Horror Di Ruang UKS
Namaku Eliza. Cerita ini terjadi saat us*aku masih 17 tah*n. Waktu itu, aku masih duduk di kelas 2 SMA swasta yang amat terkenal di Surabaya.
Sekilas tentang diriku, aku seorang gadis Chinese yang mungil dengan tinggi badan 157 cm dan berat badan 42 kg. Rambutku hitam panjang sepunggung. Kata orang orang, wajahku cantik dan bentuk tubuhku sangat ideal.
Namun entah apa aku harus bersyukur atau menyesali karunia yang kuterima ini. Mungkin karena daya tarikku ini, aku malah mengalami malapetaka di hari Sabtu, tanggal 18 Desember 2004.
Seminggu setelah perayaan ultahku yang ke sweet seventeen, aku mendapatkan SIM karena sudah cukup um*r. Sejak itu aku ke sekolah dengan mengendarai mobil sendiri, mobil hadiah ultahku. Aku sekolah siang, jadi pulangnya sampai jam setengah tujuh malam.
Hari itu sepulang sekolah, tiba tiba aku merasa perutku sakit dan mulas, jadi aku memutuskan buang air di WC sekolah. Karena aku bawa mobil sendiri, jadi dengan santai aku buang air di WC sekolah, tanpa harus kuatir merasa sungkan dengan adanya seorang sopir yang menungguku.
Yang mengherankan dan sekaligus menjengkelkan, entah kenapa aku harus terus bolak balik ke WC sampai lima kali. Mungkin setelah tak ada lagi yang bisa dikeluarkan, baru akhirnya aku berhenti buang air. Namun perutku masih saja terasa mulas.
Maka aku memutuskan untuk mampir ke ruang UKS sebentar dan mencari minyak putih. Di dalam sana, aku menyalakan lampu dan menaruh tas sekolahku di meja yang ada di sana, lalu aku mencari cari minyak putih di kotak obat.
Setelah ketemu, aku membuka kancing baju seragamku di bagian perut ke bawah, dan mulai mengoleskan minyak putih itu untuk meredakan rasa sakit perutku.
Tapi aku amat terkejut ketika tiba tiba pintu ruang UKS ini terbuka, dan ternyata yang membuka adalah tukang sapu di sekolahku yang bernama Hadi.
Aku yang sedang mengolesi perutku dengan minyak putih, terkesiap melihat Hadi yang menatapku sambil menyeringai. Aku langsung menyadari tiga kancing baju seragamku dari bawah ini terbuka, memperlihatkan perutku yang rata dan putih mulus ini padanya.
Belum sempat aku berpikir tentang apa yang harus aku lakukan, Hadi sudah mendekatiku, menyergapku, menelikung tangan kananku ke belakang punggungku dengan tangan kanannya, dan ia segera membekap mulutku erat erat dengan tangan kirinya.
“Eeemph.. eeemph..”, aku meronta ronta sambil berusaha menjerit, dan dengan panik aku berusaha melepaskan bekapan pada mulutku ini dengan tangan kiriku yang masih bebas.
Namun apa arti tenaga seorang gadis yang mungil sepertiku menghadapi seorang lelaki yang tinggi besar seperti Hadi ini?
Aku mulai merasa ketakutan. Aku tak tahu pasti apa maunya Hadi ini, tapi aku tahu ia pasti bermaksud buruk padaku. Dan selagi aku berjuang melepaskan diriku dari pak Hadi, mataku terbelalak ketika aku melihat masuknya seorang tukang sapu yang lain, yang bernama Yoyok.
“Girnooo”, Yoyok melongok keluar pintu dan berteriak memanggil satpam di sekolahku.
Aku sempat merasa lega, kukira Yoyok akan menyelamatkanku cengkeraman Hadi. Tapi ternyata Yoyok yang mendekati kami bukannya menolongku, malah memegang pergelangan tangan kiriku dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya mulai meremasi payudaraku.
Aku kembali berusaha meronta untuk melepaskan diriku dari situasi yang menyeramkan ini.
“Wah baru kali ini ada kesempatan pegang pegang susu amoy.. ini non Eliza yang sering kamu bilang itu kan Had?”, tanya Yoyok pada Hadi.
“Iya Yok, amoy tercantik di sekolah ini. Betul gak?” kata Hadi.
Sambil tertawa Yoyok makin keras meremasi kedua payudaraku. Aku menggeliat kesakitan dan terus meronta mencoba melepaskan diri, sambil berharap semoga Girno yang sering mendapat uang tips dariku untuk kesediaannya mengantrikan aku bakso kesukaanku tiap istirahat sekolah, tidak setega mereka berdua yang sudah seperti kerasukan iblis ini.
Tapi aku langsung sadar kalau aku dalam bahaya besar. Yang memanggil Girno tadi itu kan Yoyok. Jadi sungguh bodoh bila aku berharap banyak pada Girno yang kalau tidak salah memang pernah aku temukan sedang mencuri pandang padaku. Ataukah.. ?
Beberapa saat kemudian Girno datang, dan melihatku diperlakukan seperti itu, Girno malah menyeringai dan aku merasa mimpi burukku akan segera menjadi kenyatan.
“Dengar, kalian jangan gegabah.. non Eliza ini kita ikat dulu di ranjang UKS ini. Setelah jam 8 malam, gedung sekolah ini pasti sudah kosong. Itulah saatnya kita berpesta kawan kawan!”, kata Girno.
Maka lemaslah tubuhku setelah aku tahu Girno ada di pihak mereka. Dengan mudah mereka membaringkan tubuhku di atas ranjang UKS. Kedua tangan dan kakiku sudah direntangkan, dan diikat erat pada keempat sudut ranjang ini hingga tubuhku membentuk huruf X.
Berikutnya, dua kancing bajuku yang belum lepas, dilepaskan oleh Hadi, hingga terlihat kulit tubuhku yang putih mulus, serta bra warna pink yang menutupi payudaraku.
“Pak.. tolong jangan begini pak..”, aku memohon dan rasa putus asa mulai menghinggapiku.
Ratapanku ini dijawab Girno dengan mencium bibirku. Ia melumat bibirku dengan penuh nafsu, sampai aku megap megap kehabisan nafas, lalu ia menyumpal mulutku sehingga aku tak akan bisa berteriak minta tolong.
“Non Eliza, tenang saja. Nanti juga non bakalan merasakan surga dunia kok”, kata Girno sambil tersenyum memuakkan.
Kemudian Girno memerintahkan mereka semua untuk kembali melanjutkan pekerjaannya, dan mereka meninggalkanku sendirian di ruang UKS sialan ini. Girno kembali ke posnya, Hadi dan Yoyok berkata mau meneruskan pekerjaannya menyapu beberapa ruangan kelas yang belum disapu.
Aku mulai menyesali keputusanku masuk ke dalam ruangan ini, keputusan yang mungkin harus kubayar mahal.
Aku bergidik membayangkan apa yang akan mereka lakukan terhadapku. Dari berbagai macam cerita kejahatan seks yang aku dengar, aku mengerti mereka bertiga pasti akan memperkosaku, entah dengan cara bergilir ataupun langsung memperkosaku ramai ramai.
Sakit perutku mungkin sudah hilang berkat khasiat minyak putih tadi, tapi aku dilanda ketegangan yang luar biasa. Ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku ini membuat aku hanya bisa pasrah menunggu nasib.
===X0X===
Detik demi detik berlalu begitu cepat, tak terasa setengah jam sudah berlalu. Jam di ruang UKS sudah menunjukkan pukul delapan malam. tibalah saatnya aku dibantai oleh mereka.
Hadi masuk, diikuti Yoyok, Girno, dan celakanya ternyata mereka mengajak dua orang satpam yang lain, Urip dan Soleh. Aku menggigil ketakutan, entah seperti apa keadaanku nanti setelah diperkosa oleh lima orang ini.
“Hai amoy cantik.. sudah nggak sabar menunggu kami ya?”, kata Hadi.
Dengan mulut yang tersumpal sementara tangan dan kakiku terikat, aku hanya bisa menggeleng nggelengkan kepala, dengan air mata yang mengalir deras pada kedua pipiku, aku memandang mereka memohon belas kasihan, walaupun aku sadar hal ini tak akan ada gunanya.
Mereka hanya tertawa dan dengan santai mereka membuka ikatan ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku, lalu tanpa mendapatkan perlawanan sedikitpun dariku, mereka melepaskan baju dan rok seragam sekolahku, juga kedua sepatu dan kaus kakiku. Kini aku tinggal mengenakan bra dan celana dalam yang keduanya berwarna sedikit pink.
Melihat diriku yang sudah pasrah tak berdaya, mereka bersorak gembira, mengerubutiku dan mulai menggerayangi tubuhku.
Aku masih sempat memperhatikan, betapa kulit mereka itu hitam legam dan kasar dibandingkan kulitku yang putih mulus dah halus, membuatku merasa ngeri juga ketika memikirkan tubuhku akan segera dijarah habis oleh mereka.
Aku kembali meronta, tidak rela menerima nasib yang buruk ini. Tapi tiba tiba perasaanku tersengat ketika jari-jari Girno menyentuh selangkanganku, menekan nekan vaginaku yang masih terlindung celana dalamku.
Aku tak tau sejak kapan, tapi bra yang aku pakai sudah lenyap entah kemana, dan payudaraku diremas remas dengan brutal oleh Hadi dan Yoyok, membuat tubuhku rasanya panas dingin. Belum lagi mereka akhirnya mengikatku lagi dalam posisi seperti tadi, mungkin karena aku terlalu banyak meronta.
Selagi aku masih kebingungan karena baru pertama kalinya ini aku merasakan sensasi sentuhan lelaki yang melanda tubuhku, Urip mendekatiku, melepas sumpalan pada mulutku, dan melumat bibirku habis habisan. Aku semakin gelagapan, apalagi kemudian Soleh meraba dan membelai kedua pahaku.
Dikerubuti dan dirangsang sedemikan rupa oleh lima orang sekaligus tanpa bisa berbuat apa apa karena kedua tangan dan kakiku terikat erat di empat sudut ranjang ini, aku merasakan gejolak luar biasa yang melanda tubuhku tanpa bisa kukendalikan.
Aku merasakan betapa tubuhku berkelojotan dan mengejang hebat. Berulang kali tubuhku terlonjak lonjak sampai beberapa saat lamanya. Kedua betisku melejang lejang, dan rasanya seluruh tubuhku bergetar.
“Oh.. augh.. nggg.. aaagh..” aku mengerang dan menjerit keenakan.
Aku merasa seperti buang air kecil, tapi yang keluar hanya sedikit, dan baru kali ini aku merasakan kenikmatan yang amat sangat seperti ini.
Aku mengerti sekali bahwa tadi itu aku baru saja mengeluarkan cairan cintaku, karena aku mengalami orgasme. Aku memang pernah bermasturbasi walaupun hanya menggesek gesekkan jariku pada bibir liang vaginaku sampai akhirnya aku mengeluarkan cairan cintaku.
Tapi aku merasa kalau yang keluar itu tak sebanyak yang tadi, dan semua yang kurasakan tadi jauh lebih nikmat dibandingkan ketika aku mencapai orgasme saat bermasturbasi. Aku merasakan sensasi yang luar biasa dengan adanya sentuhan lelaki, yang baru pertama kali kurasakan.
Namaku Eliza. Cerita ini terjadi saat us*aku masih 17 tah*n. Waktu itu, aku masih duduk di kelas 2 SMA swasta yang amat terkenal di Surabaya.
Sekilas tentang diriku, aku seorang gadis Chinese yang mungil dengan tinggi badan 157 cm dan berat badan 42 kg. Rambutku hitam panjang sepunggung. Kata orang orang, wajahku cantik dan bentuk tubuhku sangat ideal.
Namun entah apa aku harus bersyukur atau menyesali karunia yang kuterima ini. Mungkin karena daya tarikku ini, aku malah mengalami malapetaka di hari Sabtu, tanggal 18 Desember 2004.
Seminggu setelah perayaan ultahku yang ke sweet seventeen, aku mendapatkan SIM karena sudah cukup um*r. Sejak itu aku ke sekolah dengan mengendarai mobil sendiri, mobil hadiah ultahku. Aku sekolah siang, jadi pulangnya sampai jam setengah tujuh malam.
Hari itu sepulang sekolah, tiba tiba aku merasa perutku sakit dan mulas, jadi aku memutuskan buang air di WC sekolah. Karena aku bawa mobil sendiri, jadi dengan santai aku buang air di WC sekolah, tanpa harus kuatir merasa sungkan dengan adanya seorang sopir yang menungguku.
Yang mengherankan dan sekaligus menjengkelkan, entah kenapa aku harus terus bolak balik ke WC sampai lima kali. Mungkin setelah tak ada lagi yang bisa dikeluarkan, baru akhirnya aku berhenti buang air. Namun perutku masih saja terasa mulas.
Maka aku memutuskan untuk mampir ke ruang UKS sebentar dan mencari minyak putih. Di dalam sana, aku menyalakan lampu dan menaruh tas sekolahku di meja yang ada di sana, lalu aku mencari cari minyak putih di kotak obat.
Setelah ketemu, aku membuka kancing baju seragamku di bagian perut ke bawah, dan mulai mengoleskan minyak putih itu untuk meredakan rasa sakit perutku.
Tapi aku amat terkejut ketika tiba tiba pintu ruang UKS ini terbuka, dan ternyata yang membuka adalah tukang sapu di sekolahku yang bernama Hadi.
Aku yang sedang mengolesi perutku dengan minyak putih, terkesiap melihat Hadi yang menatapku sambil menyeringai. Aku langsung menyadari tiga kancing baju seragamku dari bawah ini terbuka, memperlihatkan perutku yang rata dan putih mulus ini padanya.
Belum sempat aku berpikir tentang apa yang harus aku lakukan, Hadi sudah mendekatiku, menyergapku, menelikung tangan kananku ke belakang punggungku dengan tangan kanannya, dan ia segera membekap mulutku erat erat dengan tangan kirinya.
“Eeemph.. eeemph..”, aku meronta ronta sambil berusaha menjerit, dan dengan panik aku berusaha melepaskan bekapan pada mulutku ini dengan tangan kiriku yang masih bebas.
Namun apa arti tenaga seorang gadis yang mungil sepertiku menghadapi seorang lelaki yang tinggi besar seperti Hadi ini?
Aku mulai merasa ketakutan. Aku tak tahu pasti apa maunya Hadi ini, tapi aku tahu ia pasti bermaksud buruk padaku. Dan selagi aku berjuang melepaskan diriku dari pak Hadi, mataku terbelalak ketika aku melihat masuknya seorang tukang sapu yang lain, yang bernama Yoyok.
“Girnooo”, Yoyok melongok keluar pintu dan berteriak memanggil satpam di sekolahku.
Aku sempat merasa lega, kukira Yoyok akan menyelamatkanku cengkeraman Hadi. Tapi ternyata Yoyok yang mendekati kami bukannya menolongku, malah memegang pergelangan tangan kiriku dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya mulai meremasi payudaraku.
Aku kembali berusaha meronta untuk melepaskan diriku dari situasi yang menyeramkan ini.
“Wah baru kali ini ada kesempatan pegang pegang susu amoy.. ini non Eliza yang sering kamu bilang itu kan Had?”, tanya Yoyok pada Hadi.
“Iya Yok, amoy tercantik di sekolah ini. Betul gak?” kata Hadi.
Sambil tertawa Yoyok makin keras meremasi kedua payudaraku. Aku menggeliat kesakitan dan terus meronta mencoba melepaskan diri, sambil berharap semoga Girno yang sering mendapat uang tips dariku untuk kesediaannya mengantrikan aku bakso kesukaanku tiap istirahat sekolah, tidak setega mereka berdua yang sudah seperti kerasukan iblis ini.
Tapi aku langsung sadar kalau aku dalam bahaya besar. Yang memanggil Girno tadi itu kan Yoyok. Jadi sungguh bodoh bila aku berharap banyak pada Girno yang kalau tidak salah memang pernah aku temukan sedang mencuri pandang padaku. Ataukah.. ?
Beberapa saat kemudian Girno datang, dan melihatku diperlakukan seperti itu, Girno malah menyeringai dan aku merasa mimpi burukku akan segera menjadi kenyatan.
“Dengar, kalian jangan gegabah.. non Eliza ini kita ikat dulu di ranjang UKS ini. Setelah jam 8 malam, gedung sekolah ini pasti sudah kosong. Itulah saatnya kita berpesta kawan kawan!”, kata Girno.
Maka lemaslah tubuhku setelah aku tahu Girno ada di pihak mereka. Dengan mudah mereka membaringkan tubuhku di atas ranjang UKS. Kedua tangan dan kakiku sudah direntangkan, dan diikat erat pada keempat sudut ranjang ini hingga tubuhku membentuk huruf X.
Berikutnya, dua kancing bajuku yang belum lepas, dilepaskan oleh Hadi, hingga terlihat kulit tubuhku yang putih mulus, serta bra warna pink yang menutupi payudaraku.
“Pak.. tolong jangan begini pak..”, aku memohon dan rasa putus asa mulai menghinggapiku.
Ratapanku ini dijawab Girno dengan mencium bibirku. Ia melumat bibirku dengan penuh nafsu, sampai aku megap megap kehabisan nafas, lalu ia menyumpal mulutku sehingga aku tak akan bisa berteriak minta tolong.
“Non Eliza, tenang saja. Nanti juga non bakalan merasakan surga dunia kok”, kata Girno sambil tersenyum memuakkan.
Kemudian Girno memerintahkan mereka semua untuk kembali melanjutkan pekerjaannya, dan mereka meninggalkanku sendirian di ruang UKS sialan ini. Girno kembali ke posnya, Hadi dan Yoyok berkata mau meneruskan pekerjaannya menyapu beberapa ruangan kelas yang belum disapu.
Aku mulai menyesali keputusanku masuk ke dalam ruangan ini, keputusan yang mungkin harus kubayar mahal.
Aku bergidik membayangkan apa yang akan mereka lakukan terhadapku. Dari berbagai macam cerita kejahatan seks yang aku dengar, aku mengerti mereka bertiga pasti akan memperkosaku, entah dengan cara bergilir ataupun langsung memperkosaku ramai ramai.
Sakit perutku mungkin sudah hilang berkat khasiat minyak putih tadi, tapi aku dilanda ketegangan yang luar biasa. Ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku ini membuat aku hanya bisa pasrah menunggu nasib.
===X0X===
Detik demi detik berlalu begitu cepat, tak terasa setengah jam sudah berlalu. Jam di ruang UKS sudah menunjukkan pukul delapan malam. tibalah saatnya aku dibantai oleh mereka.
Hadi masuk, diikuti Yoyok, Girno, dan celakanya ternyata mereka mengajak dua orang satpam yang lain, Urip dan Soleh. Aku menggigil ketakutan, entah seperti apa keadaanku nanti setelah diperkosa oleh lima orang ini.
“Hai amoy cantik.. sudah nggak sabar menunggu kami ya?”, kata Hadi.
Dengan mulut yang tersumpal sementara tangan dan kakiku terikat, aku hanya bisa menggeleng nggelengkan kepala, dengan air mata yang mengalir deras pada kedua pipiku, aku memandang mereka memohon belas kasihan, walaupun aku sadar hal ini tak akan ada gunanya.
Mereka hanya tertawa dan dengan santai mereka membuka ikatan ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku, lalu tanpa mendapatkan perlawanan sedikitpun dariku, mereka melepaskan baju dan rok seragam sekolahku, juga kedua sepatu dan kaus kakiku. Kini aku tinggal mengenakan bra dan celana dalam yang keduanya berwarna sedikit pink.
Melihat diriku yang sudah pasrah tak berdaya, mereka bersorak gembira, mengerubutiku dan mulai menggerayangi tubuhku.
Aku masih sempat memperhatikan, betapa kulit mereka itu hitam legam dan kasar dibandingkan kulitku yang putih mulus dah halus, membuatku merasa ngeri juga ketika memikirkan tubuhku akan segera dijarah habis oleh mereka.
Aku kembali meronta, tidak rela menerima nasib yang buruk ini. Tapi tiba tiba perasaanku tersengat ketika jari-jari Girno menyentuh selangkanganku, menekan nekan vaginaku yang masih terlindung celana dalamku.
Aku tak tau sejak kapan, tapi bra yang aku pakai sudah lenyap entah kemana, dan payudaraku diremas remas dengan brutal oleh Hadi dan Yoyok, membuat tubuhku rasanya panas dingin. Belum lagi mereka akhirnya mengikatku lagi dalam posisi seperti tadi, mungkin karena aku terlalu banyak meronta.
Selagi aku masih kebingungan karena baru pertama kalinya ini aku merasakan sensasi sentuhan lelaki yang melanda tubuhku, Urip mendekatiku, melepas sumpalan pada mulutku, dan melumat bibirku habis habisan. Aku semakin gelagapan, apalagi kemudian Soleh meraba dan membelai kedua pahaku.
Dikerubuti dan dirangsang sedemikan rupa oleh lima orang sekaligus tanpa bisa berbuat apa apa karena kedua tangan dan kakiku terikat erat di empat sudut ranjang ini, aku merasakan gejolak luar biasa yang melanda tubuhku tanpa bisa kukendalikan.
Aku merasakan betapa tubuhku berkelojotan dan mengejang hebat. Berulang kali tubuhku terlonjak lonjak sampai beberapa saat lamanya. Kedua betisku melejang lejang, dan rasanya seluruh tubuhku bergetar.
“Oh.. augh.. nggg.. aaagh..” aku mengerang dan menjerit keenakan.
Aku merasa seperti buang air kecil, tapi yang keluar hanya sedikit, dan baru kali ini aku merasakan kenikmatan yang amat sangat seperti ini.
Aku mengerti sekali bahwa tadi itu aku baru saja mengeluarkan cairan cintaku, karena aku mengalami orgasme. Aku memang pernah bermasturbasi walaupun hanya menggesek gesekkan jariku pada bibir liang vaginaku sampai akhirnya aku mengeluarkan cairan cintaku.
Tapi aku merasa kalau yang keluar itu tak sebanyak yang tadi, dan semua yang kurasakan tadi jauh lebih nikmat dibandingkan ketika aku mencapai orgasme saat bermasturbasi. Aku merasakan sensasi yang luar biasa dengan adanya sentuhan lelaki, yang baru pertama kali kurasakan.
Tadi itu cairan cintaku keluar banyak sekali, dan aku merasa kelelahan dan lemas sekali. Kini aku hanya diam pasrah terbaring di tengah kerumunan para lelaki bejat ini.
“Enak ya non? Hahaha.. nanti non pasti minta tambah”, aku mendengar suara itu tanpa bisa melihat siapa yang bicara, tapi aku tahu itu suara Yoyok, dan aku malas menanggapi ucapan yang amat kurang ajar dan merendahkanku itu.
“Non Eliza, kami akan melepaskan ikatanmu. Jika non Eliza tidak macam macam, kami akan melepaskan non setelah kami puas. Tapi jika non Eliza macam macam, non akan kami seret ke mess kami. Dan non tahu kan apa akibatnya? Di situ non tidak hanya harus melayani kami berlima, tapi seluruh penghuni mess kami. Mengerti ya non?”, kata Girno kepadaku.
Mendengar hal itu, aku jadi merasa ngeri, dan aku hanya bisa mengangguk pasrah, berharap aku cukup kuat untuk melalui ini semua.
“Jangan bawa saya ke sana pak. Saya akan menuruti kemauan bapak bapak. Tapi tolong, jangan lukai saya dan jangan hamili saya. Dan lagi, saya masih perawan pak. Tolong jangan kasar.. tolong jangan keluarkan di dalam ya? Saya nggak mau hamil pak..” aku memohon dengan sungguh sungguh dalam rasa ngeri membayangkan aku harus dibawa ke mess mereka, juga rasa ngeri akan kemungkinan hamil akibat diperkosa ramai ramai oleh mereka ini.
Mereka yang tinggal di mess itu adalah para satpam, tukang sapu dan tukang kebun yang bekerja di SMA tempat aku bersekolah sekarang ini, ditambah dengan yang bekerja di SMP dan SD yang masih sekomplek dengan SMAku, yang memang kebetulan masih satu yayasan.
Daripada aku akan lebih menderita diperkosa oleh puluhan orang, lebih baik aku menuruti apa mau mereka yang ‘cuma’ berlima ini.
Dan aku benar benar berharap agar tak ada yang melukaiku, berharap mereka tidak segila itu untuk menindik tubuhku, trend yang kudengar sering dilakukan oleh pemerkosa.. menindik puting susu korbannya. Aku benar benar takut kalau aku harus mengalami semua itu.
“Hahaha, non Eliza, sudah kami duga non memang masih perawan. Nona masih polos, dan tidak mengerti kalo kami suka memandangi tubuh nona yang sexy. Kami selalu memimpikan memperawani non Eliza yang cantik ini sejak non masih kelas satu SMA. Minggu lalu, ketika non ulang tahun ke tujuh belas dan merayakannya di kelas, non bahkan berbaik hati memberi kami hadiah makanan. Maka kami sepakat untuk membalas kebaikan non dengan memberi non kenikmatan surga dunia.”, kata Girno.
“Tenang saja non. Kami memang menginginkan tubuh non, tapi kami tak sekejam itu untuk melukai tubuh non yang indah ini. Dan kalo tentang hamil, non Eliza tenang saja. Kami sudah mempersiapkan semua itu. Tadi siang, aqua botol yang non titip ke saya, saya campurin obat anti hamil sekaligus obat cuci perut. Sekarang non Eliza mengerti kan kenapa tadi non jadi sakit perut? Hahaha..” jelas Girno sambil tertawa, tertawa yang memuakkan.
Jadi memang ini semua sudah direncanakannya! Kurang ajar betul mereka ini. Aku memberi mereka makanan hanya karena ingin berbagi, tanpa memandang status mereka. Tapi kini balasannya aku harus melayani mereka berlima. Apa salahku terhadap mereka?
Hari ini aku akan diperkosa ramai ramai oleh mereka, dan mereka akan mengeluarkan sperma mereka di dalam rahimku sepuasnya tanpa kuatir menghamiliku. Lebih tepatnya, tanpa aku kuatir harus hamil oleh mereka.
Membayangkan semua itu, entah kenapa tiba tiba aku terangsang hebat, dan gairahku naik tak terkendali. Aku tanpa sadar menanti dan berharap mereka akan memberikanku kenikmatan lagi seperti yang tadi baru melandaku.
Mereka semua mulai melepas semua pakaian mereka, dan ternyata penis penis mereka sudah ereksi dengan gagahnya, membuat jantungku berdegup semakin kencang melihat ukuran penis penis itu yang begitu besar. Dan penis penis itu, akan bergantian mengisi dan menyiksa liang vaginaku.
Girno mengambil posisi di tengah selangkanganku, sementara yang lain melepaskan ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku. Girno menarik lepas celana dalamku. Kini aku sudah telanjang bulat dan tubuhku yang putih mulus terpampang di depan mereka yang terlihat semakin bernafsu.
“Indah sekali non Eliza, memeknya non. Rambutnya jarang, halus, tapi indah sekali”, puji Girno.
Aku sama sekali tidak tersanjung oleh pujian cabul Girno ini. Entah apa indahnya bibir vaginaku baginya, yang pasti liang vaginaku akan segera disiksa olehnya. Semakin jelas aku melihat penis Girno, dengan diameter sekitar lima senti dan panjang yang sekitar enam belas senti.
“Pak, pelan pelan pak ya..” aku mencoba mengingatkan Girno.
Ia yang hanya menganguk sambil tersenyum memandangi diriku, membuatku merasa jengah dan memalingkan mukaku, tak ingin memandang orang yang akan merenggut keperawananku ini. Girno menggesek gesekkannya kepala penisnya yang sudah menempel pada bibir vaginaku, membuatku semakin terangsang.
Aku menyadari bahwa mereka sudah tidak lagi memegangi pergelangan tangan dan kakiku yang sudah tidak terikat. Mungkin karena mereka sudah yakin, aku yang telah mereka taklukkan ini tak akan melawan atau mencoba melarikan diri, dan memang aku tak berani melakukan hal itu.
===X0X===
Kini mereka sudah mengerubutiku kembali, seperti segerombolan serigala memperebutkan seekor kelinci putih yang manis. Kedua payudaraku kembali diremas remas oleh Hadi dan Yoyok, sementara Urip dan Soleh bergantian melumat bibirku.
Rangsangan demi rangsangan yang kuterima ini, membuat aku harus menyerah diantar mereka menuju orgasmeku untuk yang ke dua kalinya. Kembali tubuhku berkelojotan dan kakiku melejang lejang, bahkan kali ini aku meraskan cairan cintaku sepertinya menyembur keluar.
“Eh.. non Eliza ini.. belum apa apa sudah keluar dua kali, pake muncrat lagi. Sabar non, kenikmatan yang sesungguhnya akan segera non rasakan. Tapi ada bagusnya juga lho, memek non pasti jadi lebih licin, nanti pasti lebih gampang ditembus ya”, ejek Girno sambil mulai melesakkan penisnya ke liang vaginaku.
“Aduh.. sakit pak” erangku.
“Tenang non, nanti juga enak”, kata Girno.
Kemudian ia menarik penisnya sedikit, dan melesakkannya sedikit lebih dalam dari yang tadi. Rasa pedih yang amat sangat melanda vaginaku, yang meskipun sudah begitu licin, tapi tetap saja karena penis itu terlalu besar, Girno kesulitan untuk menancapkan penisnya ke dalam liang vaginaku.
Namun dengan penuh kesabaran, Girno terus memompa masuk penisnya dengan lembut hingga tak terlalu menyakitiku.
Lambat laun, ternyata memang rasa sakit di vaginaku mulai bercampur rasa nikmat yang luar biasa. Dan Girno terus melakukannya, menarik sedikit, dan menusukkan lebih dalam lagi, sementara yang lain terus melanjutkan aktivitasnya sambil menikmati tontonan proses penetrasi penis Girno ke dalam liang vaginaku.
Hadi dan Yoyok mulai menyusu pada kedua puting payudaraku yang kurasakan sudah mengeras, mungkin karena tubuhku terus menerus dirangsang oleh mereka semua sejak tadi.
Tak lama kemudian, aku merasakan selangkanganku sakit sekali dan menghapus semua nikmat yang sempat kuterima tadi. Entahlah, mungkin akhirnya selaput daraku robek.
“Ooh.. aauuggh.. hnggkk.. aaagh..”, aku menjerit kesakitan, seluruh tubuhku mengejang, dan air mataku kembali mengalir tanpa bisa kutahan. Keringatku juga mengucur deras.
Aku ingin meronta, tapi rasa sesak dan sakit di liang vaginaku membatalkan niatku. Aku hanya bisa mengerang, dan gairahku pun padam dihempas rasa sakit yang nyaris tak tertahankan ini.
“Aduh.. sakit pak Girno.. ampun”, aku mengerang dan memohon pada pak Girno.
Namun Girno hanya tertawa tawa, mungkin karena ia puas telah berhasil memperawaniku, dan yang lain malah bersorak menyemangati kebiadaban Girno ini.
Aku menggeleng gelengkan kepalaku ke kanan dan ke kiri menahan sakit, sementara bagian bawah tubuhku mengejang hebat, tapi aku tak berani terlalu banyak bergerak, dan berusaha menahan lejangan tubuhku supaya liang vaginaku yang penuh sesak itu tak semakin didera oleh rasa sakit.
Sempat terlintas dalam pikiranku, kini aku sudah bukan seorang gadis suci lagi.
Lumatan penuh nafsu pada bibirku oleh Urip menahan gerakan kepalaku, dan ditambah belaian pada rambutku serta dua orang lelaki yang menyusu seperti anak kecil pada kedua payudaraku ini membuatku melupakan itu semua, dan gairahku yang sempat dipadamkan oleh rasa sakit tadi kembali menyala.
Tanpa sadar, dalam kepasrahan aku mulai membalas lumatan pada bibirku. Girno terus memperdalam tusukannya penisnya yang sudah menancap setengahnya pada liang vaginaku.
Dan Girno memang pandai memainkan vaginaku, kini rasa sakit itu sudah tak begitu kurasakan lagi, yang lebih kurasakan adalah rasa ngilu yang amat nikmat yang melanda selangkanganku.
Walaupun baru menancap setengahnya, batang penis Girno itu membuat liang vaginaku terasa begitu sesaknya, dan urat urat pada batang penis itu berdenyut denyut, menambah sensasi yang kurasakan.
“Oh sempitnya non. Enaknya.. ah..”, Girno mulai meracau sambil terus memompa penisnya sampai akhirnya amblas sepenuhnya.
Penis itu terasa seperti sedang menyodok bagian terdalam dari vaginaku, mungkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang tanpa berani menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat.
Mulutku ternganga, kedua tanganku mencengkeram sprei berusaha mencari sesuatu yang bisa kupegang, sementara kakiku terasa mengejang tapi kutahan. Aku benar benar tak berani banyak bergerak dengan penis raksasa yang sedang menancap begitu dalam di vaginaku.
Dan setelah diam beberapa saat untuk memberiku kesempatan beradaptasi, akhirnya Girno mulai memompa tubuhku. Aku mengerang dan mengerang, mengikuti irama genjotan si Girno. Dan erangangku kembali tertahan ketika kali ini dengan gemas Urip memasukkan penisnya ke dalam mulutku yang sedang ternganga ini.
“Isep non. Awas, jangan digigit ya!”, Urip berkata seperti memerintah budaknya saja.
“Enak ya non? Hahaha.. nanti non pasti minta tambah”, aku mendengar suara itu tanpa bisa melihat siapa yang bicara, tapi aku tahu itu suara Yoyok, dan aku malas menanggapi ucapan yang amat kurang ajar dan merendahkanku itu.
“Non Eliza, kami akan melepaskan ikatanmu. Jika non Eliza tidak macam macam, kami akan melepaskan non setelah kami puas. Tapi jika non Eliza macam macam, non akan kami seret ke mess kami. Dan non tahu kan apa akibatnya? Di situ non tidak hanya harus melayani kami berlima, tapi seluruh penghuni mess kami. Mengerti ya non?”, kata Girno kepadaku.
Mendengar hal itu, aku jadi merasa ngeri, dan aku hanya bisa mengangguk pasrah, berharap aku cukup kuat untuk melalui ini semua.
“Jangan bawa saya ke sana pak. Saya akan menuruti kemauan bapak bapak. Tapi tolong, jangan lukai saya dan jangan hamili saya. Dan lagi, saya masih perawan pak. Tolong jangan kasar.. tolong jangan keluarkan di dalam ya? Saya nggak mau hamil pak..” aku memohon dengan sungguh sungguh dalam rasa ngeri membayangkan aku harus dibawa ke mess mereka, juga rasa ngeri akan kemungkinan hamil akibat diperkosa ramai ramai oleh mereka ini.
Mereka yang tinggal di mess itu adalah para satpam, tukang sapu dan tukang kebun yang bekerja di SMA tempat aku bersekolah sekarang ini, ditambah dengan yang bekerja di SMP dan SD yang masih sekomplek dengan SMAku, yang memang kebetulan masih satu yayasan.
Daripada aku akan lebih menderita diperkosa oleh puluhan orang, lebih baik aku menuruti apa mau mereka yang ‘cuma’ berlima ini.
Dan aku benar benar berharap agar tak ada yang melukaiku, berharap mereka tidak segila itu untuk menindik tubuhku, trend yang kudengar sering dilakukan oleh pemerkosa.. menindik puting susu korbannya. Aku benar benar takut kalau aku harus mengalami semua itu.
“Hahaha, non Eliza, sudah kami duga non memang masih perawan. Nona masih polos, dan tidak mengerti kalo kami suka memandangi tubuh nona yang sexy. Kami selalu memimpikan memperawani non Eliza yang cantik ini sejak non masih kelas satu SMA. Minggu lalu, ketika non ulang tahun ke tujuh belas dan merayakannya di kelas, non bahkan berbaik hati memberi kami hadiah makanan. Maka kami sepakat untuk membalas kebaikan non dengan memberi non kenikmatan surga dunia.”, kata Girno.
“Tenang saja non. Kami memang menginginkan tubuh non, tapi kami tak sekejam itu untuk melukai tubuh non yang indah ini. Dan kalo tentang hamil, non Eliza tenang saja. Kami sudah mempersiapkan semua itu. Tadi siang, aqua botol yang non titip ke saya, saya campurin obat anti hamil sekaligus obat cuci perut. Sekarang non Eliza mengerti kan kenapa tadi non jadi sakit perut? Hahaha..” jelas Girno sambil tertawa, tertawa yang memuakkan.
Jadi memang ini semua sudah direncanakannya! Kurang ajar betul mereka ini. Aku memberi mereka makanan hanya karena ingin berbagi, tanpa memandang status mereka. Tapi kini balasannya aku harus melayani mereka berlima. Apa salahku terhadap mereka?
Hari ini aku akan diperkosa ramai ramai oleh mereka, dan mereka akan mengeluarkan sperma mereka di dalam rahimku sepuasnya tanpa kuatir menghamiliku. Lebih tepatnya, tanpa aku kuatir harus hamil oleh mereka.
Membayangkan semua itu, entah kenapa tiba tiba aku terangsang hebat, dan gairahku naik tak terkendali. Aku tanpa sadar menanti dan berharap mereka akan memberikanku kenikmatan lagi seperti yang tadi baru melandaku.
Mereka semua mulai melepas semua pakaian mereka, dan ternyata penis penis mereka sudah ereksi dengan gagahnya, membuat jantungku berdegup semakin kencang melihat ukuran penis penis itu yang begitu besar. Dan penis penis itu, akan bergantian mengisi dan menyiksa liang vaginaku.
Girno mengambil posisi di tengah selangkanganku, sementara yang lain melepaskan ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku. Girno menarik lepas celana dalamku. Kini aku sudah telanjang bulat dan tubuhku yang putih mulus terpampang di depan mereka yang terlihat semakin bernafsu.
“Indah sekali non Eliza, memeknya non. Rambutnya jarang, halus, tapi indah sekali”, puji Girno.
Aku sama sekali tidak tersanjung oleh pujian cabul Girno ini. Entah apa indahnya bibir vaginaku baginya, yang pasti liang vaginaku akan segera disiksa olehnya. Semakin jelas aku melihat penis Girno, dengan diameter sekitar lima senti dan panjang yang sekitar enam belas senti.
“Pak, pelan pelan pak ya..” aku mencoba mengingatkan Girno.
Ia yang hanya menganguk sambil tersenyum memandangi diriku, membuatku merasa jengah dan memalingkan mukaku, tak ingin memandang orang yang akan merenggut keperawananku ini. Girno menggesek gesekkannya kepala penisnya yang sudah menempel pada bibir vaginaku, membuatku semakin terangsang.
Aku menyadari bahwa mereka sudah tidak lagi memegangi pergelangan tangan dan kakiku yang sudah tidak terikat. Mungkin karena mereka sudah yakin, aku yang telah mereka taklukkan ini tak akan melawan atau mencoba melarikan diri, dan memang aku tak berani melakukan hal itu.
===X0X===
Kini mereka sudah mengerubutiku kembali, seperti segerombolan serigala memperebutkan seekor kelinci putih yang manis. Kedua payudaraku kembali diremas remas oleh Hadi dan Yoyok, sementara Urip dan Soleh bergantian melumat bibirku.
Rangsangan demi rangsangan yang kuterima ini, membuat aku harus menyerah diantar mereka menuju orgasmeku untuk yang ke dua kalinya. Kembali tubuhku berkelojotan dan kakiku melejang lejang, bahkan kali ini aku meraskan cairan cintaku sepertinya menyembur keluar.
“Eh.. non Eliza ini.. belum apa apa sudah keluar dua kali, pake muncrat lagi. Sabar non, kenikmatan yang sesungguhnya akan segera non rasakan. Tapi ada bagusnya juga lho, memek non pasti jadi lebih licin, nanti pasti lebih gampang ditembus ya”, ejek Girno sambil mulai melesakkan penisnya ke liang vaginaku.
“Aduh.. sakit pak” erangku.
“Tenang non, nanti juga enak”, kata Girno.
Kemudian ia menarik penisnya sedikit, dan melesakkannya sedikit lebih dalam dari yang tadi. Rasa pedih yang amat sangat melanda vaginaku, yang meskipun sudah begitu licin, tapi tetap saja karena penis itu terlalu besar, Girno kesulitan untuk menancapkan penisnya ke dalam liang vaginaku.
Namun dengan penuh kesabaran, Girno terus memompa masuk penisnya dengan lembut hingga tak terlalu menyakitiku.
Lambat laun, ternyata memang rasa sakit di vaginaku mulai bercampur rasa nikmat yang luar biasa. Dan Girno terus melakukannya, menarik sedikit, dan menusukkan lebih dalam lagi, sementara yang lain terus melanjutkan aktivitasnya sambil menikmati tontonan proses penetrasi penis Girno ke dalam liang vaginaku.
Hadi dan Yoyok mulai menyusu pada kedua puting payudaraku yang kurasakan sudah mengeras, mungkin karena tubuhku terus menerus dirangsang oleh mereka semua sejak tadi.
Tak lama kemudian, aku merasakan selangkanganku sakit sekali dan menghapus semua nikmat yang sempat kuterima tadi. Entahlah, mungkin akhirnya selaput daraku robek.
“Ooh.. aauuggh.. hnggkk.. aaagh..”, aku menjerit kesakitan, seluruh tubuhku mengejang, dan air mataku kembali mengalir tanpa bisa kutahan. Keringatku juga mengucur deras.
Aku ingin meronta, tapi rasa sesak dan sakit di liang vaginaku membatalkan niatku. Aku hanya bisa mengerang, dan gairahku pun padam dihempas rasa sakit yang nyaris tak tertahankan ini.
“Aduh.. sakit pak Girno.. ampun”, aku mengerang dan memohon pada pak Girno.
Namun Girno hanya tertawa tawa, mungkin karena ia puas telah berhasil memperawaniku, dan yang lain malah bersorak menyemangati kebiadaban Girno ini.
Aku menggeleng gelengkan kepalaku ke kanan dan ke kiri menahan sakit, sementara bagian bawah tubuhku mengejang hebat, tapi aku tak berani terlalu banyak bergerak, dan berusaha menahan lejangan tubuhku supaya liang vaginaku yang penuh sesak itu tak semakin didera oleh rasa sakit.
Sempat terlintas dalam pikiranku, kini aku sudah bukan seorang gadis suci lagi.
Lumatan penuh nafsu pada bibirku oleh Urip menahan gerakan kepalaku, dan ditambah belaian pada rambutku serta dua orang lelaki yang menyusu seperti anak kecil pada kedua payudaraku ini membuatku melupakan itu semua, dan gairahku yang sempat dipadamkan oleh rasa sakit tadi kembali menyala.
Tanpa sadar, dalam kepasrahan aku mulai membalas lumatan pada bibirku. Girno terus memperdalam tusukannya penisnya yang sudah menancap setengahnya pada liang vaginaku.
Dan Girno memang pandai memainkan vaginaku, kini rasa sakit itu sudah tak begitu kurasakan lagi, yang lebih kurasakan adalah rasa ngilu yang amat nikmat yang melanda selangkanganku.
Walaupun baru menancap setengahnya, batang penis Girno itu membuat liang vaginaku terasa begitu sesaknya, dan urat urat pada batang penis itu berdenyut denyut, menambah sensasi yang kurasakan.
“Oh sempitnya non. Enaknya.. ah..”, Girno mulai meracau sambil terus memompa penisnya sampai akhirnya amblas sepenuhnya.
Penis itu terasa seperti sedang menyodok bagian terdalam dari vaginaku, mungkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang tanpa berani menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat.
Mulutku ternganga, kedua tanganku mencengkeram sprei berusaha mencari sesuatu yang bisa kupegang, sementara kakiku terasa mengejang tapi kutahan. Aku benar benar tak berani banyak bergerak dengan penis raksasa yang sedang menancap begitu dalam di vaginaku.
Dan setelah diam beberapa saat untuk memberiku kesempatan beradaptasi, akhirnya Girno mulai memompa tubuhku. Aku mengerang dan mengerang, mengikuti irama genjotan si Girno. Dan erangangku kembali tertahan ketika kali ini dengan gemas Urip memasukkan penisnya ke dalam mulutku yang sedang ternganga ini.
“Isep non. Awas, jangan digigit ya!”, Urip berkata seperti memerintah budaknya saja.
Walaupun aku gelagapan karena baru pertama kali mulutku dimasukin penis seorang lelaki, tapi aku hanya pasrah, dan mulai mengulum penis yang baunya tidak enak ini. Dan lama kelamaan aku jadi terbiasa juga dengan bau itu. Penis itu panjang juga, tapi diameternya tak terlalu besar dibanding dengan penisnya Girno.
Tapi mulutku terasa penuh, dan ketika aku mengulum ngulum penis itu, Urip memompa penisnya dalam mulutku, sampai berulang kali melesak ke dalam tenggorokanku. Aku berusaha supaya tidak muntah, meskupun berulang kali aku tersedak.
Selagi aku berjuang beradaptasi terhadap sodokan penis si Urip ini, Soleh meraih tangan kananku, menggengamkan tanganku ke penisnya.
“Non, ayo dikocok!”, perintahnya.
Penis itu tak hampir tak muat di genggaman telapak tanganku yang mungil, dan aku tak sempat memperhatikan seberapa panjang penis itu, walaupun dari kocokan tanganku, aku sadar penis itu panjang.
===X0X===
Aku menuruti semuanya dengan pasrah, ketika tiba tiba pintu terbuka, dan pak Edy, guru wali kelasku masuk, dan semua yang mengerubutiku menghentikan aktivitasnya, tentu saja penis Girno masih tetap bersarang dalam liang vaginaku.
Melihat semuanya ini, pak Edy membentak, “Apa apaan ini? Apa yang kalian lakukan pada Eliza?”.
“Pak Edy, tolong saya pak. Lepaskan saya dari mereka”, aku merasa ada harapan, segera melepaskan kulumanku pada penis Urip, dan berkata dengan sedikit berteriak
“Kalian ini.. ada pesta kok tidak ngajak saya? Untung saya kembali mau mencari bon pembelian kotak P3K tadi. Kalo begini sih, itu bon tidak ketemu juga tidak apa apa.. hahaha..”, pak Edy seolah tak mendengar kata kataku.
Aku yang sempat kembali merasa ada harapan untuk keluar dari acara pesta seks terhadap diriku ini langsung lemas dalam keputus asaan.
Dengan kesal aku mulai melanjutkan kocokan tanganku pada penis Soleh dan juga kulumanku pada penis Urip. Memang aku harus mengakui, aku menikmati perlakuan mereka, tapi kalau bisa aku juga ingin semua ini berakhir
Setelah sadar bahwa pak Edy malah akan bergabung dengan mereka, para maniak ini tertawa lega.
“Pak Edy tenang saja, masih kebagian kok. Itu tangan kiri non Eliza masih nganggur, kan bisa buat ngocok punya pak Edy dulu. Tapi kalo soal memeknya, ngantri yo pak. Abisnya, salome sih”, kata Girno yang mulai memompa liang vaginaku dengan penisnya.
“Yah gak masalah lah. Ini kan malam minggu, pulang malam juga wajar kan?” kata pak Girno yang tertawa mengiyakan sambil melepas pakaiannya.
Ternyata penis wali kelasku ini tidak terlalu besar, bahkan ternyata paling pendek di antara mereka.Tapi aku sudah tak perduli lagi. Vaginaku yang serasa diaduk aduk mengantarku orgasme yang ke tiga kalinya.
“Aaaaagh..”, erangku yang tanpa sadar mulai menggenggam penis pak Edy yang disodorkan di dekat tangan kiriku yang memang menganggur.
Pinggangku terangkat sedikit ke atas, kembali tubuhku terlonjak lonjak, entah ada berapa lamanya tersentak sentak, namun liang vaginaku yang masih sangat sempit ini tersa penuh sesak terisi batang penis Girno yang berukuran raksasa ini, hingga aku tak berani menggeliat sesuka hatiku.
Dalam kelelahan ini, aku harus melayani enam orang sekaligus. Sodokan sodokan yang dilakukan Girno membuat gairahku tak menurun, dan hal itu amat menyiksaku. Sudah beberapa menit Girno terus menggagahiku, hingga berkali kali aku harus menggelepar didera orgasme dan orgasme.
Desahan kami bersahut sahutan memenuhi ruangan yang kecil ini. Kedua tanganku mengocok penis dari Soleh dan pak Edy, wali kelasku yang ternyata bejat ini, dan tiba tiba aku agak bingung juga memikirkan apa yang harus kulakukan jika bertemu dengannya mulai Senin besok dan seterusnya saat dia mengajar di kelasku.
===X0X===
Urip mengingatkanku untuk kembali mengulum penisnya yang kembali disodokkannya ke tenggorokanku, membuat aku tak sempat terlalu lama memikirkan hal itu. Kini aku sudah mulai terbiasa, bahkan sejujurnya aku mulai menikmati saat saat tenggorokanku diterjang penis si Urip ini, menikmati rasa tercekik yang enak ini.
Tiba tiba Girno menarikku hingga aku terduduk, lalu dia tiduran di ranjang, hingga sekarang aku berada dalam posisi woman on top, dan penis itu terasa semakin dalam menancap dalam vaginaku. Aku masih tak tahu apa yang ia inginkan, tiba tiba aku ditariknya lagi hingga rebah dan kedua payudaraku menindih tubuhnya. Urat penisnya terasa mengorek ngorek dinding vaginaku.
Aku hanya pasrah menunggu, entah permainan apa lagi yang harus kujalani bersama Girno dan yang lainnya ini.
“Eh, daripada satu lubang rame rame, kan lebih nikmat kalo dua, eh, tiga sekalian, tiga lubang rame rame?” tanya Girno pada yang lain.
“Akuuur..”, seru mereka segera menyetujui sambil tertawa tawa.
Berikutnya Urip segera ke belakangku, dan kurasakan ia sedang meludahi anusku. Kengerian kembali melandaku, membayangkan aku akan dijadikan sandwich oleh Girno dan Urip.
“Jangan... jangan di situ..” desisku ketakutan.
Namun seperti yang aku duga, Urip sama sekali tidak perduli. Aku memejamkan mata ketika Urip menempelkan kepala penisnya ke anusku, dan yang lain bersorak kegirangan dan beberapa dari mereka memuji ide Girno.
“Aaaagh..” aku mengerang ketika penis Urip mulai melesak ke dalam liang anusku.
Mataku terbeliak, kedua telapak tanganku tanganku kugenggamkan erat erat pada sprei kasur tempat aku diperkosa ramai ramai ini. Tubuhku terutama pahaku bergetar hebat, selagi aku berjuang menahan sakit yang luar biasa. Ludah Urip yang bercampur dengan air ludahku di penis Urip yang baru kukulum tadi harusnya sudah membuat penis itu cukup licin, tapi ternyata itu tak membantu sama sekali.
“Aaaagh.. sakiiit.. Jangaaan..”, erangku tanpa daya ketika akhirnya penis itu amblas seluruhnya dalam liang anusku.
Selagi aku mengerang dan mulutku ternganga, Soleh mengambil kesempatan itu untuk membenamkan penisnya dalam mulutku, hingga eranganku teredam. Sial, ternyata penis Soleh ini agak mirip punya Urip yang sedang menyodomiku. Begitu panjang, walaupun diameternya tidak terlalu besar, tapi penis itu cukup panjang untuk menyodok nyodok tenggorokanku.
Kini tubuhku benar benar bukan milikku lagi, dijarah habis oleh mereka semua. Rasa sakit yang hampir tak tertahankan melandaku saat Urip mulai memompa liang anusku. Setiap ia mendorongkan penisnya, penis Soleh menancap semakin dalam ke tenggorokanku, sementara penis Girno sedikit tertarik keluar dari liang vaginaku.
Tapi sebaliknya, saat Urip memundurkan penisnya, penis Soleh juga sedikit tertarik keluar dari kerongkonganku. Akibatnya tubuhku yang turun membuat penis Girno kembali menancap dalam dalam pada liang vaginaku, ditambah lagi Girno sedikit menambah tenaga tusukannnya, hingga rasanya penisnya seperti menggedor rahimku.
Rasanya tubuhku seperti sedang dirobek robek ke berbagai arah. Belum lagi liang anusku yang kemasukan benda asing ini membuatku jadi ingin mengejan, perutku kembali terasa mulas sekali.
Setelah beberapa saat aku harus berjuang menahan keinginanku untuk mengejan, perlahan rasa sakit pada liang anusku sudah berkurang banyak. Dan ketika rasa sakit itu reda, aku sudah kembali harus melayang dalam kenikmatan.
Hanya 2 menit dalam posisi ini, aku sudah orgasme hebat, namun aku hanya bisa pasrah. Tubuhku hanya bisa bergetar, aku tak bisa bergerak banyak karena semua bagian tubuhku yang harusnya bisa kugerakkan ini semuanya ditahan oleh para pemerkosaku.
Dalam keadaan orgasme seperti ini, mereka tanpa ampun terus bergantian memompaku, membuat orgasmeku tak kunjung reda bahkan akhirnya aku mengalami multi orgasme! Tanpa terkendali lagi, aku mengejang hebat susul menyusul, dan cairan cintaku keluar berulang ulang, sangat banyak mengiringi multi orgasmeku yang sampai lebih dari 2 menit.
Tanganku yang menumpu pada genggaman tangan Girno bergetar getar. Sementara Soleh membelai rambutku dan Urip meremas remas payudaraku dari belakang.
Sungguh, aku tak kuasa menyangkal, kenikmatan yang aku alami sekarang ini benar benar dahsyat, belum pernah sebelumnya aku merasakan yang seperti ini. Aku memang pernah bermasturbasi sampai merasakan orgasme yang nikmat. Namun orgasme dalam keadaan liang vagina tertancap penis seperti ini benar benar membuatku melayang
Mereka terus menggenjot tubuhku. Desahan yang terdengar hanya desahan mereka, karena aku tak mampu mengeluarkan suara selama penis Soleh mengaduk aduk tenggorokanku. Entah sudah berapa kali aku mengalami orgasme, sampai akhirnya kurasakan tubuh Girno bergetar dan menggigil.
“Hegh.. hu.. huoooh..”, Girno melenguh, penisnya berkedut, kemudian spermanya yang hangat menyemprot berulang ulang dalam liang vaginaku, diiringi dengan keluarnya cairan cintaku untuk yang ke sekian kalinya.
Akhirnya Girno orgasme juga bersamaan denganku, dan penisnya sedikit melembek, dan terus melembek sampai akhirnya cukup untuk membuat cairan merah muda meluber keluar dengan deras dari sela sela mulut vaginaku, yang merupakan campuran darah perawanku, cairan cintaku dan sperma Girno.
“Oh.. enake rek, memek amoy seng sek perawan..” kata Girno, yang tampak amat puas, entah puas karena berhasil memperawaniku, atau puas menikmati sempitnya liang vaginaku.
Nafasku sudah tersengal sengal. Untungnya, Urip dan Soleh cukup pengertian. Urip mencabut penisnya dari liang anusku, dan Soleh tak memaksaku mengulum penisnya yang terlepas ketika aku yang sudah begitu lemas karena kelelahan, ambruk menindih Girno yang masih belum juga melepaskan penisnya yang masih terasa begitu besar untukku.
===X0X===
Kini aku mulai sadar dari gairah nafsu birahi yang menghantamku selama hampir satu jam ini. Namun aku tidak menangis. Tak ada keinginan untuk itu, karena sejujurnya aku tadi amat menikmati perlakuan mereka, bahkan gilanya, aku menginginkan diriku dijadikan obyek pesta seks lagi seperti tadi. Apalagi mereka cukup lembut dan pengertian, tidak sekasar yang aku bayangkan.
Tapi mulutku terasa penuh, dan ketika aku mengulum ngulum penis itu, Urip memompa penisnya dalam mulutku, sampai berulang kali melesak ke dalam tenggorokanku. Aku berusaha supaya tidak muntah, meskupun berulang kali aku tersedak.
Selagi aku berjuang beradaptasi terhadap sodokan penis si Urip ini, Soleh meraih tangan kananku, menggengamkan tanganku ke penisnya.
“Non, ayo dikocok!”, perintahnya.
Penis itu tak hampir tak muat di genggaman telapak tanganku yang mungil, dan aku tak sempat memperhatikan seberapa panjang penis itu, walaupun dari kocokan tanganku, aku sadar penis itu panjang.
===X0X===
Aku menuruti semuanya dengan pasrah, ketika tiba tiba pintu terbuka, dan pak Edy, guru wali kelasku masuk, dan semua yang mengerubutiku menghentikan aktivitasnya, tentu saja penis Girno masih tetap bersarang dalam liang vaginaku.
Melihat semuanya ini, pak Edy membentak, “Apa apaan ini? Apa yang kalian lakukan pada Eliza?”.
“Pak Edy, tolong saya pak. Lepaskan saya dari mereka”, aku merasa ada harapan, segera melepaskan kulumanku pada penis Urip, dan berkata dengan sedikit berteriak
“Kalian ini.. ada pesta kok tidak ngajak saya? Untung saya kembali mau mencari bon pembelian kotak P3K tadi. Kalo begini sih, itu bon tidak ketemu juga tidak apa apa.. hahaha..”, pak Edy seolah tak mendengar kata kataku.
Aku yang sempat kembali merasa ada harapan untuk keluar dari acara pesta seks terhadap diriku ini langsung lemas dalam keputus asaan.
Dengan kesal aku mulai melanjutkan kocokan tanganku pada penis Soleh dan juga kulumanku pada penis Urip. Memang aku harus mengakui, aku menikmati perlakuan mereka, tapi kalau bisa aku juga ingin semua ini berakhir
Setelah sadar bahwa pak Edy malah akan bergabung dengan mereka, para maniak ini tertawa lega.
“Pak Edy tenang saja, masih kebagian kok. Itu tangan kiri non Eliza masih nganggur, kan bisa buat ngocok punya pak Edy dulu. Tapi kalo soal memeknya, ngantri yo pak. Abisnya, salome sih”, kata Girno yang mulai memompa liang vaginaku dengan penisnya.
“Yah gak masalah lah. Ini kan malam minggu, pulang malam juga wajar kan?” kata pak Girno yang tertawa mengiyakan sambil melepas pakaiannya.
Ternyata penis wali kelasku ini tidak terlalu besar, bahkan ternyata paling pendek di antara mereka.Tapi aku sudah tak perduli lagi. Vaginaku yang serasa diaduk aduk mengantarku orgasme yang ke tiga kalinya.
“Aaaaagh..”, erangku yang tanpa sadar mulai menggenggam penis pak Edy yang disodorkan di dekat tangan kiriku yang memang menganggur.
Pinggangku terangkat sedikit ke atas, kembali tubuhku terlonjak lonjak, entah ada berapa lamanya tersentak sentak, namun liang vaginaku yang masih sangat sempit ini tersa penuh sesak terisi batang penis Girno yang berukuran raksasa ini, hingga aku tak berani menggeliat sesuka hatiku.
Dalam kelelahan ini, aku harus melayani enam orang sekaligus. Sodokan sodokan yang dilakukan Girno membuat gairahku tak menurun, dan hal itu amat menyiksaku. Sudah beberapa menit Girno terus menggagahiku, hingga berkali kali aku harus menggelepar didera orgasme dan orgasme.
Desahan kami bersahut sahutan memenuhi ruangan yang kecil ini. Kedua tanganku mengocok penis dari Soleh dan pak Edy, wali kelasku yang ternyata bejat ini, dan tiba tiba aku agak bingung juga memikirkan apa yang harus kulakukan jika bertemu dengannya mulai Senin besok dan seterusnya saat dia mengajar di kelasku.
===X0X===
Urip mengingatkanku untuk kembali mengulum penisnya yang kembali disodokkannya ke tenggorokanku, membuat aku tak sempat terlalu lama memikirkan hal itu. Kini aku sudah mulai terbiasa, bahkan sejujurnya aku mulai menikmati saat saat tenggorokanku diterjang penis si Urip ini, menikmati rasa tercekik yang enak ini.
Tiba tiba Girno menarikku hingga aku terduduk, lalu dia tiduran di ranjang, hingga sekarang aku berada dalam posisi woman on top, dan penis itu terasa semakin dalam menancap dalam vaginaku. Aku masih tak tahu apa yang ia inginkan, tiba tiba aku ditariknya lagi hingga rebah dan kedua payudaraku menindih tubuhnya. Urat penisnya terasa mengorek ngorek dinding vaginaku.
Aku hanya pasrah menunggu, entah permainan apa lagi yang harus kujalani bersama Girno dan yang lainnya ini.
“Eh, daripada satu lubang rame rame, kan lebih nikmat kalo dua, eh, tiga sekalian, tiga lubang rame rame?” tanya Girno pada yang lain.
“Akuuur..”, seru mereka segera menyetujui sambil tertawa tawa.
Berikutnya Urip segera ke belakangku, dan kurasakan ia sedang meludahi anusku. Kengerian kembali melandaku, membayangkan aku akan dijadikan sandwich oleh Girno dan Urip.
“Jangan... jangan di situ..” desisku ketakutan.
Namun seperti yang aku duga, Urip sama sekali tidak perduli. Aku memejamkan mata ketika Urip menempelkan kepala penisnya ke anusku, dan yang lain bersorak kegirangan dan beberapa dari mereka memuji ide Girno.
“Aaaagh..” aku mengerang ketika penis Urip mulai melesak ke dalam liang anusku.
Mataku terbeliak, kedua telapak tanganku tanganku kugenggamkan erat erat pada sprei kasur tempat aku diperkosa ramai ramai ini. Tubuhku terutama pahaku bergetar hebat, selagi aku berjuang menahan sakit yang luar biasa. Ludah Urip yang bercampur dengan air ludahku di penis Urip yang baru kukulum tadi harusnya sudah membuat penis itu cukup licin, tapi ternyata itu tak membantu sama sekali.
“Aaaagh.. sakiiit.. Jangaaan..”, erangku tanpa daya ketika akhirnya penis itu amblas seluruhnya dalam liang anusku.
Selagi aku mengerang dan mulutku ternganga, Soleh mengambil kesempatan itu untuk membenamkan penisnya dalam mulutku, hingga eranganku teredam. Sial, ternyata penis Soleh ini agak mirip punya Urip yang sedang menyodomiku. Begitu panjang, walaupun diameternya tidak terlalu besar, tapi penis itu cukup panjang untuk menyodok nyodok tenggorokanku.
Kini tubuhku benar benar bukan milikku lagi, dijarah habis oleh mereka semua. Rasa sakit yang hampir tak tertahankan melandaku saat Urip mulai memompa liang anusku. Setiap ia mendorongkan penisnya, penis Soleh menancap semakin dalam ke tenggorokanku, sementara penis Girno sedikit tertarik keluar dari liang vaginaku.
Tapi sebaliknya, saat Urip memundurkan penisnya, penis Soleh juga sedikit tertarik keluar dari kerongkonganku. Akibatnya tubuhku yang turun membuat penis Girno kembali menancap dalam dalam pada liang vaginaku, ditambah lagi Girno sedikit menambah tenaga tusukannnya, hingga rasanya penisnya seperti menggedor rahimku.
Rasanya tubuhku seperti sedang dirobek robek ke berbagai arah. Belum lagi liang anusku yang kemasukan benda asing ini membuatku jadi ingin mengejan, perutku kembali terasa mulas sekali.
Setelah beberapa saat aku harus berjuang menahan keinginanku untuk mengejan, perlahan rasa sakit pada liang anusku sudah berkurang banyak. Dan ketika rasa sakit itu reda, aku sudah kembali harus melayang dalam kenikmatan.
Hanya 2 menit dalam posisi ini, aku sudah orgasme hebat, namun aku hanya bisa pasrah. Tubuhku hanya bisa bergetar, aku tak bisa bergerak banyak karena semua bagian tubuhku yang harusnya bisa kugerakkan ini semuanya ditahan oleh para pemerkosaku.
Dalam keadaan orgasme seperti ini, mereka tanpa ampun terus bergantian memompaku, membuat orgasmeku tak kunjung reda bahkan akhirnya aku mengalami multi orgasme! Tanpa terkendali lagi, aku mengejang hebat susul menyusul, dan cairan cintaku keluar berulang ulang, sangat banyak mengiringi multi orgasmeku yang sampai lebih dari 2 menit.
Tanganku yang menumpu pada genggaman tangan Girno bergetar getar. Sementara Soleh membelai rambutku dan Urip meremas remas payudaraku dari belakang.
Sungguh, aku tak kuasa menyangkal, kenikmatan yang aku alami sekarang ini benar benar dahsyat, belum pernah sebelumnya aku merasakan yang seperti ini. Aku memang pernah bermasturbasi sampai merasakan orgasme yang nikmat. Namun orgasme dalam keadaan liang vagina tertancap penis seperti ini benar benar membuatku melayang
Mereka terus menggenjot tubuhku. Desahan yang terdengar hanya desahan mereka, karena aku tak mampu mengeluarkan suara selama penis Soleh mengaduk aduk tenggorokanku. Entah sudah berapa kali aku mengalami orgasme, sampai akhirnya kurasakan tubuh Girno bergetar dan menggigil.
“Hegh.. hu.. huoooh..”, Girno melenguh, penisnya berkedut, kemudian spermanya yang hangat menyemprot berulang ulang dalam liang vaginaku, diiringi dengan keluarnya cairan cintaku untuk yang ke sekian kalinya.
Akhirnya Girno orgasme juga bersamaan denganku, dan penisnya sedikit melembek, dan terus melembek sampai akhirnya cukup untuk membuat cairan merah muda meluber keluar dengan deras dari sela sela mulut vaginaku, yang merupakan campuran darah perawanku, cairan cintaku dan sperma Girno.
“Oh.. enake rek, memek amoy seng sek perawan..” kata Girno, yang tampak amat puas, entah puas karena berhasil memperawaniku, atau puas menikmati sempitnya liang vaginaku.
Nafasku sudah tersengal sengal. Untungnya, Urip dan Soleh cukup pengertian. Urip mencabut penisnya dari liang anusku, dan Soleh tak memaksaku mengulum penisnya yang terlepas ketika aku yang sudah begitu lemas karena kelelahan, ambruk menindih Girno yang masih belum juga melepaskan penisnya yang masih terasa begitu besar untukku.
===X0X===
Kini aku mulai sadar dari gairah nafsu birahi yang menghantamku selama hampir satu jam ini. Namun aku tidak menangis. Tak ada keinginan untuk itu, karena sejujurnya aku tadi amat menikmati perlakuan mereka, bahkan gilanya, aku menginginkan diriku dijadikan obyek pesta seks lagi seperti tadi. Apalagi mereka cukup lembut dan pengertian, tidak sekasar yang aku bayangkan.
Mereka benar benar menepati janji untuk tidak melukaiku dan menyakitiku seperti menampar pipiku ataupun menjambak rambutku. Bahkan Girno memelukku dan membelai rambutku dengan mesra, setidaknya menurut perasaanku, sehingga membuatku semakin pasrah dan hanyut dalam pelukannya.
Apalagi yang lain kembali mengerubutiku, membelai sekujur tubuhku seolah ingin menikmati tiap senti kulit tubuhku yang putih mulis ini. Entah kenapa aku merasa aku rela melayani mereka berenam ini untuk seterusnya, membuatku terkejut dalam hati.
Hah? Apa yang baru saja aku pikirkan? Aku ini kan diperkosa, kok aku malah berpikir seperti itu? Tapi tak bisa kupungkiri, tadi itu benar benar nikmat, belum pernah aku merasakan orgasme yang senikmat itu ketika aku bermasturbasi.
Lagian, apakah ini masih bisa disebut perkosaan? Selain aku pasrah melayani apa mau mereka, aku juga menikmatinya, bahkan sampai orgasme berkali kali.
Lamunanku terputus saat Girno mengangkat tubuhku hingga penisnya yang sudah mengecil terlepas dari vaginaku, dan ia menyingkir membiarkan Soleh mengambil gilirannya.
“Non, kita lanjutin ya”, kata Soleh yang sudah tiduran di sela kakiku yang sedikit mengkangkang.
Aku hanya menurut saja dan menaiki penisnya yang tegak mengacung itu. Soleh memegang dan membimbing penis itu menempel pada bibir vaginaku. Sekali ini, tanpa paksaan sedikitpun, malah aku yang berinisiatif menurunkan badanku, hingga perlahan penis itu tertelan dalam liang vaginaku.
“Ooh.. aaah...”, erang Soleh ketika penisnya mulai melesak ke dalam vaginaku.
Memang lebih mudah dari punya Girno tadi, karena diameter penis si Soleh lebih kecil. Namun tetap saja, panjangnya yang tidak selisih banyak dengan milik Girno tadi membuatku kelabakan.
“Ooh.. aduuuh..”, erangku panjang seiring makin menancapnya penis Soleh hingga amblas sepenuhnya dalam vaginaku.
Penisnya terasa hangat, lebih hangat dari punya si Girno yang kini duduk di kursi tengah ruang ini sambil merokok. Mereka memberiku kesempatan untuk bernafas sejenak, kemudian Urip mendorongku hingga aku kembali telungkup, kali ini menindih Soleh yang langsung mengambil kesempatan itu untuk melumat bibirku. Baru aku sadar, Soleh ini pasti tinggi sekali.
Rupanya si Urip belum puas dan ingin melanjutkan aksi sodominya terhadapku. Kembali aku disandwich seperti tadi. Namun kali ini aku lebih siap. Aku melebarkan kakiku hingga semakin mengkangkang seperti kodok, dan perlahan tapi pasti, liang anusku kembali ditembus penis Urip yang amat keras ini, membuat kedua liang di selangkangan tubuhku ini kembali terasa sesak.
Walaupun memang tidak sesesak tadi, rasa mulas dan ingin mengejan itu langsung kembali lagi menyiksa tubuhku, membuatku merintih dan mengerang, antara pedih dan nikmat. Beberapa kali aku harus menahan nafas karena kesakitan.
Kini Hadi dan Yoyok ikut mengepungku. Mereka masing masing memegang tangan kiri dan kananku, mengarahkanku untuk menggenggam penis mereka dan mengocoknya. Selagi aku mulai mengocok dua buah penis itu, pak Edy mengambil posisi di depanku, kelihatannya ia ingin memintaku untuk mengoral penisnya.
“Dioral sekalian Eliza, daripada nganggur nih”, katanya dengan senyum yang memuakkan.
Tapi aku terpaksa menurutinya daripada nanti ia berbuat atau mengancam yang macam macam. Kubuka mulutku walaupun dengan setengah hati, membiarkan penis pak Edy yang berukuran kecil ini masuk dalam kulumanku.
Jadi kini aku digempur lima orang sekaligus, yang entah mengapa justru membuat gairahku naik tak karuan. Apalagi Soleh dan Urip makin bersemangat menggenjot selangkanganku, benar benar dengan cepat membawaku orgasme lagi.
“Eemmph...”, erangku keenakan.
Tubuhku mengejang, dan kurasakan cairan cintaku keluar, melumasi vaginaku yang terus dipompa Soleh yang kulihat sedang merem melek keenakan. Tiba tiba penis pak Edy berkedut dalam mulutku, dan tanpa ampun spermanya muncrat membasahi kerongkonganku.
Baru kali ini aku merasakan sperma dalam mulutku, rasanya aneh, asin dan asam. Mungkin karena sudah beberapa kali melihat film biru, tanpa disuruh pun aku sudah tahu tugasku. Kubersihkan penis pak Edy dengan kukulum, kujilati, dan kusedot sedot sampai tidak ada sperma yang tertinggal di penis yang kecil itu, sementara itu pak Edy melolong lolong keenakan.
“Lho pak, kok sudah keluar? Masa kalah sama sepongannya non Eliza? Bagaimana nanti sama memeknya? Seret banget lho pak”, kata Soleh dengan nada sedikit mengejek, disambung tawa para lelaki bejat di ruang ini.
Pak Edy terlihat tersenyum malu, dan tak berkata apa apa, hanya duduk di sebelah si Girno. Aku juga tertawa dalam hati, namun ada bagusnya juga, kini tugasku menjadi sedikit lebih ringan.
Hadi yang juga ingin merasakan penisnya kuoral, pindah posisi ke depanku, dan mengarahkan penisnya ke mulutku. Aku mengulum penis itu tanpa penolakan, dan kocokan tangan kananku pada penis Yoyok kupercepat, aku seakan sedang berlomba mengimbangi cepatnya sodokan demi sodokan penis Soleh dan Urip yang semakin gencar menghajar vagina dan anusku.
“Ouuggghh...”, Urip tiba tiba mendengus dengus dan melolong panjang seiring berkedutnya penisnya dalam liang anusku.
Penis Urip menyemprotkan spermanya berulang ulang di dalam liang anusku hingga terasa hangat sekali pada liang anusku di bagian terdalam. Perutku kembali sedikit mulas, tapi mulas yang enak sekali.
Kini aku tinggal melayani 3 orang saja, namun entah aku sudah orgasme berapa kali. Aku amat lelah untuk menghitungnya. Dan Yoyok berniat menggantikan Urip membobol anusku. Baru aku sadar, dari genggaman tanganku tadi pada penis Yoyok, aku tahu penis Yoyok tidak panjang, tapi.. diameternya itu, rasanya seukuran dengan punya si Girno. Dan celaka.. penis itu akan segera menghajar anusku.
“Oooh.. ooogh.. sakiiit..”, erangku ketika Yoyok memaksakan penisnya sampai akhirnya masuk.
Namun seperti yang tadi tadi, rasa sakit yang menderaku hanya berlangsung sebentar, dan berganti rasa nikmat luar biasa yang tak bisa dilukiskan dengan kata kata. Aku melenguh lenguh menikmati mulasnya perutku, juga rasa ingin mengejan yang mendera liang anusku. Apalagi liang vaginaku ini semakin ngilu seperti akan copot saja, karena Soleh terus memompa liang vaginaku tanpa ampun.
Aku semakin tersengat birahi ketika Soleh yang ada di bawahku meremas remas payudaraku yang tergantung di depan matanya, sementara Hadi menekan nekankan kepalaku untuk lebih melesakkan penisnya ke kerongkonganku. Di sini aku bisa mengira ngira, ternyata penis si Hadi ini mirip dengan punya Urip dan Soleh.
Dengan pasrah aku terus melayani mereka satu per satu sampai akhirnya mereka orgasme bersamaan. Dimulai dari kedutan penis Soleh dalam vaginaku, tapi tiba tiba penis Hadi berkedut lebih keras dan langsung menyemburkan spermanya yang amat banyak dalam rongga mulutku. Aku gelagapan dan nyaris tersedak, namun aku usahakan semuanya tertelan masuk dalam kerongkonganku.
Selagi aku berusaha menelan semuanya, tiba tiba dari belakang Yoyok menggeram, penisnya juga berkedut, kemudian menyemprotkan sperma berulang ulang dalam liang anusku, diikuti Soleh yang menghunjamkan penisnya dalam dalam sambil berteriak penuh kenikmatan.
“Ooohh.. aanggh..”, aku sendiri juga mengerang panjang.
Bersamaan dengan berulang kali menyemprotnya sperma Soleh di dalam vaginaku, aku juga mengalami orgasme hebat. Hadi jatuh terduduk lemas setelah penisnya kubersihkan tuntas seperti punya pak Edy tadi. Lalu Soleh yang penisnya masih menancap di dalam vaginaku memelukku erat dan kembali melumat bibirku dengan ganas, sampai aku tersengal sengal kehabisan nafas.
Yoyok yang penisnya tak terlalu panjang hingga sudah terlepas dari anusku, juga duduk bersandar di dinding. Liang anusku langsung terasa lega dan nyaman, dan sekarang ini tinggal aku dan Soleh yang ada di atas ranjang.
Kami terus bergumul dengan panas. Soleh membalik posisi kami hingga aku telentang di ranjang ditindihnya, dan penisnya tetap masih menancap dalam vaginaku meskipun mulai lembek, mungkin dikarenakan penis Soleh yang panjang.
Tanpa sadar, kakiku melingkari pinggangnya Soleh, seakan tak ingin penisnya terlepas, dan aku balas melumat bibir si Soleh ini.
Mungkin pergumulan kami yang panas menyebabkan birahi Girno terbakar. Aku sempat melihat penis raksasa itu mengacung kembali, seolah menandakan tenaganya yang sudah pulih setelah tadi sudah sempat berejakulasi.
Namun ia dengan sabar membiarkan aku dan Soleh yang bergumul dengan penuh nafsu. Namun penis Soleh yang semakin mengecil itu akhirnya tidak lagi tertahan erat dalam vaginaku, dan Soleh pun tampaknya tahu diri untuk memberikanku kepada yang lain yang sudah siap kembali untuk menggenjotku.
Girno segera menyergap dan menindihku, tanpa memberiku kesempatan bernafas, dengan penuh nafsu ia segera menjejalkan penisnya yang amat besar itu ke dalam vaginaku. Aku terbeliak, merasakan kembali sesaknya vaginaku.
Girno yang sudah terbakar nafsu ini mulai memompa vaginaku dengan ganas, membuat tubuhku kembali bergetar getar sementara aku mendesah dan merintih merasakan nikmat berkepanjangan ini.
Gilanya, aku ingin Girno bersikap lebih liar. Aku malah mencoba menggoda Girno dengan pura pura ingin menahan sodokan penisnya dengan cara menahan bagian bawah tubuhnya.
Benar saja, dengan tatapan garang ia mencengkram dan menekan kedua pergelangan tanganku di atas ranjang tempat aku dibantai ini, membuatku tak berdaya. Dan sodokan demi sodokan penis Girno yang menghajar vaginaku terasa semakin keras.
Aku bahkan nekat menatap Girno dengan pandangan sayu memelas untuk lebih menggodanya lagi, dan ternyata memang berhasil. Dengan nafas memburu, Girno melumat bibirku seolah tak ingin bibirku terlepas dari pagutannya. sambil terus memompa vaginaku.
Kini aku yang gelagapan. Orgasme yang menderaku membuat tubuhku bergetar hebat, tapi aku tak berdaya melepaskan ledakan birahiku karena seluruh gerakan tubuhku terkunci. Bahkan untuk melenguh pun aku tidak bisa karena Girno masih saja melmat bibirku.
Apalagi yang lain kembali mengerubutiku, membelai sekujur tubuhku seolah ingin menikmati tiap senti kulit tubuhku yang putih mulis ini. Entah kenapa aku merasa aku rela melayani mereka berenam ini untuk seterusnya, membuatku terkejut dalam hati.
Hah? Apa yang baru saja aku pikirkan? Aku ini kan diperkosa, kok aku malah berpikir seperti itu? Tapi tak bisa kupungkiri, tadi itu benar benar nikmat, belum pernah aku merasakan orgasme yang senikmat itu ketika aku bermasturbasi.
Lagian, apakah ini masih bisa disebut perkosaan? Selain aku pasrah melayani apa mau mereka, aku juga menikmatinya, bahkan sampai orgasme berkali kali.
Lamunanku terputus saat Girno mengangkat tubuhku hingga penisnya yang sudah mengecil terlepas dari vaginaku, dan ia menyingkir membiarkan Soleh mengambil gilirannya.
“Non, kita lanjutin ya”, kata Soleh yang sudah tiduran di sela kakiku yang sedikit mengkangkang.
Aku hanya menurut saja dan menaiki penisnya yang tegak mengacung itu. Soleh memegang dan membimbing penis itu menempel pada bibir vaginaku. Sekali ini, tanpa paksaan sedikitpun, malah aku yang berinisiatif menurunkan badanku, hingga perlahan penis itu tertelan dalam liang vaginaku.
“Ooh.. aaah...”, erang Soleh ketika penisnya mulai melesak ke dalam vaginaku.
Memang lebih mudah dari punya Girno tadi, karena diameter penis si Soleh lebih kecil. Namun tetap saja, panjangnya yang tidak selisih banyak dengan milik Girno tadi membuatku kelabakan.
“Ooh.. aduuuh..”, erangku panjang seiring makin menancapnya penis Soleh hingga amblas sepenuhnya dalam vaginaku.
Penisnya terasa hangat, lebih hangat dari punya si Girno yang kini duduk di kursi tengah ruang ini sambil merokok. Mereka memberiku kesempatan untuk bernafas sejenak, kemudian Urip mendorongku hingga aku kembali telungkup, kali ini menindih Soleh yang langsung mengambil kesempatan itu untuk melumat bibirku. Baru aku sadar, Soleh ini pasti tinggi sekali.
Rupanya si Urip belum puas dan ingin melanjutkan aksi sodominya terhadapku. Kembali aku disandwich seperti tadi. Namun kali ini aku lebih siap. Aku melebarkan kakiku hingga semakin mengkangkang seperti kodok, dan perlahan tapi pasti, liang anusku kembali ditembus penis Urip yang amat keras ini, membuat kedua liang di selangkangan tubuhku ini kembali terasa sesak.
Walaupun memang tidak sesesak tadi, rasa mulas dan ingin mengejan itu langsung kembali lagi menyiksa tubuhku, membuatku merintih dan mengerang, antara pedih dan nikmat. Beberapa kali aku harus menahan nafas karena kesakitan.
Kini Hadi dan Yoyok ikut mengepungku. Mereka masing masing memegang tangan kiri dan kananku, mengarahkanku untuk menggenggam penis mereka dan mengocoknya. Selagi aku mulai mengocok dua buah penis itu, pak Edy mengambil posisi di depanku, kelihatannya ia ingin memintaku untuk mengoral penisnya.
“Dioral sekalian Eliza, daripada nganggur nih”, katanya dengan senyum yang memuakkan.
Tapi aku terpaksa menurutinya daripada nanti ia berbuat atau mengancam yang macam macam. Kubuka mulutku walaupun dengan setengah hati, membiarkan penis pak Edy yang berukuran kecil ini masuk dalam kulumanku.
Jadi kini aku digempur lima orang sekaligus, yang entah mengapa justru membuat gairahku naik tak karuan. Apalagi Soleh dan Urip makin bersemangat menggenjot selangkanganku, benar benar dengan cepat membawaku orgasme lagi.
“Eemmph...”, erangku keenakan.
Tubuhku mengejang, dan kurasakan cairan cintaku keluar, melumasi vaginaku yang terus dipompa Soleh yang kulihat sedang merem melek keenakan. Tiba tiba penis pak Edy berkedut dalam mulutku, dan tanpa ampun spermanya muncrat membasahi kerongkonganku.
Baru kali ini aku merasakan sperma dalam mulutku, rasanya aneh, asin dan asam. Mungkin karena sudah beberapa kali melihat film biru, tanpa disuruh pun aku sudah tahu tugasku. Kubersihkan penis pak Edy dengan kukulum, kujilati, dan kusedot sedot sampai tidak ada sperma yang tertinggal di penis yang kecil itu, sementara itu pak Edy melolong lolong keenakan.
“Lho pak, kok sudah keluar? Masa kalah sama sepongannya non Eliza? Bagaimana nanti sama memeknya? Seret banget lho pak”, kata Soleh dengan nada sedikit mengejek, disambung tawa para lelaki bejat di ruang ini.
Pak Edy terlihat tersenyum malu, dan tak berkata apa apa, hanya duduk di sebelah si Girno. Aku juga tertawa dalam hati, namun ada bagusnya juga, kini tugasku menjadi sedikit lebih ringan.
Hadi yang juga ingin merasakan penisnya kuoral, pindah posisi ke depanku, dan mengarahkan penisnya ke mulutku. Aku mengulum penis itu tanpa penolakan, dan kocokan tangan kananku pada penis Yoyok kupercepat, aku seakan sedang berlomba mengimbangi cepatnya sodokan demi sodokan penis Soleh dan Urip yang semakin gencar menghajar vagina dan anusku.
“Ouuggghh...”, Urip tiba tiba mendengus dengus dan melolong panjang seiring berkedutnya penisnya dalam liang anusku.
Penis Urip menyemprotkan spermanya berulang ulang di dalam liang anusku hingga terasa hangat sekali pada liang anusku di bagian terdalam. Perutku kembali sedikit mulas, tapi mulas yang enak sekali.
Kini aku tinggal melayani 3 orang saja, namun entah aku sudah orgasme berapa kali. Aku amat lelah untuk menghitungnya. Dan Yoyok berniat menggantikan Urip membobol anusku. Baru aku sadar, dari genggaman tanganku tadi pada penis Yoyok, aku tahu penis Yoyok tidak panjang, tapi.. diameternya itu, rasanya seukuran dengan punya si Girno. Dan celaka.. penis itu akan segera menghajar anusku.
“Oooh.. ooogh.. sakiiit..”, erangku ketika Yoyok memaksakan penisnya sampai akhirnya masuk.
Namun seperti yang tadi tadi, rasa sakit yang menderaku hanya berlangsung sebentar, dan berganti rasa nikmat luar biasa yang tak bisa dilukiskan dengan kata kata. Aku melenguh lenguh menikmati mulasnya perutku, juga rasa ingin mengejan yang mendera liang anusku. Apalagi liang vaginaku ini semakin ngilu seperti akan copot saja, karena Soleh terus memompa liang vaginaku tanpa ampun.
Aku semakin tersengat birahi ketika Soleh yang ada di bawahku meremas remas payudaraku yang tergantung di depan matanya, sementara Hadi menekan nekankan kepalaku untuk lebih melesakkan penisnya ke kerongkonganku. Di sini aku bisa mengira ngira, ternyata penis si Hadi ini mirip dengan punya Urip dan Soleh.
Dengan pasrah aku terus melayani mereka satu per satu sampai akhirnya mereka orgasme bersamaan. Dimulai dari kedutan penis Soleh dalam vaginaku, tapi tiba tiba penis Hadi berkedut lebih keras dan langsung menyemburkan spermanya yang amat banyak dalam rongga mulutku. Aku gelagapan dan nyaris tersedak, namun aku usahakan semuanya tertelan masuk dalam kerongkonganku.
Selagi aku berusaha menelan semuanya, tiba tiba dari belakang Yoyok menggeram, penisnya juga berkedut, kemudian menyemprotkan sperma berulang ulang dalam liang anusku, diikuti Soleh yang menghunjamkan penisnya dalam dalam sambil berteriak penuh kenikmatan.
“Ooohh.. aanggh..”, aku sendiri juga mengerang panjang.
Bersamaan dengan berulang kali menyemprotnya sperma Soleh di dalam vaginaku, aku juga mengalami orgasme hebat. Hadi jatuh terduduk lemas setelah penisnya kubersihkan tuntas seperti punya pak Edy tadi. Lalu Soleh yang penisnya masih menancap di dalam vaginaku memelukku erat dan kembali melumat bibirku dengan ganas, sampai aku tersengal sengal kehabisan nafas.
Yoyok yang penisnya tak terlalu panjang hingga sudah terlepas dari anusku, juga duduk bersandar di dinding. Liang anusku langsung terasa lega dan nyaman, dan sekarang ini tinggal aku dan Soleh yang ada di atas ranjang.
Kami terus bergumul dengan panas. Soleh membalik posisi kami hingga aku telentang di ranjang ditindihnya, dan penisnya tetap masih menancap dalam vaginaku meskipun mulai lembek, mungkin dikarenakan penis Soleh yang panjang.
Tanpa sadar, kakiku melingkari pinggangnya Soleh, seakan tak ingin penisnya terlepas, dan aku balas melumat bibir si Soleh ini.
Mungkin pergumulan kami yang panas menyebabkan birahi Girno terbakar. Aku sempat melihat penis raksasa itu mengacung kembali, seolah menandakan tenaganya yang sudah pulih setelah tadi sudah sempat berejakulasi.
Namun ia dengan sabar membiarkan aku dan Soleh yang bergumul dengan penuh nafsu. Namun penis Soleh yang semakin mengecil itu akhirnya tidak lagi tertahan erat dalam vaginaku, dan Soleh pun tampaknya tahu diri untuk memberikanku kepada yang lain yang sudah siap kembali untuk menggenjotku.
Girno segera menyergap dan menindihku, tanpa memberiku kesempatan bernafas, dengan penuh nafsu ia segera menjejalkan penisnya yang amat besar itu ke dalam vaginaku. Aku terbeliak, merasakan kembali sesaknya vaginaku.
Girno yang sudah terbakar nafsu ini mulai memompa vaginaku dengan ganas, membuat tubuhku kembali bergetar getar sementara aku mendesah dan merintih merasakan nikmat berkepanjangan ini.
Gilanya, aku ingin Girno bersikap lebih liar. Aku malah mencoba menggoda Girno dengan pura pura ingin menahan sodokan penisnya dengan cara menahan bagian bawah tubuhnya.
Benar saja, dengan tatapan garang ia mencengkram dan menekan kedua pergelangan tanganku di atas ranjang tempat aku dibantai ini, membuatku tak berdaya. Dan sodokan demi sodokan penis Girno yang menghajar vaginaku terasa semakin keras.
Aku bahkan nekat menatap Girno dengan pandangan sayu memelas untuk lebih menggodanya lagi, dan ternyata memang berhasil. Dengan nafas memburu, Girno melumat bibirku seolah tak ingin bibirku terlepas dari pagutannya. sambil terus memompa vaginaku.
Kini aku yang gelagapan. Orgasme yang menderaku membuat tubuhku bergetar hebat, tapi aku tak berdaya melepaskan ledakan birahiku karena seluruh gerakan tubuhku terkunci. Bahkan untuk melenguh pun aku tidak bisa karena Girno masih saja melmat bibirku.
Aku hanya bisa diam dan pasrah menikmati semua ini, hingga akhirnya aku mendengar Girno menggeram nggeram. Semprotan sperma yang cukup banyak kembali membasahi liang vaginaku.
Girno melepaskan cengkramannya pada kedua pergelangan tanganku, namun aku sudah terlalu lelah dan lemas untuk menggerakkannya. Ia turun dari ranjang, setelah melumat bibirku dengan ganas, lalu memberi kesempatan pada pak Edy yang penisnya sudah ereksi kembali.
Kali ini, ia terlihat lebih gembira, karena mendapatkan jatah liang vaginaku, yang kelihatannya sudah ditunggunya sejak tadi. Dengan tersenyum senang, yang bagiku memuakkan, ia mulai menggesekkan kepala penisnya ke vaginaku yang sudah banjir cairan sperma bercampur cairan cintaku.
Tanpa kesulitan yang berarti, wali kelasku ini sudah melesakkan penisnya seluruhnya, membelah dinding liang vaginaku yang licin ini.
Aku sedikit mendesah ketika ia mulai memompa vaginaku. Namun lagi lagi seperti tadi, belum ada 3 menit, pak Edy sudah mulai menggeram, kemudian tanpa mampu menahan lagi ia menyemprotkan spermanya ke dalam liang vaginaku.
Yang lain kembali menertawakan pak Edy, sedangkan aku yang belum terpuaskan dalam ‘sesi’ ini, memandang yang lain, terutama Hadi yang belum sempat merasakan selangkanganku.
Hadi yang seolah mengerti, segera mendekatiku. Terlebih dulu ia mencium bibirku dengan gaya yang dimesra mesrakan, membuatku sedikit geli namun cukup terangsang juga.
Tak lama kemudian, Hadi sudah siap dengan kepala penis yang menempel di vaginaku, lalu mulai melesakkan penisnya dalam dalam. Ia terlihat menikmati hal ini, sementara aku sedikit mengejang menahan sakit karena Hadi cukup terburu buru dalam proses penetrasi ini.
Selagi kami dalam proses menyatu, yang lain sedang mengejek pak Edy yang terlalu cepat keluar. Ingin aku menambahkan, penisnya agak sedikit lembek. Tapi aku menahan diri dan diam saja, karena aku tak ingin terlihat murahan di depan mereka.
Hadi mulai memompa vaginaku. Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku. Pinggangku bergerak gerak dan pantatku sedikit terangkat, seolah menggambarkan aku yang sedang mencari kenikmatan. Selagi aku dan Hadi sudah mulai menemukan ritme yang pas, aku melihat yang lain yaitu Yoyok dan Urip akan pergi keluar dari ruangan ini.
“Nanti kasihan non Eliza, kalo memeknya yang bersih jadi kotor kalo kontolku tidak aku cuci”, kata Urip ketika akan keluar.
“Iya, juga, kan kasihan, amoy cakep cakep gini harus ngemut kontol yang kotor seperti ini”, sambung Yoyok.
Oh, ternyata mereka begitu pengertian padaku. Aku jadi semakin senang, dan menyerahkan tubuhku ini seutuhnya pada mereka. Kulayani Hadi dengan sepenuh hati, setiap tusukan penisnya kusambut dengan menaikkan pantatku hingga penis itu bersarang semakin dalam, memberikan nikmat yang amat sangat.
Tanpa ampun lagi, tak sampai lima menit kemudian aku orgasme disusul Hadi yang menembakkan spermanya dalam liang vaginaku, bersamaan dengan kembalinya Yoyok dan Urip.
Namun mereka berdua ini tak langsung menggarapku. Setelah Hadi terduduk lemas di bawah, mereka berdua mengerubutiku, tapi hanya membelai sekujur tubuhku, memberiku kesempatan untuk beristirahat setelah orgasme barusan.
Mereka berdua menyusu pada payudaraku, sambil meremas kecil, membuatku mendesah tak karuan. Kini jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Tak terasa sudah satu jam aku melayani nafsu enam lelaki ini.
Dalam keadaan lelah, aku minta waktu sebentar pada Urip dan Yoyok untuk minum. Keringat yang mengucur deras sejak tadi membuatku haus.
“Sebentar bapak bapak, saya mau minum dulu ya”, kataku.
Kebetulan di tasku ada sekitar setengah botol air Aqua, sisa minuman yang tadi sore, tapi aku langsung teringat, minuman itu dicampur obat cuci perut yang mengantarku ke horor di ruang UKS ini.
“Pak Girno. Saya haus.. tapi air minum saya tadi itu sudah bapak campurin obat cuci perut kan? Tolong pak, belikan saya minuman dulu. Jangan dicampurin apa apa lagi ya pak”, kataku sambil akan turun dari ranjang untuk mencari uang dalam dompet yang ada di dalam tas sekolahku.
“Tidak usah non. Saya belikan saja, sekalian sebagai hadiah untuk non”, kata Girno menolak.
Dalam hati aku menggerutu, air aqua sebotol saja dikatakan hadiah. Tapi aku diam saja.
Girno pergi ke WC sebentar untuk mencuci penisnya, kemudian kembali dan mengenakan celana dalam dan celana panjangnya saja. Lalu ia keluar untuk membeli air minum untukku.
Sambil menunggu, yang lain menggodaku, merayuku betapa cantiknya aku, betapa putih mulusnya kulit tiubuhku yang indah dan sebagainya. Aku hanya tersenyum kecil menanggapi itu semua.
Tak lama kemudian, Girno kembali sambil membawa sebotol Aqua, yang ternyata segelnya sudah terbuka.
“Pak, masa bapak tega mencampuri air minum ini lagi? Nanti kan saya mulas mulas lagi?”, aku menatap Girno dengan curiga, dan bertanya dengan ketus.
“Nggak non. Masa lagi enak enak gini saya pingin non bolak balik ke WC lagi. Ini cuma supaya non Eliza gak terlalu capek. Buat tambah tenaga non”, jawab Girno sambil tersenyum senyum.
Yah, pokoknya bukan obat cuci perut, aku akhirnya meminumnya sampai setengahnya, karena aku sudah semakin kehausan. Tak lupa aku mengambil botol sisa air minum yang tadi di dalam tasku, dan membuangnya ke tong sampah di ruang ini. Aku tak mau sampai salah minum dan kemudian menderita di toilet seperti tadi.
===X0X===
Kemudian aku kembali ke ranjang, menuntaskan tugasku melayani Urip dan Yoyok. Tiba tiba aku merasa aneh, tubuhku terasa panas terutama wajahku, keringat kembali bercucuran di sekujur tubuhku.Padahal mereka belum menyentuhku.
Aku langsung tersadar, ini pasti ada obat perangsang yang dicampurkan dalam minuman yang tadi dibelikan oleh Girno.
Sialan deh, aku kini semakin terperangkap dalam cengkeraman mereka. Urip dan Yoyok bergantian memompa vagina dan mulutku. Permainan ini dilanjutkan kembali. Urip melesakkan penisnya dalam vaginaku, sementara Yoyok memintaku mengoral penisnya.
Mungkin karena obat perangsang itu, aku sendiri menginginkan kenikmatan ini tidak pernah berhenti menghinggapiku, bahkan sebentar sebentar aku mengalami orgasme. Dan gilanya, tiap aku orgasme mereka berdua bertukar posisi, membuatku semakin larut dalam permainan ini.
Rasa sperma dari banyak orang, bercampur cairan cintaku, kurasakan ketika mengoral penis mereka, membuatku semakin liar. Aku menggeliat keenakan saat mereka berejakulasi hampir bersamaan, Yoyok di vaginaku dan Urip di tenggorokanku. Sedangkan aku sendiri kembali harus menyerah diantar menuju orgasmeku.
Ada satu menit lamanya, tubuhku terlonjak lonjak hingga pantatku terangkat angkat, kakiku melejang lejang sementara tanganku menggengam sprei yang sudah basah dan awut awutan. Aku melenguh panjang, kemudian roboh telentang pasrah, dalam keadaan masih terbakar nafsu birahi.
Tapi kelelahan dan nafasku yang tersengal sengal membuatku hanya bisa memejamkan mata menikmati getaran pada sekujur tubuhku. Kemudian bergantian mereka terus menikmati tubuhku. Liang vaginaku ini tak henti hentinya diaduk aduk oleh penis demi penis yang selalu ada penggantinya setiap pemerkosaku berejakulasi.
Aku sudah setengah tak sadar kerena terbakar nafsu birahi yang amat hebat, melayani dan melayani mereka semua tanpa bisa mengontrol diriku. Akhirnya mereka sudah selesai menikmati tubuhku ketika jam menunjukan pukul sepuluh kurang seperempat.
===X0X===
Mereka membiarkanku istirahat hingga staminaku sedikit pulih. Aku bangkit berdiri dan melap tubuhku yang basah kuyup oleh keringat ini dengan sehelai handuk yang mereka berikan, sekaligus membersihkan selangkangan dan pahaku yang belepotan sperma.
Aku tertegun melihat Girno sudah membawa sebuah roti hot dog yang panjang. Dengan nakal Girno melesakkan roti hot dog itu ke dalam vaginaku. Aku mendesah dan memandangnya dengan memelas sekaligus penuh tanda tanya.
Tapi Girno hanya cengengesan sambil terus melesakkan roti itu sedalam dalamnya, sedangkan aku menggeliat perlahan ketika roti itu menbuat liang vaginaku terasa sesak. Lalu ia memakaikan celana dalamku, hingga roti itu semakin tertekan oleh celana dalamku dan menyiksa liang vaginaku.
Aku melenguh nikmat, dan mereka berebut memakaikan braku. Tanganku direntangkan, dan mereka menutup kedua payudaraku dengan cup braku, memasang kaitannya di belakang punggungku. Lalu setelah memakaikan seragam sekolah dan rokku, mereka melingkariku yang duduk di atas ranjang dan sedang mengenakan kaus kaki dan sepatu sekolahku.
Kemudian aku menatap mereka semua, siap mendengarkan ancaman kalo tidak boleh bilang siapa siapa lah.. ah, kalo itu sih nggak usah mereka mengancam, memangnya aku sampai tak punya malu sehingga menceritakan bagaimana aku yang asalnya diperkosa kemudian melayani mereka sepenuh hati seperti yang tadi aku lakukan??
Dan tentang kalo mereka ingin memperkosaku lagi di lain waktu, aku juga sudah pasrah, bahkan hati kecilku seperti mengatakan aku suka dan rela diperkosa habis habisan oleh mereka seperti tadi.
“Non Eliza, kami puas dengan pelayanan non barusan. Tapi tentu saja kami masih menginginkan non melayani kami untuk berikut berikutnya”, kata Girno.
“Apa maksud bapak?”, tanyaku pura pura tak mengerti.
“Non tentu sudah mengerti, kami masih inginkan servis non di lain hari. Kebetulan, di minggu depan hari kamis tu kan hari terima rapor semester tiga. Dan sejak tanggal dua puluh empat kan sekolah libur, maka kami ingin hari itu non Eliza datang ke sini.. jam tujuh malam.. untuk melayani kami lagi. Seperti hari ini, non cukup melayani kami dua jam saja”, jelas Girno.
Girno melepaskan cengkramannya pada kedua pergelangan tanganku, namun aku sudah terlalu lelah dan lemas untuk menggerakkannya. Ia turun dari ranjang, setelah melumat bibirku dengan ganas, lalu memberi kesempatan pada pak Edy yang penisnya sudah ereksi kembali.
Kali ini, ia terlihat lebih gembira, karena mendapatkan jatah liang vaginaku, yang kelihatannya sudah ditunggunya sejak tadi. Dengan tersenyum senang, yang bagiku memuakkan, ia mulai menggesekkan kepala penisnya ke vaginaku yang sudah banjir cairan sperma bercampur cairan cintaku.
Tanpa kesulitan yang berarti, wali kelasku ini sudah melesakkan penisnya seluruhnya, membelah dinding liang vaginaku yang licin ini.
Aku sedikit mendesah ketika ia mulai memompa vaginaku. Namun lagi lagi seperti tadi, belum ada 3 menit, pak Edy sudah mulai menggeram, kemudian tanpa mampu menahan lagi ia menyemprotkan spermanya ke dalam liang vaginaku.
Yang lain kembali menertawakan pak Edy, sedangkan aku yang belum terpuaskan dalam ‘sesi’ ini, memandang yang lain, terutama Hadi yang belum sempat merasakan selangkanganku.
Hadi yang seolah mengerti, segera mendekatiku. Terlebih dulu ia mencium bibirku dengan gaya yang dimesra mesrakan, membuatku sedikit geli namun cukup terangsang juga.
Tak lama kemudian, Hadi sudah siap dengan kepala penis yang menempel di vaginaku, lalu mulai melesakkan penisnya dalam dalam. Ia terlihat menikmati hal ini, sementara aku sedikit mengejang menahan sakit karena Hadi cukup terburu buru dalam proses penetrasi ini.
Selagi kami dalam proses menyatu, yang lain sedang mengejek pak Edy yang terlalu cepat keluar. Ingin aku menambahkan, penisnya agak sedikit lembek. Tapi aku menahan diri dan diam saja, karena aku tak ingin terlihat murahan di depan mereka.
Hadi mulai memompa vaginaku. Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku. Pinggangku bergerak gerak dan pantatku sedikit terangkat, seolah menggambarkan aku yang sedang mencari kenikmatan. Selagi aku dan Hadi sudah mulai menemukan ritme yang pas, aku melihat yang lain yaitu Yoyok dan Urip akan pergi keluar dari ruangan ini.
“Nanti kasihan non Eliza, kalo memeknya yang bersih jadi kotor kalo kontolku tidak aku cuci”, kata Urip ketika akan keluar.
“Iya, juga, kan kasihan, amoy cakep cakep gini harus ngemut kontol yang kotor seperti ini”, sambung Yoyok.
Oh, ternyata mereka begitu pengertian padaku. Aku jadi semakin senang, dan menyerahkan tubuhku ini seutuhnya pada mereka. Kulayani Hadi dengan sepenuh hati, setiap tusukan penisnya kusambut dengan menaikkan pantatku hingga penis itu bersarang semakin dalam, memberikan nikmat yang amat sangat.
Tanpa ampun lagi, tak sampai lima menit kemudian aku orgasme disusul Hadi yang menembakkan spermanya dalam liang vaginaku, bersamaan dengan kembalinya Yoyok dan Urip.
Namun mereka berdua ini tak langsung menggarapku. Setelah Hadi terduduk lemas di bawah, mereka berdua mengerubutiku, tapi hanya membelai sekujur tubuhku, memberiku kesempatan untuk beristirahat setelah orgasme barusan.
Mereka berdua menyusu pada payudaraku, sambil meremas kecil, membuatku mendesah tak karuan. Kini jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Tak terasa sudah satu jam aku melayani nafsu enam lelaki ini.
Dalam keadaan lelah, aku minta waktu sebentar pada Urip dan Yoyok untuk minum. Keringat yang mengucur deras sejak tadi membuatku haus.
“Sebentar bapak bapak, saya mau minum dulu ya”, kataku.
Kebetulan di tasku ada sekitar setengah botol air Aqua, sisa minuman yang tadi sore, tapi aku langsung teringat, minuman itu dicampur obat cuci perut yang mengantarku ke horor di ruang UKS ini.
“Pak Girno. Saya haus.. tapi air minum saya tadi itu sudah bapak campurin obat cuci perut kan? Tolong pak, belikan saya minuman dulu. Jangan dicampurin apa apa lagi ya pak”, kataku sambil akan turun dari ranjang untuk mencari uang dalam dompet yang ada di dalam tas sekolahku.
“Tidak usah non. Saya belikan saja, sekalian sebagai hadiah untuk non”, kata Girno menolak.
Dalam hati aku menggerutu, air aqua sebotol saja dikatakan hadiah. Tapi aku diam saja.
Girno pergi ke WC sebentar untuk mencuci penisnya, kemudian kembali dan mengenakan celana dalam dan celana panjangnya saja. Lalu ia keluar untuk membeli air minum untukku.
Sambil menunggu, yang lain menggodaku, merayuku betapa cantiknya aku, betapa putih mulusnya kulit tiubuhku yang indah dan sebagainya. Aku hanya tersenyum kecil menanggapi itu semua.
Tak lama kemudian, Girno kembali sambil membawa sebotol Aqua, yang ternyata segelnya sudah terbuka.
“Pak, masa bapak tega mencampuri air minum ini lagi? Nanti kan saya mulas mulas lagi?”, aku menatap Girno dengan curiga, dan bertanya dengan ketus.
“Nggak non. Masa lagi enak enak gini saya pingin non bolak balik ke WC lagi. Ini cuma supaya non Eliza gak terlalu capek. Buat tambah tenaga non”, jawab Girno sambil tersenyum senyum.
Yah, pokoknya bukan obat cuci perut, aku akhirnya meminumnya sampai setengahnya, karena aku sudah semakin kehausan. Tak lupa aku mengambil botol sisa air minum yang tadi di dalam tasku, dan membuangnya ke tong sampah di ruang ini. Aku tak mau sampai salah minum dan kemudian menderita di toilet seperti tadi.
===X0X===
Kemudian aku kembali ke ranjang, menuntaskan tugasku melayani Urip dan Yoyok. Tiba tiba aku merasa aneh, tubuhku terasa panas terutama wajahku, keringat kembali bercucuran di sekujur tubuhku.Padahal mereka belum menyentuhku.
Aku langsung tersadar, ini pasti ada obat perangsang yang dicampurkan dalam minuman yang tadi dibelikan oleh Girno.
Sialan deh, aku kini semakin terperangkap dalam cengkeraman mereka. Urip dan Yoyok bergantian memompa vagina dan mulutku. Permainan ini dilanjutkan kembali. Urip melesakkan penisnya dalam vaginaku, sementara Yoyok memintaku mengoral penisnya.
Mungkin karena obat perangsang itu, aku sendiri menginginkan kenikmatan ini tidak pernah berhenti menghinggapiku, bahkan sebentar sebentar aku mengalami orgasme. Dan gilanya, tiap aku orgasme mereka berdua bertukar posisi, membuatku semakin larut dalam permainan ini.
Rasa sperma dari banyak orang, bercampur cairan cintaku, kurasakan ketika mengoral penis mereka, membuatku semakin liar. Aku menggeliat keenakan saat mereka berejakulasi hampir bersamaan, Yoyok di vaginaku dan Urip di tenggorokanku. Sedangkan aku sendiri kembali harus menyerah diantar menuju orgasmeku.
Ada satu menit lamanya, tubuhku terlonjak lonjak hingga pantatku terangkat angkat, kakiku melejang lejang sementara tanganku menggengam sprei yang sudah basah dan awut awutan. Aku melenguh panjang, kemudian roboh telentang pasrah, dalam keadaan masih terbakar nafsu birahi.
Tapi kelelahan dan nafasku yang tersengal sengal membuatku hanya bisa memejamkan mata menikmati getaran pada sekujur tubuhku. Kemudian bergantian mereka terus menikmati tubuhku. Liang vaginaku ini tak henti hentinya diaduk aduk oleh penis demi penis yang selalu ada penggantinya setiap pemerkosaku berejakulasi.
Aku sudah setengah tak sadar kerena terbakar nafsu birahi yang amat hebat, melayani dan melayani mereka semua tanpa bisa mengontrol diriku. Akhirnya mereka sudah selesai menikmati tubuhku ketika jam menunjukan pukul sepuluh kurang seperempat.
===X0X===
Mereka membiarkanku istirahat hingga staminaku sedikit pulih. Aku bangkit berdiri dan melap tubuhku yang basah kuyup oleh keringat ini dengan sehelai handuk yang mereka berikan, sekaligus membersihkan selangkangan dan pahaku yang belepotan sperma.
Aku tertegun melihat Girno sudah membawa sebuah roti hot dog yang panjang. Dengan nakal Girno melesakkan roti hot dog itu ke dalam vaginaku. Aku mendesah dan memandangnya dengan memelas sekaligus penuh tanda tanya.
Tapi Girno hanya cengengesan sambil terus melesakkan roti itu sedalam dalamnya, sedangkan aku menggeliat perlahan ketika roti itu menbuat liang vaginaku terasa sesak. Lalu ia memakaikan celana dalamku, hingga roti itu semakin tertekan oleh celana dalamku dan menyiksa liang vaginaku.
Aku melenguh nikmat, dan mereka berebut memakaikan braku. Tanganku direntangkan, dan mereka menutup kedua payudaraku dengan cup braku, memasang kaitannya di belakang punggungku. Lalu setelah memakaikan seragam sekolah dan rokku, mereka melingkariku yang duduk di atas ranjang dan sedang mengenakan kaus kaki dan sepatu sekolahku.
Kemudian aku menatap mereka semua, siap mendengarkan ancaman kalo tidak boleh bilang siapa siapa lah.. ah, kalo itu sih nggak usah mereka mengancam, memangnya aku sampai tak punya malu sehingga menceritakan bagaimana aku yang asalnya diperkosa kemudian melayani mereka sepenuh hati seperti yang tadi aku lakukan??
Dan tentang kalo mereka ingin memperkosaku lagi di lain waktu, aku juga sudah pasrah, bahkan hati kecilku seperti mengatakan aku suka dan rela diperkosa habis habisan oleh mereka seperti tadi.
“Non Eliza, kami puas dengan pelayanan non barusan. Tapi tentu saja kami masih menginginkan non melayani kami untuk berikut berikutnya”, kata Girno.
“Apa maksud bapak?”, tanyaku pura pura tak mengerti.
“Non tentu sudah mengerti, kami masih inginkan servis non di lain hari. Kebetulan, di minggu depan hari kamis tu kan hari terima rapor semester tiga. Dan sejak tanggal dua puluh empat kan sekolah libur, maka kami ingin hari itu non Eliza datang ke sini.. jam tujuh malam.. untuk melayani kami lagi. Seperti hari ini, non cukup melayani kami dua jam saja”, jelas Girno.
Aku memandang Girno dengan perasaan yang campur aduk, menyadari aku akan jadi budak seksnya.
“Soal pertemuan berikutnya, kita bisa atur lagi nanti tanggal dua puluh empat itu. Yang pasti non Eliza harus datang, karena kalo tidak wali kelas non bisa memberikan sanksi tegas. Iya kan pak Edy?” tambah Girno, dengan nada yang sangat mengintimidasi diriku.
“Benar Eliza. Bapak bisa membuatmu tidak naik kelas, dengan alasan yang bisa bapak cari cari. Jadi sebaiknya kamu jangan macam macam, apalagi sampai melaporkan hal ini ke orang lain. Lagipula, bapak yakin kamu cukup cerdas untuk tak melakukan hal bodoh seperti itu” kata pak Edy.
Mendengar semuanya ini, aku hanya bisa mengangguk pasrah. Oh Tuhan, setelah menerima raport minggu depan, aku harus menyerahkan diri untuk digilir oleh enam lelaki yang ada di sekitarku ini. Dan aku tak bisa menolak sama sekali. Setelah semua beres, aku diijinkan pulang.
Dalam keadaan loyo, aku berjalan tertatih tatih ke arah mobilku. Selain sakit yang mendera selangkanganku akibat baru saja diperawani dan diperkosa ramai ramai, roti yang menancap pada liang vaginaku sekarang ini membuatku merasa liang vaginaku seperti sedang diperkosa oleh roti itu selagi aku terus berjalan, dan akibatnya aku tak bisa berjalan dengan wajar.
Untungnya tak ada orang yang melihatku dalam keadaan seperti ini. Kalau saja ada gerombolan lelaki yang melihatku dengan penampilan seperti ini, dimana rambutku kusut masai menghiasi wajahku yang sayu kelelahan setelah ngeseks dua jam dengan enam lelaki, serta cara berjalanku yang terlihat menahan sakit, bisa bisa aku disergap dan dipaksa melayani nafsu mereka dahulu.
Akhirnya aku sampai ke dalam mobil. Sebenarnya aku ingin melepaskan roti yang sedang memperkosaku ini, tapi harus kuakui rasanya enak juga kalau vaginaku terganjal roti itu sepanjang perjalanan pulang nanti. Dan aku pikir lebih baik aku cepat pulang saja daripada aku harus mengalami kejadian yang tak kuinginkan.
Aku menyetir sampai ke rumah dengan selamat, sekitar pukul setengah sebelas malam. Aku memencet remote pintu pagar untuk membuka, lalu aku memasukkan mobilku halaman rumah. Setelah memencet remote untuk menutup pintu pagar, aku masuk ke dalam rumah, langsung menuju kamarku.
Sejak aku menyetir tadi, aku terus memikirkan roti yang sedang asyik menancap di liang vaginaku. Rasa ngilu yang nikmat terus mendera liang vaginaku tak henti hentinya, karena setiap kaki kiriku menginjak kopling mobil, roti ini rasanya begitu mengganjal, menggesek dan mengaduk dinding liang vaginaku.
Kini hal yang sama juga terjadi setiap aku melangkahkan kakiku. Rasanya kamarku begitu jauh, apalagi aku harus naik tangga, karena kamarku memang ada di lantai 2. Tiap anak tangga yang kudaki ini hanya menambah siksaaan kenikmatan yang kurasakan dalam liang vaginaku ini.
Akhirnya aku sampai ke kamarku. Di sana aku buka semua bajuku, lalu pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamarku, mencabut roti yang ternyata sudah sedikit hancur, mungkin karena sudah terlalu lama menyerap campuran sperma para pemerkosaku dan tentunya cairan cintaku sendiri yang memang rasanya tak berhenti keluar sejak roti itu mengisi liang vaginaku.
“Mmhh..”, aku merintih nikmat dan liang vaginaku terasa lega, meskipun tubuhku rasanya lemas sekali.
Aku menyemprotkan air shower ke liang vaginaku untuk membersihkan sisa roti yang tertinggal di dalamnya, sambil sedikit mengorek ngorek liang vaginaku ini supaya lebih cepat bersih. Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku, namun aku tahu aku harus segera beristirahat.
Maka aku segera mandi keramas sebersih bersihnya, kemudian setelah mengeringkan tubuhku aku memakai baju tidurku yang nyaman, dan merebahkan tubuhku yang sudah amat kelelahan ini di ranjangku yang empuk.
Aku baru teringat kalau aku tidak mengenakan bra, tapi aku sudah terlalu malas bangun lagi hanya untuk mengenakan bra. Dan akhirnya aku bisa tertidur pulas, setelah berhasil mengusir bayangan wajah puas orang orang yang tadi memperkosaku ramai ramai di UKS.
“Soal pertemuan berikutnya, kita bisa atur lagi nanti tanggal dua puluh empat itu. Yang pasti non Eliza harus datang, karena kalo tidak wali kelas non bisa memberikan sanksi tegas. Iya kan pak Edy?” tambah Girno, dengan nada yang sangat mengintimidasi diriku.
“Benar Eliza. Bapak bisa membuatmu tidak naik kelas, dengan alasan yang bisa bapak cari cari. Jadi sebaiknya kamu jangan macam macam, apalagi sampai melaporkan hal ini ke orang lain. Lagipula, bapak yakin kamu cukup cerdas untuk tak melakukan hal bodoh seperti itu” kata pak Edy.
Mendengar semuanya ini, aku hanya bisa mengangguk pasrah. Oh Tuhan, setelah menerima raport minggu depan, aku harus menyerahkan diri untuk digilir oleh enam lelaki yang ada di sekitarku ini. Dan aku tak bisa menolak sama sekali. Setelah semua beres, aku diijinkan pulang.
Dalam keadaan loyo, aku berjalan tertatih tatih ke arah mobilku. Selain sakit yang mendera selangkanganku akibat baru saja diperawani dan diperkosa ramai ramai, roti yang menancap pada liang vaginaku sekarang ini membuatku merasa liang vaginaku seperti sedang diperkosa oleh roti itu selagi aku terus berjalan, dan akibatnya aku tak bisa berjalan dengan wajar.
Untungnya tak ada orang yang melihatku dalam keadaan seperti ini. Kalau saja ada gerombolan lelaki yang melihatku dengan penampilan seperti ini, dimana rambutku kusut masai menghiasi wajahku yang sayu kelelahan setelah ngeseks dua jam dengan enam lelaki, serta cara berjalanku yang terlihat menahan sakit, bisa bisa aku disergap dan dipaksa melayani nafsu mereka dahulu.
Akhirnya aku sampai ke dalam mobil. Sebenarnya aku ingin melepaskan roti yang sedang memperkosaku ini, tapi harus kuakui rasanya enak juga kalau vaginaku terganjal roti itu sepanjang perjalanan pulang nanti. Dan aku pikir lebih baik aku cepat pulang saja daripada aku harus mengalami kejadian yang tak kuinginkan.
Aku menyetir sampai ke rumah dengan selamat, sekitar pukul setengah sebelas malam. Aku memencet remote pintu pagar untuk membuka, lalu aku memasukkan mobilku halaman rumah. Setelah memencet remote untuk menutup pintu pagar, aku masuk ke dalam rumah, langsung menuju kamarku.
Sejak aku menyetir tadi, aku terus memikirkan roti yang sedang asyik menancap di liang vaginaku. Rasa ngilu yang nikmat terus mendera liang vaginaku tak henti hentinya, karena setiap kaki kiriku menginjak kopling mobil, roti ini rasanya begitu mengganjal, menggesek dan mengaduk dinding liang vaginaku.
Kini hal yang sama juga terjadi setiap aku melangkahkan kakiku. Rasanya kamarku begitu jauh, apalagi aku harus naik tangga, karena kamarku memang ada di lantai 2. Tiap anak tangga yang kudaki ini hanya menambah siksaaan kenikmatan yang kurasakan dalam liang vaginaku ini.
Akhirnya aku sampai ke kamarku. Di sana aku buka semua bajuku, lalu pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamarku, mencabut roti yang ternyata sudah sedikit hancur, mungkin karena sudah terlalu lama menyerap campuran sperma para pemerkosaku dan tentunya cairan cintaku sendiri yang memang rasanya tak berhenti keluar sejak roti itu mengisi liang vaginaku.
“Mmhh..”, aku merintih nikmat dan liang vaginaku terasa lega, meskipun tubuhku rasanya lemas sekali.
Aku menyemprotkan air shower ke liang vaginaku untuk membersihkan sisa roti yang tertinggal di dalamnya, sambil sedikit mengorek ngorek liang vaginaku ini supaya lebih cepat bersih. Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku, namun aku tahu aku harus segera beristirahat.
Maka aku segera mandi keramas sebersih bersihnya, kemudian setelah mengeringkan tubuhku aku memakai baju tidurku yang nyaman, dan merebahkan tubuhku yang sudah amat kelelahan ini di ranjangku yang empuk.
Aku baru teringat kalau aku tidak mengenakan bra, tapi aku sudah terlalu malas bangun lagi hanya untuk mengenakan bra. Dan akhirnya aku bisa tertidur pulas, setelah berhasil mengusir bayangan wajah puas orang orang yang tadi memperkosaku ramai ramai di UKS.
Solusi Nikmat Di Rumah
Hari ini, di luar kebiasaanku, aku bangun agak telat, sekitar jam setengah delapan pagi. Itu pun karena sinar matahari yang terang menerpaku dari kaca jendela, yang salah satu gordennya lupa kututup tadi malam.
Mungkin karena aku kecapaian setelah kemarin aku dipaksa ‘berolahraga’ di ruang UKS sampai malam oleh enam orang itu hingga aku orgasme berkali kali.
Saat ini rumahku pasti sedang sepi, tinggal Siti dan Sulikah, dua pembantu wanita di rumahku yang berum*r sekitar dua puluh tah*n. Juga dua pembantu laki laki di rumahku, Suwito yang berum*r dua puluh lima tah*n dan Wawan yang berum*r dua puluh empat tah*n. Dan ada pak Arifin yang berum*r empat puluh lima tah*n, sopir yang setia mengantarku sejak aku masih di sekolah di sekolah dasar.
Papa dan mamaku masih berada di luar negeri. Dan aku ingat, kakakku menginap di rumah temannya, mengerjakan tugas kelompok kuliahnya yang harus menggunakan komputer. Juga aku baru ingat, Siti sedang pulang kampung, untuk mengurus KTPnya yang sudah hampir habis masa berlakunya.
Dengan malas aku bangkit menuju kamar mandi, menyalakan shower dan mandi sambil mengingat ingat kejadian gila yang menimpaku kemarin, membuatku tersenyum malu saat aku menyikat gigiku. Setelah selesai aku mengeringkan tubuhku dan mengenakan baju yang akan kupakai ke gereja nanti, tapi aku hanya mengenakan celana pendek yang santai karena aku masih harus makan pagi.
Karena bangun kesiangan, aku yang biasanya ke gereja jam delapan pagi, hari ini terpaksa harus datang ke sesi jam setengah sepuluh nanti, karena sekarang sudah jam 8 lebih. Masih ada waktu sekitar satu jam buatku sebelum pergi. Setelah itu, jadwal kegiatanku adalah les balet di sekolah balet ******* jam 5 nanti, dan aku harus berangkat setengah jam sebelumnya.
Demikian rutinitas kegiatanku tiap minggu. Kadang memang di siang hari setelah pulang gereja, aku jalan jalan ke mall, tapi hari ini rasanya aku amat lelah dan malas keluar. Aku memutuskan untuk istirahat saja sepulang gereja sampai saat ke sekolah balet nanti.
Selain itu selangkanganku masih agak ngilu setelah kemarin aku diperkosa ramai ramai oleh enam orang di ruang UKS sekitar dua jam lamanya.
Setelah merapikan penampilanku dengan menyisir rambutku supaya tak awut awutan, aku keluar ke ruang makan. Setelah mengambil nasi dan lauk yang ada, aku berniat membuat susu kesukaanku, tapi aku lihat toples gula di pinggir bufet kosong. Jadi aku ke dapur sebentar untuk mengambil gula.
Tetapi ketika aku baru masuk selangkah ke dalam dapur di rumahku ini, aku disuguhi sebuah pemandangan yang membuat jantungku berdegup kencang.
Sulikah yang menurutku memang berwajah cantik ini sedang mencuci peralatan masak, dan gilanya ia sedang pasrah disetubuhi dari belakang oleh Wawan yang menurutku tampangnya amburadul dengan ganas.
Pakaian yang dikenakan Sulikah sudah tersibak tak karuan. Tubuhnya yang mungil seukuran denganku terlihat mengejang sexy setiap penis Wawan menyodok vaginanya dalam dalam.
Mereka mendesah bersahut sahutan, tanpa menyadari keberadaanku kini yang terpaku melihat adegan itu. Tepat saat Wawan berorgasme, tiba tiba Suwito masuk dari pintu belakang, gilanya, dengan telanjang bulat, membuatku memekik kaget.
Hal ini menyebabkan Sulikah dan Wawan menoleh ke arahku dengan wajah seperti orang yang baru melihat setan, dan mereka segera saling melepaskan diri dari persetubuhan yang amat hot itu. Mereka terlihat gugup dan bingung.
“Lho... Non Eliza.. kok belum.. berangkat ke gereja?”, tanya Suwito yang kelihatan panik itu dengan tergagap gagap.
“Iya, saya tadi bangunnya kesiangan. Maaf mengganggu, saya cuma mau ambil gula di dapur”, aku menjawab pertanyaan Suwito.
Mereka masih diam tertunduk saat aku mengambil gula di rak dapur, dan aku bergegas kembali ke meja makan dengan berusaha tak memikirkan hal yang baru saja terjadi. Waktu jadi terasa berjalan lambat ketika aku sarapan pagi, dan setelah selesai aku berniat kembali ke kamarku.
Aku berdiri dari kursi, tapi baru aku akan melangkah, tiba tiba Sulikah, Wawan dan Suwito muncul dan menghadapku dengan takut takut.
“Non Eliza, kami minta maaf. Tolong jangan bilang ke orang tua non atau kakak non ya.. kami tak tahu harus gimana kalau sampai kami dipecat”, kata Wawan mewakili mereka.
Aku terdiam beberapa saat. Melihat mereka semua begitu tegang, aku merasa iba.
“Kalian tenang saja. Saya memang nggak ada niat sama sekali untuk melaporkan hal tadi. Cuma saya pesan, lain kali kalian hati hati ya, jangan kelihatan kakak saya, apalagi orang tua saya. Nanti urusannya bisa panjang”, kataku sambil tersenyum.
Aku memang tak ada niatan sedikitpun untuk melaporkan hal ini pada siapapun. Mereka terlihat begitu lega dan mengucap terima kasih berulang ulang. Lalu setelah semuanya tenang kutinggalkan mereka kembali ke kamarku.
Sampai di dalam kamar, teringat apa yang mereka perbuat tadi membuat aku kembali membayangkan saat saat aku dibantai kemarin, membuat nafasku sedikit memburu karena tiba tiba saja gairahku naik.
Aku mulai melamun tentang keadaanku. Aku masih belum punya pacar. Memang ada banyak cowok di sekolahku yang mendekatiku, tapi semuanya kutolak dengan halus, karena berulang kali ortuku mewanti wanti aku supaya tidak pacaran waktu masih sekolah.
Walau begitu, aku sebenarnya tertarik pada seorang siswa seangkatanku yang bernama Andy. Tapi, kini aku sudah tidak perawan lagi, satu satunya yang sedikit aku sesali setelah diperkosa enam lelaki kemarin itu, dan membuatku murung membayangkan bagaimana pandangan Andy terhadap diriku kelak kalau dia tahu aku ini sudah tidak perawan lagi.
Jam dinding di kamarku berbunyi, menunjukkan pukul sembilan tepat. Saatnya aku berangkat nih. Aku segera bangkit dan mengganti celana pendek ini dengan rok yang pantas, lalu aku turun menuju garasi.
“Non mau saya antar ke mana?”, tanya pak Arifin seperti biasa.
Ia lupa kalau aku sudah bisa membawa mobil sendiri, tapi kali ini aku pikir ada baiknya juga kalo aku tidak menyetir sendiri. Rasa pegal pegal pada tubuhku masih belum hilang seluruhnya, padahal nanti sore masih ada balet.
“Ke gereja ******** pak”, kataku.
Ia membukakan pintu belakang mobil yang biasa dipakainya untuk mengantarku. Sepanjang perjalanan, aku hanya melamun, membayangkan apa yang kira kira terjadi sekarang. Apakah Sulikah kembali ngeseks dengan Wawan dan Suwito? Tapi aku berusaha melupakan semua itu. Kan ngaco kalau aku nanti malah sibuk memikirkan tentang mereka selagi aku mengikuti kebaktian di gereja?
==X0X==
Tak terasa, aku sudah sampai di gereja. Setelah melakukan kebaktian rutin yang lamanya sekitar satu setengah jam dengan pikiran yang melayang kemana mana, aku segera pulang.
Di dalam mobil, aku yang sejak di dalam gereja tadi sudah mulai mengantuk, kini kantukku semakin menjadi, sehingga aku tertidur di kursi belakang mobil. Entah apa yang terjadi, saat aku bangun aku sudah di ranjang kamar tidurku, membuatku tersentak kaget. Aku memeriksa keadaanku, yah, bajuku masih lengkap, bra dan celana dalamku masih melekat dengan baik.
Tapi celana dalamku rasanya amat basah, kelihatannya oleh cairan cintaku sendiri. Bajuku juga kusut sekali. Sialan, siapa ya yang mempermainkan tubuhku selagi aku tidur? Dan ketika aku berdiri, kedua betisku terasa pegal seperti kemarin. Duh, padahal sore ini aku harus latihan balet.
Jam menunjukkan pukul dua siang. Berarti aku tidur sekitar tiga jam. Mengingat aku tadi diantar pulang pak Arifin, kecurigaanku mengarah kepadanya. Hmm sialan tuh orang, tega teganya cari kesempatan dalam kesempitan padaku.
Dengan sedikit kesal aku turun mencarinya. Tapi aku menghentikan langkahku dan berpikir. Bagaimana kalo pak Arifin menanyakan apa bukti kalo tadi itu perbuatan dia?
Aku sadar kalau tak ada bukti yang bisa kupakai untuk menuduh pak Arifin. Akhirnya aku memutuskan untuk mendiamkan hal ini, dan aku pun ke ruang makan karena aku sudah merasa lapar.
Di meja makan terlihat sudah ada masakan untukku, pasti Sulikah yang masak. Masakannya memang selalu lumayan enak sesuai dengan seleraku, membuatku makan sedikit lebih banyak dari biasanya. Dan seperti biasa aku selalu minum susu, tapi kali ini tanpa gula karena aku takut menjadi gemuk.
Selagi makan, aku mendapat ide. Nanti aku minta pak Arifin mengantarku ke tempat sekolah baletku. Dan pulangnya nanti aku akan pura pura tertidur. Dengan demikian orang yang tadi berbuat iseng padaku itu pasti akan tergoda untuk melakukan hal yang sama.
Aku tersenyum senang karena merasa dengan begitu aku bisa menemukan pelakunya. Selesai makan aku kembali ke kamarku dan menyetel musik kesukaanku. Lalu aku memutuskan untuk mandi busa supaya tubuhku lebih santai dan segar
Selesai aku puas mandi memanjakan tubuhku, jam menunjukkan pukul 4 sore. Wah, setengah jam lagi harus berangkat nih. Aku pun mengeringkan tubuhku dan rambutku yang panjang ini kusisir rapi dan kubiarkan tergerai begitu saja.
Aku mengenakan kostum baletku setelah memakai bra dan celana dalam ketat yang berwarna putih serta stocking ketat model jaring berwarna hitam. Walaupun terdengar narsis, tapi aku yakin kalau aku terlihat amat sexy dan menggairahkan jika memakainya.
Lalu aku mengenakan blus terusan berwarna biru, jadi nanti di sana aku tak perlu ganti lagi di ruang ganti, tinggal melepas blus biru yang cukup ketat ini dan hanya mengganti sepatuku yang kupakai sekarang dengan sepatu balet. Setelah selesai aku segera menuju garasi, dan seperti yang aku harapkan, pak Arifin seperti biasa menunggu di samping mobil yang tadi itu.
“Pak, tolong ke sekolah balet *******”, aku meminta tolong pada pak Arifin untuk mengantarku.
Hari ini, di luar kebiasaanku, aku bangun agak telat, sekitar jam setengah delapan pagi. Itu pun karena sinar matahari yang terang menerpaku dari kaca jendela, yang salah satu gordennya lupa kututup tadi malam.
Mungkin karena aku kecapaian setelah kemarin aku dipaksa ‘berolahraga’ di ruang UKS sampai malam oleh enam orang itu hingga aku orgasme berkali kali.
Saat ini rumahku pasti sedang sepi, tinggal Siti dan Sulikah, dua pembantu wanita di rumahku yang berum*r sekitar dua puluh tah*n. Juga dua pembantu laki laki di rumahku, Suwito yang berum*r dua puluh lima tah*n dan Wawan yang berum*r dua puluh empat tah*n. Dan ada pak Arifin yang berum*r empat puluh lima tah*n, sopir yang setia mengantarku sejak aku masih di sekolah di sekolah dasar.
Papa dan mamaku masih berada di luar negeri. Dan aku ingat, kakakku menginap di rumah temannya, mengerjakan tugas kelompok kuliahnya yang harus menggunakan komputer. Juga aku baru ingat, Siti sedang pulang kampung, untuk mengurus KTPnya yang sudah hampir habis masa berlakunya.
Dengan malas aku bangkit menuju kamar mandi, menyalakan shower dan mandi sambil mengingat ingat kejadian gila yang menimpaku kemarin, membuatku tersenyum malu saat aku menyikat gigiku. Setelah selesai aku mengeringkan tubuhku dan mengenakan baju yang akan kupakai ke gereja nanti, tapi aku hanya mengenakan celana pendek yang santai karena aku masih harus makan pagi.
Karena bangun kesiangan, aku yang biasanya ke gereja jam delapan pagi, hari ini terpaksa harus datang ke sesi jam setengah sepuluh nanti, karena sekarang sudah jam 8 lebih. Masih ada waktu sekitar satu jam buatku sebelum pergi. Setelah itu, jadwal kegiatanku adalah les balet di sekolah balet ******* jam 5 nanti, dan aku harus berangkat setengah jam sebelumnya.
Demikian rutinitas kegiatanku tiap minggu. Kadang memang di siang hari setelah pulang gereja, aku jalan jalan ke mall, tapi hari ini rasanya aku amat lelah dan malas keluar. Aku memutuskan untuk istirahat saja sepulang gereja sampai saat ke sekolah balet nanti.
Selain itu selangkanganku masih agak ngilu setelah kemarin aku diperkosa ramai ramai oleh enam orang di ruang UKS sekitar dua jam lamanya.
Setelah merapikan penampilanku dengan menyisir rambutku supaya tak awut awutan, aku keluar ke ruang makan. Setelah mengambil nasi dan lauk yang ada, aku berniat membuat susu kesukaanku, tapi aku lihat toples gula di pinggir bufet kosong. Jadi aku ke dapur sebentar untuk mengambil gula.
Tetapi ketika aku baru masuk selangkah ke dalam dapur di rumahku ini, aku disuguhi sebuah pemandangan yang membuat jantungku berdegup kencang.
Sulikah yang menurutku memang berwajah cantik ini sedang mencuci peralatan masak, dan gilanya ia sedang pasrah disetubuhi dari belakang oleh Wawan yang menurutku tampangnya amburadul dengan ganas.
Pakaian yang dikenakan Sulikah sudah tersibak tak karuan. Tubuhnya yang mungil seukuran denganku terlihat mengejang sexy setiap penis Wawan menyodok vaginanya dalam dalam.
Mereka mendesah bersahut sahutan, tanpa menyadari keberadaanku kini yang terpaku melihat adegan itu. Tepat saat Wawan berorgasme, tiba tiba Suwito masuk dari pintu belakang, gilanya, dengan telanjang bulat, membuatku memekik kaget.
Hal ini menyebabkan Sulikah dan Wawan menoleh ke arahku dengan wajah seperti orang yang baru melihat setan, dan mereka segera saling melepaskan diri dari persetubuhan yang amat hot itu. Mereka terlihat gugup dan bingung.
“Lho... Non Eliza.. kok belum.. berangkat ke gereja?”, tanya Suwito yang kelihatan panik itu dengan tergagap gagap.
“Iya, saya tadi bangunnya kesiangan. Maaf mengganggu, saya cuma mau ambil gula di dapur”, aku menjawab pertanyaan Suwito.
Mereka masih diam tertunduk saat aku mengambil gula di rak dapur, dan aku bergegas kembali ke meja makan dengan berusaha tak memikirkan hal yang baru saja terjadi. Waktu jadi terasa berjalan lambat ketika aku sarapan pagi, dan setelah selesai aku berniat kembali ke kamarku.
Aku berdiri dari kursi, tapi baru aku akan melangkah, tiba tiba Sulikah, Wawan dan Suwito muncul dan menghadapku dengan takut takut.
“Non Eliza, kami minta maaf. Tolong jangan bilang ke orang tua non atau kakak non ya.. kami tak tahu harus gimana kalau sampai kami dipecat”, kata Wawan mewakili mereka.
Aku terdiam beberapa saat. Melihat mereka semua begitu tegang, aku merasa iba.
“Kalian tenang saja. Saya memang nggak ada niat sama sekali untuk melaporkan hal tadi. Cuma saya pesan, lain kali kalian hati hati ya, jangan kelihatan kakak saya, apalagi orang tua saya. Nanti urusannya bisa panjang”, kataku sambil tersenyum.
Aku memang tak ada niatan sedikitpun untuk melaporkan hal ini pada siapapun. Mereka terlihat begitu lega dan mengucap terima kasih berulang ulang. Lalu setelah semuanya tenang kutinggalkan mereka kembali ke kamarku.
Sampai di dalam kamar, teringat apa yang mereka perbuat tadi membuat aku kembali membayangkan saat saat aku dibantai kemarin, membuat nafasku sedikit memburu karena tiba tiba saja gairahku naik.
Aku mulai melamun tentang keadaanku. Aku masih belum punya pacar. Memang ada banyak cowok di sekolahku yang mendekatiku, tapi semuanya kutolak dengan halus, karena berulang kali ortuku mewanti wanti aku supaya tidak pacaran waktu masih sekolah.
Walau begitu, aku sebenarnya tertarik pada seorang siswa seangkatanku yang bernama Andy. Tapi, kini aku sudah tidak perawan lagi, satu satunya yang sedikit aku sesali setelah diperkosa enam lelaki kemarin itu, dan membuatku murung membayangkan bagaimana pandangan Andy terhadap diriku kelak kalau dia tahu aku ini sudah tidak perawan lagi.
Jam dinding di kamarku berbunyi, menunjukkan pukul sembilan tepat. Saatnya aku berangkat nih. Aku segera bangkit dan mengganti celana pendek ini dengan rok yang pantas, lalu aku turun menuju garasi.
“Non mau saya antar ke mana?”, tanya pak Arifin seperti biasa.
Ia lupa kalau aku sudah bisa membawa mobil sendiri, tapi kali ini aku pikir ada baiknya juga kalo aku tidak menyetir sendiri. Rasa pegal pegal pada tubuhku masih belum hilang seluruhnya, padahal nanti sore masih ada balet.
“Ke gereja ******** pak”, kataku.
Ia membukakan pintu belakang mobil yang biasa dipakainya untuk mengantarku. Sepanjang perjalanan, aku hanya melamun, membayangkan apa yang kira kira terjadi sekarang. Apakah Sulikah kembali ngeseks dengan Wawan dan Suwito? Tapi aku berusaha melupakan semua itu. Kan ngaco kalau aku nanti malah sibuk memikirkan tentang mereka selagi aku mengikuti kebaktian di gereja?
==X0X==
Tak terasa, aku sudah sampai di gereja. Setelah melakukan kebaktian rutin yang lamanya sekitar satu setengah jam dengan pikiran yang melayang kemana mana, aku segera pulang.
Di dalam mobil, aku yang sejak di dalam gereja tadi sudah mulai mengantuk, kini kantukku semakin menjadi, sehingga aku tertidur di kursi belakang mobil. Entah apa yang terjadi, saat aku bangun aku sudah di ranjang kamar tidurku, membuatku tersentak kaget. Aku memeriksa keadaanku, yah, bajuku masih lengkap, bra dan celana dalamku masih melekat dengan baik.
Tapi celana dalamku rasanya amat basah, kelihatannya oleh cairan cintaku sendiri. Bajuku juga kusut sekali. Sialan, siapa ya yang mempermainkan tubuhku selagi aku tidur? Dan ketika aku berdiri, kedua betisku terasa pegal seperti kemarin. Duh, padahal sore ini aku harus latihan balet.
Jam menunjukkan pukul dua siang. Berarti aku tidur sekitar tiga jam. Mengingat aku tadi diantar pulang pak Arifin, kecurigaanku mengarah kepadanya. Hmm sialan tuh orang, tega teganya cari kesempatan dalam kesempitan padaku.
Dengan sedikit kesal aku turun mencarinya. Tapi aku menghentikan langkahku dan berpikir. Bagaimana kalo pak Arifin menanyakan apa bukti kalo tadi itu perbuatan dia?
Aku sadar kalau tak ada bukti yang bisa kupakai untuk menuduh pak Arifin. Akhirnya aku memutuskan untuk mendiamkan hal ini, dan aku pun ke ruang makan karena aku sudah merasa lapar.
Di meja makan terlihat sudah ada masakan untukku, pasti Sulikah yang masak. Masakannya memang selalu lumayan enak sesuai dengan seleraku, membuatku makan sedikit lebih banyak dari biasanya. Dan seperti biasa aku selalu minum susu, tapi kali ini tanpa gula karena aku takut menjadi gemuk.
Selagi makan, aku mendapat ide. Nanti aku minta pak Arifin mengantarku ke tempat sekolah baletku. Dan pulangnya nanti aku akan pura pura tertidur. Dengan demikian orang yang tadi berbuat iseng padaku itu pasti akan tergoda untuk melakukan hal yang sama.
Aku tersenyum senang karena merasa dengan begitu aku bisa menemukan pelakunya. Selesai makan aku kembali ke kamarku dan menyetel musik kesukaanku. Lalu aku memutuskan untuk mandi busa supaya tubuhku lebih santai dan segar
Selesai aku puas mandi memanjakan tubuhku, jam menunjukkan pukul 4 sore. Wah, setengah jam lagi harus berangkat nih. Aku pun mengeringkan tubuhku dan rambutku yang panjang ini kusisir rapi dan kubiarkan tergerai begitu saja.
Aku mengenakan kostum baletku setelah memakai bra dan celana dalam ketat yang berwarna putih serta stocking ketat model jaring berwarna hitam. Walaupun terdengar narsis, tapi aku yakin kalau aku terlihat amat sexy dan menggairahkan jika memakainya.
Lalu aku mengenakan blus terusan berwarna biru, jadi nanti di sana aku tak perlu ganti lagi di ruang ganti, tinggal melepas blus biru yang cukup ketat ini dan hanya mengganti sepatuku yang kupakai sekarang dengan sepatu balet. Setelah selesai aku segera menuju garasi, dan seperti yang aku harapkan, pak Arifin seperti biasa menunggu di samping mobil yang tadi itu.
“Pak, tolong ke sekolah balet *******”, aku meminta tolong pada pak Arifin untuk mengantarku.
Dan setelah membuka pintu mobil untukku, ia segera melajukan mobil ini ke tempat tujuan. Aku memperhatikan pandangan matanya, kalau kalau ia mencuri pandang ke arah tubuhku. Namun tak kutemukan tanda tanda itu sampai akhirnya kami sampai ke tujuan.
Aku mengangkat bahu, dan kemudian masuk ke dalam sekolah baletku seperti biasa, untuk berlatih tari balet. Kami akan show di akhir tahun nanti, dan aku adalah penari utamanya, mungkin selain wajahku yang cantik dan tubuhku yang indah, aku juga dinilai oleh guru balet kami sebagai yang paling lentur dan indah gerakannya.
Namun hari itu, aku hampir tak bisa menunjukkan performa terbaikku, selain karena pikiranku yang melayang, tubuhku juga tak mau diajak kompromi, terutama selangkanganku yang masih terasa sedikit ngilu dan betisku yang terasa pegal pegal.
Akibatnya hari itu aku lumayan bad mood, dan berlatih ala kadarnya. Untung saja, guru balet kami merasa itu sudah cukup, dan setelah jam latihan selesai, aku segera pulang.
Dan seperti yang sudah kurencanakan tadi, aku di mobil pura pura mengeluh.
“Aduh.. hari ini kenapa ya.. dari tadi ngantuk terus..”, kataku seperti sedang mengguman pada diri sendiri, namun aku yakin cukup keras untuk terdengar oleh pak Arifin.
Lalu untuk lebih meyakinkan, aku menguap berulang kali seperti tadi siang, dan pura pura bersandar tertidur. Aku benar benar penasaran, siapa pelaku misterius yang tadi siang merangsang tubuhku ketika aku tidur.
Akhirnya kami sampai di rumah. Aku membuka mata sedikit untuk memastikan, kemudian aku kembali memejamkan mata dan berusaha bersikap sewajarnya seperti orang tidur. Setelah mobil ini masuk garasi, pak Arifin memanggil Sulikah, yang segera datang, membantu mengangkatku ke atas, karena kamarku memang di lantai dua.
“Lho pak, ketiduran lagi seperti tadi siang?”, aku mendengar suara Wawan dan Suwito yang bertanya pada pak Arifin.
“Iya, rupanya kecapaian nih non Eliza setelah berlatih balet”, kata pak Arifin.
Setelah aku rasakan tubuhku terbaring di ranjang, jantungku makin berdebar, menunggu apa yang akan terjadi.
“Ya sudah, ayo kita turun”, kata Sulikah setelah menyelimutiku.
==X0X==
Mereka semua keluar dari kamarku, meninggalkanku yang semakin bingung dan penasaran. Namun naluriku berkata, aku harus tetap pura pura tertidur untuk menangkap basah pelakunya.
Dan ternyata dugaanku tepat sekali, karena beberapa menit kemudian pintu kamarku kembali terbuka dengan suara yang sangat pelan.
Namun aku bisa mendengarnya, karena aku memang tidak tidur.
Dengan jantung berdebar aku menunggu untuk mengetahui siapa yang akan akan berbuat iseng padaku ini. Aku sedikit membuka mataku dengan amat hati hati, dan segera memejamkan mataku lagi dengan jantung berdebar keras.
Ya ampun, aku melihat Wawan dan Suwito berjalan mengendap endap ke arahku yang sedang pura pura tergolek di ranjang ini.
Berarti mereka berdua inilah pelakunya!
Kurang ajar betul mereka ini, sudah untung aku tadi pagi cuek dengan kelakuan mereka terhadap Sulikah, tapi kini mereka malah ngelunjak, hendak mengisengi nona majikan mereka ini. Sementara kudengar di bawah, Sulikah dan pak Arifin sedang bercanda, terdengar dari tawa Sulikah yang renyah, membuatku menduga duga, apakah Sulikah juga ada main dengan pak Arifin.
Tapi, tak ada waktu untuk memikirkan orang lain, karena tubuhku sekarang ini sedang dijahili kedua pembantuku ini. Kurasakan mereka menyingkap selimutku, kemudian mulai meremasi payudaraku, membuatku hampir tak tahan untuk mendesah.
Aku bertahan berpura pura tidur, selain takut mereka akan berbuat yang lebih jauh padaku jika aku `terbangun’, aku berharap mereka akan menghentikan aktivitas mereka setelah membuat cairan cintaku membanjir keluar, seperti tadi siang.
Mereka terus meremasi payudaraku dan nafas mereka semakin memburu, tampaknya mereka sudah terbakar nafsu. Aku sendiri berusaha keras meredam gairahku yang mulai naik, dengan cara membayangkan wajah orang yang sangat jelek.
Celakanya, mereka melanjutkan remasan di payudaraku dengan rabaan pada perutku, kemudian dengan nakal mereka bergantian menekan nekan vaginaku yang masih tertutup 4 lapis pakaian, celana dalam, stocking, gaun baletku serta blus biru terusan yang sampai ke lutut.
Lalu mereka mulai berusaha menarik blusku sampai ke pinggangku. Agak kesulitan juga mereka, karena blusku yang memang agak ketat, juga posisiku yang tiduran. Kemudian gaun baletku juga mereka singkapkan, sehingga pertahanan vaginaku tinggal stocking dan celana dalamku.
Dalam hati aku berkata, awas saja kalau mereka berani menyobek stockingku, gaji mereka akan kupotong! Stockingku ini mahal harganya, dan aku cuma punya sedikit.
Tiba tiba aku mengejang, menahan geli saat vaginaku kembali ditekan tekan. Kini tekanan itu lebih terasa, karena tinggal stocking dan celana dalam ketat saja yang melindungi vaginaku dari tangan jahil mereka.
“Wan, gimana nih, kali ini ribet nih pakaian si non ini. Apa jangan jangan ia tahu akan dikerjain lagi?”, aku mendengar Suwito bertanya pada Wawan,
“Aku rasa nggak mungkin To. Kalo nona kita ini tahu tadi ada yang ngerjain dia, pasti dia marah. Tenang saja To, gula yang non Eliza ambil tadi itu kan gula buat aku, yang sudah aku campurin obat tidur dosis tinggi. Tahu kan aku susah tidur, dan suka minum yang manis?”, kata Wawan pelan, dan membuatku seperti teringat sesuatu, tapi pikiranku sedang kacau karena saat ini tubuhku dalam keadaan terangsang.
“Tapi nona kita yang ayu ini lagi sial kali. Sesuai kebiasaannya, non Eliza ini kan suka minum susu. Dan gula yang dicampur di susunya tadi sore itu pasti membuat dia sekarang masih dalam pengaruh obat tidur seperti tadi siang. Dan, sekarang waktunya non Eliza untuk menyusui kita berdua nih”, kata Wawan lagi sambil tertawa kecil.
Ia mengatakan semua itu dengan gaya sok yakin sambil meremas payudaraku dengan keras, membuat aku sedikit mengerutkan mukaku menahan sakit.
Hmm, untung aku tadi minum susu tanpa gula sebelum balet. Ternyata kantukku tadi siang yang sudah kuduga tidak sewajarnya ini, gara gara gula yang bercampur obat tidur itu.
Sekarang keputusan ada di tanganku. Aku bangun untuk menghentikan kekurang ajaran mereka berdua ini, atau meneruskan aksi pura pura tidurku sampai mereka puas.
Setelah berpikir sambil menahan gairahku yang semakin naik, aku putuskan aku harus bangun, tanpa memberitahukan kalau tadi aku minum susu tanpa gula. Aku pikir jika gairahku sudah tak tertahankan dan aku mulai melenguh, gawat juga.
Maka perlahan aku menggeliat pura pura akan terbangun, berharap mereka terkejut dan memutuskan untuk kabur supaya tak ketahuan olehku.
Tapi mereka masih dengan penuh percaya diri menganggap aksi mereka aman aman saja karena aku masih dalam pengaruh obat tidur, meneruskan aktifitas mereka meraba raba dan menekan nekan daerah bibir vaginaku serta meremasi payudaraku.
Kelihatannya tak ada pilihan lain, aku harus bangun dan `memergoki’ mereka menjahiliku.
“Oh.. siapa kalian.. apa yang kalian lakukan di kamarku? Kalian.. emmph.. emmmph..”, kata kataku terputus, karena baru saja aku pura pura bangun, Wawan yang panik membekap mulutku dengan telapak tangannya yang lebar.
Sementara itu Suwito yang juga terlihat panik memandangiku dan Wawan bergantian.
“To! Goblok! Bantu aku cepat!!”, Wawan membentak dengan suara pelan pada Suwito.
“Bantu apanya Wan?”, tanya Suwito yang juga terlihat bingung.
“Cepat ambil tali jemuran di luar! Kita harus mengikat non Eliza! Lu mau kita celaka?” bentak Wawan lagi walaupun suaranya dipelankan, pasti karena ia takut kedengaran Sulikah dan pak Arifin.
Suwito cepat cepat keluar mengambil tali jemuran, kemudian segera kembali. Aku yang mulai meronta ronta menyadari bahaya ini, tak mampu berbuat banyak karena tubuhku ditindih oleh Wawan yang memang badannya besar sekali hingga aku tak berkutik.
Aku ingin menjerit untuk meminta tolong pak Arifin, tapi bekapan tangan Wawan pada mulutku ini terlalu kuat. Dan tiba tiba aku sadar, iya kalau pak Arifin nantinya menolongku? Salah salah pak Arifin malah bergabung dan ikut memperkosaku bersama mereka.
Bau keringat Wawan membuatku mual, mengendurkan rontaan kakiku dan memudahkan Suwito merentangkan kakiku lalu mengikat kedua pergelangan kakiku pada ujung ujung ranjangku.
Kemudian tangan kananku ditariknya kuat dan diikat ke ujung kanan ranjang. Aku sudah hampir tak berdaya, tangan kiriku menggapai gapai namun segera ditangkap oleh Suwito. Dan seperti tangan kananku, tangan kiriku juga ditarik dan diikat erat di ujung kepala ranjangku satunya.
Kini keadaanku sudah mirip seperti saat pertama aku ditangkap di UKS kemarin. Tubuhku terikat di atas ranjang membentuk huruf X, dan aku tinggal menunggu ditelanjangi lalu diperkosa berkali kali.
Bedanya, kini mereka cuma berdua, dan aku masih menebak nebak, ancaman apa yang akan mereka turunkan padaku.
==X0X==
Dengan cekatan Wawan melepaskan bekapannya pada mulutku, tapi ia langsung menyumpal mulutku dengan segumpal kain, entah kain apa.
Aduh, rasanya benar benar tak karuan, membuatku ingin muntah, tapi kutahan sekuatnya. Kini aku hanya bisa menatap Wawan penuh kemarahan namun juga ada rasa takut yang menghinggapiku ketika ia mengancamku.
“Non Eliza, jangan memaksa kami untuk melakukan hal yang tidak tidak. Kalo non Eliza berteriak hingga mengundang Sulikah dan pak Arifin ke sini, kami bisa membuat mereka berdua pingsan, lalu menculik non dan menjadikan non budak seks kami untuk selamanya. Non Eliza mengerti?” bentak Wawan, lagi lagi dengan suara pelan.
Dengan pasrah aku mengangguk.
Aku mengangkat bahu, dan kemudian masuk ke dalam sekolah baletku seperti biasa, untuk berlatih tari balet. Kami akan show di akhir tahun nanti, dan aku adalah penari utamanya, mungkin selain wajahku yang cantik dan tubuhku yang indah, aku juga dinilai oleh guru balet kami sebagai yang paling lentur dan indah gerakannya.
Namun hari itu, aku hampir tak bisa menunjukkan performa terbaikku, selain karena pikiranku yang melayang, tubuhku juga tak mau diajak kompromi, terutama selangkanganku yang masih terasa sedikit ngilu dan betisku yang terasa pegal pegal.
Akibatnya hari itu aku lumayan bad mood, dan berlatih ala kadarnya. Untung saja, guru balet kami merasa itu sudah cukup, dan setelah jam latihan selesai, aku segera pulang.
Dan seperti yang sudah kurencanakan tadi, aku di mobil pura pura mengeluh.
“Aduh.. hari ini kenapa ya.. dari tadi ngantuk terus..”, kataku seperti sedang mengguman pada diri sendiri, namun aku yakin cukup keras untuk terdengar oleh pak Arifin.
Lalu untuk lebih meyakinkan, aku menguap berulang kali seperti tadi siang, dan pura pura bersandar tertidur. Aku benar benar penasaran, siapa pelaku misterius yang tadi siang merangsang tubuhku ketika aku tidur.
Akhirnya kami sampai di rumah. Aku membuka mata sedikit untuk memastikan, kemudian aku kembali memejamkan mata dan berusaha bersikap sewajarnya seperti orang tidur. Setelah mobil ini masuk garasi, pak Arifin memanggil Sulikah, yang segera datang, membantu mengangkatku ke atas, karena kamarku memang di lantai dua.
“Lho pak, ketiduran lagi seperti tadi siang?”, aku mendengar suara Wawan dan Suwito yang bertanya pada pak Arifin.
“Iya, rupanya kecapaian nih non Eliza setelah berlatih balet”, kata pak Arifin.
Setelah aku rasakan tubuhku terbaring di ranjang, jantungku makin berdebar, menunggu apa yang akan terjadi.
“Ya sudah, ayo kita turun”, kata Sulikah setelah menyelimutiku.
==X0X==
Mereka semua keluar dari kamarku, meninggalkanku yang semakin bingung dan penasaran. Namun naluriku berkata, aku harus tetap pura pura tertidur untuk menangkap basah pelakunya.
Dan ternyata dugaanku tepat sekali, karena beberapa menit kemudian pintu kamarku kembali terbuka dengan suara yang sangat pelan.
Namun aku bisa mendengarnya, karena aku memang tidak tidur.
Dengan jantung berdebar aku menunggu untuk mengetahui siapa yang akan akan berbuat iseng padaku ini. Aku sedikit membuka mataku dengan amat hati hati, dan segera memejamkan mataku lagi dengan jantung berdebar keras.
Ya ampun, aku melihat Wawan dan Suwito berjalan mengendap endap ke arahku yang sedang pura pura tergolek di ranjang ini.
Berarti mereka berdua inilah pelakunya!
Kurang ajar betul mereka ini, sudah untung aku tadi pagi cuek dengan kelakuan mereka terhadap Sulikah, tapi kini mereka malah ngelunjak, hendak mengisengi nona majikan mereka ini. Sementara kudengar di bawah, Sulikah dan pak Arifin sedang bercanda, terdengar dari tawa Sulikah yang renyah, membuatku menduga duga, apakah Sulikah juga ada main dengan pak Arifin.
Tapi, tak ada waktu untuk memikirkan orang lain, karena tubuhku sekarang ini sedang dijahili kedua pembantuku ini. Kurasakan mereka menyingkap selimutku, kemudian mulai meremasi payudaraku, membuatku hampir tak tahan untuk mendesah.
Aku bertahan berpura pura tidur, selain takut mereka akan berbuat yang lebih jauh padaku jika aku `terbangun’, aku berharap mereka akan menghentikan aktivitas mereka setelah membuat cairan cintaku membanjir keluar, seperti tadi siang.
Mereka terus meremasi payudaraku dan nafas mereka semakin memburu, tampaknya mereka sudah terbakar nafsu. Aku sendiri berusaha keras meredam gairahku yang mulai naik, dengan cara membayangkan wajah orang yang sangat jelek.
Celakanya, mereka melanjutkan remasan di payudaraku dengan rabaan pada perutku, kemudian dengan nakal mereka bergantian menekan nekan vaginaku yang masih tertutup 4 lapis pakaian, celana dalam, stocking, gaun baletku serta blus biru terusan yang sampai ke lutut.
Lalu mereka mulai berusaha menarik blusku sampai ke pinggangku. Agak kesulitan juga mereka, karena blusku yang memang agak ketat, juga posisiku yang tiduran. Kemudian gaun baletku juga mereka singkapkan, sehingga pertahanan vaginaku tinggal stocking dan celana dalamku.
Dalam hati aku berkata, awas saja kalau mereka berani menyobek stockingku, gaji mereka akan kupotong! Stockingku ini mahal harganya, dan aku cuma punya sedikit.
Tiba tiba aku mengejang, menahan geli saat vaginaku kembali ditekan tekan. Kini tekanan itu lebih terasa, karena tinggal stocking dan celana dalam ketat saja yang melindungi vaginaku dari tangan jahil mereka.
“Wan, gimana nih, kali ini ribet nih pakaian si non ini. Apa jangan jangan ia tahu akan dikerjain lagi?”, aku mendengar Suwito bertanya pada Wawan,
“Aku rasa nggak mungkin To. Kalo nona kita ini tahu tadi ada yang ngerjain dia, pasti dia marah. Tenang saja To, gula yang non Eliza ambil tadi itu kan gula buat aku, yang sudah aku campurin obat tidur dosis tinggi. Tahu kan aku susah tidur, dan suka minum yang manis?”, kata Wawan pelan, dan membuatku seperti teringat sesuatu, tapi pikiranku sedang kacau karena saat ini tubuhku dalam keadaan terangsang.
“Tapi nona kita yang ayu ini lagi sial kali. Sesuai kebiasaannya, non Eliza ini kan suka minum susu. Dan gula yang dicampur di susunya tadi sore itu pasti membuat dia sekarang masih dalam pengaruh obat tidur seperti tadi siang. Dan, sekarang waktunya non Eliza untuk menyusui kita berdua nih”, kata Wawan lagi sambil tertawa kecil.
Ia mengatakan semua itu dengan gaya sok yakin sambil meremas payudaraku dengan keras, membuat aku sedikit mengerutkan mukaku menahan sakit.
Hmm, untung aku tadi minum susu tanpa gula sebelum balet. Ternyata kantukku tadi siang yang sudah kuduga tidak sewajarnya ini, gara gara gula yang bercampur obat tidur itu.
Sekarang keputusan ada di tanganku. Aku bangun untuk menghentikan kekurang ajaran mereka berdua ini, atau meneruskan aksi pura pura tidurku sampai mereka puas.
Setelah berpikir sambil menahan gairahku yang semakin naik, aku putuskan aku harus bangun, tanpa memberitahukan kalau tadi aku minum susu tanpa gula. Aku pikir jika gairahku sudah tak tertahankan dan aku mulai melenguh, gawat juga.
Maka perlahan aku menggeliat pura pura akan terbangun, berharap mereka terkejut dan memutuskan untuk kabur supaya tak ketahuan olehku.
Tapi mereka masih dengan penuh percaya diri menganggap aksi mereka aman aman saja karena aku masih dalam pengaruh obat tidur, meneruskan aktifitas mereka meraba raba dan menekan nekan daerah bibir vaginaku serta meremasi payudaraku.
Kelihatannya tak ada pilihan lain, aku harus bangun dan `memergoki’ mereka menjahiliku.
“Oh.. siapa kalian.. apa yang kalian lakukan di kamarku? Kalian.. emmph.. emmmph..”, kata kataku terputus, karena baru saja aku pura pura bangun, Wawan yang panik membekap mulutku dengan telapak tangannya yang lebar.
Sementara itu Suwito yang juga terlihat panik memandangiku dan Wawan bergantian.
“To! Goblok! Bantu aku cepat!!”, Wawan membentak dengan suara pelan pada Suwito.
“Bantu apanya Wan?”, tanya Suwito yang juga terlihat bingung.
“Cepat ambil tali jemuran di luar! Kita harus mengikat non Eliza! Lu mau kita celaka?” bentak Wawan lagi walaupun suaranya dipelankan, pasti karena ia takut kedengaran Sulikah dan pak Arifin.
Suwito cepat cepat keluar mengambil tali jemuran, kemudian segera kembali. Aku yang mulai meronta ronta menyadari bahaya ini, tak mampu berbuat banyak karena tubuhku ditindih oleh Wawan yang memang badannya besar sekali hingga aku tak berkutik.
Aku ingin menjerit untuk meminta tolong pak Arifin, tapi bekapan tangan Wawan pada mulutku ini terlalu kuat. Dan tiba tiba aku sadar, iya kalau pak Arifin nantinya menolongku? Salah salah pak Arifin malah bergabung dan ikut memperkosaku bersama mereka.
Bau keringat Wawan membuatku mual, mengendurkan rontaan kakiku dan memudahkan Suwito merentangkan kakiku lalu mengikat kedua pergelangan kakiku pada ujung ujung ranjangku.
Kemudian tangan kananku ditariknya kuat dan diikat ke ujung kanan ranjang. Aku sudah hampir tak berdaya, tangan kiriku menggapai gapai namun segera ditangkap oleh Suwito. Dan seperti tangan kananku, tangan kiriku juga ditarik dan diikat erat di ujung kepala ranjangku satunya.
Kini keadaanku sudah mirip seperti saat pertama aku ditangkap di UKS kemarin. Tubuhku terikat di atas ranjang membentuk huruf X, dan aku tinggal menunggu ditelanjangi lalu diperkosa berkali kali.
Bedanya, kini mereka cuma berdua, dan aku masih menebak nebak, ancaman apa yang akan mereka turunkan padaku.
==X0X==
Dengan cekatan Wawan melepaskan bekapannya pada mulutku, tapi ia langsung menyumpal mulutku dengan segumpal kain, entah kain apa.
Aduh, rasanya benar benar tak karuan, membuatku ingin muntah, tapi kutahan sekuatnya. Kini aku hanya bisa menatap Wawan penuh kemarahan namun juga ada rasa takut yang menghinggapiku ketika ia mengancamku.
“Non Eliza, jangan memaksa kami untuk melakukan hal yang tidak tidak. Kalo non Eliza berteriak hingga mengundang Sulikah dan pak Arifin ke sini, kami bisa membuat mereka berdua pingsan, lalu menculik non dan menjadikan non budak seks kami untuk selamanya. Non Eliza mengerti?” bentak Wawan, lagi lagi dengan suara pelan.
Dengan pasrah aku mengangguk.
Kemudian Wawan dengan kasar melepaskan sumpalan pada mulutku, membuatku terbatuk batuk dan tadi itu hampir saja bibirku yang bawah terluka karena terhantam gigiku sendiri.
“Duh Wan, jangan kasar dong”, aku sedikit membentak karena jengkel sekali.
Bahkan seingatku sebelum ini aku tak pernah membentak para pembantuku ini.
“Kalian ini kurang ajar betul ya. Aku ini sudah berbaik hati tidak akan memperpanjang masalah kalian berbuat mesum di dalam rumah ini, tapi sekarang kalian malah berbuat mesum terhadapku. Apa sih mau kalian?”, aku setengah berteriak karena dadaku rasanya sesak sangking kesalnya.
Wawan dan Suwito saling pandang, kemudian mereka menunduk.
Aku tahu dengan keadaan terikat seperti ini, kecil sekali harapanku untuk lolos dari perkosaan oleh dua orang ini. Begitu juga untuk hari hari berikutnya, mereka pasti akan mencari kesempatan untuk memaksaku melayani nafsu bejat mereka.
Maka aku berpikir mungkin lebih baik kalau aku mencari solusi di rumah dengan membiarkan mereka memperkosaku tapi dengan beberapa syarat.
“Ya sudah, mulai hari ini kalian bisa menikmati tubuhku kalau di rumah tidak ada papa mama dan kakakku, saat aku tidak sedang datang bulan”, aku berkata dengan ketus.
Mereka saling pandang, kemudian seolah tak percaya dengan pendengaran mereka.
“Mulai hari ini?”, mereka bertanya dengan ragu.
“Iya. Mulai hari ini! Kalian ini munafik ya. Aku tau kalian pasti akan berusaha memperkosaku lagi di lain waktu. Daripada nanti kalian mengikatku, membekapku, lalu menyakitiku, lebih baik kalian melakukannya baik baik. Tapi jangan lupa ya, kalian cuma boleh menikmati aku aku sedang senggang, yaitu waktu aku tak ada PR, tugas, maupun ujian. Dan aku ingatkan, kalian jangan kasar kasar sama aku, apalagi sampai melukai aku! Sekarang lepaskan ikatanku. Sangat nggak nyaman tau!”, kataku setengah membentak.
Mereka terlihat ragu ragu.
“Wah gimana ya, kalo non kami lepaskan, apa jaminan..”, kata Wawan dengan tidak yakin.
“Aku janji kalian boleh perlakukan aku sesuka kalian. Toh aku sudah tidak perawan lagi, jadi buatku tidak ada ruginya. Asal kalian juga berjanji, tak akan ada yang main di kompleks pelacuran. Aku nggak mau terkena penyakit kelamin menular. Kalian mengerti? Sekarang cepat, buka ikatan ini. Aku mau mandi dulu!”, aku menurunkan tensi suaraku, capek juga rasanya kalau harus berbicara dengan keras.
Mereka melepaskan ikatanku, dan memandangiku dengan ragu ragu. Dengan kesal aku melucuti setiap helai pakaianku yang menutup tubuhku ini di depan mereka.
“Nih. Kalo gak percaya, perkosa saja aku sekarang!”, tantangku dengan jengkel.
Mereka meneguk ludah melihat tubuh indahku yang terpampang polos di hadapan mereka.
“Baik non, kami percaya. Sekarang bagaimana?”, tanya Wawan setelah saling pandang dengan Suwito dan sama sama mengangguk.
“Aku mau mandi dulu, gerah nih abis latihan balet. Kalian juga, mandi dulu di bawah sana. Baunya nggak enak tau! Oh iya, ajak pak Arifin sekalian, daripada nanti dia mendengar kita sedang ngeseks di sini terus ngomong yang macam macam. Terus minta Sulikah supaya berjaga, kalau kalau kakakku pulang”, kataku pada mereka.
Aku masuk ke kamar mandi, dan menyemprot tubuhku dengan air hangat, mempersiapkan diriku yang akan segera jadi obyek pesta seks ini.
Sebenarnya aku sempat ragu dengan solusi ini. Masa aku tiap hari harus melayani tiga pejantan di rumahku sendiri? Aku bukannya takut hamil karena aku bisa minum obat anti hamil. Tapi entah apa aku kuat kalau aku harus terus menjadi budak seks mereka sepanjang hidupku?
Tapi aku pikir lebih baik aku berkompromi dengan mereka. Seperti yang sudah kukatakan tadi, toh aku sudah tak perawan lagi, dan aku tak ingin tiba tiba disergap, diikat tak karuan, bajuku dirobek robek, lalu aku disakiti dan diperkosa dengan brutal tanpa belas kasihan.
Tiba tiba pintu kamar mandiku terbuka, dan masuklah Suwito, Wawan dan pak Arifin yang sudah telanjang bulat.
“Non Eliza, kita mandi sama sama saja ya”, kata Wawan.
“Aduh, masa sudah segitu tak sabar sih? Ya sudah cepat. Nanti keburu kokoku pulang”, kataku.
Mereka bersorak gembira, lalu mereka segera mengerubutiku dan berebut memandikanku. Kedua tanganku diangkat oleh Wawan yang memang jauh lebih tinggi dariku. Yang lain menyabuni tubuhku dengan penuh semangat, terutama di bagian payudara dan vaginaku.
Aku mendesah pelan setiap daerah daerah sensitif pada tubuhku tersentuh oleh mereka. Dan melihatku seperti itu, pak Arifin dan Suwito malah semakin sering menyentuh kedua puting payudaraku. Sedangkan Wawan jadi sibuk meraba raba bibir vaginaku.
“Kalian.. jangan begini.. di kamar mandi.. ooh.. nanti aja..”, aku memprotes di antara desahan dan rintihanku.
Untungnya mereka menghentikan ulah mereka itu, dan setelah selesai menyabuniku, mereka membilas tubuhku sampai bersih. Lalu dengan penuh semangat mereka segera menggiringku ke ranjang untuk segera menikmati tubuhku.
“Tunggu, aku keringkan badanku dulu. Dan kalian, mandi dulu sana! Supaya nggak bau nanti waktu ngeseks sama aku!”, kataku pada mereka.
Mereka menuruti permintaanku, mandi sebersih bersihnya dengan sabunku. Untung saja, sebab aku teringat waktu di UKS kemarin sebenarnya aku tak tahan dengan bau mereka berenam itu, tapi nafsu birahi yang menguasaiku membuatku mampu bertahan.
Dan kini mereka tak lagi berbau tak enak seperti tadi, dan aku yang sudah selesai mencuci mukaku di wastafel kamarku, dan mengeringkan tubuhku, tidur telentang di ranjangku dalam keadaan telanjang bulat.
Aku sempat melihat jam, sekarang ini pukul tujuh malam. Mereka langsung mengeringkan tubuh ala kadarnya, dan menyerbuku yang sudah tersaji polos di atas ranjangku.
Wawan mendapat jatah vaginaku, sementara Suwito dan pak Arifin masing masing mendapat jatah kedua payudaraku. Wawan menjilati bibir vaginaku yang katanya berbau wangi, sementara Suwito dan Pak Arifin menyusu pada kedua payudaraku sambil meremas remas cukup keras.
Dan aku? Tentu saja birahi yang hebat segera melandaku. Aku mengerang, mendesah dan menggeliat keenakan.
Dengan penuh nafsu Wawan terus menjilat bahkan mencucup vaginaku. Perlahan tapi pasti, cairan cinta mulai mengalir membasahi dinding liang vaginaku. Dan aku kembali menggelinjang kegelian ketika semua cairan cintaku yang keluar ini segera diseruput oleh Wawan dengan rakusnya.
Aku terus menggelinjang akibat ulah Wawan ini, dan kedua telapak tanganku kugenggamkan pada sprei ranjangku selagi aku berjuang menahan nikmat yang kurasakan sekarang ini.
Desahan nafasku semakin hebat ketika Wawan menusukkan lidahnya ke dalam vaginaku. Sedangkan pak Arifin dan Suwito semakin bernafsu menyusu ke payudaraku, akhirnya setelah lima menit aku menggeliat dan mengejang, orgasme melandaku.
Walaupun tak sedahsyat kemarin, tapi sudah cukup untuk membuat nafasku tersengal sengal, seluruh tubuhku berkeringat dan terasa semakin lelah, terutama betisku yang terasa semakin pegal, mungkin karena terlalu sering mengejang dua hari ini, reaksi saat orgasme melandaku.
==X0X==
Kini Wawan sudah mengambil posisi di selangkanganku, membuat aku memperhatikan, penis seperti apa yang akan segera memompa vaginaku ini.
Ternyata penis Wawan tak sebesar dugaanku, paling tak sampai lima belas senti. Mungkin ‘hanya’ sekitar tiga belas atau empat belas senti saja. Dan diameternya pun mungkin hanya sedikit lebih besar dari penis pak Edy, wali kelasku yang aku duga hampir impoten itu.
Aku jadi sedikit tenang dan tidak kuatir mengalami sakit yang berlebihan seperti ketika aku dipompa Girno kemarin. Namun aku sedikit bertanya tanya, apa kenikmatan yang aku dapat hari ini akan setara dengan yang aku dapat kemarin?
“Hei, kalian diam dulu, jangan membuat non Eliza mulet mulet, aku mau memasukkan punyaku dulu”, seru Wawan yang kesulitan menusukkan penisnya karena dari tadi aku menggeliat keenakan saat putingku disedot sedot oleh mereka berdua ini.
Mereka berdua pun diam dan ikut memperhatikan proses penetrasi penis Wawan ke liang vagina nona majikan mereka ini.
‘Clep’, demikian bunyi yang terdengar saat liang vaginaku terbelah dan kepala penis Wawan mulai masuk.
Batang penis ini terasa begitu keras, dan terus menusuk dalam, tapi rasanya tak sampai menyentuh dinding rahimku.
“Ooouuugh.. heeeeghh..”, Wawan melolong keenakan sementara aku menggigit bibir merasakan sedikit sakit yang bercampur sedikit nikmat.
Kemudian Wawan mulai bergerak memompa liang vaginaku, membuat rasa nikmat menjalari sekujur tubuhku. Aku menggeliat pasrah, sementara kedua rekannya yang ikut terbakar nafsu, meminta pelayanan yang lebih dariku. Suwito menaiki perutku, dan meletakkan penisnya di tengah payudaraku.
Aku dipaksa merapatkan kedua payudaraku yang mungil ini dengan kedua tanganku hingga menjepit penis itu, lalu ia mulai menggesek gesekkan penisnya yang tak terlalu panjang dan tak terlalu lebar juga diameternya itu di antara lipatan buah dadaku.
Lalu pak Arifin menyodorkan penisnya ke wajahku, yang membuatku tertegun. Nyaris sebesar punya Girno, hanya yang ini lebih berurat. Dengan ragu aku mengulum penis pak Arifin, yang tentu saja tak muat dalam mulutku yang mungil ini.
Tiba tiba telepon di kamarku berdering.
Pak Arifin melepaskan penisnya dari mulutku, mengambil telepon itu dan mendekatkan padaku. Sementara Wawan dan Suwito dengan cueknya meneruskan aktivitasnya. Wawan terus memompa vaginaku dan Suwito terus menikmati jepitan payudaraku pada penisnya.
Pak Arifin mengangkat telepon itu, dan memegangkan gagang telepon untukku, karena kedua tanganku sibuk menahan payudaraku menjepit penis si Suwito.
“Me, ini koko. Aku pulangnya masih ntar malaman lagi, soalnya tugasnya belum selesai nih”, terdengar suara yang ternyata kakakku.
“Duh Wan, jangan kasar dong”, aku sedikit membentak karena jengkel sekali.
Bahkan seingatku sebelum ini aku tak pernah membentak para pembantuku ini.
“Kalian ini kurang ajar betul ya. Aku ini sudah berbaik hati tidak akan memperpanjang masalah kalian berbuat mesum di dalam rumah ini, tapi sekarang kalian malah berbuat mesum terhadapku. Apa sih mau kalian?”, aku setengah berteriak karena dadaku rasanya sesak sangking kesalnya.
Wawan dan Suwito saling pandang, kemudian mereka menunduk.
Aku tahu dengan keadaan terikat seperti ini, kecil sekali harapanku untuk lolos dari perkosaan oleh dua orang ini. Begitu juga untuk hari hari berikutnya, mereka pasti akan mencari kesempatan untuk memaksaku melayani nafsu bejat mereka.
Maka aku berpikir mungkin lebih baik kalau aku mencari solusi di rumah dengan membiarkan mereka memperkosaku tapi dengan beberapa syarat.
“Ya sudah, mulai hari ini kalian bisa menikmati tubuhku kalau di rumah tidak ada papa mama dan kakakku, saat aku tidak sedang datang bulan”, aku berkata dengan ketus.
Mereka saling pandang, kemudian seolah tak percaya dengan pendengaran mereka.
“Mulai hari ini?”, mereka bertanya dengan ragu.
“Iya. Mulai hari ini! Kalian ini munafik ya. Aku tau kalian pasti akan berusaha memperkosaku lagi di lain waktu. Daripada nanti kalian mengikatku, membekapku, lalu menyakitiku, lebih baik kalian melakukannya baik baik. Tapi jangan lupa ya, kalian cuma boleh menikmati aku aku sedang senggang, yaitu waktu aku tak ada PR, tugas, maupun ujian. Dan aku ingatkan, kalian jangan kasar kasar sama aku, apalagi sampai melukai aku! Sekarang lepaskan ikatanku. Sangat nggak nyaman tau!”, kataku setengah membentak.
Mereka terlihat ragu ragu.
“Wah gimana ya, kalo non kami lepaskan, apa jaminan..”, kata Wawan dengan tidak yakin.
“Aku janji kalian boleh perlakukan aku sesuka kalian. Toh aku sudah tidak perawan lagi, jadi buatku tidak ada ruginya. Asal kalian juga berjanji, tak akan ada yang main di kompleks pelacuran. Aku nggak mau terkena penyakit kelamin menular. Kalian mengerti? Sekarang cepat, buka ikatan ini. Aku mau mandi dulu!”, aku menurunkan tensi suaraku, capek juga rasanya kalau harus berbicara dengan keras.
Mereka melepaskan ikatanku, dan memandangiku dengan ragu ragu. Dengan kesal aku melucuti setiap helai pakaianku yang menutup tubuhku ini di depan mereka.
“Nih. Kalo gak percaya, perkosa saja aku sekarang!”, tantangku dengan jengkel.
Mereka meneguk ludah melihat tubuh indahku yang terpampang polos di hadapan mereka.
“Baik non, kami percaya. Sekarang bagaimana?”, tanya Wawan setelah saling pandang dengan Suwito dan sama sama mengangguk.
“Aku mau mandi dulu, gerah nih abis latihan balet. Kalian juga, mandi dulu di bawah sana. Baunya nggak enak tau! Oh iya, ajak pak Arifin sekalian, daripada nanti dia mendengar kita sedang ngeseks di sini terus ngomong yang macam macam. Terus minta Sulikah supaya berjaga, kalau kalau kakakku pulang”, kataku pada mereka.
Aku masuk ke kamar mandi, dan menyemprot tubuhku dengan air hangat, mempersiapkan diriku yang akan segera jadi obyek pesta seks ini.
Sebenarnya aku sempat ragu dengan solusi ini. Masa aku tiap hari harus melayani tiga pejantan di rumahku sendiri? Aku bukannya takut hamil karena aku bisa minum obat anti hamil. Tapi entah apa aku kuat kalau aku harus terus menjadi budak seks mereka sepanjang hidupku?
Tapi aku pikir lebih baik aku berkompromi dengan mereka. Seperti yang sudah kukatakan tadi, toh aku sudah tak perawan lagi, dan aku tak ingin tiba tiba disergap, diikat tak karuan, bajuku dirobek robek, lalu aku disakiti dan diperkosa dengan brutal tanpa belas kasihan.
Tiba tiba pintu kamar mandiku terbuka, dan masuklah Suwito, Wawan dan pak Arifin yang sudah telanjang bulat.
“Non Eliza, kita mandi sama sama saja ya”, kata Wawan.
“Aduh, masa sudah segitu tak sabar sih? Ya sudah cepat. Nanti keburu kokoku pulang”, kataku.
Mereka bersorak gembira, lalu mereka segera mengerubutiku dan berebut memandikanku. Kedua tanganku diangkat oleh Wawan yang memang jauh lebih tinggi dariku. Yang lain menyabuni tubuhku dengan penuh semangat, terutama di bagian payudara dan vaginaku.
Aku mendesah pelan setiap daerah daerah sensitif pada tubuhku tersentuh oleh mereka. Dan melihatku seperti itu, pak Arifin dan Suwito malah semakin sering menyentuh kedua puting payudaraku. Sedangkan Wawan jadi sibuk meraba raba bibir vaginaku.
“Kalian.. jangan begini.. di kamar mandi.. ooh.. nanti aja..”, aku memprotes di antara desahan dan rintihanku.
Untungnya mereka menghentikan ulah mereka itu, dan setelah selesai menyabuniku, mereka membilas tubuhku sampai bersih. Lalu dengan penuh semangat mereka segera menggiringku ke ranjang untuk segera menikmati tubuhku.
“Tunggu, aku keringkan badanku dulu. Dan kalian, mandi dulu sana! Supaya nggak bau nanti waktu ngeseks sama aku!”, kataku pada mereka.
Mereka menuruti permintaanku, mandi sebersih bersihnya dengan sabunku. Untung saja, sebab aku teringat waktu di UKS kemarin sebenarnya aku tak tahan dengan bau mereka berenam itu, tapi nafsu birahi yang menguasaiku membuatku mampu bertahan.
Dan kini mereka tak lagi berbau tak enak seperti tadi, dan aku yang sudah selesai mencuci mukaku di wastafel kamarku, dan mengeringkan tubuhku, tidur telentang di ranjangku dalam keadaan telanjang bulat.
Aku sempat melihat jam, sekarang ini pukul tujuh malam. Mereka langsung mengeringkan tubuh ala kadarnya, dan menyerbuku yang sudah tersaji polos di atas ranjangku.
Wawan mendapat jatah vaginaku, sementara Suwito dan pak Arifin masing masing mendapat jatah kedua payudaraku. Wawan menjilati bibir vaginaku yang katanya berbau wangi, sementara Suwito dan Pak Arifin menyusu pada kedua payudaraku sambil meremas remas cukup keras.
Dan aku? Tentu saja birahi yang hebat segera melandaku. Aku mengerang, mendesah dan menggeliat keenakan.
Dengan penuh nafsu Wawan terus menjilat bahkan mencucup vaginaku. Perlahan tapi pasti, cairan cinta mulai mengalir membasahi dinding liang vaginaku. Dan aku kembali menggelinjang kegelian ketika semua cairan cintaku yang keluar ini segera diseruput oleh Wawan dengan rakusnya.
Aku terus menggelinjang akibat ulah Wawan ini, dan kedua telapak tanganku kugenggamkan pada sprei ranjangku selagi aku berjuang menahan nikmat yang kurasakan sekarang ini.
Desahan nafasku semakin hebat ketika Wawan menusukkan lidahnya ke dalam vaginaku. Sedangkan pak Arifin dan Suwito semakin bernafsu menyusu ke payudaraku, akhirnya setelah lima menit aku menggeliat dan mengejang, orgasme melandaku.
Walaupun tak sedahsyat kemarin, tapi sudah cukup untuk membuat nafasku tersengal sengal, seluruh tubuhku berkeringat dan terasa semakin lelah, terutama betisku yang terasa semakin pegal, mungkin karena terlalu sering mengejang dua hari ini, reaksi saat orgasme melandaku.
==X0X==
Kini Wawan sudah mengambil posisi di selangkanganku, membuat aku memperhatikan, penis seperti apa yang akan segera memompa vaginaku ini.
Ternyata penis Wawan tak sebesar dugaanku, paling tak sampai lima belas senti. Mungkin ‘hanya’ sekitar tiga belas atau empat belas senti saja. Dan diameternya pun mungkin hanya sedikit lebih besar dari penis pak Edy, wali kelasku yang aku duga hampir impoten itu.
Aku jadi sedikit tenang dan tidak kuatir mengalami sakit yang berlebihan seperti ketika aku dipompa Girno kemarin. Namun aku sedikit bertanya tanya, apa kenikmatan yang aku dapat hari ini akan setara dengan yang aku dapat kemarin?
“Hei, kalian diam dulu, jangan membuat non Eliza mulet mulet, aku mau memasukkan punyaku dulu”, seru Wawan yang kesulitan menusukkan penisnya karena dari tadi aku menggeliat keenakan saat putingku disedot sedot oleh mereka berdua ini.
Mereka berdua pun diam dan ikut memperhatikan proses penetrasi penis Wawan ke liang vagina nona majikan mereka ini.
‘Clep’, demikian bunyi yang terdengar saat liang vaginaku terbelah dan kepala penis Wawan mulai masuk.
Batang penis ini terasa begitu keras, dan terus menusuk dalam, tapi rasanya tak sampai menyentuh dinding rahimku.
“Ooouuugh.. heeeeghh..”, Wawan melolong keenakan sementara aku menggigit bibir merasakan sedikit sakit yang bercampur sedikit nikmat.
Kemudian Wawan mulai bergerak memompa liang vaginaku, membuat rasa nikmat menjalari sekujur tubuhku. Aku menggeliat pasrah, sementara kedua rekannya yang ikut terbakar nafsu, meminta pelayanan yang lebih dariku. Suwito menaiki perutku, dan meletakkan penisnya di tengah payudaraku.
Aku dipaksa merapatkan kedua payudaraku yang mungil ini dengan kedua tanganku hingga menjepit penis itu, lalu ia mulai menggesek gesekkan penisnya yang tak terlalu panjang dan tak terlalu lebar juga diameternya itu di antara lipatan buah dadaku.
Lalu pak Arifin menyodorkan penisnya ke wajahku, yang membuatku tertegun. Nyaris sebesar punya Girno, hanya yang ini lebih berurat. Dengan ragu aku mengulum penis pak Arifin, yang tentu saja tak muat dalam mulutku yang mungil ini.
Tiba tiba telepon di kamarku berdering.
Pak Arifin melepaskan penisnya dari mulutku, mengambil telepon itu dan mendekatkan padaku. Sementara Wawan dan Suwito dengan cueknya meneruskan aktivitasnya. Wawan terus memompa vaginaku dan Suwito terus menikmati jepitan payudaraku pada penisnya.
Pak Arifin mengangkat telepon itu, dan memegangkan gagang telepon untukku, karena kedua tanganku sibuk menahan payudaraku menjepit penis si Suwito.
“Me, ini koko. Aku pulangnya masih ntar malaman lagi, soalnya tugasnya belum selesai nih”, terdengar suara yang ternyata kakakku.
Dalam keadaan sedang disetubuhi, aku harus menjawab dengan nada yang sewajarnya supaya ia tak curiga yang macam macam.
“Iya ko.. jadi.. koko.. pulang jam berapa.. nanti”, tanyaku sedikit terputus putus karena Wawan terus menggenjotku tanpa ampun.
“Yaa, bentar lagi sih keliatannya sudah selesai, tapi setelah selesai aku dan yang lain mau pergi dulu, minum es bareng bareng. Yaa, anggap saja merayakan kecil kecilan. Sulit lho ini tugasnya! Kamu mau aku bawakan es juga me? Aku bungkuskan buat kamu ya?” tanya kakakku.
“Iya.. boleh ko.. Jangan.. terlalu malam.. ya.. hati hati.. ko”, kataku, semakin terputus putus karena si Wawan dengan kurang ajar meningkatkan kecepatannya dalam memompa vaginaku.
Bahkan saat batang penis Wawan menancap dalam, Wawan sengaja membiarkan penisnya tertanam sedikit lebih lama, membuat gairah tubuhku semakin bergolak.
Celaka, jangan sampai aku orgasme selagi telepon dengan kokoku nih. Aku tak berani membayangkan apa yang akan terjadi kalau sampai kokoku tahu di rumah ini memenya sedang ngeseks dengan sopir dan pembantu pembantunya.
“Ya, mungkin aku sampai rumah jam setengah dua belas malam. Me, kamu kenapa? Sakit ya? Kok seperti ngos ngosan gitu?” tanya kakakku.
“Nggak.. ko.. Cuma.. ingin.. ke WC.. sudah dulu.. ya ko”, kataku sambil menyuruh pak Arifin meletakkan gagang telepon dengan bahasa isyarat, sementara nafasku makin memburu.
Begitu telepon tertutup, aku segera melepaskan lenguhan yang sejak tadi kutahan tahan, dan aku langsung orgasme, kali ini lebih hebat dari yang pertama tadi.
Tubuhku sedikit terlonjak lonjak, kedua kakiku melejang lejang dan cairan cintaku keluar banyak sekali hingga membanjir membasahi penis Wawan.
Aku memandang Wawan dengan jengkel sekaligus penuh gairah, apalagi Wawan terus memompa liang vaginaku dengan kecepatan yang makin tinggi. Gairahku yang belum benar benar turun setelah tadi sempat mengalami orgasme hebat, kini kembali naik dengan cepat.
“Non, kakaknya non pulang jam berapa?”, tanya pak Arifin.
“Setengah..dua..belas.. pak”, jawabku dengan suara terputus putus di antara desahan nafasku.
Pak Arifin lalu keluar entah kemana, aku juga sudah tak perduli. Gila, stamina Wawan benar benar luar biasa, aku dibuatnya kewalahan. Sodokan demi sodokan seolah memompa gairahku meuju orgasme, dan luar biasa, aku sudah orgasme yang ketiga saat ini, dua kali akibat liang vaginaku dipompa Wawan dengan ganas.
Jam sudah menunjuk pukul setengah delapan lebih. Sudah setengah jam lebih aku digagahi Wawan, dan ia belum menunjukkan tanda tanda akan orgasme. Bahkan milik Suwito sudah berkedut, ia buru buru memasukkan penisnya ke dalam mulutku,dan aku langsung mengulum rapat dan menyedot nyedot penis itu.
“Eerrghh.. huoooh..”, Suwito mengerang dan melolong, spermanya menyemprot deras ke dalam kerongkonganku.
Rasanya sedikt lebih gurih dari milik enam orang kemarin yang memperkosaku di ruang UKS itu, atau aku yang sudah mulai bisa menikmati rasa sperma yang kuminum, aku juga tak tahu pasti. Penis Suwito terus kusedot sampai mengecil dan tak ada sisa sperma yang menempel di sana sedikitpun. Setelah servis oralku selesai, Suwito melangkah gontai dan duduk sembarangan di lantai kamarku.
Kini sementara aku tinggal menghadapi Wawan satu lawan satu. Tiba tiba Wawan dengan perkasa menarikku bangun, dan ia turun dari ranjang berdiri, dengan tetap memeluk pinggangku dan penis yang masih terus menancap erat dalam vaginaku, membuat aku takut terjatuh hingga melingkarkan betisku ke pinggangnya dan merangkul lehernya erat.
Wawan menggunakan kesempatan itu untuk melumat bibirku, sementara sodokan penisnya yang begitu kokoh bagaikan sebatang besi, terasa makin dalam menancap pada liang vaginaku, membuatku semakin melayang layang, mengantarku mengalami multi orgasme di pelukan Wawan.
“Ooooh... Waaan... aaa..duuuh.. en...naaak”, erangku, tanpa terkendali aku mengejang ngejang susul menyusul di pelukan Wawan.
Kepalaku menengadah, pantatku terasa kejang tersentak sentak ke depan, cairan cintaku membanjir membasahi lantai kamarku, nafasku seperti orang yang habis lari berkilo kilo.
Nikmat yang melandaku ini entahlah, mungkin setara dengan nikmat kemarin saat aku digangbang Girno, Urip dan Soleh. Namun Wawan melakukannya sendirian, dan sudah mampu memaksaku orgasme tak karuan seperti tadi.
Maka kini penilaianku pada Wawan menjadi lain.
Wajahnya memang tak karuan, penisnya juga tak terlalu besar dan tak terlalu panjang, tapi, penisnya memang luar biasa keras. Aku berpikir bisa bisa kelak aku yang mencarinya untuk ngeseks kalau aku ingin merasakan orgasme seenak ini.
Aku benar benar sudah larut dalam pesta seks ini, rasanya aku sudah berubah dari cewek yang alim dan terpelajar, menjadi cewek bispak!
Lamunanku buyar saat Wawan tiba tiba memelukku makin erat, sodokannya makin bertenaga, sementara tubuhnya terasa bergetar getar.
Oh.. apakah akhirnya ia akan orgasme?
“Heeegh.. non.. Elizaaa....”, lolong Wawan.
Wawan menjepit tubuhku dengan pelukan yang menyesakkan dadaku, namun membuatku kembali orgasme kecil, menngiringi semprotan spermanya yang amat banyak di dalam vaginaku.
Dan aku sangat kesal ketika Wawan melepaskanku begitu saja hingga aku agak terbanting, untungnya aku terbanting di ranjangku empuk.
“Wan.. jangan kasar!”, kataku setengah membentak.
“Eh.. maaf non.. maaf”, kata Wawan.
Wawan sepertinya meminta maaf sambil lalu saja. Tapi aku tak bisa melanjutkan omelanku ketika Wawan kembali menanamkan penisnya yang masih cukup keras di dalam liang vaginaku.
Berikutnya Wawan menindih tubuhku hingga kakiku makin terkangkang lebar. Ia memagut bibirku dengan buas, membuat aku megap megap. Untungnya penisnya semakin mengecil, dan dengan posisi tubuhku yang terlipat ini penisnya dengan cepat terlepas dari vaginaku.
Cairan cintaku kurasakan menghambur keluar cukup banyak. Pasti cairan cintaku itu bercampur spermanya dan kini campuran cairan cairan itu meleleh membasahi kedua pahaku ketika aku ditariknya berdiri. Wawan memelukku dengan erat dan kembali memagut bibirku seolah aku ini kekasih yang sudah lama dirindukannya.
Saat itu aku melihat jam sudah menunjuk pukul delapan lebih sepuluh menit. Edan. Ini berarti Wawan menggenjotku selama satu jam. Benar benar lelaki yang perkasa. Tiba tiba entah sejak kapan, aku melihat Sulikah dan pak Arifin sudah ada di kamarku, kelihatannya sejak lama, cukup lama untuk melihat aku menyerah dalam pelukan Wawan.
Pak Arifin mendekat mengambil giliran. Aku masih tersengal sengal, ketika pak Arifin yang biasanya kalem ini dengan buas merenggut tubuhku dari pelukan Wawan, lalu penisnya yang berukuran raksasa itu langsung diterjangkan ke liang vaginaku yang untungnya masih basah kuyup oleh campuran sperma Wawan dan cairan cintaku tadi, sehingga masih sangat licin.
“Aaagh..aduh..oooh.. heeegh..auuuh..nngggh..”, erangku berulang ulang tanpa daya ketika pak Arifin dengan bersemangat sekali memompa liang vaginaku yang langsung terasa amat sakit seperti saat Girno pertama kali memompa liang vaginaku ini.
Urat urat itu terasa begitu menggerinjal mengaduk aduk liang vaginaku. Rasa sakit yang nyaris tak tertahankan ini membuatku teringat sisa obat perangsang di tas sekolahku. Mungkin aku bisa meredakan rasa sakit yang mendera liang vaginaku ini dengan meminum sisa air minumku itu.
“Paak.. ngghh.. berhenti.. sebentar..”, aku memohon pada pak Arifin.
“Kenapa non..”, desis pak Arifin dengan nafas memburu, tapi ia menghentikan genjotannya pada tubuhku.
“Aku.. aku haus pak.. Mbak Ika.. tolong ambilkan aqua yang ada di dalam tas sekolahku..”, aku meminta tolong pada Sulikah untuk mengambilkan botol aqua yang isinya tinggal separuh itu di dalam tasku, yang langsung kuteguk habis begitu Sulikah memberikan padaku.
Aku sempat melihat sekelilingku, Wawan duduk di sofa kamarku, sementara Suwito tiduran di lantai. Dan Sulikah kembali duduk di kursi meja riasku. Lalu aku mempersilakan pak Arifin untuk mulai memompa vaginaku begitu aku mulai merasa panas yang tak wajar menjalari tubuhku.
Ya, obat perangsang itu mulai bekerja. Tanpa mampu mengendalikan diri, aku melayani pak Arifin dengan penuh nafsu, sakit yang tadinya melanda vaginaku sudah lenyap sama sekali berganti kenikmatan yang luar biasa dahsyat. Lenguhan, desahan dan erangan kami berdua memenuhi kamarku, membuat siapa saja yang mendengar pasti bangkit gairahnya, termasuk Wawan dan Sulikah.
Aku melihat mereka sudah saling memagut bibir dengan serunya, membuatku tak mau kalah dan menarik leher pak Arifin untuk kemudian kupagut bibirnya dengan ganas.
Sudah lima belas menit pak Arifin memompaku. Entah aku sudah berapa kali melayang dalam orgasme, akhirnya pak Arifin melenguh panjang, menyemprotkan spermanya dalam liang vaginaku. Semprotan itu terasa begitu banyak dan kencang, rasanya mengenai bagian terdalam di liang vaginaku, mungkin menembus rahimku.
Aku tergolek lemas dalam keadaan penuh nafsu, memandang Suwito yang harusnya sudah pulih karena ia yang pertama keluar tadi.
Suwito langsung tanggap dan mendekatiku. Ia segera menusukkan penisnya ke dalam vaginaku, dan mulai memompa liang vaginaku yang sudah haus akan penis lelaki ini. Obat perangsang itu benar benar dahsyat, aku terus menggoyangkan pinggulku sambil mencumbu Suwito dengan penuh nafsu.
Wawan yang sudah bergairah tak tahan lagi dan mendekatiku. Suwito mengerti dan mendekapku erat lalu berbaring telentang hingga aku kini menindihnya.
Dan tiba tiba Wawan meludahi anusku, mendatangkan sensasi aneh dan luar biasa bagiku. Lalu jari tangannya terus mengorek ngorek anusku yang semakin lebar. Dalam kepasrahan aku tak bisa melarang kemauan Wawan, aku tahu ia akan segera membobol anusku.
“Iya ko.. jadi.. koko.. pulang jam berapa.. nanti”, tanyaku sedikit terputus putus karena Wawan terus menggenjotku tanpa ampun.
“Yaa, bentar lagi sih keliatannya sudah selesai, tapi setelah selesai aku dan yang lain mau pergi dulu, minum es bareng bareng. Yaa, anggap saja merayakan kecil kecilan. Sulit lho ini tugasnya! Kamu mau aku bawakan es juga me? Aku bungkuskan buat kamu ya?” tanya kakakku.
“Iya.. boleh ko.. Jangan.. terlalu malam.. ya.. hati hati.. ko”, kataku, semakin terputus putus karena si Wawan dengan kurang ajar meningkatkan kecepatannya dalam memompa vaginaku.
Bahkan saat batang penis Wawan menancap dalam, Wawan sengaja membiarkan penisnya tertanam sedikit lebih lama, membuat gairah tubuhku semakin bergolak.
Celaka, jangan sampai aku orgasme selagi telepon dengan kokoku nih. Aku tak berani membayangkan apa yang akan terjadi kalau sampai kokoku tahu di rumah ini memenya sedang ngeseks dengan sopir dan pembantu pembantunya.
“Ya, mungkin aku sampai rumah jam setengah dua belas malam. Me, kamu kenapa? Sakit ya? Kok seperti ngos ngosan gitu?” tanya kakakku.
“Nggak.. ko.. Cuma.. ingin.. ke WC.. sudah dulu.. ya ko”, kataku sambil menyuruh pak Arifin meletakkan gagang telepon dengan bahasa isyarat, sementara nafasku makin memburu.
Begitu telepon tertutup, aku segera melepaskan lenguhan yang sejak tadi kutahan tahan, dan aku langsung orgasme, kali ini lebih hebat dari yang pertama tadi.
Tubuhku sedikit terlonjak lonjak, kedua kakiku melejang lejang dan cairan cintaku keluar banyak sekali hingga membanjir membasahi penis Wawan.
Aku memandang Wawan dengan jengkel sekaligus penuh gairah, apalagi Wawan terus memompa liang vaginaku dengan kecepatan yang makin tinggi. Gairahku yang belum benar benar turun setelah tadi sempat mengalami orgasme hebat, kini kembali naik dengan cepat.
“Non, kakaknya non pulang jam berapa?”, tanya pak Arifin.
“Setengah..dua..belas.. pak”, jawabku dengan suara terputus putus di antara desahan nafasku.
Pak Arifin lalu keluar entah kemana, aku juga sudah tak perduli. Gila, stamina Wawan benar benar luar biasa, aku dibuatnya kewalahan. Sodokan demi sodokan seolah memompa gairahku meuju orgasme, dan luar biasa, aku sudah orgasme yang ketiga saat ini, dua kali akibat liang vaginaku dipompa Wawan dengan ganas.
Jam sudah menunjuk pukul setengah delapan lebih. Sudah setengah jam lebih aku digagahi Wawan, dan ia belum menunjukkan tanda tanda akan orgasme. Bahkan milik Suwito sudah berkedut, ia buru buru memasukkan penisnya ke dalam mulutku,dan aku langsung mengulum rapat dan menyedot nyedot penis itu.
“Eerrghh.. huoooh..”, Suwito mengerang dan melolong, spermanya menyemprot deras ke dalam kerongkonganku.
Rasanya sedikt lebih gurih dari milik enam orang kemarin yang memperkosaku di ruang UKS itu, atau aku yang sudah mulai bisa menikmati rasa sperma yang kuminum, aku juga tak tahu pasti. Penis Suwito terus kusedot sampai mengecil dan tak ada sisa sperma yang menempel di sana sedikitpun. Setelah servis oralku selesai, Suwito melangkah gontai dan duduk sembarangan di lantai kamarku.
Kini sementara aku tinggal menghadapi Wawan satu lawan satu. Tiba tiba Wawan dengan perkasa menarikku bangun, dan ia turun dari ranjang berdiri, dengan tetap memeluk pinggangku dan penis yang masih terus menancap erat dalam vaginaku, membuat aku takut terjatuh hingga melingkarkan betisku ke pinggangnya dan merangkul lehernya erat.
Wawan menggunakan kesempatan itu untuk melumat bibirku, sementara sodokan penisnya yang begitu kokoh bagaikan sebatang besi, terasa makin dalam menancap pada liang vaginaku, membuatku semakin melayang layang, mengantarku mengalami multi orgasme di pelukan Wawan.
“Ooooh... Waaan... aaa..duuuh.. en...naaak”, erangku, tanpa terkendali aku mengejang ngejang susul menyusul di pelukan Wawan.
Kepalaku menengadah, pantatku terasa kejang tersentak sentak ke depan, cairan cintaku membanjir membasahi lantai kamarku, nafasku seperti orang yang habis lari berkilo kilo.
Nikmat yang melandaku ini entahlah, mungkin setara dengan nikmat kemarin saat aku digangbang Girno, Urip dan Soleh. Namun Wawan melakukannya sendirian, dan sudah mampu memaksaku orgasme tak karuan seperti tadi.
Maka kini penilaianku pada Wawan menjadi lain.
Wajahnya memang tak karuan, penisnya juga tak terlalu besar dan tak terlalu panjang, tapi, penisnya memang luar biasa keras. Aku berpikir bisa bisa kelak aku yang mencarinya untuk ngeseks kalau aku ingin merasakan orgasme seenak ini.
Aku benar benar sudah larut dalam pesta seks ini, rasanya aku sudah berubah dari cewek yang alim dan terpelajar, menjadi cewek bispak!
Lamunanku buyar saat Wawan tiba tiba memelukku makin erat, sodokannya makin bertenaga, sementara tubuhnya terasa bergetar getar.
Oh.. apakah akhirnya ia akan orgasme?
“Heeegh.. non.. Elizaaa....”, lolong Wawan.
Wawan menjepit tubuhku dengan pelukan yang menyesakkan dadaku, namun membuatku kembali orgasme kecil, menngiringi semprotan spermanya yang amat banyak di dalam vaginaku.
Dan aku sangat kesal ketika Wawan melepaskanku begitu saja hingga aku agak terbanting, untungnya aku terbanting di ranjangku empuk.
“Wan.. jangan kasar!”, kataku setengah membentak.
“Eh.. maaf non.. maaf”, kata Wawan.
Wawan sepertinya meminta maaf sambil lalu saja. Tapi aku tak bisa melanjutkan omelanku ketika Wawan kembali menanamkan penisnya yang masih cukup keras di dalam liang vaginaku.
Berikutnya Wawan menindih tubuhku hingga kakiku makin terkangkang lebar. Ia memagut bibirku dengan buas, membuat aku megap megap. Untungnya penisnya semakin mengecil, dan dengan posisi tubuhku yang terlipat ini penisnya dengan cepat terlepas dari vaginaku.
Cairan cintaku kurasakan menghambur keluar cukup banyak. Pasti cairan cintaku itu bercampur spermanya dan kini campuran cairan cairan itu meleleh membasahi kedua pahaku ketika aku ditariknya berdiri. Wawan memelukku dengan erat dan kembali memagut bibirku seolah aku ini kekasih yang sudah lama dirindukannya.
Saat itu aku melihat jam sudah menunjuk pukul delapan lebih sepuluh menit. Edan. Ini berarti Wawan menggenjotku selama satu jam. Benar benar lelaki yang perkasa. Tiba tiba entah sejak kapan, aku melihat Sulikah dan pak Arifin sudah ada di kamarku, kelihatannya sejak lama, cukup lama untuk melihat aku menyerah dalam pelukan Wawan.
Pak Arifin mendekat mengambil giliran. Aku masih tersengal sengal, ketika pak Arifin yang biasanya kalem ini dengan buas merenggut tubuhku dari pelukan Wawan, lalu penisnya yang berukuran raksasa itu langsung diterjangkan ke liang vaginaku yang untungnya masih basah kuyup oleh campuran sperma Wawan dan cairan cintaku tadi, sehingga masih sangat licin.
“Aaagh..aduh..oooh.. heeegh..auuuh..nngggh..”, erangku berulang ulang tanpa daya ketika pak Arifin dengan bersemangat sekali memompa liang vaginaku yang langsung terasa amat sakit seperti saat Girno pertama kali memompa liang vaginaku ini.
Urat urat itu terasa begitu menggerinjal mengaduk aduk liang vaginaku. Rasa sakit yang nyaris tak tertahankan ini membuatku teringat sisa obat perangsang di tas sekolahku. Mungkin aku bisa meredakan rasa sakit yang mendera liang vaginaku ini dengan meminum sisa air minumku itu.
“Paak.. ngghh.. berhenti.. sebentar..”, aku memohon pada pak Arifin.
“Kenapa non..”, desis pak Arifin dengan nafas memburu, tapi ia menghentikan genjotannya pada tubuhku.
“Aku.. aku haus pak.. Mbak Ika.. tolong ambilkan aqua yang ada di dalam tas sekolahku..”, aku meminta tolong pada Sulikah untuk mengambilkan botol aqua yang isinya tinggal separuh itu di dalam tasku, yang langsung kuteguk habis begitu Sulikah memberikan padaku.
Aku sempat melihat sekelilingku, Wawan duduk di sofa kamarku, sementara Suwito tiduran di lantai. Dan Sulikah kembali duduk di kursi meja riasku. Lalu aku mempersilakan pak Arifin untuk mulai memompa vaginaku begitu aku mulai merasa panas yang tak wajar menjalari tubuhku.
Ya, obat perangsang itu mulai bekerja. Tanpa mampu mengendalikan diri, aku melayani pak Arifin dengan penuh nafsu, sakit yang tadinya melanda vaginaku sudah lenyap sama sekali berganti kenikmatan yang luar biasa dahsyat. Lenguhan, desahan dan erangan kami berdua memenuhi kamarku, membuat siapa saja yang mendengar pasti bangkit gairahnya, termasuk Wawan dan Sulikah.
Aku melihat mereka sudah saling memagut bibir dengan serunya, membuatku tak mau kalah dan menarik leher pak Arifin untuk kemudian kupagut bibirnya dengan ganas.
Sudah lima belas menit pak Arifin memompaku. Entah aku sudah berapa kali melayang dalam orgasme, akhirnya pak Arifin melenguh panjang, menyemprotkan spermanya dalam liang vaginaku. Semprotan itu terasa begitu banyak dan kencang, rasanya mengenai bagian terdalam di liang vaginaku, mungkin menembus rahimku.
Aku tergolek lemas dalam keadaan penuh nafsu, memandang Suwito yang harusnya sudah pulih karena ia yang pertama keluar tadi.
Suwito langsung tanggap dan mendekatiku. Ia segera menusukkan penisnya ke dalam vaginaku, dan mulai memompa liang vaginaku yang sudah haus akan penis lelaki ini. Obat perangsang itu benar benar dahsyat, aku terus menggoyangkan pinggulku sambil mencumbu Suwito dengan penuh nafsu.
Wawan yang sudah bergairah tak tahan lagi dan mendekatiku. Suwito mengerti dan mendekapku erat lalu berbaring telentang hingga aku kini menindihnya.
Dan tiba tiba Wawan meludahi anusku, mendatangkan sensasi aneh dan luar biasa bagiku. Lalu jari tangannya terus mengorek ngorek anusku yang semakin lebar. Dalam kepasrahan aku tak bisa melarang kemauan Wawan, aku tahu ia akan segera membobol anusku.
Tapi aku yang sudah terangsang hebat ini tak perduli. Dengan beberapa kali dorongan, akhirnya penis Wawan yang sudah amat licin itu menembus anusku, membuatku melolong panjang karena kesakitan.
Bagaimanapun, aku belum terbiasa anusku dibobol. Kini dalam keadaan disandwich, aku disodok sodok bergantian dari atas dan bawah, hingga akhirnya tak sampai sepuluh menit menit kemudian aku sudah orgasme, bersamaan dengan menyemprotnya sperma Suwito dalam liang vaginaku.
Kemudian hampir setengah jam Wawan menyodomiku, rasanya sampai aku harus berjuang menahan reflek tubuhku yang ingin mengejan. Dalam keadaan liang anusku masih tertancap penis Wawan, tiba tiba pak Arifin yang sudah pulih itu ingin menggantikan posisi Suwito. Penisnya yang raksasa itu sudah menegang tegak, siap untuk kembali menyodok liang vaginaku dengan buas.
Suwito menyodorkan penisnya ke wajahku dan aku tak perlu disuruh, segera kubersihkan sperma yang tertinggal di penis itu dengan mengulum ngulum dan menyedot nyedot penis itu hingga bersih, sementara pemiliknya melenguh lenguh keenakan, lalu roboh di depanku.
Birahiku yang semakin tinggi membuatku antara sadar dan tidak, dengan penuh nafsu melayani sodokan dua penis sekaligus di selangkanganku. Kugerakkan tubuhku mengikuti irama sodokan itu, berulang ulang aku mencapai klimaks, sampai akhirnya pak Arifin orgasme duluan.
Kini tinggal Wawan yang menyodomi liang anusku dengan gencar, memang Wawan yang paling luar biasa di antara mereka semua
Pak Arifin menyodorkan penisnya untuk kubersihkan, dan aku dengan semangat mulai mengulum dan menyedot nyedot penis itu sampai mengecil. Setelah puas dengan servis oralku, pak Arifin duduk di sanpingku, lalu ia melumat bibirku dengan bernafsu.
Tiba tiba Suwito sudah berada di bawahku, namun bukan untuk menikmati liang vaginaku, melainkan menyedot susuku yang tergantung karena kini aku masih dalam posisi menungging.
Sementara itu, Sulikah kulihat mulai bermasturbasi dengan mencelup celupkan jarinya ke dalam liang vaginanya sendiri. Kelihatannya Sulikah sudah terangsang hebat melihat nona majikannya ini begitu pasrah dikeroyok oleh tiga pejantan ini.
Setengah jam kemudian Suwito sudah pulih, dan ia kembali menusukkan penisnya ke vaginaku, membuat selangkanganku terasa sesak dan ngilu. Perlahan genjotan Suwito kembali membangkitkan gairahku, dan tak lama kemudian aku langsung orgasme hebat.
Seolah bekerja sama dengan Wawan, mereka menusukkan senjatanya dalam dalam bersamaan dan berlama lama menahan penis mereka di sana, membuat aku melenguh lenguh tak kuasa menahan nikmat. Aku sudah setengah sadar saat jam menunjuk pukul sepuluh lebih seperempat malam.
Entah sudah berapa puluh atau berapa ratus mili liter cairan cinta yang sudah diproduksi tubuhku selama tiga jam ini. Mereka bertiga terus bergantian memuaskanku, sampai akhirnya tubuh mereka ambruk satu per satu di sekelilingku.
Kondisiku sendiri tak lebih baik, tenagaku terasa terkuras habis. Untungnya aku besok masih sekolah siang, semester depan barulah aku akan sekolah pagi. Yang jelas besok aku masih ada kesempatan bangun agak siang.
==X0X==
Deru nafas yang memburu bersahut sahutan di kamarku. Aku mulai sadar dari pengaruh obat perangsang tadi, dan bangkit menuju kamar mandiku dengan sempoyongan.
Kukeluarkan sperma yang bisa aku keluarkan dari vaginaku dengan bantuan jari tanganku dan siraman air shower. Aku mandi keramas menghapus sisa keringatku dan keringat mereka yang menempel di sekujur tubuhku, lalu mengeringkan tubuhku serta rambutku.
Kemudian, masih dalam keadaan telanjang bulat, aku kembali ke ranjangku yang spreinya awut awutan akibat baru jadi ajang pesta seks ini.
Wawan masih tergeletak di ranjangku. Aku memintanya turun, karena aku harus mengganti sprei ranjangku. Aku tak mau tidur dengan bau keringat, sperma dan cairan cinta di sekitarku.
Dibantu oleh Sulikah, aku memasang sprei yang baru, sementara sprei tadi dibawanya turun ke tempat cucian setelah ia pamit padaku untuk tidur. Sementara tiga begundal ini, aku masih ada urusan yang harus kubicarakan dengan mereka semua.
“Pak Arifin, Wawan dan Suwito. Sekali lagi, aku ingatkan, hal barusan ini hanya bisa terjadi jika kedua ortuku dan kakakku tidak ada di rumah, juga jika aku tidak ada PR atau tugas ataupun ujian, juga pada saat aku tidak sedang datang bulan”, aku mengulangi solusi nikmat di rumah ini berupa tawaran dan syarat yang tadi sudah kujelaskan pada mereka.
“Di luar itu, kalian jangan coba coba memaksaku. Kalo ketahuan, selain kalian dipecat, aku sendiri juga bakal bermasalah sama papa dan mama. Dan kalian juga rugi. Kalian tak mau kan itu terjadi?”, tanyaku pada mereka yang sebenarnya jawabannya sudah jelas, mereka semua mengangguk cepat.
“Dan tolong kalian jangan berlaku ngawur. Kalian juga bisa menikmatiku, tapi kalian harus janji tak akan jajan di luar. Aku tak ingin kena penyakit kelamin yang menular. Apa kalian mengerti?” kali ini pertanyaanku lebih mirip perintah.
“Akuuur..”, mereka menjawab serempak.
Lalu dengan langkah gontai karena sama sama kehabisan tenaga, mereka bertiga keluar dari kamarku menuju ke kamar masing masing.
Sedangkan aku langsung mengenakan baju tidur satin yang nyaman seperti kemarin, lalu mengistirahatkan tubuhku yang sudah amat kepayahan ini di atas ranjangku yang empuk.
Kini tinggal aku sendiri yang menunggu kakakku pulang sambil merenungi kegilaanku tadi. Masih ada sejam lagi sebelum kakakku pulang, aku berpikir aku lebih baik tidur saja, toh kakakku bawa kunci pintu depan. Tentang es yang dijanjikan kokoku tadi, biarlah es itu ditaruhnya di kulkas.
Lagi lagi aku sadar kalau aku belum mengenakan bra, tapi pinggangku sudah seperti akan patah dan aku malas untuk bangun lagi.
Aku membayangkan, Jumat depan aku harus melayani enam begundal kemarin. Apa lokasinya tetap di ruang UKS itu? Apa yang harus kulakukan? Bagaimana jika mereka gelap mata menyeretku ke mess yang dihuni puluhan orang itu? Aku bisa apa? Apa mereka tetap mau melepaskan diriku seperti kemarin?
Lalu, sampai kapan aku harus menjadi budak seks kedua pembantu dan sopirku ini? Apakah aku harus menyerahkan tubuhku pada mereka setiap hari? Pertanyaan demi pertanyaan terus menghiasi pikiranku, mengantarku tidur yang kali ini tak begitu nyenyak.
Beberapa jam sekali aku mengalami mimpi buruk, dimana aku berada di tengah kerumunan puluhan orang yang mengepung diriku hingga aku panik dan terbangun. Oh.. apakah ini tanda bahwa nanti aku benar benar harus melayani penghuni mess dimana Girno dan yang lain tinggal itu?
BERSAMBUNG..
Bagaimanapun, aku belum terbiasa anusku dibobol. Kini dalam keadaan disandwich, aku disodok sodok bergantian dari atas dan bawah, hingga akhirnya tak sampai sepuluh menit menit kemudian aku sudah orgasme, bersamaan dengan menyemprotnya sperma Suwito dalam liang vaginaku.
Kemudian hampir setengah jam Wawan menyodomiku, rasanya sampai aku harus berjuang menahan reflek tubuhku yang ingin mengejan. Dalam keadaan liang anusku masih tertancap penis Wawan, tiba tiba pak Arifin yang sudah pulih itu ingin menggantikan posisi Suwito. Penisnya yang raksasa itu sudah menegang tegak, siap untuk kembali menyodok liang vaginaku dengan buas.
Suwito menyodorkan penisnya ke wajahku dan aku tak perlu disuruh, segera kubersihkan sperma yang tertinggal di penis itu dengan mengulum ngulum dan menyedot nyedot penis itu hingga bersih, sementara pemiliknya melenguh lenguh keenakan, lalu roboh di depanku.
Birahiku yang semakin tinggi membuatku antara sadar dan tidak, dengan penuh nafsu melayani sodokan dua penis sekaligus di selangkanganku. Kugerakkan tubuhku mengikuti irama sodokan itu, berulang ulang aku mencapai klimaks, sampai akhirnya pak Arifin orgasme duluan.
Kini tinggal Wawan yang menyodomi liang anusku dengan gencar, memang Wawan yang paling luar biasa di antara mereka semua
Pak Arifin menyodorkan penisnya untuk kubersihkan, dan aku dengan semangat mulai mengulum dan menyedot nyedot penis itu sampai mengecil. Setelah puas dengan servis oralku, pak Arifin duduk di sanpingku, lalu ia melumat bibirku dengan bernafsu.
Tiba tiba Suwito sudah berada di bawahku, namun bukan untuk menikmati liang vaginaku, melainkan menyedot susuku yang tergantung karena kini aku masih dalam posisi menungging.
Sementara itu, Sulikah kulihat mulai bermasturbasi dengan mencelup celupkan jarinya ke dalam liang vaginanya sendiri. Kelihatannya Sulikah sudah terangsang hebat melihat nona majikannya ini begitu pasrah dikeroyok oleh tiga pejantan ini.
Setengah jam kemudian Suwito sudah pulih, dan ia kembali menusukkan penisnya ke vaginaku, membuat selangkanganku terasa sesak dan ngilu. Perlahan genjotan Suwito kembali membangkitkan gairahku, dan tak lama kemudian aku langsung orgasme hebat.
Seolah bekerja sama dengan Wawan, mereka menusukkan senjatanya dalam dalam bersamaan dan berlama lama menahan penis mereka di sana, membuat aku melenguh lenguh tak kuasa menahan nikmat. Aku sudah setengah sadar saat jam menunjuk pukul sepuluh lebih seperempat malam.
Entah sudah berapa puluh atau berapa ratus mili liter cairan cinta yang sudah diproduksi tubuhku selama tiga jam ini. Mereka bertiga terus bergantian memuaskanku, sampai akhirnya tubuh mereka ambruk satu per satu di sekelilingku.
Kondisiku sendiri tak lebih baik, tenagaku terasa terkuras habis. Untungnya aku besok masih sekolah siang, semester depan barulah aku akan sekolah pagi. Yang jelas besok aku masih ada kesempatan bangun agak siang.
==X0X==
Deru nafas yang memburu bersahut sahutan di kamarku. Aku mulai sadar dari pengaruh obat perangsang tadi, dan bangkit menuju kamar mandiku dengan sempoyongan.
Kukeluarkan sperma yang bisa aku keluarkan dari vaginaku dengan bantuan jari tanganku dan siraman air shower. Aku mandi keramas menghapus sisa keringatku dan keringat mereka yang menempel di sekujur tubuhku, lalu mengeringkan tubuhku serta rambutku.
Kemudian, masih dalam keadaan telanjang bulat, aku kembali ke ranjangku yang spreinya awut awutan akibat baru jadi ajang pesta seks ini.
Wawan masih tergeletak di ranjangku. Aku memintanya turun, karena aku harus mengganti sprei ranjangku. Aku tak mau tidur dengan bau keringat, sperma dan cairan cinta di sekitarku.
Dibantu oleh Sulikah, aku memasang sprei yang baru, sementara sprei tadi dibawanya turun ke tempat cucian setelah ia pamit padaku untuk tidur. Sementara tiga begundal ini, aku masih ada urusan yang harus kubicarakan dengan mereka semua.
“Pak Arifin, Wawan dan Suwito. Sekali lagi, aku ingatkan, hal barusan ini hanya bisa terjadi jika kedua ortuku dan kakakku tidak ada di rumah, juga jika aku tidak ada PR atau tugas ataupun ujian, juga pada saat aku tidak sedang datang bulan”, aku mengulangi solusi nikmat di rumah ini berupa tawaran dan syarat yang tadi sudah kujelaskan pada mereka.
“Di luar itu, kalian jangan coba coba memaksaku. Kalo ketahuan, selain kalian dipecat, aku sendiri juga bakal bermasalah sama papa dan mama. Dan kalian juga rugi. Kalian tak mau kan itu terjadi?”, tanyaku pada mereka yang sebenarnya jawabannya sudah jelas, mereka semua mengangguk cepat.
“Dan tolong kalian jangan berlaku ngawur. Kalian juga bisa menikmatiku, tapi kalian harus janji tak akan jajan di luar. Aku tak ingin kena penyakit kelamin yang menular. Apa kalian mengerti?” kali ini pertanyaanku lebih mirip perintah.
“Akuuur..”, mereka menjawab serempak.
Lalu dengan langkah gontai karena sama sama kehabisan tenaga, mereka bertiga keluar dari kamarku menuju ke kamar masing masing.
Sedangkan aku langsung mengenakan baju tidur satin yang nyaman seperti kemarin, lalu mengistirahatkan tubuhku yang sudah amat kepayahan ini di atas ranjangku yang empuk.
Kini tinggal aku sendiri yang menunggu kakakku pulang sambil merenungi kegilaanku tadi. Masih ada sejam lagi sebelum kakakku pulang, aku berpikir aku lebih baik tidur saja, toh kakakku bawa kunci pintu depan. Tentang es yang dijanjikan kokoku tadi, biarlah es itu ditaruhnya di kulkas.
Lagi lagi aku sadar kalau aku belum mengenakan bra, tapi pinggangku sudah seperti akan patah dan aku malas untuk bangun lagi.
Aku membayangkan, Jumat depan aku harus melayani enam begundal kemarin. Apa lokasinya tetap di ruang UKS itu? Apa yang harus kulakukan? Bagaimana jika mereka gelap mata menyeretku ke mess yang dihuni puluhan orang itu? Aku bisa apa? Apa mereka tetap mau melepaskan diriku seperti kemarin?
Lalu, sampai kapan aku harus menjadi budak seks kedua pembantu dan sopirku ini? Apakah aku harus menyerahkan tubuhku pada mereka setiap hari? Pertanyaan demi pertanyaan terus menghiasi pikiranku, mengantarku tidur yang kali ini tak begitu nyenyak.
Beberapa jam sekali aku mengalami mimpi buruk, dimana aku berada di tengah kerumunan puluhan orang yang mengepung diriku hingga aku panik dan terbangun. Oh.. apakah ini tanda bahwa nanti aku benar benar harus melayani penghuni mess dimana Girno dan yang lain tinggal itu?
BERSAMBUNG..
cerita sex yes, fuck my pussy. good dick. Big cock. Yes cum inside my pussy. lick my nipples. my tits are tingling. drink milk in my breast. enjoying my milk nipples. play with my big tits. fuck my vagina until I get pregnant. play "Adult sex games" with me. satisfy your cock in my wet vagina. Asian girl hottes gorgeus. lonte, lc ngentot live, pramugari ngentot, wikwik, selebgram open BO