Seri 4 - Tia S4NG3AN

Seri 1 - Tia Nyonya Muda S4NG3AN


Seri 2 - Tia Nyonya Muda S4NG3AN


Seri 3 - Tia Nyonya Muda S4NG3AN


cewek amoy
TIA


Cerita Sebelumnya....

“Keluarin yah..” pinta Tia. “Aku pengen peju kamu..”

Gerak tangan Tia makin giat

“Ayo, tunjukin kejantanan kamu.. Aku pengen disembur peju kamu!”

Mungkin si culun tidak pernah ejakulasi selama berbulan-bulan. Setelah dikocokkan, hasrat badaninya meledak menyirami Tia. Burungnya memuncratkan enam atau tujuh gumpalan kental sperma, mendarat mulai dari atas pusar Tia, belahan dada, pangkal leher, sampai yang terakhir mengenai dagu dan bibir Tia. Percikan yang jatuh di bibir langsung dijilat Tia dan sambil menatap si culun, Tia menunjukkan bahwa dia mencecap dan menelan mani si culun.

“Mmm.. aku suka peju..” komentar Tia.

Pada saat ejakulasinya selesai, sebagian besar sperma si culun bertebaran di atas tubuh Tia, mengalir turun dari dada dan perutnya.

*****

Beberapa jam sebelum segala peristiwa yang dialami Tia terjadi, Bram mendarat di bandara. Dia menuju tempat parkir di mana mobilnya dititip dan langsung menjalankan mobilnya ke rumah. Masih siang, tapi dia memang sudah kangen sekali dengan Tia. Apalagi sejak dia naik pesawat tadi, perasaannya tak enak. Seolah dia merasakan bahwa istrinya itu sedang menghadapi bahaya. Sesampainya di rumah, didapatinya rumah terkunci dan Tia tidak keluar membukakan pintu. Bram melihat ke salon Citra di sebelah dan hanya mendapati kakaknya sedang duduk-duduk.

“Kak, Tia ke mana?”

Wajah Citra berubah tegang. Apa yang harus dia bilang kepada adiknya? Bahwa dia kira Tia sekarang sedang dipekerjakan Mang Enjup melayani Pak Walikota demi tender proyek? Tidak ada jalan lain, pikir Citra. Dia sendiri merasa ikut bertanggungjawab. Mau tidak mau, Citra harus bicara.

“Bram, ayo masuk dulu. Ada yang perlu kubilang.”

Di dalam salon, Bram mendengarkan selagi Citra menceritakan apa saja yang terjadi beberapa hari itu. Citra menceritakan bagaimana Mang Enjup bertamu ke rumah, menemui Tia, dan esoknya Tia diajak Mang Enjup pergi ke pesta Pak Walikota. Citra juga sempat melihat Tia diantar pulang oleh beberapa orang yang kemudian ikut masuk ke rumah.

“Tadi pagi aku habis ngerias Tia..” Citra mengaku. “Dia bilang mau ada acara di Hotel V siang ini.. Dia nggak bilang acaranya apa, tapi tadi yang jemput dia itu mobilnya Mang Enjup.”

Bram tertegun. Mang Enjup. Pak Walikota. Pesta. Acara di hotel. Banyak yang Citra tak katakan, tapi Bram tahu bagaimana menyambungkan titik-titik dengan garis. Dia tahu cara-cara yang biasa dilakukan bosnya itu, Mang Enjup. Dia tahu mengenai tender proyek yang dimaksud, siapa saja saingannya, apa yang biasa mereka lakukan untuk menggolkan proyek. Minggu lalu saja dia masih terlibat lobi tender itu, menemani beberapa anggota DPRD mabuk-mabukan di satu tempat hiburan malam. Dia tahu tokoh kunci terakhir yang harus dilobi adalah Pak Walikota.

Berarti Tia sekarang diumpankan Mang Enjup kepada Pak Walikota..!

Bram merasa kepalanya berputar, wajahnya berubah jadi keras dan geram. Citra melihat reaksi adiknya dan merasa bersalah. Dia genggam tangan adiknya itu sambil meminta maaf, nyaris menangis.

“Bram.. maaf.. Kakak ikut salah.. Kalau saja dulu Kakak nggak ngajarin Tia jadi begini.. hiks..” Tapi kata-kata Citra itu tak terdengar, dan Bram membatin.

Apa harus seperti ini? Bram merenungkan praktek bisnis yang penuh tipu daya dan menghalalkan segala cara.

Dia sendiri beranggapan apapun layak dilakukan demi kesuksesan, tapi kalau sudah seperti ini, ketika orang yang paling dia sayangi di seluruh dunia ikut terjerumus demi bisnisnya, apakah itu masih layak? Berhak-kah Mang Enjup memanfaatkan istrinya demi kesuksesan satu proyek saja, sebesar apapun nilainya? Bagaimana perasaan Tia sendiri? Apa dia terpaksa? Ataukah dia terbujuk, dan mengingat status Tia sebagai calon pewaris perusahaan, apakah Tia merasa perlu membantu?

Di dalam hatinya, Bram tak rela. Dia baru saja menyadari bagaimana Tia selama ini dia sia-siakan karena dia terus mengikuti kebiasaan buruknya, dan betapa Tia rela berubah—dibantu Citra—demi mengikuti kemauannya. Dan sebenarnya Bram sudah bertekad akan menghargai perubahan Tia dengan tidak lagi mencari perempuan lain. Ujian pertamanya sudah dia lalui ketika dia berhasil menahan diri untuk tak menyentuh Difa kemarin.

Dan selama ini Mang Enjup memang seperti menyembunyikan sesuatu darinya. Bosnya itu rupanya memanfaatkan perubahan Tia demi kepentingannya sendiri. Memang kalau dirunut, yang Mang Enjup lakukan ini demi perusahaan milik orangtua Bram dan orangtua Tia juga, tapi apakah mesti seperti itu caranya? Mengorbankan Tia? Dilema moral yang berbelit dan ruwet itu akhirnya Bram tebas dengan satu tekad.

Aku harus selamatkan Tia. Dia istriku, tanggungjawabku. Masa bodo dengan tender, dengan kepentingan perusahaan.

“Kak,” kata Bram. “Aku mau ke sana.”

“Kamu mau apa, Bram..? Kamu tahu kan bakal berhadapan dengan siapa?” kata Citra khawatir.

Citra takut Bram akan nekad dan menantang Pak Walikota. Memang tindakan yang Citra bayangkan itu bakal bisa merugikan perusahaan orangtua mereka, tapi Citra tak peduli itu. Kekhawatirannya didasarkan rasa sayangnya kepada Tia dan Bram. Citra takut keselamatan keduanya terancam kalau sampai harus konflik dengan pejabat tertinggi di kota.

“Aku mau jemput Tia,” kata Bram dingin.

Citra melihat sorot mata adiknya begitu tegas. Sorot mata orang yang siap berbuat apa saja demi membela kekasihnya. Begitu Bram berbalik untuk pergi, Citra langsung menahan lengannya.

“Bisa tunggu sebentar? Kakak mau ikut.”

*****

Kembali di kamar suite hotel..

Pak Walikota berdiri dari tempat duduknya dan berjalan berkeliling seolah sedang menginspeksi anak buahnya. Anak buahnya, kumpulan man*sia buruk rupa, sedang sibuk menikmati suguhan tiga perempuan yang dapat kejutan. Suasana makin seru. Gabriella pindah ke sofa, dia sedang berlutut di dudukannya selagi lengannya bersandar di sandaran. Satu orang sedang mengentotnya dari belakang, menyodokkan penisnya dalam-dalam. Satu lagi kawannya, si muka hitam yang bergigi depan ompong, sedang nyengir-nyengir tak jelas di depan wajah Gaby. Wajahnya sungguh menjijikkan. Dia membungkuk mendekati Gaby dan bertanya,

“Senorita, mau isep kontolku? You wan’ suck my dick?”

Dia kemudian mencium paksa Gaby sambil memegang belakang kepala Gaby agar gadis Latino itu tak bisa menghindar. Gaby merasakan bau busuk nafas si ompong yang sungguh memuakkan, tapi dia tak menolak ciuman itu. Dia bahkan mendorong lidahnya ke dalam mulut si ompong, bergulat dengan lidah lawan ciumannya. Ketika ciuman mereka berakhir, Gaby berkata dengan nada palsu bernafsu,

“Fuck yes! Give me your dick I’ll suck it!”

Gaby langsung menjepit kejantanan hitam si ompong dengan bibirnya ketika disodori dalam keadaan belum keras. Alat kelamin si ompong langsung tegang begitu disentuh bibir lembut si pelacur impor. Gaby melahap batang keras itu, mengisap dan menyedot. Penis hitam itu sampai menonjol urat-uratnya, dan bisa meledak kapan saja. Si ompong meracau keenakan dengan bahasa yang kurang dikenal, mungkin bahasa daerah asalnya, tapi apapun yang dia katakan jelas cabul dan tak perlulah diterjemahkan. Beberapa saat kemudian mulut Gaby mendadak terisi cairan hangat, dan Gaby menelan seluruhnya. Pada waktu yang sama orang yang menyetubuhi Gaby dari belakang juga menyemprotkan cairan kelelakiannya di dalam.

“Benar-benar hebat,” gumam Pak Walikota.

cerita sex yes.. ahhh.. fuck my pussy.. oh.. good dick.. Big cock.. Yes cum inside my pussy.. lick my nipples.. my tits are tingling.. drink milk in my breast.. enjoying my milk nipples.. play with my big tits.. fuck my vagina until I get pregnant.. play "Adult sex games" with me.. satisfy your cock in my wet vagina..
Klik Nomor untuk lanjutannya

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10