Holiday Challenge 4 - RIRI 2


Holiday Challenge 4 - RIRI 1


cewek amoy
Mulustrasi RIRI


Pria itu sangat sering beristirahat dan menyandarkan kepalanya ke paha Riri dan setiap dia menyandarkan kepalanya, Riri selalu 'membebaskan' daerah pribadinya.

Aroma vagina Riri pun sudah jadi candu, pengharum ruangan, sekaligus aromatherapy yang begitu menenangkan dan memabukkan bagi Malih.

Tiada satu hari bagi pria tua itu tanpa menghirup aroma vagina majikannya yang cantik jelita itu sebelum masa puasa bercinta dilakukan.

Riri pun tersenyum, merasa begitu diinginkan oleh si pria lansia ini. Dia merasa Malih tak hanya asal ingin mementungi rahimnya saja tapi seperti sedang diajak ke surga langit ke tujuh bersama-sama.

Bunyi tarikan nafas yang dalam pun terdengar berkali-kali, tanda kalau Malih sedang menghirup aroma vagina Riri sedalam-dalamnya dan sepuas-puasnya.

Kedua insan yang umurnya begitu terpaut jauh itu tentu sama-sama sudah tak sabar ingin menyatukan ragawi mereka sehingga bisa mendapatkan kenikmatan surgawi bersama-sama.

Tapi harus dilakukan dengan perlahan-lahan agar waktu yang digunakan benar-benar 'berharga'. Lagipula ini percobaan pertama mereka untuk mempunyai buah hati setelah masa 'penyuburan' kembali benih-benih Malih.

Riri duduk di pangkuan Malih. Mereka mulai saling mencumbu. Benar-benar erotis & sensual melihat seorang gadis muda nan cantik yang sudah bugil tengah bercumbu menggebu-gebu dengan seorang pria tua yang masih memakai pakaian lengkap.

Lidah mereka saling bermain tanpa henti, saling balas membelit dan memagut satu sama lain. Ketika lidah Malih terjulur keluar, Riri langsung menyedotnya hingga air liur di lidah Malih kering. Lidah Riri pun bergerak-gerak menyikati gigi kuning Malih tanpa henti.

Benar-benar ciuman yang sangat bernafsu dari Riri, agak terbalik sepertinya karena si gadis cantik lah yang kelihatan begitu bernafsu mencumbu si pria tua.

Sementara, Malih terdiam pasrah dicumbui dengan sangat liar oleh pengantinnya yang masih muda dan sangat cantik itu. Tentu, tangannya terus bergrilya menjalari tubuh mulus bidadarinya.

"Pak, bukaa bajunya..", bisik Riri dengan suara setengah parau yang menandakan dia sudah terangsang berat.

Riri membantu Malih melepaskan celananya, dan dalam sekejap dua insan yang umurnya sangat berbeda jauh itu pun telah bugil. Mereka berpelukan dan kembali bercumbu penuh gairah, tangan mereka pun sudah berada di alat kelamin satu sama lain.

Riri sudah mulai mengocok batang dan meremas-remas zakar Malih, dan Malih juga sudah mulai mengobel-ngobel kemaluan istrinya yang cantik jelita itu. Riri perlahan mendorong Malih maju sambil tetap bermain lidah dengan pejantan tuanya itu hingga Malih kembali duduk di sofa.

Si gadis cantik membungkukkan tubuhnya dan mendekatkan bibir tipisnya pada kejantanan Malih. Diciuminya berkali-kali mulai dari pucuk penisnya, sekeliling kepalanya yang pink, sekujur batang yang berurat dan agak keriput, serta kantung menyan milik Malih yang juga keriput. Ciuman-ciuman mesra Riri benar-benar membangkitkan gairah abg tua Malih.

Riri kelihatan senang sekali menciumi tongkat sodok milih suaminya yang sudah renta itu. Dia menarik kaki Malih sehingga Malih setengah selonjoran di sofa itu, kantung menyan miliknya kini tak di atas sofa lagi tapi menggantung di depan pinggiran sofa.

Sang bidadari kini sudah berjongkok di depan Malih. Lidah Riri mulai menggelitik kemaluan sang pejantan tua terutama zakarnya. Kantung kemih tersebut dijilati dan diemut-emut dengan begitu seksama oleh Riri.

Malih tinggal duduk santai menikmati sapuan lidah sang nona cantik pada batang kejantanannya. Kalau soal memanjakan alat kelamin memang nona mudanya ini juaranya.

Teringat saat melihat Lina kelojotan dan menggeliat ke sana kemari saat vaginanya sedang digragoti Riri. Tentu itu jadi bukti kalau nona mudanya yang kini telah jadi istrinya ini memang sangat ahli dalam memainkan lidah.

Layaknya es krim batangan, lidah Riri menjelajah dengan penuh seksama. Di tengah-tengah rasa enak sedang dikulum nona mudanya, tiba-tiba si cantik berhenti dan langsung berdiri kemudian meninggalkan Malih.

Seperti orang bego, Malih terdiam melongo. Ada apa ini? Apa tadi gue ada yang salah?, pikir Malih. Ketika mau bangun dari sofa, tiba-tiba Riri berteriak.

"Tunggu dulu sebentar, Pak. Pak Malih duduk aja dulu di situ".

Riri kembali, tapi kini ia memakai push-up bra & celana dalam putih. Malih sedikit kecewa, vagina indah & payudara Riri yang bulat nan mengkal itu kembali tertutup, padahal sudah bagus ia bugil tadi.

"Kenapa pakai bh sama celana dalam lagi non?".

"Ssshh..", Riri hanya menyuruh Malih diam seraya menuju saklar lampu.

Dia mematikannya dan membuat suasana jadi gelap gulita. Tapi, lingerie yang dikenakan Riri mengeluarkan cahaya hijau alias glow in the dark lingerie.

"Wooohh, kok bisa nyala, non?", teriak Malih heboh & takjub.

"Udah, bapak nikmatin shadow dancing Riri".

Si bidadari cantik penyuka pria tua bernama Malih itu pun mulai menari & meliuk-liukkan tubuhnya dengan erotis. Ini benar-benar menggelitik birahi keduanya sampai akhirnya tarian sesi kedua itu ditutup dengan Riri melepaskan lingerienya lagi.

Riri mendekati Malih dan membisikkan sesuatu dengan nada suara yang sangat membangkitkan nafsu pria.

"Pokoknya, ini", Riri langsung memegang kejantanan Malih meski dalam kegelapan seolah dia memang sudah tahu benar posisi tongkat pengaduk vaginanya yang paling ia favoritkan itu.

"Nggak akan bisa istirahat malam ini", tantang Riri begitu nakal.

"Siapa takut, justru non yang pasti besoknya harus jalan ngangkang", Malih mengancam balik.

"Oke, siapa takut. Riri tunggu di kamar".

Sementara Riri berjalan masuk ke dalam kamar, Malih mengambil dan meminum obat kuat yang dibelinya.

Biar si dara muda nan cantik alias nona mudanya itu tahu rasa sudah mempermainkan nafsunya sampai setinggi ini, pikir Malih agak kejam. Bakal gue uwek-uwek rahim dan pantat non Riri. Terus gue cekokin peju sampe dia kenyang, pikir Malih begitu mesum karena nafsu sudah mendidih sampai ubun-ubun ingin mengisi tubuh Riri dengan air maninya sebanyak-banyaknya agar bisa cepat hamil.

Dibukanya pintu kamar, satu-satunya benda yang menghalanginya dengan bidadari seksi miliknya. Kamar juga gelap gulita, tapi dengan bantuan sinar rembulan, dia bisa melihat ada sosok perempuan yang berbaring di atas ranjang.

Tanpa pikir panjang lagi dan juga karena pengaruh obat kuat, Malih segera melompat dan menomplok sosok perempuan yang ada di ranjang. Dan dari posisinya, dia tahu kalau yang ditomploknya sedang dalam posisi tidur tengkurap.

"Nah, baru tau rasa kan non. Sekarang non nggak bisa kemana-mana lagi kalau udah Pak Malih giniin", bisik Malih yang sudah 'mengkekep' sosok gadis itu.

Tanpa ampun, Malih mencumbui tengkuk leher si gadis. Membuat si gadis muda mendesah pelan dan sesekali cekikikan karena kegelian.

Pria bangkotan itu pun sengaja melakukan 'dry hump' pada pantat kenyal si gadis yang tanpa perlindungan itu karena memang sepertinya dia memang sudah telanjang bulat.

Pentungan Malih yang sudah mengeras seperti kayu namun masih terbungkus celana terus ditekan-tekan pemiliknya ke pantat montok yang ada di bawahnya.

"Pak Malih main nomplok aja. Emangnya itu siapa?". Malih mendengar perkataan itu bukan dari sosok yang sedang ditindihnya, melainkan dari belakangnya.

Spontan, Malih langsung menengok ke belakang, terlihat siluet / bayangan dari seseorang yang berdiri di sana.

"Si..siapa lo?", tanya Malih bingung dan agak takut. Tanpa menjawab, bayangan itu bergerak ke arah pintu dan menekal saklar lampu.

"Cklak".

Cahaya lampu langsung menerangi kamar. Sekarang jadi terlihat jelas. Bayangan yang menyalakan lampu itu ternyata Riri dengan tubuh mulusnya yang tidak tertutup apapun.

Kalau yang di sana adalah Riri, lalu yang tengah di tindihnya ini siapa?, tanya Malih dalam hati.

Saat gadis yang bertubuh putih mulus juga ini menengok ke belakang, barulah Malih mengenalinya.

"Pak..", sapa gadis cantik itu seraya tersenyum dengan wajah yang agak merah padam, mungkin karena sudah mulai terangsang oleh cumbuan-cumbuan Malih tadi.

"Neng Diana?", betapa kagetnya Malih, dia langsung loncat dari atas tubuh Diana. Diana juga sudah telanjang bulat, tanpa ada sehelai benang pun menutupi tubuh putih mulusnya.

"Maaf, maaf neng Diana". Malih kelihatan begitu panik & takut, tapi tonjolan di celananya tetap besar, mungkin karena efek obat kuat yang tadi ia minum.

"Maaf non..bapak bener-bener nggak tau kalo tadi bukan non Riri?".

"Kenapa panik gitu, Pak?", tanya Riri naik ke atas ranjang dan tidur menyamping dekat Diana.

Mata lelaki mana yang tidak nanar melihat pemandangan dua orang gadis cantik saling berpelukan di atas tempat tidur, dan keduanya sama sekali tidak mengenakan apapun.

Dalam ketelanjangan mereka, Riri & Diana berpelukkan seakan saling ingin menutupi tubuh mereka satu sama lain.

Tapi tubuh mereka yang begitu putih mulus dan terlihat berkilauan karena cahaya benar-benar membuat pemandangan yang sangat menggairahkan bagi lelaki manapun, sudah begitu, dua-duanya amat cantik seperti bidadari.

"Bapak udah kenal kan ini siapa?", tanya Riri menggoda. Malih tak bisa berkata-kata, dia hanya bisa mengangguk sebisanya.

"Ini adalah hadiah ulang tahun sebenarnya dari Riri buat Bapak".

"..taa..tapi, non".

"Emang bener kan Di? Kamu itu hadiahnya Pak Malih kan?".

"Iii..yaaa..", jawab Diana pelan dengan malu-malu.

Tubuh Diana lebih mungil dari Riri, namun kemulusan kulit dan 'paket'nya tak kalah dari Riri. Wajahnya pun begitu cantik lugu.

Ditambah sikapnya yang malu-malu, benar-benar menggemaskan dan tentu akan 'menggelitik' nafsu lelaki manapun yang melihatnya jika pas keadaan seperti saat ini.

"Ayo, Pak. Sini..", ajak Riri ke Malih, bergabung bersama dua bidadari muda nan cantik yang sudah tak mengenakan apa-apa lagi di tempat tidur sehingga nampak seperti surga saja.

Tapi Malih masih terdiam, entah seakan tidak percaya pemandangan 'surga' yang ada di depannya atau takut kalau Riri sedang mengetesnya.

"Iih, kok diem aja sih Pak, ayo dong sini. Masa nggak mau deket-deket kita", goda Riri begitu agresif. Akhirnya Riri menarik Malih dan membuat Malih tidur telentang di ranjang.

"We're gonna make the most unforgetable birthday party for you, my old lover", bisik Riri di telinga Malih, nadanya benar-benar sensual dan bergairah.

Usai berbisik seperti itu, Riri segera mencium bibir Malih. Seakan sudah jadi respon alami, Malih pun membalas pagutan Riri meski masih bingung harus bagaimana dengan semuanya ini.

"Ccpphh, ccpph ccpphh", bunyi decitan bibir mereka yang saling balas hisap dan pagut pun terdengar pelan.

Diana memandangi temannya itu begitu bergairah mencumbu seorang pria yang sudah begitu renta tanpa ada rasa enggan sedikitpun, sepertinya memang bukan main-main. Riri nampak memanggil Diana.

Diana pun mendekat. Seperti sudah mengerti, Diana langsung menggantikan bibir Riri untuk memagut mulut Malih. Kedua bidadari itu seperti bergantian dan bergiliran mencumbu Malih.

Mereka nampak tak segan dan begitu agresif menempelkan bibir tipis nan mungil mereka pada mulut kering Malih dan melumatnya habis-habisan. Mungkin kalau Riri sudah tidak heran, tapi ini Diana yang malah kelihatan lebih ganas mencumbui Malih, bahkan kadang nampak tidak mau bergantian dengan Riri.

Meski memang sudah sering berlama-lama bercumbu dengan nona cantiknya, tapi Malih kewalahan juga dicumbu bergantian oleh dua orang gadis muda yang sama-sama cantik luar biasa. Nafasnya mulai tersengal-sengal.

"Cuuupphh..", kecupan terakhir dari Diana seraya menarik bibirnya perlahan dari mulut Malih.

Diana memutarkan lidahnya di sekitar mulutnya, dia kelihatan menikmati sisa air liur Malih di sekitar mulut mungilnya. Riri pun tersenyum lebar.

Dan tentulah, mulut Malih benar-benar basah oleh liur kedua dara cantik itu. Diana menarik tangan Malih menuju selangkangannya. Dia memaju-mundurkan pinggulnya dan menggosok-gosokkan alat kelaminnya dengan telapak tangan Malih.

"mmm", lirih merdu Diana. Dengan insting pejantannya, Malih mulai memasukkan jari telunjuknya dan mengoreng-ngorek kemaluan Diana.

"mmm.. aaahhm", Diana mulai diam dan menikmati vaginanya yang sedang dikobel oleh suami Riri yang sudah berumur itu.

Tak mau kalah, Riri juga menarik jari Malih dan memasukkannya sendiri ke dalam liang senggamanya. Pikiran Malih pun sudah tak memikirkan kecanggungannya dengan Diana lagi, nafsu sudah mengambil alih akalnya.

Yang ada di pikiran Malih sekarang adalah di depannya ada dua gadis belia yang begitu cantik dan sama sekali tidak mengenakan apapun, dan mereka sama sekali tak menolak saat Malih mulai mengobel-ngobel vagina mereka.

Desahan-desahan nikmat yang pelan namun 'merdu' dari Riri & Diana mulai mewarnai sunyinya kamar mereka. Kedua dara belia itu kelihatan begitu keenakan oleh jari-jari Malih yang bergerak nakal mengorek-ngorek liang kemaluan mereka.

Seperti sudah direncanakan, tangan Riri & Diana sama-sama menyelinap masuk ke dalam celana Malih. 'Belalai kekar' milik Malih pun langsung mendapat perhatian khusus oleh dua bidadari tersebut.

Tangan mereka yang halus mulai menjamahi selangkangan si kakek tua. Dielus-elus & dipijat lembut, tongkat berurat milik Malih itu. Jantung Diana berdebar-debar, berdebar karena dia hampir tak percaya, benda hangat yang sedang dielus-elus olehnya.

Begitu keras & kokoh bagai batang kayu jati, Diana sama sekali tak menduga kalau alat kelamin yang keras bagai kayu ini adalah milik kakek tua seperti Malih.

Diana pun memandangi Riri, pandangannya seakan berkata, "ini serius punya Pak Malih?". Riri pun menjawab dengan sedikit isyarat gerakan kepala yang bisa diartikan Riri berbicara, "I told you".

"Mmm.. terusshh, Pak.. satu lagiih..", desah Diana.

Malih tahu apa yang dimaksud, dia pun langsung menambahkan satu jarinya untuk 'menggali' kewanitaan dua bidadari bugil ini.

"Aaah.. aahh.. uummmhh.. hhmmmpphh", baik Diana atau Riri pun menggelinjang keenakan.

Seiring bertambahnya nafsu mereka, tangan mereka berdua juga kian semangat memainkan alat kelamin si lelaki tua itu.

"PAAAKKHH!!!", erang Diana sebelum mengejang hebat melepaskan orgasmenya.

Namun, memang latihan membuat kuat. Buktinya Diana lah yang sampai duluan di puncak kenikmatannya, sedangkan Riri yang sudah biasa dikobel oleh Malih masih bisa mempertahankan rasa nikmatnya untuk dilepaskan beberapa lama lagi.

Namun cuma beberapa detik saja sebelum Riri sudah tak kuat lagi dan melepaskan kenikmatannya dengan satu dorongan kuat dari dalam tubuhnya.

Kedua gadis cantik yang masih belia itu kalah oleh kobelan tangan seorang pria tua bernama Malih, benar-benar perkasa dia.

Dan bagi Malih sendiri, sekarang tentu seperti berada di surga, dengan dua bidadari yang sangat cantik menemaninya. Bisa menggauli gadis muda nan cantik seperti Riri setiap hari saja serasa seperti hidup di negeri dongeng, sekarang malah ditambah Diana yang sama cantiknya dan sama mulusnya. Hidupnya serasa sebagai raja.

Riri dan Diana mendekatkan wajah mereka, wajah cantik mereka kini di kawasan 'tugu daging' milik Malih. Mereka berdua tak segan menjilati tonjolan pada celana Malih hingga celana pendek Malih lepek dengan liur mereka.

Riri menarik celana Malih ke bawah, seakan ingin menunjukkan pada sahabatnya itu, benda tumpul kepunyaan Malih yang selama ini mengisi relung tubuhnya.

Ekpresi Diana seperti orang yang takjub namun sekaligus tidak percaya. Matanya nampak tak berdelik dari senjata Malih yang sudah mengacung tinggi.

Riri kembali menuntun tangan Diana untuk mengenggam batang keperkasaan Malih dan mengocoknya pelan. Sementara Riri menyibukkan dirinya sendiri dengan mencumbu Malih penuh gairah.

Tangan kanannya mulai meremas-remas kantung zakar Malih dengan lembut. Jadilah selangkangan Malih di belai-belai oleh dua tangan yang lembut milik dua dara berparas bidadari cantik itu.

Kadang tangan Riri dan Diana pun berpusat pada satu titik yang sama, sama-sama berbagi batang kejantanan Malih untuk dikocok, dan kadang berbagi kantung kemih Malih untuk dipijat gemas oleh mereka berdua.

Ukuran, tebal, dan kerasnya penis Malih benar-benar membuat jantung Diana berdegup kencang sampai sekarang. Seperti seorang yang nampak menginginkan sesuatu, dan yang diinginkannya sudah ada di depan mata, namun belum tahu kapan didapatkannya.

Diana mengikuti Riri, tidur menyamping di sebelah Malih dan juga mulai mencumbui si pria 'expired' yang sungguh sangat beruntung itu.

Bila ada yang melihat, pasti lah akan menyangka bahwa ada seorang kakek yang sedang diperkosa dua gadis muda bugil yang begitu cantik dan putih mulus.

Meskipun bukan benar-benar di 'perkosa', namun Malih nampak begitu pasrah dimanipulasi dua mahasiswi cantik yang sudah bugil ini.

‘Senjata perang'nya di 'obrak-abrik' oleh tangan halus Riri dan Diana. Sementara dia diberi 'bantuan pernapasan buatan mulut ke mulut' oleh keduanya secara bergantian.

Memang sangat kelihatan kalau pria tua itu sedang di'perkosa' oleh dua mahasiswi berparas layaknya bidadari tersebut.

Dengan dibantu permaisuri pertamanya, Malih kini sudah ikut bugil bersama kedua permaisurinya itu. Dilepaskan bajunya, sifat binatang Malih seperti terbebaskan, dia langsung 'berontak' dari belenggu pelukan Riri dan Diana.

Dia menghadap Riri dan mengkekep Riri bagai guling dan mulai menciumi serta menjilati wajah cantik Riri. Hanya lirihan dan cekikan manja keluar dari mulut mungil Riri.

Tentu dia pun membuka mulutnya agar kekasih tuanya itu bisa mengobok-obok rongga dalam mulutnya dengan menggunakan lidah. Dengan beringas, tangan keriputnya meremasi dua daging buntal milik majikannya itu.

Dipilin-pilin dan dicubit gemas kedua 'pucuk' payudara Riri sampai sesekali Riri memekik manja pelan pada Malih. Sementara si bidadari satu lagi, sedang asik menggerayangi selangkangan si pejantan tua yang penuh keberuntungan itu dengan tangannya yang halus dan lembut. Puas menyerbu 'istri pertama', Malih langsung balik badan dan menyerbu 'istri kedua'.

Secara teknis sih, Malih memang baru saja kenal dengan Diana. Tapi jika sudah dalam sama-sama bugil begini, Malih tidak dapat berpikir lagi. Yang ada di pikirannya sudah dikuasai nafsu melihat gadis muda yang begitu cantik luar biasa seperti Diana, tidur di sebelahnya dalam keadaan tak berbusana sedikitpun.

Lelaki normal manapun pasti akan melakukan seperti yang dilakukan Malih saat ini. Dia melumat habis-habisan bibir tipis nan lembut Diana.

Si dara cantik itu pun kelihatan gelagapan menerima cumbuan-cumbuan penuh nafsu dari Malih, namun dia langsung beradaptasi dan mulai bisa mengimbangi lumatan bibir Malih.

Akhirnya dua insan beda generasi ini pun, yang harusnya lebih cocok jadi kakek - cucu, saling berpagutan bibir dan mentatutkan lidah satu sama lain dengan penuh gairah dan hasrat nafsunya.

"mm.. ccpphhh.. aaahhmm..mmhh", bunyi cumbuan-cumbuan 'basah' antara Malih dan Diana.

Riri sama sekali tidak nampak cemburu atau iri, dia malah menciumi dan menjilati belakang telinga kiri dan kanan Malih serta tengkuk lehernya untuk semakin merangsang hawa nafsu si pejantan tua itu.

Si kakek tua kesayangan Riri ini memang harus dalam keadaan nafsu tingkat tinggi, dikarenakan dia harus melayani atau lebih tepatnya 'dilayani' oleh dua orang mahasiswi berparas bidadari yang nampak sudah sangat terangsang berat ingin disenggamai olehnya.

Malih mulai perannya sebagai 'bayi tua', kuncup payudara Diana yang kiri dan kananpun menjadi 'empengan'nya. Kedua buah dada Diana memang tidak sebesar milik Riri namun kelihatan begitu menggoda dan menggiurkan.

Permukaan kulit payudaranya yang mulus dihias dengan kedua puting berwarna pink agak pucat, benar-benar membuat 'paket' kembar Diana amat kelihatan menggiurkan bagi laki-laki manapun.

Tak heran mengapa Malih kelihatan sangat gemas menyusu pada Diana. Meski ada 'barang baru', si kakek beruntung itu tak serta merta melupakan gadis cantik yang merupakan pasangan hatinya.

Dia kembali menghadap Riri dan tanpa basa-basi, langsung melumat kedua payudara Riri bergantian hingga membuat mahasiswi cantik itu keblingsatan menahan nikmat sekaligus geli.

Tiba-tiba Riri mendorong pelan Malih hingga dia kembali tidur terlentang. Wajah Malih digencet oleh 2 pasang payudara, tentu itu milik Diana dan Riri.

Mereka berdua kompak 'menjejali' Malih dengan 'paket susu' mereka. Kakek tua itu pun nampak tersenyum bahagia, serasa wajahnya sedang dipijat dengan 4 buntalan daging kembar yang sangat empuk.

Belum lagi aroma tubuh Diana dan Riri yang begitu harum, membuat Malih merasa rileks sekaligus semakin terangsang. Mereka berdua bangun dan bertumpu pada lutut mereka.

Riri dan Diana mulai bercumbu mesra, tangan mereka berdua mulai merabai tubuh mereka satu sama lain.

"mmhhh.. mmccccpphhh.. ccccuuuuphh", desahan-desahan manja dan nakal bersahut-sahutan keluar dari bibir indah kedua dara cantik itu seraya semakin intens mereka saling mencumbu.

Sambil tetap tiduran, Malih mendapatkan tontonan ciuman lesbian antara dua mahasiswi cantik dengan gratis.

Ternyata Malih masih bisa berpikir juga dalam keadaan seperti ini. Dia pikir kalau antara Diana dan Riri nampak punya hubungan spesial, tidak hanya semata-mata cuma teman saja.

Dilihat dari cara berciuman mereka yang sama sekali tidak kelihatan canggung, dan nampak sudah sangat terbiasa melakukannya.

Pasti ada hubungan spesial di antara dua mahasiswi yang cantiknya mengalahkan bidadari ini.

Sambil menonton, adegan lesbian kiss live show, Malih pun mendapat 'angin' yang segar nan sejuk. Angin yang beraromakan melati yang tak lain adalah aroma khas dari daerah intim gadis yang sering disatroninya yakni Riri dan juga angin beraromakan vanilla, sumbernya dari liang kewanitaan si bidadari barunya, yakni Diana.

Oh sungguh, wangi yang sangat menenangkan jiwa namun memancing hawa nafsu. Sudah harum, daerah intim keduanya nampak sangat terawat, tidak ada perbedaan warna kulit dan juga tidak ada sedikitpun rambut kemaluan di daerah 'segitiga' baik milik Riri dan Diana. Riri memang jelas jarang mengenakan celana dalam untuk mempermudah Malih jika ingin 'inspeksi' onderdil kewanitaannya secara tiba-tiba.

Dan untuk perawatan, jangan ditanya lagi, Riri sampai melakukan vaginal spa untuk membersihkan dan memberikan aroma alami di daerah kewanitannya itu. Tapi kalau Diana? Apa dia juga melakukan hal yang sama?, pikir Malih. Di 'eler'i' vagina, Malih pun tak tahan lagi. Dia menarik vagina Riri untuk didekatkan wajahnya.

"Aaaahhmm..", lirih Riri nakal.

"Hhmmhh.. Pak Maliihh.. main jilat aja niiih", protes Riri manakal

Malih tidak menjawab, dia sudah sibuk mengoreki kemaluan Riri menggunakan lidahnya itu. Riri tersenyum dan memegangi kepala Malih sehingga kepala Malih kembali terngadah ke atas.

Dia langsung mengangkangi wajah Malih, dan bruuk!!. Dia menduduki wajah Malih untuk memberikan daerah intimnya disantap kekasih tuanya itu dengan beringas.

"Aaahh!! Uuummhh! Yeeessh!!! Teruush Paakkh!!".

Riri langsung menggeliat tak karuan seraya meracau lepas penuh kenikmatan, sangat terpancar dari eskpresi wajahnya. Diana hanya bisa memperhatikan ekspresi wajah sahabatnya itu, nampak tengah merasakan nikmat yang luar biasa dari serbuan lidah Malih di 'bawah sana'.

Dengan mata yang sayu-sayu, Riri memanggil Diana. Begitu Diana sudah dekat, Riri langsung memagut bibirnya, Diana tentu tidak menolak dan membalas pagutan Riri. Di atas mata Malih kini, ada 2 vagina gadis-gadis muda yang mampu membuat lelaki manapun akan menjadi sekuat gajah dan seperkasa singa jika melihatnya.

Belom lagi aroma wangi khas yang bercampur jadi satu dari kedua kemaluan para gadis di hidung tua Malih. Tubuh Riri menggelinjang naik turun dan berkedut-kedut merasakan nikmat luar biasa dari kobelan lidah dan jari Malih di bagian bawah tubuhnya itu.

"Uuummhh! Aaaakkh!", erang Riri melepaskan gelombang kenikmatannya. Kemaluannya pun mulai mengucurkan 'santan'nya yang langsung ditadangi Malih dengan mulutnya hingga tak bersisa.

Malih meneguk 'kuah' vagina Riri sampai habis, segarrr rasanya. Sudah cukup lama, ia tidak meneguk mata air Riri yang gurih dan terasa manis itu. Mengobati dahaganya akan kemaluan Riri yang sudah berminggu-minggu lebih tak ia cicipi.

"hhmm.. hhh", Riri nampak kelihatan mengatur nafasnya.

Diana bisa melihat jelas ekspresi 'lega' telah melepaskan orgasmenya di atas wajah Malih. Apa Pak Malih benar-benar selihai itu?, pikir Diana dalam hati. Riri tersenyum ke arah Diana, perlahan dia mundur ke belakang setelah Malih selesai 'mengkokop' cairan cintanya seraya menarik tangan Diana. Gadis berwajah cantik imut itu pun maju perlahan dengan bertumpu pada kedua lututnya.

Sepertinya Riri ingin 'menggiring' Diana beserta kemaluannya ke atas wajah Malih yang sudah basah terguyur cairan vagina Riri.

"Maa.. maaf, Pak", ujar Diana pelan sambil menengok ke belakang bawah.

"Iyaa, neng", jawab Malih di bawah sana, wajahnya tidak terlihat karena tertutupi bagian bawah tubuh Diana.

Mahasiswi cantik yang anggun itu merasa sangat aneh dan tidak nyaman karena terbebani dengan perasaan kurang ajar mengangkangi kepala seorang pria yang sangat tua. Di keluarganya, tentu ia diajari sopan santun, tata krama kepada yang lebih tua, bertutur kata dengan lemah lembut, tidak kurang ajar ke orang yang lebih tua.

Maka dari itu, Diana merasa sangat tidak sopan telah mengangkangi bahkan seperti sedang memantati pria yang umurnya sangat jauh dengannya. Harusnya Diana tak usah berpikiran seperti itu karena yang dikangkanginya saja sama sekali tidak keberatan, malah sangat senang dan nampak sudah tidak sabar ingin mengobrak-abrik daerah intim Diana yang sungguh menggoda itu dengan menggunakan lidahnya.

Tak terlalu jauh beda dengan daerah segitiga bidadari miliknya yakni Riri. Sama-sama dirawat dengan sangat baik dan rajin.

Tidak ada bulu menghiasi gundukan indah itu, bekas atau tanda-tanda bulu pun tak ada. Mulus dan sangat haruum. Belum lagi warna sekitar 'celah nikmat' itu, sama seperti kulitnya, nampak bahwa area itu jarang sekali atau mungkin bahkan belum pernah disentuh.

"Aaahh..", tubuh Diana terasa seperti tersengat listrik seketika saat lidah Malih mulai me'noel' daerah sensitifnya.

Riri yakin kalau lidah Malih sudah mulai bergoyang nakal di bawah selangkangan Diana. Lirihan pelan, ekspresi wajah, dan tubuh yang menggeliat kesana kemari menandakan kalau bidadari anggun itu sedang merasakan nikmat pada kemaluannya.

Soal menyantap vagina gadis muda, Malih tentu sudah sangat berpengalaman. Setiap hari, dia menggeragoti selangkangan bidadarinya, Riri, justru aneh kalau dia tidak jadi ahli 'bermain lidah' di daerah itu.

"mmhhh.. teruussh, Paaaakkhh.. iyaaa.. di situuhhh.. hh", lirih Diana begitu lepas.

Yang semula, dia agak ragu mengangkangi Malih tapi gadis cantik itu malah kini menekan-menekankan vaginanya ke wajah Malih tanpa ampun. Tentu si pria tua sama sekali tak keberatan, 'ketiban' selangkangan gadis cantik yang begitu harum dan terawat.

Sudah merasa 'gatal' juga, Riri pun menyiapkan dirinya di atas kejantanan Malih. Dia baringkan penis Malih yang sudah mengacung tegak itu sehingga vaginanya meniban penis Malih. Gadis cantik itu mulai menggesek-gesekkan kemaluannya dengan batang Malih.

"mmm..", desah Riri merasakan nikmat dari gesekan antara bibir vaginanya dengan tekstur batang kejantanan Malih yang keras dan agak berurat.

Di depan wajahnya, ada vagina terawat nan harum milik Diana, sedangkan alat kejantanannya sedang 'digunakan' Riri untuk masturbasi, benar-benar serasa di surga.

"Paaaaakkhh!!", erang Diana melepaskan puncak kenikmatannya dan mulai mengucurkan 'air nikmat'nya ke wajah Malih.

Jadilah wajah keriput Malih diguyur 'kuah vagina' untuk kedua kalinya. Kuyuplah wajahnya. Tapi tidak-tidak apa, disiram dengan 'sari vagina' dari 2 gadis muda yang begitu cantik dan terawat, pria mana yang akan keberatan?.

"hh..hh".

Diana pun mengatur nafasnya dan menjauhkan kemaluannya dari wajah Malih.

Takut di 'serbu' lagi oleh pria tua itu. Riri tersenyum melihat Diana, dan dia langsung menurunkan badannya, seketika itu juga ia mulai menjilati wajah Malih yang baru saja 'diguyur' oleh kemaluan temannya itu.

Lidah Malih pun dijulurkan keluar sehingga mereka berdua bisa mempertontonkan cumbuan lidah yang begitu bergairah ke Diana.

Si gadis cantik itu sungguh tak percaya kalau teman lamanya itu begitu agresif terhadap pria uzur seperti Malih. Padahal bedanya seperti langit dan bumi. Yang satu masih muda, begitu cantik, putih mulus, sementara pasangannya sudah tua, keriput, dan kulit agak hitam.

Sudah tak perlu bukti lagi, Diana yakin 100% kalau Riri & Malih adalah sepasang kekasih yang beda generasi yang mencintai dan bergairah satu sama lain tanpa ada sesuatu yang lain, murni hanya cinta dan sayang dua insan yang sangat berbeda.

Akhirnya Diana mengerti alasan Riri ingin mengandung anak Malih. Tak heran teman lamanya itu ingin sekali bahkan bersemangat ingin agar pria uzur yang sedang dicumbuinya untuk menanam 'saham' di dalam tubuhnya.

Itu sebenarnya hanya alasan sederhana dari seorang wanita yang beranjak dewasa ke pria yang dicintainya. Hanya untuk memberikan bukti ke pasangannya kalau tubuhnya memang hanya untuk pasangannya, dan rahimnya sudah diperuntukkan dan diperkhususkan untuk mengandung anak-anak dari pria yang dicintainya.

"Pak.. Riri masukkin yah sekarang", bisik Riri nakal. Malih hanya mengangguk.

"Eeemm..".

Riri menutup matanya seraya mulai menggunakan vaginanya untuk 'melahap' batang perkasa Malih. Diana bisa melihat kalau Riri sungguh meresapi setiap mili dari kejantanan Malih yang semakin memasuki liang kewanitannya lebih dalam.

"Enaaakk, Noon..", ujar Malih.

"Iyaaaa, Pakhh.. hhhmm".

Terdengar aneh, namun terdengar seksi juga di saat yang bersamaan karena baik si pria uzur ataupun si gadis muda sama-sama bersuara seperti untuk konfirmasi kalau kedua alat kelamin mereka sudah saling terkait dan 'mengunci' satu sama lain.

Si gadis muda nan cantik Riri nampaknya memang diciptakan untuk Malih. Alat kelaminnya begitu pas dan cocok untuk 'menyarungkan' penis Malih. Begitu pula sebaliknya, meski beda hampir 3 generasi, namun sepertinya Malih memang untuk Riri, batang kejantanannya begitu pas saat 'mencolok' dan mengisi relung kosong di celah surga Riri.

Panjang dan diameternya sungguh cocok dengan rongga kemaluan Riri. Tak heran kalau kedua insan ini begitu ketagihan bersenggama satu sama lain. Akhirnya Riri merasa rasa 'gatal'nya terobati. Penantian lamanya akan 'kunci' milik Malih kini hilang.

Alat kelaminnya sungguh sudah lama menantikan 'kunjungan' batang kejantanan Malih. Diana memperhatikan dengan seksama bagaimana kedua insan yang mungkin beda 3 generasi itu nampak begitu bernafsu satu sama lain.

Riri pun terlihat begitu bernafsu mencumbui jejaka tuanya itu seraya mulai menggerakkan pinggulnya perlahan untuk 'mengurut' batang penis Malih yang 'terperangkap' di dalam liang rahimnya.

"Heeemmhh", Riri melirih pelan meresapi goyangan penis Malih di dalam rongga vaginanya sesuai dengan gerakan pinggulnya.

Ekspresi wajah Riri benar-benar nampak bahwa dia begitu menikmati penis Malih yg mengait vaginanya. Goyangannya pun begitu perlahan namun mantap.

Sambil merasakan nikmatnya goyangan perlahan Riri, Malih tersenyum lepas seraya memainkan kedua buah 'kemasan susu' milik gadis cantik itu.

Pria tua itu pun berpikir bahwa Riri adalah bidadari yang memang diciptakan untuk menemaninya di sisa-sisa harinya sebelum ia meninggal dunia. Dia tahu kalau dia sudah sangat renta dan mungkin hanya tinggal menunggu 'panggilan' saja untuk kembali ke alam satu lagi, namun Malih tidak menyangka, di sisa kehidupannya yang sendirian dan merana, datanglah seorang gadis muda yang begitu cantik dan tanpa disangka, gadis muda ini sangat mencintainya baik secara lahir maupun batin.

Tak akan ada yang mengira keberuntungan Malih akan seperti sekarang, bahkan dia sendiri pun sangat tak menyangka hal ini. Saking asyiknya mengagumi betapa cantik bidadari pelipur laranya, Malih sampai lupa kalau ada satu lagi gadis muda yang cantik dan sudah telanjang pula sedang menontoni mereka berdua.

"Non Riri.. mmhhh.. teruuss saayaaang.. malam ini, Bapak bakal hamilin, non Riri..", desah Malih larut dalam nafsu.

"Iyaa, Paakh.. Riri ingin punya anak dari Bapak", lirih Riri.

Diana agak kaget mendengarnya. Memang sih teman kecilnya itu sudah curhat kalau dia ingin sekali punya anak dari Pak Malih.

Tapi, Diana tak menyangka kalau Riri benar-benar serius akan hal itu. Ini bukan tentang membicarakan pria seumuran. Yang sedang 'digoyang' Riri adalah seorang pria lansia yang mungkin masih lebih 20 tahun dari total usia Diana dan Riri.

Bagaimana bisa? Apa yang dipikirkan temannya itu?, pikir Diana.

Namun sekali lagi dia melihat wajah Riri yang begitu menikmatinya, sama sekali tak terlihat ada unsur paksaan. Diana tak tahu kalau temannya itu sudah yakin 100% dan tekat bulad kalau sel telurnya untuk sel sperma Malih dan kandungannya hanya untuk keturunan dari Malih saja. Saat sedang bengong, Diana tiba-tiba ditarik Riri mendekat.

"Di..hh.. ayoo keroyookhh..", bisik Riri seraya tersenyum nakal.

Malih baru ingat kalau ada Diana, dia jadi agak malu berkata tentang punya anak tadi. Muka Diana agak memerah, sedikit malu, mengganggu sepasang insan yang sama-sama sangat bernafsu. Namun gadis mungil yang anggun itu ingin merasakan lagi sensasi 'itu'.

“Maaf yaaa, Pak", izin Diana sebelum mengangkangi wajah keriput Malih untuk kedua kalinya. Semerbak wangi kemaluan Diana memenuhi hidung Malih. Benar-benar wangi yang segar.

"Aaaaahh mmhh..", tubuh Diana langsung bergetar hebat dan sedikit berpegangan kepada Riri karena Malih langsung dengan sigap melakukan 'serbuan' membabi buta ke daerah intim Diana menggunakan lidahnya.

Diana langsung menggelinjang penuh nikmat, dia merasakan kilikan lidah Malih begitu tepat mengenai dan memancing rasa nikmatnya hingga maksimal. Tubuh renta yang sudah keriput itu kini ada di bawah 'tindihan' dua dara muda yang begitu cantik.

Mungkin inilah yang namanya surga, pikir Malih dalam hati. Kehidupan macam apa ini, tak pernah terbayangkan sama sekali oleh Malih saat muda dulu kalau tuanya dia akan sangat beruntung seperti ini. Sudah kejantanannya sedang di 'gilas' oleh mahasiswi cantik dan mulus, dia juga seraya bisa menggeragoti alat kelamin mahasiswi lainnya yang tak kalah cantiknya.

Terlalu indah untuk jadi kenyataan, tapi ini memang benar-benar terjadi untuk Malih yang sudah lansia saat ini. Riri tersenyum di sela-sela kenikmatannya bergoyang di atas penis Malih karena melihat wajah Diana yang kelihatan merasa begitu nikmat. Kalau soal jilat menjilat vagina, memang Pak Malih jagoannya, klaim Riri dalam hati.

"Aaahhh, Paaakkhh.. mmhhh.. teeruusshh..", lirih Diana yang merasa terbang ke ruang kenikmatan dari kilikan lidah Malih di bagian bawah tubuhnya.

"mmhhh.. ccpphh.. mmppphh".

Kedua gadis cantik itu pun tak bisa mendesah atau melirih karena mereka berdua kini tengah bercumbu dengan mesra dan hangat.

Dua dara muda nan cantik yang sudah bugil asik bermain lidah dan saling mencumbu di atas seorang pria tua yang lebih cocok menjadi kakek mereka ketimbang 'partner' dalam pelampiasan nafsu seksual.

Tak perlu duit banyak atau kekuasan tinggi seperti pria-pria tua lainnya, Malih yang sebenarnya hanyalah tukang sampah bisa merasakan betapa hangat, sensual, dan nikmatnya tubuh seorang gadis muda yang begitu cantik.

Tidak, bukan hanya seorang, dua gadis muda, bahkan tiga gadis muda sekaligus pernah melayaninya dalam satu kali kesempatan.

Memang bagai sudah di surga kehidupan Malih yang sekarang. Sambil bercumbu, kedua tangan Riri & Diana saling berpegangan.

Riri jadi tahu saat Diana sudah akan mencapai puncak kenikmatannya, dia mencengkram tangan Riri lebih kuat dan sedikit bergetar.

"Uuuummhh.. ooOhh!!", erang Diana lepas seraya menekan vaginanya ke bawah.

Riri tak tahu keadaan Malih di bawah sana, tapi yang pasti, wajah pria tua yang ia cintai itu 'terguyur' dengan cairan kewanitaan Diana. Riri hanya bisa mendengar bunyi seruputan dari bawah sana.

"Heemmhhh..".

Diana nampak masih mengatur nafasnya dan masih sedikit menggelinjang, mungkin karena Malih sedang mengais sisa 'sari' vagina Diana.

Si mahasiswi cantik nan anggun itu pun 'mengangkat' kemaluannya dari wajah Malih. Dia tersenyum puas dan agak malu-malu, membisikkan ucapan terima kasih pada pria tua itu.

Riri melihat wajah Malih yang agak basah karena 'diguyur' Diana, dia sedikit tertawa kecil seraya terus bergoyang di atas penis Malih. Sebenarnya, yang membuat Riri tertawa kecil karena dia melihat Diana & Malih yang kelihatan mesra sampai-sampai Diana mengucapkan terima kasih karena telah memberikan kenikmatan padanya.

Padahal kan, yang tengah berbulan madu, Pak Malih dengannya. Anehnya, Riri sama sekali tak merasa cemburu, dia malah senang melihat Diana dan Pak Malih terlihat romantis.

Usai tersenyum sebagai balasan atas ucapan terima kasih Diana, Malih pun berganti fokus ke bidadari cantiknya yang sedang asik bergoyang di atas penisnya.

Malih memegangi pinggang Riri. Sungguh tubuh yang begitu indah, putih mulus tiada cacat. Malih langsung menggerakkan pinggulnya ke atas dan ke bawah berulang kali.

"Aaaahh.. aaahh..", Riri pun tersenyum nakal merasakan calon ayah dari anak-anaknya nanti ini mulai aktif bersenggama dengannya.

Dia pun menuntun kedua tangan Malih untuk menampung kedua buah payudaranya. Tentu tangan Malih langsung aktif meremas-remas kedua gumpalan daging kembar yang sudah biasa ia remas-remas, cubit-cubit, dan gerayangi setiap harinya itu.

Ia pilin lembut 'kuncup' susu Riri sampai pemiliknya pun menggelinjang merasa nikmat dan mengeluarkan desahan pelan.

Suhu ac yang memang di setting sejuk tidak berpengaruh, tubuh Riri dan Malih mulai bercucuran keringat seiring semakin cepat gesekan antara kelamin mereka yang menyebabkan suhu tubuh mereka semakin meningkat karena terbakar api birahi.

Selang beberapa menit, Riri pun merundukkan badannya sehingga kini ia bisa berciuman dengan Malih dan lelakinya yang kini lebih aktif memberikan sentakan-sentakan pada kemaluan si gadis cantik.

Diana, sekali lagi, menjadi penonton yang penasaran memperhatikan mengapa dua insan yang beda generasi itu sangat bernafsu sekali bersenggama. Padahal sama sekali bertolak belakang, baik background, usia, maupun warna kulit, tapi kelihatannya keduanya nampak begitu serasi dan sudah saling menyatu sama lain.

Saking penasarannya, Diana bergerak memutari ranjang. Dia memperhatikan hujaman-hujaman penis Malih yang terus menusuk ke atas, ke dalam vagina Riri. Benar-benar tusukan yang bertenaga, dan ada ritme yang teratur.

Tubuh Diana menghangat menyaksikan pemandangan itu, selangkangannya yang memang sudah basah karena liur Malih itu mulai terasa gatal di dalam.

Jantungnya berdegup kencang seolah menanti sesuatu dan sangat mengharapkannya. Tanpa sadar, tangannya pun mulai merambat ke bawah, menyentuh daerah intimnya sendiri.

"Hmmm..", lirih Diana lembut.

Sementara Malih dan Riri juga sedang semakin memacu kecepatan gesekan alat kelamin mereka satu sama lain karena nampaknya sedikit lagi mereka akan mencapai puncak kenikmatannya satu sama lain.

"NOONNH!! OOOKKHH!!", keduanya saling mengeratkan pelukannya, dan Malih melakukan hentakan sekuat-kuatnya untuk memasukkan penisnya lebih ke dalam rahim Riri.

"Paaaakkhh!!".

Keduanya mencapai puncak orgasme bersamaan. Malih dan Riri begitu puas. Setelah beberapa bulan tidak saling 'mengadu' alat kelamin mereka, akhirnya kini terlampiaskan kembali.

Sambil mengatur nafasnya, Riri pun tersenyum bahagia, rahimnya terasa hangat, hangat karena dibanjiri sperma Malih yang terasa begitu banyak.

"Paak..I love youu", bisik Riri lembut di telinga Malih.

"Bapak jugaa.. hh.. noonh", balas Malih.

Meski Malih tidak mengerti bahasa Inggris, tapi setidaknya dia tahu kata Riri barusan karena sering dengar.

Sambil beristirahat di atas badan Malih, Riri pun membayangkan sel sperma Malih kini sedang berenang dan berusaha untuk membuahi sel telurnya. Hal yang paling diharapkan Riri.

"Pak..semoga malam ini, Pak Malih sukses bikin Riri hamil..", bisiknya nakal.

"Iyaa.. hh.. Nonnh.. semogaa".

"Eeehmm.. uuummhhh.. .", lirihan Diana yang keliatan mencengkram erat pinggir ranjang dan tubuhnya keliatan berkedut-kedut.

Sepertinya dia baru orgasme dari masturbasinya. Riri pun tersenyum melihat Diana masturbasi karena melihatnya bersenggama dengan Malih. Tapi, Riri merasakan ada yang aneh.

"Pak Malih.. pakai obat kuat ya?". Malih tersenyum malu.

"Biasanya nggak perlu pakai?".

"Soalnya biar Bapak kuat nge-gas pol non Riri semaleman..hehehe..supaya mastiin..".

"Mastiin apa?".

"Bapak sukses ngehamilin non Riri".

"Bisa aja, Pak Malih", ujar Riri sebelum mencium mesra pria tua yang bakal jadi ayah dari anak-anaknya ini.

"Kalau gitu, karena Pak Malih udah curang.. Riri bakal ngasih hukuman".

"Hukuman apa, non?".

Riri hanya tersenyum, dia sedikit melirih saat mengeluarkan penis Malih yang masih kaku dan keras itu dari dalam vaginanya. Terlihat lelehan sperma sedikit merembes keluar dari kemaluan Riri, mengalir di paha kirinya.

Riri turun dari ranjang, mendekati Diana. Penasaran, Malih pun mengangkat bagian atas badannya. Dia melihat Riri sedang membisikkan sesuatu ke Diana.

Diana pun sedikit tersenyum malu-malu, wajahnya agak memerah, lalu kemudian, dia mengangguk pelan seperti mengiyakan sesuatu.

"Mau apa non Riri sama neng Diana?". Riri hanya tersenyum.

Tanpa menjawab, Diana tidur terlentang di depan Malih, menekuk kedua kakinya dan melebarkan kedua pahanya. Lalu Riri tidur menelungkup di atas Diana, dan membelakangi Malih. Dia merundukkan badannya.

"Ayo, Pak. Kita berdua siap, Pak Malih boleh pakai yang mana aja", tawaran Riri sangat nakal.

Kedua gadis cantik itu bertumpukan dan menawarkan lubang-lubang mereka untuk ditusuk seorang pria tua seperti Malih, layaknya pangeran dengan kedua selirnya.

Tanpa ba bi bu, Malih pun langsung menyerbu dan menggilir kedua bidadari itu karena memang sudah di'tawarkan' oleh si empunya tubuh.

Threesome yang terjadi antara dua mahasiswi cantik dengan seorang pria lanjut usia itu pun berlangsung semalaman. Segala posisi yang mungkin, mereka lakukan.

Ketiga lubang Riri pun digenjot oleh Malih, sementara lubang anus Diana tidak disentuh Malih karena takut tidak terbiasa, tapi untuk Riri, tiada ampun, ujar Malih dalam hati.

Obat kuat membuat Malih begitu gagah menyaingi stamina dua gadis cantik itu, malah Diana dan Riri yang kewalahan melayani nafsu Malih.

Nampaknya efek obat itu, meledakkan nafsu pria di awal, lalu mengeraskan batang penis selama beberapa jam, namun tetap bisa mengendalikan nafsu dan pikiran selama beberapa jam itu karena Malih tidak lupa, meski sedang asik menggenjot kemaluan Diana, saat akan orgasme, Malih langsung memindahkan penisnya ke dalam kemaluan Riri dan membuang isinya di sana.

Rahim Riri jadi tempat pembuangan sperma Malih malam itu. Ya karena memang sudah jadi misi mereka agar Riri bisa hamil oleh Malih.

Riri pun sampai mengganjal pantatnya dengan bantal agar sperma Malih yang sudah menggenang di dalam rahimnya tidak meleleh keluar dari sela-sela bibir kemaluannya. Malam itu, Malih merasa seperti sudah di surga, kenikmatan dan kehangatan tubuh dua orang gadis muda yang begitu cantik memang tiada tara.

Jikalau dia dicabut nyawanya malam itu pun, Malih tidak merasa keberatan. Lemas, tidak berasa apa-apa lagi, akhirnya Malih pun menyudahi genjotannya dengan sentakan terakhir dan membuang sperma terakhirnya ke dalam rahim Riri. Daerah intim Riri sudah belepotan sperma Malih, sudah 'luber' dengan sperma Malih.

Riri tersenyum lepas, antara bahagia dan begitu terpuaskan, sementara Diana sudah tidur terlentang, begitu kelelahan karena terlalu puas. Malih tidur terlentang. Riri pun memanjat perlahan ke atas untuk tidur di samping Malih. Diana pun mendekat ke Malih.

"hhh..hhh", ketiganya mengatur nafas mereka yang tersengal-sengal.

Dua dara muda dan satu orang pria tua itu sama sekali tidak tahu sudah jam berapa dan sudah berapa jam mereka melakukan persenggamaan, yang mereka rasakan hanya rasa lega, puas, dan lemas tiada tara.

"Non.. Riri.. neng..hh..Diana.. terima kasih banyak..untuk malam ini.. .", Malih merasa berkewajiban untuk mengucap terima kasih kepada dua gadis muda nan cantik itu untuk malam yang begitu indah bagi seorang pria tua sepertinya.

"Sama-sama, Pakhh..", jawab Diana.

"Bapak emang hebaathh..", balasan Riri.

Kedua gadis muda itu pun sudah tak sanggup lagi menahan matanya yang sudah berat, mereka akhirnya tertidur sambil memeluk erat badan keriput pria tua yang habis menikmati tubuh mereka itu. Malih tersenyum, sungguh hidupnya telah berubah drastis.

Dari kecil, remaja, bapak-bapak, bahkan sampai tua, hidupnya penuh kesengsaraan, caci maki, dan kesedihan. Hanya karena istrinya lah waktu itu, ia sanggup menjalani hidup meski dalam kesusahan. Dan saat istrinya meninggal, hidupnya terasa hampa.

Sendiri, sepi menjalani hidup susah sebatang kara. Sering terbesit di pikirannya untuk menyusul istrinya. Namun, saat sudah merasa putus asa, datanglah seorang gadis muda yang sungguh cantik yang sekarang sedang ada di pelukannya dalam keadaan bugil, yakni Riri.

Tak disangka pertemuannya dengan mahasiswi yang dulu berambut bondol ini akan merubah hidupnya 180 derajat. Dari pria tua pengangkut sampah menjadi supir namun bukan sembarang supir, tapi supir 'arjuna' dimana dia bisa bersenggama dengan nonanya yang masih muda itu sesuka hatinya, bahkan nonanya itu ingin sekali dihamili olehnya.

Oh sungguh sangat bersukur Malih untuk hidupnya yang sekarang. Bahkan dia juga bisa menikmati tubuh gadis muda lainnya seperti Lina, Intan dan Moniq, dan sekarang Diana, gadis yang kelihatan begitu cantik, anggun, sekaligus polos namun tadi dia sama liarnya seperti Riri.

Malih sama sekali tidak keberatan kalau saat ini juga, dia sudah tidak bisa bernafas lagi, yang penting, di penghujung usianya, dia sudah merasakan momen terindah dalam hidupnya dan tentu satu ulang tahun yang tiada terlupakan sampai akhir hayatnya.

Malih pun menutup matanya. Putih, semuanya nampak putih. Badan Malih terasa ringan sekali, nafasnya terasa begitu enteng. Apa benar-benar aku sudah mati, pikir Malih.

Tidak apa lah, terima kasih, pencipta, pikir Malih sudah berserah. Namun, kenapa di dunia lain juga tercium bau masakan lezat, barulah Malih benar-benar tersadar kalau dia belum meninggal dunia. Masih ada, berselimut di atas ranjang.

Aku belum mati?, tanya Malih kebingungan karena nyawanya belum terkumpul benar. Malih sedikit bersyukur karena belum dipanggil pencipta meski sebenarnya dia sudah berserah diri. Dia pun membuka matanya lebar-lebar dan bangun dari ranjang.

Saat membuka selimut, dia pun memperhatikan penisnya sendiri. Penis keriputnya yang tak disangka olehnya akan sering merasakan betapa hangat dan sempitnya liang kewanitaan gadis-gadis muda berwajah cantik pula.

Dia pun berjalan menuju kamar mandi. Memang matanya sudah terbuka lebar tapi masih mengambang pikirannya saat berjalan ke kamar mandi. Mungkin efek lemas habis menggempur dua gadis muda sekaligus semalaman.

"Ah..", Diana spontan menutupi kedua payudara dan daerah intimnya saat Malih masuk tiba-tiba.

"Ma.. maaf, neng. Bapak nggak tau.."

Bukan salah Malih juga karena memang pintunya tidak terkunci. Diana bingung, untuk orang yang sudah menggerayangi tubuhnya, kenapa Malih masih meminta maaf?.

"Pak..", Diana menahan Malih keluar dengan memegang tangannya.

"Mau nemenin aku mandi, Pak?".

Malih menahan ludah melihat kemulusan tubuh Diana. Meski memang tadi malam, dia sudah merasakan betapa nikmatnya tubuh gadis cantik itu, namun tetap saja, birahinya kembali terpancing mendengar ajakan mandi bersama oleh Diana.

"Nggak apa-apa, neng?".

Diana pun mengangguk malu-malu. Karena sudah sama-sama bugil, Diana pun menarik perlahan Malih ke bawah shower yang sudah menyala.

Diana ingin beraksi lebih nakal namun dia masih merasa malu, jadinya dia malah menggemaskan sekaligus membuat nafsu Malih di waktu yang bersamaan. Di bawah pancuran air, tubuh kedua insan itu saling menempel.

Mereka berciuman penuh nafsu sampai Diana melingkarkan kaki kirinya ke pinggang Malih. Malih pun menjilati Diana dari wajah hingga pahanya, tak ada yang terlewat, dia sudah sering 'memandikan' seorang gadis cantik, jadi sudah tak canggung lagi untuk menaikkan nafsu seorang gadis cantik lainnya di kamar mandi.

"Paak.. aku mau nyoba lewat belakang..", bisik Diana.

"Bener, Neng??".

Diana menggigit bibir bawahnya dan mengangguk. Si gadis cantik itu pun menghadap ke tembok dan menyodorkan pantatnya ke Malih.

"Pelan-pelan, Pak.", pinta Diana.

"Ii..ya, neng".

Malih pun menyiapkan 'rudal'nya untuk di depan pintu masuk lubang anus Diana. Tubuh Diana mengejang, dan menjadi kaku saat liang anusnya terasa mulai dipaksa melebar oleh penis Malih.

"Eenngghh..", Diana menahan rasa ngilu luar biasa.

"Maaf, neng".

Malih berhenti memaksakan penisnya masuk ke dalam anus Diana.

"Nggak.. apa.. apa..Pak.. sebentar..hhh".

Diana pun sedikit menyesuaikan keadaan dengan 1/4 bagian penis Malih yang sudah ada di dalam rongga anusnya.

"Lagi, Pak", pinta Diana.

Akhirnya proses tarik-ulur otot rectum Diana pun membuahkan hasil, kejantanan Malih sepenuhnya terbenam di antara bongkahan pantat yang mulus dan sekal itu.

Malih menahan desahannya, penisnya seperti disedot masuk dan dicengkram kuat oleh otot rectum Diana. Luar biasa sensasinya.

"Neng.. baru kali ini ya?".

"Ii..iya, Pak..".

Ternyata benar, lubang pantat Diana masih perawan, ini artinya Malih yang memerawani liang anus gadis cantik ini.

"Maaf, neng".

"Nggak apa-apa, Pak..".

"Pak.. hmm..aku siaap..hh", ujar Diana selang beberapa menit yang sudah menyiapkan mental dan fisik untuk mulai digenjot lewat lubang anusnya.

Mereka pun mulai perlahan, anal seks yang pertama kali dilakukan Diana. Dia melakukannya dengan seorang pria lanjut usia, dan pria lanjut usia itu pun adalah suami sahabat lamanya. Sungguh sensasi yang aneh.

Anal seks yang begitu lembut dan begitu nyaman, menghilangkan semua ketakutan Diana yang merasa anal seks itu begitu menakutkan dan akan membuat begitu sakit ternyata tidak, meski memang terasa ngilu awalnya, namun lama kelamaan Diana merasa nikmatnya tiada tara hingga akhirnya Malih melepaskan orgasmenya setelah Diana dan menumpahkan air maninya ke atas pantat Diana yang langsung tersiram oleh air. Keduanya pun berpagutan kembali setelah selesai.

"Terima kasih, Pak”.

Senyum manis Diana menambah kekaguman Malih akan kecantikan si gadis muda ini.

Diana sendiri merasa berterima kasih ke Malih sudah memberikan pengalaman luar biasa dan menyenangkan, menghilangkan pikiran negatifnya tentang disetubuhi seorang pria yang akan menyakitkan dan hanya akan memuaskan pihak pria.

"Ayo, Pak. Kita keluar", ajak Diana.

"Duluan saja, neng. Bapak mau ke wc dulu".

Diana pun tersenyum dan meninggalkan Malih.

"Duuh, bagus yaa, baru ditinggal bentar, udah godain suami orang", terdengar suara Riri dari balik pintu.

"Hehehe, maaf, Ri. Aku..".

"Huu, dasar lo, Di.. sini lo gue unyeng-unyeng".

Malih mendengarkan, sudah pasti Riri tidak serius, mungkin hanya ingin mengerjai temannya saja. Namun, Riri tadi bilang, "godain suami".

Berarti saya udah jadi suami Riri?, tanya Malih dalam hati. Tak usah dijelaskan, Riri juga sudah sering mengaku ke orang-orang tanpa malu kalau Malih adalah suaminya.

Cuma Malih baru mendengar saja Riri berkata seperti itu di depan orang. Malih keluar kamar mandi, nampak Riri sedang membereskan tempat tidur yang awut-awutan bekas tadi malam.

"Eh Pak Malih, baru habis mandi ya, Pak?".

"Iya, non. Non Riri udah mandi?".

"Udah dari kapan tau. Pak Malih sama Diana aja yang bangunnya siang. Kayak keboo", canda Riri.

"Maaf, non..hehehe".

Malih membuka lemari pakaian.

"Pak Malih mau pakai baju yang mana?".

"Ini, non, biar Bapak ambil sendiri aja".

"Heeeh, kan biasanya juga Riri gantiin pakaian Pak Malih".

"Tapi, non..".

"Udaah deh, Riri kan udah jadi istrinya Pak Malih".

Malih langsung diam, antara bahagia terharu dengan rasa tak enak.

"Non nggak apa-apa bilang ke orang kalau Bapak itu suami, Non?".

"Lho? Emang kenapa?".

"Nggak, Bapak sudah tua begini, sudah jadi kakek-kakek, sedangkan non, masih muda, cantik banget juga..".

"Ah, si Pak Malih. Kayaknya udah sering kita bahas deh.. udah ah, jangan ngerusak mood Riri".

"Ii.. iya, Non..".

Riri membuka lilitan handuk Malih, mengeringkan tubuh lansia yang sudah keriput itu dengan handuk, apalagi bagian selangkangannya, dia begitu telaten mengeringkannya.

"Iih, Pak Malih, padahal Riri cuma ngelapin sama liatin aja, mulai bereaksi", canda Riri mesum.

"Maaf, non. Kalau deket-deket non Riri. Bapak nggak bisa tahan..hehehe..".

"Pak Malih mesumm..", balas Riri sebelum menjulurkan lidah untuk meledek pria tua kecintaannya itu.

"Yaa non Riri cantik banget sih".

Mereka berdua nampak seperti sepasang pengantin baru yang nafsunya sedang menggebu-gebu, tidak canggung lagi bercanda nakal satu sama lain.

"Bisa aja, Pak Malih", ujar Riri dan sedikit menyentil 'onderdil' Malih.

"Adu duh, sakit, non".

"hehehe, maaf Pak. Gemes. Riri siap kok kapan aja buat Pak Malih, tapi sekarang makan dulu ya..laperrr..".

"Okee, non".

"Oh iya, tadi non Riri omelin neng Diana?", Malih membuka kembali obrolan sambil dipakaikan celana oleh Riri.

"Oh iya, tadi Pak Malih main gila ya sama Diana di kamar mandi?".

"A.. aa.. itu, non", entah kenapa Malih jadi gagap padahal kan jelas-jelas tadi malam Riri tidak keberatan berbagi 'suami' dengan Diana.

"Iih, Pak Malih kenapa jadi gagap begitu? Suka beneran yaa sama Diana?".

"Ah..ahm.. ng.. nggak, non".

"Hayoo, ngakuuu..", goda Riri.

"Nnggg..".

"Yee si Bapak, Riri cuma godain aja kok. Tadi cuma ngerjain Diana aja, eh Bapak juga bisa Riri kerjain ternyata hehehe..".

"Ah si non..".

"Awas aja kalau sampe suka beneran, Riri pelintir nih punyanya Pak Malih".

"Eenggak lah, non..".

"Awas yaa!".

"Iya, non. Tapi boleh tanya, non?".

"Tanya apa, Pak?".

"Neng Diana sama non Riri udah lama ya temenan?".

"Udah lama, Pak. Dari SMP, kenapa, Pak?".

"Nggak, kayaknya deket banget".

"Jadi gini, Pak ceritanya..".

Terkuak lah siapa Diana ini. Dia teman SMP Riri. Sudah kenal dan jadi teman dekat sejak kelas 1 SMP. Diana ini bisa disebut The Princess SMP tersebut, sedangkan Riri adalah The Bodyguard.

Banyak yang berniat mendekati Diana tapi karena ada Riri, banyak teman cowok yang mengurungkan niatnya. Riri waktu itu juga terlihat cantik namun karena sifatnya yang tidak takut jadi terkesan tomboi dan galak.

Riri juga curhat kalau sampai sekarang pun, tidak ada teman SMPnya yang tahu kalau sebenarnya Diana itu lesbi. Ya, Diana sendiri yang mengakuinya dengan menyatakan cinta ke Riri.

Yap, Riri adalah cinta pertama Diana. Riri yang waktu itu bingung karena dia sudah di 'wanitakan' oleh kakek tirinya dan menjadi perempuan normal, dia bingung karena terasa aneh baginya berhubungan dengan sesama wanita.

Namun Riri merasa Diana adalah seorang gadis yang polos. Dia takut jika bukan dirinya, Diana akan dimanfaatkan oleh cowok-cowok tak berperasaan. Jadi mau tak mau, dia mengiyakan menjadi pacar dengan syarat, tidak ada yang tahu mengenai hal itu.

Jadilah mereka berpacaran, dari kelas 2 sampai lulus SMP. Dan selama itu pula, Diana selalu ingin di dekat Riri. Bahkan saking cintanya dengan Riri, Diana pun memohon Riri untuk mengambil keperawanannya.

Bagaimana mungkin seorang perempuan mengambil keperawanan perempuan lainnya, pikir Riri waktu itu. Tak di sangka, Diana mengambil mainan sex milik ibunya berupa dildo dengan bentuk ikat pinggang. Secara teknis, akhirnya, bisa dibilang Riri yang merenggut keperawanan Diana.

Tapi Diana merasa begitu senang sekali. Di lain pihak, Riri merasa bersalah sekali, sudah merusak masa depan Diana. Padahal maksudnya tidak sampai sejauh ini, dia hanya ingin melindungi Diana yang polos dari lelaki kurang ajar di luar sana.

Riri seakan tak berkuasa untuk menolak permintaan Diana untuk melakukan lesbian sex. Sungguh perilaku yang menyimpang untuk dua gadis muda seperti mereka waktu itu. Namun nasib berkata lain, saat Riri tenggelam dalam kesedihan karena kakek tirinya meninggal, Diana harus pindah ke luar kota karena pekerjaan ayahnya.

Diana menelpon berulang kali ke Riri, namun tak dianggap karena Riri sedang berkabung. Saat Riri sudah melanjutkan hidup dan menelpon Diana, ternyata sahabatnya itu sudah berganti nomor dan loss contact lah mereka berdua.

Dengan terpisahnya dia dengan Diana, Riri merasa khawatir dengan sahabatnya itu. Namun akhirnya Riri bisa melanjutkan hidup, dan bertemu si hiperaktif Lina.

Namun tak disangka, saat semester 6 lalu, Diana pindah kembali ke tempat asal dan pas sekali masuk ke universitas yang sama dengan Riri.

Singkat cerita, dia bertemu dengan Diana saat sendirian di kantin karena sudah berpisah dengan Lina, Intan, dan Moniq. Awalnya Diana pangling karena Riri lebih feminim dibandingkan SMP dulu, namun tentu dia tidak bisa melupakan cinta pertamanya. Mereka berdua mengobrol banyak hal.

Sampai akhirnya Diana jujur kalau tidak punya pacar sampai saat itu karena selalu teringat Riri. Riri pun menasihati Diana agar tidak terjebak di masa lalu, dan itu adalah perilaku tidak benar.

Tapi ya mungkin karena trauma pernah melihat ibunya dipukuli oleh ayah tirinya yang pertama, Diana jadi takut dengan lelaki.

Ibu Diana harus menikah 3x. Suami pertamanya atau ayah kandung Diana meninggal di usia muda karena penyakit bawaan, suaminya yang kedua lah yang kasar, Diana hampir dipukul saat itu tapi untungnya ada Omnya yang menghalangi.

Dan ayah tirinya yang kedua yang cukup normal, menyayanginya dari SMP sampai kuliah, dan pada semester 5 kemarin, meninggal karena penyakit jantung.

Diana jadi tambah berpikir, semua lelaki yang pernah di keluarganya akan meninggal, mungkin itu alasannya mengapa dia jadi lesbi dan tak mau jadi normal.

Saat Riri menjelaskan kalau dia sudah normal, Diana pun menangis. Merasa tidak enak, Riri pun akhirnya mengiyakan untuk melanjutkan hubungan masa lalu itu.

Itulah Riri, keras di luar meski sebenarnya penyayang di dalam. Hubungan intim antara sesama perempuan.

Ya, jadi selama beberapa bulan 'puasa' berhubungan dengan Malih, sebenarnya selain masturbasi, Riri melampiaskan nafsunya bersama Diana. Diana tentu senang bisa mendapatkan cinta pertamanya lagi.

Saat mendengar Riri akan 'bulan madu' ke Bali, Diana meminta untuk ikut. Otak Riri pun langsung bekerja. Ya mungkin agak mesum tapi mungkin bisa mengubah Diana menjadi 'normal'.

Riri membolehkan Diana ikut asal dia harus menuruti semua perintahnya, awalnya ragu tapi Diana mengiyakan asal dia bisa dekat dengan Riri.

Rencana Riri yaitu membiarkan Diana disetubuhi Malih karena dia tahu pria tua kesayangannya itu akan bersikap lembut dan romantis sehingga akan menghilangkan baik efek trauma ataupun efek paranoid Diana terhadap lelaki.

"Jadi gitu, Pak..".

"Wah, ternyata rumit juga".

"Iya, Pak. Jadi kalau emang beneran, Pak Malih suka sama Diana, nggak apa-apa, Pak. Asalkan Diana sembuh dan Riri masih boleh deket-deket sama Pak Malih. Bagi Riri, itu udah cukup kok..".

Riri seperti Diana saat ini, yang penting berada di dekat orang yang dicintai. Bulir air mata merembes keluar dari pinggiran mata gadis cantik itu. Malih merangkul bidadarinya itu.

"Nggak mungkin, non. Cuma non Riri satu-satunya bagi Bapak. Non Riri jangan ngomong kayak gitu lagi..".

"Makasih, Pak"

"Nggak, Bapak yang makasih. Di sisa umur Bapak, non Riri dateng ke kehidupan Bapak. Terang seperti cahaya bintang. Tadinya Bapak udah berpikir untuk menyusul istri Bapak. Tapi tiba-tiba non Riri datang dan merubah kehidupan Bapak. Bapak yang harusnya mengucapkan terima kasih".

Malih juga merasakan hal yang sama, dianggap supir pun tak apa, yang penting bisa di dekat bidadari penyelamat hidupnya ini sudah cukup.

Makanya dia sering merasa tidak enak kalau Riri bilang kalau mereka berdua adalah suami istri, takut menjelekkan kredit Riri sebagai gadis yang masih muda dan begitu cantik.

Mereka berdua pun berpelukan dan berciuman mesra sambil tak bisa menahan tetesan air mata mereka masing-masing.

Keduanya punya latar belakang dan kisah masing-masing, sehingga hubungan mereka bukan hanya berdasarkan hubungan badan dan nafsu semata, tapi juga ikatan batin antara kesepian, kesedihan, dan keputus asaan.

"Rii!! Makanannya udah siaaap".

"Iya, Di.. bentaaarr! Yaudah yuk, Pak. Kita makan dulu", Riri menyeka air matanya dan air mata Malih.

"Yuuk, non".

"Ayo Ri, Pak. Udah siap makanannya", sambut Diana.

"Waaah, ini siapa yang masak?".

"Bagian goreng-gorengan, Riri. Kalau bagian sayur menyayur dan sambel, nih neng satu ini jagonya", ucap Riri menunjuk Diana.

"Neng Diana bisa masak juga?".

"Iya, Pak", jawab Diana tersipu malu.

"Ayoo makaan!".

Mereka bertiga duduk dan mulai menyantap makanan yang sudah tersedia.

"Neng Diana udah lama kenal ya sama non Riri?", Malih membuka pembicaraan.

"Iya, Pak. Kita dulu satu SMP, tapi aku pindah ke luar kota pas udah lulus. Eh ternyata, aku pindah lagi, balik, satu kampus sama Riri. Pas udah 1 semesteran baru aku ketemu lagi sama Riri".

"Ooh, seneng dong bisa ketemu lagi".

"Iyaa, seneng bangeet", ujar Diana kelihatan senang.

"Oh iya, si Andi, yang penggemar setia lo dulu masih sering sms gue sampe gue udah kelas 1 SMA".

"Ah yang bener, kamu, Ri?".

"Iya, nanyain mulu kabar lo. Padahal gue udah bilang, lo udah ganti nomor jadinya gue gak tau lagi kabar lo".

"Ih si Andi, itu cuma alesan kali, Ri. Sebenernya mau deketin kamu", goda Diana.

"Ogaah deeh".

Mereka pun mulai bercerita masa lalu, meski Malih tak mengerti apa yang dibicarakannya karena memang tidak tahu, tapi dia bisa menangkap kalau Diana ini benar-benar bunga sekolah.

Dari cerita Riri, bahkan sampai ada dua guru laki-laki yang menitipkan salam ke Riri untuk Diana.

Mereka berdua mengobrol dan tertawa cekikikan seolah tak terjadi apa-apa, padahal tadi malam mereka habis bercinta penuh nafsu dengan pria tua yang sedang sarapan bersama mereka.

Malih pun ikut cekikikan saat Diana menunjukkan foto mereka berdua saat masih SMP yang ada di hpnya. Riri benar-benar kelihatan tomboi dan agak sangar.

"Kalau sekarang, cantikan aku apa Riri, Pak?".

Pertanyaan yang cukup menjebak. Keduanya sama cantiknya tapi sifat pemalu Diana membuatnya lebih menggemaskan.

Namun, ini kesempatan emas untuk menggombali dua gadis cantik sekaligus, pikir Malih. Kapan lagi bisa ngegombalin dua dara cantik.

"Neng Diana cantik, bikin gemes. Tapi non Riri nggak ada duanya..", gombal Malih.

"Duuh duuh ciiee yang lagi kasmaran..", goda Diana.

"Kenapa? Lo nggak seneng?", jawab Riri sambil menjewer kuping Diana.

"Adu duuh, ampuun Ri".

Malih pun tertawa kecil melihat dua dara belia itu bertingkah seperti anak kecil.

"Yaudah, mendingan, bantuin gue cuci piring".

"Iya iya, tapi lepas duluu, sakiit tauuuk!!".

"hehehe, sori, udah lama nggak jewer lo, Di".

"Udah, non. Biar Bapak aja yang cuci piring".

"Eiits, yang cewek-cewek di sini siapa? Udah kita aja, Pak".

"Iya, Pak. Tenang aja".

Malih pun langsung diam karena setiap mau bantu mengangkat piring, Riri langsung ngomel dan memukul tangannya. Malih benar-benar diperlakukan seperti raja oleh dua permaisuri cantik itu.

Malih bingung mau melakukan apa, jadi dia menonton tv. Tak sengaja, saat Malih ingin ke kamar mandi. Malih mendengar Riri dan Diana sedang mengobrol.

"Gimana, Di?".

"Eemmhh..".

"Iya, Ri..kamu bener, ternyata nggak serem kayak yang aku duga".

"Iya kan? Pak Malih emang paling bisa kalo soal lembut".

"He emh, Ri. Tapi.. punya.. Pak Malih..".

"Kenapa? Gede ya?".

"Ii..yaa..".

"Hihihi, tapi nggak kenapa-kenapa kan lo? Waktu itu kan juga pernah pakai mainan yang gedenya sama pas sebulan yang lalu".

"Iyaa, tapi.. aku ngilu juga, Ri".

"hmm, mungkin belum terbiasa. Kalo gue kan udah di cantolin sama barang Pak Malih setiap hari".

"Bukan itu, Ri..aku ngilu di belakang..".

"Ha?! Jangan-jangan lo..".

"Iya, aku nyoba 'main belakang' tadi di kamar mandi sama Pak Malih..".

"Ya ampun, Di. Lo kenapa jadi extreme begitu? Soalnya kalo baru pertama kali, terus segede punyanya Pak Malih bisa bikin ngilu berhari-hari looh..".

"Habis tadi malem, kamu keliatannya enak banget pas main belakang sama Pak Malih".

"Yaa kalau gue kan udah biasa..terus ngilunya parah banget?".

"Nggak sih, soalnya Pak Malih bener-bener pelan-pelan banget dan nunggu aku minta dulu baru dia mulai gerak".

"Huft, sukur deh.. lo ada aja-aja, Di".

Mereka berdua mengobrol saru tanpa canggung sedikit pun.

Malih yang mendengarkan jadi agak bangga mendengar kedua gadis cantik itu membicarakan kegagahan, kelembutan, dan keperkasaannya tadi malam. Malih pun berlalu ke kamar mandi dan kembali ke ruang tengah untuk menonton tv.

"Udah selesai, non. Cuci piringnya?".

"Udah, Pak".

Tiba-tiba Riri berdiri di depan Malih dan menghalangi tv.

"Pak Malih mau nonton tv atau..".

Riri melonggarkan kedua tali dasternya sehingga dasternya itu langsung meluncur ke bawah.

Ternyata Riri tidak mengenakan apa-apa lagi selain daster yang sudah ada di lantai itu. Malih pun meneguk ludah melihat kemulusan dan keindahan tubuh Riri.

Memang sudah sering ia lihat tapi pria mana yang tidak meneguk ludah melihat gadis secantik Riri bugil di hadapannya.

"Mau nonton kita dangdutan???".

Tiba-tiba Diana keluar dari dapur dengan menyetel musik dangdut dan sama, sudah tidak mengenakan sehelai benang pun.

Mata Malih seperti ingin meloncat keluar melihat Diana dan Riri mulai berjoget dangdut dalam keadaan bugil sepenuhnya. Nafasnya mulai memburu, nafsunya tentu meningkat tajam. Malih pun mengambil remote dan mematikan tv.

Riri pun tersenyum, mana mungkin seorang pria mau menonton tv sementara ada dua orang gadis cantik yang sudah bugil menari di depannya. Dengan kompak, Riri dan Diana menarik Malih bangun dari sofa untuk ikut berjoget.

Jadilah Malih berdangdut ria dengan dua mahasiswi cantik yang sudah bugil itu. 'Dangdut porno' itu pun berujung pada threesome kembali. Atau mungkin lebih tepatnya, Malih kembali digumuli dan digilir oleh dua bidadari itu, mendulang kenikmatan dari 'tongkat' veteran pria uzur yang sudah keriput itu.

Begitulah Malih melewati hari-harinya seperti di surga. Kedua bidadari itu begitu menempel dengannya, dan hanya dia, satu-satunya pria di rumah itu sehingga dia bisa merasakan nikmatnya tubuh mulus Diana dan Riri kapanpun ia mau.

Saat jalan-jalan di pantai pun, Malih mengundang banyak perhatian karena dia berjalan dengan merangkul dua orang gadis cantik yang begitu putih mulus.

Apalagi Diana dan Riri mengenakan bikini jika ke pantai, memperlihatkan kemulusan dan keindahan tubuh mereka. Hari-hari surga, Malih menyebutnya.

Akhirnya, mereka pun kembali setelah merasa puas berbulan madu bertiga. Tak lama setelah pulang, seminggu kemudian, Riri merasa tidak enak badan, selalu merasa mual. Diana jadi sering ke rumah Riri untuk menjenguk temannya.

"Bagaimana, Dok? Hasilnya?", tanya Riri.

"Selamat, Riri. Kamu positif hamil". Riri langsung sumringah.

"Selamat ya, anak pertama ya?".

"Iya, Dok. Akhirnya".

"Memangnya kamu sudah lama menikah? Bukannya kamu masih muda sekali?".

"Nggak sih, Dok. Tapi saya sama suami saya udah nggak sabar ingin punya anak".

"Oh, kalau begitu selamat ya. Mana suami kamu? Pasti seneng banget..".

"Sebentar, Dok. Saya suruh ke sini dulu". Riri pun sms Malih.

"Wah, pasti kamu ama suami kamu bakal jadi pasangan muda yang bahagia yaa".

"Aah.. ii..ya, Dok". Mendengar kata muda, Riri jadi agak bingung menjawabnya.

"Ckleek..".

"Wah, selamat, Pak. Anak bapak positif hamil", sambut dokter kandungan menyalami Malih.

"Bukan, Pak. Ini.. suami saya..".

".. .. .". Si dokter langsung terdiam.

"Iya, Pak. Saya..suaminya..". Bingung harus berbicara apa, sang dokter menunjukkan raut wajah keheranan.

"Oh maaf, maaf, kalau begitu, silahkan duduk, Pak".

Si dokter harus tetap profesional, dia menjelaskan hal-hal yang perlu diketahui meski perasaan bingung luar biasa berputar di otaknya.

Kenapa gadis muda yang sangat cantik seperti Riri ini bisa bersuamikan seorang kakek-kakek seperti Malih, padahal dari cara omongannya, Riri adalah gadis cerdas dan tidak mudah dibohongi.

Tapi mereka berdua kelihatan begitu mesra dan menyayangi satu sama lain. Si dokter juga merasa bukan urusannya, yang penting pasangan ini kelihatan bahagia dan sangat menantikan kehadiran buah hati mereka karena yang paling penting adalah mereka benar-benar menginginkan seorang anak.

"Pak.. akhirnya Riri hamil!", ujar Riri begitu senangnya ketika sampai di rumah dan memeluk Malih.

"Iyaa, non", balas peluk Malih.

Tak disangka tak diduga, di penghujung usianya, Malih malah menghamili seorang gadis muda yang begitu cantik seperti Riri ini.

Dengan dibantu batang kejantanannya yang juga sudah 'berumur', Malih mampu dan berhasil menginjeksikan sel-sel gennya ke dalam tubuh nona mudanya itu lewat rahim sehingga akhirnya sel telur si nona muda berhasil disusupi oleh sperma 'berpengalaman' milik Malih.

"Mulai sekarang, Pak Malih nggak boleh manggil Riri pake non lagi yaaa..".

"Iyaa, no..ehh.. aduuh, Bapak jadi kegok.. manggilnya gimana dong?".

"Yaa Riri ajaa.. atau romantisan dikit, Pak".

"Hmm..".

"Papa Mama aja yuk, Pak??".

"Boleeh, no..eh Mah".

"Hehehe, iyaa Paah".

Mereka pun bercumbu dengan mesranya, tentu tangan Malih sambil menggerayangi tubuh istrinya itu.

Tubuh indah nan putih mulus yang akan menjadi penghangatnya di kala dingin dan 'tempat bermain'nya untuk melampiaskan nafsu.

Riri tersenyum nakal, suaminya yang sudah berumur ini memang sungguh pandai dalam melucuti pakaiannya. Lihat saja, gadis muda itu kini sudah tak mengenakan apa-apa lagi untuk membalut tubuh mulus dan sekalnya itu.

Malih pun 'menggiring' Riri ke atas ranjang. Pasangan berbahagia itu bermesraan dengan asiknya di atas ranjang dengan Riri sudah dalam keadaan bugil. Riri memang suka sekali berbugil ria jika berduaan dengan Malih.

Baginya, tubuhnya adalah 'properti' milik Malih jadi ia tak mau ada yang ditutupi sekaligus dia merasa sungguh seksi jika tak mengenakan sehelai benang pun di depan mata kekasihnya yang sudah lansia itu sementara kekasihnya itu masih berpakaian lengkap.

Meski si istri cantik sudah dalam keadaan bugil, Malih tak serta merta langsung menggumulinya. Mereka berpelukan erat sambil mengobrol tentang anak mereka, namanya, sekolahnya, dan segala macamnya.

Sambil ngobrol, Malih pun bermain-main dengan bongkahan pantat Riri yang memang kenyal itu sampai akhirnya si kakek tua sudah tak tahan lagi dan mulai mengintimi si bidadari cantik itu.

Sebelum lebih jauh lagi, ada yang mengganjal di hati Riri. Dia pun memutuskan untuk mengobrol empat mata dengan Mbok Ratih, pembantunya.

Riri bingung, saat dia memaparkan kalau dia dan Malih adalah sepasang kekasih dan kemarin liburan bersama di Bali untuk bulan madu, wajah Mbok Ratih terlihat datar, biasa saja. Tentu alangkah terkejutnya Riri saat Mbok Ratih bilang kalau sebenarnya dia sudah mengetahui semuanya.

Dia menceritakan kejadian tak sengaja waktu ia melihat Malih sedang mengenyot payudara Riri bergantian lewat jendela kamar yang lupa ditutup. Wajah Riri jadi agak memerah.

Mbok Ratih pun jujur ke Riri kalau memang meskipun bingung, tapi ia tak mau mencampuri urusan pribadi majikannya itu karena ia sudah kerasan dan tetap ingin terus bekerja pada Riri.

Si gadis muda itu pun tanpa sadar meneteskan air mata dan memeluk Mbok Ratih.

"Kenapa Mbok bilang begitu? Nggak mungkin, saya mecat Mbok Ratih. Mbok Ratih selama ini udah nemenin saya. Sudah saya anggep keluarga sendiri", ujar Riri dengan suara parau.

"Iyaa, non. Saya cuma takut aja non Riri marah kalau saya bilang jujur".

"Nggak, Mbok. Saya nggak bakal marah. Saya cuma bingung aja jelasinnya gimana ke Mbok".

"Yaudah, non. Udah, jangan nangis lagi yaa". Mbok Ratih menyeka air mata Riri.

"Iyaa, Mbok. Makasih yaa. Saya lega sekarang udah jujur ke Mbok".

"Iya, saya juga, non".

Mbok Ratih sebenarnya memperhatikan majikannya ini. Sebelum Malih datang, majikannya ini lebih banyak cemberut dan asal-asalan saja dari cara berpakaian, makan, ataupun berbicara.

Tapi sejak Malih datang, Riri jadi lebih periang, hangat, dan feminim. Mbok Ratih jadi turut senang melihat majikannya berubah karena dia menganggap Riri sudah seperti anaknya sendiri.

Riri pun jadi terbuka dan curhat tentang semuanya, kapan dia bertemu Malih dan kenapa dia suka pada kakek tua itu sampai tentang kebingungannya memberi tahu ayah dan ibu tirinya.

Mendengar cerita majikannya, Mbok Ratih jadi berpikir juga kalau memang Riri dan Malih diciptakan untuk menjadi pasangan meski umurnya terpaut jauh.

Kisah asmara yang romantis seperti di film, dengan mengabaikan fakta bahwa Malih dulunya adalah tukang sampah. Mbok Ratih juga memberikan saran ke Riri untuk memberi tahu ke orang tuanya.

Riri sendiri mengaku kalau dia belum siap untuk mengabari kedua orang tuanya kalau dia sudah hamil dengan benih dari seorang kakek-kakek seperti Malih. Takutnya ayahnya marah dan malah menuntut Malih.

"Jadi, ini isinya anaknya Malih ya?", ujar Mbok Ratih mengusap-usap perut Riri untuk mengalihkan pembicaraan karena nampaknya Riri sudah enggan berbicara lagi mengenai orang tuanya.

"Iya, Mbok. Bayinya Pak Malih".

"Eeh iya, maaf non".

"Kenapa, Mbok?".

"Tadi saya manggil Malih".

"Lho? Emang kenapa?".

"Ya harusnya saya manggilnya Bapak Malih. Kan sudah jadi suaminya, non".

"Ah si Mbok. Nggak usah gitu juga..biasa aja manggilnya. Manggil saya juga sebenernya nggak usah pake non".

"Kalau non.. nggak berani, kayaknya nggak pantes kalo saya manggil nama non langsung. Kan saya pembantu".

"Ih si mbok, udah saya bilang tadi".

"Tetep aja, non. Nggak enak".

"Yaudah, terserah Mbok ajaa".

"Nggak nyangka saya, ternyata Pak Malih masih bisa bikin non Riri hamil..", ucap Mbok Ratih.

"Iyaa, Mbok. Tapi emang kita udah lama sih ingin punya bayi. Akhirnya kesampaian juga".

Mbok Ratih pun jadi berpikir mesum, membayangkan saat pria 'expired' nan keriput seperti Malih menggerayangi tubuh majikannya yang masih muda, cantik, dan putih mulus itu setiap harinya. Bener-bener ketiban duren ama pohon-pohonnya tuh Malih, pikir Mbok Ratih.

Akhirnya mereka pun mulai 'girl's talk' mereka. Mbok Ratih berbagi pengalaman saat dia hamil dan cara untuk tetap memanjakan suami saat sedang hamil. Tentu Riri menyimak betul saran-saran Mbok Ratih. Dia ingin tetap melayani suaminya yang sudah renta itu dengan sepenuh hati dan seluruh tubuhnya tanpa terkecuali meski sedang mengandung.

Malamnya, Riri pun bercerita ke Malih kalau Mbok Ratih sudah tahu semuanya. Malih sempat kaget tapi ya mau bagaimana lagi. Pasti lama kelamaan, dia juga akan tahu.

Sempat beberapa hari, antara Mbok Ratih dan Malih jadi bingung saat bertegur sapa. Biasanya Mbok Ratih memanggil Malih dengan namanya langsung sekarang memakai Bapak.

Malih pun akhirnya mengajak bicara Mbok Ratih juga dan menjelaskan kalau keadaan tidak berubah meski sekarang dia menjadi suami Riri.

Akhirnya Riri, Malih, dan Mbok Ratih pun jadi seperti keluarga meski dengan komposisi yang aneh. Mbok Ratih berperan sebagai ibu, Riri sebagai si anak, sedangkan Malih berperan sebagai ayah namun double dengan perannya sebagai suami dari Riri.

Setiap hari, Mbok Ratih melihat Riri dan Malih begitu mesra dan romantis. Keduanya seperti tak mau jauh satu sama lain. Mbok Ratih turut merasa senang juga. Yaah, meski memang seharusnya Malih lebih cocok untuk menjadi kakek majikannya dibandingkan jadi si empunya janin di dalam rahim majikannya itu. Tapi mau dikata apa lagi.

Si gadis muda malah kelihatan senang telah diinjeksi oleh si kakek tua sampai mengandung anaknya. Hari ke hari tentu perut Riri semakin membesar. Riri pun mengambil cuti kuliahnya selama 1 tahun agar tidak merepotkan dan membuatnya kecapekan.

Dia jadi juga punya waktu lebih luang bersama suami tercintanya. Setiap berjalan di luar rumah, pasti banyak mata memandangi mereka.

Bagaimana tidak, gadis muda nan cantik seperti Riri kelihatan begitu menempel dan mesra dengan seorang kakek tua seperti Malih, sudah begitu dalam keadaan hamil.

Mungkin yang berpikiran positif akan mengira Malih adalah kakek dari Riri yang sedang mengantar cucunya berbelanja. Tapi pasti lebih banyak yang berpikir negatif kalau Malih memperdaya atau 'membeli' tubuh si gadis cantik sampai hamil dengan kekayaannya dan berpikir kalau Malih punya banyak uang. Padahal sebaliknya.

Hubungan Riri dan Malih benar-benar murni cinta satu sama lain, tak ada unsur paksaan atau materi di dalamnya. Malih sendiri tak pernah berpikir tentang kekayaan Riri.

Yang penting dia bisa bersama bidadari cantiknya yang telah mengubah hidupnya secara drastis luar biasa itu.

Beberapa kali, Diana pun menjenguk sahabatnya yang semakin tua usia kandungannya. Riri pun tiba-tiba punya ide.

Dia tahu kalau perutnya semakin membesar dan tak memungkinkan untuk melakukan 'macam-macam' dengan suaminya seperti biasa.

"Pah.. hp Mama ketinggalan di kamar kayaknya".

"Oh iya, sebentar Papa ambilin..".

Sekarang mereka sudah tak canggung lagi memanggil satu sama lain dengan sebutan Papa Mama meski di depan orang lain karena sudah terbiasa.

"Naruhnya tadi dimana?".

"Kayaknya di atas meja deket kasur, Pah".

"Iya, Ma. Sebentar ya".

"Ckkllk".

"Ma, tadi naruh hpnya dimana? Nggak ada", teriak Malih yang mendengar suara pintu kamar terbuka.

Karena posisi ranjang memang agak ke dalam jadi dia tidak tahu siapa yang datang.

"Ma..dimana?", tanya Malih lagi karena tidak dijawab.

Tapi dia langsung terdiam dan membuka matanya lebar-lebar. Dara cantik jelita nan anggun yang mungil mendekatinya dalam keadaan bugil.

Dia menutupi pangkal paha dan kedua payudaranya dengan dua tangannya sambil terus berjalan mendekat dengan malu-malu.

"Ne.. neng Diaanaa.. kenapa?".

"Ini, Pak", ujar Diana malu-malu menyerahkan hp ke Malih. Terlihat "Riri sayang memanggil".

"Halo, Pah..".

"Mah, ini kenapa neng Diana telanjang?", tanya Malih keheranan.

Sedangkan Diana menunduk malu-malu dan wajahnya memerah.

"Ssshhh..anggap ini kado dari Mama. Mama minta maaf soalnya Papa udah ngerawat Mama terus tapi Mama lagi nggak bisa menjalankan tugas sebagai istri. Jadi Mama minta Diana untuk gantiin Mama untuk malam ini".

"Tapi, Ma.. nggak harus gitu.. Papah nggak apa-apa".

"Sssshh..udaah, Mama tau kok, udah berapa bulan, kita nggak hubungan. Jadi malam ini, Papa bisa ngelampiasin ke Diana".

"Tapi neng Diana nya?".

"Dia malah suka dan nggak keberatan".

Malih menatap Diana yang kembali malu-malu.

"So, enjoy her like you enjoy me", ucap Riri begitu nakal sebelum menutup telepon.

"Neng Diana..".

"Aku.. aku yang nemenin Pak Malih tidur.. malam ini..", ujar Diana menggigit bibir bawahnya, dia merasa malu sekaligus nakal di saat yang bersamaan.

"Ah, se.. sebentar neng.. aaahhmm".

Riri tertawa kecil mendengar suara itu. Harusnya Malih yang lebih ganas menggumuli Diana karena sudah 2 bulan tidak melampiaskan nafsu seksualnya tapi sepertinya keadaannya sebaliknya, malah Diana yang 'memperkosa' Malih.

Riri pun meninggalkan mereka berdua, suaminya dan sahabatnya yang sudah bugil dalam satu kamar untuk saling melepaskan nafsu satu sama lain semalaman tanpa ada rasa cemburu.

Beruntung benar Malih, sudah punya istri yang masih muda, cantik, kaya, dan juga 'pengertian' sampai-sampai dia memperbolehkannya untuk meniduri teman baiknya hanya karena mereka tidak bisa berhubungan intim dalam masa hamil istrinya.

Ditambah teman istrinya itu sepenuh hati untuk memberikan tubuhnya yang putih mulus, tanpa merasa dipaksa sama sekali.

Riri merasa ada 'hutang' ke suaminya itu karena tidak bisa menjadi pelampiasan nafsu suaminya yang sudah tua renta itu jadi dia meminta Diana untuk menjadi teman tidur Malih untuk malam itu, Riri juga berpikir bagus untuk 'kesembuhan' dari Diana agar mulai menyukai lawan jenis.

Tapi tentu Riri menghindari Mbok Ratih agar tidak tahu hal ini. Hari demi hari pun terlewati dengan indahnya. Meski sudah berumur tingkat lanjut, Malih benar-benar sigap menjaga dan merawat istrinya yang masih muda dan sangat cantik itu.

Akhirnya, hari yang ditunggu pun tiba. Saat sedang bersantai di rumah, Riri merasa mules luar biasa.

"Pah.. Mbook.. !!", teriak Riri. Keduanya yang dipanggil pun bergegas.

"Paah.. mobilnyaa!".

"Iyaa", Malih pun bergegas keluar.

"Wah, udah pecah air ketubannya, non".

"Iyaaa, Mbook.. aduuuh!! Sakiittt!!", teriak Riri seraya mencengkram tangan Mbok Ratih.

"Tariik nafas, Non.. huuftt", Mbok Ratih menunjukkan.

Riri pun mengikutinya sambil menahan rasa perih yang teramat sangat.

"Ayoo, Mah. Mobilnya udah siap".

Mbok Ratih membobopoh Riri masuk ke dalam mobil. Malih segera memacu mobil menuju rumah sakit, meski memang lebih cepat dari biasanya, tapi dia tetap berhati-hati menyupir.

"Suster. Tolong.. ini mau melahirkan", ucap Malih panik.

"Tenang, Pak. Kami siap".

Perawat laki-laki datang dengan kasur dorong. Mereka pun memindahkan Riri dan membawanya ke ruang persalinan.

Tentu Malih menemani di sampingnya dengan berpegangan tangan dengan istrinya itu.

"Mohon maaf, Pak. Biar kami yang melanjutkan dari sini.

Bapak silahkan menunggu di luar ruangan", ujar suster dengan dinginnya.

"Oh. Baik, suster".

Malih menunggu dengan cemas. Duduk jadi tidak nyaman, jalan ke sana kemari dengan perasaan cemas dan khawatir.

Tak heran kalau Malih begitu cemas. Meski memang umurnya sudah begitu uzur, namun ini pertama kalinya dia punya anak.

"Permisi, Pak. Anak Bapak manggil suaminya untuk menemani di dalam? Kalau boleh tau, mantu Bapak kemana ya?", tanya sang suster yang keluar dari ruang persalinan.

"Oh. Saya suaminya, suster".

Sang suster langsung terdiam. Tak bisa berkata-kata.

"Bapak suaminya?", tanya suster memastikan.

"Iya, saya suaminya".

"O..oh kalau begitu, mari, Pak. Nyonya Riri sudah menunggu".

Tentu saja, suster sempat ragu. Orang lain pun pasti akan ragu saat ada seorang pria lansia mengaku suami dari seorang gadis muda yang sangat cantik.

"HHEEEmmHH!!! hhEENNNFFFFHH!!".

"Sekarang tarik nafas, nyonya Riri".

"hh..hhh".

"Nyonya Riri, ini suaminya sudah masuk ruangan".

"Paahh..", panggil Riri terengah-engah seraya menjulurkan tangannya.

Malih langsung menggenggam tangan Riri dan berdiri di sampingnya.

"Mah.. Papa disini ngedampingin Mamah".

Dua suster yang berada di dalam ruangan pun saling melirik. Mereka seakan berkomunikasi dengan matanya, ada yang tidak wajar dengan pasangan ini.

Yang satu adalah seorang gadis muda yang begitu cantik, sedangkan pasangannya seorang kakek-kakek yang sudah keriput.

Dokter tak bergeming, dia tidak mengurusi hal itu, satu tujuannya untuk saat ini, membantu proses persalinan dan menghantarkan seorang jiwa baru ke dunia ini.

Riri tersenyum seraya terus menahan sakit dan mengatur nafas untuk mengurangi rasa sakitnya.

"Ayo, Bu Riri. Sudah kontraksi lagi. Dorong lagi".

"hhEEEmmGGGGhh".

Riri mencengkram kencang tangan Malih bahkan sepertinya kukunya sampai menancap di tangan Malih. Peluh keringat bercucuran di wajah Riri.

Malih melap keringat dari wajah Riri saat dia sedang mengatur nafas. Jantung Malih berdegup kencang luar biasa mendegar teriakan Riri kalau sedang 'mendorong'. Nampaknya rasa sakitnya benar-benar luar biasa.

Bidadari cantiknya itu kini tengah berjuang sekuat tenaga, pertarungan nyawa, demi mengantarkan hasil buah cinta mereka ke dunia.

Bayi yang sudah mereka tunggu-tunggu sejak mereka mulai memadu kasih berdua. Bayi hasil dari 'senapan veteran' milik Malih dengan rahim muda milik Riri.

Momen penuh kecemasan dan khawatir Malih rasakan selama mendampingi Riri. Tanpa sadar dia juga berkeringat bahkan berkeringat dingin.

Tapi, akhirnya, sebuah proses melahirkan bayi pertama yang cukup menyakitkan namun luar biasa bagi Riri terlewati sudah.

Teriakan Riri tergantikan dengan tangisan lugu seorang bayi suci yang baru saja datang ke dunia ini.

"Selamat, Ibu Riri. Anaknya perempuan. Selamat!", ujar Dokter.

"Anaknya perempuan, Ibu Riri. Lihat cantik sekali seperti ibunya. Bapak Malih, selamat ya, Pak".

"Terima kasih, Dok".

Wajah Malih benar-benar sumringah luar biasa bahagia. Anaknya bersama Riri kini benar-benar ada.

"Ini, Bu".

Dokter tidak langsung menggunting tali pusar dan membersihkan sang bayi.

Dia menaruh perlahan bayinya di atas perut Riri untuk mempererat hubungan antara sang ibu dengan bayinya yang baru lahir.

"Pah.. anak kita..", ujar Riri yang nampak begitu lelah namun kelihatan bahagia dan puas.

"Iya, Mah..cantik sekali kayak Mamanya".

"Papah..". Riri tersenyum.

Dokter pun membersihkan si bayi dan melanjutkan proses selanjutnya. Selama Riri masih beristirahat di rumah sakit, Malih pun menjenguk anaknya di ruangan terpisah 3x sehari, tidak, mungkin 5x sehari.

Dia begitu bahagia, tidak menyangka, akan benar-benar punya anak bersama istri cantiknya di usianya yang sudah uzur saat ini.

Tentu selama Riri di rumah sakit, Diana pun datang menjenguk, bahkan Mbok Ratih juga. Ya karena memang Riri tidak cerita ke lainnya, tidak ada teman kampusnya yang tahu, bahkan Lina, Moniq, dan Intan pun tidak tahu, sampai kedua orang tua Riri pun tidak tahu.

Diana kelihatan gemas sekali melihat bayi Riri. Nampak seperti dia ingin punya juga. Riri dan Malih pun selalu menjenguk bayi mereka ketika bayi mereka sudah boleh didatangi langsung.

Mengesampingkan umur mereka yang begitu jauh, mereka nampak begitu mesra dan harmonis, sekarang dilengkapi dengan kehadiran buah hati yang semakin mempererat cinta mereka.

Sempat suster bergosip tentang Malih yang mungkin memakai santet, ancaman, atau duit, dan segala macamnya sehingga gadis muda nan cantik seperti Riri sampai hamil dan melahirkan anak darinya.

Dokter pun menegur keras para suster yang membantu persalinan. "Itu adalah urusan pribadi mereka, kita tidak boleh mencampurinya. Lagian, apa kalian tidak lihat mereka?

Baru kali ini saya melihat pasangan suami istri yang bener-bener harmonis dan tidak mau jauh satu sama lain meski hanya beberapa jam saja.

Bukankah itu sudah cukup bagi si bayi untuk mendapatkan orang tua yang begitu menyayangi?", wejangan sang Dokter pun membuat para suster agak malu sendiri. Dunia ini memang sudah gila.

Ada bapak memperkosa anak kandungnya bahkan sampai hamil, anak memutilasi orang tua kandungnya hanya karena sekedar kesal, dan bahkan ada ibu yang berhubungan intim dengan anak laki-laki kandungnya setiap hari.

Dunia sudah parah, jadi di mata sang Dokter, pasangan beda generasi ini malah kelihatan lebih "normal" dibandingkan keadaan di luar sana.

Apalagi mereka berdua kelihatan sekali sudah lama menantikan kehadiran sang buah hati. Bagi Dokter yang sering menerima permintaan ****** itu pun sudah cukup menjadi alasan sekaligus penyemangatnya bahwa masih ada yang namanya 'cinta' di dunia ini, bukan hanya sekedar nafsu belaka.

Hari-hari bahagia pun dilewati Malih dan Riri sampai akhirnya Riri diperbolehkan pulang. Datanglah sang anak ke rumahnya.

Anaknya diberi nama Mariana Septiani Kusumadewi. Nama indah yang sudah disepakati mereka berdua.

Mbok Ratih tentu membantu Riri merawat bayinya karena dia sudah berpengalaman. Mbok Ratih nampak begitu menyayangi Ana, entah kenapa dia merasa menjadi nenek dari Ana padahal dia bukan siapa-siapa Riri.

Namun tentu Riri menyadarinya dan bilang kalau Mbok Ratih sudah dianggap seperti ibunya jadi tak apa-apa kalau dia menganggap Ana sebagai cucunya.

Kini rumah Riri pun menjadi ramai, ramai karena suara tangisan bayinya. Rumah yang sudah lama sepi sunyi karena hanya ada Riri dan Mbok Ratih kini menjadi merasa 'hidup' kembali semenjak kedatangan Malih dan lahirnya Ana, bagi Riri.

Keluarga, arti kata itu kembali dia rasakan, bedanya, sekarang ini adalah keluarganya. Perannya bukan lagi sebagai anak, tapi melainkan menjadi istri bagi suaminya, dan ibu bagi anaknya.

Suami istri yang tengah berbahagia itu benar-benar menyayangi anak mereka. Tengah malam anak mereka terbangun, mereka sama sekali tidak merasa terganggu.

Tidak ada saling lempar jawab atau jadwal bangun malam untuk sang bayi. Jika Riri bangun duluan, Riri tinggal berbisik ke Malih kalau dia tak usah bangun, begitu pun sebaliknya dengan Malih.

Tapi biasanya Riri secepatnya bangun karena dia agak kasihan juga kalau Malih sering bangun malam, karena suaminya itu kan sudah 'tua'.

Semenjak mempunyai anak, Malih sering bermimpi.

Mimpi indah tentunya, dimana dia, Riri, dan Ana selalu bersama-sama.

Tapi tiba-tiba, mereka berdua menjauh, Malih pun berusaha menggapai mereka tapi malah semakin menjauh sampai dia berteriak memanggil mereka tapi mereka nampaknya tidak mendengarnya.

"Pah!! Pah!".

"Ana!! Maaah! hh", teriak Malih.

"Pah, kenapa?!", ujar Riri agak panik.

"Papa mimpi buruk, Mah..hh".

Malih mengatur nafasnya agar tenang. Riri pun tersenyum dan menarik kepala Malih ke arah dadanya. Wajah tua itu pun terbenam di antara kedua buah payudara mulus nan sekal milik Riri.

Payudara Riri semakin 'mengundang', mungkin karena dia menyusui makanya ukuran payudaranya membesar.

Harum dan hangat sekali daging kembar milik istrinya ini, Malih menjadi merasa nyaman.

"Papa mau minum?". Tanya Riri. Malih mengangguk.

"Sebentar, Pah".

Riri kembali dengan membawa segelas air putih. Malih meminumnya seperti orang yang sangat kehausan.

"Hahh.. hhehh.. makasih Mah", Malih kelihatan sudah bisa menenangkan diri.

"Udaah Pah.. tenang..itu cuma mimpi aja kok..".

"Iya, Mah.. sekarang udah agak tenang kok".

"Kalau gitu Mamah bantu bikin lebih tenang deh".

Riri pun melepaskan gaun malam babydollnya. Berdirilah ia dengan tidak ada sehelai benang pun menutupi tubuh mulusnya yang sekarang sangat padat berisi setelah melahirkan, di depan pria tua yang sudah resmi jadi 'teman seranjang'nya itu.

Malih tersenyum dan menarik tangan istrinya untuk mendekat. Anna sedang tertidur lelap di kamar sebelah sehingga sepasang suami istri beda generasi itu pun bisa leluasa saling melampiaskan nafsu mereka, bersetubuh dengan penuh romansa sekaligus birahi membara.

Dengan istri yang masih muda, putih mulus, dan cantik seperti Riri tentu tak heran kalau Malih benar-benar terbakar nafsu.

Pria tua itu menggeluti setiap jengkal tubuh mulus istrinya yang masih muda tanpa terlewati. Ia cium dan jilati setiap sentinya. Tubuh gadis muda yang sudah tergolek pasrah di ranjang adalah miliknya, pikir Malih.

Properti miliknya yang sudah dijebol pertahanannya sehingga memiliki anak, itulah yang dipikirkan Malih baru-baru ini. Memang awalnya dia merasa tak enak karena seperti menggunakan mantan nona mudanya itu untuk melampiaskan nafsu binatangnya saja.

Tapi nona mudanya itu selalu meyakinkan kalau dia benar-benar mencintainya. Dan akhirnya sang nona muda pun membuktikannya dengan melahirkan keturunan Malih.

Betapa bahagianya bagi seorang pria lansia seperti Malih bisa memiliki anak dari seorang gadis muda nan cantik yang sebenarnya masih berstatus mahasiswi seperti Riri. Benar-benar mimpi jadi kenyataan.

"Mah.. bikin dedek buat Ana yuuk..", bisik Malih seraya asik bermain-main dengan kedua 'daging kembar' milik istrinya yang cantik itu.

"Yang banyak, Pah.. nyiram pejunya..biar jebol lagi.. hehehe", bisik Riri nakal.

"Pastii, Mah.. sampai banjir deeh..", balas Malih sebelum mulai mencumbui Riri dan menggeluti tubuh mulus istri cantiknya itu di malam yang sunyi.

Namun, jauh di bawah perasaannya, Malih tahu bahwa mimpi tadi mempunyai maksud yang ia sendiri langsung menyadarinya.

Riri tersenyum bahagia melihat bidadari kecilnya tertidur pulas di tempat tidurnya.

Dia sekarang seorang istri dan ibu yang bahagia.

Lengkap sudah keinginannya dengan hadirnya Ana, hasil dari 'kerajinan' persenggamaannya dengan pria tuanya yang ia cintai itu yakni, Malih. Ia pun sudah berencana untuk mempunyai anak kedua bersama Malih.

Gadis cantik itu memang sudah mantap dan yakin untuk menyediakan tubuhnya terutama rahimnya sebagai tempat 'pabrik anak' bagi Malih, seorang kakek tua yang dulunya hanya seorang tukang sampah.

"Mah.. Papah berangkat dulu yaa..", pamit Malih mengenakan seragam birunya.

"Bentar, Pah. Ini gimana?", goda Riri sambil mengguncang-guncangkan kedua buah payudaranya yang kini bertambah bulat dan besar itu.

"Hehehe..lupa..".

"Yaudah.. sinii..", Riri duduk di tepi ranjang dan menepuk-nepuk pahanya.

Malih pun langsung tidur terlentang dengan menaruh kepalanya di kedua paha mulus sang istri. Riri agak merundukkan tubuhnya sehingga kedua payudaranya mulai menggantung ke bawah.

Dengan sigap bagai ikan yang melihat umpan, Malih langsung 'menyergap' puting susu Riri dengan mulutnya.

Riri tersenyum melihat suaminya yang sudah 'expired' itu mulai mengenyot puting kanannya, dan mulai terasa geli-geli nikmat di payudara kanannya.

Cairan hangat terasa mengalir dari 'kemasan' susu miliknya menuju sumber sedotan, yakni mulut Malih yang menyedot putingnya dengan bertenaga.

"Glekkk.. glekk..", Malih meneguk beberapa kali.

Ya, sudah tugas Malih untuk 'mengosongkan' ASI istrinya itu tiap pagi.

"Habisin yaa Pah.. biar nggak ngantuk nanti.. hihihi", ujar Riri seraya mengelus-elus 'bayi tua'nya itu yang sedang asik mengenyot puting kanan dan kirinya bergantian.

Daripada dia memompanya lalu menaruhnya di kulkas untuk Ana nanti, lebih baik ASInya dihabiskan suaminya sehingga Ana nanti mendapatkan ASI yang benar-benar segar karena produksi Riri sangat baik dan selalu cukup tersedia di buntalan daging kembarnya yang putih mulus itu.

"Hmm.. segaar..", ucap Malih setelah dia merasa susu segar istrinya sudah habis dari sumbernya.

"Pulangnya jangan malem-malem ya, Pah.."

"Iya, Mah.. semoga dapetnya banyak ya hari ini..".

"Iyaa, Pah.. jangan lupa.. nanti ini di tengokkin yaah..", balas Riri nakal, menggigit bibir bawahnya seraya membuka kedua paha mulusnya lebar, agar suaminya itu dapat melihat ke daerah intimnya.

"Ooh.. tenang Mah.. kalau yang itu mah, Papah nggak bakal lupa nengokin.. hehehe.."

"Yaudah.. ati-ati ya Pah", Riri mencium suaminya.

Malih pun berangkat, masuk ke dalam mobil. Memang baru beberapa minggu ini, Malih menjalani pekerjaan barunya.

Setelah ia yakin, Ana dan Riri sudah bisa ditinggal sebentar setiap hari.

Ya, ia bekerja sebagai supir taksi, ia juga mendaftar sebagai jasa angkutan online, tentu diajari Riri terlebih dahulu.

Sebenarnya Riri sudah bilang, kalau Malih tidak perlu bekerja.

Namun, Malih merasa tidak percaya diri jika tidak bekerja karena statusnya sekarang adalah ayah dari seorang anak dan suami dari seorang gadis cantik, jadi ia memutuskan untuk bekerja.

Ya pasti akhirnya Riri mendukung suaminya namun selalu berpesan hati-hati karena umurnya dan banyak kejahatan terhadap supir taksi.

"Pak Malih..mata masih seger?".

"Iyaa, Dek Sofyan.. masih seger mata..masih terang untuk ngeliat jalan..".

"Wah hebat, Pak. Kalau malem, Pak?".

"Masih bisa juga, Dek..".

"Waah, rahasianya apa, Pak? Padahal Pak Malih kan udah lumayan berumur", sedikit ledek Sofyan.

"Hmm.. saya juga kurang tau.. mata saya masih segar aja..".

"Jangan-jangan Pak Malih punya obat awet muda nih", celetuk Warjo.

"Obat awet muda? Maksud lo bini muda? Hahaha!", tambah Parman.

"Ah ya nggak mungkin, Dek Parman. Saya udah tua beginii, mana ada yang mau.. apalagi bini muda..".

"Yaa siapa tau, Pak Malih. Lebih beruntung dari kita-kita.. punya bini udah tua n gembrot..".

"Iya, abis Pak Malih tiap hari keliatan seger dan semangat terus.. yang udeh-udeh sih.. cuma temen gue yang punya bini muda.. yang seger tiap hari.. kalo kayak kita mah anyep.. hahahahaha".

Kalau mereka tahu, bisa gawat, pikir Malih. Pasti mereka tidak ada yang menyangka bahwa ada seorang gadis yang begitu cantik seperti bidadari menunggunya di rumah. Untungnya percakapan tersebut tidak menjadi lebih dalam, sepertinya hanya sekedar candaan biasa.

Padahal, Malih sangat mungkin bisa menyombongkan dirinya yang tadi diledek. Pasti kalau mereka melihat foto yang ada di dompet Malih, mereka semua langsung terdiam dan melongo.

Foto Malih bersama Riri dengan menggendong bayi mereka, Ana. Mereka tidak tahu saja kalau pria tua yang baru saja mereka ledek memiliki istri yang masih muda dan begitu cantik seperti bidadari, bahkan sampai punya anak dengannya.

Tapi, entahlah, Malih merasa tidak enak kalau sampai orang lain tahu bahwa Riri bersuamikan dirinya yang sudah tua dan dahulunya hanya tukang sampah.

Hari sudah malam, Malih pun kembali ke pool nya. Mengembalikan taksi dan uang setorannya dan pulang ke rumah, menemui istri tercinta dan anaknya.

"Eh..Papah udah pulang..", sambut Riri langsung memeluk Malih.

Dicumbunya pria yang sudah keriput itu, mereka asik bertukar ludah saat itu juga.

Hmm.. siapa yang tak kangen rumah kalau punya istri cantik yang tahu betul cara 'menyapa' suaminya yang baru pulang kerja.

Riri suka sekali berganti-ganti kostum untuk menyambut Malih yang baru pulang narik taksi. Kostum-kostum seksinya cukup banyak.

Hari ini dia sedang mengenakan kostum maid ala cosplay Jepang. Digenggamnya kedua bongkahan pantat sekel istrinya itu.

"Ana mana?".

"Udah bobo, Pah..".

"ooh..".

"Mau minum apa, Pah? Kopi, teh, atau.. susu..", goda Riri sambil menggoyang-goyangkan payudaranya.

"Kopi aja, Mah..".

"Okee.. Pah tunggu dulu ya..".

Riri pun ke belakang dan Malih duduk di sofa. Dia tak menyangka hidupnya akan nikmat dan nyaman seperti sekarang. Hidup yang membuatnya tak menyesal masih hidup sampai umur sekarang.

"Ini.. Pah.. kopinya..".

"Srrrpphh..", seruput Malih.

"Kayaknya ada yang kurang, Mah..".

Riri tersenyum genit. Dia mendekatkan kopi sang suami, dan lalu menekan payudara kirinya.

"Naaah ini baru pas susunya..", ucap Malih setelah menyeruput kopi yang sudah ditambah 'susu murni' istri cantiknya itu.

"Hihihi.. bisa ajaa Papah..sini dibukain sepatunya".

"Jangan Mah..biar Papah sendiri aja..".

"Hushh..udah.. biasanya juga dibukain sepatunya..".

Sampai saat ini, Malih masih tak enak jika Riri membukakan sepatunya. Selain terkesan kalau dia 'memperbudak' si dara cantik itu, satu hal lagi yang membuat Malih tak enak.

"Ccpphh.. ccpphh..".

"Aduuhh..Mah.. nggak usah..".

"mm..", Riri hanya bergumam sedikit sambil tersenyum karena dia sedang sibuk mengemut jempol kaki Malih.

Riri memang selalu membersihkan kedua kaki Malih dengan mulutnya sampai kaki Malih berlumuran liur si dara nan cantik jelita itu sebelum akhirnya dibasuh dengan handuk hangat yang memang sudah ia siapkan. Itulah faktor utama yang membuat Malih tidak enak.

"Papah pasti laper..bentar Mamah ambilin makan malem yaa..".

"Makasih, Mah..".

Malih begitu beruntung bisa memperistri gadis muda yang begitu cantik seperti Riri ditambah dia sangat tahu bagaimana 'memanjakan' suami.

Mata Malih berbinar terang ketika Riri kembali. Istrinya itu sudah telanjang bulat, tubuhnya yang putih mulus dan padat berisi itu benar-benar pemandangan yang bisa menghilangkan lelah dan stres seketika.

"Nih, Pah.. makanannya..".

"Kamu..emang sempurna, Mah..", puji Malih sebelum membenamkan wajahnya di selangkangan istrinya yang bersih dan harum itu.

"E.. eeh.. Pah.. ntar makanannya jatuh niiih..", protes Riri manja.

Tiada bosan dan penuh kekaguman, itu yang selalu dirasakan Malih ketika melihat istrinya itu sudah bugil karena memang begitu putih mulus dan montok.

Apalagi ditambah setelah melahirkan, kedua buah payudara Riri semakin berisi dan membusung. Riri pun menyuapi Malih sambil menemaninya nonton televisi.

Tidak ada yang lebih nikmat selain makan ditemani dara cantik seperti Riri yang tidak mengenakan sehelai benang pun. Sambil makan, Malih bisa leluasa menggerayangi istrinya itu.

"Ahh.. kenyaaang..". Riri tersenyum sambil mengusap-usap perut Malih.

"Mamah nggak makan??".

"Udah sihh.. tapi Mamah laper lagi..".

"Yaudah sini Papah gantian suapin..masih ada kan di belakang??".

"Eeh.. bukan laper itu..Mamah lapernya.. peju Papah..", bisik Riri menggoda Malih dengan ucapan mesum. Malih langsung tersenyum cabul kepada Riri.

"Kyaaah..", teriak Riri manja karena langsung ditindih suami 'reyot'nya itu.

Cekikikan, lenguhan, dan desahan manja Riri memenuhi ruang santai rumahnya. Pria 'antik' itu asik menggeluti tubuh mulus sang istri dan menggumulinya di ruangan itu.

Tidak ada yang bakal tahan kalau berdekatan dengan gadis cantik seperti Riri, apalagi sudah bugil. Tak heran Malih menggerayangi Riri dengan penuh nafsu.

Mereka bersenggama di ruang santai dan dapur sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar.

"hh.. Papah mau mandi dulu.. uuhh???", Tanya Riri ngos-ngosan karena baru selesai disetubuhi suaminya untuk yang ketiga kalinya.

"Nggak usah, Mah..langsung tidur aja kita..",

"Iyaah..".

Mereka sudah berpeluh keringat meskipun ac kamar menyala, tapi tidak berasa bagi sepasang suami istri beda generasi itu karena baru saja selesai menuntaskan hasrat birahi yang menghangatkan tubuh mereka.

Mereka tidur berpelukan dalam keadaan telanjang. Si kakek tua yang sudah keriput memeluk erat tubuh putih mulus sang bidadari cantik itu.

Mereka berdua berharap kalau persenggamaan mereka sekarang akan membuat adik untuk Ana. Kantung zakar Malih sudah kering dan kosong karena isinya sudah di 'depositkan' ke dalam rahim istrinya.

Lelaki mana yang tidak rajin 'berkembang biak' jika istrinya secantik dan semulus Riri. Sungguh mimpi yang menjadi nyata bagi Malih.

Namun, memang sesuatu yang baik tidak berlangsung lama. 3 bulan kemudian, Malih jatuh sakit. Dia sudah tidak bisa bangun dari tempat tidur.

Dengan telaten, Riri merawat Malih sementara Ana dijaga Mbok Ratih dulu.

"Pagi, Papah sayang", sapa Riri mesra dan mengecup pipi Malih yang sepertinya masih tertidur.

Riri bangun dari tempat tidurnya dan mencepol rambutnya.

"Gimana, non.. keadaan Pak Malih?", tanya Mbok Ratih.

Dia sebenarnya agak bingung juga memanggil Malih karena yang tadinya sama-sama bawahan Riri sekarang Malih menjadi majikannya semenjak mengawini dan menghamili Riri, tapi Mbok Ratih memang tidak terlalu mempermasalahkan hal itu dari awal.

Riri hanya menggeleng lesu saja, tidak berkata-kata.

Memang sudah 3 bulan lebih, Malih sakit parah sampai tidak bisa bergerak, untuk berbicara pun sudah sangat susah.

"Mau saya bikinin sarapan, non?".

"Nggak apa-apa, Mbok. Biar saya aja.. Ana udah bangun?".

"Belum, Non..".

"Ooh..".

Riri berjalan, jalannya lemas dan lesu. Dia masuk ke dalam kamar Ana, mengecup dan mengelus kepala anaknya itu.

"Ana.. doain Papah sembuh yaa..", bisik Riri.

Ibu muda nan cantik itu kembali ke dapur dan mulai membuat sarapan.

"Nnngg..". Riri segera bergegas ke kamarnya.

"Oh Papah.. udah bangun yaa..".

"Mau pipis?".

"Nnngg..".

Riri sigap mengambil semacam botol yang memang untuk menampung air seni Malih.

"Crrr..". Tanpa jijik, Riri memegangi penis suaminya itu dan mengarahkannya ke botol.

"Abis ini..kita sarapan yah, Pah..".

"Cclpphh.. cllpphh..", seakan tak mau repot, Riri langsung mengulum penis suaminya itu untuk mengeringkan sisa air seni yang tersisa.

Dia sama sekali tidak jijik, meskipun masih tersisa air seni di lubang kencing suaminya itu. Benda tumpul inilah yang selama ini 'menghidupi' gadis cantik itu.

Sumber sperma satu-satunya selama beberapa tahun belakangan ini yang dimiliki Riri.

Entahlah, mungkin bagi gadis cantik itu, sperma bahkan air seni Malih sudah seperti minuman 'berkalori' yang membuat tubuhnya menjadi segar, jadi tak heran, Riri malah keliatan asik mengulik lubang kencing suaminya yang sudah 'berkarat' itu.

"Mamah balik ke dapur dulu yaa.. nanti panggil aja yah, Pah..".

Bulir air mata sedikit meresap keluar dari sudut mata Riri seiring meninggalkan kamar. Gadis cantik itu tak hentinya meneteskan air mata sambil tetap memasak sarapan.

Dia tidak bisa fokus, dia merasa tak punya gairah hidup lagi. Seperti burung yang kehilangan pasangannya.

Riri bukan gadis bodoh, tentu dia tahu kalau sudah seperti ini, akhirnya akan berujung seperti apa.

"Pah..sarapannya udah jadii..", ucap Riri penuh gembira.

Baju tidurnya sudah ditanggalkannya, tubuh putih mulusnya yang padat berisi itu tidak tertutup apapun. Dia mendekati Malih dengan bugil.

Riri tak mau menyerah, dia ingin suaminya itu berjuang untuk sembuh.

"Ayoo.. kita sarapan, Pah..".

Dengan penuh kasih sayang, Riri pun menyuapi suaminya itu. Riri menarik tangan Malih dan menempelkannya ke payudaranya.

"Cepet sembuh yah, Pah.. ini udah lama nggak ada yang remes-remes..", bisik Riri manja.

"Mamah tau.. nanti kalo Papah udah sembuh.. Mamah bakal bujuk Diana.. supaya mau jadi istri kedua Papah..".

"Terus kita bisa bikin dedek bareng deh ama Diana.. pokoknya nanti Mamah sama Diana bakalan bikin burungnya Papah lemes tiap hari.. hihihi", bisik Riri begitu cabul.

Dia memang selalu sengaja merangsang suaminya itu agar Malih tidak menyerah dan tetap berjuang untuk hidup. Bahkan setiap hari, Riri rutin striptease di depan Malih yang tak berdaya itu.

Gerakan-gerakan tarian yang begitu sensual dipelajari Riri untuk memperkuat daya juang Malih. Beberapa kali, Riri juga mencoba untuk mengulum kemaluan Malih, tapi tentu tidak bisa mengacung tegak dan tidak bisa sampai ejakulasi.

Riri juga selalu bertelanjang ria di dekat Malih seperti biasanya, setiap hari, Riri selalu bugil sembari menyuapi makan Malih, tidur di samping Malih setiap malam, dan membasuh badan Malih dengan air hangat, bahkan setelah membersihkan Malih setelah BAB dengan air dan sabun, Riri dengan senang hati membersihkan lubang pantat Malih dengan lidahnya.

Wajahnya dibenamkan dalam-dalam ke selangkangan suaminya itu, demi untuk mempertahankan semangat hidup Malih.

Tiba-tiba, Malih bergerak perlahan mengangkat tangannya dan menunjuk ke lampu tidur yang ada di meja samping tempat tidur mereka.

"Kenapa Pah.. ada apa Pah..".

Seakan seperti sudah menjadi satu pikiran dengan Malih. Riri pun mengangkat lampu tersebut dan ada secarik kertas tertindih di bawahnya.

Sejenak Riri membaca, air matanya langsung mengalir keluar dari matanya dan dia menutup mulutnya, tak kuasa menahan rasa sedih dari kata-kata Malih yang ada di surat itu.

"Non Riri.

Saya nggak tahu harus bilang apa.

Mungkin.. pertama.. saya mau bilang terima kasih yang sebesar-besarnya.

Saya nggak menyangka..di umur saya yang udah uzur.

Saya bertemu dengan non Riri.

Pertama kali bertemu non Riri sehabis lari pagi.. saya benar-benar kaget.

Kenapa tiba-tiba ada gadis muda yang begitu cantik mengajak ngobrol saya.. bahkan sampai memberikan saya makan dan minum.

Jujur.. saat itu, saya sama sekali tak berpikir macam-macam ke non Riri.

Saya cuma berpikir hari itu saya beruntung diberi rezeki makan dan minum.

Dan dalam hati saya..hari itu benar-benar berkesan sekali.

Tapi ternyata saya salah.. hari itu adalah hari pintu mimpi yang terbuka buat saya.

Saat kejadian non Riri pertama kali mengizinkan saya menyentuh tubuh non Riri.. saya pikir itu adalah mimpi sehingga saat itu saya yang sudah lama tidak pernah menyentuh tubuh wanita lagi hanya mengikuti insting saya.

Tapi ternyata itu bukan mimpi.. makanya saya langsung meminta maaf ke non Riri.

Saya benar-benar kaget dan tidak percaya saat non Riri bilang tidak apa-apa bahkan ingin mengulanginya lagi.

Saat itu saya bingung.. kenapa ada gadis muda secantik non Riri tidak keberatan dan malah senang digerayangi oleh saya yang hanya seorang tukang sampah yang sudah tua renta.

Tapi non Riri selalu bilang bahwa mencintai saya dan menyukai saya apa adanya tanpa memandang status dan umur.

Tentu saya juga sangat suka dengan non Riri.. tidak mungkin saya tidak suka dengan gadis cantik seperti non Riri.

Saya hanya merasa tidak pantas karena saya dari golongan hina dan sudah tua bangka.

Sebenarnya saya merasa tidak enak kalau non Riri bermanjaan dengan saya di tempat umum.

Saya takut non Riri dituduh yang nggak-nggak kalau ada kenalan non Riri yang melihat.

Non Riri malah marah kalau saya minta non Riri perlakukan saya sebagai supir saja kalau di tempat umum.

Tapi memang semenjak non Riri mengangkat saya sebagai supir, saya seperti hidup di dunia mimpi.

Saya bisa bermesraan dengan non Riri yang seperti bidadari setiap hari dan saya bisa makan normal bahkan sampai 3x sehari.

Dan saya mau minta maaf tentang saya yang khilaf sewaktu di villa non Lina.

Saya benar-benar kalap sampai menyuruh non Riri untuk ditiduri 2 orang sekaligus.

Saya benar-benar khilaf..saya mohon maaf sebesar-besarnya.

Malah non Riri membalas saya dengan mengizinkan saya ngamar dengan neng Diana.

Saya benar-benar bingung..apakah saya harus senang atau takut saat itu

Takut karena saya nggak mau melukai perasaan non Riri.

Non Riri bahkan sampai rela dihamili oleh kakek tua seperti saya.

Singkat kata,

Saya ingin meminta maaf karena tidak bisa membalas kebaikan non Riri yang begitu banyak.

Saya hanya bisa mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya untuk non Riri.

Karena non Riri adalah bidadari terindah seumur hidup saya.

Terima kasih, non Riri.

Penghujung usia saya begitu indah karena non Ririku tersayang.

Semoga non Riri mendapatkan suami yang baik dan rupawan ke depannya.

Salam,

Malih

Catatan :

Non, saya titip anak kita, Ana.

Maaf saya nggak bisa nepatin janji saya membesarkan Ana sampai dewasa bersama non Riri

Papah selalu cinta, kagum, dan memuja non Riri, istriku tersayang."

Riri tidak bisa membendung air matanya.

Dia menangis sejadi-jadinya sambil memeluk Malih. Tetesan air mata juga mengalir dari ujung kedua mata Malih.

"Ee.. ee..".

Riri langsung terdiam.

"Te..te.. rima.. kasih.. non.. Ri..rr..Ri..", ujar Malih pelan dan susah.

"Terima kasih juga..Pak Malihku.. sayang..". Di dalam momen kesunyian itu, Riri seakan bisa mendengar nafas terakhir Malih.

"Selamat jalan sayangku.. semoga Papah.. tenang di sana..".

"Jangan cari bidadari di sana.. cuma Mamah yang boleh jadi bidadari Papah..", bisik Riri ke Malih yang sudah meninggalkan dunia ini.

Riri pun menangis kencang dan tersedu-sedu. Mbok Ratih sebenarnya juga khawatir ingin melihat keadaan nonanya itu, tapi dia memilih untuk membiarkan nona majikannya itu mendapatkan momen terakhirnya dengan Malih.

Dan anehnya, Ana pun ikut menangis bersamaan dengan tangisan Riri sehingga Mbok Ratih fokus menenangkan Ana. Riri benar-benar sedih dan terpukul dengan kepergian Malih.

Meski di saat terakhir, Riri sudah merelakan Malih tapi tetap saja, gadis cantik itu merasa hampa dan tidak bersemangat hidup sama sekali.

Yang ada di pikirannya hanyalah malah ingin cepat menyusul Malih. Bahkan Diana pun ketika mendengar kabar, langsung datang ke rumah Riri dan menginap beberapa hari untuk membujuk Riri agar mau makan dan beraktifitas normal.

Yah setidaknya, adanya Diana bisa membujuk Riri untuk makan meski hanya beberapa sendok saja. Momen dimana saat Riri kembali sadar adalah ketika tangan Ana menyentuh pipi ibunya itu. Tatapan kosong Riri seakan langsung terfokus ke Ana.

Ana adalah buah hatinya bersama Malih, dia sadar bahwa tak bisa seperti ini terus. Dia harus kuat demi merawat Ana karena janjinya kepada suaminya itu. Riri berterima kasih kepada Diana karena menemaninya di masa depresi panjang itu.

Setelah itu, Riri menata hidupnya lagi. Dia harus maju ke depan. Langkah pertamanya adalah menghubungi orang tuanya. Dia menceritakan semuanya ke ayahnya serta ibu tirinya. Tentu awalnya mereka kaget bukan kepalang karena mengetahui kalau Riri sudah mempunyai anak.

Mereka tak menduga kalau anak mereka bersuamikan seorang pria tua yang profesinya adalah tukang sampah. Tapi kedua orang tua Riri tak mau ambil pusing, mereka menerima keadaan putri dan cucu mereka.

Langkah selanjutnya, Riri meneruskan kuliahnya, sementara Ana dirawat oleh ayah dan ibu Riri yang sementara sedang pulang. Mereka bahkan terlihat sayang sekali dengan Ana.

Riri sendiri berusaha sekuat mungkin untuk mengakrabkan diri dengan ibu tirinya sampai akhirnya menjadi sebuah keluarga yang utuh kembali.

Di kampus, Riri pun berusaha sekuat mungkin untuk mengejar ketertinggalannya di perkuliahan. Tentu tidak seangkatan lagi dengan teman-temannya.

Meski kampus yang sama, namun Riri sama sekali tidak melihat Lina, Intan, dan Moniq. Dia berpikir mereka sudah lulus duluan dan tidak mau ambil pusing. Diana pun masih sering ke rumah Riri untuk menjenguk Ana.

Usai lulus kuliah dengan IPK tertinggi yakni 4.0, ayah Riri menawari posisi CEO untuk anak perusahaannya yang ada di dalam negeri, sebagai hadiah kelulusan dan usahanya untuk menjalin hubungan dengan ibu tirinya.

Namun, Riri menolak. Dia mau bekerja di perusahaan ayahnya namun dari bawah, dari level staff.

Riri adalah perempuan pintar, dengan menggunakan program pengembangan manajemen yang ada di perusahaan itu, dalam waktu 3 tahun saja, dia sudah dipercaya sebagai kepala divisi di perusahaan itu.

"Gila tuh si Bu Riri ya..".

"Kenapa??? Kesel ama dia??".

"Anjiir.. mana bisa kesel ama bos cantik gitu.. hehehe".

"Lah lu terus kenapa??".

"Nggak bingung aja.. dia kan anaknya bosnya CEO kita.. tapi kenapa dia mulai dari staff dulu ya.. udah gitu proses masuk kayak orang biasa lagi..".

"Yaa kan ada aja yang kayak gitu.. pengen nunjukkin kemampuannya sendiri..".

"Keren banget berarti dia ya…udah cantik terus nggak manja…emang bener-bener tuh kadiv kita..pantes pada betah.. udah pinter, cantik, baik lagi..".

"Kayaknya lo kesemsem sama Bu Riri yah??".

"Iyaalaah.. emang lo nggak??".

"Iya juga sih.. hahahaha".

"Udah gitu masih single lagi.. beniing.. kalo jadi bini.. gue kekepin tiap hari dah tuh si Bu Riri..".

"Ja elah.. Kadiv kayak Bu Riri mah nggak level ama kita, Jo..".

"Ya kali aja.. lagi hoki kita.. hehehe".

"Eh.. pada ngomongin saya ya..", tiba-tiba Riri masuk ke dalam pantry.

"Ee..hh.. Ibu..", kedua pegawai itu langsung salah tingkah.

"Ngomongin apa hayoo???".

"Ah nggak.. Bu..".

"Tadi saya denger.. mau jadi suami saya??", tantang Riri sambil sibuk membuat kopi.

"Ah.. becanda aja, Bu..".

"Beneran juga gak apa-apa..".

"Serius, Bu..".

"Iyaa..tapi listnya panjang lho..", goda Riri

"Gak apa-apa, Bu. Asal masih ada kesempatan, Bu.. hehehe".

"Kamu juga, Bud??".

"Ikut aja saya, Bu..".

"Tapi mesti tahan ama saya..".

"Tahan diomelin, Bu?? Siap itu mah.. diomelin sama ibu mah malah nagih, Bu.. hehehe".

"Bisa aja kamu, Jo. Itu juga siih.. tapi ada satu lagi..".

"Apa, Bu?".

"Tahan lama-lama di kamar ama saya..", jawab Riri sambil mengedipkan matanya nakal.

"Aduuh.. Bu.. jadi ngilu kita..".

Riri cuma membalas dengan senyuman.

"Udah.. kerja kerja.. nanti saya buat ngilu beneran.. baru tau rasa", tantang Riri nakal, dia menggerakkan lidahnya dan menekan-nekan pipinya sehingga seperti sedang melakukan ‘blowjob’ dengan mulutnya kemudian memeletkan lidah dan sambil meloyor pergi membawa kopinya.

"Anjrriiitt, broo.. beuh kalo bukan di kantor.. udeh gue tegrep dah tuh Bu Riri..".

"Gue kira cuma boong doang anak-anak..ternyata Bu Riri..bisa diajak becanda mesum juga..".

"Beuuuh makin gemes aja gue..".

Sebagai seorang bos, tentu Riri tak lepas dari meluapkan marahnya ke timnya jika ada masalah.

Namun, biasanya 1 hari setelah itu, dia mengumpulkan semua timnya lalu meminta maaf di depan mereka semua dan membelikan makanan jadi timnya pun merasa tidak enak kalau sampai Riri marah.

Di tim wanita, Riri terkenal royal. Kadang tak jarang dia membelikan beberapa pegawai wanitanya barang-barang bermerk seperti tas, sepatu, aksesoris, dan lain-lain.

Apalagi di tim pria, Riri terkenal sebagai orang yang supel. Dan yang paling membekas di tim pria karena Riri bisa diajak bercanda nakal dan agak-agak jorok, tentu masih dalam batas wajar di kantor seperti barusan.

Perform timnya pun jadi lebih tinggi dibandingkan tim lainnya. Bahkan tingkat turn over karyawan di divisinya hampir 0%.

Beberapa resign karena pindah ke luar kota atau memang mendapatkan posisi yang lebih baik. Timnya pun kadang tak sungkan mengajak Riri berkumpul, baik yang wanita terlebih lagi pria.

Kebanyakan tim prianya banyak yang modus dikarenakan status Riri yang masih single.

Banyak sekali yang mendekati Riri, dari pria single, anak baru, bahkan sampai pria beristri pun ada yang mendekatinya karena Riri hanya menolak halus saja sehingga beberapa pria mungkin beranggapan bahwa Riri sedang mengetes mereka.

"Mamah pulaang!!".

"Mamah mamah..", seorang anak kecil lucu berlari ke arah Riri.

"Mah.. Mah.. tadi aku.. belajar baca sama Mbok..".

"Oh iyaa? Coba Mama pengen tahu..".

"Ini, Mah..tadi Ana belajar ini.

Ini Budi.

Ini Bapak Budi.."

"Wiih hebat kamu..pinter emang anak Mamah..".

"Iyaa doong hehehe".

Sepertinya kepintaran Riri menurun ke Ana. Umur 3 tahun sudah pintar berbicara. Usianya sekarang 4 tahun setengah bahkan sudah bisa membaca.

"Mbok.. istirahat sana.. kasian dari pagi udah beres-beres rumah".

"Non Riri nggak mandi dulu?".

"Oh iya.. yaudah.. Ana sama Mbok dulu ya..Mamah mau mandi dulu..".

"Iyaa, Mah..".

Riri, seorang perempuan cantik berusia 27 tahun, seorang kepala divisi suatu perusahaan, status single mom. Kulitnya putih mulus dan wajah yang cantik bagai bidadari. Selesai mandi, Riri pun bermain dengan Ana.

Menemaninya belajar membaca, bernyanyi, sambil makan malam dan menyuapi Ana.

Baginya, tidak ada yang lebih menyenangkan daripada momen dengan anaknya. Anak dari hasil percintaannya dengan mendiang Malih, seorang kakek tua yang baik hati.

Malam pun semakin larut, terdengar senandung merdu dari kamar Ana. Riri sedang menina bobokan anaknya yang nampaknya juga akan tumbuh sama cantiknya dengan Riri.

"Good night, my princess.. sleep tight.

May you have a good future up ahead

Don't ever give up.

No one will lend you a hand

Unless you show your kindness before.

Grow into a strong and kind girl, my love..", bisik Riri ke Ana yang sudah tertidur.

Kecupan sayang Riri ke kening Ana sebelum menyelimuti anaknya tersayangnya itu.

Riri meregangkan tubuhnya setelah ke luar kamar Ana. Dia memang mendidik anaknya untuk mulai tidur sendirian agar Ana tidak menjadi anak manja.

Tapi Riri juga punya tempat favorit sendiri untuk tidur.

"Ckkllkk..".

"Udah lama nunggu yaah..", ujar Riri dengan suara yang begitu manja.

"Maaf ya..tadi boboin si Ana dulu..".

Riri berjalan sensual sambil melucuti pakaian tidurnya. Tubuh putih mulusnya pun terbebas dan mendekati tempat tidur.

"Belum tidur kan?".

"Awas aja.. kalo tidur duluan..".

Riri pun naik ke atas tempat tidur lalu merayap naik di atas badan yang sudah tidur terlentang di kasu itu.

"Kangen..", gumam Riri manja sebelum mencium 'lawan'nya itu.

"Ccppph.. ccppphh..".

Riri mencumbui dan menjilati pasangannya itu.

"Met bobo, Pah..", bisik Riri setelah memposisikan dirinya tidur di samping dan menarik tangannya itu untuk memeluk tubuh mulusnya yang telanjang itu.

Papah itu bukan suami baru Riri, tapi ya benar.. itu adalah Malih.. lebih tepatnya mayat Malih.

Tanpa sepengetahuan orang lain, Riri tidak menguburkan Malih. Dia mengawetkan Malih dan menyimpannya di kamar khusus dengan bantuan kenalannya.

Ya, Riri memang bisa move on tapi ternyata memang tidak bisa pisah dengan Malih.

Dia 'mencuri' mayat Malih untuk diawetkan. Bahkan tak jarang, ia sering membayangkan kalau dia sedang bercinta dengan mayat Malih, menciuminya, bahkan mengemut serta menjilati kemaluan Malih yang sudah menjadi mayat.

Dia merasa setidaknya rasa rindunya terhadap si 'penjajah' tubuhnya itu terobati. Dan memang setiap malam, Riri memang selalu tidur di kamar khusus ini.

Telanjang, tanpa busana sedikit pun, tidur dengan mayat Malih yang meskipun sudah diawetkan tapi sudah nampak agak membusuk.

Namun, Riri senang sekali tidur sambil memeluk mayat Malih. Entahlah, mungkin Riri nampak normal saat di luar.

Sebenarnya Riri sudah 'sakit', bahkan dia berfantasi dan membayangkan kalau suatu malam nanti, siapa tahu mayat Malih akan hidup dan bisa bergumul lagi dengannya bahkan kalau misalkan nanti akan hidup seperti mayat hidup yang ada di film-film barat, Riri pun rela menjadikan tubuhnya yang mulus itu sebagai makanan Malih.



Tamat

Klik Nomor untuk lanjutannya
cerita sex yes, fuck my pussy. good dick. Big cock. Yes cum inside my pussy. lick my nipples. my tits are tingling. drink milk in my breast. enjoying my milk nipples. play with my big tits. fuck my vagina until I get pregnant. play "Adult sex games" with me. satisfy your cock in my wet vagina. Asian girl hottes gorgeus. lonte, lc ngentot live, pramugari ngentot, wikwik, selebgram open BO
x
x