Seri 1 - Tia Nyonya Muda S4NG3AN

cewek amoy
TIA


Synopsys

Tia menemukan foto PSK di HP suaminya.. apa yang bisa dia lakukan agar suaminya tak lagi perlu jajan? Mungkin saran kakak iparnya bisa dicoba.


DISCLAIMER

- Cerita ini adalah fiksi dan berisi adegan-adegan yang tidak pantas dibaca mereka yang belum dewasa, jadi jika pembaca masih belum dewasa, harap tidak melanjutkan membaca. Penulis sudah mengingatkan, selanjutnya adalah tanggungjawab pembaca.

- Semua tokoh dalam cerita ini adalah fiktif. Kemiripan nama tokoh, tempat, lembaga dan lain-lain hanyalah kebetulan belaka dan bukan kesengajaan.

- Sebagian tokoh dalam cerita ini digambarkan memiliki latar belakang (profesi, kelas sosial dll.) tertentu. Tindakan mereka dalam cerita ini adalah fiksi dan belum tentu menggambarkan orang-orang berlatar belakang serupa di dunia nyata.

- Pemerkosaan, pelecehan seksual, KDRT, dan trafiking di dunia nyata adalah kejahatan dan penulis menentang semua itu. Penulis harap pembaca cukup bijak untuk dapat membedakan dunia nyata dan khayalan.

- Penulis tidak memperoleh keuntungan uang apapun dari cerita ini dan tidak memaksudkan cerita ini dijadikan sumber pendapatan bagi siapapun.

- Cerita ini terinspirasi beberapa cerita di situs luar dan beberapa thread diskusi di forum-forum yang saya kunjungi. Selamat membaca.


****


== Daripada Dia Jajan ==


Tia memberikan HP-nya kepada kakak iparnya untuk memperlihatkan foto-foto yang diambilnya dari HP suaminya, Bram. Citra, kakak ipar Tia, menyandarkan punggung ke kursi salon yang didudukinya sambil membuka satu per satu foto-foto itu. Di cermin terlihat pantulan muka Tia yang cemberut.

“Oo,” gumam Citra tanpa ekspresi, “Beginian. Dasar Bram. Penyakit lama, nih”.

Tia agak kesal melihat kakak iparnya—merangkap pemilik salon tempat mereka berdua ngobrol—‘biasa saja’ melihat foto-foto perempuan lain yang membikin Tia dan Bram bertengkar dua hari lalu. Waktu itu Tia makin marah ketika Bram mengakui bahwa perempuan-perempuan itu PSK.

“Penyakit lama, Kak Citra? Apa dari dulu Mas Bram memang suka jajan?”

“Emmm..” gumam Citra sambil mengambil sebatang rokok dari bungkusnya yang ada di meja, “Iya sih. Lho kamu kok malah baru tahu. Gimana. Kamu kan istrinya.”

Tia malu sendiri. Tapi dia memang tidak bisa disalahkan, karena pernikahannya dengan Bram baru berjalan setahun, dan sebelumnya mereka berdua tidak pernah pacaran. Keduanya memang dijodohkan oleh orangtua masing-masing yang rekanan bisnis, dan sekarang mereka sama-sama disiapkan jadi penerus usaha keluarga besar mereka. Tia dan Bram sudah kenal sejak kecil, tapi mereka baru mulai saling mengakrabkan diri setelah menikah. Satu yang Tia tahu, keluarga Bram memang longgar dalam mendidik anak-anaknya. Jadi seharusnya dia tidak heran kalau Bram ketahuan punya kebiasaan buruk seperti itu. Sama saja dengan kakak Bram, Citra. Citra yang sekarang berumur 30-an tadinya malah disiapkan untuk dijodohkan dengan seorang saudara Tia, tapi karena terbiasa bergaul sangat bebas, Citra dihamili temannya waktu kuliah dan terpaksa dinikahkan—dan selanjutnya diusir karena bikin malu keluarganya.

“Terus gimana nih?” Citra bicara sambil menjepit rokok yang baru dinyalakan dengan bibirnya yang tersaput lipstik merah jambu tebal. “Kamu udah dua hari nggak ngomong sama Bram. Apa mau terus-terusan? Ah, tapi kamu kan anak baik. Pasti kamu mikirin keluarga besar kita. Gak enak sama mereka kalau sampai.. cerai.”

“Nggak!” jerit Tia. “Bram emang salah sih, tapi Kak, aku nggak niat cerai sama dia. Aku udah mulai belajar sayang dia Kak. Dan aku juga baru tahu kebiasaan dia yang ini. Makanya aku datang minta saran Kak Citra, gimana baiknya aku hadapi masalah ini. Kak Citra kan lebih kenal Bram,” suara Tia mengecil karena malu, “..lagian aku nggak mau nyusahin orangtua kita semua.”

Baik banget ini anak, pikir Citra. Cuma saat itu juga Citra merasa dapat satu lagi alasan yang bisa dia kasih kalau ada orang tanya pendapat dia tentang menikah tanpa pacaran. Tia, yang tidak pernah pacaran dengan Bram, kaget waktu kebiasaan buruk Bram ketahuan sekarang. Kalau Tia pacaran dulu sama Bram, pastinya mereka bisa lebih saling ngerti, atau bisa putus tanpa repot kalau memang Tia nggak suka. Citra mengisap rokoknya dalam-dalam, lalu menyemburkan asap dari mulut.

Tia menghindar sambil mengipas-ngipas di depan muka. Kakak iparnya itu sudah merokok sejak SMA, dan kadang-kadang Tia mengira Citra selalu bermake-up tebal (seperti saat mereka ngobrol sekarang) untuk menutupi penuaan dini di mukanya yang sudah belasan tahun kena asap rokok. Citra memang tidak pernah tampil tanpa riasan lengkap, rambut tertata, dan pakaian mencolok, tidak hanya sejak dia membuka salon, tapi sejak dia remaja. Tia melihat Citra seperti berpikir sambil merokok, lalu membetulkan tali sackdressnya yang melorot dari bahu. Sackdress hitam agak transparan itu gagal membuat bra merah yang ada di bawahnya tidak kelihatan. Citra lalu menaruh rokoknya di asbak, tersenyum, berdiri, lalu mendekati Tia.

“Kalau menurutku sih begini saja..”

"..."

“KOK GITU SIH CARANYA???” Tia tidak bisa menahan volume suaranya setelah mendengar saran Citra sampai habis. Yang memberi saran dengan santainya mengambil lagi rokok yang tadi ditinggal lalu meneruskan menyedot batang rokok.

“Terserah kamu sih. Saranku ya gitu. Kalau mengingat sifatnya Bram sih kupikir cara itu mempan. Kalau kamu mau coba tanya orang lain, silakan.”

“..” Tia diam saja.

“Kalau kamu mau, aku siap bantu. Gratis,” kata Citra, sambil nyengir. “Bukan cuma sekali, tapi seterusnya juga boleh. Hitung-hitung balas budi sama kalian yang udah bantu aku selama ini.”

“..Sebentar. Aku pikir-pikir dulu,” bisik Tia, menimbang-nimbang.

Ternyata dia perlu waktu lama sekali buat menimbang-nimbang. Berkali-kali dilihatnya lagi foto-foto yang diambilnya dari HP Bram.

“Mas, aku mau bicara sama kamu nanti malam.” SMS itu Tia kirim ke HP Bram.

Bram, yang sudah uring-uringan sejak bertengkar dengan Tia setelah ‘foto-foto kenangan’nya ketahuan, menarik nafas lega di kantor.


****


Menjelang sore.

Sesudah memastikan jalanan di luar kosong, Tia langsung keluar dari salon Citra dan secepatnya menuju rumah besar di sebelahnya. Rumah itu rumah Bram dan Tia, Citra tinggal dan buka usaha di sebelah rumah mereka berdua. Sewaktu mau membuka pagar rumahnya sendiri, Tia kalang-kabut ketika melihat mobil Mercedes-Benz hitam muncul di ujung jalan. Tapi dia sempat masuk ke rumah sebelum Mercy itu lewat. Mercy itu tidak berhenti di rumahnya, karena memang itu mobil orang lain, mobil mewah itu berhenti di depan salon Citra. Dari balik pintu supirnya keluar seorang laki-laki, yang lantas mengunci Mercy itu, lalu masuklah dia ke salon Citra. Semua itu tidak sempat diperhatikan Tia. Tia sendiri sudah cukup lega karena tidak kepergok siapapun dalam perjalanan yang cuma beberapa meter saja dari tempat kakak iparnya.

“Aku pulang kira-kira sejam lagi.” SMS dari Bram masuk ke HP Tia.

Tia duduk sendirian di dalam kamar di depan cermin. Normalnya dia bakal melihat rona mukanya sendiri berubah merah karena perasaannya yang campur aduk, tapi kali ini agak susah bagi dia. Rumah itu baru terisi mereka berdua, Bram dan Tia, yang menikah tahun lalu. Belum ada anak. Selama ini kehidupan mereka lancar-lancar saja. Tia ‘si anak baik’ menerima saja ketika orangtuanya dan orangtua Bram memutuskan perjodohan mereka. Bram juga bukan suami brengsek. Setidaknya sampai belangnya ketahuan beberapa hari lalu. Hanya saja Tia sering merasa Bram seperti bosan dengan dirinya.

Klik Nomor untuk lanjutannya
cerita sex yes.. ahhh.. fuck my pussy... oh.. good dick.. Big cock... Yes cum inside my pussy.. lick my nipples... my tits are tingling.. drink milk in my breast.. enjoying my milk nipples... play with my big tits.. fuck my vagina until I get pregnant.. play "Adult sex games" with me.. satisfy your cock in my wet vagina..

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11