Cerita sex Dewasa - Bunga Dikubangan Lumpur Kenikmatan 4

BACA CERITA PART SEBELUMNYA AGAR NYAMBUNG..

Cerita Dewasa - Bunga Dikubangan Lumpur Kenikmatan Sex 1

Cerita sex Dewasa - Bunga Dikubangan Lumpur Kenikmatan Sex 2

Cerita sex Dewasa - Bunga Dikubangan Lumpur Kenikmatan Sex 3

cewek amoy


Part 10

Tak terasa hampir setahun sudah aku jalani pekerjaan ini, menjadi kurir suruhan Reni untuk mengantar barang kepada pemesannya. Meskipun akhirnya tahu bahwa bungkusan yang kubawa itu adalah sepaket narkoba yang sangat dilarang aku seakan sudah tidak perduli lagi. Dibenakku saat ini adalah uang. Aku dapat mengumpulkan uang dengan sangat cepat setelah aku jalani pekerjaan ini. Ditambah lagi para pelanggan Reni yang sekaligus menginginkan tubuhku jikalau aku mengantarkan pesanannya, maka uang yang aku terima semakin mengalir dengan deras.

Semenjak aku dibuang begitu saja layaknya sampah oleh Johan sehingga aku menjadi gelandangan, kini seakan balas dendam, aku benar - benar sangat gila harta. Apapun aku lakukan asalkan aku dapat uang, itu yang ada difikiranku. Selain nafsu akan gila harta, semakin kesini nafsu birahiku juga terkadang sulit sekali kutahan. Hanya dengan sentuhan dan rayuan seorang pria pun nafsu birahiku sudah berkobar dengan sendirinya dan seakan tak terkendali.

Diskotik, tempat hiburan malam, apartemen serta hotel, adalah tujuan kebanyakan barang pesanan dari Reni, dan disana pulalah aku menjual tubuhku kepada para hidung belang untuk mengumpulkan uang sekaligus melampiaskan nafsu birahi yang sering tak terbendung.

Kini aku sudah bisa menyewa rumah sendiri, dengan begitu aku lebih leluasa untuk menerima tamu hanya sekedar untuk melepas nafsu. Hidupku kini berubah drastis. Kehidupan mewah, serta menghamburkan uang dengan tidak jelas seakan sudah menjadi rutinitas.. Aku benar – benar sudah keblinger saat ini.

---

Beberapa tumpuk barang sudah diantar Reni sejak pagi untuk aku kirim kepada pemesan malam nanti. Akhir – akhir ini pesanan yang datang kepada Reni sangatlah banyak, sehingga akupun ikut sibuk dibuatnya. Sehari bisa sampai 4 tujuan yang harus aku datangi.

Aku sedang mempercantik diri didepan cermin kamar, karena beberapa saat lagi aku harus kembali bekerja, semua bungkusan itu harus diterima pemesan malam ini juga. Aku melirik jam di dinding kamar sudah menunjukkan pukul 7 malam, aku segera bergegas karena satu jam lagi aku harus menemui seseorang pria konglomerat disebuah hotel mewah. Aku raih tas kecil yang ada dimeja, lalu melangkah untuk berangkat. Akan tetapi baru saja sampai diruang tengah terdengar suara pintu ruang tamu diketuk,

“Tok,tok,tok..”

Aku mengernyitkan dahi karena penasaran siapa yang datang. Segera ku melangkah menuju ruang tamu lalu membuka pintu, betapa terkejutnya aku setelah pintu itu terbuka. Terlihat lima orang berdiri didepan pintu, 3 orang berseragam dan 2 orang lagi berjaket hitam. Salah satu diantara mereka menodongkan pistol tepat wajahku, mereka adalah polisi.

“Angkat tangan, menyerahlah..”

“apa salah saya pak?” Kataku bergetar

“Ah..jangan banyak bicara kamu..” Bentaknya sekali lagi

Badanku seketika menggigil, dan bergetar hebat, terasa lemas seketika. Ketiga orang yang lain nyelonong masuk kedalam rumah, mereka terlihat mengobrak abrik seisi rumah. Satu orang lagi menyeretku kembali keruang tamu lalu menghempaskan tubuhku ke sofa.

Aku hanya bisa pasrah dan tubuhku bergetar hebat, air mataku tiba – tiba keluar begitu saja. Rasa takut yang luar biasa kini memenuhi perasaanku,

“Cepat katakan, dimana Reni sekarang?” Tanya salah satu polisi berseragam itu dengan nada membentak

“Sa..saya tidak tahu pak, sungguh.” Kataku gemetar

“Kamu ada hubungan denganya kan?”Katanya lagi,

“Dia teman Saya, tapi saya sungguh tidak tahu dimana dia sekarang pak,” kataku

“Cepat telpon dia, atau kamu akan aku tembak?” Teriak seorang yang menodongkan pistol kearahku

Aku yang panik disertai perasaan yang sangat takut saat itu seakan sudah pasrah. Dengan tangan gemetaran aku raih ponsel lalu menelpon Reni. Tiga kali aku coba menghubungi nomor ponselnya, akan tetapi tetap, nomor yang aku tuju tidak aktif. Aku sendiri juga terheran dibuatnya, baru saja pagi tadi Reni menghubungiku dengan nomor ini tetapi disaat aku butuh dia sekarang, dia seakan menghilang begitu saja.

“Nomornya tidak bisa dihubungi pak,” Kataku lirih

“Dimana dia sekarang?”

“Sungguh pak, selama saya bertemu dia disini, saya tidak pernah diajak ke tempatnya, dia yang selalu datang kesini,” Ujarku dengan suara terbata

“Ah..bohong kamu..” Bentaknya

“Pak, kami temukan ini,” Seseorang polisi yang berjaket hitam tiba – tiba menyela dari belakang kami,

Sebuah kantong plastik berisi paket pesanan yang hendak aku kirim malam ini ditemukan olehnya,

“Baik..kita bawa semua kekantor..” Kata polisi yang tadi menodongkan pistol

“Ta..tapi pak, saya mohon, jangan bawa saya pak,” Aku merengek dan air mataku mengalir begitu saja di pipiku,

“Ah..jangan banyak bicara kamu. Nanti saja kamu jelaskan semuanya dikantor,” Katanya

Meskipun aku mencoba meronta, mereka seakan tidak perduli lagi. Setelah salah satu dari mereka memasangkan borgol dikedua tanganku, aku diseretnya keluar rumah dengan paksa lalu dimasukkan mobil patroli untuk dibawa kantor polisi.

---

Sesampai disana, aku di interogasi habis – habisan, dan dari sanalah aku tahu siapa sebenarnya Reni. Dia adalah salah satu bandar besar narkoba yang paling dicari polisi saat ini. Kecerdikannya dalam menjalankan bisnisnya telah diakui, sehingga dia sangat sulit sekali untuk ditangkap.

Dari semua keterangan polisi, aku baru tersadar bahwa aku telah dimanfaatkan olehnya selama ini. Aku yang terjun kelapangan langsung untuk memasarkan barang haram miliknya itu dan dia hanya mengawasi dari jauh. Dan ketika polisi sudah mencium pekerjaanku, dia langsung menghilang begitu saja.

Kini seakan sudah terlambat, meskipun aku hanya orang suruhan Reni dan dimanfaatkan olehnya, dipersidangan aku sudah tidak bisa berkutik lagi. Barang bukti yang sudah jelas ada padaku dan keberadaan Reni sampai saat inipun masih belum bisa terlacak. Bahkan para pelanggan yang sering memesan ke Reni, juga seakan lenyap begitu saja, mereka tidak dapat dihubungi lagi. Tempat – tempat yang biasa aku datangi, juga sudah tidak ditemukan keberadaan mereka. Akhirnya aku harus menerima keputusan sidang itu seorang diri tanpa ada pembelaan, aku dijatuhi hukuman penjara yang mau tidak mau harus aku terima.

***

“Cepat masuk, disinilah tempatmu,” Kata seorang sipir sedikit sinis seraya mendorongku kesebuah ruangan kecil berjeruji besi

“Tolong pak, jangan masukkan aku kepenjara, aku tidak bersalah pak,” Rengekku, akan tetapi sipir itu tidak menggubris kata – kataku sama sekali. Dimasukkanlah aku kedalam ruangan kecil itu.

Aku yang sedari tadi menangis terisak, kini aku terduduk bersimpuh dilantai ruangan tahanan dengan tangisan yang semakin meledak,

“Sudah, apa yang kamu tangisi ndhuk..” Suara perempuan yang tiba – tiba terdengar sedikit serak dibelakangku

Kini terasa tangannya mengelus punggungku dengan lembut mencoba menenangkanku. Ku alihkan pandanganku kearahnya, terlihat seorang wanita berusia sekitar 45 an tahun sedang duduk dibelakangku dengan senyumnya yang ramah. Mendengar perkataannya, aku hanya menggelengkan kepala lalu menunduk dan kembali menangis. Tanganya menyibakkkan rambut yang menutupi wajahku, senyumnya yang lembut ditambah pandangannya yang begitu teduh seperti seorang ibu yang menenangkan anaknya.

“kamu disini tidak sendirian ndhuk,,” Ucapannya lagi

Mendengarnya, hatiku seakan bergetar. Terasa ada setetes embun dihatiku yang dari tadi bergemuruh, aku seakan masih tidak terima dengan semua ini. Seketika kupeluk tubuh ibu ini dengan air mata yang terus mengalir. Ibu itu membiarkanku menangis beberapa saat dengan mengelus rambutku.

Setelah tangisku sedikit reda, aku melepas pelukannya. Terlihat dia masih menatapku dengan senyum,

“Sudah, jangan terlalu terlarut dalam kesedihan ndhuk, kamu masih muda harusnya kamu lebih kuat daripada aku,” Ucapnya

“Aku masih tidak terima dengan semua ini bu,” Kataku lirih,

‘Namamu siapa cah ayu?” Tanyanya

“Saya Wulan bu..”

“Nama saya Asih, bolehkah ibu tahu kenapa kamu bisa sampai disini?” Ucapnya

Kutata hati dan perasaanku, walaupun masih terisak aku mulai bercerita kepada ibu ini. Entah kenapa, dari tatapan wajah dan sentuhan tangannya terasa kasih sayang ibu ini begitu besar, sehingga aku ingin luapkan semua yang bergemuruh dihatiku ke ibu ini walaupun kita baru saja bertemu dan tidak saling mengenal.

Setelah dia mendengar semua ceritaku, dia terdiam sejenak lalu kembali memelukku.

“Kasihan sekali kamu ini, kamu ini sudah kalah dengan nafsumu ndhuk, sehingga menghancurkan semua impianmu termasuk kehilangan semua orang – orang yang sayang kepadamu,”

“Kamu masih muda dan polos, sebenarnya disini bukan tempatmu,” ucapnya

Aku mendengar itu hanya terdiam, dan air mata kembali merembes dipipiku.

“Akan tetapi kamu harusnya tidak perlu menyesal berlarut – larut , yakinlah semua itu pasti ada hikmah yang dapat kita ambil nantinya setelah kita keluar dari sini,” Lanjutnya

“Ibu sendiri kenapa bisa sampai disini?” Tanyaku

Mendengar pertanyaanku, dia terdiam dan melepaskan pelukannya. Terlihat dia menghembuskan nafas panjang dan terdiam sejenak,

“Aku membunuh seseorang,” katanya pelan

Aku terhenyak mendengarnya,

“Bu Asih membunuh seseorang?” Tanyaku meyakinkan dengan nada terkejut,

“Iya, dia orang yang sangat aku kenal,”

“Bolehkan aku mendengar cerita ibu, kenapa ibu berani lakukan itu?”

“Semenjak suamiku meninggal, terpaksa aku harus bekerja untuk menghidupi kedua anakku. Aku bekerja sebagai penjual jajanan keliling. Setelah satu tahun sepeninggal suamiku, ada seseorang duda kaya yang ingin menjadikanku seorang istri dan menjanjikanku hidup enak tanpa harus bekerja. Tetapi aku menolaknya dengan halus. Akan tetapi setelah dia mendengar penolakanku, dia seakan tidak terima. Dia akhirnya berujar akan nekad dan hendak memperkosaku, dengan harapan aku akan hamil lalu mau menerimanya dengan terpaksa,”

“Dan Benar saja, dia datang kerumahku tiba – tiba, memaksa serta hendak memperkosaku ketika aku sedang didapur. Saat itu aku sangat panik, kuraih pisau dapur dan kutancapkan di dadanya seketika itu,” Lanjutnya dengan mata berkaca

Aku tertegun mendengar cerita bu Asih, aku terdiam sesaat

“Kenapa ibu tidak menerimanya, toh nanti ibuk akan hidup enak,” Kataku

“Aku sudah berjanji didepan jenazah suamiku ndhuk, aku akan menjaga ikatan cinta ini dengan tidak menikah lagi meskipun aku akan jatuh miskin nantinya,”

“Kekayaan itu tidak selamanya menjamin kehidupan yang nyaman dan bahagia cah Ayu. Aku hidup menjanda dengan ditemani anak – anak itu sudah cukup membuatku bahagia,” Ucapnya yang kini pandangannya teduh menatapku,

“Deg..” Ucapan ibu ini bagaikan cambuk yang sangat keras terasa di punggungku. Tubuhku terasa bergetar seketika, air mataku pun kembali mengalir dengan deras. Bersamaan dengan itu seakan ada sebuah sentuhan lembut yang tiba - tiba menelusup dihatiku sehingga aku terdiam tanpa bisa mengeluarkan satu katapun.

Kutatap sekali lagi pandangan sayu itu, pandangan sosok wanita yang benar – benar luar biasa yang seharusnya tempatnya bukan dipenjara. Demi menjaga cintanya yang luar biasa kepada suaminya, dia rela untuk tidak menikah lagi, dan dia rela menjalani hukuman demi menjaga kehormatannya sebagai wanita. Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang telah aku lakukan, aku malah tertawa puas apabila tubuhku dinikmati oleh orang lain dengan imbalan beberapa lembar uang.






Part 11

Udara pengap ruangan kecil ini ditambah dinginnya lantai penjara yang tidak pernah aku bayangkan sama sekali seumur hidupku, kini sudah aku lalui selama dua bulan lamanya. Selama itu, aku seakan masih tidak terima dengan semua ini, Aku sering melamun dan berdiam diri. Bu Asihlah satu - satunya orang yang selalu menghibur disaat aku mulai terlarut dalam lamunan kesedihanku, dari situ aku sedikit kuat dalam menjalani hukuman dalam penjara. Dari beliaulah juga aku belajar lebih banyak tentang arti kehidupan. Wanita yang tegar, sabar dan memegang teguh arti sebuah kehormatan dan demi rasa cintanya yang begitu luar biasa kepada mendiang suaminya membuat dia rela untuk menjalani hidup dipenjara.



---

Sedari semalam tubuhku terasa menggigil disertai kepala yang nyeri telah kutahan selama semalam, aku tidak berani bilang ini ke bu Asih ataupun ke sipir tahanan. Aku merasa tak enak hati kepada bu Asih karena beliau sangat baik kepadaku selama disini, aku bermaksud tidak ingin merepotkan beliau hanya karena aku tidak enak badan biasa.

Akan tetapi pagi ini aku serasa tidak kuat lagi untuk menahannya, rasa nyeri dikepala semakin menjadi membuatku jatuh tersungkur ketika hendak berdiri dari tempatku berbaring. Bu Asih sangat terkejut seketika melihatku terkapar tak berdaya. Dengan sigap beliau memelukku dengan perasaan yang terlihat sangat cemas,

“Kenapa kamu ndhuk? Badanmu panas sekali?” Ujarnya

“Aku tidak apa – apa bu, mungkin hanya masuk angin saja,” Ucapku lemah

“Tidak, kamu ini sakit. Badanmu pucat begini, saya panggilkan penjaga ya,” Katanya semakin panik

“Udah gak usah bu, bentar lagi juga baikan kok. Tolong bantu aku berdiri saja, aku ingin kekamar mandi,”

Bu Asih menatapku dengan tatapan yang masih khawatir,

Dituntunnya aku untuk berdiri dengan tertatih. Ketika aku hendak melangkah, tiba – tiba rasa nyeri yang ada dikepalaku kembali menjadi disertai pandanganku mulai sedikit kabur lalu berangsur gelap, aku tak sadarkan diri.

---

Hembusan pendingin ruangan seakan membelai wajahku dengan lembut disertai ketukan suara jam dinding membuat kesadaranku semakin lama semakin pulih. Ditengah antara sadar dan tidak, aku terasa sudah terbaring dengan selimut tebal yang menutupi tubuh bawahku. Rasa nyeri dikepala disertai menggigil yang kurasakan tadi sudah mereda. Aku membuka mata dengan lemah lalu menebar pandangan ke seisi ruangan.

Aku sudah terbaring diranjang dengan selimut tebal disebuah ruangan yang bercat serba putih. Jarum infus sudah tertancap di lengan kiriku. Ruangan itu kosong, tidak ada orang satupun diruangan ini. Pandanganku beralih keluar cendela yang ada di samping kanan ruangan, gelap. Sudah tidak terlihat lagi sinar matahari, lalu menuju ke jam dinding sudah menunjukkan pukul 07.35.

“Hm…Aku sudah tidak sadarkan diri hampir seharian, dimana aku sekarang? ” Hatiku bertanya - tanya

Beberapa saat kemudian terdengar langkah kaki yang semakin lama semakin mendekat kearah ruangan ini,

“Klek…” Beberapa saat kemudian pintu ruangan terbuka, sekejap pandanganku menatap kesana

“Syukurlah, bu Wulan sudah sadar,” Ucap seorang wanita yang berpakaian serba putih dengan senyum lega

“Saya sekarang ada dimana?” Ucapku sedikit gemetar dan berusaha untuk beranjak duduk dari tempat tidur

Melihat itu, wanita ini langsung mendekat dan mencegahku,

“Sebaiknya ibu istirahat dulu, kondisi ibu masih lemah,” Ucapnya seraya membaringkan tubuhku kembali ke ranjang

“Saya Dokter Selly, sekarang ibu berada di rumah sakit dan ibu sudah tak sadarkan diri hampir seharian,”

“Rumah sakit?” tanyaku sedikit terkejut,

“Iya, saya coba periksa dulu ya.” Lanjut dokter Selly sembari meletakkan stetoskop kedadaku,

“apa yang ibu rasakan sekarang?” Tanyanya

“Nyeri dikepala dok, tapi sudah agak mereda daripada tadi pagi,” Kataku

“Keadaan ibu sudah stabil, akan tetapi masih lemah, jadi ibu harus istirahat dulu,” Ucapnya setelah memeriksa kondisiku, aku hanya mengangguk pelan mendengarnya.

“Baik kalau sudah tidak ada keluhan, saya mau permisi dulu ya bu, karena masih ada beberpa pasien yang harus saya check kondisinya,” Lanjutnya yang hendak berbalik

“Tunggu dok, kalau boleh tau saya sebenarnya sakit apa ya?” tanyaku yang masih penasaran,

Dokter mengurungkan langkahnya dan kembali menatapku dengan senyum ramah

“Ibu ini mengalami sedikit gangguan fungsi otak karena depresi yang berlebihan, ya karena ibu memikirkan beban yang terlalu berat selama ini. Saran saya ibu harus istirahat dan harus bisa sedikit demi sedikit melupakan semua masalah yang ibu hadapi, agar beban pikiran ibu sedikit lebih ringan. Gejalanya ya nyeri dikepala itu,”

“Dan lagi, kalau ibu mengalami depresi yang berlebihan nanti akan berpengaruh sekali kepada janin yang ibu kandung,” Jelasnya

Bagai tersambar petir setelah aku mendengarnya, langit – langit ruangan itu seakan runtuh menerpaku menjadikanku lemas seketika disertai hatiku yang tiba – tiba bergemuruh. Aku benar – benar sangat terkejut,

“Aa..apa dok?, aku hamil?” Tanyaku dengan suara gemetar

“Loh, apa ibu belum menyadarinya?, sepertinya kehamilan ibu sudah memasuki bulan ketiga sekarang, dan selamat, sesuai pemeriksaan tadi janin ibu sangat sehat.” ucapnya

Aku seketika terdiam dan tanpa sadar air mata hendak jatuh dengan sendirinya,

“Ya sudah, saya permisi dulu ya, ibu silahkan istirahat,” Ujarnya ramah lalu berbalik meninggalkan ruangan.

Setelah dokter itu berlalu meninggalkan ruangan, tangisku pecah seketika, tanpa dapat kucegah airmata terus mengalir dengan derasnya.

Aku merasa hidupku kini sudah hancur, aku sudah tidak mempunyai siapa – siapa lagi dan harus menjalani kehamilan yang aku tidak tahu siapa ayah dari janin ini didalam penjara. Hatiku semakin bergemuruh, disertai rasa nyeri dari kepala belakangku mulai terasa lagi.

“Tuhan, apakah ini balasan atas dosaku yang telah aku perbuat selama ini..” Lirihku dalam hati

---

Setelah tiga hari aku dirawat, kondisiku kini sudah berangsur membaik, lalu aku diperkenankan untuk kembali keruang tahanan meskipun masih sedikit lemah,

“Wulan, gimana kondisimu cah ayu..” Ucap bu Asih yang seketika memelukku disaat aku masuk kembali keruang tahanan

Pertanyaan bu Asih yang terdengar cemas membuatku tidak bisa menahan air mata lagi, aku kembali menangis dipelukannya untuk beberapa saat samapi tangisku sedikit mereda,

“Aku hamil bu..” Suaraku lirih sambil masih sesenggukan

Bu Asih terlihat sangat tercekat mendengar ucapanku, dia seakan sangat tidak percaya. Matanya kini tajam menatapku,

“Apa ndhuk? Kamu serius?” Tanyanya

Aku mengangguk pelan sambil menunduk,

“Ya Tuhan, cobaanmu begitu berat ndhuk..” Ujarnya seraya kembali memelukku,

“Aku sudah hancur bu, aku sangat malu pada diriku sendiri dan aku sangat berdosa pada orang – orang yang aku sayangi, ” ucapku lirih di pelukan bu Asih,

“Sabar ya ndhuk, yakinlah semua ini pasti akan bisa kamu lalui,” katanya lirih

“Seberapa besar dosanya bu apabila aku menggugurkan janin ini, Aku seakan belum siap untuk melahirkan bayi ini dipenjara,” kataku lirih membuat bu Asih terperanjat, dia melepaskan pelukannya lalu menatapku dengan sangat tajam

“Apa katamu ndhuk? kamu gugurkan?” katak bu Asih dengan suara tegas

Aku terdiam mendengarnya sambil kembali menunduk,

“ingat cah ayu, ingat…Bayi ini sangat tidak berdosa, dan apabila dia bisa memilih, dia tidak akan memilih rahimmu untuk dia tempati dan dilahirkan atau bahkan dia tidak mau dilahirkan kedunia kalau dia tahu apa isi dunia sebenarnya,”

“Ingatlah, kamu sudah terjebak dalam lumpur dosa sebelumnya ndhuk, apa cambukan dari Tuhan ini tidak mampu merubah hatimu sedikitpun untuk menjalani hidup yang lebih baik lagi?” Ucap bu Asih tegas

Aku yang mendengar itu hanya bisa terdiam dan tangisku semakin menjadi,

“Aku seakan belum mampu menerima ini bu..” Ucapku lirih

“Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hambanya ndhuk, kamu harus cam kan itu baik – baik,”

“Terimalah ini semua, rawat baik – baik bayimu, mungkin Tuhan memberikan cara seperti ini agar kamu bisa membersihkan lumpur dosa yang ada didiri kamu Wulan,” Ucap bu Asih seketika dia memelukku sekali lagi.

Pelukan yang penuh kasih sayang seperti ibu kepada anaknya, pelukan yang menenangkan jiwaku disaat hatiku bergemuruh didalam sana.

Part 12

Usia kandunganku kini sudah memasuki bulan kelima, terlihat perutku juga sudah mulai membuncit. Sedikit demi sedikit aku coba untuk menerima keadaan ini, aku telah sadar bahwa ini adalah hukuman yang harus aku terima setelah aku dibutakan oleh nafsu sehingga aku benar – benar terperosok kedalam kubangan lumpur dosa.

---

“Sudah malam belum tidur ndhuk?” Suara bu Asih yang tiba – tiba membuyarkan lamunanku

Sekejap kualihkan pandanganku kearahnya yang kini sudah duduk disampingku. Dengan menggunakan mukenah bu Asih menatapku sembari tersenyum, sepertinya beliau hendak melaksanakan sholat.

“Melamun lagi?” Ujarnya

Aku menggelengkan kepala dengan sedikit senyum

“Aku bahagia sekali bisa melihatmu bisa berseri seperti ini ndhuk,”

“Entah, bagaimana nanti aku bisa membalas semua kebaikan bu Asih, karena ibulah yang menjadikanku kuat hingga saat ini,” Ucapku lirih

Bu asih seketika memelukku dengan erat,

“Kita ini sama – sama wanita ndhuk, aku sangat mengerti apa yang kamu rasakan selama disini,”

Bu Asih melepaskan pelukannya lalu memandang wajahku teduh,

“Sejak awal kamu kesini, aku sangat yakin sekali kalau kamu ini sebenarnya wanita yang baik Wulan, hanya keadaanlah yang membuat kamu berubah. Keadaan yang seharusnya kamu tidak berada disana. Ibu sangat berharap dengan kejadian ini bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga di kehidupanmu kelak sehingga kamu bisa membuka lembaran hidup baru dengan yang lebih baik, itu sudah lebih dari cukup bagiku ndhuk,“ Bu asih menatapku dengan senyum

“Dan aku minta kamu dengan sunguh – sungguh, jaga dia baik – baik ya Wulan..” Lanjutnya bersamaan dengan tangannya mengelus lembut perutku yang sudah membuncit.

Air mataku tak terasa kembali merembes mendengar kata- kata bu Asih, sekejap benakku melayang jauh kerumah dikampung, bayangan wajah ibu yang mulai keriput dengan pandangannya yang sayu seketika memenuhi pikiranku. Kupeluk kembali tubuh bu Asih dengan erat dengan sesenggukan untuk beberapa saat.

“Bu, bolehkah aku sekali lagi minta sesuatu kepada ibu,” Suaraku terdengar masih sedikit terisak dipelukannya

“Apa itu ndhuk, selagi aku mampu pasti akan aku berikan dan selagi itu akan membuatmu semakin tenang,” Ucapnya

“Ajak aku sholat bu,” Ucapku lirih

Mendengar permintaanku, bu Asih seketika melepaskan pelukanku dan menatapku dengan mata berkaca – kaca.

“Kamu benar – benar wanita yang dirindukan surga Wulan..” Ucapnya lirih,





***

“Tahanan atas nama Wulandari..” Seorang penjaga tiba – tiba sudah berdiri diluar ruangan sel tahanan

Aku yang sedari tadi terdiam melamun seketika menoleh kearahnya,

“Iya pak saya..”

“Ikut saya,” Serunya yang bersamaan dengan membuka pintu sel

Aku berdiri lalu mendekatinya,

“Ada apa ya pak?” Tanyaku penasaran

“Ada seseorang yang ingin menemuimu,”

“Seseorang,? siapa pak? Saya sudah tidak punya siapa – siapa disini,” Aku semakin penasaran, karena selama aku disini tidak ada satupun orang yang menjengukku ditempat ini.

“Mari ikuti saya,” Ucapnya sekali lagi

Aku berjalan mengikutinya menuju kesebuah ruangan dengan tubuh bergetar dan penuh tanda tanya. Karena selama aku ditempat ini, tidak ada seorang pun yang menemuiku disini. Lain dengan bu Asih, yang hampir sebulan sekali bahkan dua kali selama satu bulan selalu ada kluarga yang menjenguknya kesini.

Setelah sampai disebuah pintu ruangan, penjaga itu mempersilahkan masuk. Aku hanya diam mematung didepan pintu dengan rasa penasaran yang luar biasa,

“Dia menunggumu sejak tadi pagi Wulan, Silahkan temui dia..” Suara penjaga mempersilahkanku

“Ba..Baik pak,” Suaraku gugup

Dengan didedera rasa penasaran yang luar biasa aku memasuki ruangan. Setelah masuk kedalam seketika pandanganku tertuju pada seorang wanita yang duduk disudut ruangan, hampir bersamaan pandangangannya juga terjuku padaku sehingga pandangan kami bertemu,

“Wulan...” Teriaknya setelah dia menatapku berdiri mematung dengan mulut menganga

Setelah itu dia berhambur kearahku lalu memeluk dengan sangat erat, tangisnya pecah seketika,

“Kemana saja kamu selama ini Wulan, kami semua mencarimu,” Isaknya

Dipelukannya tubuhku bergetar hebat, airmataku ikut tak tertahankan sehinga seketika ikut menangis

“Maafkan aku mbak Narti...maafkan aku,” Kataku terisak

“Ceritakan padaku Wulan, kenapa semua ini bisa terjadi padamu,” Tanya mbak Narti yang kini kita sudah duduk saling berseberangan.

“Ceritanya panjang mbak, aku merasa berdosa sekali sama mbak.” Kataku menunduk dengan linangan air mata

“Udah – udah, yang terpenting kamu sehat tidak kurang suatu apapun,” Katanya

“Mbak kok tahu aku ada disini,?” Kataku yang kini menatapnya dengan mata masih berkaca - kaca

Terlihat mbak Narti terdiam sejenak,

“Kami semua mencarimu Wulan, karena kami telah menyadari kamu tidak bersalah waktu itu. Obrolanmu didapur dengan Johan tanpa sengaja di dengar pak Kardi disaat dia melintas disamping ruang belakang, pak Kardi memberi kesaksian pada kami semua kalau kamu sebenarnya telah dirayu oleh Johan bajingan itu. Semenjak itu kami mencarimu,”

“Mas Bima sampai sakit karena usahanya untuk mencarimu berbulan – bulan seakan tidak membuahkan hasil Wulan. Tapi kehendak Tuhan berkata lain, satu bulan yang lalu tanpa disengaja mas Bima menemukan ini di tumpukan surat kabar bekas dikantornya,” Ucap mbak Narti seraya mengeluarkan sebuah lembaran surat kabar dari tasnya lalu diletakkan dimeja,

Beralihlah pandanganku kesurat kabar itu, begitu terkejutnya aku setelah membaca tulisan berita di halaman pertama,

“PSK CANTIK DIRINGKUS POLISI KARENA KETERDAPATAN NARKOBA DIRUMAH KONTRAKANNYA”

Dibawah tulisan itu terdapat fotoku dengan jelas ketika sedang berada diruang interogasi,

“Berbekal berita inilah mas Bima bisa menemukanmu disini sebulan yang lalu,” Ucap mbak Narti yang menatapku

“Mas Bima sudah tau aku disini dari sebulan yang lalu?” Tanyaku tercekat

“Iya, tapi dia seakan tidak mampu untuk melihatmu didalam penjara Wulan, jadi dia sering kesini hanya dikantor penjaga depan, dia hanya sebatas memastikan kabar kalau kamu baik – baik saja disini,” Ucapnya

Aku terdiam mendengar cerita mbak Narti, aku menunduk dengan air mataku merembes ke pipi.

“Kembalilah kerumah kami Wulan, mas Bima sudah menunggumu dirumah.” Lanjut Mbak Narti dengan suara lirih

Mendengar itu semua, air mata yang keluar semakin deras.

“Aku sepertinya tidak bisa mbak, aku sangat malu didepan bu Arini, mas Bima dan semua orang – orang yang ada dirumah itu,” kataku pelan sambil menggelengkan kepala

Terlihat mbak Narti menghela nafas sejenak,

“Bu Arini telah meninggal...” Suara mbak Narti terdengar berubah, dan seketika itu aku menatapnya dengan sangat terkejut

“Apa? Mbak tidak bercanda kan?” Kataku tersentak

“Sebulan setelah kamu diusir dari rumah, bu Arini pergi ke Jogja karena kepentingan bisnisnya dengan diantar mas Imam. Ditengah perjalanan pulang menuju Surabaya, mobil yang dikendarai mas Imam mengalami pecah ban saat berada pada kecepatan tinggi sehingga mobil itu oleng tak terkendali. Secara bersamaan dari arah berlawanan ada sebuah truck sehingga kecelakaan tidak dapat dihindari. Mas Imam meninggal ditempat, dan bu Arini meninggal dirumah sakit setelah mengalami koma selama dua hari,”

“Ma..mas Imam juga telah meninggal,?” Tanyaku dengan bibir bergetar

Mbak Narti hanya mengangguk, aku yang melihat itu hanya bisa menangis kembali.

“Sekarang, pulanglah kerumah kami Wulan..” ucapnya sambil tangannya meremas tanganku

“Aku masih menjalani hukuman ini dalam waktu yang lama mbak, selain itu aku sangat malu didepan mas Bima dengan keadaanku sekarang” kataku menunduk dengan tanganku mengelus perutku yang membuncit,

“Mas BIma sudah tau semua Wulan, seorang penjaga mengabarkan kehamilanmu kepada mas BIma dari pertama dia menemukanmu disini, tapi yakinlah mas Bima masih bisa menerima kamu kembali dengan pintu yang sangat terbuka,”

“Tujuanku kesini adalah menjemputmu atas perintah mas Bima. Mas Bima sudah mengurusi semuanya. Dia telah menjaminmu dan dia juga sudah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mengeluarkanmu dari sini. Sekarang bersiaplah,” Katanya

Aku seakan tidak percaya, aku sungguh terkejut mendengar ucapan mbak Narti,

“Ma..maksud mbak Narti,?” kataku tersentak

“Iya, kamu sekarang dalam jaminan mas Bima, kamu bisa bebas, dan kamu bisa pulang sekarang..” mbak Narti menatapku

“Kenapa mas Bima lakukan ini semua padaku mbak, tidak seharusnya mas Bima mengeluarkan biaya yang banyak hanya untuk aku,” Ucapku yang seakan masih tidak percaya

“Karena bisa dikatakan kamulah penyelamat harta keluarga bu Arini Wulan, jadi nominal itu sangat tidak berarti bagi mas Bima..” Suara mbak Narti pelan

“Maksud mbak?” tanyaku yang tidak mengerti akan maksud perkataannya

“Kepergoknya kamu dengan Johan waktu itu salah satunya Wulan,”

“Setelah bu Arini meninggal, kita semua baru tersadar. Hampir saja semua kekayaan bu Arini akan dikuasai Johan bajingan itu. Semua sudah tertulis di sebuah surat yang ditemukan mas Bima dikamar bu Arini, inti dari surat itu adalah apabila mereka telah melangsungkan pernikahan, semua kekayaan bu Arini akan diserahkan ketangan Johan. Bu Arini rela menyerahkan semuanya karena beliau sangat mencintainya, sedangkan johan hanya memanfaatkan bu Arini untuk menguasai semuanya.” Jelasnya panjang lebar,

“Karena kejadian dengan kamu itulah, akal licik Johan tidak terwujud Wulan. Akan tetapi semua itu tetap tidak ada artinya buat mas Bima, karena mas Bima juga sudah sangat mencintaimu.” Lanjutnya

“Sekarang pulanglah bersama kami,” Suara mbak Narti memelas, tangannya erat menggenggam tanganku

Tubuhku langsung lemas seketika, seakan masih tidak percaya akan yang diucapkan mbak Narti. Kembali kupeluk mbak Narti kembali dengan sangat erat dengan deraian air mata.

***

“Mas Bima...” Aku berhambur mendekati mas Bima disaat aku turun dari taksi, mas Bima sudah berdiri menyambutku di ruang tamu.

Seketika aku bersimpuh dikakinya lalu memeluk kedua kakinya,

“Maafkan aku mas..maafkan aku,” Kataku terisak

“Sudah – sudah, tidak perlu kamu seperti ini Wulan..bangunlah..” Katanya seraya merengkuh tubuhku,

“Kenapa mas Bima melakukan ini semua kepadaku? Biarkan aku menjalani hukuman atas semua yang telah aku perbuat mas,” Kataku masih terisak sambil menatap wajahnya

“Wulan, kamu ini sebenarnya adalah wanita yang baik, kamu tidak seharusnya mendekam dipenjara,” Ucap mas Bima yang juga menatapku

“Mas Bima benar Wulan, kamu tidak sepenuhnya salah dalam hal ini,” Sela mbak Narti yang duduk bersebelahan denganku,

“Ceritakanlah padaku Wulan, atas apa yang menimpa kamu selama ini,” pandangan mas Bima kearahku lekat,

Aku terdiam sesaat dengan masih terisak, sebenarnya aku tidak ingin menceritakan ini semua, akan tetapi pandangan tajam mas Bima seakan memaksaku untuk bercerita. Aku menata hati hingga aku benar – benar tenang. Aku mulai bercerita didepan mas Bima dan mbak Narti sejak aku dibuang Johan kejalanan hingga aku dijebloskan kedalam penjara.

“Johan benar – benar biadab, harusnya dia yang dijebloskan kepenjara…” Suara mas Bima dengan emosi seketika setelah mendengar ceritaku, mbak Narti di belakangku terdengar terisak

“Aku telah hancur mas, aku wanita yang hina, penjaralah yang pantas buatku, “ Ucapku lirih kemudian menunduk

“Wulan, meskipun kamu telah berlumur dosa sebelumnya, sebenarnya kamu adalah wanita yang baik buatku Wulan, kamu wanita yang baik buat semua orang dirumah ini. Aku akan menerimamu dan aku akan menjadikan bayi itu sebagai anakku, aku tak ingin dia lahir tanpa seorang ayah,” Kata mas Bima yang kulirik menatapku

“Ma..maksud mas Bima?” Tanyaku sambil menatapnya, pandangan kami bertemu

“Aku akan menikahimu Wulan..” Ucap mas Bima tegas

Aku benar – benar terkejut dengan ucapan mas Bima kali ini. Tubuhku bergetar hebat, Aku terdiam sesaat

“Mas, aku sangat tidak pantas buat mas Bima. Mas Bima sadarlah mas..” Kataku denga suara bergetar

“Bayi itu tidaklah berdosa Wulan, aku akan sangat bahagia sekali apabila aku bisa merawatnya. Aku sungguh mencintaimu dan akan menerimamu apapun yang ada pada diri kamu sekarang,” Ucapnya tegas

“Benar Wulan, mas Bima telah mencintaimu sejak kamu disini, akulah teman curhatnya selama kamu pergi dari sini. Bahkan dia sempat sakit karena mencari kamu Wulan, kamu juga sebenarnya mencintai mas Bima kan? Kamu tidak bisa menerima lamaran mas Imam karena kamu sudah terlanjur mencintai mas Bima kan Wulan?” Sela mbak Narti

“Aku bukan Wulan yang dulu, sekarang aku adalah wanita yang hina, sama sekali tidak pantas untuk bersanding dengan pria yang baik seperti mas Bima..” Ucapku kembali

“Meskipun kamu dulunya terjebak dalam lumpur dosa, kamu tetap sebagai bunga yang selalu menebar aroma harum dihatiku Wulan, sungguh aku tidak punya siapa – siapa selain kamu Wulan,” Ucapnya sambil kedua tangannya memegang tanganku,

Aku hanya terdiam dengan menatapnya dengan deraian airmata

“Apakah kamu menerima lamaranku kali ini?” Tanyanya dengan suara lirih memohon

Sesaat aku kembali terdiam, lalu mengangguk pelan. Mbak Narti yang duduk disebelahku seketika memelukku dengan erat, terlihat juga matanya kini berkaca – kaca.

---

Kini aku sudah menjadi istri sah mas Bima. Atas permintaan mas Bima setelah menikah, aku memboyong ibuku dari kampung untuk tinggal bersama kami dirumah ini. Setelah 4 bulan pernikahanku lahirlah bayi kecil perempuan yang kami beri nama bunga, sebuah nama yang diberikan langsung oleh mas Bima. Mas Bima begitu menyayangi bunga seperti darah dagingnya sendiri. Rasa cinta mas BIma begitu besar padaku sekaligus kepada Bunga, terlebih ketika aku memutuskan untuk berhijab, rasa cinta mas Bima seakan semakin membuncah.Kebahagiaan kami semakin lengkap setelah satu tahun kemudian lahirlah bayi laki – laki dari buah pernikahan kami.

Dari penjaralah aku mulai berubah, dan dari sana jugalah aku mulai berhijrah…


~Novel Sex Dewasa Tamat~

Klik Nomor untuk lanjutannya
x
x