kalian emang masih pengen lanjut”
Bagai disambar geledek, mereka tidak menyangka tante Rasti akan berkata demikian. Mereka mengira tadinya akan dimarahi habis-habisan oleh tante Rasti. Namun apa yang mereka dengar barusan sungguh membuat penis mereka ngaceng kembali dengan maksimal.
“Kok bengong? Udah gak nafsu lagi? Ya udah tante balik ke kamar tante..” kata Rasti pura-pura akan pergi.
“Jangan..!” larang mereka serempak.
“Hihihi.. Ya udah buruan, tante beneran udah ngantuk tau”
“I..iya tante..”
Ahhh.. mimpi apa mereka semalam, akhirnya dibolehin beronani-ria di depan mama teman mereka yang super cantik dan seksi ini.
Segera mereka bertiga ngelanjutin lagi acara mengocok yang sempat terhenti, tentunya dengan lebih bernafsu. Sensasinya sungguh berbeda dari yang tadi sewaktu tante Rasti tertidur. Kali ini Rasti sadar dan menatap mereka langsung! Pandangan mata tante Rasti menemani setiap ayunan tangan mereka pada penis mereka sendiri. Sungguh nikmat luar biasa!
Rasti sendiri juga merasakan sensasi yang luar biasa. Menyediakan dirinya sebagai objek onani teman-teman anaknya sendiri, melihat bagaimana para remaja ini berusaha meraih kenikmatan dengan mengocok penis mereka sambil menatap lekat-lekat dirinya.
“Ntar kalau udah mau keluar, buruan lari ke kamar mandi ya..” suruh Rasti ditengah-tengah keasikan mereka.
“I..iya tante.. Gak boleh muncrat di sini ya? Ntar belepotan ya?” tanya mereka balik.
“Iya, masa muncrat di sini sih? Belepotan dong kasur Tedi kena sperma-sperma kalian. Tante ntar yang susah ngebersihinnya..”
“Kalau gitu muncrat ke badan tante aja..” kata Jaka kurang ajar, namun Rasti bukannya marah, malah tertawa geli menanggapinya.
“Hihihi, apaan sih porno banget.. Kebanyakan nonton bokep nih kamunya.. dasar! Udah cepetan..” suruh Rasti lagi.
Mereka bertiga tertawa, memang mereka berharap bisa melakukan persis yang ada di film-film bokep pada ibu temannya ini.
“Hehe.. Anu, tante.. kalau boleh itu..”
“Itu apa sih?”
“I..tu.. boleh pegang-pegang gak tante?”
“Tuh kan, kalian malah ngelunjak.. nggak boleh ya..” tolak Rasti halus.
Rasti sebenarnya tidak keberatan dengan permintaan mereka, tapi dia rasa cukup seperti ini dulu untuk saat ini. Biarlah mereka tetap penasaran, mungkin nanti ada waktu yang lebih pas untuk mewujudkan permintaan mereka itu.
“Ka..kalau gitu, boleh nggak kita lihat tante telanjang lagi?” pinta Romi.
“Hah? Lihat tante telanjang? Mau ngapain? jangan aneh-aneh deh.. tante udah ngantuk”
“Nah, karena itu tante.. kalau tante telanjang kan kita makin nafsu, jadi bisa lebih cepat keluarnya.. habis itu tidur deh,” jawab Romi.
“Kamu ini, pandai banget cari-cari alasan. Tapi ya udah deh.. kali ini aja tante turutin..” setuju Rasti akhirnya yang membuat mereka girang bukan main.
Rasti mulai melepaskan kancing piyamanya satu persatu. Semua itu bagaikan slow motion bagi mereka. Sungguh membuat mereka tergoda dan semakin horni. Apalagi Rasti melakukannya sambil sesekali berhenti lalu senyum-senyum manis menatap mereka.
“Buka lagi?” tanyanya setiap akan membuka satu kancing.
Siapa yang gak greget coba? Enak banget Tedi punya mama seperti ini, bisa dijadikan objek onani tiap coli, pikir mereka.
Kini seluruh kancing sudah terlepas, namun baju piyama itu masih menggantung di bahunya, hanya mengekspos kedua buah dada Rasti yang putih mulus, urat-urat hijau sampai terlihat karena saking beningnya buah dada itu. Rasti sengaja tidak langsung melepaskan bajunya untuk menggoda mereka.
“Lepasin yang benar dong tante..” pinta mereka akhirnya.
“Iya iya.. dasar kalian ini banyak maunya” kata Rasti akhirnya melepaskan baju itu dari bahunya.
Akhirnya dia kini sudah benar-benar topless di hadapan mereka.
“Udah kan? Puas? Tapi cuma bajunya saja ya.. cukup kan untuk bahan coli kalian?” ujarnya geli.
Seluruh bagian atas tubuh Rasti kini terpampang dengan bebas. Semata-mata hanya untuk memanjakan mata-mata nakal para remaja ini. Aaah.. pemandangan yang sangat indah, batin teman-teman Tedi.
“Buruan..” seru Rasti menyadarkan mereka yang terbengong, “padahal udah berkali-kali ngelihat juga” lanjutnya.
“Eh, i..iya tante..” walaupun sudah berkali-kali, tapi tetap saja ini pemandangan yang tidak akan pernah bikin bosan.
"Huuh.. dasar kalian nakal banget sih? Enak aja.. ayo tidur ah sana, udahan ya.."
"Yaah janjinya kan cerita sampai kita tidur tante.." kata Jaka menahan.
"Iyaa, tapi kaliannya ngelunjak gak tidur-tidur.." cubit Rasti gemas pada Jaka.
“Kalau gitu cerita lagi dong tante, hehe”
“Cerita apa lagi sih?”
“Itu.. Kenapa tante jadi lonte..?”
“Udah ya sayang.. tante udah ngantuk.. bersambung besok aja ceritanya.. Dasar kalian bandel, jelek!” sungut Rasti mulai kesal yang akhirnya membuat mereka diam.
Namun Rasti tidak langsung beranjak dari situ. Dia memutuskan untuk tidur-tiduran sebentar. Sifat binalnyapun kembali datang. Dia menginginkan aksi nakal. Dia penasaran juga bagaimana rasanya tidur dikelilingi para remaja tanggung ini. Apa dirinya akan dicabuli beramai-ramai yah? pikirnya nakal.
Akhirnya Rasti pura-pura ketiduran di situ. Dia coba memejamkan matanya yang memang juga sudah ngantuk. Walau demikian, dia tidak ingin benar-benar tidur.
Mengira Rasti sudah ketiduran, mereka bertiga jadi berbisik-bisik.
“Wah bro, tante Rasti ketiduran, gimana nih?” tanya Jaka.
“Ya gimana emang? Emang lo berani macam-macam?” jawab Romi.
“Bener tuh.. ntar kalau dia kebangun, marah, terus kita diusir dan gak boleh main ke sini lagi gimana coba? Gue gak mau,” sambung Riko.
Mereka betul-betul galau. Penasaran dengan tubuh wanita didekatnya tapi juga tidak berani untuk berbuat macam-macam meskipun sedari tadi batang mereka sudah sangat tersiksa butuh pelampiasan. Sedangkan Rasti yang masih terjaga berusaha menahan tawa mendengar bisik-bisik mereka. Dia menanti dengan deg-degan dengan apa yang akan dilakukan teman-teman Tedi padanya.
“Ahh.. gak tahan gue..!” kata Jaka sambil menurunkan celana berserta celana kolornya.
“Gila lu! Mau ngapain lu?” seru kedua temannya kaget.
“Cuma pengen ngocok doang..”
“Gila, tetap aja kan? Lu mau kena usir? Tapi gue juga udah gak taha sih..”
Begitulah, mereka terus saling berdebat apa yang mesti dilakukan. Mereka takut, tapi siksaan birahi pada penis mereka sangat kuat. Hingga akhirnya setan mesumlah yang menang. Mereka semua akhirnya nekat menurunkan celana berserta kolornya, lalu ngocok bareng-bareng di sana, di dekat ibu teman mereka yang mereka pikir tengah tidur.
Meskipun perbuatan mereka sangat kurang ajar, Rasti sendiri tidak marah. Dia paham kenapa mereka sampai berbuat begitu. Lagian salahnya juga sampai mereka berbuat cabul seperti itu padanya.
“Duh.. kalian ini, horninya sampai segitunya amat,” gumam Rasti dalam hati.
“Apa ku bantu ngocokin mereka saja ya?” Pikirnya semakin nakal. Tapi dia putuskan untuk terus menunggu apa yang akan mereka perbuat selanjutnya.
“Aaahh.. tante..”
Mereka semakin bernafsu mengocok penis mereka masing-masing sambil sesekali menyebut-nyebut tante Rasti. Mata mereka menatapi tubuh Rasti yang terbaring di depan mereka. Wajahnya, tonjolan payudaranya, pinggulnya, juga kaki Rasti mereka telanjangi dengan mata-mata nakal mereka. Setiap inci bagian tubuh Rasti sungguh membuat mereka bernafsu walaupun masih mengenakan piyama.
Sampai saat ini mereka masih tidak berbuat lebih jauh dari itu, namun malah itulah yang membuat Rasti sedikit kecewa. Dia ingin mereka sedikit menaikkan level perbuatan cabul mereka terhadapnya, tapi tak kunjung jua dia dapatkan. Tampaknya mereka masih terlalu sopan untuk tidak menggerepe-gerepe badan ibu teman mereka sendiri secara diam-diam, bahkan berkata-kata kotorpun tidak.
“Apa aku harus pura-pura bangun saja? Lalu membantu mereka onani?” pikir Rasti. Sekarang malah Rastilah yang galau karena menginginkan aksi mesum.
Rasti lalu menggeliat sambil menguap pura-pura terbangun. Terang saja teman-teman Tedi kaget bukan main. Mereka tertangkap basah, mereka tidak sempat menaikkan celana mereka. Yang sempat menaikkan celanapun sudah keduluan kelihatan oleh Rasti apa yang dia tadi lakukan.
“Kalian ngapain??” tanya Rasti pura-pura terkejut.
“A..anu tante, ki..kita..” mereka tergagap tidak tahu harus berkata apa. Penis mereka jadi layu.
Mereka takut Rasti memarahi dan mengusir mereka. Tapi tentu saja Rasti tidak akan melakukannya, dia malah menahan tawa karena melihat wajah pucat dan ekspresi mereka yang salah tingkah.
“Kalian coli ya? Ya ampun.. segitunya banget sih? Makanya.. siapa suruh dengar dongeng sebelum tidur, hihihi” kata Rasti kemudian mencairkan suasana.
“Ta..tante nggak marah?”
“Yaah.. kesal juga sih, masa kalian tega cabuli ibu teman sendiri, kalau ketahuan sama Tedi gimana coba?” jawab Rasti, padahal dia memang berharap sebuah aksi cabul dari mereka.
“Ma..maaf tante..”
“Iya tante.. kita minta maaf”
“Ya udah.. gak apa, tante paham kok.. Kalian pasti sudah menahan horni dari tadi, jadi kali ini tante bolehin deh kalau kalian emang masih pengen lanjut”
Bagai disambar geledek, mereka tidak menyangka tante Rasti akan berkata demikian. Mereka mengira tadinya akan dimarahi habis-habisan oleh tante Rasti. Namun apa yang mereka dengar barusan sungguh membuat penis mereka ngaceng kembali dengan maksimal.
“Kok bengong? Udah gak nafsu lagi? Ya udah tante balik ke kamar tante..” kata Rasti pura-pura akan pergi.
“Jangan..!” larang mereka serempak.
“Hihihi.. Ya udah buruan, tante beneran udah ngantuk tau”
“I..iya tante..”
Ahhh.. mimpi apa mereka semalam, akhirnya dibolehin beronani-ria di depan mama teman mereka yang super cantik dan seksi ini.
Segera mereka bertiga ngelanjutin lagi acara mengocok yang sempat terhenti, tentunya dengan lebih bernafsu. Sensasinya sungguh berbeda dari yang tadi sewaktu tante Rasti tertidur. Kali ini Rasti sadar dan menatap mereka langsung! Pandangan mata tante Rasti menemani setiap ayunan tangan mereka pada penis mereka sendiri. Sungguh nikmat luar biasa!
Rasti sendiri juga merasakan sensasi yang luar biasa. Menyediakan dirinya sebagai objek onani teman-teman anaknya sendiri, melihat bagaimana para remaja ini berusaha meraih kenikmatan dengan mengocok penis mereka sambil menatap lekat-lekat dirinya.
“Ntar kalau udah mau keluar, buruan lari ke kamar mandi ya..” suruh Rasti ditengah-tengah keasikan mereka.
“I..iya tante.. Gak boleh muncrat di sini ya? Ntar belepotan ya?” tanya mereka balik.
“Iya, masa muncrat di sini sih? Belepotan dong kasur Tedi kena sperma-sperma kalian. Tante ntar yang susah ngebersihinnya..”
“Kalau gitu muncrat ke badan tante aja..” kata Jaka kurang ajar, namun Rasti bukannya marah, malah tertawa geli menanggapinya.
“Hihihi, apaan sih porno banget.. Kebanyakan nonton bokep nih kamunya.. dasar! Udah cepetan..” suruh Rasti lagi.
Mereka bertiga tertawa, memang mereka berharap bisa melakukan persis yang ada di film-film bokep pada ibu temannya ini.
“Hehe.. Anu, tante.. kalau boleh itu..”
“Itu apa sih?”
“I..tu.. boleh pegang-pegang gak tante?”
“Tuh kan, kalian malah ngelunjak.. nggak boleh ya..” tolak Rasti halus.
Rasti sebenarnya tidak keberatan dengan permintaan mereka, tapi dia rasa cukup seperti ini dulu untuk saat ini. Biarlah mereka tetap penasaran, mungkin nanti ada waktu yang lebih pas untuk mewujudkan permintaan mereka itu.
“Ka..kalau gitu, boleh nggak kita lihat tante telanjang lagi?” pinta Romi.
“Hah? Lihat tante telanjang? Mau ngapain? jangan aneh-aneh deh.. tante udah ngantuk”
“Nah, karena itu tante.. kalau tante telanjang kan kita makin nafsu, jadi bisa lebih cepat keluarnya.. habis itu tidur deh,” jawab Romi.
“Kamu ini, pandai banget cari-cari alasan. Tapi ya udah deh.. kali ini aja tante turutin..” setuju Rasti akhirnya yang membuat mereka girang bukan main.
Rasti mulai melepaskan kancing piyamanya satu persatu. Semua itu bagaikan slow motion bagi mereka. Sungguh membuat mereka tergoda dan semakin horni. Apalagi Rasti melakukannya sambil sesekali berhenti lalu senyum-senyum manis menatap mereka.
“Buka lagi?” tanyanya setiap akan membuka satu kancing.
Siapa yang gak greget coba? Enak banget Tedi punya mama seperti ini, bisa dijadikan objek onani tiap coli, pikir mereka.
Kini seluruh kancing sudah terlepas, namun baju piyama itu masih menggantung di bahunya, hanya mengekspos kedua buah dada Rasti yang putih mulus, urat-urat hijau sampai terlihat karena saking beningnya buah dada itu. Rasti sengaja tidak langsung melepaskan bajunya untuk menggoda mereka.
“Lepasin yang benar dong tante..” pinta mereka akhirnya.
“Iya iya.. dasar kalian ini banyak maunya” kata Rasti akhirnya melepaskan baju itu dari bahunya.
Akhirnya dia kini sudah benar-benar topless di hadapan mereka.
“Udah kan? Puas? Tapi cuma bajunya saja ya.. cukup kan untuk bahan coli kalian?” ujarnya geli.
Seluruh bagian atas tubuh Rasti kini terpampang dengan bebas. Semata-mata hanya untuk memanjakan mata-mata nakal para remaja ini. Aaah.. pemandangan yang sangat indah, batin teman-teman Tedi.
“Buruan..” seru Rasti menyadarkan mereka yang terbengong, “padahal udah berkali-kali ngelihat juga” lanjutnya.
“Eh, i..iya tante..” walaupun sudah berkali-kali, tapi tetap saja ini pemandangan yang tidak akan pernah bikin bosan.
Merekapun lanjut mengocok lagi. Kali ini dengan nafsu yang semakin menggebu-gebu.
Jaka yang merasa kurang nyaman dengan posisinya sebelumnya, kini berdiri tepat di depan Rasti yang sedang bersimpuh. Hanya berjarak sekitar tiga puluh senti dari dirinya. Posisinya seperti akan melakukan bukkake saja, sungguh mesum. Gilanya, Riko dan Romi malah mengikuti Jaka. Namun Rasti tidak mempermasalahkannya. Jadilah dia kini bersimpuh dikelilingi para remaja tanggung yang sedang mengocok bareng-bareng.
“Ingat ya.. kalau mau keluar, cepetan ke kamar mandi. Tante gak mau kalian muncrat sembarangan” kata Rasti mengingatkan.
Mereka hanya mengangguk. Tidak ingin berkata-kata banyak karena nafsu mereka yang sudah diubun-ubun.
Hingga akhirnya Riko turun dari ranjang dan berlari keluar kamar menuju kamar mandi.
“Ah.. aku juga gak kuat” kata Romi ikutan beranjak.
Sekarang hanya tinggal Jaka, si nafsunya paling gede dan yang paling ngotot.
“Kamu belum Jaka?” tanya Rasti pada Jaka.
“Be..bentar lagi kok tante..” jawab Jaka sambil terus mengocok.
Rasti hanya balas tersenyum.
Jaka memang menunjukkan tanda-tanda akan ejakulasi, namun dia tidak kunjung juga ke kamar mandi, malah tubuhnya semakin dia dekatkan ke arah Rasti, penisnya kini hanya berjarak sekitar lima belas senti dari wajah Rasti. Ini anak mau ngapain sih? batin Rasti makin deg-degan. Namun dia berusaha tetap tersenyum pada Jaka.
“Ahhh.. tante..” erang Jaka makin mempercepat kocokannya.
Dada Rasti makin berdebar kencang, dia yakin kalau Jaka berniat menumpahkan spermanya ke tubuhnya, tepatnya ke wajahnya.
“Jaka, ingat, kalau mau keluar, keluarin di..”
“Crooott..” terlambat, belum selesai Rasti bicara, penis Jaka sudah menembakkan spermanya. Isi buah zakarnya muncrat bertubi-tubi menyemprot wajah cantik ibu temannya ini.
“Jaka.. kamu.. ngghhh.. jangan di muka..” erang Rasti berusaha mundur, tapi kini malah badannya yang terkena muncratan sperma Jaka, tepatnya buah dadanya, di tempat anak-anak Rasti biasa minum.
Rasti tidak bisa berbuat banyak, dia pasrah saja tubuhnya akhirnya yang jadi sasaran tembak peju. Baru kali ini dia merasakan kulitnya diceceri peju muda selain milik Norman anaknya. Tedi saja belum pernah berbuat seperti ini padanya. Kalau Tedi tahu mungkin dia bakalan ngambek.
“Duh.. Jaka, kamu ini.. udah tante bilang kan kalau mau keluar cepat ke kamar mandi” kata Rasti kemudian saat seluruh sperma Jaka yang tadi ada di kantong zakarnya, kini berpindah tanpa sisa ke tubuh ibu temannya.
Wajah cantik Rasti, buah dadanya yang sekal, dan beberapa bagian tubuh lainnya berceceran sperma Jaka. bahkan ada yang mengalir turun menuju vaginanya.
“Maaf tante, khilaf..” ujar Jaka lemas. Jaka juga baru kali ini berejakulasi senikmat ini.
“Udah sana.. buruan ke kamar mandi. Nanti teman-temanmu malah cemburu kalau mereka tahu kamu ngepejuin tante. Ntar kalau mereka juga minta ngecrot di wajah tante kan repot juga, hihihi” suruh Rasti sambil mengelap wajah dan tubuhnya dengan tisu, lalu membasuh sebisanya dengan air yang ada di gelas di atas meja.
“I..iya tante..” Jakapun akhirnya turun dan menyusul teman-temannya ke kamar mandi, tapi dia ke sana hanya untuk mencuci barangnya saja. Untung saja teman-temannya tidak tahu karena ketika Jaka ke kamar mandi Riko dan Romi sudah selesai.
---SKIP---
“Makasih tante.. tante udah cantik, seksi, baik banget lagi.. hehehe” goda mereka saat kembali ngumpul di dalam kamar.
Rasti sudah mengenakan piyamanya kembali.
“Gombal! Iya.. anggap aja itu tanda terima kasih tante karena udah banyak bantu-bantu di sini” jawab Rasti dengan senyum manisnya.
“Wah, kalau gitu kita mau dong bantu-bantu terus di sini, iya nggak bro?” ujar Jaka.
Rasti melolot pada bocah itu. Padahal dia baru saja mendapat lebih dibandingkan teman-temannya, dasar.
“Huuu.. maunya! Udah sana tidur. Tante juga mau tidur” kata Rasti.
“Tidur di sini aja deh tante..” pinta Jaka.
Rasti menatap mereka, apa lagi sih yang mereka mau? belum puas apa? Baru coli juga. Tapi Rasti pikir tidak ada salahnya kalau cuma tidur bareng, setidaknya menemani mereka sampai tertidur saja. Kan nanti tengah malam dia bisa bangun dan pindah ke kamarnya sendiri, pikir Rasti.
“Hmm.. iya deh iya.. yuk tidur” ajak Rasti dengan senyum manis meluluhkan.
“Yeeee..” Sorak mereka kesenangan.
“Hush..! Jangan berisik, ntar anak-anak tante kebangun!”
“I..iya, maaf tante..” jawab teman-teman Tedi senyum-senyum penuh harap.
“Aaahh.. ini baru akan dimulai” batin mereka bertiga.
“Dasar abg, gak ada puasnya..” batin Rasti.
Riko, Romi dan Jaka niatnya ingin mengulangi lagi berbuat mesum pada Rasti, tapi ternyata mereka sudah terlalu ngantuk karena kelelahan akibat onani barusan. Akhirnya merekapun tertidur.
“Huh, pas tidur aja tampang mereka polos-polos semua. Kalau sudah bangun mulai lagi pornonya, hihihi” gumam Rasti tersenyum melihat mereka. Dia lalu bangkit dari sana untuk pindah tidur di kamarnya.
“Selamat tidur..”
“Klik..” suara kontak lampu dimatikan.
---SKIP---
“Jadi kenapa tante jadi lonte?” tanya teman-teman Tedi di suatu hari kemudian ketika main lagi ke rumah Rasti.
Lagi-lagi saat mereka berkunjung, Tedi sedang tidak ada di rumah. Saat itu cuma ada anak-anaknya Rasti yang masih kecil-kecil.
“Hihihi, kalian ini.. masih ngingat-ngingat aja ya pertanyaannya. Kan sudah tante jawab, karena tante suka ngentot..” jawab Rasti.
“Masa gitu aja tante?”
“Hehehe, iya dong.. duh kalian belum ngerasain sih ya enaknya ngentot. Duuuhh dijamin bakal ketagihan deh, seperti anak tante tuh si Norman..”
“Tante sih gak mau kasih..” kata Jaka.
“Yeee.. maunya”
“Ta..tapi kan kalau suka aja kenapa harus jual diri?” tanya Romi penasaran.
“Maksud lo? Jadi tante harus ngasih gratisan ke semua laki-laki getoh??” ujar Rasti balik nanya dengan gaya anak abg.
“Ya nggak sih tante, maksudnya kan bisa pacaran aja gitu..”
“Hmm.. Kalian gak pernah nonton film Batman ya? Tuh ada kata-katanya si Joker: ‘if you’re good at something, never do it for free.’ Jadi gak bisa kasih gratisan dong.. tante kan ahli begituan, hihihi”
“Hah? Masak gituan aja pake keahlian?” tanya mereka polos, bingung dengan ucapan Rasti.
“Hahaha.. kelihatan banget tuh kalian lugunya.. awam sih kalian tentang seks. Hati-hati lho kalau kalau lugu begini bisa-bisa istri kalian besok kabur sama laki-laki lain lho.. hihihi..” tawa Rasti menakuti mereka.
“Ya jelas lah seks itu butuh keahlian, butuh teknik, skill, dan tante pinter banget di situ. Tante gak pinter yang lain-lainnya sepinter tante ngentot. Dulu di sekolah nilai tante jeblok terus. Hampir nggak ada pelajaran yang tante kuasai, yang tante pikirin cuma gituan aja sama pacar tante dulu..” terang Rasti kemudian.
“Waah, jadi tante dulu sempat sekolah dan pacaran juga?”
“Ya iya lah.. cantik cantik gini tante juga sekolah dong..”
“Bukannya tante dulu waktu S-M-P udah drop out gara-gara hamil?”
“Iya sih..”
“Terus?” Mereka sungguh penasaran.
“Hmm.. Kalian pengen tante berdongeng lagi nih ceritanya?” tanya Rasti.
“Iya tante.. sambil bobok siang aja tante, hehe” pinta mereka mesum berharap dapat mengulangi kejadian waktu itu, bahkan berharap mendapatkan lebih.
“Huh! Maunya, nggak ah, enak aja.. Di sini saja deh.. Duduk manis kaliannya kalau pengen dengar,” kata Rasti.
Mereka yang memang penasaran dengan cerita-cerita ibu teman mereka ini akhirnya duduk berjejer rapi. Siap mendengarkan kisah hidup tante Rasti.
“Hmmm.. mulai dari mana ya ceritanya.. Oke, dari awal saja” Rasti mulai bercerita.
Bagaimana semuanya bermula. Bagaimana hidupnya bisa menjadi seperti sekarang ini. Rasti mengambil nafas panjang.
“Jadi gini...”
==LASHBACK RASTI JADI LONTE==
Namanya Rasti Cahya Putri. Nama yang sangat indah. Tapi mungkin jalan hidupnya tak seindah namanya. Kebanyakan orang hanya mengenal Rasti sekarang sebagai wanita murahan, lonte doyan ngentot yang demen bikin banyak anak. Mereka tidak tahu apapun yang sudah dialaminya. Bagaimana dia menjalani hidupnya dulu. Bagaimana titik balik kehidupannya sehingga menjadi seperti sekarang ini.
Rasti muda hanyalah seorang gadis desa. Gadis belia periang yang ramah dan baik pada semua orang. Dia lahir dan dibesarkan di desa tradisional yang masih mempertahankan aturan-aturan adat, di kaki gunung di wilayah Bogor. Di sanalah Rasti dibesarkan dan tumbuh menjadi seorang gadis cantik.
Jaka yang merasa kurang nyaman dengan posisinya sebelumnya, kini berdiri tepat di depan Rasti yang sedang bersimpuh. Hanya berjarak sekitar tiga puluh senti dari dirinya. Posisinya seperti akan melakukan bukkake saja, sungguh mesum. Gilanya, Riko dan Romi malah mengikuti Jaka. Namun Rasti tidak mempermasalahkannya. Jadilah dia kini bersimpuh dikelilingi para remaja tanggung yang sedang mengocok bareng-bareng.
“Ingat ya.. kalau mau keluar, cepetan ke kamar mandi. Tante gak mau kalian muncrat sembarangan” kata Rasti mengingatkan.
Mereka hanya mengangguk. Tidak ingin berkata-kata banyak karena nafsu mereka yang sudah diubun-ubun.
Hingga akhirnya Riko turun dari ranjang dan berlari keluar kamar menuju kamar mandi.
“Ah.. aku juga gak kuat” kata Romi ikutan beranjak.
Sekarang hanya tinggal Jaka, si nafsunya paling gede dan yang paling ngotot.
“Kamu belum Jaka?” tanya Rasti pada Jaka.
“Be..bentar lagi kok tante..” jawab Jaka sambil terus mengocok.
Rasti hanya balas tersenyum.
Jaka memang menunjukkan tanda-tanda akan ejakulasi, namun dia tidak kunjung juga ke kamar mandi, malah tubuhnya semakin dia dekatkan ke arah Rasti, penisnya kini hanya berjarak sekitar lima belas senti dari wajah Rasti. Ini anak mau ngapain sih? batin Rasti makin deg-degan. Namun dia berusaha tetap tersenyum pada Jaka.
“Ahhh.. tante..” erang Jaka makin mempercepat kocokannya.
Dada Rasti makin berdebar kencang, dia yakin kalau Jaka berniat menumpahkan spermanya ke tubuhnya, tepatnya ke wajahnya.
“Jaka, ingat, kalau mau keluar, keluarin di..”
“Crooott..” terlambat, belum selesai Rasti bicara, penis Jaka sudah menembakkan spermanya. Isi buah zakarnya muncrat bertubi-tubi menyemprot wajah cantik ibu temannya ini.
“Jaka.. kamu.. ngghhh.. jangan di muka..” erang Rasti berusaha mundur, tapi kini malah badannya yang terkena muncratan sperma Jaka, tepatnya buah dadanya, di tempat anak-anak Rasti biasa minum.
Rasti tidak bisa berbuat banyak, dia pasrah saja tubuhnya akhirnya yang jadi sasaran tembak peju. Baru kali ini dia merasakan kulitnya diceceri peju muda selain milik Norman anaknya. Tedi saja belum pernah berbuat seperti ini padanya. Kalau Tedi tahu mungkin dia bakalan ngambek.
“Duh.. Jaka, kamu ini.. udah tante bilang kan kalau mau keluar cepat ke kamar mandi” kata Rasti kemudian saat seluruh sperma Jaka yang tadi ada di kantong zakarnya, kini berpindah tanpa sisa ke tubuh ibu temannya.
Wajah cantik Rasti, buah dadanya yang sekal, dan beberapa bagian tubuh lainnya berceceran sperma Jaka. bahkan ada yang mengalir turun menuju vaginanya.
“Maaf tante, khilaf..” ujar Jaka lemas. Jaka juga baru kali ini berejakulasi senikmat ini.
“Udah sana.. buruan ke kamar mandi. Nanti teman-temanmu malah cemburu kalau mereka tahu kamu ngepejuin tante. Ntar kalau mereka juga minta ngecrot di wajah tante kan repot juga, hihihi” suruh Rasti sambil mengelap wajah dan tubuhnya dengan tisu, lalu membasuh sebisanya dengan air yang ada di gelas di atas meja.
“I..iya tante..” Jakapun akhirnya turun dan menyusul teman-temannya ke kamar mandi, tapi dia ke sana hanya untuk mencuci barangnya saja. Untung saja teman-temannya tidak tahu karena ketika Jaka ke kamar mandi Riko dan Romi sudah selesai.
---SKIP---
“Makasih tante.. tante udah cantik, seksi, baik banget lagi.. hehehe” goda mereka saat kembali ngumpul di dalam kamar.
Rasti sudah mengenakan piyamanya kembali.
“Gombal! Iya.. anggap aja itu tanda terima kasih tante karena udah banyak bantu-bantu di sini” jawab Rasti dengan senyum manisnya.
“Wah, kalau gitu kita mau dong bantu-bantu terus di sini, iya nggak bro?” ujar Jaka.
Rasti melolot pada bocah itu. Padahal dia baru saja mendapat lebih dibandingkan teman-temannya, dasar.
“Huuu.. maunya! Udah sana tidur. Tante juga mau tidur” kata Rasti.
“Tidur di sini aja deh tante..” pinta Jaka.
Rasti menatap mereka, apa lagi sih yang mereka mau? belum puas apa? Baru coli juga. Tapi Rasti pikir tidak ada salahnya kalau cuma tidur bareng, setidaknya menemani mereka sampai tertidur saja. Kan nanti tengah malam dia bisa bangun dan pindah ke kamarnya sendiri, pikir Rasti.
“Hmm.. iya deh iya.. yuk tidur” ajak Rasti dengan senyum manis meluluhkan.
“Yeeee..” Sorak mereka kesenangan.
“Hush..! Jangan berisik, ntar anak-anak tante kebangun!”
“I..iya, maaf tante..” jawab teman-teman Tedi senyum-senyum penuh harap.
“Aaahh.. ini baru akan dimulai” batin mereka bertiga.
“Dasar abg, gak ada puasnya..” batin Rasti.
Riko, Romi dan Jaka niatnya ingin mengulangi lagi berbuat mesum pada Rasti, tapi ternyata mereka sudah terlalu ngantuk karena kelelahan akibat onani barusan. Akhirnya merekapun tertidur.
“Huh, pas tidur aja tampang mereka polos-polos semua. Kalau sudah bangun mulai lagi pornonya, hihihi” gumam Rasti tersenyum melihat mereka. Dia lalu bangkit dari sana untuk pindah tidur di kamarnya.
“Selamat tidur..”
“Klik..” suara kontak lampu dimatikan.
---SKIP---
“Jadi kenapa tante jadi lonte?” tanya teman-teman Tedi di suatu hari kemudian ketika main lagi ke rumah Rasti.
Lagi-lagi saat mereka berkunjung, Tedi sedang tidak ada di rumah. Saat itu cuma ada anak-anaknya Rasti yang masih kecil-kecil.
“Hihihi, kalian ini.. masih ngingat-ngingat aja ya pertanyaannya. Kan sudah tante jawab, karena tante suka ngentot..” jawab Rasti.
“Masa gitu aja tante?”
“Hehehe, iya dong.. duh kalian belum ngerasain sih ya enaknya ngentot. Duuuhh dijamin bakal ketagihan deh, seperti anak tante tuh si Norman..”
“Tante sih gak mau kasih..” kata Jaka.
“Yeee.. maunya”
“Ta..tapi kan kalau suka aja kenapa harus jual diri?” tanya Romi penasaran.
“Maksud lo? Jadi tante harus ngasih gratisan ke semua laki-laki getoh??” ujar Rasti balik nanya dengan gaya anak abg.
“Ya nggak sih tante, maksudnya kan bisa pacaran aja gitu..”
“Hmm.. Kalian gak pernah nonton film Batman ya? Tuh ada kata-katanya si Joker: ‘if you’re good at something, never do it for free.’ Jadi gak bisa kasih gratisan dong.. tante kan ahli begituan, hihihi”
“Hah? Masak gituan aja pake keahlian?” tanya mereka polos, bingung dengan ucapan Rasti.
“Hahaha.. kelihatan banget tuh kalian lugunya.. awam sih kalian tentang seks. Hati-hati lho kalau kalau lugu begini bisa-bisa istri kalian besok kabur sama laki-laki lain lho.. hihihi..” tawa Rasti menakuti mereka.
“Ya jelas lah seks itu butuh keahlian, butuh teknik, skill, dan tante pinter banget di situ. Tante gak pinter yang lain-lainnya sepinter tante ngentot. Dulu di sekolah nilai tante jeblok terus. Hampir nggak ada pelajaran yang tante kuasai, yang tante pikirin cuma gituan aja sama pacar tante dulu..” terang Rasti kemudian.
“Waah, jadi tante dulu sempat sekolah dan pacaran juga?”
“Ya iya lah.. cantik cantik gini tante juga sekolah dong..”
“Bukannya tante dulu waktu S-M-P udah drop out gara-gara hamil?”
“Iya sih..”
“Terus?” Mereka sungguh penasaran.
“Hmm.. Kalian pengen tante berdongeng lagi nih ceritanya?” tanya Rasti.
“Iya tante.. sambil bobok siang aja tante, hehe” pinta mereka mesum berharap dapat mengulangi kejadian waktu itu, bahkan berharap mendapatkan lebih.
“Huh! Maunya, nggak ah, enak aja.. Di sini saja deh.. Duduk manis kaliannya kalau pengen dengar,” kata Rasti.
Mereka yang memang penasaran dengan cerita-cerita ibu teman mereka ini akhirnya duduk berjejer rapi. Siap mendengarkan kisah hidup tante Rasti.
“Hmmm.. mulai dari mana ya ceritanya.. Oke, dari awal saja” Rasti mulai bercerita.
Bagaimana semuanya bermula. Bagaimana hidupnya bisa menjadi seperti sekarang ini. Rasti mengambil nafas panjang.
“Jadi gini...”
==LASHBACK RASTI JADI LONTE==
Namanya Rasti Cahya Putri. Nama yang sangat indah. Tapi mungkin jalan hidupnya tak seindah namanya. Kebanyakan orang hanya mengenal Rasti sekarang sebagai wanita murahan, lonte doyan ngentot yang demen bikin banyak anak. Mereka tidak tahu apapun yang sudah dialaminya. Bagaimana dia menjalani hidupnya dulu. Bagaimana titik balik kehidupannya sehingga menjadi seperti sekarang ini.
Rasti muda hanyalah seorang gadis desa. Gadis belia periang yang ramah dan baik pada semua orang. Dia lahir dan dibesarkan di desa tradisional yang masih mempertahankan aturan-aturan adat, di kaki gunung di wilayah Bogor. Di sanalah Rasti dibesarkan dan tumbuh menjadi seorang gadis cantik.
Dengan wajah cantik yang dimilikinya, dia memang selalu membuat pria manapun melirik ke arahnya. Tidak hanya teman-teman sebayanya saja, namun para bujangan dan para pria beristripun banyak yang menggoda, atau sekedar menarik perhatiannya. Namanya juga wanita, Rasti tentu senang bila dirayu dan dipuji-puji lelaki. Dia yang waktu itu telah beranjak remaja juga sudah mempunyai ketertarikan pada lawan jenis.
Dari saking banyak pria yang menggodanya, ternyata Surya, si sopir kepala desalah yang akhirnya mendapatkan Rasti. Dia bisa mendapatkan Rasti setelah gadis ini banyak diiming-imingi dan dirayu mati-matian. Rasti yang dibuat jatuh cinta pada pria itu akhirnya memberikan segalanya, termasuk keperawanannya. Sebuah awal yang ternyata sangat mempengaruhi jalan hidupnya.
Ya.. Rasti jadi ketagihan dengan yang namanya bersenggama. Merekapun berkali-kali berhubungan badan hingga akhirnya Rasti diketahui hamil, padahal us*anya waktu itu masih 13 th! Malangnya Rasti, saat pria itu tahu Rasti hamil, dia malah kabur tak bertanggung jawab. Rasti kebingungan, dia tidak menyangka akan jadi seperti ini. Bagaimanapun dia sudah hamil, dan dia tidak berniat menggugurkan kandungannya, sama sekali tidak. Hingga akhirnya perutnya semakin membuncit, hal itupun diketahui orang tuanya dan menyebar ke seluruh desa.
***
“Tante masih 13 th waktu itu? Seum*ran kita-kita dong..?” Tanya Riko. Romi dan Jaka mengangguk-angguk.
“Lha iya kan, itung aja sendiri, Tedi tuh anak pertama Tante, um*rnya sudah hampir 14 th.. Menurut kalian um*r Tante sekarang berapa?” Tanya rasti sambil memasang wajah imut.
“Ng.. 18 th Tante!” Celetuk Romi.
Rasti tertawa geli mendengarnya. “Gombal ih!” ujarnya.
“Iya bener Tante masih kayak belasan lho.. masih keliatan muda, kulitnya masih kencang, putih mulus..” timpal Romi.
“Ih, gombal pasti ada maunya.. dasar.” Cibir Rasti sambil menjawil hidung Romi yang langsung blingsatan dibuatnya.
“Tante ini sudah 27 th tahu..!” Akhirnya Rasti menjawab sendiri pertanyaannya.
“Dua puluh tujuh tahun juga ga ada yang nyangka lho Tante.. Kalo pun tahu ga bakal ada yang nyangka Tante sudah punya anak lho.. Jaman sekarang di kota banyak perawan tua. Cewek-cewek pada maunya sekolah tinggi-tinggi, udah gitu ngejar karir..” Jaka ikut nimbrung.
“Yee, perawan tua kan pikiran kamu.. mungkin perempuan jaman sekarang banyak yang belum nikah um*r segini, tapi apa itu berarti belum ngeseks juga? Masih perawan juga? Hehehe.. Belum tentu.. Ih jadi anak lugu amat sih..” Rasti menanggapi sambil terkekeh.
“Yaaa.. Tapi kan ga sampai punya anak Tante, ga kayak Tante..” Jaka membela diri.
“Anaknya udah 7 lagi.. iih Tante nakal amat sih..!” Riko dan Romi menimpali.
“Cereweet ah kalian.. Jaman sekarang aborsi tu marak tahu! Tante nggak mau.. Lagian coba kalo Tedi Tante aborsi, pasti kalian juga ga bakal kenal Tante. Ga bakal bisa mesum-mesumin Tante..!”
“Hehehe.. Iyaa Tante.. Say no to aborsi ya pokoknya!”
“Iyesss.. hidup hamil!”
Mereka tertawa.
“Tapi, omong-omong orang tua Tante gimana tuh pas tahu Tante hamil?”
Rasti menghela napas. Sejenak berhenti mengatur napasnya dan meneguk minuman di meja.
“Jadi mau kembali ke laptop lagi nih ceritanya..?” Tanyanya.
Teman-teman Tedi cuma mengangguk cepat tanpa menjawab. Rasti menghembuskan napas lagi dan melanjutkan..
***
“Dasar lonte! Bikin malu keluarga!” hardik ayahnya.
Rasti dimarahi dan dicerca habis-habisan oleh orang tuanya, bahkan sampai diusir-usir. Namun dia bisa terus bertahan sampai melahirkan anak pertamanya.
Setelah melahirkan Tedi, karena tak kuat menahan malu dari cibiran tetangga dan kemarahan orangtuanya sendiri yang tidak kunjung mereda, Rastipun memilih kabur ke Jakarta membawa bayinya. Dia pergi tanpa bekal apapun dan tidak jelas pula arah tujuannya. Hingga akhirnya di sebuah pasar dia bertemu dengan seorang pria yang mulanya baik dan bersimpati ingin membantu Rasti. Pria tersebut tentu saja heran melihat seorang gadis semuda Rasti sedang menggendong-gendong bayi di tengah pasar.
Tapi sungguh tak disangka, pria itu ternyata malah membawanya ke kios kosong yang ada di bagian pasar yang sepi. Dan di sana sudah menunggu lima pria lainnya yang tidak lain merupakan preman-preman pasar.
“Kok ke sini sih Pak? Kios bapak di sini?” tanya Rasti muda dengan lugunya.
“Hehehe.. makanya jadi cewek tu jangan goblok! Kena entot deh lu.. hahahaha” ujar pria itu disambut tertawaan mesum pria-pria lainnya.
Rasti ditarik paksa masuk ke dalam. Rasti ditelanjangi, diciumi, dan diraba-raba oleh mereka bersama-sama.
Rasti sangat takut, tapi dia tidak bisa berbuat banyak. Mereka mengancam akan melukai bayinya bila Rasti berteriak dan melawan. Rasti terpaksa harus menurut, dia tidak ingin anak yang dicintainya terluka.
***
“Tante kenapa gak teriak aja??” Ujar Riko tiba-tiba.
Rasti terhenyak sebentar. Ditatapnya wajah Riko yang tampak tegang. Rasti bisa melihat dari raut mukanya, Riko tampak geregetan dan tidak terima. Seakan-akan kalau kejadian itu terjadi di depan matanya, ia pasti akan menolongnya tanpa ragu.
“Itu kan di pasar, pasti banyak orang yang dengar kalau misalnya Tante teriak..”
Rasti tersenyum mendengarnya. Dielusnya rambut Riko.
“Waktu itu Tante takut sekali. Mereka juga mengancam akan melukai Tedi..”
“Tapi kaan..”
“Coba deh kalian di posisi Tante.. Gini ya, Tante waktu itu masih kalut banget. Stress berat. Tante dihakimi, Tante merasa perbuatan Tante benar-benar salah.. hina.. Pokoknya Tante waktu itu bener-bener pingin low profile, ga mau ketemu orang, malu.. Kalau Tante teriak misalnya.. Katakanlah mereka gak bener-bener melukai Tedi. Tapi pasti Tante bakal dirubung orang, jadi sorotan, jadi perhatian, jadi perbincangan. Semua orang bakal bertanya-tanya, dan Tante harus menjelaskan..Terlalu banyak tekanan untuk itu. Tante gak mau..” Jelas Rasti panjang lebar.
“Jadi Tante lebih milih diperkosa??”
“Nggak..!”
“Lalu..?”
“Tante memilih.. menikmati..”
Suasana hening sejenak. Pikiran Riko, Romi dan Jaka berkelana.
“Mmmemangnya bisa semudah itu Tante..?” Jaka penasaran.
Rasti tersenyum. “Ya nggak dong.. Tapi paling nggak Tante gak ingin disakiti. Tante realistis aja waktu itu. Tante sadar bakal diperkosa, Tante gak mungkin lari apalagi melawan. Kalau melawan Tante pasti disakiti, entah diapain. Jadi, Tante mencoba kooperatif aja.. Nurut gitu deh..”
“Nurut gimana tuh..?”
***
Rasti benar-benar dilecehkan di sana. Bahkan mereka dengan bejatnya menyuruh Rasti agar memohon untuk disetubuhi supaya dia hamil lagi. Rasti juga dipaksa harus selalu tersenyum kesenangan selama dientotin seakan-akan menikmati perkosaan itu.
“Ayo memohon.. yang benar ngomongnya” suruh mereka.
“i..iya.. A..abang-abang sekalian.. tolong entotin aku dong.. aku pengen hamil lagi..” ujar Rasti dengan desahan menggoda, walaupun sebenarnya dia mengatakannya karena terpaksa.
“Hahaha.. gitu dong baru mantap, huahaha”
Mana tahan pria-pria itu mendengar gadis cantik seperti Rasti berkata demikian. Rastipun langsung digilir oleh mereka, tubuh mungilnya dientotin seenaknya bergantian oleh para preman pasar. Sungguh pemandangan yang ganjil, 1 gadis belia cantik melawan 6 preman pasar kasar!
Awalnya Rasti memang hanya berakting pura-pura kenikmatan sesuai suruhan mereka, namun akhirnya dia justru betul-betul menikmati. Ini sudah terjadi, tidak ada gunanya berteriak dan menangis, pikirnya waktu itu.
Setelah puas menikmati Rasti, preman-preman itupun ingin meninggalkannya begitu saja di sana, termasuk pria yang membawanya tadi. Rasti yang bingung harus kemana, akhirnya menahan pria itu dan minta ikut dengannya.
***
“Tante bingung waktu itu mau ditinggalin gitu aja di pasar.” Rasti menerawang.
Riko, Romi dan Jaka manggut-manggut mencoba membayangkan dan memahami bagaimana posisi Rasti saat itu.
“Tapi kenapa harus ikut sama mereka Tante?”
“Bukan mereka, tapi dia.. Bapak-bapak yang ketemu Tante pertama itu.. Tante tadinya pingin ikut dia aja. Ga sama yang lain..”
“Tapi kan jelas-jelas dia jahat Tante..”
“Aah nggak juga kok, hihihi.. Bapak itu ngentotnya enak kok.. hihihi..” Rasti tertawa nakal.
Teman-teman Tedi langsung mupeng dibuatnya.
“Kalo yang lain emang lumayan kasar sih ngentotin Tante.. Tapi enak juga kok.. Karna Tantenya gak ngelawan ya mereka ga sampe nyakitin Tante..”
Haaa.. gemes sekali teman-teman Tedi dengan kenakalan Rasti. Tapi benarkah Rasti benar-benar menikmatinya, atau cuma berpura-pura supaya tidak dikasihani? Entahlah.
***
“Pak.. Saya ikut yah sama bapak..” pinta Rasti mengiba.
Sungguh gila, padahal jelas-jelas pria itu bersama teman-temannya baru saja memperkosanya. Tapi Rasti tidak punya pilihan lain, dia tidak tahu harus kemana, dia kelaparan. Rasti hanya bisa memohon untuk minta ikut walau dia tahu resikonya dia akan jadi tempat pelampiasan nafsu.
Namun pria itu ternyata menolak karena sudah berkeluarga, gilanya dia malah menawarkan Rasti pada teman-temannya.
Dari saking banyak pria yang menggodanya, ternyata Surya, si sopir kepala desalah yang akhirnya mendapatkan Rasti. Dia bisa mendapatkan Rasti setelah gadis ini banyak diiming-imingi dan dirayu mati-matian. Rasti yang dibuat jatuh cinta pada pria itu akhirnya memberikan segalanya, termasuk keperawanannya. Sebuah awal yang ternyata sangat mempengaruhi jalan hidupnya.
Ya.. Rasti jadi ketagihan dengan yang namanya bersenggama. Merekapun berkali-kali berhubungan badan hingga akhirnya Rasti diketahui hamil, padahal us*anya waktu itu masih 13 th! Malangnya Rasti, saat pria itu tahu Rasti hamil, dia malah kabur tak bertanggung jawab. Rasti kebingungan, dia tidak menyangka akan jadi seperti ini. Bagaimanapun dia sudah hamil, dan dia tidak berniat menggugurkan kandungannya, sama sekali tidak. Hingga akhirnya perutnya semakin membuncit, hal itupun diketahui orang tuanya dan menyebar ke seluruh desa.
***
“Tante masih 13 th waktu itu? Seum*ran kita-kita dong..?” Tanya Riko. Romi dan Jaka mengangguk-angguk.
“Lha iya kan, itung aja sendiri, Tedi tuh anak pertama Tante, um*rnya sudah hampir 14 th.. Menurut kalian um*r Tante sekarang berapa?” Tanya rasti sambil memasang wajah imut.
“Ng.. 18 th Tante!” Celetuk Romi.
Rasti tertawa geli mendengarnya. “Gombal ih!” ujarnya.
“Iya bener Tante masih kayak belasan lho.. masih keliatan muda, kulitnya masih kencang, putih mulus..” timpal Romi.
“Ih, gombal pasti ada maunya.. dasar.” Cibir Rasti sambil menjawil hidung Romi yang langsung blingsatan dibuatnya.
“Tante ini sudah 27 th tahu..!” Akhirnya Rasti menjawab sendiri pertanyaannya.
“Dua puluh tujuh tahun juga ga ada yang nyangka lho Tante.. Kalo pun tahu ga bakal ada yang nyangka Tante sudah punya anak lho.. Jaman sekarang di kota banyak perawan tua. Cewek-cewek pada maunya sekolah tinggi-tinggi, udah gitu ngejar karir..” Jaka ikut nimbrung.
“Yee, perawan tua kan pikiran kamu.. mungkin perempuan jaman sekarang banyak yang belum nikah um*r segini, tapi apa itu berarti belum ngeseks juga? Masih perawan juga? Hehehe.. Belum tentu.. Ih jadi anak lugu amat sih..” Rasti menanggapi sambil terkekeh.
“Yaaa.. Tapi kan ga sampai punya anak Tante, ga kayak Tante..” Jaka membela diri.
“Anaknya udah 7 lagi.. iih Tante nakal amat sih..!” Riko dan Romi menimpali.
“Cereweet ah kalian.. Jaman sekarang aborsi tu marak tahu! Tante nggak mau.. Lagian coba kalo Tedi Tante aborsi, pasti kalian juga ga bakal kenal Tante. Ga bakal bisa mesum-mesumin Tante..!”
“Hehehe.. Iyaa Tante.. Say no to aborsi ya pokoknya!”
“Iyesss.. hidup hamil!”
Mereka tertawa.
“Tapi, omong-omong orang tua Tante gimana tuh pas tahu Tante hamil?”
Rasti menghela napas. Sejenak berhenti mengatur napasnya dan meneguk minuman di meja.
“Jadi mau kembali ke laptop lagi nih ceritanya..?” Tanyanya.
Teman-teman Tedi cuma mengangguk cepat tanpa menjawab. Rasti menghembuskan napas lagi dan melanjutkan..
***
“Dasar lonte! Bikin malu keluarga!” hardik ayahnya.
Rasti dimarahi dan dicerca habis-habisan oleh orang tuanya, bahkan sampai diusir-usir. Namun dia bisa terus bertahan sampai melahirkan anak pertamanya.
Setelah melahirkan Tedi, karena tak kuat menahan malu dari cibiran tetangga dan kemarahan orangtuanya sendiri yang tidak kunjung mereda, Rastipun memilih kabur ke Jakarta membawa bayinya. Dia pergi tanpa bekal apapun dan tidak jelas pula arah tujuannya. Hingga akhirnya di sebuah pasar dia bertemu dengan seorang pria yang mulanya baik dan bersimpati ingin membantu Rasti. Pria tersebut tentu saja heran melihat seorang gadis semuda Rasti sedang menggendong-gendong bayi di tengah pasar.
Tapi sungguh tak disangka, pria itu ternyata malah membawanya ke kios kosong yang ada di bagian pasar yang sepi. Dan di sana sudah menunggu lima pria lainnya yang tidak lain merupakan preman-preman pasar.
“Kok ke sini sih Pak? Kios bapak di sini?” tanya Rasti muda dengan lugunya.
“Hehehe.. makanya jadi cewek tu jangan goblok! Kena entot deh lu.. hahahaha” ujar pria itu disambut tertawaan mesum pria-pria lainnya.
Rasti ditarik paksa masuk ke dalam. Rasti ditelanjangi, diciumi, dan diraba-raba oleh mereka bersama-sama.
Rasti sangat takut, tapi dia tidak bisa berbuat banyak. Mereka mengancam akan melukai bayinya bila Rasti berteriak dan melawan. Rasti terpaksa harus menurut, dia tidak ingin anak yang dicintainya terluka.
***
“Tante kenapa gak teriak aja??” Ujar Riko tiba-tiba.
Rasti terhenyak sebentar. Ditatapnya wajah Riko yang tampak tegang. Rasti bisa melihat dari raut mukanya, Riko tampak geregetan dan tidak terima. Seakan-akan kalau kejadian itu terjadi di depan matanya, ia pasti akan menolongnya tanpa ragu.
“Itu kan di pasar, pasti banyak orang yang dengar kalau misalnya Tante teriak..”
Rasti tersenyum mendengarnya. Dielusnya rambut Riko.
“Waktu itu Tante takut sekali. Mereka juga mengancam akan melukai Tedi..”
“Tapi kaan..”
“Coba deh kalian di posisi Tante.. Gini ya, Tante waktu itu masih kalut banget. Stress berat. Tante dihakimi, Tante merasa perbuatan Tante benar-benar salah.. hina.. Pokoknya Tante waktu itu bener-bener pingin low profile, ga mau ketemu orang, malu.. Kalau Tante teriak misalnya.. Katakanlah mereka gak bener-bener melukai Tedi. Tapi pasti Tante bakal dirubung orang, jadi sorotan, jadi perhatian, jadi perbincangan. Semua orang bakal bertanya-tanya, dan Tante harus menjelaskan..Terlalu banyak tekanan untuk itu. Tante gak mau..” Jelas Rasti panjang lebar.
“Jadi Tante lebih milih diperkosa??”
“Nggak..!”
“Lalu..?”
“Tante memilih.. menikmati..”
Suasana hening sejenak. Pikiran Riko, Romi dan Jaka berkelana.
“Mmmemangnya bisa semudah itu Tante..?” Jaka penasaran.
Rasti tersenyum. “Ya nggak dong.. Tapi paling nggak Tante gak ingin disakiti. Tante realistis aja waktu itu. Tante sadar bakal diperkosa, Tante gak mungkin lari apalagi melawan. Kalau melawan Tante pasti disakiti, entah diapain. Jadi, Tante mencoba kooperatif aja.. Nurut gitu deh..”
“Nurut gimana tuh..?”
***
Rasti benar-benar dilecehkan di sana. Bahkan mereka dengan bejatnya menyuruh Rasti agar memohon untuk disetubuhi supaya dia hamil lagi. Rasti juga dipaksa harus selalu tersenyum kesenangan selama dientotin seakan-akan menikmati perkosaan itu.
“Ayo memohon.. yang benar ngomongnya” suruh mereka.
“i..iya.. A..abang-abang sekalian.. tolong entotin aku dong.. aku pengen hamil lagi..” ujar Rasti dengan desahan menggoda, walaupun sebenarnya dia mengatakannya karena terpaksa.
“Hahaha.. gitu dong baru mantap, huahaha”
Mana tahan pria-pria itu mendengar gadis cantik seperti Rasti berkata demikian. Rastipun langsung digilir oleh mereka, tubuh mungilnya dientotin seenaknya bergantian oleh para preman pasar. Sungguh pemandangan yang ganjil, 1 gadis belia cantik melawan 6 preman pasar kasar!
Awalnya Rasti memang hanya berakting pura-pura kenikmatan sesuai suruhan mereka, namun akhirnya dia justru betul-betul menikmati. Ini sudah terjadi, tidak ada gunanya berteriak dan menangis, pikirnya waktu itu.
Setelah puas menikmati Rasti, preman-preman itupun ingin meninggalkannya begitu saja di sana, termasuk pria yang membawanya tadi. Rasti yang bingung harus kemana, akhirnya menahan pria itu dan minta ikut dengannya.
***
“Tante bingung waktu itu mau ditinggalin gitu aja di pasar.” Rasti menerawang.
Riko, Romi dan Jaka manggut-manggut mencoba membayangkan dan memahami bagaimana posisi Rasti saat itu.
“Tapi kenapa harus ikut sama mereka Tante?”
“Bukan mereka, tapi dia.. Bapak-bapak yang ketemu Tante pertama itu.. Tante tadinya pingin ikut dia aja. Ga sama yang lain..”
“Tapi kan jelas-jelas dia jahat Tante..”
“Aah nggak juga kok, hihihi.. Bapak itu ngentotnya enak kok.. hihihi..” Rasti tertawa nakal.
Teman-teman Tedi langsung mupeng dibuatnya.
“Kalo yang lain emang lumayan kasar sih ngentotin Tante.. Tapi enak juga kok.. Karna Tantenya gak ngelawan ya mereka ga sampe nyakitin Tante..”
Haaa.. gemes sekali teman-teman Tedi dengan kenakalan Rasti. Tapi benarkah Rasti benar-benar menikmatinya, atau cuma berpura-pura supaya tidak dikasihani? Entahlah.
***
“Pak.. Saya ikut yah sama bapak..” pinta Rasti mengiba.
Sungguh gila, padahal jelas-jelas pria itu bersama teman-temannya baru saja memperkosanya. Tapi Rasti tidak punya pilihan lain, dia tidak tahu harus kemana, dia kelaparan. Rasti hanya bisa memohon untuk minta ikut walau dia tahu resikonya dia akan jadi tempat pelampiasan nafsu.
Namun pria itu ternyata menolak karena sudah berkeluarga, gilanya dia malah menawarkan Rasti pada teman-temannya.
“Ayo, siapa yang mau nampung gadis ini? Lumayan lah bisa kita pake-pake lagi. Gimana lu Man? Lu kan masih bujangan..?” tanyanya kepada salah satu temannya si Risman.
“Aduh, ngawur aja lo, gue masih tinggal sama nyokap gue tau gak lo!”
“Alah.. nyokap lo udah nenek-nenek gitu, mau ngapain dia emangnya!? Lo gimana Jo?” tanyanya pada yang lain.
“Ada istri gue, begok!”
“Atau gini.. kita cariin dia kos-kosan aja. Ntar kalau kita pengen ngentotin dia kan gampang” usul yang lain.
“Ha? Lu punya duit apa!?”
***
“Ya gitu deh.. Tante malah dilempar sana-sini. Tante cuman diam aja ndengerin mereka diskusi tentang Tante mau ditaruh di mana, dan supaya bisa mereka entotin bareng terus kapan pun mereka mau. Tante sebenarnya gak terima juga, tadinya kan maunya cuma sama bapak yang pertama itu aja.. Tapi ya gimana lagi, Tante waktu itu cuma bisa pasrah aja sih gimana nasib Tante ke depannya ..” Rasti menghela napas dan menerawang, lalu beralih memandangi wajah teman-teman Tedi yang mengelilinginya.
“Hihihi.. serius amat siih kalian..? Tegang di atas atau tegang di bawah nih..? Hehehe..” Godanya. Wajah anak-anak itu memerah.
“Atas bawah nih Tante..” Jawab Jaka balik menggoda.
“Ya udah kalo gitu tamat dulu yaah ceritanya.. Tuh wajah kalian udah kayak kepiting rebus aja..”
“Yaah kok gitu Tante, belum maksimal nih tegangnya..” Romi ikut memberanikan diri ikut menggoda.
Rasti tergelak mendengarnya. “Aduuh aduuh kalian ni nakal banget sih, anak-anak Tante aja ga pernah lho Tante ceritain kayak gini..” Ujarnya.
“Emangnya mau lebih tegang lagi..?”
“Mau Tante..”
“Ya udah Tante lanjutin ya, tapi bentar aja..”
“Ya.. kan masih panjang Tante ceritanya..”
“Iih kamu ini emangnya Tante ga punya kerjaan apa? Udah gitu gerah tahu kalian kelilingin gini.. mepet-mepet banget lagi, geser dikit ngapa?” Tukas Rasti bangkit dari sandaran sofa. Bergaya seperti orang kegerahan. Rasti menarik dan mengibas-ngibaskan bagian atas dasternya yang belahannya rendah. Walhasil payudara putihnya makin terekspos.
“Biar makin tegang buka dong dasternya Tante..!” Ujar Jaka melotot.
“Hahaha.. Terus Tante cerita sambil telanjang gitu?”
Riko, Romi dan Jaka mengangguk cepat. Antus*as.
“Hmmm.. Gimana kalo Tante buka dasternya, trus kita pindah ke kamar..? Kita lanjutin sambil tidur-tiduran..?” Lanjut Rasti dengan senyum nakalnya.
“Iyaa.. iyaa tante.. Ayo..!”
“Maunya..!” Cibir Rasti sambil mencubiti mereka. Tentu bukan cubitan yang benar-benar berniat menyakiti. Sambil mengaduh-aduh, teman-teman Tedi malah tertawa-tawa menikmati keintiman mereka. Tapi dongkol juga rasanya karna ternyata Rasti cuma menggoda mereka.
“Tante nakal iih..”
“Lho kok Tante yang nakal? Gak kebalik tuh? Kalian ini yang kecil-kecil udah mesum. Mesumin ibu temen sendiri lagi?”
“Salah sendiri Tante cantik, binal lagi..” Gumam bersungut-sungut.
“Ih malah nggombal, mau lanjut gak nih ceritanya?”
“Iya Tante, terus jadinya Tante tinggal di mana tuh?” Tanya Jaka penasaran.
Rasti tersenyum dan kembali menyandarkan badannya. Ia menarik napas bersiap melanjutkan.
“Ada satu bapak yang paling preman banget, paling kasar.. Paling gede badannya..”
Cerita Rasti mulai mengalir lagi dari mulutnya.
“Tante sebenarnya paling takut sama bapak ini, walaupun di antara lainnya dia juga yang paling kuat ngentotnya sih. Hehehe..”
Bukan Rasti namanya kalau tidak menyelip-nyelipkan kenakalan dalam ceritanya. Teman-teman Tedi diam mendengarkan, diam-diam tangannya mulai mengelus-ngelus lagi ‘daging tumbuh’ di balik celana mereka masing-masing. Mereka tidak tahu apakah Rasti bercerita sejujurnya atau sedikit mendramatisir. Mereka tidak peduli yang penting mereka bisa menikmati selama mungkin cerita dan kebersamaan dengan Rasti.
***
Akhirnya salah seorang pria bersedia juga menampung Rasti. Pria yang sebenarnya paling tidak ingin Rasti tinggal bersama denganya, soalnya pria itu tadi yang paling kasar waktu menyetubuhinya dan yang paling kasar mulutnya, tapi Rasti tidak punya pilihan lain. Rastipun ikut bersama pria itu ke rumahnya.
“Oke, sekarang lo tinggal di sini. Lo harus bersih-bersih rumah, memasak, dan tentu saja ngelayani gue di ranjang. Lo bersedia kan manis? Hehe..” Rasti hanya menjawab dengan anggukan dan senyuman.
“Ya udah sana mulai kerja, gak lihat lo dapur gue berantakan!? Dasar lonte cilik!” hinanya.
Rastipun segera menuruti. Setelah meletakkan bayinya diapun mulai bersih-bersih rumah.
Belum sempat dia beristirahat, dia sudah harus melayani nafsu pria itu. Sering pria itu memaki Rasti karena suara tangisan bayi Rasti yang menggangunya. Kalau sudah begitu biasanya dia akan mengentoti Rasti dengan kasar tanpa peduli bayinya sedang butuh mamanya.
Memang awalnya dia merasa tidak nyaman karena selalu mendengar hinaan pria ini, namun lama-lama akhirnya dia mulai terbiasa.
Setiap beberapa hari sekali, satu atau beberapa atau semua preman-preman itu akan ngumpul di sana, main judi, mabuk-mabukan, membagi jatah uang keamanan, dan..
***
“Dan Tante digangbang lagi deeh..” Celetuk Romi tiba-tiba. Tangannya sudah menyelip di dalam celananya sendiri.
Rasti tertawa geli melihatnya.
“Iih kamu ini kok seneng banget kelihatannya Tante digangbang.. Tante itu diperkosa tahu..?”
“Kan katanya bisa menikmati..” ucap Romi lugu.
“Yaa, ngentot tu emang enak, Tante suka banget. Dan Tante gak nyesal juga ditampung di rumah bapak yang paling kasar itu. Karena tiap malam Tante digenjot dan bapak itu staminanya kuat banget. Jujur Tante suka. Tante mulai terbiasa, gak ketakutan lagi.. Gak khawatir lagi. Tante udah kayak istrinya aja waktu itu.. Kapan pun dia minta Tante harus siap deh digenjot.”
“Tuh kan Tantenya juga keenakan kan?”
“Yee.. Tapi Tante ini bukan mesin seks tau..?! Kalau mereka sudah ngumpul, trus Tante digangbang bisa sampai pagi ya Tante kewalahan juga . Bahkan sakit, capek..” Jelas Rasti sambil membelai rambut Romi.
“Oh ya, jadi bapak-bapak itu berenam, salah satunya bapak Norman ya..?” Tanya Riko teringat sekilas cerita Rasti sebelumnya.
“Kalo gitu gak sulit dong Tante tahu yang mana yang bapaknya Norman? Kan bisa diamati persamaannya.. Pasti ada lah dikit-dikit..” Romi langsung nyambung.
“Eh, emangnya kamu kira cuma 6 preman yang waktu itu menggilir Tante?”
“Lho kan katanya..”
“Iya, awalnya mereka cuma berenam. Tapi tahu sendiri kan, preman itu pasti ada geng-gengnya. Mereka saling bersaing, berebut kekuasaan di pasar. Jadi gak mungkin geng mereka cuma berenam. Kalo pada ngumpul terus ngeliat Tante di situ, tahu sendiri dong..? Kalo cuma berenam sih Tante juga kuat kali..”
“Ja..Jadi Tante ngentot sama semua anggota geng itu?” Jaka antus*as.
“Hihihi.. Gak tahu ya kalau itu sudah semua anggota geng. Tapi yang jelas semua yang pernah ngumpul di rumah itu, semua Tante layani. Tanpa kecuali.”
“Semua..? Berapa orang tuh Tante..?”
“Hihihi, semangat banget deh kamu.. Emangnya Tante ngitung?”
“Yaah.. 10 orang ada Tante?”
“10? Dikit amat?” Jawab Rasti senyum-senyum nakal. Woow, makin gemas dan ngaceng mereka dibuatnya.
“15?”
“Hampirr.. hihihi..”
“Iih katanya Tante gak ngitung?” Ucap Romi gemas.
“Hehehe, gak ngitung sih, tapi kira-kira ya.. Hmm.. waktu itu si Bokir bawa 2 temen, terus besoknya si Joni berdua juga.. Terus 4, mmm.. yang malam itu 3.. pas rame-rame yang baru lagi ada mmm 4 atau 5 ya.. udah gitu malam tahun baru berapa yaa rame banget..” Rasti bergumam-gumam pelan mengingat-ingat sambil menerawang.
Sangat menggemaskan..
***
Ya, bukan hanya semalam 2 malam tempat itu dibuat nongkrong para preman.
“Wuih Jok, sapa tuh bening-bening seger..?”
“Wah, kok ada daun muda di sini lo gak bilang-bilang? Sapa tuh?”
“Anjrit, seksi Jok, ngaceng gue!”
Begitu kira-kira reaksi tiap preman yang datang ke situ. Rasti sendiri diam saja, kadang penasaran, kadang bangga, bahkan kadang malah horni, tapi tidak jarang juga dia takut dan cemas kalau pas yang datang terlihat sangat kasar dan sangar, apalagi kalau mabuk. Buruk rupa? hampir pasti!
“Ooh itu lonte gue, dah lama gue pelihara, lu mau? Entotin deh sono, bebas aja.. Gratiss!” Jawab Joko si tuan rumah yang menampung Rasti.
Benar-benar jawaban yang sangat melecehkan dan merendahkan Rasti. Tapi Rasti sudah seakan kebal dengan tiap kata-kata kotor yang ditujukan padanya.
“Aduh, ngawur aja lo, gue masih tinggal sama nyokap gue tau gak lo!”
“Alah.. nyokap lo udah nenek-nenek gitu, mau ngapain dia emangnya!? Lo gimana Jo?” tanyanya pada yang lain.
“Ada istri gue, begok!”
“Atau gini.. kita cariin dia kos-kosan aja. Ntar kalau kita pengen ngentotin dia kan gampang” usul yang lain.
“Ha? Lu punya duit apa!?”
***
“Ya gitu deh.. Tante malah dilempar sana-sini. Tante cuman diam aja ndengerin mereka diskusi tentang Tante mau ditaruh di mana, dan supaya bisa mereka entotin bareng terus kapan pun mereka mau. Tante sebenarnya gak terima juga, tadinya kan maunya cuma sama bapak yang pertama itu aja.. Tapi ya gimana lagi, Tante waktu itu cuma bisa pasrah aja sih gimana nasib Tante ke depannya ..” Rasti menghela napas dan menerawang, lalu beralih memandangi wajah teman-teman Tedi yang mengelilinginya.
“Hihihi.. serius amat siih kalian..? Tegang di atas atau tegang di bawah nih..? Hehehe..” Godanya. Wajah anak-anak itu memerah.
“Atas bawah nih Tante..” Jawab Jaka balik menggoda.
“Ya udah kalo gitu tamat dulu yaah ceritanya.. Tuh wajah kalian udah kayak kepiting rebus aja..”
“Yaah kok gitu Tante, belum maksimal nih tegangnya..” Romi ikut memberanikan diri ikut menggoda.
Rasti tergelak mendengarnya. “Aduuh aduuh kalian ni nakal banget sih, anak-anak Tante aja ga pernah lho Tante ceritain kayak gini..” Ujarnya.
“Emangnya mau lebih tegang lagi..?”
“Mau Tante..”
“Ya udah Tante lanjutin ya, tapi bentar aja..”
“Ya.. kan masih panjang Tante ceritanya..”
“Iih kamu ini emangnya Tante ga punya kerjaan apa? Udah gitu gerah tahu kalian kelilingin gini.. mepet-mepet banget lagi, geser dikit ngapa?” Tukas Rasti bangkit dari sandaran sofa. Bergaya seperti orang kegerahan. Rasti menarik dan mengibas-ngibaskan bagian atas dasternya yang belahannya rendah. Walhasil payudara putihnya makin terekspos.
“Biar makin tegang buka dong dasternya Tante..!” Ujar Jaka melotot.
“Hahaha.. Terus Tante cerita sambil telanjang gitu?”
Riko, Romi dan Jaka mengangguk cepat. Antus*as.
“Hmmm.. Gimana kalo Tante buka dasternya, trus kita pindah ke kamar..? Kita lanjutin sambil tidur-tiduran..?” Lanjut Rasti dengan senyum nakalnya.
“Iyaa.. iyaa tante.. Ayo..!”
“Maunya..!” Cibir Rasti sambil mencubiti mereka. Tentu bukan cubitan yang benar-benar berniat menyakiti. Sambil mengaduh-aduh, teman-teman Tedi malah tertawa-tawa menikmati keintiman mereka. Tapi dongkol juga rasanya karna ternyata Rasti cuma menggoda mereka.
“Tante nakal iih..”
“Lho kok Tante yang nakal? Gak kebalik tuh? Kalian ini yang kecil-kecil udah mesum. Mesumin ibu temen sendiri lagi?”
“Salah sendiri Tante cantik, binal lagi..” Gumam bersungut-sungut.
“Ih malah nggombal, mau lanjut gak nih ceritanya?”
“Iya Tante, terus jadinya Tante tinggal di mana tuh?” Tanya Jaka penasaran.
Rasti tersenyum dan kembali menyandarkan badannya. Ia menarik napas bersiap melanjutkan.
“Ada satu bapak yang paling preman banget, paling kasar.. Paling gede badannya..”
Cerita Rasti mulai mengalir lagi dari mulutnya.
“Tante sebenarnya paling takut sama bapak ini, walaupun di antara lainnya dia juga yang paling kuat ngentotnya sih. Hehehe..”
Bukan Rasti namanya kalau tidak menyelip-nyelipkan kenakalan dalam ceritanya. Teman-teman Tedi diam mendengarkan, diam-diam tangannya mulai mengelus-ngelus lagi ‘daging tumbuh’ di balik celana mereka masing-masing. Mereka tidak tahu apakah Rasti bercerita sejujurnya atau sedikit mendramatisir. Mereka tidak peduli yang penting mereka bisa menikmati selama mungkin cerita dan kebersamaan dengan Rasti.
***
Akhirnya salah seorang pria bersedia juga menampung Rasti. Pria yang sebenarnya paling tidak ingin Rasti tinggal bersama denganya, soalnya pria itu tadi yang paling kasar waktu menyetubuhinya dan yang paling kasar mulutnya, tapi Rasti tidak punya pilihan lain. Rastipun ikut bersama pria itu ke rumahnya.
“Oke, sekarang lo tinggal di sini. Lo harus bersih-bersih rumah, memasak, dan tentu saja ngelayani gue di ranjang. Lo bersedia kan manis? Hehe..” Rasti hanya menjawab dengan anggukan dan senyuman.
“Ya udah sana mulai kerja, gak lihat lo dapur gue berantakan!? Dasar lonte cilik!” hinanya.
Rastipun segera menuruti. Setelah meletakkan bayinya diapun mulai bersih-bersih rumah.
Belum sempat dia beristirahat, dia sudah harus melayani nafsu pria itu. Sering pria itu memaki Rasti karena suara tangisan bayi Rasti yang menggangunya. Kalau sudah begitu biasanya dia akan mengentoti Rasti dengan kasar tanpa peduli bayinya sedang butuh mamanya.
Memang awalnya dia merasa tidak nyaman karena selalu mendengar hinaan pria ini, namun lama-lama akhirnya dia mulai terbiasa.
Setiap beberapa hari sekali, satu atau beberapa atau semua preman-preman itu akan ngumpul di sana, main judi, mabuk-mabukan, membagi jatah uang keamanan, dan..
***
“Dan Tante digangbang lagi deeh..” Celetuk Romi tiba-tiba. Tangannya sudah menyelip di dalam celananya sendiri.
Rasti tertawa geli melihatnya.
“Iih kamu ini kok seneng banget kelihatannya Tante digangbang.. Tante itu diperkosa tahu..?”
“Kan katanya bisa menikmati..” ucap Romi lugu.
“Yaa, ngentot tu emang enak, Tante suka banget. Dan Tante gak nyesal juga ditampung di rumah bapak yang paling kasar itu. Karena tiap malam Tante digenjot dan bapak itu staminanya kuat banget. Jujur Tante suka. Tante mulai terbiasa, gak ketakutan lagi.. Gak khawatir lagi. Tante udah kayak istrinya aja waktu itu.. Kapan pun dia minta Tante harus siap deh digenjot.”
“Tuh kan Tantenya juga keenakan kan?”
“Yee.. Tapi Tante ini bukan mesin seks tau..?! Kalau mereka sudah ngumpul, trus Tante digangbang bisa sampai pagi ya Tante kewalahan juga . Bahkan sakit, capek..” Jelas Rasti sambil membelai rambut Romi.
“Oh ya, jadi bapak-bapak itu berenam, salah satunya bapak Norman ya..?” Tanya Riko teringat sekilas cerita Rasti sebelumnya.
“Kalo gitu gak sulit dong Tante tahu yang mana yang bapaknya Norman? Kan bisa diamati persamaannya.. Pasti ada lah dikit-dikit..” Romi langsung nyambung.
“Eh, emangnya kamu kira cuma 6 preman yang waktu itu menggilir Tante?”
“Lho kan katanya..”
“Iya, awalnya mereka cuma berenam. Tapi tahu sendiri kan, preman itu pasti ada geng-gengnya. Mereka saling bersaing, berebut kekuasaan di pasar. Jadi gak mungkin geng mereka cuma berenam. Kalo pada ngumpul terus ngeliat Tante di situ, tahu sendiri dong..? Kalo cuma berenam sih Tante juga kuat kali..”
“Ja..Jadi Tante ngentot sama semua anggota geng itu?” Jaka antus*as.
“Hihihi.. Gak tahu ya kalau itu sudah semua anggota geng. Tapi yang jelas semua yang pernah ngumpul di rumah itu, semua Tante layani. Tanpa kecuali.”
“Semua..? Berapa orang tuh Tante..?”
“Hihihi, semangat banget deh kamu.. Emangnya Tante ngitung?”
“Yaah.. 10 orang ada Tante?”
“10? Dikit amat?” Jawab Rasti senyum-senyum nakal. Woow, makin gemas dan ngaceng mereka dibuatnya.
“15?”
“Hampirr.. hihihi..”
“Iih katanya Tante gak ngitung?” Ucap Romi gemas.
“Hehehe, gak ngitung sih, tapi kira-kira ya.. Hmm.. waktu itu si Bokir bawa 2 temen, terus besoknya si Joni berdua juga.. Terus 4, mmm.. yang malam itu 3.. pas rame-rame yang baru lagi ada mmm 4 atau 5 ya.. udah gitu malam tahun baru berapa yaa rame banget..” Rasti bergumam-gumam pelan mengingat-ingat sambil menerawang.
Sangat menggemaskan..
***
Ya, bukan hanya semalam 2 malam tempat itu dibuat nongkrong para preman.
“Wuih Jok, sapa tuh bening-bening seger..?”
“Wah, kok ada daun muda di sini lo gak bilang-bilang? Sapa tuh?”
“Anjrit, seksi Jok, ngaceng gue!”
Begitu kira-kira reaksi tiap preman yang datang ke situ. Rasti sendiri diam saja, kadang penasaran, kadang bangga, bahkan kadang malah horni, tapi tidak jarang juga dia takut dan cemas kalau pas yang datang terlihat sangat kasar dan sangar, apalagi kalau mabuk. Buruk rupa? hampir pasti!
“Ooh itu lonte gue, dah lama gue pelihara, lu mau? Entotin deh sono, bebas aja.. Gratiss!” Jawab Joko si tuan rumah yang menampung Rasti.
Benar-benar jawaban yang sangat melecehkan dan merendahkan Rasti. Tapi Rasti sudah seakan kebal dengan tiap kata-kata kotor yang ditujukan padanya.
Gak ada ceritanya Rasti bisa menolak jika hendak disetubuhi. Jika satu atau dua pria tidak ada masalah bagi Rasti untuk menikmati juga persetubuhan itu. Tapi kalau sudah banyak preman dan menggangbang Rasti beramai-ramai. Rasti mau tak mau harus melayani mereka semua meski tidak bisa menikmatinya cukup lama.
Kalau sudah dini hari Rasti sudah lelah bukan main, tapi preman-preman itu tidak jarang terus menggilirnya sampai fajar. Tidak jarang Rasti sampai pingsan dibuatnya. Kalau ditotal ada 17 preman yang rutin menggagahi Rasti selama dia tinggal di sana.
“Oke manis, waktunya lo kita gangbang, lo siap? Hahahaha” tanya salah satu mereka.
“Eh, i..iya..” jawab Rasti lemas membayangkan dirinya akan disetubuhi banyak pria sekaligus.
Tapi apa daya, inilah yang bisa dia lakukan sebagai rasa terima kasih karena telah bersedia menampung dia dan bayinya. Dia harus merelakan dirinya dijadikan mainan seks para berandalan itu.
“Jawab yang benar!”
“I..iya.. silahkan entotin aku sampai kalian puas, aku udah siap dari tadi kok mau kalian apakan saja..” jawabnya sekali lagi dengan nada manja.
“Haha, bagus.. Tapi tunggu, minta izin juga dong sama anak lo, hehe” suruh pria yang lain.
Mereka betul-betul mempermainkan Rasti! Tapi bagaimanapun Rasti tidak punya pilihan lain selain menuruti.
“Te..tedi sayang.. mama mau ngentot dulu ya sama papa-papa. Papa-papamu udah gak sabaran tuh pengen ngentotin memek mama. Kamu jangan berisik ya, jangan ganggu kita ngentot.. ntar nggak mama kasih susu lho..” ujar Rasti sambil tertawa kecil.
Dia mengatakan hal seperti itu semata-mata hanya ingin memuaskan mereka, bukan karena ingin. Tapi siapa sangka kalau akhirnya Rasti terbiasa berucap seperti itu pada anak-anaknya ketika akan melonte di kemudian hari.
Akhirnya untuk kesekian kalinya, Rasti dientotin seenaknya di depan bayinya. Tedi yang masih bayi tentu saja tidak mengerti apa-apa. Dia hanya bisa menyaksikan, bahkan tertawa-tawa melihat mamanya yang kewalahan disetubuhi beramai-ramai oleh para preman pasar.
Tubuh Rasti dinikmati oleh mereka sepuasnya. Menggenjot tubuh mungil Rasti dengan penis-penis mereka tanpa ampun. Mereka juga sangat rajin menumpahkan benih mereka ke rahim Rasti.
Setelah beberapa bulan tinggal di sana, akhirnya Rasti hamil untuk kedua kalinya akibat perbuatan preman-preman itu. Benar, salah satu dari ke tujuh belas orang itu adalah bapaknya Norman!
Rasti kemudian diusir. Perut Rasti yang semakin membuncit membuatnya tidak bisa lagi dientotin karena hamil tua. Selain itu juga akan makin merepotkan bila nanti ada dua bayi di sana.
“Sorry ya kita gak bisa nampung lo lagi, tapi kita bakal terus ingat gimana rasa tubuh lo itu kok..” ujar mereka merendahkan.
Rasti hanya bisa pasrah. Habis manis sepah dibuang. Begitulah nasib Rasti.
Rasti yang diusir dalam kondisi hamil tua dan menggendong Tedi yang masih bayi semakin bingung harus kemana. Satu-satunya harapan, mau tidak mau adalah kembali ke keluarga. Tapi apakah keluarganya mau menerima? Apalagi dia lagi-lagi hamil tanpa seorang ayah!
Akhirnya Rasti memutuskan untuk mengunjungi salah satu keluarga yang ada di Jakarta, yaitu Pakdenya, orangtua pamannya Tedi, paman Tedi itu adalah sepupunya Rasti.
Sempat khawatir mendapat penolakan, namun ternyata Rasti diterima dengan baik oleh mereka. Walau keluarga itu kesal juga dengan ulah Rasti tapi mereka tetap merasa kasihan. Lagipula tinggal di kota besar seperti Jakarta membuat keluarga itu bisa memaklumi sesuatu yang bagi banyak orang desa masih sangat tabu, seperti hamil diluar nikah yang terjadi pada Rasti.
Rasti boleh tinggal di situ dengan satu syarat, dia harus sekolah. Harus masuk S-M-A. Rasti sih mau-mau saja, tapi dia tidak punya ijazah S-M-P karena waktu itu didrop out akibat hamil. Akhirnya Rasti dibantu dengan berbagai cara dan juga dengan pengaruh Pakdenya supaya bisa masuk S-M-A.
***
“Baik ya pakdenya Tante..” Gumam Riko.
“Jangan-jangan.. ada maunya juga.. Tante dientot juga sama pakd... Adududuhh Tante..!” Jaka yang belum selesai menimpali sudah dijewer telinganya oleh Rasti
Kali ini Rasti kelihatan serius. “Kamu jangan nggak sopan ya? Pakde Tante itu orang baik-baik, dia gak macem-macem sama Tante!” Omel Rasti.
“Ma..maaf Tante..” Jaka bersungut-sungut. Riko dan Romi menahan tawa melihatnya.
“Tante ngelahirin Norman di rumah pakde, semua yang bantu pakde. Biaya dan segala macemnya. Pakde ga pernah memarahi Tante.. Pakde cuma minta 1 hal, Tante harus sekolah. Pakde juga yang ngurusin semuanya. Tapi sayang Tante gak bisa sekolah di sekolah yang ideal sesuai keingingan pakde..”
Rasti mengambil napas sejenak lalu melanjutkan ceritanya mengenai kondisi S-M-A yang dia masuki.
***
Apa daya, satu-satunya S-M-A yang kemudian bisa dimasuki Rasti adalah S-M-A yang ada di daerah pesisir pantai di tepi Jakarta, hampir di luar Jakarta, dekat perbatasan. S-M-A yang jauh dari kata bermutu. Murid-muridnya adalah anak-anak penduduk pesisir pantai yang kulitnya hitam legam dan rambutnya merah terbakar matahari. Kebanyakan murid di sana laki-laki dan bandel-bandel.
“Hai cewek.. cakep bener, putih mulus.. mandinya pake susu ya? Bagi dong susunya.. hehe” goda salah satu murid cowok di sana.
“Duh mulutnya manis tuh kalau dicipok, apalagi kalau dicipok pake kontol abang..” ujar murid yang lain kurang ajar.
Rasti yang cantik, seksi, dan putih mulus tentunya menjadi pemandangan indah tersendiri di sekolah itu. Sejak hari pertama sudah banyak sekali cowok-cowok yang menggodanya. Dari yang sekedar kata-kata gombal dan kotor, sampai ke yang berani mencolek-colek tubuhnya.
Meski suka dirayu dan digoda cowok-cowok di sana, tapi Rasti risih juga. Rasti pikir dia harus cari aman, dia mesti memacari salah satu cowok yang dia pandang paling berpengaruh di sekolah secepatnya. Kalau bisa hari itu juga.
Dia mulai memberi lampu hijau pada salah seorang yang dinilainya cocok. Agung namanya. Cowok yang penampilannya urakan, dekil, dan sering bikin repot guru inilah yang akhirnya dia pilih, salah satu cowok yang tadi ikut menggodanya dengan kata-kata vulgar. Gayung bersambut.
Hari itu juga sepulang sekolah Agung menawarkan diri untuk mengantar Rasti pulang.
“Masuk yuk Gung..” ajak Rasti menawari cowok itu untuk mampir setibanya di rumah.
“Emangnya gak ada orang? rumahnya gede gini..”
“Lagi sepi kok.. Yuk masuk. Minum dulu, pasti haus kan? Jauh lho pulangnya, ntar dehidrasi lho kamunya, hihihi..” jawab Rasti manja.
Rumah Pakdenya memang sedang sepi jam segini. Hanya ada seorang baby sitter tua yang menjaga anak-anak Rasti selama Rasti sekolah, sedangkan penghuni lainnya belum pulang kerja.
Akhirnya merekapun masuk, Rasti langsung mengajak cowok itu ke dalam kamarnya biar lebih enak ngobrolnya.
Mereka saling bercerita, Agung ingin tahu banyak tentang Rasti dan Rastipun menceritakan semuanya dengan terbuka. Bagaimana dia sudah punya dua anak, bagaimana dia pernah diperkosa, pernah tinggal beberapa bulan bersama para preman sebagai budak seks mereka, dan cerita-cerita lainnya.
Dasar Rasti binal, diapun akhirnya ngentot dengan cowok itu. Rasti tentu awalnya sekedar ingin pedekate saja. Namun dia tidak menyangka ‘kencan’ pertama itu akan terlalu jauh.
Semuanya mengalir begitu saja dan jadilah mereka bercinta. Rasti disetubuhi oleh cowok yang bahkan belum sehari dia kenal! Di rumah Pakdenya pula yang sudah bersedia menampungnya. Salahnya juga sebenarnya, mana ada pria yang bisa tahan setelah diajak masuk kamar oleh gadis secantik Rasti, apalagi setelah mendengar kalau ternyata Rasti doyan ngeseks. Sepasang remaja itupun bersenggama dengan nikmatnya di dalam kamar Rasti.
Malangnya, setelah berhubungan beberapa hari ternyata Agung tidak juga menembak Rasti. Kayaknya dia tidak berminat pacaran sama Rasti. Toh tanpa pacaran, tubuh Rasti sudah bisa dia jamah sesukanya.
Apalagi dia malah cerita ke banyak teman-teman lain di sekolah itu. Soal Rasti yang sudah ditidurinya lah, sudah punya anak tanpa suami lah, gampangan lah, dan sebagainya. Walhasil Rasti terkenal dengan reputasi ‘bitch’ di kalangan anak-anak bandel di sekolah itu.
Selama beberapa minggu Rasti jalan dengan Agung tanpa status. Selama itu pula Rasti dengan mudahnya bisa dipake oleh cowok itu.
Rasti sebenarnya kewalahan dengan reputasinya. Selalu digoda, selalu dijadikan bahan obrolan dan cibiran, dicolek-colek, sampai ada yang terang-terangan minta ngentot dan itu sangat banyak! Rastipun berinisiatif untuk menembak Agung duluan. Meski awalnya menolak, namun akhirnya cowok itu mau juga.
Kalau sudah dini hari Rasti sudah lelah bukan main, tapi preman-preman itu tidak jarang terus menggilirnya sampai fajar. Tidak jarang Rasti sampai pingsan dibuatnya. Kalau ditotal ada 17 preman yang rutin menggagahi Rasti selama dia tinggal di sana.
“Oke manis, waktunya lo kita gangbang, lo siap? Hahahaha” tanya salah satu mereka.
“Eh, i..iya..” jawab Rasti lemas membayangkan dirinya akan disetubuhi banyak pria sekaligus.
Tapi apa daya, inilah yang bisa dia lakukan sebagai rasa terima kasih karena telah bersedia menampung dia dan bayinya. Dia harus merelakan dirinya dijadikan mainan seks para berandalan itu.
“Jawab yang benar!”
“I..iya.. silahkan entotin aku sampai kalian puas, aku udah siap dari tadi kok mau kalian apakan saja..” jawabnya sekali lagi dengan nada manja.
“Haha, bagus.. Tapi tunggu, minta izin juga dong sama anak lo, hehe” suruh pria yang lain.
Mereka betul-betul mempermainkan Rasti! Tapi bagaimanapun Rasti tidak punya pilihan lain selain menuruti.
“Te..tedi sayang.. mama mau ngentot dulu ya sama papa-papa. Papa-papamu udah gak sabaran tuh pengen ngentotin memek mama. Kamu jangan berisik ya, jangan ganggu kita ngentot.. ntar nggak mama kasih susu lho..” ujar Rasti sambil tertawa kecil.
Dia mengatakan hal seperti itu semata-mata hanya ingin memuaskan mereka, bukan karena ingin. Tapi siapa sangka kalau akhirnya Rasti terbiasa berucap seperti itu pada anak-anaknya ketika akan melonte di kemudian hari.
Akhirnya untuk kesekian kalinya, Rasti dientotin seenaknya di depan bayinya. Tedi yang masih bayi tentu saja tidak mengerti apa-apa. Dia hanya bisa menyaksikan, bahkan tertawa-tawa melihat mamanya yang kewalahan disetubuhi beramai-ramai oleh para preman pasar.
Tubuh Rasti dinikmati oleh mereka sepuasnya. Menggenjot tubuh mungil Rasti dengan penis-penis mereka tanpa ampun. Mereka juga sangat rajin menumpahkan benih mereka ke rahim Rasti.
Setelah beberapa bulan tinggal di sana, akhirnya Rasti hamil untuk kedua kalinya akibat perbuatan preman-preman itu. Benar, salah satu dari ke tujuh belas orang itu adalah bapaknya Norman!
Rasti kemudian diusir. Perut Rasti yang semakin membuncit membuatnya tidak bisa lagi dientotin karena hamil tua. Selain itu juga akan makin merepotkan bila nanti ada dua bayi di sana.
“Sorry ya kita gak bisa nampung lo lagi, tapi kita bakal terus ingat gimana rasa tubuh lo itu kok..” ujar mereka merendahkan.
Rasti hanya bisa pasrah. Habis manis sepah dibuang. Begitulah nasib Rasti.
Rasti yang diusir dalam kondisi hamil tua dan menggendong Tedi yang masih bayi semakin bingung harus kemana. Satu-satunya harapan, mau tidak mau adalah kembali ke keluarga. Tapi apakah keluarganya mau menerima? Apalagi dia lagi-lagi hamil tanpa seorang ayah!
Akhirnya Rasti memutuskan untuk mengunjungi salah satu keluarga yang ada di Jakarta, yaitu Pakdenya, orangtua pamannya Tedi, paman Tedi itu adalah sepupunya Rasti.
Sempat khawatir mendapat penolakan, namun ternyata Rasti diterima dengan baik oleh mereka. Walau keluarga itu kesal juga dengan ulah Rasti tapi mereka tetap merasa kasihan. Lagipula tinggal di kota besar seperti Jakarta membuat keluarga itu bisa memaklumi sesuatu yang bagi banyak orang desa masih sangat tabu, seperti hamil diluar nikah yang terjadi pada Rasti.
Rasti boleh tinggal di situ dengan satu syarat, dia harus sekolah. Harus masuk S-M-A. Rasti sih mau-mau saja, tapi dia tidak punya ijazah S-M-P karena waktu itu didrop out akibat hamil. Akhirnya Rasti dibantu dengan berbagai cara dan juga dengan pengaruh Pakdenya supaya bisa masuk S-M-A.
***
“Baik ya pakdenya Tante..” Gumam Riko.
“Jangan-jangan.. ada maunya juga.. Tante dientot juga sama pakd... Adududuhh Tante..!” Jaka yang belum selesai menimpali sudah dijewer telinganya oleh Rasti
Kali ini Rasti kelihatan serius. “Kamu jangan nggak sopan ya? Pakde Tante itu orang baik-baik, dia gak macem-macem sama Tante!” Omel Rasti.
“Ma..maaf Tante..” Jaka bersungut-sungut. Riko dan Romi menahan tawa melihatnya.
“Tante ngelahirin Norman di rumah pakde, semua yang bantu pakde. Biaya dan segala macemnya. Pakde ga pernah memarahi Tante.. Pakde cuma minta 1 hal, Tante harus sekolah. Pakde juga yang ngurusin semuanya. Tapi sayang Tante gak bisa sekolah di sekolah yang ideal sesuai keingingan pakde..”
Rasti mengambil napas sejenak lalu melanjutkan ceritanya mengenai kondisi S-M-A yang dia masuki.
***
Apa daya, satu-satunya S-M-A yang kemudian bisa dimasuki Rasti adalah S-M-A yang ada di daerah pesisir pantai di tepi Jakarta, hampir di luar Jakarta, dekat perbatasan. S-M-A yang jauh dari kata bermutu. Murid-muridnya adalah anak-anak penduduk pesisir pantai yang kulitnya hitam legam dan rambutnya merah terbakar matahari. Kebanyakan murid di sana laki-laki dan bandel-bandel.
“Hai cewek.. cakep bener, putih mulus.. mandinya pake susu ya? Bagi dong susunya.. hehe” goda salah satu murid cowok di sana.
“Duh mulutnya manis tuh kalau dicipok, apalagi kalau dicipok pake kontol abang..” ujar murid yang lain kurang ajar.
Rasti yang cantik, seksi, dan putih mulus tentunya menjadi pemandangan indah tersendiri di sekolah itu. Sejak hari pertama sudah banyak sekali cowok-cowok yang menggodanya. Dari yang sekedar kata-kata gombal dan kotor, sampai ke yang berani mencolek-colek tubuhnya.
Meski suka dirayu dan digoda cowok-cowok di sana, tapi Rasti risih juga. Rasti pikir dia harus cari aman, dia mesti memacari salah satu cowok yang dia pandang paling berpengaruh di sekolah secepatnya. Kalau bisa hari itu juga.
Dia mulai memberi lampu hijau pada salah seorang yang dinilainya cocok. Agung namanya. Cowok yang penampilannya urakan, dekil, dan sering bikin repot guru inilah yang akhirnya dia pilih, salah satu cowok yang tadi ikut menggodanya dengan kata-kata vulgar. Gayung bersambut.
Hari itu juga sepulang sekolah Agung menawarkan diri untuk mengantar Rasti pulang.
“Masuk yuk Gung..” ajak Rasti menawari cowok itu untuk mampir setibanya di rumah.
“Emangnya gak ada orang? rumahnya gede gini..”
“Lagi sepi kok.. Yuk masuk. Minum dulu, pasti haus kan? Jauh lho pulangnya, ntar dehidrasi lho kamunya, hihihi..” jawab Rasti manja.
Rumah Pakdenya memang sedang sepi jam segini. Hanya ada seorang baby sitter tua yang menjaga anak-anak Rasti selama Rasti sekolah, sedangkan penghuni lainnya belum pulang kerja.
Akhirnya merekapun masuk, Rasti langsung mengajak cowok itu ke dalam kamarnya biar lebih enak ngobrolnya.
Mereka saling bercerita, Agung ingin tahu banyak tentang Rasti dan Rastipun menceritakan semuanya dengan terbuka. Bagaimana dia sudah punya dua anak, bagaimana dia pernah diperkosa, pernah tinggal beberapa bulan bersama para preman sebagai budak seks mereka, dan cerita-cerita lainnya.
Dasar Rasti binal, diapun akhirnya ngentot dengan cowok itu. Rasti tentu awalnya sekedar ingin pedekate saja. Namun dia tidak menyangka ‘kencan’ pertama itu akan terlalu jauh.
Semuanya mengalir begitu saja dan jadilah mereka bercinta. Rasti disetubuhi oleh cowok yang bahkan belum sehari dia kenal! Di rumah Pakdenya pula yang sudah bersedia menampungnya. Salahnya juga sebenarnya, mana ada pria yang bisa tahan setelah diajak masuk kamar oleh gadis secantik Rasti, apalagi setelah mendengar kalau ternyata Rasti doyan ngeseks. Sepasang remaja itupun bersenggama dengan nikmatnya di dalam kamar Rasti.
Malangnya, setelah berhubungan beberapa hari ternyata Agung tidak juga menembak Rasti. Kayaknya dia tidak berminat pacaran sama Rasti. Toh tanpa pacaran, tubuh Rasti sudah bisa dia jamah sesukanya.
Apalagi dia malah cerita ke banyak teman-teman lain di sekolah itu. Soal Rasti yang sudah ditidurinya lah, sudah punya anak tanpa suami lah, gampangan lah, dan sebagainya. Walhasil Rasti terkenal dengan reputasi ‘bitch’ di kalangan anak-anak bandel di sekolah itu.
Selama beberapa minggu Rasti jalan dengan Agung tanpa status. Selama itu pula Rasti dengan mudahnya bisa dipake oleh cowok itu.
Rasti sebenarnya kewalahan dengan reputasinya. Selalu digoda, selalu dijadikan bahan obrolan dan cibiran, dicolek-colek, sampai ada yang terang-terangan minta ngentot dan itu sangat banyak! Rastipun berinisiatif untuk menembak Agung duluan. Meski awalnya menolak, namun akhirnya cowok itu mau juga.
Setelah jelas-jelas pacaran, hampir tiap hari Rasti bersetubuh dengan Agung. Bahkan cowok itu sering ngajak Rasti nginap di rumahnya. Hal ini membuat Rasti sering menelantarkan Tedi dan Norman yang masih bayi di rumah dan membuat Pakdenya kewalahan dengan ulah Rasti yang semakin binal dan susah diatur.
Meski Pakdenya memaklumi seks bebas yang sudah lazim dilakukan para remaja masa kini, termasuk dengan apa yang sudah dilakukan rasti, tapi bukan berarti Pakdenya akan nyaman-nyaman saja terus dengan ulah Rasti yang bukannya tobat tapi malah semakin membenamkan diri dalam lembah seks bebas itu.
Rumah Agung ada di sebuah perkampungan nelayan. Dekat pantura. Daerah yang keras dan kasar. Agung mengajak Rasti ke rumahnya karena ternyata keluarganya, termasuk hampir semua keluarga di perkampungan itu tidak menganggap tabu seks bebas. Bahkan banyak dari anak-anak gadis di situ, atau bahkan ibu-ibu mereka yang mencari sampingan dengan menjajakan diri. Maklumlah di situ memang jalur yang sering dilewati supir truk.
“Kenalin nih pacar aku, cantik kan?” ujar Agung dengan santainya memperkenalkan Rasti pada orangtua dan adik-adiknya.
“Duh, cantiknya pacarmu, hebat kamu bisa macarin cewek secantik dia,” puji orangtuanya.
Setelah itu merekapun bisa ngentot dengan bebasnya di rumah tanpa perlu takut diganggu.
Tidak hanya pada keluarganya saja, Agung juga memperkenalkan Rasti pada teman-teman di lingkungan rumahnya. Ternyata inilah alasan Agung mempertimbangkan untuk mau macarin Rasti, biar Rasti bisa dipamerin di lingkungan rumahnya juga, bukan hanya di sekolah. Jelaslah banyak cowok-cowok di perkampungan itu yang jadi iri pada Agung.
Agung sangat sering mengajaknya menginap serta mengajaknya jalan-jalan di sekitar situ. Rasti merasa bahwa pacarnya ini sangat-sangat memamerkan dirinya. Di sinilah Rasti juga mulai ‘belajar’ eksib. Bakat eksibnya mulai tumbuh.
***
“Daah aah..! Bersambung!” Tiba-tiba Rasti bangkit.
“Yaah tantee.. baru mau mulai tegang lagi nih..!” Jaka protes.
“Iyya nih Tante..” Lainnya nyambung.
“Yee.. kalian nih maunya. Pokoknya cukup. Tuuh, Tante mau nyusuin anak Tante..” Jawab Rasti tegas. Kebetulan suara tangis bayinya yang baru bangun terdengar kemudian, jadilah alasan kuat Rasti untuk menghentikan sesi ceritanya.
“Wah mau menyusui Tante..?” Mata Romi berbinar-binar.
“Iya, habis itu mau mandi siap-siap dientot sama tamu. Puass?” Jawab Rasti ngasal sambil tertawa dan mencibirkan lidahnya meninggalkan mereka.
Terang saja mereka bertiga jadi gregetan. Cerita lagi seru-serunya malah di-pause.
Rasti hanya tertawa geli melihat mereka bertiga yang tampaknya sangat mupeng dan penasaran dengan cerita selanjutnya.
Tangan mereka yang dari tadi nyelip di balik celana mengelus barangnya masing-masing terpaksa dikeluarkan lagi.
Setelah mengambil bayinya, Rasti ternyata kembali duduk di antara mereka bertiga.
Kali ini sambil menyusui. Dia cuek saja membuka bagian depan dasternya, mengeluarkan buah dadanya yang ranum, lalu menempelkan ujung buah dadanya ke mulut bayinya yang rewel sambil melirik ke arah mereka bertiga. Seakan sengaja makin membuat mupeng mereka.
“Iya cayang.. laper yah? nih mimik cucu.. minum yang banyak” ujar Rasti pada si kecil Bobi.
Ahh.. pemandangan yang luar biasa. Mereka memang tidak pernah bosan dengan pemandangan Rasti yang sedang menyusui, tentu saja mereka selalu menghayal kalau merekalah yang saat itu sedang menikmati nikmatnya air susu murni tante Rasti.
“Ta..tante..” panggil Riko.
“Hmm? Apa? kamu juga laper? Makan gih sana.. Jangan ngarep deh kalau minta tante susuin juga” jawab Rasti sambil memeletkan lidah.
“Eh, ng..nggak kok..”
“Terus?”
“I..itu.. Lanjutin lagi dong tante ceritanya.. nanggung banget tuh..”
“Duh, kalian ini kenapa sih? Gak sabaran banget pengen dengar”
“Iya.. habis kita penasaran sih..”
“Iya deh iya.. tapi tunggu tante selesai nyusuin Boby dulu yah.. Kalau tante cerita sambil nyusu gini yang ada kalian fokusnya malah ke yang lain, bukan ke cerita tante, ya kan?” ujar Rasti menggoda mereka.
Mereka hanya cengengesan. Apa yang dikatakan Rasti memang benar adanya, tepat sasaran! Mereka memang niatnya pengen dengar cerita tante Rasti sambil melihat adegan menyusui itu.
Kalau sudah kepergok duluan begini ya terpaksa mereka iyakan. Yah.. setidaknya mereka masih bisa menatap puas-puas buah dada Rasti yang sedang deras-derasnya mengalirkan air susu ke mulut bayinya.
“Gimana? Beneran mau tante lanjutin ceritanya?” tanya Rasti menyadarkan mereka bertiga dari lamunan setelah selesai menyusui dan meletakkan bayinya di sebelahnya.
“Eh, I..iya.. Mau tante..” jawab mereka tergagap. Mereka makin dibuat horni dengan adegan menyusui tadi.
“Tuh.. kalian kalau nggak fokus gitu mending tante nggak cerita deh..”
“Nggak kok tante.. kita pengen banget dengar..” jawab mereka. Rasti tersenyum.
“Ya udah, gini..”
***
Meski Rasti merasa bahwa pacarnya ini sangat memamerkan dirinya, namun dia mulai menyukai hal tersebut. Awalnya memang membuatnya malu, tapi ternyata ada sensasi tersendiri yang dirasakannya. Dadanya selalu berdebar-debar setiap menuruti kemauan Agung.
Contohnya saja waktu Agung menyuruh Rasti ke sekolah tanpa mengenakan dalaman. Rasti yang awalnya terkejut dan menolak namun akhirnya mau juga menuruti. Ternyata rasanya sungguh luar biasa, sensasi takut ketahuan membuat vaginanya menjadi becek, bangku tempat duduk Rastipun jadi berlum*ran cairannya. Tak jarang hal itu diketahui teman-teman cowoknya. Jika sudah begitu mereka pasti akan habis-habisan menggoda Rasti dengan omongan kotor mereka.
“Gila nih cewek.. gak pake dalaman coy! Nakal banget!”
“Sini abang bantu pake kontol, udah gak tahan ya pengen dientot memeknya?” kata cowok lainnya sambil menyibak rok Rasti.
Rasti reflek memukul tangan cowok itu dengan sebal.
Tapi Rasti bisa sedikit tenang karena mereka tidak berani berbuat terlalu jauh karena takut pada Agung, walaupun sering cowoknya itu hanya sekedar melihat dan tertawa saja ketika Rasti digoda dan dicolek teman-temannya.
Akhirnya cowoknya itulah yang harus dia layani. Agung memang sering mengajak Rasti ngentot di sekolah baik ketika jam istirahat, setelah pulang sekolah, bahkan saat jam pelajaran. Rasti jadi harus meminta izin keluar kelas meninggalkan pelajarannya hanya untuk dientotin cowok itu.
Biasanya mereka berdua akan bersetubuh di toilet cowok, tempat yang paling kotor dan bau di sekolah itu. Karena memang tidak ada tempat lain yang lebih aman selain di sana yang bisa dijadikan tempat ngentot, meskipun resiko ketahuan masih tetap ada.
Kini, di lingkungan tempat tinggal Agungpun, pacarnya ini juga ingin terus mengekploitasi Rasti. Rasti lagi-lagi diajak menginap oleh cowoknya. Malam itu, Rasti dan cowoknya jalan-jalan di pantai. Suasana yang gelap membuat Agung memaksa Rasti menanggalkan semua pakaiannya. Dia ingin Rasti bugil total di sana.
“Bugil di sini? tapi kan yang..” tanya Rasti sedikit keberatan.
Mengingat suasana malam pinggir pantai di perkampungan nelayan tentu bukannya sepi, banyak aktifitas di situ, tapi masing-masing orang disana memang sibuk dengan aktifitasnya masing-masing dengan penerangan mereka yang seadanya. Jarak sekitar 100 meter dari mereka saja ada seorang nelayan yang sedang menganyam jala di perahunya dengan penerangan neon. Jarak jangkauan cahayanya tentu tidak jauh, hanya sekitar 10 meter.
“Udah.. gak apa.. cepat bugil” suruh Agung lagi.
Rastipun menuruti, selain ingin memenuhi fantasi Agung, dia memang penasaran bagaimana rasanya bertelanjang bulat di ruang terbuka. Dengan dada berdebar dia lepaskan pakaiannya satu persatu sambil celingak-celinguk ke sekitar.
“Tinggalkan aja bajunya di sini, ntar kita pulang kan lewat sini lagi..” suruh cowoknya lagi.
“Hah?” Rasti sedikit kaget, tapi dia juga semakin horni mendengarnya. Dadanya semakin berdebar, memeknya jadi becek.
Jika dia tinggalkan pakaiannya di sini tentunya dia tidak bisa mengenakan pakaiannya dengan cepat bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun dia yang penasaran akan sensasinya akhirnya menuruti juga. Mereka lalu melanjutkan lagi jalan-jalan malam di tepi pantai, tentu dengan keadaan Rasti yang telanjang bulat yang bajunya dia tinggalkan begitu saja di sana.
“Yang, kalau bajuku kebawa ombak gimana?” tanya Rasti.
“Ya kamu pulangnya bugil terus, hehe” jawab Agung enteng.
“Ih, enak aja..” Rasti hanya tertawa kecil sambil mencubit cowoknya.
Meski Pakdenya memaklumi seks bebas yang sudah lazim dilakukan para remaja masa kini, termasuk dengan apa yang sudah dilakukan rasti, tapi bukan berarti Pakdenya akan nyaman-nyaman saja terus dengan ulah Rasti yang bukannya tobat tapi malah semakin membenamkan diri dalam lembah seks bebas itu.
Rumah Agung ada di sebuah perkampungan nelayan. Dekat pantura. Daerah yang keras dan kasar. Agung mengajak Rasti ke rumahnya karena ternyata keluarganya, termasuk hampir semua keluarga di perkampungan itu tidak menganggap tabu seks bebas. Bahkan banyak dari anak-anak gadis di situ, atau bahkan ibu-ibu mereka yang mencari sampingan dengan menjajakan diri. Maklumlah di situ memang jalur yang sering dilewati supir truk.
“Kenalin nih pacar aku, cantik kan?” ujar Agung dengan santainya memperkenalkan Rasti pada orangtua dan adik-adiknya.
“Duh, cantiknya pacarmu, hebat kamu bisa macarin cewek secantik dia,” puji orangtuanya.
Setelah itu merekapun bisa ngentot dengan bebasnya di rumah tanpa perlu takut diganggu.
Tidak hanya pada keluarganya saja, Agung juga memperkenalkan Rasti pada teman-teman di lingkungan rumahnya. Ternyata inilah alasan Agung mempertimbangkan untuk mau macarin Rasti, biar Rasti bisa dipamerin di lingkungan rumahnya juga, bukan hanya di sekolah. Jelaslah banyak cowok-cowok di perkampungan itu yang jadi iri pada Agung.
Agung sangat sering mengajaknya menginap serta mengajaknya jalan-jalan di sekitar situ. Rasti merasa bahwa pacarnya ini sangat-sangat memamerkan dirinya. Di sinilah Rasti juga mulai ‘belajar’ eksib. Bakat eksibnya mulai tumbuh.
***
“Daah aah..! Bersambung!” Tiba-tiba Rasti bangkit.
“Yaah tantee.. baru mau mulai tegang lagi nih..!” Jaka protes.
“Iyya nih Tante..” Lainnya nyambung.
“Yee.. kalian nih maunya. Pokoknya cukup. Tuuh, Tante mau nyusuin anak Tante..” Jawab Rasti tegas. Kebetulan suara tangis bayinya yang baru bangun terdengar kemudian, jadilah alasan kuat Rasti untuk menghentikan sesi ceritanya.
“Wah mau menyusui Tante..?” Mata Romi berbinar-binar.
“Iya, habis itu mau mandi siap-siap dientot sama tamu. Puass?” Jawab Rasti ngasal sambil tertawa dan mencibirkan lidahnya meninggalkan mereka.
Terang saja mereka bertiga jadi gregetan. Cerita lagi seru-serunya malah di-pause.
Rasti hanya tertawa geli melihat mereka bertiga yang tampaknya sangat mupeng dan penasaran dengan cerita selanjutnya.
Tangan mereka yang dari tadi nyelip di balik celana mengelus barangnya masing-masing terpaksa dikeluarkan lagi.
Setelah mengambil bayinya, Rasti ternyata kembali duduk di antara mereka bertiga.
Kali ini sambil menyusui. Dia cuek saja membuka bagian depan dasternya, mengeluarkan buah dadanya yang ranum, lalu menempelkan ujung buah dadanya ke mulut bayinya yang rewel sambil melirik ke arah mereka bertiga. Seakan sengaja makin membuat mupeng mereka.
“Iya cayang.. laper yah? nih mimik cucu.. minum yang banyak” ujar Rasti pada si kecil Bobi.
Ahh.. pemandangan yang luar biasa. Mereka memang tidak pernah bosan dengan pemandangan Rasti yang sedang menyusui, tentu saja mereka selalu menghayal kalau merekalah yang saat itu sedang menikmati nikmatnya air susu murni tante Rasti.
“Ta..tante..” panggil Riko.
“Hmm? Apa? kamu juga laper? Makan gih sana.. Jangan ngarep deh kalau minta tante susuin juga” jawab Rasti sambil memeletkan lidah.
“Eh, ng..nggak kok..”
“Terus?”
“I..itu.. Lanjutin lagi dong tante ceritanya.. nanggung banget tuh..”
“Duh, kalian ini kenapa sih? Gak sabaran banget pengen dengar”
“Iya.. habis kita penasaran sih..”
“Iya deh iya.. tapi tunggu tante selesai nyusuin Boby dulu yah.. Kalau tante cerita sambil nyusu gini yang ada kalian fokusnya malah ke yang lain, bukan ke cerita tante, ya kan?” ujar Rasti menggoda mereka.
Mereka hanya cengengesan. Apa yang dikatakan Rasti memang benar adanya, tepat sasaran! Mereka memang niatnya pengen dengar cerita tante Rasti sambil melihat adegan menyusui itu.
Kalau sudah kepergok duluan begini ya terpaksa mereka iyakan. Yah.. setidaknya mereka masih bisa menatap puas-puas buah dada Rasti yang sedang deras-derasnya mengalirkan air susu ke mulut bayinya.
“Gimana? Beneran mau tante lanjutin ceritanya?” tanya Rasti menyadarkan mereka bertiga dari lamunan setelah selesai menyusui dan meletakkan bayinya di sebelahnya.
“Eh, I..iya.. Mau tante..” jawab mereka tergagap. Mereka makin dibuat horni dengan adegan menyusui tadi.
“Tuh.. kalian kalau nggak fokus gitu mending tante nggak cerita deh..”
“Nggak kok tante.. kita pengen banget dengar..” jawab mereka. Rasti tersenyum.
“Ya udah, gini..”
***
Meski Rasti merasa bahwa pacarnya ini sangat memamerkan dirinya, namun dia mulai menyukai hal tersebut. Awalnya memang membuatnya malu, tapi ternyata ada sensasi tersendiri yang dirasakannya. Dadanya selalu berdebar-debar setiap menuruti kemauan Agung.
Contohnya saja waktu Agung menyuruh Rasti ke sekolah tanpa mengenakan dalaman. Rasti yang awalnya terkejut dan menolak namun akhirnya mau juga menuruti. Ternyata rasanya sungguh luar biasa, sensasi takut ketahuan membuat vaginanya menjadi becek, bangku tempat duduk Rastipun jadi berlum*ran cairannya. Tak jarang hal itu diketahui teman-teman cowoknya. Jika sudah begitu mereka pasti akan habis-habisan menggoda Rasti dengan omongan kotor mereka.
“Gila nih cewek.. gak pake dalaman coy! Nakal banget!”
“Sini abang bantu pake kontol, udah gak tahan ya pengen dientot memeknya?” kata cowok lainnya sambil menyibak rok Rasti.
Rasti reflek memukul tangan cowok itu dengan sebal.
Tapi Rasti bisa sedikit tenang karena mereka tidak berani berbuat terlalu jauh karena takut pada Agung, walaupun sering cowoknya itu hanya sekedar melihat dan tertawa saja ketika Rasti digoda dan dicolek teman-temannya.
Akhirnya cowoknya itulah yang harus dia layani. Agung memang sering mengajak Rasti ngentot di sekolah baik ketika jam istirahat, setelah pulang sekolah, bahkan saat jam pelajaran. Rasti jadi harus meminta izin keluar kelas meninggalkan pelajarannya hanya untuk dientotin cowok itu.
Biasanya mereka berdua akan bersetubuh di toilet cowok, tempat yang paling kotor dan bau di sekolah itu. Karena memang tidak ada tempat lain yang lebih aman selain di sana yang bisa dijadikan tempat ngentot, meskipun resiko ketahuan masih tetap ada.
Kini, di lingkungan tempat tinggal Agungpun, pacarnya ini juga ingin terus mengekploitasi Rasti. Rasti lagi-lagi diajak menginap oleh cowoknya. Malam itu, Rasti dan cowoknya jalan-jalan di pantai. Suasana yang gelap membuat Agung memaksa Rasti menanggalkan semua pakaiannya. Dia ingin Rasti bugil total di sana.
“Bugil di sini? tapi kan yang..” tanya Rasti sedikit keberatan.
Mengingat suasana malam pinggir pantai di perkampungan nelayan tentu bukannya sepi, banyak aktifitas di situ, tapi masing-masing orang disana memang sibuk dengan aktifitasnya masing-masing dengan penerangan mereka yang seadanya. Jarak sekitar 100 meter dari mereka saja ada seorang nelayan yang sedang menganyam jala di perahunya dengan penerangan neon. Jarak jangkauan cahayanya tentu tidak jauh, hanya sekitar 10 meter.
“Udah.. gak apa.. cepat bugil” suruh Agung lagi.
Rastipun menuruti, selain ingin memenuhi fantasi Agung, dia memang penasaran bagaimana rasanya bertelanjang bulat di ruang terbuka. Dengan dada berdebar dia lepaskan pakaiannya satu persatu sambil celingak-celinguk ke sekitar.
“Tinggalkan aja bajunya di sini, ntar kita pulang kan lewat sini lagi..” suruh cowoknya lagi.
“Hah?” Rasti sedikit kaget, tapi dia juga semakin horni mendengarnya. Dadanya semakin berdebar, memeknya jadi becek.
Jika dia tinggalkan pakaiannya di sini tentunya dia tidak bisa mengenakan pakaiannya dengan cepat bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun dia yang penasaran akan sensasinya akhirnya menuruti juga. Mereka lalu melanjutkan lagi jalan-jalan malam di tepi pantai, tentu dengan keadaan Rasti yang telanjang bulat yang bajunya dia tinggalkan begitu saja di sana.
“Yang, kalau bajuku kebawa ombak gimana?” tanya Rasti.
“Ya kamu pulangnya bugil terus, hehe” jawab Agung enteng.
“Ih, enak aja..” Rasti hanya tertawa kecil sambil mencubit cowoknya.
Selama jalan-jalan malam di sepanjang pantai itu, Rasti selalu berdebar-debar saat akan melewati nelayan yang sedang sibuk di perahunya meskipun orang itu tidak bisa melihat mereka karena gelap. Anehnya, Rasti malah ingin orang itu melihat ke arahnya, dia ingin kalau orang itu menyadari kalau dia sedang bugil saat ini.
“Kamu berani nggak kalau kita ngentot di sana?” tantang Agung menunjuk sebuah perahu kosong.
“Kenapa? Pengen ngentotin aku di tempat terbuka yah? Siapa takut..” jawab Rasti setuju. Malah dia terlihat antus*as karena berinisiatif lebih dulu menarik tangan Agung ke sana.
Rasti lalu masuk ke dalam perahu itu dan langsung mengambil posisi menungging, mempersilahkan cowoknya ini untuk menggenjotnya dari belakang.
Agung yang dibuat horni akhirnya langsung menggenjot Rasti dengan penuh nafsu. Mereka bersetubuh di ruang terbuka! Di gelap malam di tepian pantai. Hanya lampu-lampu neon para nelayan di sekitar mereka yang menemani. Sungguh sensasional! Rasti tidak segan-segan mengerang dan melenguh kenikmatan karena suaranya bisa diredam oleh suara ombak.
Inilah yang membuat Rasti seringkali mau diajak menginap di rumah cowoknya itu. Rasti dibuat ketagihan. Siapa sih yang gak suka ngentot di ruang terbuka dengan aman? Sensainya itu lho, dan romantis banget juga tentunya. Tidak hanya di atas perahu kosong yang gelap, tapi di banyak lokasi lain, dan setiap kali semakin berani.
Rasti dan cowoknya semakin lama semakin tidak puas dengan keamanannya itu. Mereka mulai berani jalan-jalan jauh. Mulai berani mencari tempat-tempat yang dekat keramaian tapi masih gelap. Mereka pernah ngentot di depan rumah kosong yang sedang ditinggal melaut. Pernah juga melakukannya di pinggir jalan yang sepi dibawah lampu penerangan, serta tempat-tempat lainnya. Pokoknya semakin nekat dan semakin menyerepet bahaya, semakin bergairah pula mereka bersenggama.
Tak jarang aksi mereka sering ketahuan oleh orang sekitarnya. Biasanya orang itu akan cuek saja, palingan hanya kena usir. ”Hush! Sana! Jangan ngentot di sini!” Biasanya orang juga tidak sampai mencoba ngeliat dengan jelas siapa yang sedang ngentot itu, hanya sekilas-sekilas saja. Yang ada di benak mereka palingan lonte dan si hidung belang. Anehnya, makin dipergokin Rasti malah semakin senang.
“Sekarang dimana yang?” tanya Rasti menanti-nanti apa yang akan dilakukan selanjutnya.
“Yuk ke sana” jawab Agung sambil menarik Rasti ke tepi pantai yang sangat terbuka.
Dia ingin menggenjot Rasti di sana, padahal hanya 20 meter di depan mereka ada nelayan yang sedang sibuk di atas perahunya. Rasti dan cowoknyapun asik bersenggama di tepian pantai, badan mereka basah terkena ombak. Agung masih mending karena tetap mengenakan baju, tapi Rasti telanjang bulat. Sungguh menggairahkan keadaan Rasti waktu itu, seluruh tubuhnya basah oleh air laut serta pasir hitam pantai yang menempel.
Kalau ada orang lain yang menyaksikan dengan seksama siapa cewek yang sedang dientotin ini, pasti mereka bakal minta ikutan juga. Siapa yang gak tahan coba dengan kecantikan, kemolekan dan keadaan Rasti saat itu? Untung saja keadaan gelap.
“Kenapa Rasti? Kok gelisah gitu?’ tanya Agung melihat Rasti tidak tenang.
“Gak enak nih.. ngeganjal..”
“Apanya?”
“Mekiku kemasukan pasir..” ujar Rasti manja yang disambut gelak tawa Agung.
“Woooiii! Jangan ngentot di sana!” tiba-tiba terdengar teriak nelayan di dekat mereka yang akhirnya memergoki. Rasti dan cowoknyapun lari sambil tertawa cekikikan.
“Tadi baju aku diletakin dimana ya? Di sini bukan?” tanya Rasti bingung. “Tuh kan bener kebawa ombak..” rengeknya.
“Udah biarin aja, malam-malam gini gak bakal ada yang ngelihat kok..” ujar Agung enteng.
Rasti tentu tetap gelisah, perjanan dari sini ke rumahnya Agung cukup jauh, bahkan harus melewati gang yang banyak lampu penerangannya. Agung malah seenaknya menyuruh Rasti berjalan duluan di depan. Rastipun berjalan celingak-celinguk dengan deg-degan, namun dia menyukai perasaan ini.
Rasti yang semakin ketagihan berdengan sensasi bercinta di tempat terbuka bahkan pernah mengajak Agung bersetubuh di atas sampan kecil. Namun kali ini jauh lebih sensasional karena mereka melakukannya di tengah laut, terlebih waktu itu masih sore. Tetap sama, pakaian Rasti ditinggalkan begitu saja terlebih dahulu di tepi pantai.
Mereka juga pernah numpang di kapal nelayan yang cukup besar yang hendak melaut. Pemilik dan awak kapalnya tidak keberatan karena sudah mengenal Agung. Setelah menemukan sudut yang pas, merekapun bercumbu dengan bebasnya, peluk-pelukan, cium-ciuman, gerepe-gerepaan sampai akhirnya ngentot.
Awalnya Rasti risih saat ngentot di depan orang-orang, kalau nanti mereka jadi nafsu lalu minta ikutan, gimana coba? Masa sepanjang malam dientotin para nelayan di atas kapal?
Tapi Rasti malah semakin menjadi-jadi menggoda mereka dan mengajak Agung pamer kemesraan. Mereka cuek saja ngentot di ruang yang tidak ada privasinya. Awak-awak kapal hanya bisa menatap dengan iri sambil bersiul menggoda, sebagiannya lagi tetap cuek dengan pekerjaan masing-masing walaupun sesekali mencuri pandang.
...
Rasti makin sering menginap di sana, bahkan sampai tinggal di rumah cowoknya itu berhari-hari. Dia menelantarkan anak-anaknya begitu saja di rumah, sekolahnyapun mulai tidak beres. Semua karena Rasti keasikan ngentot. Cowoknya itu telah mengubah Rasti jadi semakin binal dan liar.
Akhirnya terjadilah kejadian yang betul-betul merubah Rasti. Suatu ketika perkampungan nelayan itu konflik dengan perkampungan nelayan tetangga. Ternyata di daerah seperti itu konflik antar kampung lazim terjadi bagaikan ritual rutin. Kadang masalahnya cuma berawal dari satu dua orang, kemudian merembet ke yang lainnya dengan dalih solidaritas.
Biasanya akan berakhir dengan kerugian yang tidak sedikit bagi kedua belah pihak, kapal yang habis terbakar bahkan sampai nyawa yang hilang. Hanya saja kali ini beberapa sesepuh dan tokoh kedua kampung berusaha dengan kuat untuk meredam konflik supaya tidak terjadi tawuran, berusaha sejauh mungkin agar ada perdamaian antar kampung itu.
Di sinilah titik balik kehidupan Rasti. Dia jadi tumbal untuk perdamaian di situ. Kampung tempat tinggal cowok Rasti ditenggarai memulai konflik terlebih dahulu dan harus menyerahkan Rasti sebagai itikad baik meminta maaf dan meminta perdamaian. Rasti ternyata sudah lama dijadikan bahan obrolan, bukan hanya di kampung cowoknya tapi juga kampung-kampung tetangga. Ya.. adanya gadis seelok Rasti yang berkeliaran di kampung seperti itu tentu dengan cepat diketahui dan dibicarakan, dan dengan cepat pula cerita menyebar. Rasti selama ini digosipkan sebagai lonte baru di sana, lonte tercantik tentu saja.
Rasti dan cowoknya ditemui beberapa tokoh dan sesepuh, mereka menceritakan kejadiannya dan menanyakan kesediaan Rasti. Kalau Rasti menolak tentu Rasti akan diusir dan tidak diperbolehkan lagi datang ke situ selamanya.
“Bagaimana nak Rasti, nak Rasti bersedia?” tanya salah satu sesepuh.
“Jadi saya harus tinggal di sana selama dua hari Pak?”
“Benar, nak Rasti juga harus melayani 5 orang tokoh di kampung itu, tidak terlalu berat kan?”
Rasti melirik ke pacarnya.
“Udah sayang.. terima aja, lagian kan katanya kamu juga udah pernah tinggal berbulan-bulan sebagai budak seks, jadi gampang kan?” ujar cowoknya enteng ikut-ikutan memprovokasinya untuk bersedia, bukannya melindungi Rasti.
Kalau bagi gadis normal tentunya lebih mending diusir, tapi tidak bagi Rasti. Dia bersedia melakukannya. Ya.. demi ingin melindungi kampung keluarga cowoknya! Cowoknya yang bahkan tidak pernah benar-benar melindunginya.
“Iya pak, saya mau” jawab Rasti akhirnya bersedia.
Hitung-hitung pengalaman seksnya semakin bertambah, dia juga bisa merasakan hal baru, pikirnya waktu itu, bahkan ada sedikit rasa rindu dijadikan budak seks lagi.
Maka Rastipun dibawa ke kampung tetangga.
Namun kenyataannya sungguh berbeda. Rasti berada di sana lebih lama dari yang dijanjikan. Rasti tak kunjung dijemput, dan pihak kampung tempat Rasti tinggal sekarang tidak juga berniat mengantarkan Rasti kembali. Dia sudah berlarut-larut tinggal di kampung itu, sampai seminggu. Dan ternyata tidak hanya 5 orang saja yang kemudian harus dilayaninya.
Parahnya, Rasti diharuskan melonte di sana, yang mana uang hasil menjual dirinya mesti diserahkan ke pihak kampung sebagai bentuk ganti rugi dan upeti dari kampungnya Agung. Rasti benar-benar diperalat. Rasti terpaksa mengikutinya. Setelah lebih seminggu di sana barulah Rasti dijemput cowoknya.
Berita tentang Rasti yang melonte di kampung sebelah telah tersebar sampai ke kampungnya Agung. Jadilah saat Rasti kembali, sudah banyak pria hidung belang yang menanti Rasti.
“Jadi pacar lu itu sudah jadi lonte sekarang? Jadi bisa dong kita-kita ikut nyicipin dia?” tanya banyak lelaki.
Pria-pria di sana memang sudah lama mengidam-ngidamkan bisa menikmati moleknya tubuh Rasti, kini akhirnya mereka punya kesempatan. Namun cowoknya Rasti bukannya menyangkal dan membela, malah bilang, “terserah..”
“Jadi kamu ngebolehin aku melonte yang??” tanya Rasti terkejut mendengar ucapan Agung.
“Kamu berani nggak kalau kita ngentot di sana?” tantang Agung menunjuk sebuah perahu kosong.
“Kenapa? Pengen ngentotin aku di tempat terbuka yah? Siapa takut..” jawab Rasti setuju. Malah dia terlihat antus*as karena berinisiatif lebih dulu menarik tangan Agung ke sana.
Rasti lalu masuk ke dalam perahu itu dan langsung mengambil posisi menungging, mempersilahkan cowoknya ini untuk menggenjotnya dari belakang.
Agung yang dibuat horni akhirnya langsung menggenjot Rasti dengan penuh nafsu. Mereka bersetubuh di ruang terbuka! Di gelap malam di tepian pantai. Hanya lampu-lampu neon para nelayan di sekitar mereka yang menemani. Sungguh sensasional! Rasti tidak segan-segan mengerang dan melenguh kenikmatan karena suaranya bisa diredam oleh suara ombak.
Inilah yang membuat Rasti seringkali mau diajak menginap di rumah cowoknya itu. Rasti dibuat ketagihan. Siapa sih yang gak suka ngentot di ruang terbuka dengan aman? Sensainya itu lho, dan romantis banget juga tentunya. Tidak hanya di atas perahu kosong yang gelap, tapi di banyak lokasi lain, dan setiap kali semakin berani.
Rasti dan cowoknya semakin lama semakin tidak puas dengan keamanannya itu. Mereka mulai berani jalan-jalan jauh. Mulai berani mencari tempat-tempat yang dekat keramaian tapi masih gelap. Mereka pernah ngentot di depan rumah kosong yang sedang ditinggal melaut. Pernah juga melakukannya di pinggir jalan yang sepi dibawah lampu penerangan, serta tempat-tempat lainnya. Pokoknya semakin nekat dan semakin menyerepet bahaya, semakin bergairah pula mereka bersenggama.
Tak jarang aksi mereka sering ketahuan oleh orang sekitarnya. Biasanya orang itu akan cuek saja, palingan hanya kena usir. ”Hush! Sana! Jangan ngentot di sini!” Biasanya orang juga tidak sampai mencoba ngeliat dengan jelas siapa yang sedang ngentot itu, hanya sekilas-sekilas saja. Yang ada di benak mereka palingan lonte dan si hidung belang. Anehnya, makin dipergokin Rasti malah semakin senang.
“Sekarang dimana yang?” tanya Rasti menanti-nanti apa yang akan dilakukan selanjutnya.
“Yuk ke sana” jawab Agung sambil menarik Rasti ke tepi pantai yang sangat terbuka.
Dia ingin menggenjot Rasti di sana, padahal hanya 20 meter di depan mereka ada nelayan yang sedang sibuk di atas perahunya. Rasti dan cowoknyapun asik bersenggama di tepian pantai, badan mereka basah terkena ombak. Agung masih mending karena tetap mengenakan baju, tapi Rasti telanjang bulat. Sungguh menggairahkan keadaan Rasti waktu itu, seluruh tubuhnya basah oleh air laut serta pasir hitam pantai yang menempel.
Kalau ada orang lain yang menyaksikan dengan seksama siapa cewek yang sedang dientotin ini, pasti mereka bakal minta ikutan juga. Siapa yang gak tahan coba dengan kecantikan, kemolekan dan keadaan Rasti saat itu? Untung saja keadaan gelap.
“Kenapa Rasti? Kok gelisah gitu?’ tanya Agung melihat Rasti tidak tenang.
“Gak enak nih.. ngeganjal..”
“Apanya?”
“Mekiku kemasukan pasir..” ujar Rasti manja yang disambut gelak tawa Agung.
“Woooiii! Jangan ngentot di sana!” tiba-tiba terdengar teriak nelayan di dekat mereka yang akhirnya memergoki. Rasti dan cowoknyapun lari sambil tertawa cekikikan.
“Tadi baju aku diletakin dimana ya? Di sini bukan?” tanya Rasti bingung. “Tuh kan bener kebawa ombak..” rengeknya.
“Udah biarin aja, malam-malam gini gak bakal ada yang ngelihat kok..” ujar Agung enteng.
Rasti tentu tetap gelisah, perjanan dari sini ke rumahnya Agung cukup jauh, bahkan harus melewati gang yang banyak lampu penerangannya. Agung malah seenaknya menyuruh Rasti berjalan duluan di depan. Rastipun berjalan celingak-celinguk dengan deg-degan, namun dia menyukai perasaan ini.
Rasti yang semakin ketagihan berdengan sensasi bercinta di tempat terbuka bahkan pernah mengajak Agung bersetubuh di atas sampan kecil. Namun kali ini jauh lebih sensasional karena mereka melakukannya di tengah laut, terlebih waktu itu masih sore. Tetap sama, pakaian Rasti ditinggalkan begitu saja terlebih dahulu di tepi pantai.
Mereka juga pernah numpang di kapal nelayan yang cukup besar yang hendak melaut. Pemilik dan awak kapalnya tidak keberatan karena sudah mengenal Agung. Setelah menemukan sudut yang pas, merekapun bercumbu dengan bebasnya, peluk-pelukan, cium-ciuman, gerepe-gerepaan sampai akhirnya ngentot.
Awalnya Rasti risih saat ngentot di depan orang-orang, kalau nanti mereka jadi nafsu lalu minta ikutan, gimana coba? Masa sepanjang malam dientotin para nelayan di atas kapal?
Tapi Rasti malah semakin menjadi-jadi menggoda mereka dan mengajak Agung pamer kemesraan. Mereka cuek saja ngentot di ruang yang tidak ada privasinya. Awak-awak kapal hanya bisa menatap dengan iri sambil bersiul menggoda, sebagiannya lagi tetap cuek dengan pekerjaan masing-masing walaupun sesekali mencuri pandang.
...
Rasti makin sering menginap di sana, bahkan sampai tinggal di rumah cowoknya itu berhari-hari. Dia menelantarkan anak-anaknya begitu saja di rumah, sekolahnyapun mulai tidak beres. Semua karena Rasti keasikan ngentot. Cowoknya itu telah mengubah Rasti jadi semakin binal dan liar.
Akhirnya terjadilah kejadian yang betul-betul merubah Rasti. Suatu ketika perkampungan nelayan itu konflik dengan perkampungan nelayan tetangga. Ternyata di daerah seperti itu konflik antar kampung lazim terjadi bagaikan ritual rutin. Kadang masalahnya cuma berawal dari satu dua orang, kemudian merembet ke yang lainnya dengan dalih solidaritas.
Biasanya akan berakhir dengan kerugian yang tidak sedikit bagi kedua belah pihak, kapal yang habis terbakar bahkan sampai nyawa yang hilang. Hanya saja kali ini beberapa sesepuh dan tokoh kedua kampung berusaha dengan kuat untuk meredam konflik supaya tidak terjadi tawuran, berusaha sejauh mungkin agar ada perdamaian antar kampung itu.
Di sinilah titik balik kehidupan Rasti. Dia jadi tumbal untuk perdamaian di situ. Kampung tempat tinggal cowok Rasti ditenggarai memulai konflik terlebih dahulu dan harus menyerahkan Rasti sebagai itikad baik meminta maaf dan meminta perdamaian. Rasti ternyata sudah lama dijadikan bahan obrolan, bukan hanya di kampung cowoknya tapi juga kampung-kampung tetangga. Ya.. adanya gadis seelok Rasti yang berkeliaran di kampung seperti itu tentu dengan cepat diketahui dan dibicarakan, dan dengan cepat pula cerita menyebar. Rasti selama ini digosipkan sebagai lonte baru di sana, lonte tercantik tentu saja.
Rasti dan cowoknya ditemui beberapa tokoh dan sesepuh, mereka menceritakan kejadiannya dan menanyakan kesediaan Rasti. Kalau Rasti menolak tentu Rasti akan diusir dan tidak diperbolehkan lagi datang ke situ selamanya.
“Bagaimana nak Rasti, nak Rasti bersedia?” tanya salah satu sesepuh.
“Jadi saya harus tinggal di sana selama dua hari Pak?”
“Benar, nak Rasti juga harus melayani 5 orang tokoh di kampung itu, tidak terlalu berat kan?”
Rasti melirik ke pacarnya.
“Udah sayang.. terima aja, lagian kan katanya kamu juga udah pernah tinggal berbulan-bulan sebagai budak seks, jadi gampang kan?” ujar cowoknya enteng ikut-ikutan memprovokasinya untuk bersedia, bukannya melindungi Rasti.
Kalau bagi gadis normal tentunya lebih mending diusir, tapi tidak bagi Rasti. Dia bersedia melakukannya. Ya.. demi ingin melindungi kampung keluarga cowoknya! Cowoknya yang bahkan tidak pernah benar-benar melindunginya.
“Iya pak, saya mau” jawab Rasti akhirnya bersedia.
Hitung-hitung pengalaman seksnya semakin bertambah, dia juga bisa merasakan hal baru, pikirnya waktu itu, bahkan ada sedikit rasa rindu dijadikan budak seks lagi.
Maka Rastipun dibawa ke kampung tetangga.
Namun kenyataannya sungguh berbeda. Rasti berada di sana lebih lama dari yang dijanjikan. Rasti tak kunjung dijemput, dan pihak kampung tempat Rasti tinggal sekarang tidak juga berniat mengantarkan Rasti kembali. Dia sudah berlarut-larut tinggal di kampung itu, sampai seminggu. Dan ternyata tidak hanya 5 orang saja yang kemudian harus dilayaninya.
Parahnya, Rasti diharuskan melonte di sana, yang mana uang hasil menjual dirinya mesti diserahkan ke pihak kampung sebagai bentuk ganti rugi dan upeti dari kampungnya Agung. Rasti benar-benar diperalat. Rasti terpaksa mengikutinya. Setelah lebih seminggu di sana barulah Rasti dijemput cowoknya.
Berita tentang Rasti yang melonte di kampung sebelah telah tersebar sampai ke kampungnya Agung. Jadilah saat Rasti kembali, sudah banyak pria hidung belang yang menanti Rasti.
“Jadi pacar lu itu sudah jadi lonte sekarang? Jadi bisa dong kita-kita ikut nyicipin dia?” tanya banyak lelaki.
Pria-pria di sana memang sudah lama mengidam-ngidamkan bisa menikmati moleknya tubuh Rasti, kini akhirnya mereka punya kesempatan. Namun cowoknya Rasti bukannya menyangkal dan membela, malah bilang, “terserah..”
“Jadi kamu ngebolehin aku melonte yang??” tanya Rasti terkejut mendengar ucapan Agung.
Dia pikir setidaknya Agung akan menahannya kali ini, dia kan ceweknya, masa dibiarkan boleh berkali-kali dientotin pria lain? Apa gunanya dia selama ini berharap perlindungan sama cowok ini? Toh akhirnya sama saja ternyata.
Kejadian sewaktu harus jadi tumbal perdamaian mungkin bisa dia terima, begitupun cap ‘murahan’ yang melekat padanya di sekolah karena ulah Agung juga bisa dia maklumi. Tapi sampai-sampai dia juga dipersilahkan melonte begini..?
Rasti yang sebal akhirnya benar-benar menunjukkan pada Agung kalau dia memang pantas dibayar untuk setiap pria yang ingin mencicipi tubuhnya. Walhasil selama 2 hari lagi Rasti sengaja masih tinggal di rumah cowoknya sambil menerima tamu. Dia tunjukkan pada cowoknya itu bagaimana pacarnya yang cantik dan molek ini sedang dientotin pria-pria lain, dibayar, tidak gratisan seperti yang cowoknya dapatkan selama ini. Diapun bisa mendapatkan uang 5 juta dari hasil melontenya. Gilanya, keluarga Agung malah meminta setoran karena sudah menyediakan tempat untuk Rasti melonte!
“Tuh! Lihat kan kalau aku memang pantas dibayar!” ujar Rasti kesal sambil melempar uang setoran yang diminta cowoknya, Agung dengan muka tebal menerima juga uang dari Rasti.
Merekapun putus setelah itu.
...
Rasti yang kembali ke rumah Pakdenya tidak diterima dengan baik di sana. Pakdenya naik pitam. Rasti dimarahi habis-habisan karena sudah menelantarkan bayinya dan juga sekolahnya. Padahal sekolah adalah syarat bagi Rasti supaya bisa tinggal di rumah itu.
Rasti kembali diberi pilihan, melanjutkan sekolahnya atau pergi. Awalnya Rasti memilih tinggal dan melanjutkan sekolah. Selama beberapa minggu Rasti bertahan sampai dia mendapati dirinya.. hamil.
Bisa jadi itu adalah anaknya Agung, mungkin juga itu anaknya para nelayan dan para hidung belang yang berkali-kali menyemprotkan benihnya ke rahim Rasti baik di kampung tetangga maupun di kampungnya Agung. Yang jelas, salah satu di antara mereka adalah bapaknya Cindy.
Ya.. um*r 16 th, Rastipun hamil untuk ketiga kalinya..
Malu pada Pakdenya, Rastipun kemudian memilih pergi. Dia tinggalkan rumah pakdenya, sekolahnya. Dia berniat kembali ke tempatnya Agung meskipun mereka sudah putus. Malangnya nasib Rasti, ternyata Agungpun menolak ketika mengetahui Rasti sedang hamil. Sekali lagi.. sekali lagi Rasti dicampakkan.
Rasti berusaha tegar. Dengan uang hasil melonte sebelumnya, Rasti lalu mengontrak rumah dan mulai memutuskan untuk jadi lonte. Dia pikir uangnya yang cuma beberapa juta dengan cepat akan habis untuk mengontrak rumah dan biaya hidup. Bagaimana dengan biaya persalinan kelak? Rasti sama sekali tidak berniat aborsi. Dia justru menanti-nantikan kehadiran buah hatinya yang ketiga, seraya berjanji tidak akan menelantarkan lagi anak-anaknya kelak.
Ya.. Setelah semua yang dia alami, yang dia sesalkan hanyalah bahwa dia telah menelantarkan Tedi dan Norman.
Sebelum perutnya membuncit, Rasti mulai menjajakan diri. Tak disangka, wajah cantik serta tubuhnya yang sempurna ditawar begitu tinggi. Kurang dari sebulan, Rasti kebanjiran pelanggan royal dan berhasil mengumpulkan tidak kurang dari 50 juta. Rasti mulai mantap berkarir sebagai lonte. Dengan begitu dia dan anak-anaknya bisa hidup dengan nikmat dan layak.
Setelah melahirkan Cindy, Rasti mulai hunting rumah. Lokasi-lokasi elit di-surveynya, hingga pilihannya jatuh ke rumah yang dia tinggali sekarang. Rumah yang saat itu seharga diatas 400 juta. Dengan entengnya dia menyanggupi cicilan 15 juta perbulan selama 3 th. Itupun akhirnya bisa dia lunasi kurang dari setahun. Benar-benar karir yang menjanjikan. Dan.. Inilah Rasti sekarang.
==LASHBACK RASTI JADI LONTE END==
***
“Jadi gitu ceritanya..” ujar Rasti menyudahi ceritanya yang terasa sangat panjang bagi teman-teman Tedi. Mereka bertiga terhenyak, tidak menyangka kalau kisah hidup Rasti sepelik itu.
“Udah kan ceritanya? Yuk, makan dulu.. pasti kalian lapar kan?” ajak Rasti ramah tersenyum manis. Dengan semua yang sudah dialaminya, dia kini bisa tersenyum. Dengan segala pengorbanannya, kini Rasti menuai hasilnya. Rasti memang seorang lonte, tapi di luar itu, Rasti adalah wanita dan ibu yang tangguh.
“Kok bengong sih? Mau makan nggak nih? Hihihi”
“...I..iya tante..”
***
Setelah mendengar cerita masa lalu Rasti, teman-teman Tedi masih saja terus menempel padanya. Mereka selalu saja penasaran dan tidak pernah bosan berada di dekat ibu teman mereka itu. Mereka terus berada di sana sampai Tedi pulang.
Meski Tedi sudah pulangpun, mereka ternyata masih juga menempel pada Rasti. Tanya inilah, tanya itulah. Mereka tidak ada puas-puasnya mendengar cerita-ceritanya Rasti yang memang selalu membuat penis mereka berdiri.
“Emang tante gak takut kena penyakit?” tanya mereka lagi.
“Hmm.. Nggak tuh.. kan tante udah punya dokter pribadi” jawab Rasti santai.
Rasti beruntung dari sekian banyaknya pria yang pernah menyetubuhinya sebelum ini tidak satupun yang membawa penyakit padanya. Sejak Rasti mantap memutuskan menjadi lonte dan mempunyai penghasilan yang besar, tentunya dia harus lebih berhati-hati. Rastipun menyewa jasa doker.
Ya, Rasti adalah pelacur elit yang bekerja sendiri dan bisa memiliki dokter pribadi. Dokter bermasalah yang kehilangan ijin praktek gara-gara alkoholic. Dokter itu pernah menjadi tamunya Rasti dan akhirnya malah direkrut Rasti untuk menjadi gerbang utama yang harus dilewati tamu-tamu baru sebelum dapat meniduri Rasti. Meskipun begitu, tetap saja masih ada orang yang mendapat perlakuan khusus tanpa perlu ditest, seperti pak RT dan teman-teman Norman yang waktu itu.
Dokter itu sering protes kalau Rasti hamil, karna kalau hamil jelas Rasti tidak bisa menerima tamu. Tapi Rasti cuek. Dia malah sangat menikmatinya. Rasti ingin hamil terus. Sampai sekarang dia sudah mempunyai tujuh orang anak. Yang mana empat anak terakhirnya, Kiki, Bram, Dion dan Boby, lahir dari kerjaannya sebagai lonte. Tentu tetap tidak jelas juga siapa bapak-bapaknya anak-anaknya itu. Pokoknya semua hidung belang yang datang memakai jasa tubuhnya bebas membuang benihnya ke rahim Rasti, bahkan sering Rasti sendiri yang meminta.
“Duh.. Pengen deh bisa jadi bapaknya anak-anak tante, hehe..” ucap Jaka kurang ajar, padahal ada Tedi di situ.
“Dasar kalian ini.. Tuh Ted, mereka pengen ngasih kamu adek tuh, hihihi.. Boleh gak mama dihamilin mereka?” jawab Rasti yang malah tertawa cekikikan dan menggoda Tedi setelah mendengar ucapan Jaka tersebut.
Tedi sendiri tidak menjawab, dia hanya cengengesan saja. Walau Tedi merasa tidak rela, dia juga deg-degan dibuatnya. Membayangkan ibunya dihamili oleh teman-temannya entah kenapa membuat darahnya berdesir dan horni.
“Kalau kalian mau, datang aja lagi ke sini kalau kalian sudah 18 th. Ntar tante kasih gratis deh untuk perdananya..” ujar Rasti lagi dengan senyum nakal.
Terang saja mendengar hal itu mereka jadi ngaceng maksimal. Siapa sih yang tidak mau merasakan nikmatnya menggenjot tubuh wanita seperti Rasti? Apalagi sampai punya anak darinya. Tedi sendiri juga merasakan demikian walaupun dia tahu kalau wanita ini adalah ibunya sendiri.
“Be..beneran tante?” tanya mereka bertiga kesenangan.
“Iya.. tanpa kondom dan boleh muncratin memek tante sepuas kalian, kamu juga Tedi sayang.. Kalau tante hamil, tante pasrah kok..” kerling Rasti nakal yang makin membuat mereka blingsatan tidak karuan.
“Hihihi, kenapa? Udah ngebayangin ya? Udah gak tahan? Apa pengen sekarang aja?” goda Rasti lagi. Semakin mupenglah mereka mendengarnya.
“I..iya tante sekarang aja yuk” sahut mereka bersemangat.
“Huuu.. dasar kalian.. Nggak! Harus 18 th baru boleh. Udah ah, tante mau mandi dulu.. Bentar lagi tante mau nerima tamu. Ted, ajak temanmu main gih, ntar mama betul-betul dientotin mereka lho.. hihihi”
“I..iya ma.. Yuk bro main PS aja yuk di kamar” ajak Tedi pada teman-temannya.
Mereka bertigapun hanya bisa berseru kecewa. Rasti tertawa geli saja melihat tingkah para remaja itu yang segitu penasarannya ingin merasakan tubuhnya, ngentotin ibu temannya sendiri.
Merekapun akhirnya hanya bisa menghabiskan waktu di dalam kamar Tedi sambil main PS, dan lagi-lagi hanya bisa mendengar suara rintihan Rasti yang kenikmatan dientotin oleh para hidung belang.
Sore menjelang malam, barulah mereka pulang. Mereka hanya pamit berteriak dari depan pintu kamar Rasti karena Rasti masih sibuk melayani tamunya.
“Nghhh... Iyaahh.. Hati-hati ya kaliannya.. Sering-sering ssh.. main ke sini yah..” balas Rasti juga berteriak sambil terengah-engah.
***
Beberapa hari kemudian mereka lagi-lagi ingin main ke rumah Tedi.
Mereka memang sudah berencana kalau sekurang-kurangnya 1 minggu sekali main ke rumah teman mereka itu. Apalagi kalau bukan untuk memuaskan nafsu mereka, ngacengin Rasti sampai akhirnya onani di sana. Bagi mereka tentunya lebih asik beronani sekalian di sana setelah melihat kebinalan ibu teman mereka itu daripada onani sendirian di rumah.
Kejadian sewaktu harus jadi tumbal perdamaian mungkin bisa dia terima, begitupun cap ‘murahan’ yang melekat padanya di sekolah karena ulah Agung juga bisa dia maklumi. Tapi sampai-sampai dia juga dipersilahkan melonte begini..?
Rasti yang sebal akhirnya benar-benar menunjukkan pada Agung kalau dia memang pantas dibayar untuk setiap pria yang ingin mencicipi tubuhnya. Walhasil selama 2 hari lagi Rasti sengaja masih tinggal di rumah cowoknya sambil menerima tamu. Dia tunjukkan pada cowoknya itu bagaimana pacarnya yang cantik dan molek ini sedang dientotin pria-pria lain, dibayar, tidak gratisan seperti yang cowoknya dapatkan selama ini. Diapun bisa mendapatkan uang 5 juta dari hasil melontenya. Gilanya, keluarga Agung malah meminta setoran karena sudah menyediakan tempat untuk Rasti melonte!
“Tuh! Lihat kan kalau aku memang pantas dibayar!” ujar Rasti kesal sambil melempar uang setoran yang diminta cowoknya, Agung dengan muka tebal menerima juga uang dari Rasti.
Merekapun putus setelah itu.
...
Rasti yang kembali ke rumah Pakdenya tidak diterima dengan baik di sana. Pakdenya naik pitam. Rasti dimarahi habis-habisan karena sudah menelantarkan bayinya dan juga sekolahnya. Padahal sekolah adalah syarat bagi Rasti supaya bisa tinggal di rumah itu.
Rasti kembali diberi pilihan, melanjutkan sekolahnya atau pergi. Awalnya Rasti memilih tinggal dan melanjutkan sekolah. Selama beberapa minggu Rasti bertahan sampai dia mendapati dirinya.. hamil.
Bisa jadi itu adalah anaknya Agung, mungkin juga itu anaknya para nelayan dan para hidung belang yang berkali-kali menyemprotkan benihnya ke rahim Rasti baik di kampung tetangga maupun di kampungnya Agung. Yang jelas, salah satu di antara mereka adalah bapaknya Cindy.
Ya.. um*r 16 th, Rastipun hamil untuk ketiga kalinya..
Malu pada Pakdenya, Rastipun kemudian memilih pergi. Dia tinggalkan rumah pakdenya, sekolahnya. Dia berniat kembali ke tempatnya Agung meskipun mereka sudah putus. Malangnya nasib Rasti, ternyata Agungpun menolak ketika mengetahui Rasti sedang hamil. Sekali lagi.. sekali lagi Rasti dicampakkan.
Rasti berusaha tegar. Dengan uang hasil melonte sebelumnya, Rasti lalu mengontrak rumah dan mulai memutuskan untuk jadi lonte. Dia pikir uangnya yang cuma beberapa juta dengan cepat akan habis untuk mengontrak rumah dan biaya hidup. Bagaimana dengan biaya persalinan kelak? Rasti sama sekali tidak berniat aborsi. Dia justru menanti-nantikan kehadiran buah hatinya yang ketiga, seraya berjanji tidak akan menelantarkan lagi anak-anaknya kelak.
Ya.. Setelah semua yang dia alami, yang dia sesalkan hanyalah bahwa dia telah menelantarkan Tedi dan Norman.
Sebelum perutnya membuncit, Rasti mulai menjajakan diri. Tak disangka, wajah cantik serta tubuhnya yang sempurna ditawar begitu tinggi. Kurang dari sebulan, Rasti kebanjiran pelanggan royal dan berhasil mengumpulkan tidak kurang dari 50 juta. Rasti mulai mantap berkarir sebagai lonte. Dengan begitu dia dan anak-anaknya bisa hidup dengan nikmat dan layak.
Setelah melahirkan Cindy, Rasti mulai hunting rumah. Lokasi-lokasi elit di-surveynya, hingga pilihannya jatuh ke rumah yang dia tinggali sekarang. Rumah yang saat itu seharga diatas 400 juta. Dengan entengnya dia menyanggupi cicilan 15 juta perbulan selama 3 th. Itupun akhirnya bisa dia lunasi kurang dari setahun. Benar-benar karir yang menjanjikan. Dan.. Inilah Rasti sekarang.
==LASHBACK RASTI JADI LONTE END==
***
“Jadi gitu ceritanya..” ujar Rasti menyudahi ceritanya yang terasa sangat panjang bagi teman-teman Tedi. Mereka bertiga terhenyak, tidak menyangka kalau kisah hidup Rasti sepelik itu.
“Udah kan ceritanya? Yuk, makan dulu.. pasti kalian lapar kan?” ajak Rasti ramah tersenyum manis. Dengan semua yang sudah dialaminya, dia kini bisa tersenyum. Dengan segala pengorbanannya, kini Rasti menuai hasilnya. Rasti memang seorang lonte, tapi di luar itu, Rasti adalah wanita dan ibu yang tangguh.
“Kok bengong sih? Mau makan nggak nih? Hihihi”
“...I..iya tante..”
***
Setelah mendengar cerita masa lalu Rasti, teman-teman Tedi masih saja terus menempel padanya. Mereka selalu saja penasaran dan tidak pernah bosan berada di dekat ibu teman mereka itu. Mereka terus berada di sana sampai Tedi pulang.
Meski Tedi sudah pulangpun, mereka ternyata masih juga menempel pada Rasti. Tanya inilah, tanya itulah. Mereka tidak ada puas-puasnya mendengar cerita-ceritanya Rasti yang memang selalu membuat penis mereka berdiri.
“Emang tante gak takut kena penyakit?” tanya mereka lagi.
“Hmm.. Nggak tuh.. kan tante udah punya dokter pribadi” jawab Rasti santai.
Rasti beruntung dari sekian banyaknya pria yang pernah menyetubuhinya sebelum ini tidak satupun yang membawa penyakit padanya. Sejak Rasti mantap memutuskan menjadi lonte dan mempunyai penghasilan yang besar, tentunya dia harus lebih berhati-hati. Rastipun menyewa jasa doker.
Ya, Rasti adalah pelacur elit yang bekerja sendiri dan bisa memiliki dokter pribadi. Dokter bermasalah yang kehilangan ijin praktek gara-gara alkoholic. Dokter itu pernah menjadi tamunya Rasti dan akhirnya malah direkrut Rasti untuk menjadi gerbang utama yang harus dilewati tamu-tamu baru sebelum dapat meniduri Rasti. Meskipun begitu, tetap saja masih ada orang yang mendapat perlakuan khusus tanpa perlu ditest, seperti pak RT dan teman-teman Norman yang waktu itu.
Dokter itu sering protes kalau Rasti hamil, karna kalau hamil jelas Rasti tidak bisa menerima tamu. Tapi Rasti cuek. Dia malah sangat menikmatinya. Rasti ingin hamil terus. Sampai sekarang dia sudah mempunyai tujuh orang anak. Yang mana empat anak terakhirnya, Kiki, Bram, Dion dan Boby, lahir dari kerjaannya sebagai lonte. Tentu tetap tidak jelas juga siapa bapak-bapaknya anak-anaknya itu. Pokoknya semua hidung belang yang datang memakai jasa tubuhnya bebas membuang benihnya ke rahim Rasti, bahkan sering Rasti sendiri yang meminta.
“Duh.. Pengen deh bisa jadi bapaknya anak-anak tante, hehe..” ucap Jaka kurang ajar, padahal ada Tedi di situ.
“Dasar kalian ini.. Tuh Ted, mereka pengen ngasih kamu adek tuh, hihihi.. Boleh gak mama dihamilin mereka?” jawab Rasti yang malah tertawa cekikikan dan menggoda Tedi setelah mendengar ucapan Jaka tersebut.
Tedi sendiri tidak menjawab, dia hanya cengengesan saja. Walau Tedi merasa tidak rela, dia juga deg-degan dibuatnya. Membayangkan ibunya dihamili oleh teman-temannya entah kenapa membuat darahnya berdesir dan horni.
“Kalau kalian mau, datang aja lagi ke sini kalau kalian sudah 18 th. Ntar tante kasih gratis deh untuk perdananya..” ujar Rasti lagi dengan senyum nakal.
Terang saja mendengar hal itu mereka jadi ngaceng maksimal. Siapa sih yang tidak mau merasakan nikmatnya menggenjot tubuh wanita seperti Rasti? Apalagi sampai punya anak darinya. Tedi sendiri juga merasakan demikian walaupun dia tahu kalau wanita ini adalah ibunya sendiri.
“Be..beneran tante?” tanya mereka bertiga kesenangan.
“Iya.. tanpa kondom dan boleh muncratin memek tante sepuas kalian, kamu juga Tedi sayang.. Kalau tante hamil, tante pasrah kok..” kerling Rasti nakal yang makin membuat mereka blingsatan tidak karuan.
“Hihihi, kenapa? Udah ngebayangin ya? Udah gak tahan? Apa pengen sekarang aja?” goda Rasti lagi. Semakin mupenglah mereka mendengarnya.
“I..iya tante sekarang aja yuk” sahut mereka bersemangat.
“Huuu.. dasar kalian.. Nggak! Harus 18 th baru boleh. Udah ah, tante mau mandi dulu.. Bentar lagi tante mau nerima tamu. Ted, ajak temanmu main gih, ntar mama betul-betul dientotin mereka lho.. hihihi”
“I..iya ma.. Yuk bro main PS aja yuk di kamar” ajak Tedi pada teman-temannya.
Mereka bertigapun hanya bisa berseru kecewa. Rasti tertawa geli saja melihat tingkah para remaja itu yang segitu penasarannya ingin merasakan tubuhnya, ngentotin ibu temannya sendiri.
Merekapun akhirnya hanya bisa menghabiskan waktu di dalam kamar Tedi sambil main PS, dan lagi-lagi hanya bisa mendengar suara rintihan Rasti yang kenikmatan dientotin oleh para hidung belang.
Sore menjelang malam, barulah mereka pulang. Mereka hanya pamit berteriak dari depan pintu kamar Rasti karena Rasti masih sibuk melayani tamunya.
“Nghhh... Iyaahh.. Hati-hati ya kaliannya.. Sering-sering ssh.. main ke sini yah..” balas Rasti juga berteriak sambil terengah-engah.
***
Beberapa hari kemudian mereka lagi-lagi ingin main ke rumah Tedi.
Mereka memang sudah berencana kalau sekurang-kurangnya 1 minggu sekali main ke rumah teman mereka itu. Apalagi kalau bukan untuk memuaskan nafsu mereka, ngacengin Rasti sampai akhirnya onani di sana. Bagi mereka tentunya lebih asik beronani sekalian di sana setelah melihat kebinalan ibu teman mereka itu daripada onani sendirian di rumah.
Saat mereka datang, ternyata Rasti sedang didoggy Norman di dalam kamarnya. Pintu kamar yang terbuka lebar membuat mereka bisa dengan leluasa melihat aksi perzinahan ibu dan anak tersebut. Sungguh pemandangan yang membuat mereka ngaceng maksimal. Dan seperti yang pernah mereka lihat sebelumnya, Norman betul-betul menggenjot ibunya dengan ganas dan liar serta penuh kata-kata kotor.
“Ssh.. Sayang.. pelan dikit dong..” ujar Rasti merintih-rintih.
Namun bukannya melambatkan genjotannya, Norman malah makin menjadi-jadi menghujamkan penisnya ke liang senggama Rasti, bahkan disertai kata-kata kotor.
“Berisik lo betina jalang! Ibu doyan kontol! Padahal lo keenakan kan? Lo suka kan dikasarin gini? Dasar lacur..” hina Norman sambil manarik-narik puting Rasti.
Norman sendiri memang lagi kesal karena baru kalah taruhan bola, dan ia pun melampiaskannya dengan menyetubuhi ibunya dengan liar.
“Ssh.. kamu ini.. Iya deh, terserah kamu deh pengen apakan mama.. dasar anak bandel, ibu sendiri dientotin”
“Mama sih lonte..”
“Iya, mama memang lonte, lontenya kamu sayang” racau Rasti mengikuti saja permainan kasar anaknya itu.
Dia memang tidak keberatan sama sekali harus melayani nafsu binatang anaknya yang urakan itu. Rasti juga merasakan sensasi nikmat dengan permainan kasar dan ucapan-ucapan yang melecehkan dirinya. Sensasinya bahkan menjadi berkali-kali lipat karena menyadari bahwa anak kandungnya sendiri yang sedang menggenjotnya. Anaknya yang dia lahirkan dari benih-benih para pemerkosanya waktu itu, kini malah sedang asik menghujam liang vaginanya dengan beringas disertai kata-kata kotor yang menghinanya sebagai ibu kandungnya.
Rasti dan Norman terus saja asik bersenggama dan tidak menyadari kehadiran Tedi dan teman-temannya sama sekali. Hingga akhirnya tubuh Norman mengejang, dia menumpahkan seluruh spermanya ke dalam rahim Rasti.
“Hehe.. kayaknya mama bakal hamil anakku deh ntar..” ucap Norman.
“Tau tuh, kamu sih..” balas Rasti yang terlihat cuek.
Dia tidak ambil pusing jika nanti dia benar-benar akan hamil dari benih anaknya sendiri. Rasti bahkan jadi panas dingin dan menanti-nanti apa dia benar akan hamil anaknya Norman. Sungguh binal.
Setelah selesai bersenggama dan hendak keluar kamar, barulah Rasti sadar kalau ada teman-teman Tedi.
“Eh, kalian di sini? Udah dari tadi?” tanya Rasti.
“Iya tante, hehe..”
“Ihh.. Tante mainnya heboh banget sih..”
“Hot banget tante ngentotnya, asik” jawab mereka bergantian.
Jelas mereka mupeng berat dengan apa yang baru saja dilihatnya. Termasuk Tedi, dia begitu iri dengan adiknya yang sudah bisa merasakan betapa nikmatnya tubuh ibunya yang molek itu. Tentu saja selama ini Tedi juga pernah meminta untuk bisa merasakan seperti apa yang Norman rasakan, tapi berkali-kali juga Rasti menolaknya.
Rasti cuma berkata agar memaklumi kelakuan adiknya itu, yang bila tidak dituruti kemauannya bakal ngamuk tidak karuan. Akhirnya Tedipun baru akan dijanjikan boleh menyetubuhinya kalau sudah S-M-A.
“Kenapa kalian? Iri? Pengen ngerasain ngentot sama mama juga?” tanya Norman menggoda mereka, dia tahu kalau mereka termasuk kakaknya itu dari tadi menatap iri padanya.
“Sayang.. jangan godain mereka gitu dong..” ujar Rasti sambil mengelus sayang kepala Norman.
“Biarin.. Ma, bikinin minum dong.. capek nih habis ngentot” suruh Norman seenaknya.
Udah enak-enakan ngentot, minta dibikinin minum pula, tapi Rasti tetap menurutinya. Dia tidak keberatan sama sekali.
“Kalian juga mau minum kan?” tanya Rasti pada Tedi dan teman-temannya.
“Iya tante.. makasih”
Rasti lalu berpakaian kembali, dia mengenakan kemeja putih dan celana legging hitam pendek. Tetap terlihat sangat seksi dan memancing nafsu. Bagaimana tidak? Soalnya Rasti tidak mengenakan apa-apa lagi dibaliknya, sehingga putingnya tercetak dari balik kemaja itu. Belahan Vaginanyapun terlihat dengan jelas dibalik legging ketat itu.
Setelah berpakaian, Rastipun ke dapur untuk membuatkan mereka minuman. Sedangkan Norman, Tedi dan teman-temannya duduk dengan santainya menunggu di sofa depan tv.
“Emang enak bener nih ngentot nih cewek. Udah cantik, putih mulus, bahenol, terus empotannya itu lho.. gak tahan, huahahaha” ujar Norman lagi saat Rasti kembali dan duduk bersama dengan mereka. Ya, Norman memang sengaja ingin memanas-manasi mereka.
“Sayang.. kamu udah dooong..” kata Rasti.
“Biarin aja napa sih Ma!? Lagian mereka ini goblok banget sih.. Mau-maunya nurut harus nunggu 18 th dulu, padahal mama sendiri ngentotnya sejak um*r 12 th, iya kan Ma?” lanjut Norman lagi.
“Iya memang, tapi seharusnya kan emang harus 18 th dulu baru boleh gituan. Kamu aja yang bandel jadi anak, mama sendiri dientotin pula, iya nggak Jaka?” ujar Rasti melirik pada Jaka.
“I..iya tante”
“Halaaah.. apanya yang perlu nunggu 18 th! Teori darimana tuh? Asal udah bisa ngaceng ya sudah waktunya. Apalagi kalau barangnya udah tersedia gini dan siap pakai, ya tinggal embat aja. Goblok lu pada!” kata Norman lagi menghina mereka.
“Duuuh.. sayang, kamu ini. Kalian jangan dengerin dia yaaah.. bandel banget nih anak” balas Rasti sambil menutup mulut anaknya itu dengan tangannya. Tingkahnya Rasti itu sungguh menggemaskan.
“Ng.. tapi betul juga sih kata Norman tante” kata Riko.
“Hmm? Betul apanya?” tanya Rasti balik.
“Itu.. kalau kita udah boleh ngentot, hehe”
“Iya tante.. betul tuh, daripada cuma onani dan buang peju percuma, hehe” kata Jaka ikut-ikutan. Romi juga ikut mengangguk.
“Terus? Buang pejunya di memek tante gitu? Hihihi.. Dasar kalian ini. Tuh, gara-gara kamu sayang, mereka jadi terprovokasi tuh” ujar Rasti melepaskan bekapan mulut Norman lalu mencubit manja hidung anaknya itu.
Norman hanya tertawa cengengesan.
“Kamu sendiri gimana Tedi? Setuju kan kalau boleh gituan kalau udah cukup um*r?” tanya Rasti kini pada Tedi.
“Aku juga pengen sih ma. Masak Norman udah boleh tapi aku belum” jawab Tedi yang ternyata juga setuju dengan ucapan Norman tadi.
“Ampun deh kalian ini..” Rasti geleng-geleng kepala.
“Jadi gimana? Kalian pengen nunggu 5 th lagi? Atau kita perkosa aja nih cewek rame-rame sekarang? Huahahahaha” lanjut Norman lagi menggoda mereka.
“Hush! Enak aja perkosa.. kalian rame gitu, ya jelas tante kalah” kata Rasti mencubit pelan paha Norman.
“Tuh kan Ma, Mama aja takut kita perkosa, berarti kita kan emang seharusnya udah bisa ngentot” kata Tedi.
“Iya udah bisa, tapi belum boleh..” ujar Rasti yang kewalahan menjawab argumentasi-argumentasi Norman dan tuntutan Tedi dan teman-temannya.
“Walau belum boleh tapi udah bisa kan Ma?”
“Bisa sih, aduh kalian ini..” Rasti betul-betul kewalahan.
Mereka kini duduk berkeliling mengerubungi Rasti. Dimulai dari Norman, merekapun beramai-ramai menggerayangi Rasti.
“Kalian ini ngapain sih?” tanya Rasti namun masih membiarkan ulah mereka.
Melihat Rasti tidak melawan membuat mereka semakin berani. Merekapun mulai mencoba membuka kancing kemeja Rasti, saat itulah baru Rasti mencoba melawan menghalau tangan-tangan jahil mereka.
“Hei hei! Kalian mau ngapain? Hayo ngapain!?” ucap Rasti sedikit berteriak.
Tapi nafsu mereka sudah di ubun-ubun. Meski Rasti melawan, mereka tetap terus berusaha melepaskan kancing baju Rasti satu-persatu sampai seluruh kancing kemeja Rasti terbuka. Buah dada Rasti yang ranumpun terpampang di hadapan mereka yang membuat mereka semakin bernafsu. Rasti sungguh seksi dengan pose seperti itu, dengan kemeja yang masih menempel di bahunya.
“Duh, kalian ini.. tolong deh.. Maksa banget sih?” teriaknya lagi.
Namun mereka tetap tidak peduli. Tedi dan teman-temannya benar-benar ingin menelanjangi Rasti. Mereka lalu melepaskan kemeja itu dari tubuhnya, akhirnya sekarang Rasti bertelanjang dada.
Rasti ditelanjangi sedikit demi sedikit beramai-ramai. Oleh anaknya serta teman-teman anaknya. Rasti tidak berdaya melawan nafsu mereka semua. Dia kalah jumlah. Meskipun dari tadi Rasti mencoba meronta, namun sebenarnya dia diam-diam menikmati juga ditelanjangi pelan-pelan. Dia melawan hanya buat manja-manjaan saja. Tapi justru itu membuat nafsu Tedi dan teman-temannya semakin tak terbendung.
“Lepasin..” pinta Rasti memohon.
Dia mulai berkeringat. Dikelilingi beramai-ramai oleh mereka membuat suasana makin gerah. Tapi semakin tinggi pulalah nafsu mereka melihat keadaan Rasti tersebut. Tangan mereka semakin menjadi-jadi menggerayangi Rasti.
Mereka kemudian mencoba menarik celana legging pendek Rasti, tapi kesusahan karena Rasti terus meronta. Namun, “Brreeett!” mereka menarik paksa legging tipis itu hingga sobek.
“Awh.. gilak kalian!” teriak Rasti sambil menahan tawa.
Para remaja itu makin horni saja melihat Rasti bertelanjang dada yang hanya mengenakan celana sobek. Merekapun menarik celana itu lagi lebih kuat hingga celana itu makin besar sobekannya dan terlepas seluruhnya dari tubuhnya. Sekarang akhirnya Rasti benar-benar telanjang bulat. Polos di hadapan mereka.
“Gilak kalian.. Sampai sobek giniii.. hahaha” Rasti tidak tahan lagi untuk tertawa. Dia betul-betul merasa lucu dengan tingkah bocah-bocah itu.
“Ssh.. Sayang.. pelan dikit dong..” ujar Rasti merintih-rintih.
Namun bukannya melambatkan genjotannya, Norman malah makin menjadi-jadi menghujamkan penisnya ke liang senggama Rasti, bahkan disertai kata-kata kotor.
“Berisik lo betina jalang! Ibu doyan kontol! Padahal lo keenakan kan? Lo suka kan dikasarin gini? Dasar lacur..” hina Norman sambil manarik-narik puting Rasti.
Norman sendiri memang lagi kesal karena baru kalah taruhan bola, dan ia pun melampiaskannya dengan menyetubuhi ibunya dengan liar.
“Ssh.. kamu ini.. Iya deh, terserah kamu deh pengen apakan mama.. dasar anak bandel, ibu sendiri dientotin”
“Mama sih lonte..”
“Iya, mama memang lonte, lontenya kamu sayang” racau Rasti mengikuti saja permainan kasar anaknya itu.
Dia memang tidak keberatan sama sekali harus melayani nafsu binatang anaknya yang urakan itu. Rasti juga merasakan sensasi nikmat dengan permainan kasar dan ucapan-ucapan yang melecehkan dirinya. Sensasinya bahkan menjadi berkali-kali lipat karena menyadari bahwa anak kandungnya sendiri yang sedang menggenjotnya. Anaknya yang dia lahirkan dari benih-benih para pemerkosanya waktu itu, kini malah sedang asik menghujam liang vaginanya dengan beringas disertai kata-kata kotor yang menghinanya sebagai ibu kandungnya.
Rasti dan Norman terus saja asik bersenggama dan tidak menyadari kehadiran Tedi dan teman-temannya sama sekali. Hingga akhirnya tubuh Norman mengejang, dia menumpahkan seluruh spermanya ke dalam rahim Rasti.
“Hehe.. kayaknya mama bakal hamil anakku deh ntar..” ucap Norman.
“Tau tuh, kamu sih..” balas Rasti yang terlihat cuek.
Dia tidak ambil pusing jika nanti dia benar-benar akan hamil dari benih anaknya sendiri. Rasti bahkan jadi panas dingin dan menanti-nanti apa dia benar akan hamil anaknya Norman. Sungguh binal.
Setelah selesai bersenggama dan hendak keluar kamar, barulah Rasti sadar kalau ada teman-teman Tedi.
“Eh, kalian di sini? Udah dari tadi?” tanya Rasti.
“Iya tante, hehe..”
“Ihh.. Tante mainnya heboh banget sih..”
“Hot banget tante ngentotnya, asik” jawab mereka bergantian.
Jelas mereka mupeng berat dengan apa yang baru saja dilihatnya. Termasuk Tedi, dia begitu iri dengan adiknya yang sudah bisa merasakan betapa nikmatnya tubuh ibunya yang molek itu. Tentu saja selama ini Tedi juga pernah meminta untuk bisa merasakan seperti apa yang Norman rasakan, tapi berkali-kali juga Rasti menolaknya.
Rasti cuma berkata agar memaklumi kelakuan adiknya itu, yang bila tidak dituruti kemauannya bakal ngamuk tidak karuan. Akhirnya Tedipun baru akan dijanjikan boleh menyetubuhinya kalau sudah S-M-A.
“Kenapa kalian? Iri? Pengen ngerasain ngentot sama mama juga?” tanya Norman menggoda mereka, dia tahu kalau mereka termasuk kakaknya itu dari tadi menatap iri padanya.
“Sayang.. jangan godain mereka gitu dong..” ujar Rasti sambil mengelus sayang kepala Norman.
“Biarin.. Ma, bikinin minum dong.. capek nih habis ngentot” suruh Norman seenaknya.
Udah enak-enakan ngentot, minta dibikinin minum pula, tapi Rasti tetap menurutinya. Dia tidak keberatan sama sekali.
“Kalian juga mau minum kan?” tanya Rasti pada Tedi dan teman-temannya.
“Iya tante.. makasih”
Rasti lalu berpakaian kembali, dia mengenakan kemeja putih dan celana legging hitam pendek. Tetap terlihat sangat seksi dan memancing nafsu. Bagaimana tidak? Soalnya Rasti tidak mengenakan apa-apa lagi dibaliknya, sehingga putingnya tercetak dari balik kemaja itu. Belahan Vaginanyapun terlihat dengan jelas dibalik legging ketat itu.
Setelah berpakaian, Rastipun ke dapur untuk membuatkan mereka minuman. Sedangkan Norman, Tedi dan teman-temannya duduk dengan santainya menunggu di sofa depan tv.
“Emang enak bener nih ngentot nih cewek. Udah cantik, putih mulus, bahenol, terus empotannya itu lho.. gak tahan, huahahaha” ujar Norman lagi saat Rasti kembali dan duduk bersama dengan mereka. Ya, Norman memang sengaja ingin memanas-manasi mereka.
“Sayang.. kamu udah dooong..” kata Rasti.
“Biarin aja napa sih Ma!? Lagian mereka ini goblok banget sih.. Mau-maunya nurut harus nunggu 18 th dulu, padahal mama sendiri ngentotnya sejak um*r 12 th, iya kan Ma?” lanjut Norman lagi.
“Iya memang, tapi seharusnya kan emang harus 18 th dulu baru boleh gituan. Kamu aja yang bandel jadi anak, mama sendiri dientotin pula, iya nggak Jaka?” ujar Rasti melirik pada Jaka.
“I..iya tante”
“Halaaah.. apanya yang perlu nunggu 18 th! Teori darimana tuh? Asal udah bisa ngaceng ya sudah waktunya. Apalagi kalau barangnya udah tersedia gini dan siap pakai, ya tinggal embat aja. Goblok lu pada!” kata Norman lagi menghina mereka.
“Duuuh.. sayang, kamu ini. Kalian jangan dengerin dia yaaah.. bandel banget nih anak” balas Rasti sambil menutup mulut anaknya itu dengan tangannya. Tingkahnya Rasti itu sungguh menggemaskan.
“Ng.. tapi betul juga sih kata Norman tante” kata Riko.
“Hmm? Betul apanya?” tanya Rasti balik.
“Itu.. kalau kita udah boleh ngentot, hehe”
“Iya tante.. betul tuh, daripada cuma onani dan buang peju percuma, hehe” kata Jaka ikut-ikutan. Romi juga ikut mengangguk.
“Terus? Buang pejunya di memek tante gitu? Hihihi.. Dasar kalian ini. Tuh, gara-gara kamu sayang, mereka jadi terprovokasi tuh” ujar Rasti melepaskan bekapan mulut Norman lalu mencubit manja hidung anaknya itu.
Norman hanya tertawa cengengesan.
“Kamu sendiri gimana Tedi? Setuju kan kalau boleh gituan kalau udah cukup um*r?” tanya Rasti kini pada Tedi.
“Aku juga pengen sih ma. Masak Norman udah boleh tapi aku belum” jawab Tedi yang ternyata juga setuju dengan ucapan Norman tadi.
“Ampun deh kalian ini..” Rasti geleng-geleng kepala.
“Jadi gimana? Kalian pengen nunggu 5 th lagi? Atau kita perkosa aja nih cewek rame-rame sekarang? Huahahahaha” lanjut Norman lagi menggoda mereka.
“Hush! Enak aja perkosa.. kalian rame gitu, ya jelas tante kalah” kata Rasti mencubit pelan paha Norman.
“Tuh kan Ma, Mama aja takut kita perkosa, berarti kita kan emang seharusnya udah bisa ngentot” kata Tedi.
“Iya udah bisa, tapi belum boleh..” ujar Rasti yang kewalahan menjawab argumentasi-argumentasi Norman dan tuntutan Tedi dan teman-temannya.
“Walau belum boleh tapi udah bisa kan Ma?”
“Bisa sih, aduh kalian ini..” Rasti betul-betul kewalahan.
Mereka kini duduk berkeliling mengerubungi Rasti. Dimulai dari Norman, merekapun beramai-ramai menggerayangi Rasti.
“Kalian ini ngapain sih?” tanya Rasti namun masih membiarkan ulah mereka.
Melihat Rasti tidak melawan membuat mereka semakin berani. Merekapun mulai mencoba membuka kancing kemeja Rasti, saat itulah baru Rasti mencoba melawan menghalau tangan-tangan jahil mereka.
“Hei hei! Kalian mau ngapain? Hayo ngapain!?” ucap Rasti sedikit berteriak.
Tapi nafsu mereka sudah di ubun-ubun. Meski Rasti melawan, mereka tetap terus berusaha melepaskan kancing baju Rasti satu-persatu sampai seluruh kancing kemeja Rasti terbuka. Buah dada Rasti yang ranumpun terpampang di hadapan mereka yang membuat mereka semakin bernafsu. Rasti sungguh seksi dengan pose seperti itu, dengan kemeja yang masih menempel di bahunya.
“Duh, kalian ini.. tolong deh.. Maksa banget sih?” teriaknya lagi.
Namun mereka tetap tidak peduli. Tedi dan teman-temannya benar-benar ingin menelanjangi Rasti. Mereka lalu melepaskan kemeja itu dari tubuhnya, akhirnya sekarang Rasti bertelanjang dada.
Rasti ditelanjangi sedikit demi sedikit beramai-ramai. Oleh anaknya serta teman-teman anaknya. Rasti tidak berdaya melawan nafsu mereka semua. Dia kalah jumlah. Meskipun dari tadi Rasti mencoba meronta, namun sebenarnya dia diam-diam menikmati juga ditelanjangi pelan-pelan. Dia melawan hanya buat manja-manjaan saja. Tapi justru itu membuat nafsu Tedi dan teman-temannya semakin tak terbendung.
“Lepasin..” pinta Rasti memohon.
Dia mulai berkeringat. Dikelilingi beramai-ramai oleh mereka membuat suasana makin gerah. Tapi semakin tinggi pulalah nafsu mereka melihat keadaan Rasti tersebut. Tangan mereka semakin menjadi-jadi menggerayangi Rasti.
Mereka kemudian mencoba menarik celana legging pendek Rasti, tapi kesusahan karena Rasti terus meronta. Namun, “Brreeett!” mereka menarik paksa legging tipis itu hingga sobek.
“Awh.. gilak kalian!” teriak Rasti sambil menahan tawa.
Para remaja itu makin horni saja melihat Rasti bertelanjang dada yang hanya mengenakan celana sobek. Merekapun menarik celana itu lagi lebih kuat hingga celana itu makin besar sobekannya dan terlepas seluruhnya dari tubuhnya. Sekarang akhirnya Rasti benar-benar telanjang bulat. Polos di hadapan mereka.
“Gilak kalian.. Sampai sobek giniii.. hahaha” Rasti tidak tahan lagi untuk tertawa. Dia betul-betul merasa lucu dengan tingkah bocah-bocah itu.
“Apa lagi? Apa lagi hayo? Lanjut merkosa tante hah??” ujar Rasti yang malah menantang mereka.
Tentu saja membuat mereka semakin gemas. Mereka betul-betul tidak kuat. Tedi dan teman-temannyapun kembali menggerayangi Rasti. Bagian sensitif tubuh Rasti seperti buah dadanya digerepe dan diremas habis-habisan oleh mereka.
Tangan usil mereka juga mencoba menyentuh vagina Rasti, namun Rasti mencoba melawan dengan mengapitkan pahanya. Walau dengan bersusah payah, akhirnya ada juga yang berhasil membelai dan memainkan jarinya di sana. Vagina Rasti sudah sangat basah tentunya. Rasti memang sangat menikmati permainannya itu serta setiap perlakuan cabul mereka terhadapnya.
Ketika Rasti melihat mereka mulai membuka pakaian mereka masing-masing, barulah Rasti benar-benar ingin menghentikannya.
“Udah ya! Stop! Stop! Keterusan tuh kaliannya!” ujar Rasti mengehentikan mereka. Rasti terlihat sangat serius.
Meski Rasti terangsang, dia tetap keukeuh tidak mau melayani mereka. Dia harus bersikap tegas. Mereka yang melihat wajah serius Rasti akhirnya berhenti menggerayangi tubuhnya.
“Kalian ini, bandel banget! Geser-geser! Gerah nih..” ucap Rasti pura-pura kesal.
“Maaf tante.. kita gak kuat”
“Iya tante tahu.. tapi kan tante udah bilang kalau baru boleh gituan kalau udah um*r 18 th. Kalian kok maksa gitu sih? Ntar gak tante bolehin main ke sini lagi lho.. mau?”
“Yaahh.. jangan tante..”
“Makanya, kalian mau kan jadi anak yang baik?”
“Mau tante”
“Bagus deh.. jangan kayak anak tante itu, bandelnya gak ketulungan” ujar Rasti melirik Norman.
“Ah, cemen lo semua! Banci!” leceh Norman.
“Hush! Anak mama satu ini, jangan ngomong kayak gitu dong sayang.. Lagian kamu itu emang bandel tau nggak! hihihi” seru Rasti sambil mendekap Norman.
Rasti yang kembali horni akibat gerepean dan remasan-remasan mereka tadi, kini malah bermanja-manjaan dengan Norman. Mengelus-ngelus kepalanya, sampai akhirnya ia mencium bibir anak nomor duanya itu. Merekapun berciuman dengan panasnya.
Tedi dan teman-temannya kembali dibuat iri. Padahal tadi Rasti menyetop aksi mereka, tapi dia sendiri dan Norman tidak henti-hentinya bermesraan. Norman malah cengengesan dan melirik ke arah mereka ketika berciuman dengan Rasti, jelas membuat mereka makin panas dan tidak terima dibuatnya.
Rasti dan Norman terus bercumbu dengan asiknya. Tangan mereka saling menggerayangi. Norman dengan leluasanya bisa meraba buah dada dan vaginanya Rasti. Begitupun Rasti yang mengocok penis Norman dan membelai buah zakarnya.
“Lho tante? Kok malah nerusin sih?”
“Iya, kita disuruh berhenti, tapi tantenya sendiri gak berhenti”
“Mamaaa.. ih, udah dong!” ucap Tedi juga.
“Lho, siapa suruh kalian gerayangi tante tadi.. Mama kan terangsang lagi nih..” ucap Rasti manja lalu lanjut lagi berciuman dengan Norman di depan mereka.
“Iiih, kan tante sudah gituan dari tadi” kata Riko yang disambut anggukan mereka bertiga.
Normanpun akhirnya melepaskan ciumannya.
“Cerewet banget sih kalian! Namanya juga lonte, dientotin berkali-kali gak ada puasnya.. becek terus memeknya!” cibir Norman.
“Iih, kamu ini” dengus Rasti.
“Gak percaya? Nih..” Tiba-tiba Norman mengangkat satu kaki Rasti ke pangkuannya. Dia kangkangkan kaki Rasti, memamerkan selangkangan ibunya itu dihadapan Tedi dan teman-temannya.
“Kyaaaa!” Rasti menjerit kaget, tapi toh tidak melawan sama sekali.
Norman kemudian mencolok-colokkan jarinya ke vagina Rasti yang hanya bisa mengerang-ngerang keenakan. Wajahnya merah padam malu bercampur horni. Norman lalu menunjukkan jari-jarinya yang basah kuyup oleh lendir Rasti.
“Tuh kan lihat udah banjir aja.. Udah minta disodok lagi nih memek” kata Norman.
Tidak cukup begitu, Norman lalu menyibakkan kelentit Rasti yang sudah mengeras. Teman-teman Tedi yang belum pernah melihat vagina Rasti sedekat dan sejelas itu makin dibuat panas dingin karenanya.
“Nih lihat, ini namanya itil. Kalau udah keras begini tandanya..”
Belum selesai Norman bicara, Rasti sudah menarik kakinya dan merapatkannya. Dia merasa Norman sudah cukup kelewatan. Rasti risih dan malu juga dibuatnya.
“Kamu ini.. Udah ah! Gila! Dasar anak mama ini paling cabul, nakal!” Rasti menjewer Norman, tapi tentunya tidak serius.
Norman terkekeh-kekeh saja. Rastipun mendengus manja.
“Udah ah, yuk ronde keempat. Masih bisa kan sayang?” ajak Rasti kemudian.
“Hah???” teman-teman Tedi ternganga mendengarnya.
“Iya nih, anak tante ini sejak pagi udah ngentotin mamanya sendiri. Sampai tadi kalian datang itu sudah ronde ketiga lho..” ucap Rasti tanpa malu-malu.
“Hehehe, ayuk Ma ronde keempat. Siap-siap ya lonte binal..” ujar Norman.
“Ayo.. masih kuat kamu? Paling-paling 5 menit aja udah ngecrot, hihihi” goda Rasti menjawil hidung Norman.
“Anjrit nih lonte nantangin segala. Liat aja, taruhan deh kalo gue gak keluar sampe setengah jam, mama mau kasih apa?” ucap Norman.
Teman-teman Tedi geleng-geleng kepala. Sungguh kurang ajar sekali Norman ini. Dia selalu memanggil ibunya dengan hina. Tapi mendengar ucapan-ucapan kurang ajarnya itu juga membuat mereka semakin horni.
“Kasih apa lagi? Kan kamu udah mama kasih segalanya sayang.. Apa lagi sih? Tuh, abangmu yang belum dapat apa-apa, hihihi”
“Iya yah, si abang yang belum dapat apa-apa dari mama.. Dia sih bodoh banget, punya mama lonte dianggurin. Padahal kan nikmat banget memeknya, sayang banget gak dientotin, dihamili juga gak masalah, iya kan ma? hehe”
“Hush! Kamu ini lagi-lagi nertawain abangmu” jewer Rasti lagi ke Norman.
Namun tiba-tiba terdengar suara tangisan si kecil Bobi, anak bungsunya Rasti yang baru bangun tidur.
“Wah, si Bobi kebangun tuh sayang.. jadi ronde keempatnya?” tanya Rasti yang bukannya langsung mengurus bayinya, malah menanyakan hal seperti itu dulu pada Norman.
“Ya jadi dong Ma.. Bang, urusin tuh adek bungsu lo.. Mama mau gue entotin dulu..” suruh Norman seenaknya pada Tedi.
“Yah mama..” protes Tedi, tapi Rastinya malah menyetujui.
“Duh, gak papa ya sayang.. Tolong ya.. Mama mau ngurusin adek kamu yang paling besar ini dulu nih, nakalnya minta ampun sih.. Ya sayang? Kamu jagain adek kecil ya.. biar mama jagain adek besar”
“Sono bang cepetan, ntar gue pasti bisa menang taruhan. Kuat setengah jam lebih, ntar hadiahnya buat lo deh..” ujar Norman ngasal.
“Iih.. hadiah apa sih?” protes Rasti.
“Lha, mama tadi nantangin, sekarang diminta ngasih hadiah gak mau. Mau nggak? Kalau gak ya udah deh, mama urusin adek aja, memeknya gak jadi Norman servis” kata Norman pura-pura jual mahal.
“Iya sayang iya deh..” Rasti yang memang sedang horni akhirnya mengiyakan juga permintaan anaknya yang bandel itu.
Dia lebih memilih untuk memuaskan nafsunya dulu ketimbang menengok bayinya di kamar. Toh si kecil bisa diurusin kakak-kakanya, dia bisa menyusul belakangan, tapi kalau nafsunya harus dituntaskan saat itu juga, pikir Rasti. Dia betul-betul pengen digenjot lagi memeknya. Siapa lagi kalau bukan oleh anaknya sendiri, si Norman.
“Tolong ya Tedi sayang.. ntar mama kasih hadiah spesial deh buat kamu.. tapi kalau Norman emang kuat sampai lebih setengah jam ya..” Rasti lalu membelai Tedi dan mengecupi pipinya.
“Muah muah muaaaah.. anak mama yang paling pinter, titip adek ya..”
“I..iya deh Ma” walau sedikit berat hati, tapi akhirnya Tedi turuti juga.
“Yuk, ibuku, lonteku, kita ngentot lagi” ajak Norman.
“Ayo, anakku” sahut Rasti. Merekapun bergandengan tangan masuk ke kamar.
Tentu saja membuat mereka semakin gemas. Mereka betul-betul tidak kuat. Tedi dan teman-temannyapun kembali menggerayangi Rasti. Bagian sensitif tubuh Rasti seperti buah dadanya digerepe dan diremas habis-habisan oleh mereka.
Tangan usil mereka juga mencoba menyentuh vagina Rasti, namun Rasti mencoba melawan dengan mengapitkan pahanya. Walau dengan bersusah payah, akhirnya ada juga yang berhasil membelai dan memainkan jarinya di sana. Vagina Rasti sudah sangat basah tentunya. Rasti memang sangat menikmati permainannya itu serta setiap perlakuan cabul mereka terhadapnya.
Ketika Rasti melihat mereka mulai membuka pakaian mereka masing-masing, barulah Rasti benar-benar ingin menghentikannya.
“Udah ya! Stop! Stop! Keterusan tuh kaliannya!” ujar Rasti mengehentikan mereka. Rasti terlihat sangat serius.
Meski Rasti terangsang, dia tetap keukeuh tidak mau melayani mereka. Dia harus bersikap tegas. Mereka yang melihat wajah serius Rasti akhirnya berhenti menggerayangi tubuhnya.
“Kalian ini, bandel banget! Geser-geser! Gerah nih..” ucap Rasti pura-pura kesal.
“Maaf tante.. kita gak kuat”
“Iya tante tahu.. tapi kan tante udah bilang kalau baru boleh gituan kalau udah um*r 18 th. Kalian kok maksa gitu sih? Ntar gak tante bolehin main ke sini lagi lho.. mau?”
“Yaahh.. jangan tante..”
“Makanya, kalian mau kan jadi anak yang baik?”
“Mau tante”
“Bagus deh.. jangan kayak anak tante itu, bandelnya gak ketulungan” ujar Rasti melirik Norman.
“Ah, cemen lo semua! Banci!” leceh Norman.
“Hush! Anak mama satu ini, jangan ngomong kayak gitu dong sayang.. Lagian kamu itu emang bandel tau nggak! hihihi” seru Rasti sambil mendekap Norman.
Rasti yang kembali horni akibat gerepean dan remasan-remasan mereka tadi, kini malah bermanja-manjaan dengan Norman. Mengelus-ngelus kepalanya, sampai akhirnya ia mencium bibir anak nomor duanya itu. Merekapun berciuman dengan panasnya.
Tedi dan teman-temannya kembali dibuat iri. Padahal tadi Rasti menyetop aksi mereka, tapi dia sendiri dan Norman tidak henti-hentinya bermesraan. Norman malah cengengesan dan melirik ke arah mereka ketika berciuman dengan Rasti, jelas membuat mereka makin panas dan tidak terima dibuatnya.
Rasti dan Norman terus bercumbu dengan asiknya. Tangan mereka saling menggerayangi. Norman dengan leluasanya bisa meraba buah dada dan vaginanya Rasti. Begitupun Rasti yang mengocok penis Norman dan membelai buah zakarnya.
“Lho tante? Kok malah nerusin sih?”
“Iya, kita disuruh berhenti, tapi tantenya sendiri gak berhenti”
“Mamaaa.. ih, udah dong!” ucap Tedi juga.
“Lho, siapa suruh kalian gerayangi tante tadi.. Mama kan terangsang lagi nih..” ucap Rasti manja lalu lanjut lagi berciuman dengan Norman di depan mereka.
“Iiih, kan tante sudah gituan dari tadi” kata Riko yang disambut anggukan mereka bertiga.
Normanpun akhirnya melepaskan ciumannya.
“Cerewet banget sih kalian! Namanya juga lonte, dientotin berkali-kali gak ada puasnya.. becek terus memeknya!” cibir Norman.
“Iih, kamu ini” dengus Rasti.
“Gak percaya? Nih..” Tiba-tiba Norman mengangkat satu kaki Rasti ke pangkuannya. Dia kangkangkan kaki Rasti, memamerkan selangkangan ibunya itu dihadapan Tedi dan teman-temannya.
“Kyaaaa!” Rasti menjerit kaget, tapi toh tidak melawan sama sekali.
Norman kemudian mencolok-colokkan jarinya ke vagina Rasti yang hanya bisa mengerang-ngerang keenakan. Wajahnya merah padam malu bercampur horni. Norman lalu menunjukkan jari-jarinya yang basah kuyup oleh lendir Rasti.
“Tuh kan lihat udah banjir aja.. Udah minta disodok lagi nih memek” kata Norman.
Tidak cukup begitu, Norman lalu menyibakkan kelentit Rasti yang sudah mengeras. Teman-teman Tedi yang belum pernah melihat vagina Rasti sedekat dan sejelas itu makin dibuat panas dingin karenanya.
“Nih lihat, ini namanya itil. Kalau udah keras begini tandanya..”
Belum selesai Norman bicara, Rasti sudah menarik kakinya dan merapatkannya. Dia merasa Norman sudah cukup kelewatan. Rasti risih dan malu juga dibuatnya.
“Kamu ini.. Udah ah! Gila! Dasar anak mama ini paling cabul, nakal!” Rasti menjewer Norman, tapi tentunya tidak serius.
Norman terkekeh-kekeh saja. Rastipun mendengus manja.
“Udah ah, yuk ronde keempat. Masih bisa kan sayang?” ajak Rasti kemudian.
“Hah???” teman-teman Tedi ternganga mendengarnya.
“Iya nih, anak tante ini sejak pagi udah ngentotin mamanya sendiri. Sampai tadi kalian datang itu sudah ronde ketiga lho..” ucap Rasti tanpa malu-malu.
“Hehehe, ayuk Ma ronde keempat. Siap-siap ya lonte binal..” ujar Norman.
“Ayo.. masih kuat kamu? Paling-paling 5 menit aja udah ngecrot, hihihi” goda Rasti menjawil hidung Norman.
“Anjrit nih lonte nantangin segala. Liat aja, taruhan deh kalo gue gak keluar sampe setengah jam, mama mau kasih apa?” ucap Norman.
Teman-teman Tedi geleng-geleng kepala. Sungguh kurang ajar sekali Norman ini. Dia selalu memanggil ibunya dengan hina. Tapi mendengar ucapan-ucapan kurang ajarnya itu juga membuat mereka semakin horni.
“Kasih apa lagi? Kan kamu udah mama kasih segalanya sayang.. Apa lagi sih? Tuh, abangmu yang belum dapat apa-apa, hihihi”
“Iya yah, si abang yang belum dapat apa-apa dari mama.. Dia sih bodoh banget, punya mama lonte dianggurin. Padahal kan nikmat banget memeknya, sayang banget gak dientotin, dihamili juga gak masalah, iya kan ma? hehe”
“Hush! Kamu ini lagi-lagi nertawain abangmu” jewer Rasti lagi ke Norman.
Namun tiba-tiba terdengar suara tangisan si kecil Bobi, anak bungsunya Rasti yang baru bangun tidur.
“Wah, si Bobi kebangun tuh sayang.. jadi ronde keempatnya?” tanya Rasti yang bukannya langsung mengurus bayinya, malah menanyakan hal seperti itu dulu pada Norman.
“Ya jadi dong Ma.. Bang, urusin tuh adek bungsu lo.. Mama mau gue entotin dulu..” suruh Norman seenaknya pada Tedi.
“Yah mama..” protes Tedi, tapi Rastinya malah menyetujui.
“Duh, gak papa ya sayang.. Tolong ya.. Mama mau ngurusin adek kamu yang paling besar ini dulu nih, nakalnya minta ampun sih.. Ya sayang? Kamu jagain adek kecil ya.. biar mama jagain adek besar”
“Sono bang cepetan, ntar gue pasti bisa menang taruhan. Kuat setengah jam lebih, ntar hadiahnya buat lo deh..” ujar Norman ngasal.
“Iih.. hadiah apa sih?” protes Rasti.
“Lha, mama tadi nantangin, sekarang diminta ngasih hadiah gak mau. Mau nggak? Kalau gak ya udah deh, mama urusin adek aja, memeknya gak jadi Norman servis” kata Norman pura-pura jual mahal.
“Iya sayang iya deh..” Rasti yang memang sedang horni akhirnya mengiyakan juga permintaan anaknya yang bandel itu.
Dia lebih memilih untuk memuaskan nafsunya dulu ketimbang menengok bayinya di kamar. Toh si kecil bisa diurusin kakak-kakanya, dia bisa menyusul belakangan, tapi kalau nafsunya harus dituntaskan saat itu juga, pikir Rasti. Dia betul-betul pengen digenjot lagi memeknya. Siapa lagi kalau bukan oleh anaknya sendiri, si Norman.
“Tolong ya Tedi sayang.. ntar mama kasih hadiah spesial deh buat kamu.. tapi kalau Norman emang kuat sampai lebih setengah jam ya..” Rasti lalu membelai Tedi dan mengecupi pipinya.
“Muah muah muaaaah.. anak mama yang paling pinter, titip adek ya..”
“I..iya deh Ma” walau sedikit berat hati, tapi akhirnya Tedi turuti juga.
“Yuk, ibuku, lonteku, kita ngentot lagi” ajak Norman.
“Ayo, anakku” sahut Rasti. Merekapun bergandengan tangan masuk ke kamar.
Tedi dan teman-temannyapun sibuk mengurusi si kecil Bobi. Sedangkan si ibu asik bersetubuh, berzinah ria dengan Norman anak kandungnya sendiri. Mereka hanya bisa mendengar suara rintihan-rintihan saja karena kali ini pintu kamar Rasti ditutup. Walaupun begitu, Tedi berharap dalam hati semoga Norman benar-benar akan lebih dari setengah jam menggenjot mamanya sehingga mamanya benar-benar akan memberi hadiah spesial unuknya nanti seperti yang dikatakannya tadi.
Rasti sendiri tentunya juga tidak masalah jika Norman akan lebih dari setengah jam menyetubuhinya. Makin lama makin bagus, dia juga makin terpuaskan. Kalaupun nanti akan memberi hadiah pada Tedi, rasanya bukan suatu masalah sama sekali. Tidak ada yang salah dengan memberi hadiah pada anak sendiri. Walaupun mungkin kali ini dia akan memberikan hadiah yang sedikit ‘nakal’ pada anak sulungnya itu.
Akhirnya memang demikian. Norman benar-benar lebih dari setengah jam menggenjot Rasti. Dan seperti janji Rasti tadi pada mereka, dia akan memberikan hadiah untuk anak sulungnya itu.
“Huahaha, benar kan kata gue bang. Dapat hadiah kan jadinya lo sekarang” tawa Norman.
“Eh, iya.. Jadi apa Ma hadiahnya?” Tanya Tedi penasaran. Teman-teman Tedi juga ikutan penasaran.
“Kamu maunya apa sayang?” Tanya Rasti balik.
“Ng.. apa ya.. bingung juga Ma”
“Hmm.. gini aja, minggu depan kamu ulangtahun kan ya?” tanya Rasti pada Tedi.
“Iya mah”
“Gini aja deh, minggu depan saat ulang tahunmu. Kamu dan teman-temanmu itu boleh deh minta mama melakukan apapun”
“Hah? Maksud Mama?” tanya Tedi.
“Iya.. kamu mau mama ngapain aja bakal mama turutin. Apapun deh, pokoknya bisa muasin fantasi kalian. Mau nggak?”
“Eh, i..iya Ma.. Mau Ma, mau banget” sahut Tedi cepat bersemangat.
“Mau tante”
“Iya tante, mau” ujar teman-teman Tedi juga nggak kalah semangatnya.
“Hihihi, dasar kalian ini. Emang fantasi kalian apa aja sih tentang mama?” tanya Rasti dengan senyum manis menggoda. Rasti betul-betul ingin tahu seperti apa saja pikiran-pikiran nakal mereka semua terhadap dirinya.
“Belanja bugil di pasar!”
“Mama digangbang kuli-kuli!”
“Dibukkake 100 orang!”
“Main bokep!”
“Nari striptease ditonton banyak orang!”
“Mama ngentot sama tukang sampah!”
“Nyusuin anak-anak S-M-A!”
Rasti tertawa-tertawa saja mendengar berbagai ide cabul anaknya sendiri dan teman-temannya itu.
“Iih.. masa kamu mikirin mama sampai secabul itu?”
“Iya ma.. boleh kan?”
“Iya tante.. Tante mau kan mewujudkannya? Katanya tadi apapun fantasi kita-kita?”
“Hihihi, tapi fantasi kalian bahaya-bahaya gitu.. Jadi boleh dong mama nego-nego dikit. Ya udah deh liat aja besok ya.. Minggu depan!”
“Iya deh Ma..”
===x0x===
Hari minggu selanjutnya pun tiba.
Teman-teman Tedi di sekolah penasaran dan nanya-nanya ke Tedi, apa yang sudah dia minta ke mamanya. Tedi senyum-senyum saja.
“Lihat saja nanti..” ucapnya misterius.
Bel tanda sekolah usai akhirnya berbunyi. Seakan ribuan tahun menunggunya. Teman-teman Tedipun mengekor Tedi.
“Ayo cepat pulang Ted, kita ke rumahmu kan?” tanya Jaka. Tedi senyum-senyum saja.
“Gak usah, gue minta mama jemput ke sini kok..” jawab Tedi santai.
Akhirnya tidak lama kemudian terlihat mobil Rasti datang menjemput mereka.
"Tuh mama udah datang, yuuk!" ajak Tedi pada teman-temannya sambil senyum-senyum.
Dengan penuh rasa penasaran merekapun mengikuti Tedi. Alangkah terkejutnya mereka ketika menjumpai Rasti membuka pintu mobil, ternyata dia dalam keadaan telanjang bulat!
"Ayo cepetan masuk.. keburu ada yang lihat!" suruh Rasti agar mereka cepat-cepat naik ke mobil.
“I..iya tante” sahut mereka. Jantung teman-teman Tedi berdetak kencang karena keadaan ini. Ternyata ini yang diminta Tedi pada mamanya.
“Kenapa kalian?” tanya Rasti melihat teman-teman Tedi yang terheran-heran dan mupeng berat.
“Ng.. anu.. tante nyetir telanjang bulat dari rumah?”
“Iya.. dari rumah, Tedi tuh yang nyuruh tante jemput dia tapi gak boleh pake apa-apa. Dia juga gak ngebolehin tante bawa baju satupun juga”
“Hah? Gak bawa baju juga tante?” Tanya mereka terkejut.
“Iya, nggak bawa.. Cuma bawa Bobi aja, hihihi” jawab Rasti.
Rasti memang membawa anak bungsunya itu, takut kenapa-kenapa. Anak-anaknya yang lain ia tinggal di rumah.
“Terus, kalau nanti ada apa-apa di jalan gimana tuh tante? Misalnya ada razia gitu..” tanya mereka masih tidak percaya.
“Tante juga gak tahu tuh, berdoa aja deh moga-moga gak terjadi apa-apa” ucap Rasti terlihat santai tapi sebenarnya sangat berdebar-debar.
Teman-teman Tedi juga tidak kalah deg-degan.
“Jadi mau kemana nih kita sekarang?" tanya Rasti yang walaupun tegang tapi excited juga.
"Hah? kita gak mau pulang nih?" tanya teman-teman Tedi.
"Ya gak lah, kita muter-muter dulu dong.. siap kan mama?" jawab Tedi.
"Iya.. terserah kamu deh, jadi mau kemana nih kita..?" tanya Rasti lagi.
"Mmm kemana ya? Enaknya kemana nih teman-teman?" Tanya Tedi pada teman-temannya.
Mereka saling pandang satu sama lain. Sebuah kesempatan yang sangat bagus. Mereka harus menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk mewujudkan semua pikiran-pikiran cabul mereka selama ini pada Rasti, ibu temannya ini.
Kemanakah mereka akan berpetualang hari itu? Aksi binal apa saja yang akan Rasti tunjukkan pada mereka?
BERSAMBUNG..
SELANJUTNYA..
Seri 3 - Mamah Muda BINAL OPEN BO
Rasti sendiri tentunya juga tidak masalah jika Norman akan lebih dari setengah jam menyetubuhinya. Makin lama makin bagus, dia juga makin terpuaskan. Kalaupun nanti akan memberi hadiah pada Tedi, rasanya bukan suatu masalah sama sekali. Tidak ada yang salah dengan memberi hadiah pada anak sendiri. Walaupun mungkin kali ini dia akan memberikan hadiah yang sedikit ‘nakal’ pada anak sulungnya itu.
Akhirnya memang demikian. Norman benar-benar lebih dari setengah jam menggenjot Rasti. Dan seperti janji Rasti tadi pada mereka, dia akan memberikan hadiah untuk anak sulungnya itu.
“Huahaha, benar kan kata gue bang. Dapat hadiah kan jadinya lo sekarang” tawa Norman.
“Eh, iya.. Jadi apa Ma hadiahnya?” Tanya Tedi penasaran. Teman-teman Tedi juga ikutan penasaran.
“Kamu maunya apa sayang?” Tanya Rasti balik.
“Ng.. apa ya.. bingung juga Ma”
“Hmm.. gini aja, minggu depan kamu ulangtahun kan ya?” tanya Rasti pada Tedi.
“Iya mah”
“Gini aja deh, minggu depan saat ulang tahunmu. Kamu dan teman-temanmu itu boleh deh minta mama melakukan apapun”
“Hah? Maksud Mama?” tanya Tedi.
“Iya.. kamu mau mama ngapain aja bakal mama turutin. Apapun deh, pokoknya bisa muasin fantasi kalian. Mau nggak?”
“Eh, i..iya Ma.. Mau Ma, mau banget” sahut Tedi cepat bersemangat.
“Mau tante”
“Iya tante, mau” ujar teman-teman Tedi juga nggak kalah semangatnya.
“Hihihi, dasar kalian ini. Emang fantasi kalian apa aja sih tentang mama?” tanya Rasti dengan senyum manis menggoda. Rasti betul-betul ingin tahu seperti apa saja pikiran-pikiran nakal mereka semua terhadap dirinya.
“Belanja bugil di pasar!”
“Mama digangbang kuli-kuli!”
“Dibukkake 100 orang!”
“Main bokep!”
“Nari striptease ditonton banyak orang!”
“Mama ngentot sama tukang sampah!”
“Nyusuin anak-anak S-M-A!”
Rasti tertawa-tertawa saja mendengar berbagai ide cabul anaknya sendiri dan teman-temannya itu.
“Iih.. masa kamu mikirin mama sampai secabul itu?”
“Iya ma.. boleh kan?”
“Iya tante.. Tante mau kan mewujudkannya? Katanya tadi apapun fantasi kita-kita?”
“Hihihi, tapi fantasi kalian bahaya-bahaya gitu.. Jadi boleh dong mama nego-nego dikit. Ya udah deh liat aja besok ya.. Minggu depan!”
“Iya deh Ma..”
===x0x===
Hari minggu selanjutnya pun tiba.
Teman-teman Tedi di sekolah penasaran dan nanya-nanya ke Tedi, apa yang sudah dia minta ke mamanya. Tedi senyum-senyum saja.
“Lihat saja nanti..” ucapnya misterius.
Bel tanda sekolah usai akhirnya berbunyi. Seakan ribuan tahun menunggunya. Teman-teman Tedipun mengekor Tedi.
“Ayo cepat pulang Ted, kita ke rumahmu kan?” tanya Jaka. Tedi senyum-senyum saja.
“Gak usah, gue minta mama jemput ke sini kok..” jawab Tedi santai.
Akhirnya tidak lama kemudian terlihat mobil Rasti datang menjemput mereka.
"Tuh mama udah datang, yuuk!" ajak Tedi pada teman-temannya sambil senyum-senyum.
Dengan penuh rasa penasaran merekapun mengikuti Tedi. Alangkah terkejutnya mereka ketika menjumpai Rasti membuka pintu mobil, ternyata dia dalam keadaan telanjang bulat!
"Ayo cepetan masuk.. keburu ada yang lihat!" suruh Rasti agar mereka cepat-cepat naik ke mobil.
“I..iya tante” sahut mereka. Jantung teman-teman Tedi berdetak kencang karena keadaan ini. Ternyata ini yang diminta Tedi pada mamanya.
“Kenapa kalian?” tanya Rasti melihat teman-teman Tedi yang terheran-heran dan mupeng berat.
“Ng.. anu.. tante nyetir telanjang bulat dari rumah?”
“Iya.. dari rumah, Tedi tuh yang nyuruh tante jemput dia tapi gak boleh pake apa-apa. Dia juga gak ngebolehin tante bawa baju satupun juga”
“Hah? Gak bawa baju juga tante?” Tanya mereka terkejut.
“Iya, nggak bawa.. Cuma bawa Bobi aja, hihihi” jawab Rasti.
Rasti memang membawa anak bungsunya itu, takut kenapa-kenapa. Anak-anaknya yang lain ia tinggal di rumah.
“Terus, kalau nanti ada apa-apa di jalan gimana tuh tante? Misalnya ada razia gitu..” tanya mereka masih tidak percaya.
“Tante juga gak tahu tuh, berdoa aja deh moga-moga gak terjadi apa-apa” ucap Rasti terlihat santai tapi sebenarnya sangat berdebar-debar.
Teman-teman Tedi juga tidak kalah deg-degan.
“Jadi mau kemana nih kita sekarang?" tanya Rasti yang walaupun tegang tapi excited juga.
"Hah? kita gak mau pulang nih?" tanya teman-teman Tedi.
"Ya gak lah, kita muter-muter dulu dong.. siap kan mama?" jawab Tedi.
"Iya.. terserah kamu deh, jadi mau kemana nih kita..?" tanya Rasti lagi.
"Mmm kemana ya? Enaknya kemana nih teman-teman?" Tanya Tedi pada teman-temannya.
Mereka saling pandang satu sama lain. Sebuah kesempatan yang sangat bagus. Mereka harus menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk mewujudkan semua pikiran-pikiran cabul mereka selama ini pada Rasti, ibu temannya ini.
Kemanakah mereka akan berpetualang hari itu? Aksi binal apa saja yang akan Rasti tunjukkan pada mereka?
BERSAMBUNG..
SELANJUTNYA..
Seri 3 - Mamah Muda BINAL OPEN BO
cerita sex yes, fuck my pussy. good dick. Big cock. Yes cum inside. lick my nipples. my tits are tingling. drink my breast. milk nipples. play with my big tits. fuck my vagina until I get pregnant. play "Adult sex games" with me. satisfy your cock in my wet vagina. Asian girl hottes gorgeus. lonte, lc ngentot live, pramugari ngentot, wikwik, selebgram open BO,cerbung,cam show, naked nude, tiktok viral bugil sange, link bokep viral terbaru
