Cerita Dewasa - Bunga Dikubangan Lumpur Kenikmatan 3

BACA CERITA PART SEBELUMNYA AGAR NYAMBUNG..

Cerita Dewasa - Bunga Dikubangan Lumpur Kenikmatan Sex 1

Cerita sex Dewasa - Bunga Dikubangan Lumpur Kenikmatan Sex 2

cewek amoy SANGE


Part 7

“Hey gelandangan, cepat bangun, jangan tidur disini. Toko mau buka nih,” Suara ibu – ibu yang sedikit membentak membuatku terbangun.

Tak terasa semalam aku tertidur di sebuah emperan toko di pinggir jalan setelah seharian aku berjalan menyusuri jalanan,

“ii..iya, maaf bu..” bergegas aku bangkit dengan malas,

“Cepat pergi dari sini, membuat usahaku sial saja..” Ucapnya dengan kesal

“Ba..baik..bu. maafkan aku..” Suaraku lirih sambil berlalu meninggalkannya

“Kamu itu masih muda bukannya bekerja malah jadi gelandangan,” Umpatan ibu ini terdengar sangat jelas dibelakang disaat aku meninggalkan tempat itu,

Mendengar kalimat itu, hatiku terasa sangat pedih. Apakah memang seperti ini kehidupan dikota yang sering kudengar waktu dikampung dulu, yaitu kehidupan yang keras, acuh serta sikap jauh dari ramah. Disaat aku seperti ini, mereka seakan memandangku sebelah mata.

Aku kembali melangkahkan kaki, bayangan orang – orang yang aku yang menyayangiku kembali memenuhi pikiranku.

“Akankah ini balasanku karena aku sangat berdosa pada semua orang – orang yang sangat baik dirumah itu?” Ucapku lirih bersamaan dengan airmata yang kembali mengalir

---

Seminggu sudah aku menjadi gelandangan dikota besar ini dengan terus berjalan tanpa arah. Untuk bertahan hidup dengan terpaksa aku meminta – minta sedekah dijalanan. Uang recehan hasil meminta aku kumpulkan demi membeli sebungkus nasi untuk mengisi perutku. Tubuh yang kotor serta baju yang kupakai satu – satunya kini sudah terlihat sangat lusuh karena setiap malam aku tidur di sembarang tempat membuat pandangan orang semakin sinis disaat aku melintas didepannya.

Malam ini terasa tidak seperti biasanya, jalanan terasa lengang dan rintik hujan mulai turun menambah suasana jalanan terlihat sunyi. Sebuah gang dengan tembok kanan kiri jalan yang tinggi ditambah sedikit penerangan tepat berada didepanku. Ada perasaan sedikit berdigik ngeri sebenarnya untuk melanjutkan berjalan. Aku terdiam sejenak, akan tetapi rintik hujan terasa semakin deras sehingga membuatku bertekad untuk melanjutkan melangkah melewati gang tersebut dengan harapan didepan sana ada tempat untuk berteduh, aku mempercepat langkahku.

Baru sekitar beberapa meter aku melangkah, terlihat dua orang pria yang tiba – tiba menghadang didepanku seakan menutupi jalan yang akan kulewati. Aku berhenti menatap mereka dari balik kegelapan. Terlihat orang berbadan besar, dan satu orang berbadang ceking dengan kumis tebal dan rambut gondrong. Mereka menatap tajam dan seakan tersenyum sinis membuatku semakin bergidik ngeri,

“Malam – malam begini kok sendirian saja sih cantik..” Kata pria yang berbadan kecil

“Ma..maf..aku hanya gelandangan, mohon kasih aku jalan..” Kataku merinding

Mendengar kata – kataku mereka malah terlihat semakin tersenyum dan tetap tidak memberiku jalan. Setelah mereka berdua saling berpandangan, mereka berjalan mendekat dengan senyum menyeringai seakan hendak menerkamku.

“Mau apa kalian? Aku ini seorang gelandangan yang tidak mempunyai apa – apa untuk kalian ambil,” Ujarku yang kini sedikit berteriak panik

“Hahaha...kami tidak inginkan apa – apa darimu cantik, kami hanya ingin kamu temani malam ini, kamu juga merasakan kedinginan kan?” Ucap si badan besar, mereka berdua tetap melangkah mendekat.

“Tolong..mau apa kalian?” Kataku yang mulai panik

Mendengar suaraku, mereka seakan menghiraukannya malah senyumnya semakin lebar. Aku sudah mengira kalau mereka ini akan berniat jahat kepadaku, sontak aku hendak membalikkan badan untuk lari dari terkaman mereka berdua. Akan tetapi naas, belum sempat aku berbalik, sebuah tangan yang kekar membekap mulutku dari belakang dan tangan yang lainnya mengunci tubuhku hingga aku tak bisa berbuat apa – apa. Aku mencoba meronta sekuat tenaga berharap terkaman itu bisa terlepas, tapi apa daya tenagaku tidak seimbang dengan tangan kekar itu, sehingga usahaku seakan sia – sia.

“Sudah, jangan berontak manis..kita akan bersenang – senang malam ini..hahahaha,” Ujar si badan ceking yang kini sudah ada didepanku

“Em....em..” Suara teriakanku terhalang bekapan tangan

“Kamu ini cantik juga, sayang sekali bila menjadi gelandangan,” Ucapan si badan besar dan bersamaan dengan tangannya meremas payudaraku.

Diperlakukan kurang ajar seperti itu, aku semakin meronta dan berusaha menendangnya dengan sekuat tenaga tepat di selakangannya,

“Aaarggg....Danccoook...” Teriakannya meringis kesakitan

“Oh, kamu mau berbuat ulah ya,” Melihat temannya tersungkur, si badan kecil seketika naik pitam,

“Plak...” Ditamparnya pipiku dengan keras oleh si badan kurus, dan kuncian tangan yang kekar ditubuhku terasa semakin erat,

“Dasar gelandangan, makanya jangan macam – macam dengan kami, rasakan itu akibatnya..” Ucap seseorang yang membekapku dari belakang.

Aku yang semakin panik mencoba lagi dengan sekuat tenaga untuk meronta dan berusaha menendangkan kaki ke arah mereka, sehingga tangan kekar yang membekapku dari belakang terlihat kuawalan, sampai ahirnya terasa pukulan yang sangat keras menghantam dibagian kepala belakang. Pukulan itu seketika membuat pandanganku kabur sesaat lalu berangsur – angsur gelap, aku tak sadarkan diri.

---

“Hahaha...ternyata memek gelandangan ini enak sekali...aaaah...”

Gelegar suara hampir memenuhi ruangan, disertai tawa terbahak – bahak di sekeliling tubuhku. Aku yang masih terpejam diantara sadar dan tidak karena kepalaku bagian belakang terasa masih sangat nyeri, kudengar suara itu di iringi dengan sesuatu yang menghujam keluar masuk di liang vaginaku dengan kasar.

Rasa perih kurasakan disana, disertai tamparan serta remasan dengan kasar dipayudaraku,

“Plak...”

“Ohh....sempit sekali memeknya...aaah..”

“Plok,plok,plok..”

“Hahaha...cepatlah...habis ini ganti aku...sudah tidak sabar merasakan jepitan memek gelandangan ini..”

Sayup – sayup suara gaduh disertai rasa perih di liang vaginaku membuatku membuka mata dengan pelan. Betapa terkejutnya aku setelah tahu apa yang terjadi, kini aku sudah terlentang dengan mulut tertutup lakban, aku lihat seorang pria bertubuh besar tadi sedang menggenjotku diantara kedua selakanganku yang sudah terbuka lebar dengan baju yang sudah tersingkap keatas. Batang penisnya yang besar dan mengkilat terlihat telah keluar masuk kedalam vaginaku. Seketika itu aku berusaha meronta sekali lagi akan tetapi usahaku sia – sia, terasa dua tangan kekar lainnya menahan tangan kanan dan kiri ku,

“aaaahhh, akhirnnya bangun juga kamu, enak kan kontolku hah?..hahaha” Suara badan besar yang sedang menggenjotku dengan terengah engah.

“Eemm...em..” Hanya suara yang tertahan dari mulutku

“plo..plok..plok..” sibadan besar semakin cepat

“aaaah....” suara lenguhan panjang bersamaan dengan kedutan batang penisnya terasa didalam vaginaku, dan hampir bersamaan dengan itu terasa semburan batang penisnya beberapa kali didalam rahimku,

“Oooohhhh...” Setelah didiamkan beberapa saat, dia melepaskan penisnya

“Plup..”

“Oh, sempit juga memekmu membuatku tak bertahan lama,” Ujarnya setelah itu terlihat berlalu,

Tidak lama kemudian si badan kurus mengambil alih posisi si badan besar, dia sekarang ada di antara pahaku yang sudah terbuka,

“Hahahaha..akhirnya giliranku menikmati memek ini..” Suara si kurus yang terlihat sudah telanjang disana, terlihat batang penisnya sudah tegak menjulang dengan bebas.

Meskipun badan pria ini terlihat kurus, akan tetapi penisnya bisa terbilang besar dan panjang,bahkan lebih besar daripada batang penis milik si badan besar tadi,

Setelah dilihat beberapa saat, terasa ujung penisnya menyeruak masuk kedalam lian vaginaku lalu dihentakkannya dengan kasar oleh si badan kurus ini,

“Blees..”

“Ohh...kamu benar. sempit sekali memek gelandangan ini,” Ujarnya

Benar saja, aku merasakan sesak disana disertai rasa perih yang luar biasa di vaginaku. Kini aku hanya bisa pasrah di setubuhi bergantian oleh pria – pria disini. Aku mencoba teriak dan berontakpun juga percuma, mulut terbekap lakban serta tubuhku terasa sangat lemas disertai rasa nyeri dikepalaku karena pukulan keras tadi semakin terasa, aku hanya bisa mengalihkan pandanganku ke seisi ruangan ini. Gelap pengap, dan suara hujan diluar terdengar semakin deras disertai suara gelak tawa yang terbahak – bahak dari para pria ini. Entah berapa kali pria – pria ini menggilirku secara bergantian, aku yang semakin lama merasakan nyeri dikepala semakin menjadi, sehingga aku kembali tak sadarkan diri.

Sinar mentari menelusup memasuki celah – celah atap ruangan yang tepat mengenai wajah membuatku membuka mata dengan perlahan. Aku tersadar sepenuhnya, setelah aroma sperma yang tercium menyengat di hidungku. Bahkan mataku terasa sangat pedih setelah pertama kali terbuka. Aku raba wajahku dengan jari terdapat sperma yang tercecer disana. Aku lirik kiri dan kanan sudah tidak terlihat lagi pria – pria bajingan itu. Rasa nyeri yang ada dikepala sudah berangsur hilang, akan tetapi rasa nyeri di vaginaku masih sangat terasa. Aku melirik kebawah bajuku masih tersingkap. Segera aku bangkit dengan tubuh masih terasa sangat lemah. Setelah berbenah, aku kembali beranjak keluar ruangan itu dengan tertatih..






Part 8

Siang ini perutku terasa sangat pedih, mungkin karena selama semalam perut ini tidak terisi sama sekali. Beberapa hari ini aku mendapatkan sedekah yang sangat sedikit sekali sehingga tidak cukup untuk membeli makanan. Hanya caci makian yang aku dapat dari orang - orang yang aku mintai sedekah, mungkin karena saat ini aku terlihat sangat lusuh dan kotor. Terahir siang kemarin aku makan itupun sangat sedikit, makanan yang aku ambil dari kotak makan sisa orang yang telah dibuang dipinggiran tempat sampah. Tak terasa air mataku kembali mengalir, aku teringat ibuku dikampung, aku tidak tahu bagaimana sikap beliau apabila mengetahui nasibku seperti sekarang..

“Oh,,maafkan aku ibu..” Ucapku lirih

Rasa pedih diperutku terasa semakin melilit seakan sudah tidak tahan lagi. Sampai akhirnya aku berhenti tepat didepan sebuah rumah makan yang sedikit mewah serta menu makanan yang terlihat lengkap. Setelah beberapa saat berdiri mematung disana, aku bertekad untuk meminta sedekah sedikit makanan dengan mental yang sudah aku siapkan apabila nanti aku diusir dan dimaki oleh si pemiliknya. Baru beberapa langkah sampai pintu rumah makan itu, pandanganku terhenti pada sebuah mobil mewah yang juga berhenti tepat didepanku. Pandanganku menatap mobil itu sampai ada seorang wanita dengan pakaian yang seksi, rambut tergerai sebahu berwarna ke emasan turun dari sana. Aku begitu terkejut setelah tahu siapa wanita ini,

“Ren...” Sapaku dengan suara sedikit gugup karena takut salah menyapa seseorang

Mendengar panggilanku, wanita itu menghentikan langkahnya dan seketika mentap kearahku. Terlihat keningnya mengerut sehingga tatapannya semakin tajam kearahku

“Kamu benar Reni kan?” Kataku meyakinkannya sekali lagi

“Ka..kamu? Wulan?,” Suaranya terdengar sangat terkejut, terlihat mulutnya menganga.

Aku hanya tersenyum dengan mengangguk,

Setelah menatap beberapa saat, dia terlihat melangkah mendekatiku dengan raut wajah yang masih sangat terkejut bercampur tidak percaya. Sesampai didekatku, tatapannya menelusuri seluruh tubuhku dari atas sampai bawah, mungkin dia terheran dengan penampilanku saat ini yang lusuh dan kotor.

Reni adalah temanku saat kita sama – sama duduk dibangku sekolah dasar dikampung. Setelah lulus SD, kita juga sama – sama membantu orang tua menjadi buruh tani dikampung. Akan tetapi setelah usianya yang menginjak 15 tahun, Reni meninggalkan kampung entah kemana, semenjak saat itulah aku tidak pernah lagi bertemu dengannya hingga saat ini.

“Astaga..kamu benar Wulan,”

“Bagaimana ceritanya kamu bisa sampai disini?” Tanyanya dengan nada yang terheran

“Ceritanya panjang Ren,” Suaraku lirih dan menunduk

“Ya sudah, nanti saja ceritanya. Yuk kita masuk dulu, kamu belum makan kan?” Tanyanya

Mendengar ucapannya, aku hanya menggelengkan kepala. Seketika Reni menarik tanganku lalu mengajaknya masuk kerumah makan itu.

---

“Aku masih gak menyangka kalau kamu ini Wulandari,” Reni membuka obrolan disaat kita berdua telah selesai menyantap makanan.

Aku yang mendengar itu hanya tersenyum, sambil menyeruput minuman yang telah dipesannya.

“Bagaimana ceritanya kamu bisa sampai disini dan menjadi seperti ini Wulan?” Tanyanya

Aku menghela nafas sejenak, terlihat Reni menyalakan rokok yang ada dimulutnya lalu juga menatapku.

“Ini berawal setalah aku ditinggal kabur dengan suamiku Ren,”

“Kamu sudah menikah?”

Aku hanya mengangguk mendengar pertanyaan itu.

Setelah kita terdiam sejenak, aku mulai bercerita kepadanya mulai aku pergi kesini karena panggilan mbak Narti hingga akhirnya aku dibuang ke jalanan begitu saja oleh Johan. Mendengar itu semua, terlihat Reni menghisap rokoknya dalam – dalam lalu mengepulkan asapnya dari bibir tipisnya.

“Sungguh kasihan sekali kamu Wulan,”

“Ya beginilah kerasnya kehidupan dikota, kita yang benar saja bisa menjadi salah, apa lagi kita yang benar – benar salah. Hanya orang berharta yang bisa berkuasa dan bisa berbuat semaunya disini,” Lanjutnya

Aku tersenyum mendengar ucapan Reni lalu pandanganku mengarah keluar, menatap mobil mewahnya yang terlihat terparkir di luar.

“Omong – omong kamu sudah sukses ya disini Ren,” kataku

“Ya, kalau dibilang sukses masih jauh lah..”

“Oiya, setelah ini kamu rencana bagaimana Wulan? Kamu akan pulang ke kampung?” Tanyanya

Aku menggelengkan kepala lalu kembali menunduk,

“Entahlah, aku sudah tidak punya tujuan lagi sekarang Ren. Mau pulang pun sangat tidak mungkin, aku sangat malu pada ibuku dan saudaraku kalau tau aku dikota menjadi gelandangan seperti ini,” Kataku lirih

Mendengar kata – kataku Reni terdiam sejenak seraya menghisap lagi rokoknya dalam - dalam,

“Bagaimana kalau kamu ikut kerja denganku?” tawarnya tiba – tiba

Aku sedikit terhenyak mendengar tawaran itu, pandanganku kini tajam kearahnya

“Kamu serius Ren? Aku akan berterima kasih apabila kamu mau menolongku saat ini, aku seakan sudah tak tahan lagi hidup dijalanan,” Kataku dengan mata berbinar

“Tapi kalau boleh tau kerja apa itu?” Tanyaku heran

“Ya kamu hanya bantu aku mengirimkan sebuah pesanan saja. Akan tetapi apabila kamu serius, uang berjuta – juta bahkan puluhan juta akan kamu terima setiap bulannya,”

Reni terdiam sesaat, terlihat dari sudut mataku kini pandangan Reni seakan menelusuri tubuhku kembali,

“Hm..kamu ini sebenarnya cantik dan tubuhmu juga seksi Wulan, itu juga bisa menjadi aset loh..” Lanjutnya

“Maksudnya, kamu minta aku untuk jual diri?” Aku sedikit terkejut

“Ya itu hak kamu sih Wulan. Karena itu tidak ada kaitannya dengan pekerjaan yang aku tawarkan,”

Mendengar itu aku hanya terdiam,

“Bagaimana Wulan?” Suara Reni kembali terdengar

“Baiklah, aku akan coba dulu, yang penting aku tidak lagi kembali kejalanan sebagai gelandangan,” Jawabku lirih

“Ya Sudah, yuk kamu ikut aku sekarang,” Ajaknya seraya bangkit dari duduknya.



***

Setelah sekitar setengah jam perjalanan, mobil yang kita tumpangi memasuki sebuah gang kecil dikomplek perumahan yang jauh dari pusat kota, lalu berhenti didepan sebuah rumah yang terlihat sepi. Rumah yang bisa dikatakan layak untuk dihuni akan tetapi terlihat sedikit kotor karena tidak ditempati dalam waktu yang lama. Disamping kanan kiri rumah terdapat beberapa tumbuhan yang hampir tidak terawat.

Reni membuka pintu ruang tamu, aku sedikit terkejut setelah pandanganku melihat kedalam ruangan. Tampak luar bangunan seperti rumah kosong, akan tetapi didalam terlihat sangat bersih dan terawat dilengkapi perabotan rumah yang terlihat sangat lengkap.

“Rumah ini adalah rumahku yang biasanya hanya aku buat untuk singgah sementara. Kamu bisa tinggal disini untuk beberapa waktu Wulan,” Ucap Reni sambil berjalan menuju ruang tengah, aku yang mengikuti di belakangnya hanya diam sembari tatapanku menelusuri seisi ruangan bangunan itu,

“Nah, kamar ini bisa kamu pakai,” Reni menghentikan langkahnya dan membuka sebuah pintu kamar

“Dilemari itu ada beberapa potong baju, alat mandi dan make up seadanya, pakai saja yang kamu perlukan,” lanjutnya sambil menunjuk sebuah lemari besar didalam kamar itu.

“Terima kasih ya Ren, kamu memang sahabatku yang sangat baik,” Ucapku dengan mata berbinar

“Oh iya, kalau boleh tau, apa yang harus aku kerjakan Ren?” Tanyaku sedikit heran

Reni yang mendengar pertanyaanku hanya tersenyum,

“Kamu sementara ini tidak perlu tahu dulu, Yang penting kalau kamu serius dan menuruti apa yang aku perintahkan nantinya, sekarang kamu istirahat dulu saja,” Katanya

Aku hanya mengangguk dan tersenyum,

“Dan ini kamu bawa, aku akan menghubungi kamu sewaktu – waktu, lalu ini ada sedikit uang buat transpotnya nanti,” Katanya seraya menyodorkan sebuah ponsel dan sebuah amplop berwarna coklat ditangannya kepadaku

“Sekali lagi terima kasih ya Ren,” Kataku yang menatapnya lekat, Reni hanya tersenyum mendengarnya. Lalu dia pamit meninggalkan aku sendiri disini.

---

Malam telah tiba, setelah selesai makan malam, aku duduk bersantai diruang tengah dengan menatap layar televisi. Rumah kecil yang sangat nyaman menurutku, tetapi hati kecilku masih merasa terheran karena rumah senyaman ini hanya dibuat tempat singgah dan dibiarkan sering kosong.

“Apa memang Reni sekarang mempunyai banyak rumah ya?” Gumamku,

Baru beberapa mataku menatap layar televisi, ponsel yang tadi dititipkan Reni padaku terdengar berbunyi. Aku raih dari meja didekat tempatku duduk,

A : “Halo, ”

R : “Halo Wulan, kamu dirumah kan?” Terdengar suara Reni diseberang telepon

A: “Iyalah Ren, memang mau kemana lagi,”

R :”Oke, malam ini kamu akan mulai bekerja,”

A : “Baik Ren, apa itu?”

R : “Dibawah lemari pakaianmu, ada bungkusan warna hitam, tolong kamu antar itu ya dan malam harus sampai ke orangnya, nama penerima dan alamatnya nanti aku kirim lewat pesan”

A : “Baik Ren, aku antar antar malam ini juga.”

R : “Terima kasih ya Wulan..”

Klik..sambungan telpon terputus,

Aku segera bergegas beranjak dari tempat duduk lalu bersiap,

---

Aku berdiri didepan sebuah pintu kamar hotel, kuraih ponsel untuk memastikan kembali tujuan penerima bungkusan ini yang dikirimkan Reni lewat pesan singkatnya.

“Benar, ini adalah kamar itu,” Gumamku

“Tok,tok,tok..” Aku ketuk pintu kamar hotel dengan pelan

Beberapa saat kemudian, pintu itu terbuka dan terlihat seorang pria berdiri dibalik pintu. Pria itu berusia sekitaran 45 an tahun. Dia menatap kearahku tajam penuh selidik.

“Apa benar ini pak Prasetya,?” Tanyaku

“Iya benar, ada apa ya?”

“Saya Wulan pak, saya kesini mengantarkan titipan dari Reni,” Kataku

“Oh, Reni..” Jawabnya singkat, dan terlihat raut wajahnya berubah menjadi sedikit ramah.

“Silahkan masuk dulu,” Ucapnya sambil membuka pintunya lebar

Aku sedikit terkesiap setelah sadar melihat pria ini, dia hanya memakai celana kolor pendek tanpa menggunakan baju. Dan yang sedikit membuatku bergetar, tonjolan penisnya begitu mengembung di balik celana kolornya.

“Omong – omong sekarang Reni sudah punya asisten ya?” Tanyanya setelah aku dipersilahkan duduk di kursi

Aku hanya mengangguk dengan senyum

“Habis ini kamu rencana kemana?” Tanyanya

“Sepertinya tidak ada pak, habis dari sini saya akan langsung balik pulang,”

“Kamu temani aku sebentarlah disini, kit aminum dulu,” Tawarnya

“Em..tapi pak?” kataku sedikit gugup

“Sudah, santai saja, anggap aja ini kamar kamu juga,” Lanjutnya

Terlihat dia menuangkan minuman dari sebuah botol kedalam dua gelas kecil lalu menaruhnya dimeja,

“Silahkan, diminum dulu Wulan,”

Aku sekali lagi hanya mengangguk dan tersenyum. Aku raih gelas itu dan meminumnya. Minuman berwarna merah gelap yang sangat asing bagiku, aromanya sangat kuat, dan terasa sangat mencekat saat melewati tenggorokan.

“Kamu berasal darimana?” Tanyanya setelah dia menuangkan sekali lagi minuman dari botol itu pada gelasku yang terlihat hampir habis.

“Saya dari kampung pak, ya sekampung dengan Reni. Dia dulu teman sekolah saya,” Jawabku pelan dengan wajah menunduk,

“Mari diminum lagi Wulan,“ Ucapnya kemudian, dan aku sekali lagi mengangguk

---

Tak terasa kita hampir satu jam ngobrol dan bercerita, dari situ aku tahu bahwa pak Pras ini adalah seorang pengusaha kaya dari kota tetangga. Karena pekerjaannya, dia datang ke kota ini untuk beberapa hari dan menginap di hotel ini. Dia sudah berkeluarga dan mempunyai dua anak.

Selama kita ngobrol, tak terasa juga sudah empat gelas ku tenggak minuman itu. Kini kepalaku terasa berat dan tubuh terasa sangat gerah sehingga posisi dudukku seakan kurang terasa nyaman.

Melihat hal itu, pak Pras mendekatkan tubuhnya kearahku lalu jari tangan kanannya memegang daguku dan diarahkannya wajahku kearahnya, sehingga kita sekarang saling berhadapan,

“Kamu cantik Wulan,”

Aku haya terdiam, seketika tubuhku bergetar merinding. Rasa berat dikepala akibat pengaruh minuman disertai rasa gerah ditubuh membuat hasratku yang begitu besar seakan menyala dengan sangat cepat, ditambah saat aku lirik kebawah, penisnya terlihat lebih mengembang dari balik celana kolornya. Batang penis itu terlihat sangat besar, membuat semua pikiranku kembali melayang kerumah bu Arini, dimana perasaanku sekarang sama persis ketika aku pertama kali melihat batang penis mas Bima waktu itu.

“Kamu mau gak nemani aku malam ini? aku akan membayar kamu lebih,” Ucapnya tiba – tiba

Aku tidak menjawab kalimat itu, akan tetapi aku juga tidak mencegahnya disaat tangan kirinya mulai meremas tanganku. Aku hanya berusaha menunduk, akan tetapi tangan yang ada didaguku seakan mencegahnya sehingga kita tetap berpandangan. Beberapa saat kemudian, wajahnya mulai mendekati wajahku hingga bibir kami bertemu, dikecupnya bibirku dengan lembut.

Sejujurnya diperlakukan seperti ini, nafsuku seketika naik begitu saja. Aku sangat merindukan belaian seorang pria, vaginaku pun sekejap terasa gatal dan lembab, serasa ingin sekali batang penis itu segera menancap disana.

Tetapi meskipun aku sangat bernafsu, aku tidak membalas ciumannya. Dia mengecup sekali lagi, tetapi ciumannya kali ini bersamaan lidahnya mencoba memasuki bibirku. Merasakan perlakuannya yang begitu lembut, tanpa sadar lidahku menyambut lidahnya disana, kita saling melumat dan beradu lidah dengan posisi duduk selama beberapa saat, kemudian dia mengajakku untuk pindah ke ranjang. Aku pun seperti pasrah ketika tangannya menggandengku lalu dituntunya untuk menaiki ranjang,

Kita kembali berciuman beradu lidah dengan posisi sama – sama tiduran dan saling berhadapan. Tangannya kini sudah mulai menggerayangi seluruh tubuhku, lalu berhenti tepat dipayudaraku. Diremasnya pelan secara bergantian,

“Sssh...” Aku mulai mendesis disaat pras menggigit bibir bawahku.

Sekitar 10 menit lidah kita saling lumat dengan panasnya, kini tanganya menarik baju yang aku pakai keatas, dan melepaskan BHnya. Bergantunglah dengan bebas kedua payudaraku dengan putingnya yang sudah mencuat. Dia kembali menciumi bibirku sesaat, kemudian bibirnya semakin kebawah, terasa sapuan lidahnya dileherku,

“aaaaah....” Aku hanya bisa mengadah dengan mata terpejam

Jilatannya kini semakin turun dan berhenti di payudaraku. Di hisapnya putingku bersama tangannya terasa berusaha membuka kancing celanaku dibawah sana.

“Slrruuuppp... slurrruppp,’

“Aaah...”Aku semakin mendesah dan tanpa terasa kini kedua tanganku sudah mendekap kepalanya dengan erat. Sesaat kemudian, terasa jarinya yang kasar menggelitik klitorisku membuatku semakin menggeliat tidak beraturan. Entah sejak kapan tangannya berhasil melepas celana dan celana dalamku. Kini aku sudah benar – benar telanjang bulat. Tubuhku bergetar hebat, cairan dari liang vaginaku terasa merembes ke pahaku..

“aaah....,terusss... aaahhh,” Aku semakin meracau

Disaat aku semakin ke enakan menerima ransangan jilatannya dipayudara beserta jarinya dibawah sana, pak Pras menghentikan aktifitasnya. Ada rasa kecewa yang menyelinap diperasaanku, Aku serasa dibuat nanggung olehnya.

Terlihat pak Pras melorotkan celana pendeknya, tepat didepan wajahku. Kini terlihat dengan jelas batang penis itu yang sudah sangat tegang. Benar dugaanku sejak awal, Penisnya sangat besar dan panjang dengan kepala penis yang bulat mengkilat. Aku menatapnya seakan menelan ludah. Penis itu mengingatkanku pada mas Bima. Disaat aku terpaku, pak Pras menyodorkan batang penisnya tepat didepan mulutku. Seakan paham akan maksudnya, langsung kusambut batang itu dengan jilatan lidahku beberapa saat lalu melumat dan menghisapnya.

“Aaah...” Pak pras mulai mendesah

Aku maju mundurkan wajahku, sehingga penis itu terlihat keluar masuk dimulutku. Hanya sekitar setengah dari batang penis itu yang masuk, akan tetapi terasa sudah mentok di tenggorokanku, sehingga aku sesekali tersedak dan terbatuk,

“Arggggh....aaargggh...” Pak Pras semakin mendorong pinggulnya kedalam

Kita tetap diposisi itu dengan tanganku memijat lembut biji pelirnya, dia terdengar semakin meracau,

“Ohh...kamu hebat sekali..Reni aja kalah hebat denganmu..” Ceracaunya

Kupercepat kocokan mulutku di batang penisnya, dan sesekali lidahku memutar menyapu ujungnya, membuatnya semakin bergetar, dan terasa kedutan – kedutan lembut di batang itu. Dia seketika melepaskan batang penisnya dari mulutku,

“Plup...”

Setelah mencabutnya, kini tubuhnya menaiki tubuhku yang sedang telentang, dan dengan sigap tangannya memegang batang penis itu untuk diarahkannya keliang vaginaku, akan tetapi beberapa kali dia coba, batang itu gagal memasuki lubangku. Kubuka lebih lebar kedua pahaku dan membantu meraih batang penisnya untuk kutuntun disana. Setelah dirasa pas, dihentakkan pinggulnya sehingga batang yang besar itu menyeruak masuk kedalam vaginaku. Begitu sesak dan perih sangat terasa disana meskipun vaginaku sudah sangat basah. Pak Pras membiarkannya beberapa saat.

“Gila, memekmu sempit banget wulan,seperti perawan saja,” Gumamnya

Aku hanya tersenyum mendengarnya,

Setelah itu dia mulai mengoyang – goyangkan pinggulnya, sehingga batang yang besar itu terasa keluar masuk disana.

“aaah......” Aku kembali mendesah

Semakin lama goyangan itu semakin cepat,

“oohhh...memekmu enak sekali Wulan...aaah..”

“Plok..plok..plok..” Paha kami saling beradu

“Aaah..aaah...”

Disaat pak pras menggenjotku,sesaat tangannya juga meremas payudaraku dan bibirnya dengna kasar mencium dan menggigit bibir bawahku dengan sedikit kasar.

Baru sekitar sepuluh menit dia menggoyangku dengan tidak merubah posisi, kini aku merasa dinding vaginaku berkedut,

‘Oohhh....” Aku melenguh dan tak terasa jariku mencakar punggungnya,

Mengetahui aku telah orgasme, dia lebih mempercepat sodokannya,

“plok...plok..plok..”

Baru sekitar 10 kali sodokan, batang penis yang besar itu kembali berkedut, dan menyemburkan cairan hangat didalam rahimku,

“aaaaah.....Aku keluar saaayaaanngggg...” Desahnya

Setelah terasa batang itu menyembur berkali – kali, pak Pras mencabutnya dan terasa cairan yang banyak sekali merembes keluar dari liang vaginaku. Pak pras merebahkan tubuhnya disampingku dengan nafas tersengal,

“Kamu hebat sekali Wulan, memekmu juga terasa sempit sekali sehingga aku tidak bertahan lama,” Ucapnya dengan nafas yang masih tersengal

“Kontol kamu juga enak banget, besar lagi,” Kataku dengan senyum.

Kita kembali berpelukan dengan sama – sama tersenyum puas.

---

Malam ini aku menginap di kamar hotel menemani pak Prasetya, entah berapa kali dia menyetubuhiku hingga dini hari. Dia menumpahkan spermanya berkali - kali, selain didalam rahimku, wajah, mulut dan payudaraku juga tidak menjadi sasaran semprotannya. Serasa aroma spermanya memenuhi seluruh tubuhku.

“Aku pulang dulu ya mas,”

Pamitku kepada pak Pras yang masih tergolek diranjang. Sinar matahari sudah terlihat memasuki cendela kamar hotel,

“Terima kasih ya Wulan, kamu memang sungguh luar biasa,“ Katanya dengan senyum lalu bangkit dari ranjangnya.

“Ini buat biaya pulang,” Terlihat dia menyodorkan setumpuk uang ratusan ribu

Aku terbelalak melihat itu, dan terdiam sesaat

“Gak papa, Ambillah..” Ucapnya lagi

“Terima kasih ya sayang,” Ucapku sambil menerima uang itu lalu mengecup pipinya

“Jangan kapok ya kalau main denganku lagi,” Ucapnya

Aku hanya mengangguk dan tersenyum, lalu berbalik meninggalkan kamar itu.

---

Sesampai dirumah, seketika kurebahkan tubuhku diranjang, letih yang amat sangat terasa disekujur tubuhku setelah hampir semalaman aku berpacu birahi dengan pak Pras di hotel. Akan tetapi aku benar – benar merasa puas, karena aku telah menyalurkan birahiku yang begitu besar yang tak terlampiaskan selama aku menjadi gelandangan dijalan.

Aku raih tas kecil yang ada disebelahku, kuambil tumpukan uang ratusan ribu yang diberikan pak Pras tadi pagi. Lembar demi lembar kumenghitung tumpukan uang itu, lalu aku sedikit tersentak setelah tau jumlahnya. Satu juta lima ratus berada ditanganku sekarang, aku tersenyum dengan mata berbinar.

“Uang segini dengan susah payah aku dapatkan dengan menjadi pembantu selama satu bulan dirumah bu Arini, ini aku dapatkan hanya semalam dan akupun merasa puas,” Gumamku dalam hati seraya kembali kurebahkan tubuhku dengan senyum kepuasan.

Belum sempat mata ini terpejam, terdengar suara pintu ruang tamu diketuk,

“Tok,tok,tok,,”

Dengan malas aku bangkit dari tempat tidur lalu menuju ruang tamu. Setelah pintu kubuka, terlihat Reni dengan senyumannya telah berdiri di depan pintu,

“Eh, kamu Ren..masuk dulu,” kataku

“Aku gak lama Wulan. Aku hanya mau ngasihkan ini kekamu,” Katanya sembari menyodorkan amplop coklat kepadaku

“Apa ini Ren,?” Ucapku penasaran

“Ini adalah imbalanmu semalam, kamu telah mengerjakan tugamu dengan baik,” Katanya dengan senyum, aku hanya terdiam.

“Terimalah Wulan,” Reni meraih tanganku dan menyerahkan amplop itu

“Dan ini tugas selanjutnya. kamu bawa dulu, nanti aku kabari lagi lewat telepon ya,” Lanjutnya seraya tangannya memberikan sebuah bungkusan plastik warna hitam

“Oh iya, kamu dapat salam dari mas Pras, dia sangat puas dengan pelayananmu Wulan, wah aku dapat saingan nih.hihihi,” Bisik Reni ditelingaku

Aku hanya tersenyum mendengarnya,

“Aku sangat berterima kasih padamu Ren. Entah gimana aku akan balas semua ini,” Kataku

“Udah, gak usah gitu..”

“Ya udah, aku pergi dulu ya, kamu silahkan istirahat, nanti aku akan menelponmu lagi,” Ucapnya sembari berbalik meninggalkanku.






Part 9

Kuhempaskan tubuhku di jog belakang mobil taksi dengan nafas lega, sudah dua apartement mewah kudatangi untuk mengantar pesanan dari Reni. Keduanya terlihat seperti bukan orang sembarangan, seperti kalangan pejabat dan pengusaha yang kaya raya.

“Gila, ternyata Reni disini kenalannya orang – orang kaya semua, gak heran kalau dia juga ikutan kaya seperti sekarang,” Gumamku

Kulirik arlojiku masih menunjukkan jam 11, sebenarnya masih belum terlalu malam kalau untuk kembali pulang, tetapi malam ini jalanan terlihat sangat sepi ditambah gerimis hujan yang tiba – tiba turun, maka aku putuskan untuk segera kembali kerumah.

“kemana lagi tujuan kita mbak?” Ucap sopir taksi sambil menoleh kearahku di jog belakang

“Hm..pulang saja deh pak, “ Ujarku singkat

“Baik mbak,” ucapnya, setelah itu dia melajukan mobilnya.

Baru beberapa menit diperjalanan, terdengar ponselku berdering, tanda panggilan masuk.

“Reni..” kataku dalam hati setelah melihat layar ponsel tertulis namanya

A :”Halo Ren..”

R : “Wulan, lagi dimana sekarang?” Tanya Reni diseberang telepon

A :” Ini sudah diperjalan pulang Ren, dan tugasku sudah beres untuk malam ini,”

R :”Bagus, terima kasih ya Wulan, karena kamu melakukannya dengan baik nanti kuberi bonus deh,”

A :”Hehe, makasih ya Ren,”

R :”Omong – omong masih jam segini kok buru – buru pulang sih?,”

A :”Ya kan tugas udah selesai, mau kemana lagi.”

R :”Kebetulan nih kamu juga lagi dijalan, kamu mau temenin seseorang gak malam ini?”

A :”Apa itu?”

R :”Ini ada orang yang sangat tajir loh, minta ditemenin di kamar hotelnya,”

A :” Ada imbalannya gak nih?” Candaku

R :”Hahaha, dasar matre. udah mulai ketagihan ya?”

A :”Iyalah, biar cepet bisa beli rumah sama mobil kayak kamu, hihihi”

R :”Tapi enakkan, kamunya bisa puas dan dapet duit gede lagi. Daripada jadi pembantu dengan gaji gak seberapa, dapatnya omelan mulu dari majikan.hahaha,”

A :”Hehe, tau aja kamu”

R :”Jadi gimana, mau gak kamu kesini? Masalah imbalan tenang saja, pasti lebih besar daripada yang dikasih mas Pras kemarin,” Katanya

Mendengar itu aku terdiam sesaat,

R :”Wulan..halo..”

A :”Eh..ii..iya Ren..baiklah, aku kesana sekarang,”

R :”Oke Wulan, aku kirim alamat hotelnya ya, dan gak pakek lama harus nyampek,”

A :”iya iya bawel,...”

Klik...sambungan telepon terputus, dan beberapa saat kemudian ponselku memekik pelan tanda pesan masuk dari Reni mengirimkan alamat hotel.

---

Tiga puluh menit kemudian aku sudah berdiri tepat disebuah pintu kamar hotel, aku menghela nafas sesaat lalu mengetuknya pelan,

“Tok,tok,tok..”

Beberapa saat kemudian terlihat pintu terbuka. “Klek..”

pintu terbuka pelan, lalu dibalik pintu terlihat seorang wanita menatapku, aku sangat terkejut setelah melihat siapa yang berdiri disana,

“Reni..kamu disini?, katanya...” Ucapku sedikit teriak yang tertahan

“Ssst...masuk dulu” Ucapnya pelan

Dengan sekejap tangannya menarik tanganku untuk masuk lalu menutup pintunya kembali. Aku yang masih berdiri didekat pintu memperhatikan Reni yang kini didepanku dengan sedikit terkejut, Reni hanya melilitkan handuk ditubuhnya. Handuk kecil itu seolah tidak dapat menutupi semua bagian tubuhnya sehingga terlihat payudaranya hanya tertutupi setengahnya ditambah tonjolan putingnya terlihat sangat mencuat menandakan dia sudah tidak memakai apa – apa lagi dibalik balutan handuk itu,

“Ka..kamu gak salah? Katanya nemenin pria tajir?,” Tanyaku heran

Mendengar pertanyaanku Reni hanya tersenyum nakal,

“Oh..Ini yang kamu ceritakan sayang..” Tiba – tiba suara seorang pria terdengar dari arah kamar mandi

Aku kembali dibuat sangat terkejut setelah mendengar suara itu, pandanganku seketika mengarah kesana.

Seorang pria yang perkiraan usianya sudah lebih dari lima puluh tahunan dengan mata sipit khas warga keturunan tionghoa keluar dari kamar mandi. Pria itu hanya memakai celana pendek dan sudah tidak memakai baju berjalan kearah kami berdua.

“Saya Rudi, kamu cantik sekali..” Ucap pria ini seraya menyodorkan tangannya

“Sa..saya Wulan,” Suaraku gugup menyambut tangannya,

Sekilas pandanganku melirik kearah Reni yang kini sudah memeluk pria ini dari belakang dengan sangat mesra, kepala Reni diletakkan di bahunya,

“Dia baru pertama kali ini bertiga mas.” Bisik Reni lirih ke pria ini, akan tetapi terdengar jelas ditelingaku

“Serius kamu?” Ucap Rudi seraya menatap Reni heran

“he’em..” Jawab Reni Singkat

Mendengar obrolan mereka berdua aku hanya terdiam mematung dan masih tidak mengerti apa maksud dari obrolan itu,

“Yuk kita duduk dulu, kita minum dulu, kamu santai saja ya Wulan,” Ucap Rudi yang melepaskan pelukan Reni

Aku hanya mengangguk, lalu melangkah menuju ke sofa disudut ruangan kamar. Terlihat diatas meja sudah siap beberapa botol minuman beserta makanan kecil yang sudah berserakan disana.

---

Hampir tiga puluh menit kita bertiga ngobrol disofa dan tidak terasa tiga gelas sudah aku tenggak minuman yang disodorkan mas Rudi kepadaku, minuman itu hampir mirip dengan yang aku minum dikamar mas Pras semalam. Kepalaku kini sudah mulai terasa berat disertai tubuhku mulai terasa gerah. Kulirik Reni yang berada disamping kanan mas Rudi juga terlihat duduknya tidak nyaman, entah sudah berapa kali dia merubah posisi duduknya, sampai akhirnya bangkit dari duduknya lalu berpindah duduk dipangkuan mas Rudi.

Aku terkesiap melihat itu, terlebih beberapa saat setelah mereka berpandangan, tanpa canggung mereka saling berciuman dengan panasnya, terlihat lidah mereka saling beradu dengan sesekali saling menggigit.

“Slruuppp...slrruuppp...”

Sambil tetap berciuman, tangan mas Rudi tak tinggal diam. Dirabanya seluruh tubuh Reni yang ada dipangkuannya sampai akhirnya tangan itu terlihat terhenti tepat di ujung handuk yang melilit ditubuh Reni, dengan sekali hentak, terjatuhlah handuk itu ke lantai. Kini Reni telanjang bulat diatas pangkuan mas Rudi dengan tetap berciuman.

Aku yang sedari tadi melihat itu seakan tidak berkedip. Perasaanku kini tidak karuan antara canggung, malu dan nafsu bercampur jadi satu, ini adalah pengalaman pertama menyaksikan secara langsung sepasang pria dan wanita melakukan ciuman dengan panasnya didepan mataku tanpa canggung sama sekali. Dan jujur saja, melihat mereka berdua saling cium dan saling raba aku sebenarnya juga sangat terangsang, gairah nafsuku naik seketika bersamaan dengan rembesan cairan vaginaku juga mulai terasa.

Setelah sekitar sepuluh menit berpagutan disertai elusan ditangannya, mereka menghentikan aktifitas itu dan beranjak dari duduknya,

“Kok diam saja sih, .yuk sini ikut gabung Wulan..” Suara mas Rudi membuyarkan lamunanku

“Ta..tapi..” Ucapku gugup

“Sudah gak papa Wulan, santai saja,” Ujar Reni yang menggelayut di bahu mas Rudi

“Sini sayang..?” Ucap mas Rudi seraya menyodorkan tangannya kearahku,

Entah seperti ada yang menyuruh, tanganku tiba – tiba meraih tangan mas Rudi lalu aku ikut beranjak dari tepat duduk, Reni hanya tersenyum melihat tingkahku yang sangat gugup. Mas Rudi menggandengku kearah ranjang lalu direbahkannya tubuhku disana. Aku yang sudah sangat bernafsu ditambah kepalaku terasa berat akibat pengaruh minuman tadi seakan pasrah. Didekatkannya wajah mas Rudi kewajahku seketika setelah aku terbaring diranjang sampai bibir kita bertemu. Kusambut bibir mas Rudi dengan mulut sedikit terbuka, sehingga dengan leluasa lidahnya masuk kedalam, dalam sekejap lidah kami saling bertemu dan saling hisap.

Ditengah aku dan mas Rudi saling berciuman, terasa jari lentik berada didadaku mencoba melolosi baju yang aku pakai. Aku lirik kebawah, Reni yang sudah telanjang duduk disampingku dengan mencoba melolosi pakaianku.

Sadar akan hal itu, aku mencoba dengan mengangkat tubuh dan membantunya untuk melepaskannya hingga aku juga telanjang bulat. Aku lirik kearah mas Rudi yang entah sejak kapan dia melepaskan celana pendeknya, kini terlihat dengan jelas batang penisnya sudah mengacung dengan kerasnya. Kita bertiga sudah sama – sama polos diatas ranjang.

Mas Rudi menciumku sekali lagi dan kita kembali beradu lidah, akan tetapi kini tangannya sudah mulai menelusuri bagian tubuhku dari atas kebawah secara beraturan, lalu berhenti di payudara. Diremas pelan dan sesekali putingku dipilinnya dengan lembut.

“Aahhh...Shh...” aku mulai melenguh pelan

Ciumannya kini beralih keleher dan telingaku, lidahnya menari disana membuat nafsuku semakin terbakar.

“Ooooh....Ssssh....”Desahku mulai terdengar jelas dan tanpa sadar tanganku meraih penisnya yang sudah tegang dengan kerasnya, ku elus dengan lembut sesekali kugelitik lubaung diujung penisnya,

Hampir bersamaan dengan itu, terasa ada sesuatu yang menggelitik pangkal pahaku sehingga pandanganku spontan menatap kesana. Aku sedikit tersentak setelah tahu dibawah sana, wajah Reni sudah berada di pahaku yang sudah terbuka lebar, lidahnya sudah menyapu vaginaku dengan lembut. Diperlakukan seperti ini, tubuhku seketika bergetar merinding, aku sangat tidak menyangka Reni akan melakukan itu, akan tetapi jilatan lembutnya bersamaan dengan bibir mas Rudi berada dipayudaraku, aku semakin tidak kuat menahan ledakan birahi yang sedari tadi sudah berkobar, tanpa terasa tanganku kini meraih kepala Reni lalu menekannya sehingga wajahnya semakin terbenam disana. Beberapa saat kemudian, dinding rahimku terasa berkedut dan tak terasa pinggulku terangkat dengan nafas tersengal, terasa vaginaku menyemburkan cairan dibawah sana,

“aaaahhh.....” Aku mendesah panjang

Aku mengalami orgasme yang luar biasa nikmat, dan baru kali ini aku merasakan lidah seorang wanita menari di vaginaku. Tubuhku lemas seketika dengan nafas tersengal.

Melihat aku yang sudah terkapar, Reni melepaskan ciumannya lalu menatapku dengan senyuman nakal beberapa saat, kemudian Reni beralih kepenis mas Rudi yang sudah tegak dengan kerasnya dilahap seketika dengan rakus,

“Slruuppp...sluurrrppp”

“aaah.....aaahhh..” mas Rudi kini mulai mendesah

Setelah hampir sepuluh menit Reni dengan rakus melahap penis mas Rudi, dia melepaskan kulumannya.

“Plup...”

Lalu Reni beranjak duduk disampingku dengan menatap mas Rudi hingga mereka saling berpandangan, entah apa maksud mereka yang seakan memberikan kode lewat pandangannya. Beberapa saat kemudian, mas Rudi beralih ke bawah, dibukanya kedua pahaku dengan lebar dan mengarahkan batang penisnya disana, terasa ujung batang penis itu mengusap lembut liang vaginaku yang sudah membanjir, setelah dirasa pas, dihentakkan pinggulnya hingga penis itu menyeruak masuk kedalam vaginaku,

“Bless...”

“aaaahhh.....” Aku mendesah

“Ohh...sempit sekali memekmu Wulan..” Suara mas Rudi lirih

Digerakkannya maju mundur pinggulnya sehingga penis itu terasa keluar masuk disana,

“Plok,plok,plok...” Suara paha kami beradu,

Semakin lama genjotan itu semakin cepat,

“Aahh...ahhh...” suara desahan kami seakan saling bersahutan

Ditengah mas Rudi menggenjot tubuhku, Reni beranjak naik keatas dan mengambil posisi duduk tepat diatas wajahku, sehingga kini vaginanya tepat berada dimulutku. Seakan ada yang menuntunnya, lidahku menyambut disana. Kujilat vagina Reni yang sudah amat basah, kumainkan lidahku disana dengna memutar dan sesekali menghisap klitorisnya, terasa tubuh Reni bergerak tidak beraturan

“aaah...terusss Wulaaan...aaah....enaaak saaayaaanngggg...”

Disela aku menjilat vagina Reni, terlihat Reni dan mas Rudi saling melumat bibir,mereka berdua berada diatas tubuhku kali ini.

“Plok.. plok.. plok...” Genjotan mas Rudi semakin cepat

“Slrruppp... slruuppp...”

Tetap berada diposisi itu sekitar lima menit kemudian, Reni terlihat semakin menggoyangkan pinggulnya dengan cepat, sehingga gesekan vaginanya dimulutku juga semakin cepat,

“aaaaah, aku keluar Wulan....” Reni mendesah dengan keras disertai tubuhnya mengejang hebat

Hampir bersamaan dengan itu, penis mas Rudi yang sedari tadi mengoyak vaginaku juga terasa berdenyut,

“Ohhh....” Mas Rudi melenguh panjang...

Terasa batang penis mas Rudi menyemburkan cairan hangat didalam sana,

Mas Rudi dan Reni sama – sama terengah lalu hampir bersamaan mereka berdua merebahkankan tubuhnya disamping kanan dan kiriku dengan nafas yang tersengal..

“Terima kasih ya Wulan, kamu ternyata cepat sekali untuk belajar..” Ucap Reni lirih ditelingaku dengna nafas yang masih sedikit tersengal

Mendengar itu aku hanya tersenyum, lalu kita bertiga sesaat berpelukan dengan senyum kepuasan.

Setelah sama – sama nafas kita teratur, kita bertiga kembali berpacu birahi. Mas Rudi secara bergantian menyetubuhi aku dan Reni hingga larut malam sampai kita sama – sama tertidur dengan pulas hingga sinar mentari pagi memasuki ruangan kamar dari cendela.

---

Reni menghentikan mobilnya tepat didepan rumah yang aku tempati,

“Terima kasih ya Wulan, Ternyata aku gak salah pilih orang,” Ucap Reni sambil melihatku dengan tersenyum

“Aku yang harusnya terima kasih sama kamu Ren,”

“Ya sudah, aku turun ya, capek banget nih..” Kataku

“Oh iya, ini tadi dari mas Rudi, dan ini dariku atas tugas kamu semalam,” Ucap Reni sambil menyodorkan dua amplop.

“Untuk kerjaan selanjutnya nanti aku kabari lewat telepon ya, sekarang kamu istirahat dulu,” Lanjutnya

“Baik Ren, aku akan siap kapan saja buat kamu,” Ucapku sambil menerima dua amplop itu dengan senyum,

“Omong – omong, enak kan jilatanku semalem?” Canda Reni

“Ih, apa an sih. udah – udah aku turun,” Aku tertawa sambil mencubit pinggulnya lalu beranjak turun, Reni tertawa melihat tingkahku.

BERSAMBUNG....

Cerita Dewasa - Bunga Dikubangan Lumpur Kenikmatan 3


Klik Nomor untuk lanjutannya
x
x