Sebuah perampokan membawa pengalaman baru bagi seorang janda yang tinggal di sebuah rumah yang baru ditempatinya. Diikat menjadi satu dengan seorang hansip akhirnya membawa sensasi luar biasa.
Seorang hansip yang kebetulan lewat dan bermaksud memergoki perampokan malah tertangkap oleh para perampok. Ia di bawa masuk kedalam rumah dan diikat bersama pemilik rumah tersebut.
Bagi Meli, perampokan di rumahnya menimbulkan trauma sesaat tetapi berakhir dengan sensasi seks yang selama ini tak pernah ia bayangkan.
Terikat di lorong sempit dengan tubuh berdempetan berhadapan dengan lelaki lain membuat Meli risih bukan kepalang, apalagi si lelaki hanya mengenakan celana kolor. Tapi perasaan itu terkubur lantaran takut yang dirasakannya melihat kawanan rampok bersenj*t* itu.
Sekitar tiga menit berbaring berhadapan seperti itu, Meli melihat lelaki di depannya berhasil membuka lakban di mulutnya setelah berjuang keras mendorong lakban itu dengan lidahnya.
“Tenang bu.. saya Pak Parman, hansip di kompleks ini. Maaf pakaian saya tadi dilucuti rampok. Sepertinya sekarang mereka sudah pergi, ayo kita berusaha lepaskan ikatan ini bersama ya..,” kata Pak Parman.
Meli mengangguk saja dan berharap upaya mereka berhasil.
Pak Parman kemudian melepaskan lakban di mulut Meli dengan cara menggigit sisi lakban dan menariknya. Meli sempat terpekik merasakan perih bibirnya tertarik rekatan lakban, tapi kemudian berusaha tenang.
“Terus bagaimana caranya,” tanya Meli menanyakan cara mereka melepaskan ikatan lakban di tubuh.
Sepertinya sulit karena masing-masing tangan mereka terikat ke belakang dililit lakban, sementara lakban lainnya melilit rapat menyatukan bagian pinggang, perut mereka berdempetan.
Pak Parman lalu menjelaskan pada Meli bahwa sifat karet pada lakban dapat digunakan sebagai kesempatan mereka lolos dari ikatan. Caranya dengan terus bergerak agar lakban menjadi molor dan longar elastis.
“Kita masih punya kaki yang bebas bu. Saya akan membalik badan dan ibu harus berusaha berposisi di atas saya. Setelah itu kaki ibu bisa menjejak lantai mendorong ke arah atas tubuh saya.. mungkin akan berhasil,” kata Pak Parman.
Pak Parman segera mengubah posisi mereka dari yang sebelumnya berbaring miring berhadapan, menjadi saling tindih, Meli berada di atas. Ini dilakukan Pak Parman agar Meli tidak merasa berat jika Pak Parman yang berada di atas, sebab bobot Pak Parman yang tinggi besar tentu akan menyesah Meli bila tertindih.
Posisi Meli sudah di atas tubuh Pak Parman. Ia menuruti perintah Pak Parman dan mulai menggerakan badannya ke arah atas tubuh Pak Parman dengan menjejakkan kaki di lantai. Tapi rok yang dikenakannya menghalangi usaha Meli menjejakkan kaki secara maksimal mekantai, sebab ia harus lebih mengangkangkan kakinya agar bisa melewati kaki Parman di bawah kakinya.
Seorang hansip yang kebetulan lewat dan bermaksud memergoki perampokan malah tertangkap oleh para perampok. Ia di bawa masuk kedalam rumah dan diikat bersama pemilik rumah tersebut.
Bagi Meli, perampokan di rumahnya menimbulkan trauma sesaat tetapi berakhir dengan sensasi seks yang selama ini tak pernah ia bayangkan.
Terikat di lorong sempit dengan tubuh berdempetan berhadapan dengan lelaki lain membuat Meli risih bukan kepalang, apalagi si lelaki hanya mengenakan celana kolor. Tapi perasaan itu terkubur lantaran takut yang dirasakannya melihat kawanan rampok bersenj*t* itu.
Sekitar tiga menit berbaring berhadapan seperti itu, Meli melihat lelaki di depannya berhasil membuka lakban di mulutnya setelah berjuang keras mendorong lakban itu dengan lidahnya.
“Tenang bu.. saya Pak Parman, hansip di kompleks ini. Maaf pakaian saya tadi dilucuti rampok. Sepertinya sekarang mereka sudah pergi, ayo kita berusaha lepaskan ikatan ini bersama ya..,” kata Pak Parman.
Meli mengangguk saja dan berharap upaya mereka berhasil.
Pak Parman kemudian melepaskan lakban di mulut Meli dengan cara menggigit sisi lakban dan menariknya. Meli sempat terpekik merasakan perih bibirnya tertarik rekatan lakban, tapi kemudian berusaha tenang.
“Terus bagaimana caranya,” tanya Meli menanyakan cara mereka melepaskan ikatan lakban di tubuh.
Sepertinya sulit karena masing-masing tangan mereka terikat ke belakang dililit lakban, sementara lakban lainnya melilit rapat menyatukan bagian pinggang, perut mereka berdempetan.
Pak Parman lalu menjelaskan pada Meli bahwa sifat karet pada lakban dapat digunakan sebagai kesempatan mereka lolos dari ikatan. Caranya dengan terus bergerak agar lakban menjadi molor dan longar elastis.
“Kita masih punya kaki yang bebas bu. Saya akan membalik badan dan ibu harus berusaha berposisi di atas saya. Setelah itu kaki ibu bisa menjejak lantai mendorong ke arah atas tubuh saya.. mungkin akan berhasil,” kata Pak Parman.
Pak Parman segera mengubah posisi mereka dari yang sebelumnya berbaring miring berhadapan, menjadi saling tindih, Meli berada di atas. Ini dilakukan Pak Parman agar Meli tidak merasa berat jika Pak Parman yang berada di atas, sebab bobot Pak Parman yang tinggi besar tentu akan menyesah Meli bila tertindih.
Posisi Meli sudah di atas tubuh Pak Parman. Ia menuruti perintah Pak Parman dan mulai menggerakan badannya ke arah atas tubuh Pak Parman dengan menjejakkan kaki di lantai. Tapi rok yang dikenakannya menghalangi usaha Meli menjejakkan kaki secara maksimal mekantai, sebab ia harus lebih mengangkangkan kakinya agar bisa melewati kaki Parman di bawah kakinya.
Meli terus berupaya dan akhirnya ia bisa mengangkangkan kaki lebih lebar, akibat gesekan tubuh mereka, rok Meli naik sampai bongkahan pantatnya terlihat. Tapi tak apa, pikir Meli, demi usahanya menjejak kaki ke lantai. Lagi pula Pak Parman tak mungkin melihat pantatnya karena ia berada di bawah Meli.
“Terus goyang bu.. sudah mulai longgar ikatannya,” Parman berbisik pada Meli.
Entah mengapa kata-kata “goyang” yang dibisikan Pak Parman membuat Meli risih. Ia baru sadar gerakannya berusaha melepas ikatan terkesan menjadi gerakan yang erotis.
Ia juga baru sadar kalau sejak tadi payudara 36Dnya terus menggerus dada Pak Parman, dan gerakan demi gerakan yang menimbulkan gesekan di tubuh keduanya mulai mempengaruhi libido Meli.
“Astaga.., Pak Parman. Apa ini..? kok terasa keras.. Tolong Pak, Bapak nggak boleh terangsang.. ini dalam kondisi darurat..,” Meli berbisik pada Pak Parman saat merasakan sesuatu benda kenyal mengeras, hangat terasa di bawah pusar Meli. Penis Pak Parman rupanya ereksi setelah beberapa kali merasakan gesekan tubuh Meli.
“Oh.. ehh.. maaf bu.. saya sudah berusaha untuk mengabaikan rasanya, tapi gesekan-gesekan itu mengalahkan pikiran saya bu. Maaf bu.. tapi saya pikir ini alami bagi lelaki, yang terpenting sekarang kita harus terus berusaha melepas ikatan ini bu..” Pak Parman agak gugup dan malu menyadari Meli mengetahui penisnya mulai bangun.
“Ya sudah.. nggak apa-apa, asal Pak Parman jangan macam-macam ya..,” kata Meli.
Ia sadar tak bisa menyalahkan Pak Parman. Dan lagi, benar apa Pak Parman bahwa itu sangat alami dan Meli juga merasakan hal yang sama, ada kenikmatan menjalari tubuhnya setiap kali gerakan bergesek ia lakukan.
Pikirnya, perampokan yang menyebabkan mereka berdua berada dalam posisi terikat seperti itu, dan mereka harus bersama kompak melepaskan ikatan tersebut.
Meli kembali memusatkan pikirannya pada upaya melepaskan lakban. Ia kembali menggerakan tubuhnya menggesek tubuh Pak Parman dari atas ke bawah dan sebaliknya dari bawah ke atas, agar ikatan lakban melonggar. Upayanya cukup berhasil, kini jarak gesekan sudah bisa lebih jauh menandakan lakban mulai longgar elastis.
Bagian perut Meli sudah bisa menjangkau perut Pak Parman bagian atas, Meli berusaha terus menjejak lantai agar tubuhnya terdorong naik lebih jauh.
“Ehmm bu.. coba lagi ke bawah.. terus dorong lagi ke atas.. sudah mulai longgar lakbannya..,” suara Pak Parman semakin parau.
Tubuh Meli yang terdorong ke atas membuat penis Pak Parman kehilangan sentuhan, sebab selangkangan Meli kini sudah diatas melewati ujung penisnya.
Meli setuju dengan Pak Parman, mungkin gerakan harus kembali ke bawah lalu kembali lagi ke atas sehingga ikatan lakban makin molor elastis.
Tapi gerakan ke bawah yang dilakukan Meli justru membuat keadaan mereka berdua berubah. Pikiran masing-masing milau terpecah antara kenikmatan yang mulai dirasakan atau upaya melepas lakban.
“Enghhh..,” Meli melenguh kecil. Ia merasakan ujung penis Pak Parman menyentuh CD yang dipakainya.
Panis Pak Parman yang sudah sangat tegang terdorong keluar dari balik celana kolornya, lantaran gesekan membuat kolornya melorot. Kini, setiap gerakan Meli membuat koneksi ujung penis Pak Parman kian terasa mendorong-dorong CD Meli. Rasa nikmat kekenyalan itu terasa semakin sering di bibir vagina Meli yang terhalang CD.
Meli terus berupaya memecah pikirannya agar tetap konssntrasi beregerak demi melepas ikatan lakban, tapi semakin bergerak dan semakin gesekan terjadi membuah gairah seksualnya terdongkrak naik. Lama-lama ia merasakan Cdnya membasah oleh cairan vaginannya sendiri. Apalagi, dari bawah Pak Parman juga terus bergerak berusaha melepaskan ikatan lakban ditanganya yang tertindih ke belakang. Hal ini membuat erotisme tersendiri dirasakan Meli.
“Enghh.. ahhss..,” Meli mendesah dan menghentikan gerakannya. Ia menyadari kini posisi sudah sangat gawat. Gerakan-gerakannya justru mengantar ujung penis Pak Parman mengakses bibir vaginanya lewat sisi kiri CD-nya.
Meli merasakan kepala penis Pak Parman sudah berada tepat di tengah bibir vaginanya yang basah dan sudah tidak terhalang CD yang kini melenceng ke samping.
“Hmm.. bu, kenapa berhenti.. sudah hampir lepas ikatannya nih..,”
Pak Parman terus bergerak berusaha melepas ikatan tangannya. Tapi ia juga merasakan penisnya sudah menyentuh kulit vagina Meli secara langsung, karena sisi CD Meli yang membasah tergeser ke samping.
Meli berusaha mengembalikan konsentrasinya, dan berusaha menjejak kaki ke lantai agar tubuhnya naik dan vaginanya menjauh dari penis Pak Parman. Namun upayanya gagal, kini ikatan lakban justru mengancing posisi itu, Meli tak mungkin naik, hanya bisa turun ke bawah beberapa kali lalu naik lagi setelah ikatan melonggar kembali.
Meli mulai putus asa. Ia harus bisa lebih cepat melepaskan ikatan lakban itu sebelum penis Pak Parman mengakses lebih jauh vaginanya. Pikiran sadarnya masih berjalan dan menyadari sesaat lagi ia akan disetubuhi Pak Parman, dalam keadaan terpaksa begitu.
Konsentrasi Meli gagal. Gerakan Pak Parman dari bawah membuat kepala penisnya mulai masuk membelah bibir vagina Meli.
“Ough..,” Pak Parman tak kuasa menahan desah kenikmatan merasakan kepala penisnya menguak bibir vagina Meli. Ia terus bergerak berusaha melepas ikatan ditangannya yang tertindih tubuh, tapi setiap gerakannya membuat kepala penisnya mulai bermain keluar masuk di bibir vagina Meli.
Hal itu memberi sensasi kenikmatan pada Meli, ia masih berusaha diam diatas tubuh Pak Parman sampai ada kesempatan menjejak kaki agar vaginanya menjauh dari penis Pak Parman. Meli akhirnya berspekulasi. Sekali gerakan ke bawah, lalu sekuat tenaga menjejak kaki ke lantai tentu akan membantunya menjauhkan vaginanya dari penis Pak Parman.
“Enghhsshh.. ahh.., Pak jangan gerak duluhh.. ini nggak boleh terjadi Pak.” kata Meli, wajahnya bersemu merah. Tubuh dan wajah Meli serta kulitnya yang putih mirip dengan artis Mona Ratuliu.
“Iya bu.. saya juga pikir begitu. Tapi bagaimana lagi, posisi kita sulit berubah selama ikatan ini..,” jawab Pak Parman, ia juga menjadi serba salah dengan posisi itu.
“Oke Pak.. sekarang gini aja.. saya akan bergerak turun, dan mungkin itu akan terjadi.. anu Bapak bisa masuk ke anu saya.. tapi itu hanya sekali ya, dan saya akan mendorong ke atas membuatnya lepas lagi. Setelah itu kita konsentrasi lagi untuk melepas lakban sialan ini..,” kata Meli dengan nafas berat.
“Iya.. iya. Terserah ibu. Tapi tolong saya jangan dilaporkan ke atasan saya apalagi polisi bu. Kalau kontol saya masuk ke pepek ibu.. nanti saya dibilang memperkosa,” Pak Parman polos ketakutan.
“Hnnggaak Pak.. ini kan karena perampokan sialan itu, jadi bukan salah saya atau Bapak.. kita sama-sama berusaha keluar dari masalah ini kok.. sekarang Bapak diam ya.. saya akan berusaha. Ehmm.. enghhmmmpp.. ahssstt Pakkk.. ahhhkksss,”
Meli mengerakan tubuhnya bergeser ke bawah. Gerakan itu membuat bibir vaginanya yang sudah menjepit ujung penis Pak Parman menelan setengah penis itu.
Pak Parman sudah agak berumur, berkumis, dan badannya kekar. Penis Pak Parman dirasakan Meli lebih besar dan padat dari penis mantan suaminya. Meli merasakan sensasi nikmat saat kepala penis Pak Parman terbenam di vaginanya.
“Ayo bu.. dorong lagi ke atas biar lepas,”
Pak Parman khawatir karena kini penisnya sudah mulai menyetubuhi Meli.
“Terus goyang bu.. sudah mulai longgar ikatannya,” Parman berbisik pada Meli.
Entah mengapa kata-kata “goyang” yang dibisikan Pak Parman membuat Meli risih. Ia baru sadar gerakannya berusaha melepas ikatan terkesan menjadi gerakan yang erotis.
Ia juga baru sadar kalau sejak tadi payudara 36Dnya terus menggerus dada Pak Parman, dan gerakan demi gerakan yang menimbulkan gesekan di tubuh keduanya mulai mempengaruhi libido Meli.
“Astaga.., Pak Parman. Apa ini..? kok terasa keras.. Tolong Pak, Bapak nggak boleh terangsang.. ini dalam kondisi darurat..,” Meli berbisik pada Pak Parman saat merasakan sesuatu benda kenyal mengeras, hangat terasa di bawah pusar Meli. Penis Pak Parman rupanya ereksi setelah beberapa kali merasakan gesekan tubuh Meli.
“Oh.. ehh.. maaf bu.. saya sudah berusaha untuk mengabaikan rasanya, tapi gesekan-gesekan itu mengalahkan pikiran saya bu. Maaf bu.. tapi saya pikir ini alami bagi lelaki, yang terpenting sekarang kita harus terus berusaha melepas ikatan ini bu..” Pak Parman agak gugup dan malu menyadari Meli mengetahui penisnya mulai bangun.
“Ya sudah.. nggak apa-apa, asal Pak Parman jangan macam-macam ya..,” kata Meli.
Ia sadar tak bisa menyalahkan Pak Parman. Dan lagi, benar apa Pak Parman bahwa itu sangat alami dan Meli juga merasakan hal yang sama, ada kenikmatan menjalari tubuhnya setiap kali gerakan bergesek ia lakukan.
Pikirnya, perampokan yang menyebabkan mereka berdua berada dalam posisi terikat seperti itu, dan mereka harus bersama kompak melepaskan ikatan tersebut.
Meli kembali memusatkan pikirannya pada upaya melepaskan lakban. Ia kembali menggerakan tubuhnya menggesek tubuh Pak Parman dari atas ke bawah dan sebaliknya dari bawah ke atas, agar ikatan lakban melonggar. Upayanya cukup berhasil, kini jarak gesekan sudah bisa lebih jauh menandakan lakban mulai longgar elastis.
Bagian perut Meli sudah bisa menjangkau perut Pak Parman bagian atas, Meli berusaha terus menjejak lantai agar tubuhnya terdorong naik lebih jauh.
“Ehmm bu.. coba lagi ke bawah.. terus dorong lagi ke atas.. sudah mulai longgar lakbannya..,” suara Pak Parman semakin parau.
Tubuh Meli yang terdorong ke atas membuat penis Pak Parman kehilangan sentuhan, sebab selangkangan Meli kini sudah diatas melewati ujung penisnya.
Meli setuju dengan Pak Parman, mungkin gerakan harus kembali ke bawah lalu kembali lagi ke atas sehingga ikatan lakban makin molor elastis.
Tapi gerakan ke bawah yang dilakukan Meli justru membuat keadaan mereka berdua berubah. Pikiran masing-masing milau terpecah antara kenikmatan yang mulai dirasakan atau upaya melepas lakban.
“Enghhh..,” Meli melenguh kecil. Ia merasakan ujung penis Pak Parman menyentuh CD yang dipakainya.
Panis Pak Parman yang sudah sangat tegang terdorong keluar dari balik celana kolornya, lantaran gesekan membuat kolornya melorot. Kini, setiap gerakan Meli membuat koneksi ujung penis Pak Parman kian terasa mendorong-dorong CD Meli. Rasa nikmat kekenyalan itu terasa semakin sering di bibir vagina Meli yang terhalang CD.
Meli terus berupaya memecah pikirannya agar tetap konssntrasi beregerak demi melepas ikatan lakban, tapi semakin bergerak dan semakin gesekan terjadi membuah gairah seksualnya terdongkrak naik. Lama-lama ia merasakan Cdnya membasah oleh cairan vaginannya sendiri. Apalagi, dari bawah Pak Parman juga terus bergerak berusaha melepaskan ikatan lakban ditanganya yang tertindih ke belakang. Hal ini membuat erotisme tersendiri dirasakan Meli.
“Enghh.. ahhss..,” Meli mendesah dan menghentikan gerakannya. Ia menyadari kini posisi sudah sangat gawat. Gerakan-gerakannya justru mengantar ujung penis Pak Parman mengakses bibir vaginanya lewat sisi kiri CD-nya.
Meli merasakan kepala penis Pak Parman sudah berada tepat di tengah bibir vaginanya yang basah dan sudah tidak terhalang CD yang kini melenceng ke samping.
“Hmm.. bu, kenapa berhenti.. sudah hampir lepas ikatannya nih..,”
Pak Parman terus bergerak berusaha melepas ikatan tangannya. Tapi ia juga merasakan penisnya sudah menyentuh kulit vagina Meli secara langsung, karena sisi CD Meli yang membasah tergeser ke samping.
Meli berusaha mengembalikan konsentrasinya, dan berusaha menjejak kaki ke lantai agar tubuhnya naik dan vaginanya menjauh dari penis Pak Parman. Namun upayanya gagal, kini ikatan lakban justru mengancing posisi itu, Meli tak mungkin naik, hanya bisa turun ke bawah beberapa kali lalu naik lagi setelah ikatan melonggar kembali.
Meli mulai putus asa. Ia harus bisa lebih cepat melepaskan ikatan lakban itu sebelum penis Pak Parman mengakses lebih jauh vaginanya. Pikiran sadarnya masih berjalan dan menyadari sesaat lagi ia akan disetubuhi Pak Parman, dalam keadaan terpaksa begitu.
Konsentrasi Meli gagal. Gerakan Pak Parman dari bawah membuat kepala penisnya mulai masuk membelah bibir vagina Meli.
“Ough..,” Pak Parman tak kuasa menahan desah kenikmatan merasakan kepala penisnya menguak bibir vagina Meli. Ia terus bergerak berusaha melepas ikatan ditangannya yang tertindih tubuh, tapi setiap gerakannya membuat kepala penisnya mulai bermain keluar masuk di bibir vagina Meli.
Hal itu memberi sensasi kenikmatan pada Meli, ia masih berusaha diam diatas tubuh Pak Parman sampai ada kesempatan menjejak kaki agar vaginanya menjauh dari penis Pak Parman. Meli akhirnya berspekulasi. Sekali gerakan ke bawah, lalu sekuat tenaga menjejak kaki ke lantai tentu akan membantunya menjauhkan vaginanya dari penis Pak Parman.
“Enghhsshh.. ahh.., Pak jangan gerak duluhh.. ini nggak boleh terjadi Pak.” kata Meli, wajahnya bersemu merah. Tubuh dan wajah Meli serta kulitnya yang putih mirip dengan artis Mona Ratuliu.
“Iya bu.. saya juga pikir begitu. Tapi bagaimana lagi, posisi kita sulit berubah selama ikatan ini..,” jawab Pak Parman, ia juga menjadi serba salah dengan posisi itu.
“Oke Pak.. sekarang gini aja.. saya akan bergerak turun, dan mungkin itu akan terjadi.. anu Bapak bisa masuk ke anu saya.. tapi itu hanya sekali ya, dan saya akan mendorong ke atas membuatnya lepas lagi. Setelah itu kita konsentrasi lagi untuk melepas lakban sialan ini..,” kata Meli dengan nafas berat.
“Iya.. iya. Terserah ibu. Tapi tolong saya jangan dilaporkan ke atasan saya apalagi polisi bu. Kalau kontol saya masuk ke pepek ibu.. nanti saya dibilang memperkosa,” Pak Parman polos ketakutan.
“Hnnggaak Pak.. ini kan karena perampokan sialan itu, jadi bukan salah saya atau Bapak.. kita sama-sama berusaha keluar dari masalah ini kok.. sekarang Bapak diam ya.. saya akan berusaha. Ehmm.. enghhmmmpp.. ahssstt Pakkk.. ahhhkksss,”
Meli mengerakan tubuhnya bergeser ke bawah. Gerakan itu membuat bibir vaginanya yang sudah menjepit ujung penis Pak Parman menelan setengah penis itu.
Pak Parman sudah agak berumur, berkumis, dan badannya kekar. Penis Pak Parman dirasakan Meli lebih besar dan padat dari penis mantan suaminya. Meli merasakan sensasi nikmat saat kepala penis Pak Parman terbenam di vaginanya.
“Ayo bu.. dorong lagi ke atas biar lepas,”
Pak Parman khawatir karena kini penisnya sudah mulai menyetubuhi Meli.
“Iya Pak.. hmmmpphh aahhss.. pakkk.. emmpphh.. ahssss,”
Meli berusaha menjejak kaki ke lantai agar tuuhnya terdorong ke atas dan penis itu lepas dari vaginanya, tapi keadaan tak berubah, ikatan lakban mengancing bagian pinggang mereka membuat Meli tak mungkin menaikkan tubuhnya.
“Akhhss.. paakkk.. gimana inihh.. ahsss..,”
Meli kembali diam tak bergerak, separuh penis Pak Parman yang dirasanya mebuat nafasnya semakin berat.
“Oke.. sekarang ibu diam saya biar tidak semakin masuk kontol saya. Saya akan berusaha melepas ikatan tangan saya bu.. engghhh,”
Pak Parman mengangkat pinggulnya dan pantatnya menjauh dari lantai agar tangannya bisa bergerak bebas, lalu berusaha melepas dua tangannya dari ikatan lakban. Peluh sudah membasahi tubuh keduanya.
Pak Parman melakukan itu beberapa kali. Pinggul dan pantatnya yang terangkat menjauh dari lantai membuat akses penisnya masuk lebih dalam ke vagina Meli. Meli sudah pecah konsentrasi, kini pikirannya hanya merasakan kenikmatan separuh penis Pak Parman yang keluar masuk perlahan ke vaginanya mengikuti gerakan pinggul Pak Parman.
“Akhhss paakkks ouhh.. akhhh.. ahkkk.. enghhhmm,”
Meli semakin mendesah, kini pinggul Meli melayani gerakan Pak Parman, ia malah berusaha agar penis Pak Parman terasa lebih dalam di vaginanya.
Tangan Pak Parman sudah terlepas dari ikatan dan kini bebas. Tapi libido yang sudah tinggi membuat Pak Parman bukannya melepaskan ikatan lakban di pinggang mereka, ia justru membuak kancing-kancing baju Meli dan meremasi payudara Meli.
“Emmphhh.. pakkhhsss emmphhhsss,”
Meli semakin hilang kendali diperlakukan seperti itu, kini bibirnya menyambut bibir Pak Parman, mereka berkecupan sangat dalam dan cukup lama.
Pak Parman meloloskan susu Meli dari Bra-nya dan mulai menghisapi payudara Meli, lalu kedua tangannya mengarah ke bawah dan mengamit sisi CD Meli agar penisnya mengakses jauh vagina Meli. Saat itu penisnya sudah bisa masuk utuh ke vagina Meli, tangannya menekan dan meremasi pantan Meli membuat Meli semakin mendesis.
“Ouhgg.. ahhgg.. bu.., tangan saya sudah lepas.. kita bebasin dulu ikatannya atau bagaimana? ouhgg,”
Pak Parman bertanya sambil menahan kenikmatan digenjot Meli. Ya pinggul Meli sudah cukup lama menggenjot P Pak rasojo membuat penis Parman bebas keluar masuk ke vagina Meli.
“Akhh Pakkk.. sshh.. terserah Bapakk sekaranghhh.. ouhss..,”
Meli sudah sangat melayang merasakan kenikmatan penis Pak Parman, apalagi rangsangan Pak Parman secara liar di payudaranya membuatnya semakin hilang kendali.
“Baik buu.. akhh.. kalau begituhh kita tuntaskan duluh.. ouhsss..,”
Pak Parman kemudian melepaskan ikatan tangan Meli tapi membiarkan ikatan di pinnggang mereka tetap seperti semula.
“Iyaahh Paakkk.. terusinnn duluhh.. akhhsss.. ouhh..,” tangan Meli yang sudah bebas langsung merangkul leher Pak Parman dan keduanya kembali saling berpagutan, sementara gerakan pinggul Meli semakin liar.
Masih disatukan dengan ikatan di pinggang, Pak Parman membalik tubuh Meli sehingga kini Meli ditindihnya. Ia lalu menggenjot pantatnya membuat penisnya membobol vagina Meli secara utuh. Cairan vagina Meli menimbulkan bunyi kecilpakan setiap kali berbenturan dengan pangkal penis Pak Parman.
Meli merasakan gerakan Pak Parman makin keras dan makin cepat mengakses vaginanya, kenimatan mulai memuncak di klitorisnya seolah mengumpul panas hingga bongkahan pantatnya. Ia mengimbangi gerakan Pak Parman dengan menggoyang pinggulnya.
“Oughh.. paakkks.. akhhsss.. sayaahhh pakkk.. akhhhsss say..ah.. sampaaiiihhh pakkk.. ouhhhggg..,”
Meli merasakan klimaksnya memuncak, pertahanannya bobol dihantam penis Pak Parman yang terus menerus menghujam. Tubuhnya menegang merasakan kontraksi otot vaginanya berkedutan intens mengantar kenimatan puncak.
“Aghh.. ahhh.. yehh.. buhhh.. akhhsss uhhh.. mmmpphhh..,”
Pak Parman membenamkan seluruh penisnya ke vagina Meli dan melepas spermanya menyembur dinding rahim Meli sambil bibirnya langsung melumat bibir Meli. Tubuh keduanya seakan menegang bersamaan mencapi klimaks seksual.
Beberapa saat setelah itu, Pak Parman lalu melapas iakatan lakban yang menyatukan pingang mereka. Mereka berdua lalu merapihkan busana masing-masing.
“Emm.. bu.. maafkan atas yang bausn terjadi bu. Saya hilaf.. engg..,”
“Sudah.. sudah Pak. Lupakan saja ya.. saya juga hilaf..,”
Meli memotong pembicaraan Pak Parman. Keduanya lalu berkenalan lebih jauh dan berjanji untuk sama-sama menyimpan kejadian itu hanya di antara mereka berdua.
Namun ternyata malam itu bukanlah malam terakhir dari episode kisah cinta Pak Parman dan Meli.
===x=x=x===
Malam ini suasana di lingkungan sekitar rumahku agak sepi dari biasanya, selain karena malam yang sudah larut juga karena udara yang bertambah dingin setelah diguyur hujan lebat selama hampir 2 jam pada sore harinya.
Meli berusaha menjejak kaki ke lantai agar tuuhnya terdorong ke atas dan penis itu lepas dari vaginanya, tapi keadaan tak berubah, ikatan lakban mengancing bagian pinggang mereka membuat Meli tak mungkin menaikkan tubuhnya.
“Akhhss.. paakkk.. gimana inihh.. ahsss..,”
Meli kembali diam tak bergerak, separuh penis Pak Parman yang dirasanya mebuat nafasnya semakin berat.
“Oke.. sekarang ibu diam saya biar tidak semakin masuk kontol saya. Saya akan berusaha melepas ikatan tangan saya bu.. engghhh,”
Pak Parman mengangkat pinggulnya dan pantatnya menjauh dari lantai agar tangannya bisa bergerak bebas, lalu berusaha melepas dua tangannya dari ikatan lakban. Peluh sudah membasahi tubuh keduanya.
Pak Parman melakukan itu beberapa kali. Pinggul dan pantatnya yang terangkat menjauh dari lantai membuat akses penisnya masuk lebih dalam ke vagina Meli. Meli sudah pecah konsentrasi, kini pikirannya hanya merasakan kenikmatan separuh penis Pak Parman yang keluar masuk perlahan ke vaginanya mengikuti gerakan pinggul Pak Parman.
“Akhhss paakkks ouhh.. akhhh.. ahkkk.. enghhhmm,”
Meli semakin mendesah, kini pinggul Meli melayani gerakan Pak Parman, ia malah berusaha agar penis Pak Parman terasa lebih dalam di vaginanya.
Tangan Pak Parman sudah terlepas dari ikatan dan kini bebas. Tapi libido yang sudah tinggi membuat Pak Parman bukannya melepaskan ikatan lakban di pinggang mereka, ia justru membuak kancing-kancing baju Meli dan meremasi payudara Meli.
“Emmphhh.. pakkhhsss emmphhhsss,”
Meli semakin hilang kendali diperlakukan seperti itu, kini bibirnya menyambut bibir Pak Parman, mereka berkecupan sangat dalam dan cukup lama.
Pak Parman meloloskan susu Meli dari Bra-nya dan mulai menghisapi payudara Meli, lalu kedua tangannya mengarah ke bawah dan mengamit sisi CD Meli agar penisnya mengakses jauh vagina Meli. Saat itu penisnya sudah bisa masuk utuh ke vagina Meli, tangannya menekan dan meremasi pantan Meli membuat Meli semakin mendesis.
“Ouhgg.. ahhgg.. bu.., tangan saya sudah lepas.. kita bebasin dulu ikatannya atau bagaimana? ouhgg,”
Pak Parman bertanya sambil menahan kenikmatan digenjot Meli. Ya pinggul Meli sudah cukup lama menggenjot P Pak rasojo membuat penis Parman bebas keluar masuk ke vagina Meli.
“Akhh Pakkk.. sshh.. terserah Bapakk sekaranghhh.. ouhss..,”
Meli sudah sangat melayang merasakan kenikmatan penis Pak Parman, apalagi rangsangan Pak Parman secara liar di payudaranya membuatnya semakin hilang kendali.
“Baik buu.. akhh.. kalau begituhh kita tuntaskan duluh.. ouhsss..,”
Pak Parman kemudian melepaskan ikatan tangan Meli tapi membiarkan ikatan di pinnggang mereka tetap seperti semula.
“Iyaahh Paakkk.. terusinnn duluhh.. akhhsss.. ouhh..,” tangan Meli yang sudah bebas langsung merangkul leher Pak Parman dan keduanya kembali saling berpagutan, sementara gerakan pinggul Meli semakin liar.
Masih disatukan dengan ikatan di pinggang, Pak Parman membalik tubuh Meli sehingga kini Meli ditindihnya. Ia lalu menggenjot pantatnya membuat penisnya membobol vagina Meli secara utuh. Cairan vagina Meli menimbulkan bunyi kecilpakan setiap kali berbenturan dengan pangkal penis Pak Parman.
Meli merasakan gerakan Pak Parman makin keras dan makin cepat mengakses vaginanya, kenimatan mulai memuncak di klitorisnya seolah mengumpul panas hingga bongkahan pantatnya. Ia mengimbangi gerakan Pak Parman dengan menggoyang pinggulnya.
“Oughh.. paakkks.. akhhsss.. sayaahhh pakkk.. akhhhsss say..ah.. sampaaiiihhh pakkk.. ouhhhggg..,”
Meli merasakan klimaksnya memuncak, pertahanannya bobol dihantam penis Pak Parman yang terus menerus menghujam. Tubuhnya menegang merasakan kontraksi otot vaginanya berkedutan intens mengantar kenimatan puncak.
“Aghh.. ahhh.. yehh.. buhhh.. akhhsss uhhh.. mmmpphhh..,”
Pak Parman membenamkan seluruh penisnya ke vagina Meli dan melepas spermanya menyembur dinding rahim Meli sambil bibirnya langsung melumat bibir Meli. Tubuh keduanya seakan menegang bersamaan mencapi klimaks seksual.
Beberapa saat setelah itu, Pak Parman lalu melapas iakatan lakban yang menyatukan pingang mereka. Mereka berdua lalu merapihkan busana masing-masing.
“Emm.. bu.. maafkan atas yang bausn terjadi bu. Saya hilaf.. engg..,”
“Sudah.. sudah Pak. Lupakan saja ya.. saya juga hilaf..,”
Meli memotong pembicaraan Pak Parman. Keduanya lalu berkenalan lebih jauh dan berjanji untuk sama-sama menyimpan kejadian itu hanya di antara mereka berdua.
Namun ternyata malam itu bukanlah malam terakhir dari episode kisah cinta Pak Parman dan Meli.
===x=x=x===
Malam ini suasana di lingkungan sekitar rumahku agak sepi dari biasanya, selain karena malam yang sudah larut juga karena udara yang bertambah dingin setelah diguyur hujan lebat selama hampir 2 jam pada sore harinya.
Mungkin karena terbawa suasana, Meli yang saat itu belum bisa tidur dan memilih menghabiskan waktu dengan membaca majalah di teras rumah merasakan gejolak nafsu yang menggebu-gebu dari dalam dirinya. Sejak peristiwa perampokan yang berujung kenikmatan bersama Pak Parman, hansip komplek, sebulan yang lalu Meli belum lagi merasakan hangatnya belaian laki-laki.
Dari temaram lampu jalan, Meli melihat sosok yang sepertinya sudah tidak asing lagi.
“Ah, itu kan Pak Parman!” bathinnya.
Benar saja sosoknya nampak semakin jelas ketika beliau tepat melewati bagian jalan yang diterangi oleh lampu jalan.
Pak Parman saat itu sedang patroli sendirian. Sambil memakai pakaian hansip yang dibalut jaket berwarna hitam dan membawa pentungan, beliau berjalan santai sambil tetap memperhatikan keadaan sekitarnya.
“Bu Meli!”
Meli yang saat itu sedang fokus membaca, tidak sadar ternyata Pak Parman sudah ada di depan rumahnya sambil tersenyum memanggil namanya.
“Iya!” jawab Meli sedikit kaget.
“Mampir dulu, pak, saya buatkan kopi.” Entah kenapa Meli seperti tidak sadar mengucapkan kata-kata itu.
Pak Parman yang saat itu masih berjalan pelan akhirnya berhenti dan mampir ke rumah Meli. Pikiran Meli saat itu sedikit kacau, selain masih merasa kikuk dengan peristiwa sebulan yang lalu, di sisi lain Meli juga merasa senang dengan kehadiran Pak Parman.
“wah, tidak merepotkan bu Meli?” sambil berdiri mematung di depan pagar.
“Tidak, pak, masuk saja, saya kebetulan juga sedang tidak sibuk.”
Karena udara yang semakin bertambah dingin, akhirnya Meli mempersilahkan Pak Parman untuk masuk ke ruang tamu.
“Saya tinggal ke dapur dulu ya, pak..”
“Iya, bu maaf merepotkan,” jawabnya dengan sedikit malu.
Sambil membuat kopi, entah kenapa Meli merasa senang sekali dengan kehadiran Pak Parman. Rasanya Meli rindu sekali dengan kumisnya, dengan tubuhnya yang berotot yang menggagahi dirinya dengan perkasa, dan tentunya dengan penisnya serta permainannya yang hebat.
Tanpa Meli sadari, Meli yang saat itu hanya memakai daster tipis dengan dibalut jaket untuk menahan hawa dingin ketika diluar tadi, merasa berdesir mengingat kejadian sebulan yang lalu dengan Pak Parman.
Merasakan tubuh yang semakin berkeringat, akhirnya Meli melepas jaket yang sejak tadi dipakainya. Kini Meli hanya memakai daster tipis yang semakin menampakkan lekukan tubuhku yang aduhai.
“Silakan, pak, diminum kopinya.” Sambil membungkuk menaruh gelas di meja, Meli tidak sadar bahwa tindakannya itu telah menyalakan kembali api nafsu Pak Parman yang saat itu sedang memperhatikannya dengan seksama, terutama di bagian dada Meli yang menggantung indah.
“Iy, iya, bu.” Jawabnya agak terbata-bata.
Meli merasa, walaupun ketika di luar tadi hawanya begitu dingin, namun ketika di ruang tamu ini hawanya agak sedikit panas. Mulai muncul butiran keringat di tubuh Meli yang membuat beberapa bagian dasternya menjadi sedikit basah.
“Maaf bu, Saya tutup bu pintunya. Dingin sekali soalnya, dan sudah larut.”
Meli baru sadar ternyata pintu rumahnya sudah dalam keadaan tertutup. Tidak apa-apa pikir Meli, selain hawa yang dingin, Meli sebenarnya juga takut kalau kedatangan Pak Parman malam-malam ini diketahui oleh tetangga sebelah.
“Oh, tidak apa-apa, pak..”
Ternyata, yang merasa panas bukan Meli saja, Pak Parman pun demikian. Sambil mengobrol, diperhatikannya pak Parman juga agak berkeringat.
“panas ya, pak?”Tanya Meli.
“Iya bu, agak panas hawanya di dalam rumah.”
Mungkin Pak Parman juga merasakan dorongan nafsu yang sama dengannya, pikir Meli.
“Dibuka saja, pak jaketnya!”
”Oh, iya bu, maaf ya”
“Oh ya bu. Bagaimana soal kasus perampokan itu? Apakah sudah ditangkap pelakunya?”
“Kata pak polisi yang mengurusnya sudah pak, sekarang masih proses katanya.”
“Saya minta maaf ya bu, atas kejadian waktu itu.”
“Maksudnya Pak?” pancing Meli pura-pura tidak tahu.
“Itu lho, kejadian yang, ehmm-ehmm..” Jelasnya agak sedikit malu.
“Oh, iya pak, tidak apa-apa kok, saya justru..” Meli hampir kelepasan mengatakan “senang”..
“Justru apa bu?” Selidik Pak Parman.
“tidak pak, tidak jadi..”
Pak Parman saat itu tiba-tiba diam, sambil memandang Meli lekat-lekat.
Meli merasa kalau sebenarnya Pak Parman mengerti maksudnya. Kalau sebenarnya Meli senang dengan peristiwa sebulan yang lalu itu, kalau sebenarnya Meli rindu dengan permainan Pak Parman yang meskipun sudah menginjak kepala lima, masih hebat sekali staminanya.
“Ada apa ya pak?” Tanya Meli sambil agak malu-malu karena di pandan terus.
“Bu..”, tiba-tiba Pak Parman duduk mendekat, memegang tangan Meli, mengusapnya..
“Bu, sebenarnya, saya ingin..”
“Ingin apa, paa..”
Belum selesai Meli bicara, tiba-tiba Pak Parman langsung memeluk Meli dan memagut bibirnya, Meli yang saat itu belum siap akhirnya rebah ke sofa akibat dorongan yang kuat dari Pak Parman.
Pak Parman masih terus menggerayangi tubuh Meli sambil menciumi bibir Meli. Gejolak nafsu Meli yang dari tadi ditahannya akhirnya meledak juga. Perlahan Meli mulai berani melayani permainan Pak Parman di mulutnya..
“Saya ingin mengulangi peristiwa itu bu!” Ucap Pak Parman sambil nafasnya terus mendengus menahan nafsu.
“Iyyya pak.” Jawab Meli menahan geli akibat gesekan kumis Pak Parman di bibirnya.
Mendapat lampu hijau, Pak Parman langsung bangkit. Meli saat itu masih terbaring di sofa, dengan pakaian yang sudah acak-acakan. Pak Parman kemudian berjalan ke arah pintu, menguncinya dan mematikan lampu ruang tamu dan lampu depan rumah.
“Biar aman.” Ucap Pak Parman dengan senyum yang mengembang.
Ruang tamu saat itu menjadi temaram karena hanya mendapatkan cahaya dari ruang TV yang ada di sebelahnya. Di suasana yang temaram itu, Pak Parman kemudian kembali menghampiri Meli. Meli yang masih berbaring, diangkat tubuhnya, kemudian dudukkan di atas pangkuannya.
Mereka berciuman lagi, lidah Meli beradu dengan lidah Pak Parman.
Ciuman dan jilatan Pak Parman keudian turun di dada Meli. Sambil membuka dasternya dari atas, Pak Parman menjilati kulit Meli yang mulus terawat.
Kini bagian atas tubuh Meli hanya memakai BH saja. Dasternya sudah melorot hingga pinggang.
Dengan penuh nafsu, Pak Parman melepaskan BH yang ukurannya sedikit kekecilan menampung payudara Meli yang besar dan masih bagus itu. Pak Parman kemudian menjilati buah dada Meli dengan rakusnya.
Dimulai dari pinggir, kemudian sampailah di putting susunya yang berwarna coklat muda yang sudah mengacung tegak..
“Hmmmfft, Pak..”
Tubuh Meli tak terkendali, hisapan Pak Parman sungguh membuatnya melayang. Hisapan yang disertai tarikan, gigitan kecil, dan gelitik dari kumisnya itu begitu membuat Meli merasa nikmat luar biasa.
Pak Parman begitu bernafsu dengan payudara Meli, kini keduanya Nampak kemerahan dan basah mengkilat akibat remasan, kecupan, dan jilatan dari Pak Parman.
Setelah sekian waktu menyusu payudara Meli kiri dan kanan, Pak Parman kemudian melepaskan daster dan celana dalam Meli.
Dari temaram lampu jalan, Meli melihat sosok yang sepertinya sudah tidak asing lagi.
“Ah, itu kan Pak Parman!” bathinnya.
Benar saja sosoknya nampak semakin jelas ketika beliau tepat melewati bagian jalan yang diterangi oleh lampu jalan.
Pak Parman saat itu sedang patroli sendirian. Sambil memakai pakaian hansip yang dibalut jaket berwarna hitam dan membawa pentungan, beliau berjalan santai sambil tetap memperhatikan keadaan sekitarnya.
“Bu Meli!”
Meli yang saat itu sedang fokus membaca, tidak sadar ternyata Pak Parman sudah ada di depan rumahnya sambil tersenyum memanggil namanya.
“Iya!” jawab Meli sedikit kaget.
“Mampir dulu, pak, saya buatkan kopi.” Entah kenapa Meli seperti tidak sadar mengucapkan kata-kata itu.
Pak Parman yang saat itu masih berjalan pelan akhirnya berhenti dan mampir ke rumah Meli. Pikiran Meli saat itu sedikit kacau, selain masih merasa kikuk dengan peristiwa sebulan yang lalu, di sisi lain Meli juga merasa senang dengan kehadiran Pak Parman.
“wah, tidak merepotkan bu Meli?” sambil berdiri mematung di depan pagar.
“Tidak, pak, masuk saja, saya kebetulan juga sedang tidak sibuk.”
Karena udara yang semakin bertambah dingin, akhirnya Meli mempersilahkan Pak Parman untuk masuk ke ruang tamu.
“Saya tinggal ke dapur dulu ya, pak..”
“Iya, bu maaf merepotkan,” jawabnya dengan sedikit malu.
Sambil membuat kopi, entah kenapa Meli merasa senang sekali dengan kehadiran Pak Parman. Rasanya Meli rindu sekali dengan kumisnya, dengan tubuhnya yang berotot yang menggagahi dirinya dengan perkasa, dan tentunya dengan penisnya serta permainannya yang hebat.
Tanpa Meli sadari, Meli yang saat itu hanya memakai daster tipis dengan dibalut jaket untuk menahan hawa dingin ketika diluar tadi, merasa berdesir mengingat kejadian sebulan yang lalu dengan Pak Parman.
Merasakan tubuh yang semakin berkeringat, akhirnya Meli melepas jaket yang sejak tadi dipakainya. Kini Meli hanya memakai daster tipis yang semakin menampakkan lekukan tubuhku yang aduhai.
“Silakan, pak, diminum kopinya.” Sambil membungkuk menaruh gelas di meja, Meli tidak sadar bahwa tindakannya itu telah menyalakan kembali api nafsu Pak Parman yang saat itu sedang memperhatikannya dengan seksama, terutama di bagian dada Meli yang menggantung indah.
“Iy, iya, bu.” Jawabnya agak terbata-bata.
Meli merasa, walaupun ketika di luar tadi hawanya begitu dingin, namun ketika di ruang tamu ini hawanya agak sedikit panas. Mulai muncul butiran keringat di tubuh Meli yang membuat beberapa bagian dasternya menjadi sedikit basah.
“Maaf bu, Saya tutup bu pintunya. Dingin sekali soalnya, dan sudah larut.”
Meli baru sadar ternyata pintu rumahnya sudah dalam keadaan tertutup. Tidak apa-apa pikir Meli, selain hawa yang dingin, Meli sebenarnya juga takut kalau kedatangan Pak Parman malam-malam ini diketahui oleh tetangga sebelah.
“Oh, tidak apa-apa, pak..”
Ternyata, yang merasa panas bukan Meli saja, Pak Parman pun demikian. Sambil mengobrol, diperhatikannya pak Parman juga agak berkeringat.
“panas ya, pak?”Tanya Meli.
“Iya bu, agak panas hawanya di dalam rumah.”
Mungkin Pak Parman juga merasakan dorongan nafsu yang sama dengannya, pikir Meli.
“Dibuka saja, pak jaketnya!”
”Oh, iya bu, maaf ya”
“Oh ya bu. Bagaimana soal kasus perampokan itu? Apakah sudah ditangkap pelakunya?”
“Kata pak polisi yang mengurusnya sudah pak, sekarang masih proses katanya.”
“Saya minta maaf ya bu, atas kejadian waktu itu.”
“Maksudnya Pak?” pancing Meli pura-pura tidak tahu.
“Itu lho, kejadian yang, ehmm-ehmm..” Jelasnya agak sedikit malu.
“Oh, iya pak, tidak apa-apa kok, saya justru..” Meli hampir kelepasan mengatakan “senang”..
“Justru apa bu?” Selidik Pak Parman.
“tidak pak, tidak jadi..”
Pak Parman saat itu tiba-tiba diam, sambil memandang Meli lekat-lekat.
Meli merasa kalau sebenarnya Pak Parman mengerti maksudnya. Kalau sebenarnya Meli senang dengan peristiwa sebulan yang lalu itu, kalau sebenarnya Meli rindu dengan permainan Pak Parman yang meskipun sudah menginjak kepala lima, masih hebat sekali staminanya.
“Ada apa ya pak?” Tanya Meli sambil agak malu-malu karena di pandan terus.
“Bu..”, tiba-tiba Pak Parman duduk mendekat, memegang tangan Meli, mengusapnya..
“Bu, sebenarnya, saya ingin..”
“Ingin apa, paa..”
Belum selesai Meli bicara, tiba-tiba Pak Parman langsung memeluk Meli dan memagut bibirnya, Meli yang saat itu belum siap akhirnya rebah ke sofa akibat dorongan yang kuat dari Pak Parman.
Pak Parman masih terus menggerayangi tubuh Meli sambil menciumi bibir Meli. Gejolak nafsu Meli yang dari tadi ditahannya akhirnya meledak juga. Perlahan Meli mulai berani melayani permainan Pak Parman di mulutnya..
“Saya ingin mengulangi peristiwa itu bu!” Ucap Pak Parman sambil nafasnya terus mendengus menahan nafsu.
“Iyyya pak.” Jawab Meli menahan geli akibat gesekan kumis Pak Parman di bibirnya.
Mendapat lampu hijau, Pak Parman langsung bangkit. Meli saat itu masih terbaring di sofa, dengan pakaian yang sudah acak-acakan. Pak Parman kemudian berjalan ke arah pintu, menguncinya dan mematikan lampu ruang tamu dan lampu depan rumah.
“Biar aman.” Ucap Pak Parman dengan senyum yang mengembang.
Ruang tamu saat itu menjadi temaram karena hanya mendapatkan cahaya dari ruang TV yang ada di sebelahnya. Di suasana yang temaram itu, Pak Parman kemudian kembali menghampiri Meli. Meli yang masih berbaring, diangkat tubuhnya, kemudian dudukkan di atas pangkuannya.
Mereka berciuman lagi, lidah Meli beradu dengan lidah Pak Parman.
Ciuman dan jilatan Pak Parman keudian turun di dada Meli. Sambil membuka dasternya dari atas, Pak Parman menjilati kulit Meli yang mulus terawat.
Kini bagian atas tubuh Meli hanya memakai BH saja. Dasternya sudah melorot hingga pinggang.
Dengan penuh nafsu, Pak Parman melepaskan BH yang ukurannya sedikit kekecilan menampung payudara Meli yang besar dan masih bagus itu. Pak Parman kemudian menjilati buah dada Meli dengan rakusnya.
Dimulai dari pinggir, kemudian sampailah di putting susunya yang berwarna coklat muda yang sudah mengacung tegak..
“Hmmmfft, Pak..”
Tubuh Meli tak terkendali, hisapan Pak Parman sungguh membuatnya melayang. Hisapan yang disertai tarikan, gigitan kecil, dan gelitik dari kumisnya itu begitu membuat Meli merasa nikmat luar biasa.
Pak Parman begitu bernafsu dengan payudara Meli, kini keduanya Nampak kemerahan dan basah mengkilat akibat remasan, kecupan, dan jilatan dari Pak Parman.
Setelah sekian waktu menyusu payudara Meli kiri dan kanan, Pak Parman kemudian melepaskan daster dan celana dalam Meli.
Beliau kemudian menyuruhnya duduk di sofa. Sambil Pak Parman berdiri didepannya dan melepaskan satu-persatu bajunya.
Nampaklah tubuh hansip komplek yang masih sangat bagus, berotot, dan perutnya masih rata. Tanpa melepaskan celana dalam yang masih membungkus penisnya, Pak Parman kemudian berlutut di depan selangkangan Meli.
Tanpa basa-basi lagi, Pak Parman langsung menciumi vagina Meli.
“Hmmm, harrumm sekali bu..” ucapnya
Pak Parman langsung melumati organ kewanitaan Meli yang memang selalu dirawat dengan baik.
“Hmmmffttt, Pakkk.” Meli merasakan lidah Pak Parman mulai menjilati bagian luar kemudian menyeruak memasuki vaginanya.
Tangan Pak Parman tidak menganggur. Tangan kanannya meraih payudara Meli dan meremasnya secara bergantian, sambil memilintir putingnya dengan gemasnya. Sementara jari-jari tangan kirinya membantu mulutnya menikmati vagina Meli. Jarinya tangannya mengocok vaginanya dengan pelan kemudian keras sekali.
Meli yang mendapat rangsangan cukup lama di payudara dan vaginanya tak tahan lagi..
“Pakkk, aku keluarrr..”
Pak Parman yang masih berada didepan selangkangan Meli, sambil menghisap habis cairan kepuasan yang tumpah akibat dikerjai Pak Parman tadi..
Pak Parman bangkit dan melepaskan celana dalamnya..
Penisnya yang cukup besar, dengan otot-otot yang menonjol itu mencari kepuasan.
Tanpa aba-aba lagi, Meli langsung menghampiri Pak Parman yang duduk disebelahnya. Ibarat seorang anak kecil yang mendapat permen lollipop, Meli dengan beringas langsung mencaplok penis Pak Parman. Kemudian di jilatinya dengan telaten hingga tampak penis Pak Parman menjadi basah mengkilap di semua bagian. Kemudian di masukkannya ke mulutnya dengan penuh nafsu.
Penis Pak Parman yang berukuran cukup besar dengan otot yang menonjol itu hanya bisa masuk separuhnya. Terlihat sekali, setiap kali Meli memaju mundurkan kepalanya, helm penis Pak Parman yang ukurannya besar itu seperti tercetak di pipi Meli dan mengenai bibirnya. Menimbulkan bunyi yang khas.
“Ohhh, Bu..”
Pak Parman saat itu hanya duduk, mendesah perlahan, dan menikmati sepongan Meli yang luar biasa di penisnya. Tidak ingin keluar cepat-cepat, Pak Parman kemudian menarik Meli untuk duduk di pangkuannya.
Sambil berusaha memasukkan penisnya ke vagina Meli yang telah dirasakannya sebulan yang lalu itu.
“Hffttt, Pak..”
Meli menahan nafas menunggu detik-detik tubuhnya merasakan kembali penis yang membuatnya melayang tinggi itu..
Perlahan tapi pasti, akhirnya penis Pak Parman berhasi masuk seluruhnya. Meli dan Pak Parman saat itu diam sejenak, menikmati, dan mengenang kembali saat-saat yang sama sebulan yang lalu.
Dalam posisi duduk, Meli kemudian secara aktif menaik turunkan tubuhnya, menjemput kenikmatan dari seorang hansip kompleks tua yang ada di depannya.
Pak Parman tidak tinggal diam, sambil terus memegangi dan bermain di vagina dan vagina meli, mulutnya menyusu di payudara Meli yang putih montok.
Meli yang mendapat rangsangan begitu hebat, dan penis Pak Parman yang dengan perkasa mengaduk-ngaduk vaginanya, akhirnya tidak tahan lagi.
“Pakkk, aku keluarrr..”
Tubuh Meli menghentak kaku, dipeluknya Pak Parman erat-erat. Pak Parman saat itu hanya diam terpaku. Pak Parman hampir kehabisan nafas ketika payudara Meli yang berukuran besar itu memeluk mukanya dengan erat..
“HHuhhh, huuhhh, ..” Meli meikmati sisa-sisa orgasmenya.
“Pak, ke kamar yukkk, supaya lebih enak.” Ajak Meli kepada Pak Parman dengan manjanya..
Pak Parman hanya tersenyum puas. Laki-laki tua sepertinya berhasil memuaskan Meli yang berumur jauh lebih muda itu.
Dengan kondisi penis yang masih menancap di vagina Meli, Pak Parman membopong Meli ke kamarnya. Meli menjadi sangat kagum dengan kekuatan pak Tua yang tengah menyetubuhinya itu.
Sesampainya di kamar, Pak Parman langsung menggenjot tubuh meli. Dengan posisi Meli yang terbaring dan Pak Parman tanpa ampun menyodokkan kejantanannya itu dalam posisi berlutut. Kedua kaki Meli di bentangkannya ke samping, sambil tangannya berpegangan sekaligus meremas puting dan payudara Meli dengan gemasnya.
Meli yang tenaganya hampir habis setelah dua kali orgasme tadi hanya pasrah. Sambil tangannya berpegangan pada sprei Kasur dan sekali-kali bermain di putingnya Pak Parman.
Pak Parman kemudian berpindah posisi. Pak Parman kini berada di samping tubuh Meli.
Sambil menyetubuhi Meli dari samping, Pak Parman terus memberikan rangsangan pada vagina meli dan payudaranya..
“Ahhh, Pakkk..”
“Ahhh, saya keluaarrr Bu..”
Pak Parman yang telah meyetubuhi Meli selama hampir satu jam, akhirnya roboh juga. Pak Parman membenamkan seluruh penisnya ke vagina Meli dan melepas spermanya menyembur dinding rahim Meli sambil bibirnya langsung melumat bibir Meli. Remasan di payudara Meli semakin keras..
“Sayyya jugaaaaaaa Pakkk.” Meli merasakan klimaksnya memuncak, pertahanannya bobol dihantam penis Pak Parman yang terbenam begitu dalam sambil memuncratkan cairan hangat.
Pak Parman dan Meli masih terus berpelukan, menikmati orgasme yang mereka dapatkan secara bersamaan barusan.
“Saya ambilkan minum dulu ya, bu..” Ucap Pak Parman sambil turun dari ranjang.
“Iya, pak, terimakasih.”
Sambil beristirahat, Meli bersandar di dada Pak Parman yang bidang dan memainkan putingnya yang berwarna kehitaman. Diperlakukan seperti itu Pak Parman tidak tahan juga, nafsunya kembali muncul.
Meli dan Pak Parman kemudian saling berciuman dengan ganasnya. Tubuh yang sama-sama mengkilap karena berkeringat itu mulai saling merangsang satu sama lain.
Pak Parman mulai memposisikan diri di belakang Meli yang menungging. Rupaya Pak Parman ingin mencoba doggy style. Pemandangan Pak Parman yang berusahan memasukkan penisnya ke vagina Meli begitu menggairahkan.
Lengannya Pak Parman terlihat besar dengan otot-ototnya yang liat. Terutama otot bisepnya yang padat. Bahu dan dadanya tampak bidang. Puting susunya yang besar terlihat menghitam, terlihat serasi meghiasi bukit dadanya yang kokoh itu.
Nampaklah tubuh hansip komplek yang masih sangat bagus, berotot, dan perutnya masih rata. Tanpa melepaskan celana dalam yang masih membungkus penisnya, Pak Parman kemudian berlutut di depan selangkangan Meli.
Tanpa basa-basi lagi, Pak Parman langsung menciumi vagina Meli.
“Hmmm, harrumm sekali bu..” ucapnya
Pak Parman langsung melumati organ kewanitaan Meli yang memang selalu dirawat dengan baik.
“Hmmmffttt, Pakkk.” Meli merasakan lidah Pak Parman mulai menjilati bagian luar kemudian menyeruak memasuki vaginanya.
Tangan Pak Parman tidak menganggur. Tangan kanannya meraih payudara Meli dan meremasnya secara bergantian, sambil memilintir putingnya dengan gemasnya. Sementara jari-jari tangan kirinya membantu mulutnya menikmati vagina Meli. Jarinya tangannya mengocok vaginanya dengan pelan kemudian keras sekali.
Meli yang mendapat rangsangan cukup lama di payudara dan vaginanya tak tahan lagi..
“Pakkk, aku keluarrr..”
Pak Parman yang masih berada didepan selangkangan Meli, sambil menghisap habis cairan kepuasan yang tumpah akibat dikerjai Pak Parman tadi..
Pak Parman bangkit dan melepaskan celana dalamnya..
Penisnya yang cukup besar, dengan otot-otot yang menonjol itu mencari kepuasan.
Tanpa aba-aba lagi, Meli langsung menghampiri Pak Parman yang duduk disebelahnya. Ibarat seorang anak kecil yang mendapat permen lollipop, Meli dengan beringas langsung mencaplok penis Pak Parman. Kemudian di jilatinya dengan telaten hingga tampak penis Pak Parman menjadi basah mengkilap di semua bagian. Kemudian di masukkannya ke mulutnya dengan penuh nafsu.
Penis Pak Parman yang berukuran cukup besar dengan otot yang menonjol itu hanya bisa masuk separuhnya. Terlihat sekali, setiap kali Meli memaju mundurkan kepalanya, helm penis Pak Parman yang ukurannya besar itu seperti tercetak di pipi Meli dan mengenai bibirnya. Menimbulkan bunyi yang khas.
“Ohhh, Bu..”
Pak Parman saat itu hanya duduk, mendesah perlahan, dan menikmati sepongan Meli yang luar biasa di penisnya. Tidak ingin keluar cepat-cepat, Pak Parman kemudian menarik Meli untuk duduk di pangkuannya.
Sambil berusaha memasukkan penisnya ke vagina Meli yang telah dirasakannya sebulan yang lalu itu.
“Hffttt, Pak..”
Meli menahan nafas menunggu detik-detik tubuhnya merasakan kembali penis yang membuatnya melayang tinggi itu..
Perlahan tapi pasti, akhirnya penis Pak Parman berhasi masuk seluruhnya. Meli dan Pak Parman saat itu diam sejenak, menikmati, dan mengenang kembali saat-saat yang sama sebulan yang lalu.
Dalam posisi duduk, Meli kemudian secara aktif menaik turunkan tubuhnya, menjemput kenikmatan dari seorang hansip kompleks tua yang ada di depannya.
Pak Parman tidak tinggal diam, sambil terus memegangi dan bermain di vagina dan vagina meli, mulutnya menyusu di payudara Meli yang putih montok.
Meli yang mendapat rangsangan begitu hebat, dan penis Pak Parman yang dengan perkasa mengaduk-ngaduk vaginanya, akhirnya tidak tahan lagi.
“Pakkk, aku keluarrr..”
Tubuh Meli menghentak kaku, dipeluknya Pak Parman erat-erat. Pak Parman saat itu hanya diam terpaku. Pak Parman hampir kehabisan nafas ketika payudara Meli yang berukuran besar itu memeluk mukanya dengan erat..
“HHuhhh, huuhhh, ..” Meli meikmati sisa-sisa orgasmenya.
“Pak, ke kamar yukkk, supaya lebih enak.” Ajak Meli kepada Pak Parman dengan manjanya..
Pak Parman hanya tersenyum puas. Laki-laki tua sepertinya berhasil memuaskan Meli yang berumur jauh lebih muda itu.
Dengan kondisi penis yang masih menancap di vagina Meli, Pak Parman membopong Meli ke kamarnya. Meli menjadi sangat kagum dengan kekuatan pak Tua yang tengah menyetubuhinya itu.
Sesampainya di kamar, Pak Parman langsung menggenjot tubuh meli. Dengan posisi Meli yang terbaring dan Pak Parman tanpa ampun menyodokkan kejantanannya itu dalam posisi berlutut. Kedua kaki Meli di bentangkannya ke samping, sambil tangannya berpegangan sekaligus meremas puting dan payudara Meli dengan gemasnya.
Meli yang tenaganya hampir habis setelah dua kali orgasme tadi hanya pasrah. Sambil tangannya berpegangan pada sprei Kasur dan sekali-kali bermain di putingnya Pak Parman.
Pak Parman kemudian berpindah posisi. Pak Parman kini berada di samping tubuh Meli.
Sambil menyetubuhi Meli dari samping, Pak Parman terus memberikan rangsangan pada vagina meli dan payudaranya..
“Ahhh, Pakkk..”
“Ahhh, saya keluaarrr Bu..”
Pak Parman yang telah meyetubuhi Meli selama hampir satu jam, akhirnya roboh juga. Pak Parman membenamkan seluruh penisnya ke vagina Meli dan melepas spermanya menyembur dinding rahim Meli sambil bibirnya langsung melumat bibir Meli. Remasan di payudara Meli semakin keras..
“Sayyya jugaaaaaaa Pakkk.” Meli merasakan klimaksnya memuncak, pertahanannya bobol dihantam penis Pak Parman yang terbenam begitu dalam sambil memuncratkan cairan hangat.
Pak Parman dan Meli masih terus berpelukan, menikmati orgasme yang mereka dapatkan secara bersamaan barusan.
“Saya ambilkan minum dulu ya, bu..” Ucap Pak Parman sambil turun dari ranjang.
“Iya, pak, terimakasih.”
Sambil beristirahat, Meli bersandar di dada Pak Parman yang bidang dan memainkan putingnya yang berwarna kehitaman. Diperlakukan seperti itu Pak Parman tidak tahan juga, nafsunya kembali muncul.
Meli dan Pak Parman kemudian saling berciuman dengan ganasnya. Tubuh yang sama-sama mengkilap karena berkeringat itu mulai saling merangsang satu sama lain.
Pak Parman mulai memposisikan diri di belakang Meli yang menungging. Rupaya Pak Parman ingin mencoba doggy style. Pemandangan Pak Parman yang berusahan memasukkan penisnya ke vagina Meli begitu menggairahkan.
Lengannya Pak Parman terlihat besar dengan otot-ototnya yang liat. Terutama otot bisepnya yang padat. Bahu dan dadanya tampak bidang. Puting susunya yang besar terlihat menghitam, terlihat serasi meghiasi bukit dadanya yang kokoh itu.
Begitu pula dengan bagian tubuhnya yang lain; pinggang yang ramping, punggung yang kokoh, pantat yang seperti dipahat, membuat Pak Parman terlihat sangat jantan. Penis hansip tua itu selain cukup besar, dengan bentuk kepalanya yang sangat indah. Seperti topi tempur para tentara.
Sementara Meli, tubuhnya begitu putih, mulus terawat, dengan perut yang masih ramping dan payudara yang menggelayut indah menggoda. Vaginanya yang merah muda yang dicukur rapi dengan hanya menyisakan sedikit rambut dibagian atas itu begitu menggoda laki-laki untuk memasukkan senj*t*nya.
Penis Pak Parman kini sedang memasuki vagina Meli. Sementara Meli yang dengan tangannya aktif mengarahkan penis itu ke vaginanya.
“Hffttt, terus Pakkk.” Desah Meli sambil menahan nikmat.
Mulailah Pak Parman menggerakkan pantatnya maju-mundur mendorong masuk kemaluannya. Meli sendiri tidak mau kalah tanggap dari aksi Pak Parman, dia spontan menyongsongkan pantatnya ke belakang untuk melahap penis yang telah memberikan kenikmatan kepadanya itu.
Beberapa saat kemudian, diiringi dengan rintihan sakit sekaligus desahan nikmat yang keluar dari mulut Meli, lelaki tua itu mulai leluasa mengayun-ayunkan pinggul dan pantatnya untuk memompa penisnya masuk-keluar menembus vagina Meli. Tak lama berayun, Pak Parman merubah posisinya. Tubuhnya rebah menindih tubuh Meli, sambil mulutnya mencium dan melumat tengkuk Meli. Kedua tangannya yang kekar meraih lalu meremas-remas buah dada Meli yang besar dan montok itu.
Mata setengah tertutup. Kepalanya terkadang mendongak dan di lain waktu merunduk, bagaikan seekor kuda yang terancam bahaya. Sesekali dia kibaskan kepalanya dengan cepat. Rambutnya yang hitam dan indah, spontan terlempar ke belakang, menyapu wajah Pak Parman yang juga sudah dalam keadaan setengah sadar.
Bibir Pak Parman tidak henti-hentinya memagut tengkuk atau punggung Meli yang sudah berkilat karena keringatnya. Pantat lelaki itu terus berayun penuh irama dengan sangat indahnya. Naik-turun, maju-mundur, semakin cepat dan kasar. Mulut Meli sesekali menyeringai pedih, di lain saat tersenyum penuh nikmat.
Tubuh Meli semakin basah mengkilat oleh keringatnya. Begitu pula dengan Pak Parman. Tubuh kekarnya jadi tambah seksi karena keringatnya yang mengucur deras. Wajahnya disapunya secara berkala agar matanya tidak terbasahi oleh keringatnya sendiri. Mereka benar-benar sedang berpacu dengan hasrat birahinya yang meledak-ledak.
Kedua bola mata Meli tampak liar berputar-putar, tanda begitu nikmatnya dia dipompa Pak Parman. Pompaan penis Pak Parman semakin mendekati garis finalnya. Dinding vagina Meli mungkin sedang asyik meremas-remas batang penis penis Pak Parman. Hingga beberapa saat kemudian datanglah puncak orgasme mereka secara hampir bersamaan. Keduanya menjerit histeris dengan Meli yang lebih dahulu berteriak, yang lalu disusul dengan Pak Parman.
“Aggghhh.. Aaawwwsshhh.. Saya Sampaisshh Pakkk!!” jerit Meli dengan mata terbeliak dan kepala mendongak ke atas.
Pak Parman menjawab jerit histeris Meli dengan menyambar rambutnya dan menjadikannya tali kekang. Dia menghela Meli bagai kuda tunggangannya. Dia berteriak dan mendesis. Lalu penisnya menyemburkan sperma panas yang kelihatan sangat kental dan banyak ke dalam lubang Meli. Bertubi-tubi sperma memancar yang di dahului kedutan urat-urat batangnya, menyemprot dari lubang penisnya.
“Ooowwhhh.. Meli.. shhh.. Aagghhh.. Saya.. Jugaahh Sampaihhhss Bu!!”
begitulah jerit nikmat Pak Parman kemudian. Secara bersamaan keduanya tumbang dan rubuh ke ranjang. Untuk beberapa saat, kemaluan Pak Parman tidak dilepasnya dari lubang Meli. Mereka terdiam beristirahat, mencoba mengatur nafas setelah keduanya sampai di puncak ejakulasinya tadi.
Dalam posisi diam, Pak Parman sepertinya ingin tetap mempertahankan penis yang terbenam dalam vagina itu. Dari arah belakang Pak Parman justru mempererat rangkulannya, dan begitu pula sebaliknya, Meli semakin kencang memegang lengan berotot Pak Parman.
===x=x=x===
Adegan diam itu berlangsung bagaikan sikap pantomim. Berlangsung bermenit-menit. Kali ini giliran Pak Parman yang bergerak. Dia memajukan wajahnya agar bisa mencium Meli, yang dengan spontan disambut oleh Meli.
Pak Parman dan Meli kemudian tertidur dalam kondisi saling berpelukan dengan lengketnya.
Setelah tertidur selama beberapa jam, Meli terbangun. Dilihatnya jam dinding di kamarnya yang sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Meli langsung berpikir bahwa dia harus membangunkan Pak Parman agar tidak ada warga yang melihat bahwa semalaman Pak Parman menginap di rumahnya dan memberikan kepuasan yang tiada tara.
Maka Meli singkirkan tangan Pak Parman yang saat itu masih menangkup payudaranya. Dia bangunkan Pak Parman dengan kecupan lembut di bibirnya, di dadanya, dan di selangkangannya.
Penis Pak Parman yang masih lemas membuatnya tergoda mempermainkannya.
“Hmm, walaupun lemas tapi besar juga yaa..” Bathinnya..
Akhirnya dijilatinya, dikulumnya, dan disedotnya dengan perlahan hingga empunya terbangun..
“Bu Meli nakal ya.” Ucap Pak Parman sambil matanya masih setengah tertutup.
“Pak sudah jam 3, Bapak harus segera pergi nanti ketahuan warga..” Ucap Meli setelah terlebih dulu melepaskan permen Pak Parman dari mulutnya.
“Heeemmm, iya Bu.”
Meli kemudian menaiki tubuh Pak Parman yang masih berbaring. Dia kecup bibir lelaki tua itu dengan lembutnya. Tindakan meli yang semula ditujukan agar Pak Parman segera bangun dan pergi daru rumahnya ternyata malah berakhir sebaliknya.
Pak Parman dengan tindakan yang tidak disangka-sangka malah memberikan rangsangan balik ke Meli. Masih dalam keadaan gancet saat tubuh yang satu lengket pada tubuh lainnya, mereka saling berciuman dan melumat bibir. Bibir Meli membuka dan mengatup merespon bibir Pak Parman. Mereka saling menghisap bibir lawannya dan bertukar lidah. Mereka tampak saling menikmati percumbuan panas itu.
Dengan cara seperti itu rupanya mereka ingin memulai kembali permainan syahwat birahinya di dini hari yang dingin itu. Mereka melakukan pemanasan, ingin mengulang kembali puncak orgasme yang mereka yang dapatkan dari persetubuhan semalam.
Mereka mulai berancang-ancang memasuki tahap persenggamaan lanjutannya. Ciuman mereka berkembang menjadi semakin panas. Mulut Pak Parman mulai turun merambahkan ciumannya ke dagu Meli. Terdengar desahan tertahan dari mulut Meli merasakan lehernya dirambah mulut Pak Parman. Penis Pak Parman menengang dan menggesek-gesek lubang Meli dari luar.
Sementara Meli, tubuhnya begitu putih, mulus terawat, dengan perut yang masih ramping dan payudara yang menggelayut indah menggoda. Vaginanya yang merah muda yang dicukur rapi dengan hanya menyisakan sedikit rambut dibagian atas itu begitu menggoda laki-laki untuk memasukkan senj*t*nya.
Penis Pak Parman kini sedang memasuki vagina Meli. Sementara Meli yang dengan tangannya aktif mengarahkan penis itu ke vaginanya.
“Hffttt, terus Pakkk.” Desah Meli sambil menahan nikmat.
Mulailah Pak Parman menggerakkan pantatnya maju-mundur mendorong masuk kemaluannya. Meli sendiri tidak mau kalah tanggap dari aksi Pak Parman, dia spontan menyongsongkan pantatnya ke belakang untuk melahap penis yang telah memberikan kenikmatan kepadanya itu.
Beberapa saat kemudian, diiringi dengan rintihan sakit sekaligus desahan nikmat yang keluar dari mulut Meli, lelaki tua itu mulai leluasa mengayun-ayunkan pinggul dan pantatnya untuk memompa penisnya masuk-keluar menembus vagina Meli. Tak lama berayun, Pak Parman merubah posisinya. Tubuhnya rebah menindih tubuh Meli, sambil mulutnya mencium dan melumat tengkuk Meli. Kedua tangannya yang kekar meraih lalu meremas-remas buah dada Meli yang besar dan montok itu.
Mata setengah tertutup. Kepalanya terkadang mendongak dan di lain waktu merunduk, bagaikan seekor kuda yang terancam bahaya. Sesekali dia kibaskan kepalanya dengan cepat. Rambutnya yang hitam dan indah, spontan terlempar ke belakang, menyapu wajah Pak Parman yang juga sudah dalam keadaan setengah sadar.
Bibir Pak Parman tidak henti-hentinya memagut tengkuk atau punggung Meli yang sudah berkilat karena keringatnya. Pantat lelaki itu terus berayun penuh irama dengan sangat indahnya. Naik-turun, maju-mundur, semakin cepat dan kasar. Mulut Meli sesekali menyeringai pedih, di lain saat tersenyum penuh nikmat.
Tubuh Meli semakin basah mengkilat oleh keringatnya. Begitu pula dengan Pak Parman. Tubuh kekarnya jadi tambah seksi karena keringatnya yang mengucur deras. Wajahnya disapunya secara berkala agar matanya tidak terbasahi oleh keringatnya sendiri. Mereka benar-benar sedang berpacu dengan hasrat birahinya yang meledak-ledak.
Kedua bola mata Meli tampak liar berputar-putar, tanda begitu nikmatnya dia dipompa Pak Parman. Pompaan penis Pak Parman semakin mendekati garis finalnya. Dinding vagina Meli mungkin sedang asyik meremas-remas batang penis penis Pak Parman. Hingga beberapa saat kemudian datanglah puncak orgasme mereka secara hampir bersamaan. Keduanya menjerit histeris dengan Meli yang lebih dahulu berteriak, yang lalu disusul dengan Pak Parman.
“Aggghhh.. Aaawwwsshhh.. Saya Sampaisshh Pakkk!!” jerit Meli dengan mata terbeliak dan kepala mendongak ke atas.
Pak Parman menjawab jerit histeris Meli dengan menyambar rambutnya dan menjadikannya tali kekang. Dia menghela Meli bagai kuda tunggangannya. Dia berteriak dan mendesis. Lalu penisnya menyemburkan sperma panas yang kelihatan sangat kental dan banyak ke dalam lubang Meli. Bertubi-tubi sperma memancar yang di dahului kedutan urat-urat batangnya, menyemprot dari lubang penisnya.
“Ooowwhhh.. Meli.. shhh.. Aagghhh.. Saya.. Jugaahh Sampaihhhss Bu!!”
begitulah jerit nikmat Pak Parman kemudian. Secara bersamaan keduanya tumbang dan rubuh ke ranjang. Untuk beberapa saat, kemaluan Pak Parman tidak dilepasnya dari lubang Meli. Mereka terdiam beristirahat, mencoba mengatur nafas setelah keduanya sampai di puncak ejakulasinya tadi.
Dalam posisi diam, Pak Parman sepertinya ingin tetap mempertahankan penis yang terbenam dalam vagina itu. Dari arah belakang Pak Parman justru mempererat rangkulannya, dan begitu pula sebaliknya, Meli semakin kencang memegang lengan berotot Pak Parman.
===x=x=x===
Adegan diam itu berlangsung bagaikan sikap pantomim. Berlangsung bermenit-menit. Kali ini giliran Pak Parman yang bergerak. Dia memajukan wajahnya agar bisa mencium Meli, yang dengan spontan disambut oleh Meli.
Pak Parman dan Meli kemudian tertidur dalam kondisi saling berpelukan dengan lengketnya.
Setelah tertidur selama beberapa jam, Meli terbangun. Dilihatnya jam dinding di kamarnya yang sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Meli langsung berpikir bahwa dia harus membangunkan Pak Parman agar tidak ada warga yang melihat bahwa semalaman Pak Parman menginap di rumahnya dan memberikan kepuasan yang tiada tara.
Maka Meli singkirkan tangan Pak Parman yang saat itu masih menangkup payudaranya. Dia bangunkan Pak Parman dengan kecupan lembut di bibirnya, di dadanya, dan di selangkangannya.
Penis Pak Parman yang masih lemas membuatnya tergoda mempermainkannya.
“Hmm, walaupun lemas tapi besar juga yaa..” Bathinnya..
Akhirnya dijilatinya, dikulumnya, dan disedotnya dengan perlahan hingga empunya terbangun..
“Bu Meli nakal ya.” Ucap Pak Parman sambil matanya masih setengah tertutup.
“Pak sudah jam 3, Bapak harus segera pergi nanti ketahuan warga..” Ucap Meli setelah terlebih dulu melepaskan permen Pak Parman dari mulutnya.
“Heeemmm, iya Bu.”
Meli kemudian menaiki tubuh Pak Parman yang masih berbaring. Dia kecup bibir lelaki tua itu dengan lembutnya. Tindakan meli yang semula ditujukan agar Pak Parman segera bangun dan pergi daru rumahnya ternyata malah berakhir sebaliknya.
Pak Parman dengan tindakan yang tidak disangka-sangka malah memberikan rangsangan balik ke Meli. Masih dalam keadaan gancet saat tubuh yang satu lengket pada tubuh lainnya, mereka saling berciuman dan melumat bibir. Bibir Meli membuka dan mengatup merespon bibir Pak Parman. Mereka saling menghisap bibir lawannya dan bertukar lidah. Mereka tampak saling menikmati percumbuan panas itu.
Dengan cara seperti itu rupanya mereka ingin memulai kembali permainan syahwat birahinya di dini hari yang dingin itu. Mereka melakukan pemanasan, ingin mengulang kembali puncak orgasme yang mereka yang dapatkan dari persetubuhan semalam.
Mereka mulai berancang-ancang memasuki tahap persenggamaan lanjutannya. Ciuman mereka berkembang menjadi semakin panas. Mulut Pak Parman mulai turun merambahkan ciumannya ke dagu Meli. Terdengar desahan tertahan dari mulut Meli merasakan lehernya dirambah mulut Pak Parman. Penis Pak Parman menengang dan menggesek-gesek lubang Meli dari luar.
Mulut hansip tua itu terus bergerilya di leher Meli, lalu menggigit mesra lehernya. Meli terpekik pelan merasakan gigitan birahi Pak Parman. Kedua tangannya merangkul erat leher lelaki yang sedang mencumbui lehernya itu dan mulai mengelus-elus kepala Pak Parman dengan sepenuh hati.
Mulut lelaki tua itu bergerak turun ke bawah. Sesaat lidah kasarnya di balurkan untuk menjilati bahu dan ketiak Meli. Kemudian mulut itu kembali berulah. Digigitnya gemas bahu dan ketiak sensual Meli yang spontan disambut Meli dengan pekikan-pekikan pelan yang begitu merangsang siapa pun yang mendengarnya.
Akhirnya tibalah pengembaraan mulut Pak Parman di kedua gunung kembar Meli. Kedua payudara yang sudah tidak utuh lagi warnanya itu, menjadi sasaran keganasan mulut dan lidah Pak Parman. Pak Parman menjilat, menyedot, menghisap, dan menggigit dengan gemas putting-putingnya secara bergantian, membuat Meli bergelinjangan sambil mendesah nikmat tiada henti-hentinya. Meli spontan meliuk-liukkan tubuhnya bak ular kobra dalam tangkapan, merasakan nikmatnya disusui oleh Pak Parman.
Berikutnya giliran Meli yang ganti beraksi. Dia melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Pak Parman. Dia menjalarkan mulutnya untuk menciumi leher Pak Parman. Dia jilat, ciumi, lalu gigit leher yang kokoh itu. Kemudian mulutnya mulai turun melata dari leher menuju ke dadanya.
Otot-otot kekar lelaki itu menjadi sasaran hasrat birahi Meli. Dia menggigit, menjilat, dan mencium penuh dendam bukit dada Pak Parman. Meli tampak sangat menikmati saat mendengar dan merasakan Pak Parman menggelinjang dan mengaduh nikmat.
Meli menjadi bertambah liar. Rambahan lidahnya di dada Pak Parman diikuti dengan gigitan-gigitan kencang tapi lembut. Meli tampaknya ingin membuat cupang-cupang di dada Pak Parman yang sangat seksi itu. Sekejap kemudian dada yang penuh dengan otot itu sudah penuh bekas cupangan Meli. Tak lupa putting-putting dada Pak tua itu dijilati dan disedotnya dengan rakus, seperti anak kecil yang menyedot permen favoritnya.
Tidak mau kalah dengan mulutnya, tangan-tangan Meli juga bergerak liar, berusaha menggapai otot-otot kekar di tubuh Pak Parman. Tangannya bergerak meremas, mencengkeram, dan tak jarang juga mencakar.
Ciuman Meli terus turun melata ke perut Pak Parman. Tampak Meli tak melewati seinchi pun ciuman dan jilatannya pada serat-serat otot perut Pak Parman.
Tangannya dengan sepenuh perasaan merintis dengan rabaan dan remasan lembutnya merambah ke wilayah penis Pak Parman. Sesaat kemudian mulut Meli bergerak mengikuti jejak tangannya. Lidah dan mulut Meli menjalari jalur jari-jarinya untuk menjilat dan mengulum batang Pak Parman. Seperti si buta dengan tongkatnya, jari-jari Meli menjadi pedoman bagi mulut dan lidahnya, berupaya melumat penis Pak Parman.
Jari-jarinya sedang asyik mengelus-elus batang yang tegar-kaku serta hangat, menuntun jalur rambahan mulut dan lidahnya. Ketika mulut dan lidah Meli mulai menyentuh, mencium dan menjilati batang penisnya, Pak tua itu segera mendesis.
Kenikmatan erotis yang sungguh luar biasa telah menimpa dirinya. Tangannya yang kekar spontan mencengkeram rambut Meli dan meremas kulit kepalanya. Dia seakan ingin menebar rasa pedih pada kulit kepala Meli. Dia ingin mendengarkan rintihan sakit tapi nikmat dari mulut Meli.
“Ohhh, terus Bu..!”
Kedua tangan Pak Parman menekan keras kepala Meli. Dia tunjukkan gairah hewaniahnya, penisnya dia masukkan lebih dalam ke mulut Meli. Dia ingin Meli melumati penisnya. Tak lama mengulumnya, Pak Parman dengan cepat berbalik. Dia dorong Meli untuk telentang.
Dengan lihainya Pak Parman membalikkan tubuh Meli hingga berlawanan dengan posisi tubuhnya. Kepala Pak Parman berada di bawah selangkangannya sementara kepala Meli berada di bawah selangkangannya. Keduanya kini sudah berada dalam posisi enam sembilan!
Dalam posisi ini baik Meli mau pun Pak Parman menjadi lebih bebas menikmati kemaluan pasangannya. Dengan rakusnya. Meli berusaha mengulum batangan yang kaku-tegar dan hangat itu hingga pipinya menggembung penuh. Walaupun begitu usahanya untuk menelan keseluruhan kemaluan Pak Parman sering gagal, karena ukurannya yang besar.
Sementara kedua tangan Meli tidak mau kalah dengan mulutnya. Kedua tangannya seakan berlomba memberikan kepuasan seksual pada kemaluan lelaki itu dengan meremas-remas batang dan kantung kemaluannya.
Pak Parman juga tampaknya tidak mau kalah. Dia jilat dan sedot habis-habisan kemaluan Meli. Dia hisap dan tusukkan lidah kasarnya dalam-dalam ke vagina Meli. Bersamaan dengan lidahnya, dia mainkan pula jari-jari tangannya yang besar menembus lubang vagina dan vagina Meli.
Kemaluan Meli semakin membanjir oleh cairan birahinya, karena rangsangan tanpa henti dari lidah dan tangan Pak Parman. Keduanya terus menerus berlomba memberi kepuasan, dengan erangan nikmat yang terdengar tidak berkeputusan dan sahut menyahut.
Posisi erotis kedua ini berlangsung cukup lama hingga akhirnya, Pak Parman kembali bergerak. Pak Parman merubah posisinya, dengan mengembalikan Meli ke atas tubuhnya. Kemudian dia posisikan Meli duduk di atas selangkangannya dengan lubang vagina Meli tepat berada di atas kemaluannya. Lalu perlahan tapi pasti dituntunnya penisnya oleh tangan Meli kembali memasuki lubang vaginanya yang memang sudah begitu kelaparan ingin melahapnya.
Kemudian keduanya mulai membuat gerakan, yang satu memompa keluar masuk, sedangkan yang lain memompa naik turun. Gerakan keduanya semakin cepat dan kasar seiring dengan membanjirnya keringat di tubuh masing-masing. Sambil terus asyik memompa vagina Meli, kedua tangan Pak Parman tidak lepas meremas-remas payudara besar Meli bergantian.
Pak Parman kemudian melipat kedua tangannya yang berotot itu di belakang kepalanya, seakan ingin memamerkan ketiaknya yang berbulu jarang itu dan menikmati goyangan salah satu warga di kopleknya itu.
Pak Parman terlihat begitu menikmati ekspresi wajah Meli yang sedang dalam setengah sadar dalam pompaan penisnya. Sementara Meli sendiri asyik meremas-remas payudaranya yang besar dan montok itu secara bergantian.
Mulut lelaki tua itu bergerak turun ke bawah. Sesaat lidah kasarnya di balurkan untuk menjilati bahu dan ketiak Meli. Kemudian mulut itu kembali berulah. Digigitnya gemas bahu dan ketiak sensual Meli yang spontan disambut Meli dengan pekikan-pekikan pelan yang begitu merangsang siapa pun yang mendengarnya.
Akhirnya tibalah pengembaraan mulut Pak Parman di kedua gunung kembar Meli. Kedua payudara yang sudah tidak utuh lagi warnanya itu, menjadi sasaran keganasan mulut dan lidah Pak Parman. Pak Parman menjilat, menyedot, menghisap, dan menggigit dengan gemas putting-putingnya secara bergantian, membuat Meli bergelinjangan sambil mendesah nikmat tiada henti-hentinya. Meli spontan meliuk-liukkan tubuhnya bak ular kobra dalam tangkapan, merasakan nikmatnya disusui oleh Pak Parman.
Berikutnya giliran Meli yang ganti beraksi. Dia melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Pak Parman. Dia menjalarkan mulutnya untuk menciumi leher Pak Parman. Dia jilat, ciumi, lalu gigit leher yang kokoh itu. Kemudian mulutnya mulai turun melata dari leher menuju ke dadanya.
Otot-otot kekar lelaki itu menjadi sasaran hasrat birahi Meli. Dia menggigit, menjilat, dan mencium penuh dendam bukit dada Pak Parman. Meli tampak sangat menikmati saat mendengar dan merasakan Pak Parman menggelinjang dan mengaduh nikmat.
Meli menjadi bertambah liar. Rambahan lidahnya di dada Pak Parman diikuti dengan gigitan-gigitan kencang tapi lembut. Meli tampaknya ingin membuat cupang-cupang di dada Pak Parman yang sangat seksi itu. Sekejap kemudian dada yang penuh dengan otot itu sudah penuh bekas cupangan Meli. Tak lupa putting-putting dada Pak tua itu dijilati dan disedotnya dengan rakus, seperti anak kecil yang menyedot permen favoritnya.
Tidak mau kalah dengan mulutnya, tangan-tangan Meli juga bergerak liar, berusaha menggapai otot-otot kekar di tubuh Pak Parman. Tangannya bergerak meremas, mencengkeram, dan tak jarang juga mencakar.
Ciuman Meli terus turun melata ke perut Pak Parman. Tampak Meli tak melewati seinchi pun ciuman dan jilatannya pada serat-serat otot perut Pak Parman.
Tangannya dengan sepenuh perasaan merintis dengan rabaan dan remasan lembutnya merambah ke wilayah penis Pak Parman. Sesaat kemudian mulut Meli bergerak mengikuti jejak tangannya. Lidah dan mulut Meli menjalari jalur jari-jarinya untuk menjilat dan mengulum batang Pak Parman. Seperti si buta dengan tongkatnya, jari-jari Meli menjadi pedoman bagi mulut dan lidahnya, berupaya melumat penis Pak Parman.
Jari-jarinya sedang asyik mengelus-elus batang yang tegar-kaku serta hangat, menuntun jalur rambahan mulut dan lidahnya. Ketika mulut dan lidah Meli mulai menyentuh, mencium dan menjilati batang penisnya, Pak tua itu segera mendesis.
Kenikmatan erotis yang sungguh luar biasa telah menimpa dirinya. Tangannya yang kekar spontan mencengkeram rambut Meli dan meremas kulit kepalanya. Dia seakan ingin menebar rasa pedih pada kulit kepala Meli. Dia ingin mendengarkan rintihan sakit tapi nikmat dari mulut Meli.
“Ohhh, terus Bu..!”
Kedua tangan Pak Parman menekan keras kepala Meli. Dia tunjukkan gairah hewaniahnya, penisnya dia masukkan lebih dalam ke mulut Meli. Dia ingin Meli melumati penisnya. Tak lama mengulumnya, Pak Parman dengan cepat berbalik. Dia dorong Meli untuk telentang.
Dengan lihainya Pak Parman membalikkan tubuh Meli hingga berlawanan dengan posisi tubuhnya. Kepala Pak Parman berada di bawah selangkangannya sementara kepala Meli berada di bawah selangkangannya. Keduanya kini sudah berada dalam posisi enam sembilan!
Dalam posisi ini baik Meli mau pun Pak Parman menjadi lebih bebas menikmati kemaluan pasangannya. Dengan rakusnya. Meli berusaha mengulum batangan yang kaku-tegar dan hangat itu hingga pipinya menggembung penuh. Walaupun begitu usahanya untuk menelan keseluruhan kemaluan Pak Parman sering gagal, karena ukurannya yang besar.
Sementara kedua tangan Meli tidak mau kalah dengan mulutnya. Kedua tangannya seakan berlomba memberikan kepuasan seksual pada kemaluan lelaki itu dengan meremas-remas batang dan kantung kemaluannya.
Pak Parman juga tampaknya tidak mau kalah. Dia jilat dan sedot habis-habisan kemaluan Meli. Dia hisap dan tusukkan lidah kasarnya dalam-dalam ke vagina Meli. Bersamaan dengan lidahnya, dia mainkan pula jari-jari tangannya yang besar menembus lubang vagina dan vagina Meli.
Kemaluan Meli semakin membanjir oleh cairan birahinya, karena rangsangan tanpa henti dari lidah dan tangan Pak Parman. Keduanya terus menerus berlomba memberi kepuasan, dengan erangan nikmat yang terdengar tidak berkeputusan dan sahut menyahut.
Posisi erotis kedua ini berlangsung cukup lama hingga akhirnya, Pak Parman kembali bergerak. Pak Parman merubah posisinya, dengan mengembalikan Meli ke atas tubuhnya. Kemudian dia posisikan Meli duduk di atas selangkangannya dengan lubang vagina Meli tepat berada di atas kemaluannya. Lalu perlahan tapi pasti dituntunnya penisnya oleh tangan Meli kembali memasuki lubang vaginanya yang memang sudah begitu kelaparan ingin melahapnya.
Kemudian keduanya mulai membuat gerakan, yang satu memompa keluar masuk, sedangkan yang lain memompa naik turun. Gerakan keduanya semakin cepat dan kasar seiring dengan membanjirnya keringat di tubuh masing-masing. Sambil terus asyik memompa vagina Meli, kedua tangan Pak Parman tidak lepas meremas-remas payudara besar Meli bergantian.
Pak Parman kemudian melipat kedua tangannya yang berotot itu di belakang kepalanya, seakan ingin memamerkan ketiaknya yang berbulu jarang itu dan menikmati goyangan salah satu warga di kopleknya itu.
Pak Parman terlihat begitu menikmati ekspresi wajah Meli yang sedang dalam setengah sadar dalam pompaan penisnya. Sementara Meli sendiri asyik meremas-remas payudaranya yang besar dan montok itu secara bergantian.
Sesekali Meli rebahkan tubuhnya untuk bercumbu dengan Pak Parman, saling melumat bibir dan bertukar lidah. Tangannya dia rambahkan ke otot-otot dada dan perut Pak Parman, membuat gerakan meremas dan mencakar.
Tidak lama sampailah Pak Parman di puncak orgasmenya, dengan Meli yang kembali lebih dahulu mencapai puncak orgasmenya. Beberapa sebelum sampai di puncaknya, Pak Parman segera mencabut penisnya dari vagina Meli lalu dia rubah posisinya.
Dia tidurkan Meli kembali, lalu Pak Parman angsurkan penisnya untuk dijepit payudara Meli. Meli membantu gerakan Pak Parman dalam menggauli payudaranya. Dia pegangi payudaranya yang menjepit erat penis Pak Parman. Kemudian setelah digosok-gosokkannya beberapa saat, dengan teriakan histeris memancarlah sperma Pak Parman ke dada, leher, dan wajah Meli. Sperma-sperma yang begitu kental dan banyak itu, memancar deras membasahi hampir sebagian besar wajah Meli, mulai dari mata, pipi, rambut, hidung, leher, dan payudaranya.
Pak Parman terus mengocok penisnya, berusaha untuk memastikan tidak ada spermanya yang tersisa di batangnya. Setelahnya dia rebahkan dirinya ke samping Meli. Sebagian spermanya yang memancar, diraih oleh Meli lalu ditelannya dengan sepenuh perasaan.
Sisa sperma Pak Parman diraihnya lalu di balurkannya ke seluruh tubuhnya sendiri, termasuk ke rambutnya hingga tidak ada spermanya yang tersisa. Untuk sesaat tidak ada yang bergerak. Keduanya tetap berbaring beristirahat, mencoba mengatur nafas setelah pergumulan yang seru dan dahsyat tadi.
Setelah puas beristirahat, Pak Parman beranjak turun dari tempat tidur. Pak Parman mengambil pakaiannya yang terserak di lantai dan mulai memakainya satu persatu. Meli nampak merasa sangat kehilangan. Apalagi ketika tubuh Pak Parman yang masih berkeringat, dan terihat begitu seksi itu, tertutup kembali di balik pakaiannya.
TAMAT
Tidak lama sampailah Pak Parman di puncak orgasmenya, dengan Meli yang kembali lebih dahulu mencapai puncak orgasmenya. Beberapa sebelum sampai di puncaknya, Pak Parman segera mencabut penisnya dari vagina Meli lalu dia rubah posisinya.
Dia tidurkan Meli kembali, lalu Pak Parman angsurkan penisnya untuk dijepit payudara Meli. Meli membantu gerakan Pak Parman dalam menggauli payudaranya. Dia pegangi payudaranya yang menjepit erat penis Pak Parman. Kemudian setelah digosok-gosokkannya beberapa saat, dengan teriakan histeris memancarlah sperma Pak Parman ke dada, leher, dan wajah Meli. Sperma-sperma yang begitu kental dan banyak itu, memancar deras membasahi hampir sebagian besar wajah Meli, mulai dari mata, pipi, rambut, hidung, leher, dan payudaranya.
Pak Parman terus mengocok penisnya, berusaha untuk memastikan tidak ada spermanya yang tersisa di batangnya. Setelahnya dia rebahkan dirinya ke samping Meli. Sebagian spermanya yang memancar, diraih oleh Meli lalu ditelannya dengan sepenuh perasaan.
Sisa sperma Pak Parman diraihnya lalu di balurkannya ke seluruh tubuhnya sendiri, termasuk ke rambutnya hingga tidak ada spermanya yang tersisa. Untuk sesaat tidak ada yang bergerak. Keduanya tetap berbaring beristirahat, mencoba mengatur nafas setelah pergumulan yang seru dan dahsyat tadi.
Setelah puas beristirahat, Pak Parman beranjak turun dari tempat tidur. Pak Parman mengambil pakaiannya yang terserak di lantai dan mulai memakainya satu persatu. Meli nampak merasa sangat kehilangan. Apalagi ketika tubuh Pak Parman yang masih berkeringat, dan terihat begitu seksi itu, tertutup kembali di balik pakaiannya.
TAMAT
Klik Nomor untuk lanjutannya