Cerita Sex Dewasa - Kahidupan Asih Bab-3

Kehidupan Asih S-1

Kehidupan Asih S-2

cewek amoy
ASIH



*** ASIH ***

Kaget, tak percaya, Marah, kecewa, sedih. Itu lah gambaran perasaanku yang terasa campur aduk saat ini, atas apa yang baru saja aku saksikan langsung dengan mata kepalaku sendiri. Aku sama sekali tak menyangka Bi Nani juga berkhianat pada mang ikin. Apakah ini sebuah karma atas apa yang sudah di lakukan mang Ikin pada Bi Nani.

Telingaku mendengar jelas bi Nani memanggil-manggil namaku. Namun aku yang terlanjur tak percaya dengan apa yang aku lihat antara bi nani dan pak mandor membuatku justru semakin mempercepat langkah kakiku meninggalkan saung sawah tempat perselingkuhan bibi dan pak mandor. Tak ku perdulikan rasa sakit di pinggulku akibat terjatuh tadi.

"Hosshh... hoosshh...".

Nafsaku memburu dan ngos ngosan setiba nya aku sampai di rumah. Aku menarik nafas dalam dalam dan membuang nya perlahan menetralkan deru nafasku yang masih memburu. Ku coba pejamkan mataku untuk melupakan apa yang sudah aku saksikan. Namun justru bayangan adegan demi adegan saat pak mandor memompa memek bi nani dengan cepat dan kasar berseliweran melintas di benakku.

"Astaga...". Aku kembali membuka mataku dan mengucap istighfar berulang kali.

Bayangan persetubuhan itu hilang dari pelupuk mataku namun suara jeritan kesakitan bibi terngiang ngiang di telingaku.

"Jeritan kesakitan...?? bukaaan!! itu bukan jerit kesakitan.. tapi jerit kenikmatan yang tengah bibi terima dari gempuran kontol hitam nan besar milik pak mandor yang berhiaskan seperti butiran tasbih... begitu nikmat kah kontol pak mandor sampai sampai bibi begitu histeris..". Pikirku.

Sekelebat bayangan kontol hitam nan besar pak mandor kembali melintas di benakku membuat ku merinding. Bukan merinding karena merasa takut tapi justru merinding oleh desiran birahi sehingga memekku berkedut dan terasa basah.

"Astaga..". Ucapku lagi buru buru masuk ke dalam kamar melihat suamiku.

Di atas ranjangku lihat tubuh mang ikin yang semakin kurus tergolek lemah tengah tertidur dengan damai nya. Meski setiap hari mang ikin terus minum obat yang harga nya tak murah namun sampai saat ini belum ada tanda tanda mang ikin akan bisa kembali berjalan seperti dulu membuat hatiku merasa tersayat sedih.

Ku dudukan pantatku di pinggiran ranjang dan tanganku mengelus lembut pipi nya. Mang ikin masih lelap dalam tidur nya tak terbangun dengan sentuhan tanganku.

"Maafin Asih mang...". Bisikku pelan seraya mengecup lembut kening nya.

Sungguh malang sekali nasib suamiku. Andai dia tahu semua pengkhianatan yang di lakukan kedua istrinya. Pasti lah mang ikin akan sakit hati , bukan hanya fisik nya saja yang sakit tapi bathin nya juga akan jauh lebih sakit karena kedua istrinya telah melakukan serong dan membagi tubuh juga memek nya untuk pria lain.

Aku pikir bibi seorang wanita yang bisa menjaga diri juga harga diri nya namun ternyata aku salah. Bibi tak jauh beda denganku. Apa karena bibi juga merasakan hal yang sama denganku. Ia juga merasakan kesepian dan juga derita birahi sejak kelumpuhan mang ikin sehingga bibi pun dengan suka rela mau di entoti oleh pak mandor.

Nafsu benar benar bisa membutakan segala nya termasuk mata hati seorang istri sehingga ia harus menggadaikan harga diri nya demi sebuah kontol dan kenikmatan semu duniawi. Aku tak punya hak untuk marah terhadap bibi atas apa yang di lakukan nya karena apa yang telah aku lakukan justru jauh lebih buruk dari apa yang telah di lakukan bibiku.

"Asiih...". Ujar mang ikin dengan suara parau membuyarkan lamunanku.



"Eeehh... Amang sudah bangun..". tanyaku berusaha melempar senyum.

"Hauuss..". Ucap nya membuatku dengan sigap mengambil air di gelas.

"Amang mau makan..". tanyaku yang di balas gelengan oleh mang ikin.

"Yaudah, amang istirahat lagi.. Asih mau keluar dulu..". Ujarku berlalu dari kamar.

Aku coba menepis semua bayangan di sawah tadi dan berusaha bersikap biasa seolah olah apa yang aku lihat tadi pagi itu tak pernah terjadi. Aku harus menyembunyikan semua Aib ini dari siapa pun.

Aku kembali ke dapur untuk memotong kangkung namun aku teringat akan pesan kang kosim perihal upah nya yang belum bibi bayar sehabi membajak sawah bibi sebulan lalu.

"Apa aku kasihkan saja ya uang upah membuat emping pada kang kosim... kasihan juga dia lagi butuh uang..".

Tanpa menunggu persetujuan bibi aku langsung melangkah keluar rumah menuju rumah mang kosim sekalian aku jalan jalan melupakan semua kejadian yang membuatku benar benar shock.

"Permisi... kang... kang kosim..". Seruku seraya mengetuk pintu rumah kang kosim.

"Permisi... kang kosim..". Seruku lagi dengan suara lebih keras karena tak ada jua jawaban dari dalam rumah.

Aku celingak celinguk melihat keadaan sekitar. Sepi sekali tak ada orang untuk ku bertanya.

"Apa kang kosim masih di sawah ya... tapi tadi pas berpapasan dia hendak pulang..". Bathinku.

"Eh Neng Asih..". Sebuah suara dari dalam rumah membuatku menoleh.

Aku tertegun saat membalikan badan dan mendapati kang kosim berdiri di pintu dengan tubuh telanjang berkeringat hanya tertutup handuk di bagian bawah nya. Bau keringat dari tubuh nya yang tercium oleh hidungku mengirimkan sinyal sinyal birahi. Hingga membuatku diam terpaku memandangi tubuh kang kosim yang tampak keras dan kokoh dengan pahatan otot di dada dan juga tangannya.

"Silahkan Neng masuk..". Ucap nya kembali membuat ku tersadar dan menundukan wajahku.

Wajah yang menunduk membuat mataku bertabrakan dengan jendolan di balik handuk kang kosim dan mataku membelalak saat ku lihat barisan bulu hitam di bawah pusar kang kosim yang merambat dan semakin menghitam dan menghilang terhalng handuk nya. Membuat bulu romaku meremang dan darahku berdesir.

"Silahkan neng masuk... maaf tadi aku mau mandi..". Ucap nya lagi seraya melebarkan pintu dengan kedua tagan nya hingga lagi lagi mataku membeliak melotot melihat tonjolan otot di lengan dan juga hamparan bulu lebat di ketiak kang kosim yang entah kenapa membuat tubuhku terasa panas dingin terserang demam birahi.

"Astaga... kenapa dengan diriku..". Ucap hatiku seraya melangkah masuk dan merasakan cairan merembes dari memekku.

"Silahkan duduk Neng... Maaf aku cuma handukan saja mau mandi soal nya... hehehe...". Ujar kang kosim tersenyum.

"Gaak... gak apa apa kang..". Balasku terbata seraya menaruh pantatku di atas kursi kayu panjang.

Lagi lagi mataku kembali bertabrakan dengan jendolan di handuk kang kosim dan mataku kembali melotot melihat bulu bulu hitam yang membuat ku penasaran karena posisi kang kosim berdiri di depanku.

"Sebentar neng aku ambilkan minum... yaa meski cuma air putih hehehe...". Ujar kang kosim lagi membuat ku mendongakan wajah menatap nya.

"Gak usah kang... gak usah... cuma sebentar kok... mau ngasih uang upah bajak sawah... maaf sekali ya kang... baru ngasihnya sekarang...". Ujarku mengutarakan kedatanganku.

"Ooo iyaa neng gak apa apa... memang nya sudah ada tah neng uang nya... maaf yaa aku jadi nagih..". Balas kang kosim terlihat tak enak hati.

"Alhamdulilah sudah ada.. jadi berapa upah nya kang?". tanyaku seraya mengambil uang dari lipatan kainku.

"Tiga puluh lima rebu neng..". Jawab kang kosim dengan wajah sumringah.


"Silahkan kang di terima uang nya..".

Aku menyodorkan uang empat puluh ribu pada nya.

"Sebentar neng aku ambil dulu kembalian nya..". Kang kosim pun berlalu ke dalam kamar dan tak lama kembali keluar dengan membawa uang lima ribu rupiah.

"Mari kang aku pamit pulang dulu..".

"Iya neng terima kasih...".

Aku beranjak bangkit berdiri namun kakiku terasa kaku tak bisa di gerakan.

"Adduuhh..., ". Pekikku

"Kenapa neng Asih... ". Tanya kang kosim heran.

"Kakiku kram kang... sakit banget... tadi asih terpeleset... ".

Aku coba paksa berdiri namun tubuhku goyah untung saja dengan sigap kang kosim menangkap tubuhku hingga jatuh dalam pelukan nya dan wajahku menimpa lipatan tangan kang kosim sehingga hidungku mencium aroma jantan dari balik ketiak kang kosim yang rimbun dengan bulu yang membuat tubuhku merespon nya dengan gelinjang penuh rangsangan birahi.

"Hati-hati neng... ". Ucap lelaki beranak dua yang istrinya tengah mengadu nasib menjadi TKW di luar negeri.

tubuhku di baringkan di atas kursi kayu panjang dan kakiku di luruskan sejajar dengan tubuhku.

"Bagian mana neng yang sakit... ". Tanya kang kosim khawatir.

"Kaki kanan semua kang sampe ke pinggul... ". Jawabku menahan rasa nyeri.

"Apa ini efect aku terjatuh tadi pagi...,, ". Ucapku dalam hati.

"aku bantu pijitin ya... ". Izin nya mulai memijat kakiku mulai dari bawah terus naik ke atas.

"Gimana masih sakit ? ".

"Sedikit lagi kang... masih terasa sakit di paha atasku... ". Jawabku mulai merasa baikan tak sesakit tadi setelah di pijit oleh kang kosim.

"Maaf neng... kain nya ke atasin sedikit...". Ujarnya menaikan kain batikku.

Aku masih meringis ringis menahan rasa sakit meski tak sesakit tadi. Tangan kang kosim terus merangkak naik memijat bagian pahaku dan semakin merambat naik hingga aku tersentak saat jari tangan kang kosim menyentuh gundukan memekku yang tak bercelana dalam.

Tangan kang kosim berhenti bergerak saat jari jari nya menyentuh gundukan memekku dan mata nya menatap tajam ke arahku membuat ku merasa malu dan memalingkan wajahku. Ku coba bangkit bangun namun kakiku kembali terasa kaku dan sakit.

"Adduhh... Aaaww... ". Pekikku kembali kesakitan.

"Jangan bangun dulu..., ". Ujar kang kosim dan kini kedua tangannya memijat lembut pahaku.

Kakiku kembali bisa di gerakan dan rasa sakit mulai hilang seiring pijatan intens kang kosim. Namun kini justru tubuhku teraliri sengatan birahi membuat nafasku tersengal dan memburu. Bintik Keringat mulai muncul di pelipis dan keningku seiring meningkat nya gejolak nafsuku. Karena kini bukan pijatan lagi yang di lakukan oleh kang kosim tapi elusan dan belaian lembut.

Bagai kerbau di cucuk hidung nya bukan nya berontak bangkit atas kekurang ajaran tangan kang kosim yang kini mengelus belahan memekku namun aku justru diam tak bergerak. tubuhku terasa membeku dan nafasku semakin memburu seiring gosokan di memekku yang semakin keras hingga mataku sayu.

"Aaakhh... ". Rintihku saat ku rasakan sebuah jari merangsek masuk ke dalam lubangku yang terasa sensitif hingga cairanku mengalir manyambut kedatangan jari kang kosim di lorong memekku yang berdenyut gatal.

seharusnya aku berteriak melarang kang kosim menjamah memekku namun lidahku kaku dan kelu tak bisa bersuara meski mulutku membuka. Hingga aku hanya bisa menggigit bibir dengan tubuh menggelinjang saat ku rasakan dua jari mencoba membobol lubangku dan itilku di gesek-gesek oleh jempol kang kosim hingga tak pelak lagi nafasku semakin tersengal sengal.



Aku tak mengerti dengan keadaan tubuhku. Kenapa aku bisa seperti ini. Aku begitu mudah nya tunduk terhadap nafsu yang bisa mencelakaiku lagi. Ingin aku meronta namun aku tak berdaya.

Tak ada kata dan suara dari bibirku maupun kang kosim. Hanya mata kami yang yang terus saling menatap seolah tengah berbicara. Seperti mendapatkan lampu hijau dari reaksi tubuhku yang semakin kelojotan dengan semakin cepat nya kocokan jari di memekku. Tangan kiri kang kosim menyibak kain batikku hingga selangkanganku tersaji di hadapan kang kosim yang melihat nya dengan takjub.

Jakun kang kosim turun naik dan nafas nya tampak semakin memburu dengan tatapan nanar melototi selangkanganku yang menghidangkan memek yang merekah. Kang kosim kini menatap ku dengan pandangan bak singa lapar yang siap menerkam mangsa nya.

Raut wajah nya berubah seratus delapan puluh derajat. Kini tatapan nya buas dan liar. Dengan tergesa ia mencabut jari nya dari lubang memekku yang sudah licin membuat ku merasa kosong dengan tatapan sayu ke arah nya.

Ekor mataku terus memperhatikan gerak gerik nya. Kang kosim bangkit berdiri dan menarik lepas handuk nya sehingga kini ia berdiri telanjang bulat di depanku dengan kontol memgacung tegak. Pantas saja tadi jendolan nya begitu kentara rupa nya ia sudah tak memakai sempak.

Mataku menatap jalang tubuh kang kosim yang tegap dengan kontol mengacung siap menjebol memekku. kontolnya tak beda jauh dengan kontol mang ikin namun kepala nya runcing seperti ujung pensil membuat dadaku berdegup kencang. Mata kami kembali saling bertatapan dan seakan ingin menunjukan kekuasaan nya pada ku mang ikin menjilati kedua jari yang ia tadi gunakan mengocok memekku.

Tanpa buang waktu lagi kang kosim ikut naik ke atas kursi kayu panjang dan duduk bersimpuh di depan ku. Aku masih diam tak bergerak seolah pasrah dengan apa yang akan di lakukan kang kosim terhadap ku.

"Aaahhh..., ". Desahku ketika lubang memekku di gesek-gesek kepala kontol runcing kang kosim.

"Ooughhh... ". tubuhku menggelinjang saat itilku di gesek-gesek.

Aku menatap sayu dengan bibir bawah ku gigit seolah berkata dan meminta nya untuk segera memasuki memekku yang sudah tidak tahan ingin segera di rojok dan di genjot. Kang kosim tersenyum penuh kemenangan dan mulai menekan masuk kepala kontolnya dengan lembut.

"Aaaahhhh... ". Erangku memejamkan mata menikmati masuk nya kepala kontol kang kosim.

"Aaahhh... ". Desahku kecewa saat ku rasakan kembali kekosongan di memekku karena kang kosim menarik lepas kontolnya.

Aku kembali mengigit bibirku seolah tanda aku ingin kembali di masuki oleh nya. Kang kosim kembali tersenyum dengan wajah merah menahan birahi nya yang semakin tinggi seraya merojokan kembali kontolnya. Namun baru saja kepala kontolnya yang masuk ia kembali menarik nya lepas terus begitu berulang kali hingga aku merasa di permainkan birahi nya dan memekku semakin gatal tak tertahan kan.

"Aaarrhhhhhh..., ". Aku melolong panjang dan tubuhku menggelepar saat kang kosim membenamkan kontolnya dan tanganku menekan pantat nya hingga kontol kang kosim terbenam seluruh nya yang langsung aku sambut dengan semprotan orgasmeku.

"Aaaakhhhh..., ". Erangku kembali saat cairanku kembali menyemprot deras mengguyur kontol kang kosim.

Nafsaku tersengal di hantam gelombang orgasme dan keringatku mengucur deras. Nikmat sekali rasa nya. Kenikmatan yang sudah cukup lama tak lagi aku rasakan.

Dengan pelan dan perlahan kang kosim mulai memompa memekku dengan bertumpu pada kedua tangannya di samping tubuhku agar tubuh nya tak menindih perut buncit ku. Mata kami masih terus bertatapan dengan nafas memburu satu sama lain.



Gesekan demi gesekan kulit kontol kang kosim di memek ku membuat gelombang nafsu ku kembali naik menggetarkan tubuhku hingga rintihan dan desahan semakin nyaring seiring tempo genjotan kang kosim yang semakin bertambah cepat. Namun aku menginginkan lebih cepat lagi membuat ku ikut menggoyangkan pinggul ku mengurangi rasa gatal ku yang semakin kuat berdenyut di memek ku. Namun kang kosim tetap memompa ku dengan tempo yang sama.

"Aaahhh... yang keraassh kanghh... yang cepatthh...". Aku menarik leher kang kosim dan berbisik binal di telinga nya.

Namun aku di buat heran karena bukan nya mempercepat genjotan nya kang kosim justru mencabut kontolnya dari memek ku. Membuat ku menatap nya heran. Kang kosim mengambil handuk dan mengelap kontolnya yang basah karena cairan orgasme ku.

Tanpa bersuara kang kosim membalikan tubuhku menjadi menungging membelakangi nya membuat ku faham keinginan kang kosim.

"Aaakkhh...,, ". Jerit ku saat tiba tiba kang kosim membenamkan kontolnya hingga menancap penuh di memek ku.

"Aaakhh...,, aaakhhh..., ". Erang ku menerima sodokan kang kosim yang berubah liar dan kasar.

"Plookk..., plaakk... aaahh... plaak... plokk... plokk... aahhh... ".

Bagai koboy kang kosim menunggangi ku dengan tangan menampar pantat ku hingga aku terus mengerang menerima perlakuan juga sodokan nya yang semakin bringas dan liar.

"Aaakhh...aaouuhhh... aahh... ".

tubuhku terlonjak maju mundur hingga aku harus berpegangan pada sisi kursi seiring genjotan kang kosim yang semakin tak terkendali. Namun aku justru sangat menikmati permainan yang seperti ini hingga kenikmatan kembali menjalar tubuhku dan berkumpul di satu titik dan dalam hitungan menit kembali meledak.

"Aarrrghhh...,, ". Lolong ku keras kembali meraih orgasme kedua ku.

Nafsaku tersengal dan ngos ngosan namun kang kosim tak memberiku ampun ia semakin gencar memompa ku hingga aku megap megap kehabisan nafas dan nafas kang kosim pun semakin menderu seperti sudah dekat meraih puncak.

"Aarrghhhh..., Aarrghhhhh... Aarrghh... ". Dengus kang kosim berulang kali menyertai semprotan pejuh panas di dasar memek ku hingga merangsang syaraf memek ku kembali orgasme untuk yang ketiga kali nya hingga tubuhku ambruk tak bertenaga.

Suasana riuh penuh desah seketika hening seiring berakhirnya pertempuran ku dengan kang kosim. Mata ku terpejam meresapi semua kenikmatan yang baru saja aku dapat. Kenikmatan yang membuat ku lupa segala nya. Kenikmatan yang membuat ku tunduk di perbudak nafsu.


Aku menarik nafas panjang dan merasakan betapa ringan nya tubuhku seperti kapas putih yang tertiup angin. Ada kepuasan yang tak bisa aku gambarkan dengan kata-kata yang sudah lama tak aku rasakan kini kembali aku dapatkan.

Lelah namun memuaskan itu lah yang kini aku rasakan sehingga tubuhku masih ambruk di kursi kayu dengan badan bersimbah peluh. Posisi ku yang masih dalam keadaan menungging persis seperti orang bersujud membuat ku tak nyaman. Dengan tenaga yang masih tersisa ku coba balikan tubuhku menjadi terlentang.

"Hhhuuhhhhh...,,, ". Hembus nafas ku panjang seraya membuka mata.

Seiring kembali nya tenaga dalam tubuhku kembali pula akal dan pikiran sehat ku. Mata ku menatap langit langit rumah yang terasa asing buat ku membuat ku tersadar kalau aku bukan sedang di rumah ku.

Mata ku terus menatap sekeliling rumah hingga akhirnya degup jantung ku berdegup kencang saat ku dapati sesosok tubuh duduk di ujung kaki ku dengan keadaan telanjang bulat dan sama seperti ku basah bersimbah keringat.

"Kang kosim... ". Pekik ku lirih membuat ku tersadar siapa lelaki yang baru saja mengentoti memek ku dan menyemaikan benih spermanya di rahim ku yang sedang mengandung janin yang ayah nya masih membuat ku penuh tanda tanya.

Aku masih belum yakin kalau janin di rahim ku ini adalah benih mang ikin yang merenggut perawanku hingga terkoyak suami dari bibi ku yang kini menjadi suami ku.

Kang kosim menoleh ke arah ku dengan bibir mengulas senyum.

"Masih sakit Siih... ". Ujarnya parau mengelus paha membuat tubuhku serasa tersengat aliran listrik kembali.

"Aaaahhh..., ". tubuhku menggelinjang ketika jempol kang kosim menggosok itil ku.

"Kenapa lagi dengan ku... kenapa tubuhku terasa teraliri setrum seperti ini... ".

Nafsaku kembali memburu seiring gosokan jempol kang kosim yang semakin intens mempermainkan itil ku yang sudah kembali mencuat. Ingin ku hentikan semua perbuatannya karena yang pertama tadi sudah cukup membuat ku merasa bersalah pada suami ku yang sedang terbaring sakit.

Namun tubuhku justru bereaksi lain dengan apa kata hati ku. tubuhku merespons dengan gelinjangan dan memek ku mulai kembali basah oleh cairan birahi membuat kang kosim menyeringai penuh kemenangan dengan tatapan jalang nya melihat kepasrahan tubuhku.

Kini tangan kang kosim yang satu nya bertugas melucuti sisa pakaian atas ku yang masih menempel utuh. Di mulai dengan di lepaskan nya kebaya ku di susul di renggut nya BH ku sehingga payudara kembar ku yang ukuran nya pas di genggaman mang ikin tersaji di hadapan kang kosim lelaki yang haus memek karena istrinya tengah menjadi pejuang devisa.

"Oookhh... Asiihh... ". Racau nya meremas susu kiri ku hingga
Tubuhku tersentak ketika puting susu ku yang sangat sensitif di pelintir nya.

"Aaakhhhhhh...,, ". Erang ku tertahan semakin terlempar ke jurang birahi hingga aku semakin tak berdaya lagi untuk menghentikan semua ini.

"Sssshhh... oouhhh... ". Aku meringis nikmat ketika ku rasakan lidah kasar kang kosim menjilat kulit leher ku yang masih berkeringat.

Lidah itu terus menyapu seluruh permukaan kulit leher ku hingga aku menggelengkan kepala ku ke kanan dan ke kiri karena tak tahan dengan cumbuan nya di tambah lagi di bawah sana liang memek ku tengah di obok obok oleh jari kang kosim.

"Aahhh... jaa ,, jangaan kang... jangan di meraa... aaahh... ". Terlambat karena kang kosim sudah menyedot kulit leher ku dengan keras menandai ku sudah di nodai oleh nya.

Tangan ku coba menjauhkan kepala kang kosim dari leher ku yang terus di jilati dan di sedot dengan buas nya. Namun kang kosim seakan enggan beranjak dari sana meski tangan ku sudah menjambak keras rambut nya. Ia justru semakin liar. Cumbuan nya kini berpindah ke telinga ku , daun telinga ku di hisap dan di gigit nya hingga aku megap megap di serang badai nikmat karena tak pernah di cumbui seperti ini sebelum nya.

tubuhku kini di peluk nya erat hingga tubuh kami menyatu namun kang kosim masih memberi jarak di bagian perut sehingga perut besar ku tak begitu di tekan oleh nya.

"Eeempphh... eeemphh... aaahhh ".

Kembali aku di buat kehabisan nafas ketika bibir ku di pagut liar oleh kang kosim. Aku sama sekali tak menyangka kang kosim yang ku kenal santun dan tak banyak neko neko begitu buas dan liar di ranjang.

Permainan nya sangat berbeda seperti dengan di awal tadi. Kini tak ada satu inchi pun dari kulit tubuhku yang tak terjamah oleh cumbuan maut nya membuat ku terus mengerang penuh kenikmatan.

"Apakah berbeda lelaki berbeda pula permainan nya... ". Bathinku.



Tanpa malu dan sungkan aku terus mengerang dan mendesah hebat sehingga kang kosim semakin liar dan buas seolah menunjukan bahwa dia pejantan perkasa yang tengah berkussa akan tubuhku.

" Aaahhhhhh... ". Jerit ku dengan mata mendelik ketika ku rasakan memek ku di sumpal kontol kang kosim.

Tanpa kesulitan dan hambatan kontol kang kosim sudah lancar keluar masuk mengebor memek ku yang sudah sangat licin karena cairan birahi ku terus mengalir tanpa bisa aku bendung.

"Aaahhh... memek kamu nikmat banget neng... perett... aahh... ".

"uuuggghh... kontolku terasa di remas remas di dalam memek nya... ssshhh...". Racau nya semakin cepat menggenjot ku yang mengangkang lebar.

" Aaakkhh... aduuh kanghh... aaahhh... ". Rintih ku karena payudara ku di remas kuat oleh tangan kang kosim.

"aku juga mau nikahin kamu Siih... memek nya nikmat begini mah... aaaouuhh..". Racau kang kosim.

Dia memutarkan pinggul nya, hingga terasa kontolnya mengaduk memek ku, kemudian di hentakan kuat sehingga kontolnya yang runcing bak patok yang di tancapkan di rahim ku membuat mulut ku menganga melepas ledakan orgasme ku.

" Aaarrgghhh..., kanggg kosiimhhh... aaargghhh... ". tubuhku mengejang mengiringi kedutan di dalam memek mengalirkan cairan orgasme yang begitu deras rasa nya seperti kencing saja.

"Aanjinghh... kontool Akuahhh... aaaahhhh... ".

Kang kosim menghentikan genjotan nya merasakan kedutan dan hisapan memek ku hingga ia memekik dengan wajah mendongak.

"Aaaahh... aah... aah... memek kamu bisa ngempot... ". Seru nya menatap ku dengan nafas menderu.

"Ngempot... " pikir ku tak mengerti dan coba kembali memainkan otot-otot memek ku seperti tadi aku saat orgasme.

"Aaahhh... bangsathh... ini memek... aaaah nikmat banget empotan nya... aaahhh terus empotin memek kamu... aaahhhnjingghh... ". Dengus kang kosim dengan kata-kata kasar dan kembali memompa ku dengan penuh tenaga.

Kami terus berpacu dalam birahi. tubuhku terus di buat kelojotan dan menggelepar oleh genjotan kang kosim yang begitu mahir nya mempermainkan kontolnya mengaduk lubang memek ku hingga aku kembali lupa bahwa yang tengah aku lakukan ini adalah sebuah pengkhianatan.

Masih dalam posisi yang sama aku sudah beberapa kali mendapatkan orgasme sehingga tubuhku benar benar lemas dan hanya bisa memandang sayu kang kosim yang masih gencar nya menggempur ku.

"Uudaah kanghh... aduuh... udaaah kangh... ". Hiba ku.

"Bentar lagi Siih tahan... memek kamu nikmat banget... ". Balas nya penuh desahan dan mengelus perut buncit ku.

Kang kosim seperti nya sengaja menahan ejakulasi nya. Karena beberapa kali ia menghentikan genjotan nya beberapa saat , mencumbu ku kemudian kembali memacu tubuhku hingga aku kepayahan.

" Kaaanghh... aaahh... buruuan atuuh kanghh bucatin nya... ". Hiba ku lagi.

Kang kosim hanya menatap ku sekilas kemudian memejamkan mata nya dan genjotan nya semakin keras dan cepat.

"Aaarrrrghhh... Aaarrhh...," erang kami

"Aku mau keluarrrr ssih... aaahh... ". Lolong nyaa lima menit kemudian

Crot.. Crot. Crot..

Denyutan kontolnya saat menyemprotkan sperma membuat ku kembali di hempas badai orgasme.



Setelah mendapat kenikmata dari kang kosim, aku segera berpamitan pulang

"Asiiihh..., kamu habis dari mana... ". Tanya bibi dengan wajah penuh kecemasan begitu aku kembali ke rumah.

"Dari kang kosim... ". Jawab ku singkat dan berusaha menutupi tanda merah di leher ku dengan kerudung panjang yang di berikan kang kosim saat aku hendak pulang.

"Pakai ini buat nutupin leher kamu yang sudah aku merahin... ". titaih mang kosim

Aku kembali terngiang kata-kata kang kosim saat ia memberi ku kerudung panjang yang mungkin milik istrinya.

" Habis ngapain dari mang kosim... ". Tanya bibi bingung.

" Bayar upah ngebajak sawah... kan kita belum bayar upah nya... uang buruh bikin emping Asih pake buat bayar upah kang kosim... ". Jawab ku membuat bibi terdiam.

" Assiih... ". Seru nya menarik tangan ku saat aku hendak berlalu.

" Assih mau mandi bi... ". Potong ku melihat bibi yang mulut nya membuka seperti hendak mengutarakan sesuatu namun terasa berat.

Aku coba melempar senyum pada nya dan tak mau membahas apa yang aku lihat tadi pagi di sawah. Karena itu Aib buat bibi dan aku pun demikian dengan nya memiliki Aib yang sama. Aku tak mau membuat bibi merasa malu dengan ku sehingga aku bersikap seperti biasa nya.

" Amang sudah makan Bi... ?". tanyaku mengalihkan pembicaraan melihat bibi masih berdiri mematung.

" Suu... sudah... ". Jawab nya terbata.

" Ya sudah Asih mandi dulu... ".

Sebelum ke kamar mandi aku menyelinap ke dapur untuk mengambil bawang putih. Bawang putih di percaya bisa menghilangkan dengan cepat tanda merah bekas cupangan di leher seperti yang di kasih tahu mang ikin saat awal awal aku di entoti oleh nya dan memang tanda merah itu cepat hilang setelah di gosok gosok oleh bawang putih.

Segar rasa nya tubuhku tersiram air menghilangkan semua bekas noda keringat dan sperma kang kosim yang menempel di tubuhku. Namun kenangan pengkhianatan ku dengan nya tak akan lekang dan terhapus oleh waktu sekalipun.

"Memek kamu benar benar bikin aku ketagihan Siih... ". Bisik kang kosim saat aku hendak meninggalkan rumah nya.

Ku belai memek ku yang bulu nya tak serimbun bibi. Memek yang beberapa saat lalu penuh di jejali kontol yang bukan mukhrim ku. Ku sibak kan bibir memek ku sehingga lubang nya yang pink kemerahan terbuka. Ku masukan jari telunjuk ku dan ku korek korek hingga tanpa sadar tubuhku menggelinjang. Semakin ku korek dalam terasa semakin kuat sengatan yang memberikan rasa nikmat.

Hangat dan ada sesuatu yang kental di dalam sana tersentuh jari ku. Ku coba gali dan keluarkan dan rupa nya itu sperma kang kosim yang di semburkan menyirami kegersangan birahi ku. Terkadang aku tak habis pikir dengan semua perubahan yang terjadi pada diri ku. Aku seperti bukan Asih yang dulu. Asih yang pendiam dan pemalu. Kini aku justru liar dan mendewakan nafsu. Nafsu birahi yang tak pernah padam kobaran nya membuat ku ingin terus merengkuh kenikmatan meski bukan dengan suami ku.

" Apakah aku sudah menjadi gadis yang binal tak ubah nya seorang pelacur yang dengan mudah nya menjajakan memek... ".



"Teh Asih rajin sekali... pagi-pagi sudah bersih-bersih rumah... ". Sebuah suara membuat ku menoleh dan menghentikan ku sejenak yang sedang menyapu.

"Eeeh Euis..., ". Kirain siapa.." balas ku sembari memberikan nya senyuman pada istri dari lelaki yang sampai saat ini masih aku cintai kak Burhan.

"Maaf Teh Asih kalau ganggu... Euis cuma mau nganterin kursi roda buat bantu mang ikin biar lebih mudah kalau mau ke air atau kemana mana... kan kasihan kalau harus di gotong-gotong sama Teh Asih atau bi nani, apalagi Teh Asih lagi hamil besar... ". Ujarnya membuat ku terkejut.

"Kursi roda... ".

"Muhun... teh dari Si kakak buat mang ikin... kak Burhan merasa prihatin dengan keadaan mang ikin sekarang... ".

Tak terasa mata ku berkaca kaca mendengar apa yang di jelaskan Euis. Benarkah kak Burhan masih begitu perduli terhadap keluarga ku sampai sampai ia membelikan kursi roda yang harga nya pasti mahal. Apakah kak Burhan juga masih memiliki perasaan yang sama terhadap ku.

"Masya Allah Euis... kalian teh baik banget sama keluarga kami... Asih jadi malu ngerepotin semua orang di sini... ". Tak kuasa aku menahan tangis ku.

"Sudah seharusnya... kita saling membantu... mang kodir mana kursi roda nya... ". Perintah Euis pada mang kodir kuli panggul beras yang biasa jaga di toko keluarga A Buhan.

"Makasih Mang Kodir... ". Ucap ku menerima kursi roda yang di taroh di depan ku.

Saat menerima kursi roda tak sengaja kulit tangan ku bersentuhan dengan tangan hitam mang kodir dan entah kenapa tubuhku kembali terasa tersengat setrum hingga tanpa di perintah mata ku coba melihat dengan seksama mang kodir yang masih berdiri di depan ku. Dan aku buru-buru memalingkan wajah ku saat mang kodir juga tengah menatap ku dengan tatapan jalang.

"Ya sudah Teh Asih... Euis pamit dulu ya... ".

"Iya Euis... sekali lagi terima kasih sekali atas bantuan nya... semoga Gusti Allah yang membalas semua kebaikan kalian... ". Balas ku memeluk Euis yang tubuh nya begitu wangi parfum mahal.

Mang ikin dan bibi pun merasa senang sekali dengan kursi roda pemberian kak Burhan sehingga memudahkan kami jika mang ikin hendak ke kamar mandi atau ingin berjemur di luar rumah saat pagi hari.

Aku masih memiliki perasaan yang mengganjal karena belum bisa mengucapkan terima kasih secara langsung pada kak Burhan. Dan aku berharap aku bisa memiliki kesempatan untuk itu dan akhirnya kesempatan itu pun datang ketika aku secara tak sengaja berpapasan dengan nya sehabis aku pulang dari rumah ambu.

"kak Burhan..., ". Panggil ku cukup keras.

Ku lihat kak Burhan yang berjalan seorang diri di depan ku sempat menoleh ke arah ku sebelum kembali membuang muka.

"kak Burhan tungguu... ". Teriak ku coba mengejar nya namun kak Burhan terus acuh dengan panggilan ku.

"Aduuh... ". Pekik ku ketika menginjak kerikil tajam yang menembus sendal jepit ku yang sudah sangat tipis sekali membuat kak Burhan menoleh mendengar suara pekikan ku.

" Tunggu sebentar kak Burhan... ". Ujar ku menghiraukan rasa perih di telapak kaki ku berusaha mendekat ke arah nya.

" aku cuma mau ngucapin terima kasih sekali atas bantuan kursi roda nya... aku gak menyangka kak Burhan masih perduli sama Aku... ".

" Perduli sama kamu..., ". Potong nya dengan nada sinis membuat ku tersentak.

"aku sudah tidak perduli lagi sama kamu Asih... aku kasihan wae sama suami kamu... sudah tua sekarang lumpuh lagi... ". Cibir nya penuh penghinaan.



Aku diam terpaku dengan semua ucapan kak Burhan. Rupa nya aku salah mengartikan pemberian nya. Secar tidak langsung bantuan nya itu adalah penghinaan buat ku. Namun aku terima semua penghinaan nya itu meski terasa begitu menyakitkan. Karena aku sadar ini semua adalah balasan perbuatan ku dimana ketika A burhan mengharap bunga mawar untuk menghiasi hati nya dari ku namun aku justru lempari hati nya dengan duri duri dari tangkai bunga mawar yang di harapkan nya.

Ekor mata ku masih mengikuti langkah kak Burhan yang pergi meninggalkan ku dengan wajah penuh cibiran terhadap ku.

*****

" Eeh Neng Asih... habis darimana...,, ". Tanya seorang lelaki menyambut ku begitu sampai ke rumah.

" Pak mandor... ". Lirih ku dengan mata menatap tajam.

Pak mandor tersenyum penuh seringai mesum ke arah ku. Ku lihat mang ikin duduk di hadapan nya dan seperti nya mereka tengah ngobrol seru.

" Asih coba ke dapur... mana kituh goreng singkong nya kopi nya pak mandor sudah mau habis lagi... belum matang juga goreng singkong nya... ". Titah mang ikin dan aku segera berlalu ke dapur.

Melihat wajah pak mandor membuat ku kembali teringat perbuatan mesum nya dengan bibi di sawah tempo hari.

" Asiih... ini ke depanin goreng singkong nya buat pak mandor... ". Ucap bibi dengan wajah sumringah.

Aku merasa heran dengan sikap bibi yang lebih sumringah dan ceria apa karena kehadiran pak mandor.

" Silahkan pak mandor singkong nya...,,,, ". Suguh ku dengan kepala menunduk dan tak sengaja mata ku melihat gundukan selangkangan pak mandor yang menyembul.

" Gundukan itu... gundukan kontol pak mandor... kontol yang berhiaskan biji tasbeh yang membuat bibi menjerit jerit... sesakit itu kah... atau senikmat apa di entot kontol bertasbeh... ".

" Nuhun Neng... ". Balas nya menerima piring yang masih aku genggam sehingga tangan ku di elus nya membuat ku tersadar dan buru-buru beranjak.

" Asiih... Alhamdulilah pak mandor mau minjemin uang buat acara tujuh bulanan kamu... ". Ucap mang ikin bahagia.

" Tujuh bulanan ,, ". Ulang ku.

" Iyaa atuh... insya Allah minggu depan kita adain tujuh bulanan biar bayi kita berkah selamat... ".

" Harus lah kang ikin... bukan cuma bayi nya saja tapi ibu nya juga biar selamat dan lancar lahiran nya... ". Timpal pak mandor dengan tatapan seakan menelanjangi tubuhku membuatku merasa jengah.



cewek amoy
NANI



POV BI NANI



"Iya Asih... Minggu depan kita adain acara tujuh bulanannya kehamilan kamu... kita buat acara nya seada nya saja ,, gak usah mewah mewah kayak yang lain...". ujraku menimpali obrolan suami ku dan pak mandor dari dapur dengan membawa sisa goreng singkong yang masih panas.

Pak mandor melirik ku dengan tatapan penuh arti seraya menyeka butir keringat di dahi nya. Sementara Asih masih tampak bengong seperti orang bingung.

"Terima kasih sekali pak mandor sudah banyak bantu keluargaku... sejak aku sakit keluarga aku selalu ngerepotin pak mandor... aku gak tahu gimana jadi nya kalau gak ada pak mandor... ". Ujar Suami ku sangat berterima kasih pada pak mandor yang mata nya terus jelalatan memandangi Asih dengan tatapan lapar nya membuat ku merasa sedikit kesal.

"Apa kurang cukup memek ku untuk mengganti semua kebaikannya... sampai sampai Pak Mandor masih sebegitunya menatap Asih... Andai saja Kang Ikin tahu ada harga mahal yang harus di tebus untuk membalas semua kebaikan nya selama ini... tak mungkin dia akan begitu terharu dan berterima kasih nya sama pak mandor... ". Pikir ku.

"Sudah lah kang ikin... sudah seharusnya kita saling membantu apalagi kita masih saudara jauh... ". Balas pak mandor tersenyum memamerkan deretan gigi nya.

Aku kembali berlalu ke belakang meninggalkan ruang tamu yang masih penuh dengan suasana hangat membahas rencana tujuh bulanan Asih. Kedatangan Pak Mandor ke rumah bukan lah sebuah kebetulan namun atas permintaan ku pada nya.

Tiga hari yang lalu pak mandor kembali menemui ku di sawah seperti biasa nya untuk menggauli ku , meminta tubuh dan memek ku sebagai pengganti bayar hutang hutang ku pada nya yang semakin menumpuk karena aku pun balas memanfaatkan kelicikan pak mandor dengan terus meminjam uang dari nya untuk memenuhi kebutuhan hidup ku sehari hari. Dan sejak aku menyerahkan tubuhku pada nya , pak mandor pun semakin royal dan tidak itung itungan lagi ketika aku kembali meminjam uang pada nya.

Tak ubah nya seperti sebuah perjanjian tidak tertulis antara aku dengan nya. Selagi aku bersedia menjadi pemuas nafsu birahi pak mandor maka ia pun dengan senang hati membantu masalah perekoniman ku. Mungkin kini diri ku tak ubah nya seperti seorang pelacur tua yang menjual memek ku demi lembaran rupiah. Namun aku tak begitu memusingkan hal itu toh tidak ada orang lain yang tahu akan hal ini kecuali Asih.

Dan Asih pun sampai saat ini masih terus menutup rapat mulut nya seolah olah ia tak pernah tahu permainan birahi terlarang ku dengan pak mandor. Bahkan sikap nya pada ku selama ini tak berubah sedikit pun meski Asih pernah memergoki ku sedang di entot dengan liar nya oleh pak mandor. Awal nya aku merasa begitu ketakutan kalau Asih akan memberitahu orang lain tentang apa yang ia lihat namun aku bersyukur dan bisa bernafas lega karena Asih tak pernah menyinggung lagi hal itu.

Dan aku tidak bisa memungkiri sejak permainan asmara terlarang ku dengan pak mandor seakan menyibak sisi liar diri ku yang selama ini tak pernah aku sadari. Permainan birahi yang pak mandor berikan pada ku membuat ku perlahan namun pasti berubah menjadi wanita binal dan haus akan seks.

Setiap saat aku selalu merindukan belaian dan jamahan tangan kasar nya. Dan memek ku selalu merembes basah setiap kali teringat genjotan kontol bertasbih nya. Kontol yang membuat lubang memek ku terasa penuh sesak. Dari ketiga kontol yang pernah menjejali lubang memek ku , kontol pak mandor lah yang mampu membuat ku meronta memohon ampun dan membuat ku mendewakan ngentot.



Namun untung lah pak mandor pun merasakan hal yang sama. Ia pun merasa ketagihan dengan jepitan lubang memek ku sehingga hampir setiap hari ia mendatangi ku di sawah untuk menggempur memek ku tanpa ampun. Sehingga tercipta lah simbiosis mutualisme di antara kami.

Aku sendiri kini sudah tak lagi merasa malu dan canggung untuk bersikap manja dan genit setiap kali berduaan dengan nya. Bahkan aku merasa ada getaran lain yang membuat dada ku berdegup kencang dan wajah ku merona merah tersipu setiap kali aku berjumpa dengan nya. Dan aku tak malu merajuk manja tak ubah nya seorang istri yang meminta pada suami nya untuk acara tujuh bulanan nya Asih seusai aku melayani birahi pak mandor untuk yang kedua kali nya pagi itu yang langsung di iyakan oleh pak mandor namun dengan satu syarat yang ia rahasiakan.

Aku pikir syarat itu adalah pak mandor ingin mencicipi memek Asih seperti keinginan nya tempo hari. Yang membuat hati ku merasa panas dan tak rela kalau itu sampai terjadi. Namun dugaan ku salah rupa nya malahan syarat nya jauh lebih gila dari apa yang aku bayangkan.

Ya tentu saja sangat gila karena rupa nya syarat yang pak mandor minta itu adalah pak mandor ingin mengentoti di rumah ku ketika suami ku kang ikin tengah terjaga. Aku pikir itu hanya sebuah lelucon belaka namun itu benar benar di lakukan nya.

Pagi tadi sesuai janji pak mandor akan berkunjung ke rumah , oleh karena itu hari ini aku sengaja tidak berangkat ke sawah. Kedatangan pak Mandor untuk menengok keadaan suami ku sekaligus menyinggung masalah acara tujuh bulanan Asih. Supaya tidak menimbulkan rasa curiga Aku sengaja menyuruh Asih ke rumah Ambu nya. Dan di saat Asih belum kembali aku coba basa basi busuk meminta pinjaman uang untuk tujuh bulanan Asih yang langsung di sanggupi oleh pak mandor sesuai rencana.

Dan sesuai rencana nya pula pak mandor menagih syarat yang ia ajukan. Syarat yang sangat gila menurut ku. Dengan pura pura ikut kebelakang pak mandor mendatangi ku di dapur yang sedang membuatkan kopi dan singkong goreng. Tanpa basa basi lagi pak mandor langsung memeluk ku dari belakang dan menarik ke atas kain batik ku. Aku sempat terpekik dan menolak nya secara halus.

Aku merasa was was dan ketakutan kalau suami ku akan memergoki perbuatan kami nanti nya terlebih sekarang sudah ada kursi roda yang memudahkan nya untuk membantu nya ke kamar atau ke kamar mandi. Namun niat pak mandor sudah bulat rupa nya tanpa bisa di tawar lagi.

Pak mandor menarik tubuhku ke pintu dapur dan menyuruh ku menungging depan pintu dapur sehingga sebagian tubuhku bisa melihat ke arah ruang tamu dimana kang ikin berada. Untung lah posisi kang ikin tengah berada di pojok sehingga ia tidak bisa melihat ke arah pintu dapur.

Dengan tergesa pak mandor menaikan kain batik ku sebatas pinggang sehingga memek ku yang tak bercelana dalam langsung terpampang di depan nya. Kaki ku ia lebarkan sehingga memek ku terbuka , posisi ku persis seperti orang tengah ruku ketika sedang shalat.

Jantung ku berdetak sangat cepat. Adrenalin ku terpompa begitu kencang sehingga nafas ku memburu tak beraturan. Rasa takut dan khawatir di pergoki oleh kang ikin yang tiba tiba muncul membuat birahi ku ikut terpacu bergulung dengan rasa takut sehingga dengan cepat nya cairan birahi ku merembes membasahi dinding memek ku yang tengah di kobel oleh jari kasar pak mandor.

"Cepet banget basah nya memekmu nani... ". Bisik pak mandor seakan meledek ku.



Namun aku tak menggubris kata-kata nya. Aku berusaha mengatupkan bibir ku serapat mungkin agar tak menimbulkan desahan sedikit pun yang bisa membuat kang ikin curiga.

"Jangan di tahan tahan Nani kalau mau mendesah keenakan mah... biar si ikin tahu kalau memek istrinya lagi aku kobel-kobel". Bisik pak mandor lagi menjilat daun telinga ku membuat tubuhku merinding sementara tangannya terus mengobok ngobok memek ku yang sudah sangat basah.

"Masukin kang... masukinnnhh...". Pinta ku berbisik menengok ke arah nya dengan mata sayu tak kuasa menahan deraan birahi yang semakin kuat menguasai diri ku.

"Apa nya yang di masukin... ??? Jariku kan lagi di dalam memekmu... Niihh kerasa gak jariku...". Balas nya dengan suara parau seraya mencolokan jari tangannya dengan keras ke lubang memek ku.

"Bukaan jariii kang... tapii kontool akaanghh... Ayoo kang mandor masukin... nanti kang ikin curiga...". Jawab ku sepelan mungkin.

"Alaaah... Istri durhaka kamu nani... Sana minta kontol suami kamu kalau pengen di entot... kenapa minta kontolku buat ngentotin memek kamu...". Dengus pak mandor dengan kata-kata yang melecehkan ku. Namun apa yang di lakuan nya justru membuat ku semakin terangsang hebat.

" Kaangg... jangaan siksaa Akua kayak ginii... ayoo kang masukiin...". Ujar ku semakin di amuk birahi terlebih pak mandor terus menjilati tengkuk dan daun telinga ku.

"Benar benar wanita gatal kamu Nani... Aaahh kang ikin... memek istri kamu mau aku entot ni...

" Oooooooo... ".

Mulut ku terbuka lebar membentuk hurup O besar ketika ku rasakan batangan keras dan di hiasi benjolan tasbeh merangsek masuk membelah memek ku yang sudah basah dan berdenyut gatal.

tubuhku limbung ke depan ketika pak mandor menghentak kuat pinggul nya menghunuskan seluruh kontol tasbeh nya ke dalam memek ku hingga tak pelak lagi tubuhku menggelinjang dan bergetar hebat karena langsung orgasme tak tahan lagi dengan siksaan birahi yang terus di lancarkan oleh pak mandor.

Aku mendengus keras di sertai lelehan lendir birahi yang merembes membasahi paha ku. Mata ku membeliak menyisakan putih nya saja menerima gelombang dahsyat kenikmatan yang menghantam tubuhku.

"Nyaaii... Nyaaii... ". Seru kang ikin membuat mata ku terbuka membelalak dengan wajah berubah ketakutan.

"Iii... iyaaa kaang ikin... ". Jawab ku coba mengatur nafas agar tak terdengar memburu.

" Kamu kenapa Nyai... ". Suara kang ikin lagi terdengar berteriak.

Aku menoleh ke belakang meminta pak mandor menghentikan sementara genjotan nya namun pak mandor terus saja memompa memek ku yang sudah becek dengan tempo sedang sehingga tidak terlalu menimbulkan suara berisik dengan tersenyum mesum ke arah ku.

" Gaak Kang... Gak apa apa... ". Jawab ku menahan gempuran pak mandor.

"Memek istrimu sedang aku entot Ikin...". Dengus pak mandor pelan mendekap tubuhku.

"Kaanghh... jangan lama-lama kang ngentot nya... nanti kang ikin curiga kang... ". Ingat ku dengan suara sepelan mungkin.

Pak mandor hanya menyeringai mesum dan terus memompa memek ku dengan tempo tetap pelan dan berusaha tak menimbulkan suara gaduh dari bersatu nya kelamin kami.



" Uuuhhhh... ". Desah ku ketika pak mandor menarik lepas kontolnya dari memek ku.

Pak mandor menegakan tubuhku sehingga kami kini berdiri berhadapan.

" Anterin dulu kopi nya ke depan... biar suami kamu gak curiga... ". Titah nya membuat ku bingung.

Dengan tergesa aku merapikan pakaian ku dan berusaha mengatur nafas ku yang ngos ngosan dan meraih cangkir kopi untuk di bawa ke depan.

" Lama sekali nyai bikin kopi nya..., ". Ujar kang ikin begitu aku kembali ke ruang tamu.

" Air panas nya habis kan tadi pagi di pake mandi akang... makanya ngedadak masak air nya dulu... pak mandor nya masih di kamar mandi ?... ". tanyaku pura pura tak tahu.

" Masih... tadi izin ikut ke belakang perut nya mules... ". Balas kang ikin masih duduk anteng di kursi roda nya.

" Yaudah kang... Nyai ke belakang lagi takut singkong nya gosong... ".

Pak mandor tersenyum mesum melihat ku kembali ke dapur dengan mata terbelalak melihat nya duduk di kursi dengan tangan kanan mengelus kontolnya yang masih mengacung tegak berlendir.

" Duduk sini... ". Tunjuk nya ke kontol bertasbeh nya.

Bak kerbau di cocok hidung nya aku kembali mengangkat kain batik ku dan naik kepangkuan pak mandor.

" Uuuhh..., ". Lenguh ku tertahan merasakan sumpalan di memek ku.

" Geeool nani... bikin aku muncraathh "

Dengan tangan di pundak pak mandor aku memutarkan pinggul ku mengulek kontol pak mandor dan menjepitkan dinding memek ku meremas kontolnya yang menancap kuat di memek ku.

"Aahhh... nikmat banget memek istri kamu ikin... Aahh memek istri mu lagi aku entot ikin..., ". Racau pak mandor meremas pantat ku hingga memerah.

Bak seorang penari dangdut aku terus bergoyang maju mundur , naik turun dan memutar heboh pantat dan pinggul ku membuat pak mandor mengerang dan mendengus dengus macam banteng liar. Tubuh kami terus berpacu satu sama lain menjemput puncak birahi tanpa memperdulikan kang ikin yang tengah berada di ruang tamu.

Kini pak mandor mengambil alih permainan dengan memegangi pantat ku pak mandor mengentoti memek dari bawah. Pinggul nya bergerak liar dan cepat seperti mesin jahit hingga mulut ku megap megap dengan serangan nya.

" Eempphh... Aaahhh... Eempphh... aaahh... ".

" Crroottt... Ccrrooottt... Ccrooortt ".

Dengan berciuman dan pantat di hentakan pak mandor melepaskan pejuh nya dan mengguyur dengan deras rahim ku. Denyutan kontol bertasbeh dan guyuran pejuh nya membuat syaraf memek ku terasa sensitif dan ikut menyemprotkan cairan orgasme yang ke dua kali nya.

Bibir kami masih saling berpagutan meredamkan suara nafas kami yang ngosan ngosan.

" Kamar mandi dimana... ". Tanya nya berbisik pelan.

" Di samping kang... ". Balas ku lemas di susul terlepas nya kontol pak mandor yang di cabut nya dan buru-buru ke kamar mandi.

" Hampura kang ikin... lama di kamar mandi nya... mules sekali perut Aku... ". Samar ku dengar suara pak mandor dari arah ruang tamu tempat di mana suami ku menunggu nya dari tadi.

*****

" Bii... Bibi di dalam ? ". Sebuah suara dan ketukan di pintu kamar mandi membuat ku tersadar dari lamunan ku mengingat peristiwa nikmat dan juga menegangkan beberapa saat lalu.

" Iyaa Siih... bibi lagi pipis dulu bentar... ". Balas ku dari dalam masih memainkan bibir memek ku yang masih tampak kemerahan akibat perbuatan nakal pak mandor.

" Pak mandor mau pamit pulang Bi...,,,, ".

" Pulang ???... Ooh iya sebentar... ".

Aku buru-buru mengguyur memek ku dengan air dan mencuci nya membersihkan sisa sisa pejuh pak mandor yang menempel. Kalau saja tak membuat lengket Akung rasa nya harus di bersihkan pejuh lelaki perkasa itu.

Aku kembali ke ruang tamu mendapati pak mandor tengah bersiap siap pulang. Setelah berbasa basi sebentar penuh keakraban aku melepas kepergian lelaki yang sudah membuat ku menjadi wanita binal dan gila seks.

" Aaakkhh pak mandor... lelaki yang membuat ku terbuai dan takluk dengan semua permainan liar dan penuh tantangan... ". Bisik hati ku dengan perasaan berbunga bunga.

POV BI NANI END




Aku duduk termenung duduk seorang diri di kamar seraya mengelus perut ku yang semakin membuncit besar. Beberapa kali seperti tendangan ku rasakan dari dalam perut ku membuat ku semakin tak sabar ingin segera melihat buah hati ku.

Di luar sana masih terdengar perdebatan antara Abah , Ambu , Mang ikin juga bi Nani tentang siapa lelaki yang akan mengantarkan ku ke mata air di ujung desa. Dimana mata air itu adalah tempat yang di keramatkan di kampung ini. Dimana setiap kali mau acara tujuh bulanan. Si wanita yang tengah mengandung harus di mandikan di mata air tersebut di dampingi suami atau ayah nya jika sang suami berhalangan tidak bisa menemami.

"Abah teh bukan nya tidak mau nemenin Asih Ambu... tapi gimana dong ini kaki abah encok nya lagi kambuh... kan ambu tahu sendiri jalan menuju mata air itu jalan setapak dan licin terlebih lagi semalam habis hujan... ". Terdengar suara Abah menolak untuk menemani ku.

"Terus siapa lagi Bah..., kan kang ikin gak mungkin bisa nganter dan nememin... kakak kakak nya si Asih juga pada betah sekali di kota gak ada yang pulang... ". Gerutu Ambu terdengar kesal.

"Gimana kalau kita minta tolong tetangga dekat saja buat nganter Asih ke sana nya... ". Ku dengar suara bibi memberikan usul.

"Yaa nggak bisa sembarang orang dong Nani... ini kan ritual sakral... harus suami, ayah, kakak lelaki atau kerabat yang masih ada ikatan saudara... ". Balas Abah membuat suasana di luar terdengar semakin sengit.

Aku menghela nafas panjang dan dada ku terasa sesak menahan kepiluan yang terus merundung hidup ku. Andai saja kang ikin masih bisa berjalan mungkin perdebatan ini tak akan pernah terjadi seperti pada keluarga yang lain.

Suasana di luar rumah terdengar ramai sekali dimana para tetangga tengah berkumpul untuk membantu membuat makanan untuk acara tujuh bulanan yang akan di gelar nanti malam.

"Permisi sebelumnya... bukan nya aku menguping obrolan... kalau boleh dan di izinkan, aku bersedia menemani Asih ke mata air... ". Sebuah suara lelaki memecah keheningan di antara orang tua ku.

"Seperti suara pak Mandor... ". Desis ku dan melongokan kepala.

Dan benar saja lelaki itu adalah pak mandor yang kini sudah ikut duduk bergabung bersama Abah , Ambu dan juga Mang ikin juga Bi Nani.

"Gimana Kang Boleh tidak... kebetulan pak Mandor masih kerabat aku dan kita masih ada ikatan saudara... ". Tanya Kang Ikin pada Abah dengan wajah sumringah.

"Bukannya pak mandor masih kerabat jauh nya kang ikin ya... ". Seru bibi memotong dan dari tempat ku berdiri mengintip terlihat raut wajah kurang setuju.

"Sebentar-sebentar... Oh jadi pak mandor teh anak nya mbak nasmi almarhum ya... kalau si ikin ini anaknya mbak imah almarhum... dan setahuku, mbak nasmi dan mbak imah tuh adik kakak kan... ". Balas Abah dengan wajah menerawang.

"Naaah... Bener sekali Bah... ". Jawab pak mandor mengacungkan dua jempol nya.

"Ya kalau begitu bukan saudara jauh ya bah... tapi saudara sepupuan... ". Timpal Ambu manggut manggut.

" Tapi beneran kang Mandor nya mau nganterin Asih... tidak merepotkan...??? ". Abah bertanya ke pak mandor dan aku mengambil kesimpulan bahwa pak mandor bisa mengantar dan menemani ku melakukan mandi di mata air keramat sebagai salah satu ritual yang harus aku jalani sesuai adat istiadat di kampung ku.

"Enggak kok bah... aku tidak merasa di repotkan... justru aku merasa senang jika bisa membantu... kan kita sesama keluarga harus saling membantu... ". Balas pak mandor antusias.



" Alhamdulilah kalau gitu mah... terima kasih sekali pak mandor sudah banyak membantu keluarga Aku... ". Ucap Mang ikin menyalami tangan pak mandor.

" Yaudah Ambu..., sana panggil si Asih nya mumpung belum terlalu panas di jalan nya... ".

" Biar aku saja yang panggilin Asih..., ". Potong bibi dan beranjak bangun.

Aku segera kembali masuk ke dalam kamar seolah olah tidak tahu apa yang terjadi.

"Sih... kamu sudah siap buat ritual mandi di mata air keramat... ". Ujar bibi menghampiri ku.

" Sekarang bi... ? ". Aku balik bertanya.

"Iya... mumpung belum terlalu siang... biar gak panas di jalan nya... kan lumayan jauh ke mata air... ".

"Nanti teh di sana nya ngapain saja bi... cuma mandi saja kan ? ". tanyaku memastikan karena sama sekali tak tahu harus melakukan apa di sana.

"Iya... cuma mandi saja... pastinya bibi juga gak tahu... kan bibi belum pernah hamil... ". Jawab bibi terlihat sedih.

"Sama Abah kan ke sana nya... ". tanyaku polos.

"Sama pak mandor... Abah kamu encok nya lagi kumat... Kang ikin kan gak mungkin buat ke sana... jadi ke sana nya kamu sama pak mandor... ini kain buat kamu mandi di sana... ". Ujar bibi seraya menyerahkan beberapa kain batik pada ku.

"Kamu hati-hati ya ke sana nya... ". Tambah bibi dengan raut wajah cemas lalu memeluk tubuhku.

"Asiih... buruan, itu pak mandor nya sudah nungguin... ". Seru Ambu masuk ke dalam kamar.

"Ii..., iyaa Ambu... ".

" Kain nya sudah tujuh kan... nanti di sana kamu mandi dan berendam di mata air sebanyak tujuh kali dengan menggunakan kain yang berbeda beda... tidak usah lama-lama berendam nya biar kamu tidak kedinginan yang penting kain yang kamu pakai basah... ". Pesan Ambu yang aku iyakan dengan anggukan kepala meski aku belum sepenuh nya faham.

Pak Mandor menyambut ku dengan wajah sumringah dan senyum lebar begitu aku keluar dari kamar. Di tangannya sudah ada ember berisi dua kelapa yang aku sendiri tidak tahu kelapa itu untuk apa nanti nya.

" Ayo Sih... ". Ajak nya mengulurkan tangan namun aku abaikan dan memilih berjalan mendahului nya.

" Asiih... hati-hati... ". Teriak bibi begitu aku meninggalkan rumah.

Sepanjang perjalanan aku memilih untuk berjalan lebih dulu meski pak mandor terus berusaha untuk berjalan berdampingan dengan ku sambil terus mengajak ku mengobrol namun aku hanya menjawab seperlu nya saja.

Aku merasa grogi dan perasaan ku bercampur aduk tak karuan ketika mulai memasuki area hutan dengan jalan setapak menuju mata air keramat berada dimana lokasi nya berada di ujung kampung dengan hutan di sekeliling nya.

" Hati-hati Asih jalan nya licin... ". Ujar pak mandor merangkul pinggang ku.

Aku semakin merasa kikuk di perlakukan seperti itu namun jalan yang licin dan penuh dengan bebatuan membuat ku mau tak mau harus berpegangan pada tangan pak mandor dan pak mandor semakin erat memeluk pinggang ku hingga posisi kami begitu dekat sampai sampai aku bisa mencium bau tubuh nya yang terasa begitu jantan di hidung ku.

Bau tubuh nya membuat darah ku berdesir dan memek ku berdenyut tanpa bisa di ajak kompromi. Bayangan saat aku memergoki pak mandor mengentoti bi nani terus berkelebat di pelupuk mata ku membuat dada ku bergemuruh dan aku tak fokus berjalan hingga aku hampir saja terpeleset saat menginjak batu penuh lumut.

" Hati-hati Asiih... ". Pekik pak mandor sigap merangkul tubuhku sehingga kami berpelukan dan wajah pak mandor begitu dekat dengan wajah ku bahkan nafas nya terasa panas menimpa kulit pipi ku.


Cukup lama kami dalam posisi ini dan jantung ku berdetak lebih cepat saat pak mandor menatap mata ku begitu lekat. Bagai terhipnotis kami saling menetap satu sama lain sampai aku tersentak saat ku rasakan pak mandor menggesekan selangkangan nya ke selangkangan ku.

" Hati hati... jangan grogi... kamu harus banyak berdoa nanti ketika melakukan ritual mandi di sana... biar persalinan mu di lancar kan... di mudahkan dan bayi mu juga diri mu bisa selamat dan sehat... ". Pesan nya yang aku anggukan.

Suara gemericik air mulai terdengar jelas menandakan kami sudah dekat dengan sumber mata air. Dan mata ku membelalak takjub begitu sampai di mata air. Ternyata tidak seseram yang aku bayangkan. Tempat nya begitu indah dan asri.

Di depan ku ada kolam yang tidak terlalu besar dengan air yang begitu jernih dan tak jauh dekat kolam ada aliran air terjun dengan ketinggian tak terlalu tinggi mungkin sekitar satu meter. Di samping kolam banyak tumbuh bunga dengan aneka warna membuat pemandian ini persis seperti tempat mandi nya para puteri raja.

Hawa yang segar membuat ku merasa nyaman di tambah dengan suara kicau burung yang terdegar seperti nada nada merdu di tambah dengan cahaya matahari yang menerobos masuk membelah pepohonan yang tinggi menjulang tak ubah nya cahaya lampu yang membuat tempat ini semakin elok.

" Ayoo asih buka pakaian mu... ". Suara pak mandor membuat ku terhenyak dan bulu kuduk ku merinding.

" Buu... buka pakaian... ". Ujar ku menoleh ke belakang dan mata ku membelalak ketika ku lihat pak mandor sudah berdiri dengan tubuh polos hanya menyisakan sempak menutupi area selangkangan nya yang tampak menggunung.

Darah ku berdesir hebat membuat dada ku bergemuruh dan memek ku kembali berdenyut melihat tubuh polos pak mandor. Terbayang oleh ku kontol besar nya yang berhiaskan biji tasbeh membuat tubuhku bergetar dan mata ku menatap ke arah gundukan sempak nya.

Gundukan itu tampak besar dengan bulu bulu menyeruak keluar dari sela sela sempak nya. Membuat ku tak sadar menelan ludah.

" Buka baju kamu... ganti sama kain yang kamu bawa... kamu berendam di kolam sana tujuh kali dengan memakai tujuh kain yang kamu bawa... pakaian kamu taroh di atas batu sana... ". Titah nya dengan tangan menunjuk batu di dekat kolam. Apa yang ia beritahukan persis seperti yang ambu kasih tahu pada ku.

Namun bukan nya segera melepas pakaian ku. Aku masih berdiri mematung dengan mata tertuju pada ketiak penuh bulu pak mandor yang terlihat jantan di mata ku saat pak mandor mengangkat tangannya saat menunjuk ke arah batu.

" Assih... kenapa bengong ? ". Tanya pak mandor menyadarkan ku.

" Eee... Aaa... Aaaa... pak mandor ikut mandi juga... ". tanyaku dengan nafas memburu.

" Iyaa atuuh... kan nanti bantuin kamu naik turun ke sungai... harusnya si lelaki gak boleh mengenakan pakaian sehelai pun... cuma aku pakai sempak takut kamu merasa risih kalau aku telanjang... ". Ujarnya membuat wajah ku memerah.

" Memangnya kenapa pak... kok harus telanjang bulat... ". tanyaku seraya melepaskan pakaian ku dan mengganti dengan kain.

" Itu salah satu aturan ritual mandi tujuh bulanan yang sudah turun temurun dan menjadi adat istiadat di kampung kita... kalau si suami tidak telanjang maka kurang afdhol ritual nya... karena setelah mandi ada ritual khusus yang harus di lakukan si suami terhadap istrinya... ". Jelas pak mandor yang baru aku tahu.

" Ritual khusus... ritual apa ? ". tanyaku penasaran.

" Ngentot... ". Jawab nya enteng dengan tangan menunjukan kode ngentot membuat ku terkesiap.



" Iya... si suami harus menyirami rahim istrinya sesaat ritual mandi selesai untuk menyempurnakan ritual tujuh bulanan... agar bayi nya berkah selamat... oleh karena itu ritual ini harus di laksanakan oleh si suami dan istri... ". Jelas pak mandor lagi dengan tangan menggaruk selangkangan nya.

" Lantas bagaimana dengan wanita yang tidak bisa di temani oleh suami nya seperti Aku... ".

" Harus nya sama bapak nya atau kakak lelaki nya... yang ada ikatan keluarga... ". Jawab pak mandor mulai berjalan ke arah kolam.

" Terus harus nge... ngentot juga dengan ayah atau kakak nya... ". tanyaku terus di penuhi rasa penasaran.

" Tentu saja tidak... kecuali kalau si suami nya sudah tidak bisa lagi ngaceng dan menyirami rahim istrinya... ya mau tidak mau harus di gantikan oleh lelaki yang mengantar nya kalau ingin ritual tujuh bulanan nya menjadi sempurna sesuai aturan kampung sini... ".

Jantung ku merasa tertohok dan wajah ku memerah panas mendengar apa yang di jelaskan pak mandor.

" Benarkah dengan semua yang di jelaskan oleh nya... karena aku sama sekali baru tahu tentang ritual tujuh bulanan... ". Bathin ku.

" Apa ada resiko nya kalau ritual ini tidak sempurna... ". Bibir ku kembali bertanya.

" Yang sudah-sudah akan ada tulah nya... tapi aku juga kurang tahu tulah macam apa yang akan di terima... ". Terang pak mandor membuat ku semakin cemas dan takut dan kembali berdiri mematung.

" Ayoo Asih ini sudah mulai siang... meski sakit kang ikin masih bisa kan menyelesaikan tugas nya menyempurnakan tujuh bulanan ini... ". Seru pak mandor membuat ku semakin panas dingin.

" Bagaimana kalau yang di katakan pak mandor itu benar... kalau akan mendapat tulah kalau ritual tujuh bulanan ini tidak sempurna di lakukan... sedangkan mang ikin sendiri sudah tidak bisa lagi ngentotin aku... ". Aku semakin ketakutan sendiri.

" Asiih... ayoo turun... ". Teriak pak mandor yang sudah berada di dalam kolam yang begitu jernih.

Dengan perasaan berkecamuk dan jantung bergemuruh aku berjalan perlahan dan mulai turun ke kolam di bantu pak mandor. Rasa dingin langsung aku rasakan begitu tubuhku bersatu dengan air.

" Jangan lama-lama... langsung ganti kain lagi... ". Ujar pak mandor mengajak ku naik kembali ke atas kolam.

Aku selesai mengganti kain dan pikiran ku masih di hantui dengan apa yang di katakan pak mandor tentang tulah akibat tidak sempurna nya ritual tujuh bulanan ini.

" Tunggu pak... ". Seru ku begitu pak mandor akan turun ke dalam kolam.

" Kenapa Sih... ". Tany nya bingung.

" Buu... buka saja pak... ". Titah dari bibir ku.

" Maksud nya aku buka sempak ? ". Tanya nya lagi memastikan.

Aku mengangguk ragu dengan perasaan tak karuan. Aku meyakinkan diri ku kalau ini demi keselamatan dan kesempurnaan bayi ku.

Tanpa ragu pak mandor melepaskan sempak nya dan melempar ke arah batu dimana pakaian ku bertumpuk di sana. Kini pak mandor berdiri di depan ku dengan kontol menjuntai lemas namun terlihat besar di tengah hamparan jembut nya yang hitam lebat. tubuhku mendadak terserang setruman birahi dengan apa yang ada di depan mata ku.

" Kamu jangan risih kalau tiba tiba kontolku ngaceng...,,, aku suka ngaceng kalau di hawa yang dingin..., ". Ucap nya membuat ku menatap wajah nya.

Aku kembali mengangguk karena sudah terlanjur meminta nya telanjang bulat demi kesempurnaan ritual.

Kain demi kain sudah selesai aku basahi dengan bantuan pak mandor yang setia membantu ku naik turun ke dalam kolam meski aku harus sekuat tenaga meredakan gejolak nafsu ku yang terus membuncah menyaksikan kontol pak mandor gondal gandul ketika ia naik turun ke dalam kolam bahkan sekarang ku lihat kontolnya semakin membesar.

" Apa pak mandor mulai ngaceng ". Pikir ku.



Sekarang adalah kain terakhir yang sedang aku basahi dan aku semakin tidak konsentrasi karena benar saja kontol pak mandor sudah ngaceng keras bahkan beberapa kali terasa menyenggol paha ku membuat tubuhku panas dingin meski tidak sedang demam.

" Sudah selesai Asih... sekarang giliran memasukan buah kelapa ke dalam kain... ". Ujarnya.

" Gimana cara nya pak ? ". tanyaku dengan mata curi pandang ke arah kontolnya yang mengacung tegak. Pak mandor sama sekali tidak merasa risih atau malu dengan keadaan kontolnya yang ngaceng. Justru ia seakan dengan bangga nya memamerkan barang pusaka nya.

" Kamu kendorkan lipatan kain... dan pegang ujung kainnya... tangan aku akan kanan aku memasukan kelapa dari atas dan tangan kiri akan menangkap nya dari bawah... ". Terang nya lagi.

Tanpa buang waktu aku melakukan apa yang di perintahkan oleh pak mandor. Posisi kami saling berhadapan dan ia setengah jongkok untuk memasukan dan menangkap kelapa.

Namun kelapa yang ia pegang dengan tangan kanan nya tak jua ia jatuhkan. Justru tangan kiri nya ku rasakan menyentuh dan mengobel ngobel memek ku hingga tak sadar aku mendesah dan tubuhku bergetar.

" Aaahhhh..., ssssshhh ". Desah ku tertahan saat memek ku terasa di sentuh jari jari nya.

" Satu kelapa lagi... ". Ucap pak mandor membuat ku tersadar dan membuka mata.

" Aaakkhhh... ". Rintih ku saat ku rasakan sebuah jari mencolok lubang memek ku.

" Sudah selesai Sih... tinggal ritual terakhir... kamu juga seperti nya sudah sangat siap untuk di sirami... ". Seru nya menunjukan jari tengah nya yang tampak lengket.

Wajah ku memerah karena merasa sangat malu ketika pak mandor menunjukan jari tengah nya seraya menyeringai.

" Ayoo kita pulang..., kamu tinggal selesaikan ritual sama kang ikin... karena sama aku tidak mungkin kan... ". Ujarnya dengan senyum mesum membuat ku tertegun.

Ku lihat pak mandor mulai mengenakan kembali pakaian nya. Sementara aku masih di liputi rasa bingung dan rasa takut. Bingung karena mang ikin tak akan bisa menyempurnakan ritual tujuh bulanan sesuai tradisi kampung ini. Dan aku juga sangat takut jika ritual ini tidak sempurna maka bayi ku akan terkena tulah.

" Harus bagaimana aku... aku tak mau bayi ku terkena tulah yang akan menambah malu keluarga ku... ". Hatiku berteriak dengan di hantui rasa ketakutan dan aku tak tahu apa yang harus aku lakukan.

" Ayo..., ". Seru pak mandor mengembalikan kesadaran ku.

" Ayo kita pulang... ". Ajak nya lagi dengan tatapan bingung karena aku masih berdiri mematung dengan kain yang masih basah.

"Buruan ganti pakaian dulu... kamu harus buru-buru menyempurnakan ritual nya di rumah sama si kang ikin... ". Ujarnya memperingatkan ku.

" Ii... iya pak... ". Balas ku gelagapan dan menjadi bingung macam orang linglung.

" Menyempurnakan ritual tujuh bulanan itu harus di segerakan tidak boleh di tunda tunda... ". Dengus nya seraya menyerahkan pakaian ku.

Dengan ragu aku menerima pakaian ku. Aku masih di landa rasa bingung karena tak tahu harus bagaimana dan dengan siapa aku harus menyempurnakan ritual tujuh bulanan ini karena dengan mang ikin jelas tak mungkin karena dia sudah tidak bisa lagi menggauli ku.

" Yeeehh... Ai Asih malah bengong bukan nya buru ganti pakaian nya... kamu bisa masuk angin juga kalau kelamaan pake kain basah gitu... apa perlu aku bantuin kamu ganti pakaian nya... ". Cerocos pak mandor terlihat kesal dan tanpa ku duga ia menarik lilitan kain di dada ku , dan dengan sekali tarikan kain itu terlepas mempertontonkan tubuh telanjang ku di hadapan nya.

Aku terpekik kaget dengan apa yang di lakukan pak mandor dan dengan refleks aku segera menutupi payudara dan gundukan memek ku dengan kedua tangan ku.



" Ayo buruan ganti pakaian nya... ". Ujar pak mandor mundur beberapa langkah dari hadapan ku.

Aku berjongkok dan kembali menarik kain basah yang teronggok di tanah untuk menutupi ketelanjangan tubuhku. Pak mandor duduk di atas batu kecil , beberapa langkah di hadapan ku dan ku lihat ia menyulut rokok.

Dengan pikiran yang masih kalut dan perasaan campur aduk tak menentu aku segera mengganti pakaian ku tanpa mengeringkan tubuh terlebih dahulu sehingga butiran air masih tampak menghiasi kulit ku yang kuning langsat.

Dari sudut mata ku bisa ku lihat ekor mata pak mandor beberapa kali mencuri pandang ke arah ku yang sedang berganti pakaian membuat ku merasa malu namun coba tak ku hiraukan dan segera mengganti pakaian.

" Cuuuuurrrrrr..., ". Aku menoleh ke samping ketika indera pendengaran ku mendengar suara air mengucur dengan deras , dan mata ku di buat membelalak saat mendapati kucuran air itu berasal dari kontol hitam pak mandor yang tampak besar dan tebal meski tidak dalam keadaan ngaceng.

Darah ku kembali di buat berdesir membuat bulu di tubuhku meremang saat mata ku seakan terkunci terus melihat ke samping memperhatikan pak mandor yang tanpa malu dan dengan santai nya berdiri menyamping dengan tangan kiri memegangi kontol besar nya yang terus mengucurkan cairan kuning dengan deras nya. Sementara tangan kanan masih setia memegangi rokok yang tengah ia sesap.

Pemandangan di depan ku membuat suhu tubuhku naik tak karuan terserang demam birahi. Entah kenapa sejak di rahim ku terdapat janin , aku gampang sekali terserang birahi dan tanpa aku sadari memek ku terasa basah dengan nafas memburu karena mata ku tak bisa lepas dari kontol pak mandor yang masih mengucurkan air seni membuat bayangan saat kontol itu mengoyak memek bi nani sehingga bi nani menjerit jerit kembali melintasi pikiran kotor ku.

"Lihat apa...,, ". Suara ngebas pak mandor

Membuat tubuhku tersentak namun mata ku masih tak bisa lepas dari kontol pak mandor yang kini tengah mengangguk ngangguk karena di goyang goyang oleh tangan pak mandor meneteskan sisa sisa air kencing nya.

"Aaa... Aaa... ". Aku gelagapan dan ku paksakan wajah ku berpaling dan segera mengemasi kain basah di atas batu dan ku masukan ke dalam ember seraya mengatur deru nafas ku.

" Ayo pak pulang..., ". Aku bersuara dengan bibir bergetar dan kepala menunduk.

" Iyaa ayo... ". Balas nya membuang rokok nya yang tinggal setengah.

" Awas hati hati... ". Ujar pak mandor dengan tangan menarik bahu ku sehingga badan ku merapat ke tubuh nya membuat ku kembali di buat kikuk.

Sepanjang perjalanan kami sama-sama diam membuat suasana hening. Entah apa yang sedang pak mandor pikirkan namun tangannya tak lepas dari bahu ku. Sementara pikiran ku masih berkecamuk dan terus berfikir bagaimana menyempurnakan ritual tujuh bulanan ini.

" Sudah sampai di jalan kampung Sih... ". Ujar pak mandor lirih melepaskan rangkulan nya di bahu ku membuat ku sedikit menjauhkan diri dari nya.

Tak sampai sepuluh menit aku sudah kembali ke rumah yang di sambut penuh senyum sukacita oleh Ambu dan juga Bi Nani.

" Gimana ritual nya... lancar ? ". Tanya Ambu mengelus rambut ku yang basah.

" Alhamdulilah Ambu lancar... ". Balas ku dengan senyum yang ku paksakan karena pikiran ku masih tak menentu.

Aku kembali masuk ke dalam kamar sementara pak mandor yang berjalan di belakang kami kembali bergabung dengan mang ikin dan Abah di ruang tamu.

" Biar Asih saja Bi yang jemur nya... ". Seru ku saat bibi hendak membawa ember yang penuh dengan kain basah bekas mandi tadi.

"Gak usah... kamu istirahat saja di kamar... ". Tolak bibi.



" Gak apa apa kok bi... Bosen juga di kamar terus mah... ". Ujar ku mengambil ember dari tangan Bibi.

" Yaudah deh kalau gitu... bibi mau bantu masak... ".

Bibi meninggalkan kamar dengan senyum tersungging di bibirnya dan tak lama aku segera menyusul keluar kamar untuk menjemur kain melalui pintu belakang.

Satu persatu kain ku jemur di belakang rumah dan tubuhku kembali meremang saat tangan ku memegang kain berbentuk segitiga yang tak lain adalah sempak pak mandor yang saat di mata air tadi ia lempar dan menyatu dengan tumpukan kain ku.

Kedua tangan ku terasa bergetar saat memegangi sempak pak mandor dan mata ku mendadak nanar ketika kilatan bayangan demi bayangan kontol pak mandor terasa nyata di pelupuk mata ku. Nafsaku kembali memburu saat ku pandangi sempak berukuran XL saat hendak aku sampirkan ke tambang.

"Ini sempak aku ya... ". Sebuah suara di sertai remasan tangan yang menyentuh kulit tangan ku mengejutkan diri ku hingga sempak itu tak jadi aku sampirkan ke tambang.

"Eeehh... Aaa... ". Lagi lagi aku menjadi gelagapan.

"Sini Sih sempak Aku... maaf tadi ke bawa sama kain kamu ya... ". Ujar pak mandor mengambil sempak nya dari genggaman tangan ku.

"Iii... iya pak... ". Lirih ku.

"Laaah... Kok malah kamu yang jemur... bukan nya kamu segera selesain ritual nya Sih... ". Tany pak mandor dengan wajah heran.

Aku mendongakan wajah menatap nya sehingga mata kami saling bertatapan satu sama lain.

" Kenapa... ? ". Tanya pak mandor seakan menangkap keraguan di mata ku.

" Aaaa... nggg... nggak apa apa kok..., ". Balas ku kembali menundukan wajah ku yang terasa memanas.

" aku mau pulang dulu... mau nengok proyek rumah si hamid yang sedang di bangun... ". Ucap nya memberitahu.

" Gak ada yang perlu aku bantu lagi kan... semuanya sudah beres semua... aku pulang dulu biar nanti sore aku ke sini lagi...". Tambah nya kemudian berlalu meninggalkan ku.

Pak mandor terus berjalan meninggalkan ku. Dan semakin jauh langkah nya pikiran ku semakin tak karuan memikirkan tentang penyempurnaan ritual tujuh bulanan ini dan aku tak mau terkena tulah jika ritual tujuh bulanan ini tidak sempurna.

" Pak Mandor..., ". Teriak ku menghentikan langkah nya dan menoleh ke arah ku.

Pak mandor menatap ku bingung dengan tatapan tajam.

" Ada apa Asih... ". Ujarnya.

Bibir ku terbuka namun lidah ku terasa kelu dan kaku sehingga tak ada suara yang keluar yang aku ucapkan. Justru keringat dingin yang keluar dari pori pori tubuhku di saat keraguan dan sebuah keyakinan berperang dalam benak ku.

" Benarkah pak mandor orang yang tepat untuk membantu ku menyempurnakan ritual tujuh bulanan ini... ".

" Asiih... ". Tanya pak mandor yang sudah kembali berdiri di depan ku.

" Asiih... ada apa ? ". Ulang nya melihat ku terus terdiam.

" Boo... boleh aku minta to... tolong lagi pak... ". Ucap ku terasa berat.

" Tolong apa lagi... ? ".

" Rii... Ritual... ". Ujar ku pelan dengan jantung tak karuan.

" Maksud nya Ritual apa lagi... ". Tanya nya membuat ku semakin bingung untuk mengutarakan niat ku.

" Pe... penye... penyempurnaan ritual... ". Dengan terbata dan suara sangat pelan aku berusaha menyampaikan pada nya.

" Kamu yakin... ". Pak mandor mengangkat dagu ku membuat ku merasa malu sekali dengan diri ku sendiri sehingga tak berani menatap wajah nya dan hanya bisa mengangguk lesu.



Pak mandor menghela nafas berat seraya menatap sekitar seolah memeriksa keadaan di sekitar kami. Tanpa bersuara pak mandor menarik tangan ku , dan menuntun ku berjalan untuk mengikuti langkah nya yang aku sendiri tak tahu akan membawa ku kemana.

Tak ada percakapan lagi di antara kami sepanjang jalan , yang aku sendiri tak begitu memperhatikan jalan yang sedang aku lewati karena pikiran ku terasa kacau balau.

"Masuk Sih... ". Ujar pak mandor kembali membuka suara ketika kami sampai di sebuah rumah yang belum selesai di bangun.

Mungkin ini rumah mang hamid yang sedang di bangun yang tadi di maksud pak mandor. Namun suasana di sini tampak lengang menandakan tak ada orang di sini.

"Ayoo masuk... ". Ajak pak mandor lagi setelah kayu yang di jadikan penutup pintu tersibak.

Keraguan kembali menyelimuti diri ku saat ku lihat ke dalam yang tampak sunyi dengan suasana temaram. Pak mandor menarik kembali tangan ku dan dengan langkah ragu aku melangkahkan kaki mengikuti pak mandor masuk ke dalam rumah dan berhenti di sebuah ruangan yang berbentuk kamar.

Kamar yang temaram dengan bercahayakan sinar matahari yang menembus dari celah genteng membuat suasana begitu sunyi dan dingin. Di dalam kamar terdapat kasur tipis yang tergelar di lantai beralaskan tikar.

" Sini Sih... ". Ajak pak mandor yang sudah duduk di atas kasur.

Dengan pikiran masih tak karuan aku mendudukan pantat ku di atas kasur persis di samping pak mandor. Tangan pak mandor langsung merengkuh badan ku dan jemari tangannya meremas gundukan payudara ku tak ayal tubuhku bergetar dan meremang.

" Kalau butuh bantuan aku buat menyempurnakan ritual tujuh bulanan mu kenapa tidak bilang sejak di mata air... ". Bisik nya menghembuskan nafas sehingga kulit leher ku terasa tersapu nafas panas nya yang sukses membuat badan ku bergidik.

" Eemmphhhh... ". Aku memejamkan mata dan membuang semua keraguan yang masih tersisa di benak ku dan meyakinkan sepenuh hati ku kalau pak mandor adalah orang yang tepat untuk menyempurnakan ritual tujub bulanan ini demi bayi ku agar terhindar dari tulah.

" Eemmphhhh... aaaahhhh... ". Aku tak kuasa menahan desahan saat ku rasakan jilatan juga kecupan di leher ku yang begitu sensitif hingga kedua tangan ku meremas kasur.

" Aaakhhhhhh..., sssshhh... ". Nafsaku memburu dengan bibir mendesis lirih saat ku rasakan payudara ku di remas kuat.

" Aaoouuhhhh... ". Pekik ku saat gigitan nakal terasa mendarat di kulit leher ku beriringan dengan remasan di kedua payudara ku hingga tak pelak tubuhku limbung dan jatuh terlentang di kasur tipis ini.

" Aaooouhhh... aaaakhhhh... ". Semakin keras rintihan ku menerima gigitan demi gigitan nakal yang semakin buas mengerogoti kulit leherku di tambah dengan brewok kasar pak mandor yang menggesek kulit leher ku membuat tubuhku semakin kelojotan di buat nya hingga cairan hangat semakin banyak merembes keluar dari sela memek ku yang berdenyut.

Mata ku terus terpejam karena bola mata ku seakan merasa malu jika harus terbuka dan mendapati pak mandor yang aku tahu sekarang menjadi selingkuhan bi nani tengah mencumbu leher ku dengan buas dan begitu agresif nya. Sehingga tubuhku tak bisa lagi berbohong kalau cumbuan ini membuat ku merasakan nikmat yang begitu memabukan sehingga bibir mungil ku tak bisa lagi berdusta menahan rintih dan desahan yang terus meluncur merdu seakan sebuah nyanyian birahi.

" Aaakkhhh..., aaauuhhhh... ". tubuhku mengejang dan nafas ku memburu ketika puting susu ku merasakan jamahan tangan nakal dengan kombinasi ibu jari dan jari telunjuk yang seirama memainkan dan memelintir kedua puting susu ku.



Payudara ku bukan hanya dijamah yang membuat ku semakin lupa diri, jilatan dari lidah yang terasa kasar di daun telinga ku juga semakin mengombang ambing birahi ku. Hingga tubuhku semakin menggelapar dan paha ku semakin licin karena cairan memek ku semakin banyak merembes keluar. Apalagi aku tak mengenakan celana dalam.

" Eeemppphhhhh..., ". Erangan ku tertahan ketika mulut ku tersumpal oleh bibir pak mandor yang begitu rakus nya melumat dan menyedoti lidah ku seakan ingin menghisap semua madu asmara ku.

Sementara tangan nakal yang tadi memelintir puting susu ku kini kedua nya kompak meremas kedua payudara ku membuat ku merasa kehabisan nafas karena bibir ku masih terus di lumat dengan ganas nya oleh pak mandor.

" Aaaahhhhhh... ". Desah ku panjang dan nafas ku ngos ngosan saat pak mandor melepaskan lumatan bibirnya dan kini bibir itu melata menciumi dan menjilati seluruh wajah ku hingga terasa basah oleh liur nya.

Begitu dahsyat sensasi yang aku rasakan dari cumbuan pak mandor. Apakah sedahsyat ini juga yang bi nani rasakan sehingga bi nani sampai menjerit jerit keenakan saat di entoti pak mandor. Membayangkan itu membuat pusara nafsu ku semakin bergemuruh.

" Aaakkhhh..., ". Pekik ku saat ku rasakan gigitan di puting susu ku yang sukses membuat badan ku menggelinjang.

" Aaaukkhhh..., ". Pekik ku semakin keras karena bukan hanya puting susu ku yang di gigit nya tapi juga kulit payudara ku dan tangan nakal pak mandor ku rasakan mulai mengelus kulit paha ku yang terasa dingin membuat ku membuka mata dan baru menyadari kalau pak mandor sudah menelanjangi tubuhku dan pakaian ku sudah berserakan di sisi kasur.

Tak penting bagi ku kapan pakaian ku di lolosi karena elusan tangan dan jari jari nya di belahan memek ku membuat nafsu ku semakin memuncak dan memek ku terasa semakin gatal hingga tanpa sungkan aku melebarkan paha ku dan memberi ruang lebih pada pak mandor untuk lebih nakal lagi memainkan memek ku bukan hanya sekedar mengelus nya saja.

" Oouughhhhh... ". Erang ku saat sebuah jari yang terasa kasar mencolok dan menembus lubang memek ku yang sudah licin.

Bukan hanya mencolok lubang memek ku jari itu terasa mengorek dan berputar di dalam sana membuat ku semakin kepayahan berpacu dengan nafsu hingga pinggul ku terangkat tak kuasa menahan rasa nikmat bercampur gatal yang semakin menjadi saat bukan hanya satu jari tapi kini dua jari yang mengorek dan mengocok lorong memek ku hingga pantat ku terangkat ke kanan dan ke kiri.

Di atas sana bibir dan mulut pak mandor masih betah memainkan puting susu ku yang sudah mengeras. Pak mandor seakan begitu menikmati siksa birahi yang ia lakukan terhadap tubuhku. Semakin keras erangan dan rintihan ku semakin keras pula kocokan jari nya di memek ku serta gigitan di area payudara ku hingga tangan ku tak cuma meremas kasur di bawah ku namun juga sesekali mengacak rambut pak mandor.

Payudara ku terbebas dari bulan bulanan kenakalan lidah dan bibir pak mandor karena kini wajah nya merangsek ke bawah menciumi perut buncit ku. Ia cium dan kecup lembut perut ku yang membuncit sementara di bawah sana jari nya tak se keras tadi mengocok memek ku yang sudah basah.

Kini pak mandor tak lagi di samping tubuhku sudah berpindah ke bawah dan kepala nya tengah berada di selangkangan ku dimana kedua tangannya memegangi kedua belah paha ku sehingga memek ku terbuka lebar hanya berjarak beberapa senti saja di depan wajah nya.

" Aaaakhhhh..., ". Pekik ku

Badanku menggelinjang ketika ku rasakan belahan memek ku yang terbuka terasa di sapu sesuatu yang terasa kasar dan hangat membuat ku mendongakan wajah ku ke bawah untuk melihat apa yang sedang di lakukan pak mandor.



Di bawah sana ku lihat lidah pak mandor tengah menjilati memek ku dengan begitu rakus nya. Persis seperti yang pernah kang Arif lakukan dulu. Namun jilatan pak mandor lebih terasa nikmat terlebih saat itil ku yang mencuat di sedot dan terasa di kunyah oleh mulut nya beberapa kali membuat ku meradang dan bendungan orgasme ku jebol hingga cairan ku menyemprot dan membasahi wajah dan bibir pak mandor yang terus saja menjilati memek ku bahkan beberapa mulut nya terdengar menyuruput seluruh cairan orgasme ku.

Pak mandor tak memperdulikan diri ku yang kelojotan dan menggelapar sampai tubuhku melengkung dengan mulut megap megap merasakan nikmat nya orgasme setelah cukup lama aku tak lagi merasakan orgasme yang begitu dahsyat seperti sekarang ini.

" Aaarrrghhhhhhhh...,, ". Nafsaku ngos ngosan dan tubuhku terasa lemas saat ambruk ke kasur beberap saat setelah badai orgasme menerjang tubuhku.

" Aaahhh... nikmat asih... terus keluarin cairan nya... sslurrpp... ". Dengus pak mandor masih saja menjilati memek dan sisa sisa cairan orgasme yang membuat memek ku basah kuyup bercampur ludah nya.

" Paak... Pak Mandor... ". Sebuah suara menghentikan aktifitas pak mandor. Dan suara itu membuat ku kaget bercampur takut.

" Paak... pak mandoor... ". Ujar seseorang dari luar.

" Iyaa Diirr... ". Balas pak mandor dan dengan enggan bangkit berdiri.

" Tunggu sebentar... aku mau nemuin dulu si kodir... ". Ucap nya melihat raut ketakutan di wajah ku.

Pak mandor keluar kamar meninggalkan ku untuk menemui kodir salah satu anak buah nya. Dengan masih merasa lemas aku coba bangkit duduk dan menutupi tubuh telanjang ku dengan kain.

Dari dalam kamar terdengar suara pak mandor bercakap cakap namun tak jelas apa yang mereka obrolkan. Dan tak lama ku lihat pak mandor berjalan kembali masuk ke kamar tempat aku akan di gagahi sebentar lagi.

Dada ku kembali bergemuruh saat ku lihat pak mandor berjalan ke arah ku dengan celana menggembung besar menandakan isi di dalam nya sudah memberontak ingin segera keluar dan masuk sarang nya. Dan baru aku sadari ternyata pak mandor masih berpakaian lengkap dan hanya diri ku yang di telanjangi nya.

" Si kodir sama si ujang... minta duit tambahan buat beli semen... ". Ujarnya seolah membaca isi pikiran ku.

Aku masih tak bersuara dan hanya mematung duduk di kasur dengan kain batik menutupi tubuh telanjang ku. Sementara pak mandor berdiri persis di depan ku dan " Sreeett ". Ia menurunkan celana pangsi hitam nya setengah paha sehingga kontolnya yang hitam , besar dengan hiasan butiran butiran tasbih sebanyak dua biji dengan jembut lebat memenuhi pangkal kontolnya yang sudah mengacung tegak yang kini tersaji persis di depan wajah ku membuat mata ku terbelalak.

Pak mandor merengkuh kepala ku dan menarik ke arah selangkangan nya yang menebarkan aroma jantan. Aku gelagapan saat wajah ku terbenam di selangkangan nya dan kontol hitam nya bergesekan dengan kulit wajah ku.

"Sempong, isep-isep... ". Pinta pak mandor.

"Sempong... ? ". tanyaku bingung dan menjauhkan wajah ku dari selangkangan nya.

"Iya Sempong Asih, kontol Aku... ". Balas nya seraya menyodorkan kontolnya ke depan mulut ku.

Aku gelagapan karena aku tak biasa menghisap kontol sebelum nya. Bahkan dulu saat di paksa kang arif pun aku sama sekali tak bisa sehingga aku merasa ragu untuk melakukan nya pada kontol pak mandor yang jauh lebih besar dari kontol mang ikin maupun kang arif.

"Ayolah Sempong Asih... ". Ujarnya lagi berusaha memasukan kontolnya ke dalam mulut ku.



Dengan ragu aku membuka mulut ku dan berusaha memasukan kontol pak mandor. Namun baru saja membuka mulut aku dan pak mandor sama-sama terkejut dan menolehkan kepala ketika mendengar sesuatu yang jatuh.

" Praaangg... ". Suara itu cukup keras membuat kami sama-sama terkejut.

"Siapa itu... ". Seru pak mandor waspada dan menaikan kembali celana nya.

Kami saling berpandangan satu sama lain dengan jantung berdetak tak karuan. Bukan berdetak karena birahi yang menyerang namun karena rasa takut yang menghantui.


"Wooy siapa itu... ". Seru pak mandor kembali memastikan dan dari raut wajah nya sama terkejut nya dengan yang tengah aku rasakan.

Pak mandor kembali berjalan keluar kamar yang belum jadi ini meninggalkan ku untuk memeriksa darimana asal suara itu. Aku sebenar nya begitu penasaran suara apa itu namun rasa takut ku membuat aku memilih untuk tetap di ruangan ini seraya mengumpulkan pakaian ku dan melilitkan kain batik menutupi tubuh telanjang ku.

"Suara apa pak... ". tanyaku penasaran begitu pak mandor kembali masuk ke dalam kamar tempat ku menunggu dengan perasaan campur aduk tak karuan.

"Suara dari tumpukan sisa genteng yang merosot... ". Balas pak mandor tersenyum simpul membuat ku merasa lega dari rasa ketakutan ada orang yang mengetahui apa yang sedang kami perbuat.

"Lanjuut... ". Ucap pak mandor menyeringai mesum seraya mendekat ke arah ku membuat ku merasa tersipu dan kembali deg deg ser.

"Buka dong kain nya... kamu lebih cantik kalau telanjang... ". Ujar pak mandor menarik kain yang melilit di tubuhku hingga aku kembali bugil di hadapan lelaki yang bukan mukhrim ku.

Pak mandor melepaskan baju nya dan di lempar begitu saja ke bawah sehingga bagian atas tubuh nya terbuka memamerkan dada bidang nya karena kerja keras nya selama ini. Dari sela lipatan tangannya tampak sejumput bulu ketiak nya mengintip dan menggoda ku.

"udah gak sabar ni kontol pengen di sepong dan di entotin ke memek asih... ". Seru nya mengelus bagian depan celana nya yang sudah kembali mengembung.

"As-Asih... Asih gak bisa nyempong pak... ". Seru ku jujur.

"Aaah masa gak bisa... ". Balas nya menarik tangan ku dan di tempelkan di gundukan celana nya.

"Ii... iya pak... Asih gak pernah nyempong kontol... ". Ujar ku lagi dengan dada bergemuruh saat ku rasakan benda hangat yang terus menggeliat dalam genggaman tangan ku.

" Di coba saja dulu... Ayo buka dong celana nya... udah pengen di mainin tu kontolnya... ". Seru pak mandor meraih kedua tangan ku dan di arahkan untuk menurunkan celana pangsi hitam nya.

Dengan sedikit gemetar aku coba turunkan celana pangsi pak mandor sebatas paha dan kontolnya yang keras dan panas kembali terpampang di depan wajah ku. Nafsaku kembali memburu saat mata ku di suguhkan kontol yang membuat memek ku kembali berdenyut ingin merasakan sodokan dan genjotan nya.

" Ii... ini apa ?... ". tanyaku mengelus batang kontolnya dengan lembut dan merasakan butiran tasbih yang terasa aneh di genggaman tangan ku.

" Ya ini kontol... kon-tol... ". Jelas pak mandor menyeringai mesum.

" Ma... maksud nya ini pak... ". Ujar ku mengelus butiran yang seperti tasbih itu.

" Itu yang bakalan Asih kelojotan dan keenakan pas nanti memek nya di ewe... ".



Mendengar ucapan nya tubuhku kembali di serang demam birahi dengan dahsyat nya. Dan tak sabar rasa nya ingin merasakan apa yang bi nani rasakan saat memek nya di jejali dan di obok obok kontol hitam milik pak mandor.

" Ayo dong Sempong... jangan cuma di elus elus saja... ". Titah nya seraya menyodorkan kontolnya ke mulut ku dan menggesek-gesek ke bibir ku.

Aku masih merasa ragu dan mendongakan wajah ku melihat ke arah nya.

" Buka mulut nya... ayo coba Sempong... emut emut kayak permen..., ". Pinta nya menjawab keraguan.

Aku menarik nafas panjang untuk membuang keraguan ku dan mencoba menjilat dan mencium kepala kontol yang membonggol besar.

" Aaahhh... ". Desah pak mandor saat bibir ku mengecup dan menjilat lubang kencing nya. Terasa aneh di lidah ku.

" Aahhh... iyaa gitu siih... jilat jilat terusss... aahh nikmat... ". Desah nya lagi.

"Buka mulut nya Sih... ". Pinta nya yang langsung aku turuti.

" Ooheeeokkk... ". Aku tersedak dan batuk batuk saat pak mandor melesakan kontolnya ke mulut ku.

"Lebih lebar buka mulut nya biar gak kesedak... ". Seru nya memandu ku.

Ku coba lagi membuka mulut ku lebih lebar dan pak mandor kembali memasukan kontolnya ke dalam mulut ku. Kini hanya sebatas kepala nya saja yang ia masukan dan ia menyuruhku mengtupkan bibir ku.

"Ayo Asih... kenyot-kenyot kontolnya... aaahh iyaa gituu... terus sedot lagi... uuugghh... ".

Aku coba memainkan mulut ku sesuai arahan dari pak mandor dengan menyedot dan mengenyot kontol pak mandor meski rasa nya masih asing dan terasa aneh di mulut ku.

Pak mandor menarik rambut ku dan memegangi kepala ku dengan kedua tangannya. Sementara pinggul nya ia gerakan maju mundur dengan pelan dan lembut sehingga kontolnya semakin dalam masuk ke dalam mulut ku.

" Aaahhh... nikmat asih anget mulut kamu... oouhh nikmat asih... memek kamu pasti lebih hangat dan nikmat lagi... oouuhh..., ". Dengus nya terus memaju mundurkan pinggul nya.

Aku tak bisa berkutik karena kepala ku terus di pegangi oleh kedua tangannya sehingga mau tak mau aku terus membuka mulut ku dan menerima sodokan kontolnya di mulut ku sampai air liur menetes ke dagu dan perut ku.

" Aaaaakhhh..., ".

" Uuhuuukk... ". Pak mandor melesakan seluruh kontolnya hingga aku kembali tersedak , untung nya itu tak lama ia lakukan karena ia menarik keluar kontolnya yang licin karena liur ku.

" Oouuhh... nikmat Asih... ". Dengus nya dengan nafas memburu.

Baru saja menarik nafas beberapa kali aku di buat megap megap saat mulut ku di bungkam dengan lumatan nya dan tubuhku di baringkan di kasur.

" Eeempphhh... Aahhh... ". Erangan ku tertahan karena bibir ku masih di pagut nya dengan rakus dan memek ku kembali menjadi bulan bulanan tangan nakal nya.

Lubang memek ku kembali di kobel dan jari nya terasa mencolok colok lubang nya yang dengan cepat licin karena cairan birahi ku. tubuhku kembali kelojotan karena ulah pak mandor yang semakin agresif menyerang ku.

Jantung ku berdetak kencang saat kedua paha ku di kangkangkan sehingga memek ku merekah merah siap di masuki kontol hitam pak mandor yang tak biasa itu.

" Sudah siap Sih menyempurnakan ritual nya... ". Tanya nya dengan senyum mesum yang ku balas dengan anggukan tak sabar ingin segera di entoti.

" Aaahhh... ". Rintih ku saat kembali ku rasakan jilatan di memek ku. Rupa nya pak mandor kembali menjilati memek ku yang sudah tidak tahan ingin segera di masuki pusaka keramat nya.

" Sudaah paakhh... langsung masukin saja... ". Desah ku berusaha menarik kepala nya.

" Iyaa... di basahin dulu biar gampang masukin nya... ". Balas pak mandor masih enggan berpaling dari memek ku.



Pak mandor masih tak jupa memberikan apa yang sangat aku nantikan dan aku inginkan. Memek ku tak segera di jejali kontol hitam besar nya. Bukan nya segera merojokan kontolnya , pak mandor masih anter mencumbui dan mejilati area bawah tubuhku. Kini lidah nya bak ular terus melata ke sekitar paha dalam ku dan semakin turun ke bawah ke area paha hingga betis pun tak luput dari jamahan nakal lidah nya.

Sementara kedua tangannya pun tak mau diam terus mengelus kadang meremas area sensitif di tubuhku hingga aku benar benar di buat kalang kabut oleh permainan lidah nya yang semakin mengobarkan nafsu liar ku.

" Aaaaacchhhh... ssshhhhh... ouuhh... ayo dong pak... ". Rengek ku di tengah geliat tubuhku yang masih saja di jilati nya.

" Ayo apa Asih... ". Goda nya ketika wajah kami saling berhadapan saat pak mandor kini posisi nya menindih tubuhku.

" Ooouhhhh... ". Lenguh ku lagi tak bisa mengutarakan hasrat ku di saat jemari kasar pak mandor kembali mengorek lubang memek ku yang semakin membanjir.

Pak mandor menyeringai nakal memandang wajah ku yang memerah sayu menahan nafsu. Mata nya tajam memandang ku dengan hembusan nafas yang menerpa kulit wajah ku. Dari jarak sedekat ini bisa ku lihat wajah pak mandor yang meski tidak tampan namun memiliki pesona tersendiri yang membuat jantung ku berdebar. Di tambah dengan badan tegap nya yang terbungkus kulit yang coklat kehitaman semakin menambah pesona nya sebagai seorang lelaki yang jantan perkasa.

Pak mandor membelai rambut ku yang basah berkeringat dan bibirnya kembali memagut bibir ku yang membuka sehingga ia dengan mudah nya melumat habis bibir dan lidah ku. Naluri nafsu ku menuntun tangan ku untuk meraih benda keras nan panas yang menggantung di selangkangan pak mandor yang terasa begitu penuh saat aku genggam membuat tubuhku bergidik ngeri membayangkan betapa sesak nya lubang memek ku di jejali kontol ini dan kenikmatan seperti apa nanti nya yang akan aku dapatkan membuat rasa penasaran semakin kuat mengerubungi ku.

Dengan rasa tak sabar aku segera mendekap tubuh pak mandor yang sudah terasa basah berkeringat di punggung nya. Dan segera ku kangkangkan kedua paha ku selebar yang aku bisa agar pak mandor lebih leluasa menancapkan kontol bertasbeh nya. Aku tak memperdulikan perut buncit ku yang tertindih perut pak mandor. Menyadari itu pak mandor menegakan badannya dan bersimpuh di depan ku.

Aku semakin tak sabar saat ku lihat pak mandor tengah melumuri seluruh batang kontolnya dengan ludah dan pintu lubang memek ku terasa di gesek-gesek oleh kepala kontolnya yang membonggol besar membuat tubuhku terasa tersengat aliran listrik hingga nafas ku semakin memburu tak menentu.

Rasa gatal semakin menjadi karena pak mandor tak kunjung menjejalkan kontolnya ke dalam memek ku yang sudah sangat ingin di masuki. Pak mandor seakan masih belum puas mempermainkan gejolak nafsu ku dengan terus menggesekan kontolnya di area belahan memek ku hingga aku pun turut serta menggoyangkan pinggul ku menjemput kontol berjembut lebat hitam.

Tangan ku menarik dan menekan pinggul nya membuat mata ku mendelik dan mulut ku menganga saat perlahan namun pasti kontol yang sejak tadi aku tunggu perlahan masuk menembus lorong memek ku yang hangat dan basah.

" Aaaaahhhhhhhh... ". Lenguh ku panjang merasakan sesak nya lubang ku tersumpal kontol pak mandor.

"Oouuuuhh... anget benget memek nya... aaarhhhhh... ". Racau pak mandor meraskan jepitan memek ku.

" Aaaaaauuuhhhhhhh..., ". Jerit ku lirih saat pak mandor membenamkan seluruh kontolnya hingga terasa menggedor pintu rahim ku.



Rasa nikmat , ngilu , sesak dan geli menyatu menjadi satu membuat tubuhku menggelepar di terjang kenikmatan dahsyat yang tak bisa aku gambarkan dengan untaian kata-kata hingga mulut ku tak sanggup tertutup terus membuka merafalkan desah dan desisan. Senikmat ini kah rasa nya di entoti oleh pak mandor.

Terlebih lagi saat dengan perlahan ia mulai memaju mundurkan pinggul nya sehingga kulit kontolnya bersentuhan dengan syaraf syaraf sensitif di dalam sana yang menyebarkan kenikmatan luar biasa di tambah dari gesekan biji tasbeh nya benar benar membuat ku limbung dan lupa diri , pantas saja bibi bertekuk lutut di bawah selangkangan pak mandor.

" Aaaouuhhhh..., Aoouuhhh... ". Rintih ku tiada henti.

"Aaahhh... memek kamu nikmat banget Asih... Oouhh... legit dan sempit... Aahh memek kamu kayak nya jarang di entot... Aaah masih sempit banget... ". Racau pak mandor terus menggenjot ku dengan pelan dan perlahan.

" Aaakkhhh... paak mandoor ouhh... kerasshh pakhh... Aahhh ". Desah ku meminta nya lebih keras lagi menggenjot memek ku karena puncak orgasme sudah akan aku raih.

Pak mandor menatap ku dengan wajah memerah yang di hiasi bulir bulir keringat. Nafas nya memburu seiring genjotan tubuh nya memompa ku. Keinginan ku untuk di genjot nya lebih keras tak di kabulkan nya justru ia memelankan sodokan nya dan memutar pinggul nya hingga seluruh isi memek ku terasa di aduk aduk kontol besar nya dan apa yang tengah di lakukan nya sukses membuat ku terlempar ke jurang orgasme.

Hingga aku melenguh panjang dengan tubuh mengejang bak orang tersetrum saat cairan ku meledak menyemprot kontol pak mandor yang masih gencar mengulek memek ku.

Mata ku terpejam dan tubuhku terasa ringan seperti kapas yang tertiup angin saat nikmat nya orgasme menghantam diri ku sampai beberapa menit hingga tubuhku ambruk dan terkulai dengan nafas ngos ngosan dan badan di penuhi peluh.

Saat ku membuka mata , senyum pak mandor terlihat mengembang seakan tertawa puas telah membuat ku terkapar dalam kubangan kenikmatan. Tak lagi ku rasakan genjotan di bawah sana namun memek ku masih terasa penuh dan sesak. Aku berpikir semuanya sudah selesai namun dugaan ku salah ketika bibir ku kembali di sambar nya dan pak mandor kembali menggenjot pelan hingga terdengar bunyi yang khas ketika kelamin kami kembali saling bertumbuk.

Aku yang masih merasakan lelah sehabis orgasme hanya terdiam seraya kembali mengumpulkan sisa tenaga untuk melanjutkan pertarungan yang belum usai.

" Asih Capek... ". Bisik pak mandor bertanya melepaskan pagutan bibirnya karena merasa tak mendapat balasan dari bibir ku saat di lumat nya.

Aku menggeleng dan tersipu malu membuat wajah ku terlihat semakin memerah.

" Muncratnya banyak sekali... sampe becek gini memek nya... ". Lirih pak mandor kembali melemparkan senyum.

Ia bangkit dan mencabut kontolnya yang masih tegak perkasa membuat ku merasa ada yang hilang di bawah sana saat kelamin kami terpisah. Namun itu tak lama , setelah memek ku di lap oleh kain batik ku kontol itu kembali melesak masuk memenuhi lorong memek ku yang mulai terasa berdenyut gatal menandakan siap di gempur kembali.

Masih seperti tadi pak mandor memompa dengan pelan dan perlahan. Sangat berbeda sekali saat ia menggenjot memek bi nani , pak mandor memompa dengan cepat dan keras hingga bi nani teriak histeris. Namun dengan ku ia melakukan dengan pelan dan lembut meski nafas nya semakin memburu. Namun begitu banyak variasi genjotan yang ia lakukan hingga aku di buat melayang ke awang dan tak perlu waktu lama orgasme demi orgasme terus ku raih hampir beruntun hingga aku kalah telak di buat KO oleh nya.



" Aaahhhh..., Aaahhh... yang keraaasshh paakh... Aaahh Asih mau... aahh nyampe lagi... ". Rintih ku ketika puncak orgasme yang kesekian kali nya akan ku raih.

" Oouhhh... keluariin Asih... ayoo keluariinn... aaahhh ngentot memek yang lagi hamil dengan pelan-pelan saja, kasihan bayi nya... Aaahhh ". Dengus nya entah benar atau hanya beralasan tak mau kasar dan beringas mengentoti ku.

Namun aku begitu salut dengan pak mandor. Ia bisa mengatur ritme genjotan nya sehingga tetap konstan meski nafsu sudah di puncak ubun ubun nya dan badannya sudah bersimbah peluh membuat tubuh kami licin dan lengket.

" Aaah... Memek kamu teh nikmat sekali Asih... Oouuhhh aku sudah mau muncraath Asiih... Aaaahhhh... Asiih... ouuhhh... Arrrhhhgggg ". Pak mandor menggeram dan menghentakan pinggul nya begitu kuat ketika semprotan demi semprotan yang begitu panas dan banyak memenuhi lubang memek ku karena di saat yang bersamaan aku pun kembali meraih orgsme hingga memek ku benar benae becek.

Kelamin kami masih menyatu di saat kami terkulai kelelahan dengan nafas yang ngos ngosan. tubuhku benar benar lemas serasa tulang ku rontok namun sebanding dengan kepuasan dan kenikmatan yang aku dapatkan. Aku merasa pak mandor benar benar orang yang tepat untuk membantu ku menyempurnakan ritual tujuh bulanan. Karena selain terhindar dari tulah namun kenikmatan bertubi tubi pun aku dapatkan.

" PRAAAAKKKK...". kembali terdengar bunyi yang sama membuat mata ku terbuka dan kembali merasa terkejut.

" Palingan tumpukan genteng merosot lagi... ". Seru pak mandor enteng seakan membaca isi kepala ku.

tubuhku yang masih merasakan lelah sepakat dengan apa yang di pikirkan pak mandor karena bunyi suara nya pun sama persis seperti bunyi di awal tadi.

" Mau langsung lanjut apa istirahat dulu... ". Tanya pak mandor membuat ku menatap nya heran.

" Lanjut... ? Bukan nya sudah selesai ritual nya ?... ". tanyaku heran.

" Ya belum lah... kalau ritual penyempurnaan tujuh bulanan si lelaki nya harus muncrat lebih dari satu kali... ". Jelas pak mandor membuat ku mengernyitkan dahi.

" Apalagi kalau memeknya senikmat ini lima kali muncrat juga aku sanggup... ". Ujar pak mandor terkekeh sambil mulai kembali memompa dengan pelan membuat ku meringis menahan ngilu di memek ku.

tubuhku kembali di buat merinding oleh pak mandor , bukan karena genjotan nya namun juga karena apa yang baru saja di ucapkan nya. Aku tak bisa membayangkan kalau pak mandor benar mengentoti ku sampai diri nya lima kali muncrat. Bagaimana dengan ku nanti nya bisa bisa aku pingsan di buat nya.

Rintihan asih mulai berbalas dengan lenguhan pak mandor yang mulai gencar memompa memek asih yang tampak kepayahan menerima sodokan dan genjotan kontol hitam bertasbih itu. Mereka berdua benar benar tengah di butakan nafsu sampai sampai tak menyadari ada dua pasang mata yang tengah mengintai perbuatan mereka.

Mata milik siapa kah yang tengah mengintai Asih dan Pak Mandor ?



BERSAMBUNG...


Kahidupan Asih Bab-4

https://susu-super.blogspot.com/2024/06/kehidupan-asih-s-4.html Klik Nomor untuk lanjutannya
x
x