Seri 2 - Tia Nyonya Muda S4NG3AN

Seri 1 - Tia Nyonya Muda S4NG3AN


cewek amoy
TIA


== SORE HARI ==


“Hmmmm..” Tia menggumam karena nikmatnya pijatan Widy di pundaknya.

Sore itu Tia berada di salon Citra. Tadi Tia mampir untuk mengantarkan pepaya yang mau dia bagi untuk Citra, tapi setelah ngobrol-ngobrol berkepanjangan, akhirnya Tia malah mendapat sesi pijat refleksi gratis dari asisten Citra, Widy.

“Enak kan tangannya Widy? Aku aja suka kok. Saban hari pasti aku minta dia pijat aku dulu sebelum dia pulang,” ujar Citra yang berada di sebelah Tia, sambil mengecat kuku.

Widyane biasa dipanggil Widy adalah kapster di salon Citra, satu-satunya karyawati Citra. Keahlian utamanya adalah memijat. Widy lebih muda daripada Citra dan Tia, sekitar 20-an, bertubuh pendek tapi berisi dengan lekuk-lekuk menantang. Tia bisa melihat betapa celana pendek jeans dan T-shirt hijau ketat yang Widy pakai sore itu kerepotan melingkupi bokong dan payudaranya yang semok. Rias wajahnya tidak kalah meriah dibanding Citra, dengan lipstik merah cemerlang dan eyeshadow berwarna gelap di bawah rambut tebal yang agak megar dan sebagian di-highlight pirang.

“Eh, Mbak Tia kok sekarang cantikan ya? Biasanya juga cantik, tapi akhir-akhir ini jadi tambah kinclong lhoo..” komentar Widy dengan logat medok.

“Iya lah, kan gue yg permak,” ujar Citra bangga. “Tia ini baru dapat pencerahan, makanya perlu ganti imej. Gimana Ti? Mempan gak saranku?”

Tia tidak menjawab, namun bibirnya yang tersaput lipstik pink tersenyum. Tapi dia sendiri merasa makin lama makin bisa masuk ke dalam kepribadian yang disarankan Citra. Kepribadian pelacur. Kejadian pagi dan siang itu menunjukkan kepada Tia bahwa dia sebenarnya suka bisa menarik perhatian laki-laki. Memancing birahi mereka dan menguasai mereka.

Seperti lonte-lontenya Bram.

Seperti.. Citra?

Sambil menikmati pijatan jari Widy yang sekarang mencapai pelipisnya, Tia terpikir lagi mengenai perubahan penampilannya. Memang, waktu itu Citra menyarankan agar lebih berani dalam merias diri dan berpakaian supaya bisa menandingi perempuan-perempuan penjaja cinta yang sempat menarik perhatian Bram. Tapi Tia baru sadar, bukan cuma mereka yang penampilannya dia tiru.

Citra juga seperti itu.

Sejak dulu, Citra suka menggoda laki-laki. Siapapun. Teman sekolah, teman kuliah, karyawan orangtuanya—sembarang orang. Tia tahu itu. Entah sudah berapa laki-laki yang menikmati tubuh kakak iparnya. Sampai akhirnya satu di antara mereka menghamili Citra.

Lamunan Tia terhenti karena dia mendengar bunyi pintu dibuka. Masuklah seorang laki-laki setengah baya ke dalam salon. Laki-laki itu bertubuh besar dan berpakaian rapi ala pebisnis, dengan kemeja mahal, dasi, dan celana bahan yang necis. Rambutnya yang dibelah pinggir mengkilap karena minyak rambut, matanya kecil dan bibirnya lebar.

“Halo halo,” sapanya sok akrab.

“Eh Om Bernard. Ke mana aja, kok jarang ke sini?” jawab Citra, juga dengan akrab.

“Waduh, baru juga minggu lalu aku ke sini, manggilnya kok udah jadi formal lagi gitu?” kata Bernard.

“Iya deh.. Om Bernard,” balas Citra dengan centil.

“Tadi ada yang SMS aku katanya Widy udah masuk lagi, jadi kangen sama pijatannya.”

“Emang siapa yang ngabarin?.. Oh.” Pertanyaan Citra langsung terjawab ketika melihat Widy nyengir sambil mengacungkan HP-nya.

Citra mendekati Tia yang masih duduk di kursi salon. “Tia, sori, kamu pulang dulu yah? Aku ada customer nih.”

“Iya Kak,” jawab Tia, yang segera berdiri dan meninggalkan ruangan.

Ketika Tia berpapasan dengan Bernard, Tia mengangguk dan tersenyum, yang dibalas dengan tindakan yang sama oleh laki-laki necis itu. Bernard terus memandangi Tia sampai Tia keluar dari salon.

“Ayo Om,” Citra dan Widy menghampiri Bernard, membawanya ke satu ruangan lain dalam salon.

Ketika Tia keluar, dilihatnya mobil Mercedes-Benz hitam terparkir di depan salon.

Pasti mobil Pak Bernard yang tadi, pikir Tia.

Tia ingat sesuatu: sesudah pertama kali dia di-makeover Citra dan terburu-buru pulang karena masih tidak pe-de akan penampilan barunya, dia melihat mobil itu.

Jadi waktu itu, dia yang datang..

*****

Dua puluh menit kemudian, di rumahnya, Tia menyadari dompetnya ketinggalan di salon Citra. Dia langsung beranjak kembali ke salon Citra.

*****

“Gimana kabar bisnisnya, Om?”

Pak Bernardus alias Om Bernard sudah berbaring nyaman di atas tempat tidur dalam ruang belakang salon Citra. Bagaimana tidak nyaman, kepalanya berbantalkan paha Widy, sedangkan Citra mengelus-elus tubuhnya yang sudah telanjang. Widy, yang tadi bertanya, sedang memijat dahi Bernard.

“Apa ndak ada pernyataan lain toh Wid, wis pusing aku sama bisnisku, ee di sini malah ditanyai bisnis lagi. Mumet aku Wid, pesaing tambah buanyak. Aku ke sini mau refreshing, jangan tanya yang serius gitu yo?”

“Maaf deh Om,” kata Widy. “Widy kasih nenen aja biar Om ga marah ya?”

Serta-merta Widy membuka kaosnya dari bawah sehingga Bernard yang di pangkuannya bisa melihat jelas BH hitam berenda yang menutupi sepasang gundukan yang sejahtera. Widy menarik BH-nya ke atas sehingga bagian bawah teteknya bergandulan tepat di depan muka Bernard. Pebisnis itu langsung menengok dan menowel-nowel tetek Widy dengan hidungnya.

“Widy.. asu tenan iki susumu.. ini nih yang orang sebut tobrut.. toket brutal.. hehehe..” ucap Bernard

Bernard yang kegirangan, langsung saja dengan nakalnya dia menjulur-julurkan lidah berusaha menjangkau ranumnya buah dada Widy. Widy terkikik kegelian ketika lidah Bernard mengenai sasaran.

Tangan Citra yang tadi memijati paha sekarang sudah pindah ke batang dan biji Bernard. Beberapa usapan kemudian, tegaklah kejantanan Bernard. Si pebisnis menghentikan sebentar wisata lidahnya di bawah tetek Widy untuk menengok ke arah Citra.

Sore itu Citra tampil glamor walaupun hanya untuk kerja di salonnya, dalam blus biru muda tanpa lengan dan rok mini hitam. Seperti biasa, dia memakai make-up tebal, kulit wajahnya nyaris tanpa cela berkat foundation, bibirnya merah darah, garis matanya tajam oleh maskara.

“Eh, Cit, kapan kamu mau upgrade toket biar kayak Widy, biar gak jomplang, kan mukamu udah full modif gitu?” Bernard memberi saran tanpa diminta.

Jawaban Citra adalah senyum disertai tatapan tajam ke arah Bernard, dan Bernard pun merasakan cengkeraman keras dan tajam di pelirnya. Rupanya Citra main kuku..

“Becanda, becanda. Ampun Mbakyu, biji saya jangan dipites, kasihan Widy ntar..” Bernard langsung berhenti membanyol.

“Tapi kalo sampeyan mau operasi bikin gede, bilang aja, nanti Om bayarin.” lanjut Bernard

Memang bijinya tidak dipites Citra, tapi kena sentil-lah batang kontol Bernard yang terlanjur tegak itu!

*****

Tia mendapati pintu salon yang tidak dikunci. Dilihatnya dompetnya tergeletak di meja rias yang tadi dihadapinya ketika dipijat Widy. Tapi setelah masuk, dia tak mendapati Citra, Widy, dan Pak Bernardus.

Ke mana Citra, Widy, dan Om Bernard? pikir Tia

Klik Nomor untuk lanjutannya
cerita sex yes.. ahhh.. fuck my pussy... oh.. good dick.. Big cock... Yes cum inside my pussy.. lick my nipples... my tits are tingling.. drink milk in my breast.. enjoying my milk nipples... play with my big tits.. fuck my vagina until I get pregnant.. play "Adult sex games" with me.. satisfy your cock in my wet vagina..

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13