Perkenalkan namaku James, berusia 34 tahun, dan telah menikah. Sekilas tentang tubuhku, aku memiliki tubuh yang atletis, dengan tinggi badan sekitar 180cm. Jika menegang, ukuran penisku mencapai 20cm, dengan diameter 4-5cm. Ya beruntung aku punya tubuh sebagus ini.
Aku telah resign dari perusahaan sebelumnya, dan kini pindah ke perusahaan yang baru. Di perusahaan yang baru ini, aku mendapatkan posisi sebagai seorang manager technology. Rekan-rekan kerjaku biasa saja semuanya, cenderung tidak aneh, cenderung tidak jahat.
Pokoknya, semua berjalan kelewat normal di perusahaan itu. Wanitanya pun cantik-cantik semua, pemandangan nih. Kalau ada yang tidak normal, paling-paling sejauh tiga sekawan di divisi HRD. Dari yang paling tua, bernama Novi.
Novi boleh dikatakan dambaan kaum laki-laki pada umumnya. Ia berambut panjang sepunggung lurus, memiliki muka yang cantik, senyum dan tawanya anggun, berkulit putih bersih, tinggi sekitar 175cm, cukup langsing, selalu berpakaian tipikal wanita karir, buah dadanya kutaksir sekitar 34B.
Novi ini adalah manager HRD. Ia telah menikah, namun belum dikaruniai seorang anak. Umurnya 30 tahun, tetapi terlihat seolah masih berumur 25 tahun. Selanjutnya, yang kedua tertua, bernama Desi. Desi juga telah menikah dan baru saja merayakan hari ulang tahunnya yang ke-28.
Desi berkulit sawo matang, memiliki muka yang manis, tinggi sekitar 164cm, rambut keriting sepunggung, buah dada kutaksir sekitar 32B. Ia memiliki perawakan lebih tenang dibandingkan keduanya, tidak banyak bicara, dan caranya tertawa pun cenderung elegan.
Kalau boleh jujur, menurutku mukanya tampak sedikit nakal dan menawan. Gaya bicaranya pun cenderung formal, bahasanya amat baku. Untungnya sih dia masih bisa mengerti bahasa percakapan sehari-hari.
Yang paling muda, bernama Emi. Ia adalah yang paling ceria diantara ketiganya. Ia belum menikah, dan baru berumur 24 tahun. Berambut pendek, sering memasang ekspresi ceria sehingga membuatnya terlihat imut dan cantik, berkulit putih mulus, tinggi sekitar 170cm, memiliki buah dada yang sepertinya cenderung lebih besar dari Novi mungkin sekitar 34C.
Emi adalah yang paling ramai dan berisik diantara ketiganya. Ia memiliki perawakan seperti anak kecil, padahal mukanya cukup dewasa. Gaya bicaranya pun seperti anak muda pada umumnya. Akan tetapi, itulah yang membuatnya menarik.
Kenapa aku bilang mereka itu aneh? Dikarenakan mereka suka tertawa-tawa bertigaan, apalagi jika bertemu denganku di jalan, mereka jadi suka berbisik-bisik dan memberi kode satu sama lain yang membuatku semakin bingung saja.
Di saat sedang serius-seriusnya jam kerja, pasti ada saja setidaknya sekali dalam sehari, mereka tiba-tiba tertawa-tawa tidak jelas. Biasanya yang memulai adalah Emi, tiba-tiba ngomong ke kedua kawannya,”iya kan ya? Hahahahaha”.
Itu saja, dan kedua rekannya langsung ikutan tertawa-tawa. Begitulah, Emi biasanya tertawa lepas, Desi tertawa dengan tidak memperlihatkan gigi sama sekali, sedangkan Novi tertawa dengan senyum yang terkadang ditutupi oleh tangannya. Aku tidak pernah mengerti apa yang mereka tertawakan.
Pada suatu hari, disaat aku sedang lumayan sibuk-sibuknya dan butuh refreshing, tiba-tiba Emi mendatangiku.
“Halo Pak James!” Sapanya dengan riang.
“Halo juga Emi, ceria amat kamu.” Sapaku balik.
“Pak James.. anuu.. hmmmm..” Katanya dengan bingung.
Waduh, kenapa ini si Emi? Jangan-jangan dia mau menyatakan cinta nih? Maklum, aku memang orangnya sedikit ge-er.
“Hari kamis kan long weekend, sampai hari minggu. Aku sama Bu Novi dan Bu Desi rencananya mau ke Arumdalu, mau main-main di private beach-nya. Pak James ikut kita yuk!” Ajaknya dengan penuh harap.
Saat Emi mengajakku, aku melihat Novi dan Desi sedang duduk di meja mereka masing-masing, keduanya menghadap kearahku dan Emi.
Wajah mereka dipenuhi dengan rasa bengong seolah-olah tidak percaya dengan apa yang Emi lakukan, tetapi kemudian berubah menjadi rasa harap seolah-olah jawabanku menentukan masa depan mereka. Hmmm, hari ini hari Senin, 3 hari lagi sampai hari Kamis.
Kebetulan semingguan ini, istriku sedang outing bersama orang kantornya, alamak bosan deh aku di rumah. Mungkin ikut dengan mereka bukan ide yang buruk?
“Ayooo paak. Kita ga ada yang nyetirin niih..” Pinta Emi dengan manja.
Ya ampuuunn, blak-blak an sekali si Emi ini. Akan tetapi, jujur aku sangat menghargai sikap blak-blak an dan kejujuran Emi. Aku lebih memilih orang seperti itu dibandingkan orang yang kebanyakan bertele-tele, dan ujung-ujungnya bermaksud sama.
“Boleh deh ayo!” Kataku menerima ajakan Emi.
“Horeeee! Pak James emang bapak manager yang paling baik. Daripada Bu Novi tuh cuma diem-diem dan senyum-senyum doang disana.” Kata Emi kegirangan.
“Eh kamu ya Emi! Genit sekali kamu sama Pak James. Dia udah punya istri tau!” Kata Novi dengan riang.
“Biarin! Daripada Bu Novi. Diem-diem Ibu kagum kan sama Pak James?” Goda Emi.
Hah? Beneran tuh si Novi kagum sama aku?
“Hush sembarangan kamu ya kalo ngomong Emi! Ada juga kamu tuh yang ngefans ama dia. Kita jalan-jalan aja sampe diajak segala.” Kata Novi dengan muka sedikit memerah.
“Biarin! Habisan Pak James ganteng sih! Baik dan juga selalu baik sama siapapun walaupun dia manager. Ga kaya Bu Novi, ngakunya ga suka, tapi kalo chatting Pak James melulu yang diomongin.” Balas Emi.
Buset. Ini beneran ato boongan sih? Bisa-bisanya si Emi membicarakan aku seolah-olah aku yang ada didepannya hanyalah patung saja. Oh iya, hubungan Novi dan Emi ini memang sudah sangat dekat, seperti tante dan keponakannya saja, makanya Emi bisa bicara blak-blak an begitu kepada Novi yang notabenenya adalah manager-nya. Novi pun sangat memahami tingkah laku Emi, dan untungnya dia tidak ambil ke hati.
“Sudahlah, tidak perlu bertengkar begitu. Toh Pak James sudah menyetujui untuk ikut. Kalian yang sama-sama mengagumi beliau, sama-sama senang dong. Untuk apa sekarang saling menunjuk?” Desi angkat bicara dengan gaya bahasa yang.. amat formal.
“Kamu juga ngefans ama dia diem-diem. Jangan nyebelin!” Emi dan Novi sama-sama angkat bicara.
Bujugilee. Ini mereka lagi ceng-cengan, ato lagi pada buka aib yah? Masa sih mereka bertiga ngefans ama aku? Bisa jadi sih yah, di kantor ini aku sih yang paling ganteng (ge-er mode on).
“Okee! Meeting besok selasa pas jam makan siang, Pak Jameess!” Kata Emi.
Jadilah aku menyetujui ajakan mereka untuk pergi ke Arumdalu. Aku baru pernah denger tentang Arumdalu, belum pernah kesana. Yang aku tahu, disana ada kolam renang dan private beach. Dan aku baru sadar sesuatu.. Aku laki-laki sendiri di tengah para perempuan! Waduuhh! Udah terlanjur menyetujui pula.
Gawat gawat! Tunggu, istriku sedang outing. Aku mungkin tidak perlu menceritakan kepergianku bersama teman-teman anehku ini. Haah untung saja. Kalo istriku tahu, bisa dikebiri aku. Lagian Novi dan Desi juga sudah menikah, harusnya mereka tahu batas lah. Emi, sepertinya juga tahu batas.. semoga saja.
Aku telah resign dari perusahaan sebelumnya, dan kini pindah ke perusahaan yang baru. Di perusahaan yang baru ini, aku mendapatkan posisi sebagai seorang manager technology. Rekan-rekan kerjaku biasa saja semuanya, cenderung tidak aneh, cenderung tidak jahat.
Pokoknya, semua berjalan kelewat normal di perusahaan itu. Wanitanya pun cantik-cantik semua, pemandangan nih. Kalau ada yang tidak normal, paling-paling sejauh tiga sekawan di divisi HRD. Dari yang paling tua, bernama Novi.
Novi boleh dikatakan dambaan kaum laki-laki pada umumnya. Ia berambut panjang sepunggung lurus, memiliki muka yang cantik, senyum dan tawanya anggun, berkulit putih bersih, tinggi sekitar 175cm, cukup langsing, selalu berpakaian tipikal wanita karir, buah dadanya kutaksir sekitar 34B.
Novi ini adalah manager HRD. Ia telah menikah, namun belum dikaruniai seorang anak. Umurnya 30 tahun, tetapi terlihat seolah masih berumur 25 tahun. Selanjutnya, yang kedua tertua, bernama Desi. Desi juga telah menikah dan baru saja merayakan hari ulang tahunnya yang ke-28.
Desi berkulit sawo matang, memiliki muka yang manis, tinggi sekitar 164cm, rambut keriting sepunggung, buah dada kutaksir sekitar 32B. Ia memiliki perawakan lebih tenang dibandingkan keduanya, tidak banyak bicara, dan caranya tertawa pun cenderung elegan.
Kalau boleh jujur, menurutku mukanya tampak sedikit nakal dan menawan. Gaya bicaranya pun cenderung formal, bahasanya amat baku. Untungnya sih dia masih bisa mengerti bahasa percakapan sehari-hari.
Yang paling muda, bernama Emi. Ia adalah yang paling ceria diantara ketiganya. Ia belum menikah, dan baru berumur 24 tahun. Berambut pendek, sering memasang ekspresi ceria sehingga membuatnya terlihat imut dan cantik, berkulit putih mulus, tinggi sekitar 170cm, memiliki buah dada yang sepertinya cenderung lebih besar dari Novi mungkin sekitar 34C.
Emi adalah yang paling ramai dan berisik diantara ketiganya. Ia memiliki perawakan seperti anak kecil, padahal mukanya cukup dewasa. Gaya bicaranya pun seperti anak muda pada umumnya. Akan tetapi, itulah yang membuatnya menarik.
Kenapa aku bilang mereka itu aneh? Dikarenakan mereka suka tertawa-tawa bertigaan, apalagi jika bertemu denganku di jalan, mereka jadi suka berbisik-bisik dan memberi kode satu sama lain yang membuatku semakin bingung saja.
Di saat sedang serius-seriusnya jam kerja, pasti ada saja setidaknya sekali dalam sehari, mereka tiba-tiba tertawa-tawa tidak jelas. Biasanya yang memulai adalah Emi, tiba-tiba ngomong ke kedua kawannya,”iya kan ya? Hahahahaha”.
Itu saja, dan kedua rekannya langsung ikutan tertawa-tawa. Begitulah, Emi biasanya tertawa lepas, Desi tertawa dengan tidak memperlihatkan gigi sama sekali, sedangkan Novi tertawa dengan senyum yang terkadang ditutupi oleh tangannya. Aku tidak pernah mengerti apa yang mereka tertawakan.
Pada suatu hari, disaat aku sedang lumayan sibuk-sibuknya dan butuh refreshing, tiba-tiba Emi mendatangiku.
“Halo Pak James!” Sapanya dengan riang.
“Halo juga Emi, ceria amat kamu.” Sapaku balik.
“Pak James.. anuu.. hmmmm..” Katanya dengan bingung.
Waduh, kenapa ini si Emi? Jangan-jangan dia mau menyatakan cinta nih? Maklum, aku memang orangnya sedikit ge-er.
“Hari kamis kan long weekend, sampai hari minggu. Aku sama Bu Novi dan Bu Desi rencananya mau ke Arumdalu, mau main-main di private beach-nya. Pak James ikut kita yuk!” Ajaknya dengan penuh harap.
Saat Emi mengajakku, aku melihat Novi dan Desi sedang duduk di meja mereka masing-masing, keduanya menghadap kearahku dan Emi.
Wajah mereka dipenuhi dengan rasa bengong seolah-olah tidak percaya dengan apa yang Emi lakukan, tetapi kemudian berubah menjadi rasa harap seolah-olah jawabanku menentukan masa depan mereka. Hmmm, hari ini hari Senin, 3 hari lagi sampai hari Kamis.
Kebetulan semingguan ini, istriku sedang outing bersama orang kantornya, alamak bosan deh aku di rumah. Mungkin ikut dengan mereka bukan ide yang buruk?
“Ayooo paak. Kita ga ada yang nyetirin niih..” Pinta Emi dengan manja.
Ya ampuuunn, blak-blak an sekali si Emi ini. Akan tetapi, jujur aku sangat menghargai sikap blak-blak an dan kejujuran Emi. Aku lebih memilih orang seperti itu dibandingkan orang yang kebanyakan bertele-tele, dan ujung-ujungnya bermaksud sama.
“Boleh deh ayo!” Kataku menerima ajakan Emi.
“Horeeee! Pak James emang bapak manager yang paling baik. Daripada Bu Novi tuh cuma diem-diem dan senyum-senyum doang disana.” Kata Emi kegirangan.
“Eh kamu ya Emi! Genit sekali kamu sama Pak James. Dia udah punya istri tau!” Kata Novi dengan riang.
“Biarin! Daripada Bu Novi. Diem-diem Ibu kagum kan sama Pak James?” Goda Emi.
Hah? Beneran tuh si Novi kagum sama aku?
“Hush sembarangan kamu ya kalo ngomong Emi! Ada juga kamu tuh yang ngefans ama dia. Kita jalan-jalan aja sampe diajak segala.” Kata Novi dengan muka sedikit memerah.
“Biarin! Habisan Pak James ganteng sih! Baik dan juga selalu baik sama siapapun walaupun dia manager. Ga kaya Bu Novi, ngakunya ga suka, tapi kalo chatting Pak James melulu yang diomongin.” Balas Emi.
Buset. Ini beneran ato boongan sih? Bisa-bisanya si Emi membicarakan aku seolah-olah aku yang ada didepannya hanyalah patung saja. Oh iya, hubungan Novi dan Emi ini memang sudah sangat dekat, seperti tante dan keponakannya saja, makanya Emi bisa bicara blak-blak an begitu kepada Novi yang notabenenya adalah manager-nya. Novi pun sangat memahami tingkah laku Emi, dan untungnya dia tidak ambil ke hati.
“Sudahlah, tidak perlu bertengkar begitu. Toh Pak James sudah menyetujui untuk ikut. Kalian yang sama-sama mengagumi beliau, sama-sama senang dong. Untuk apa sekarang saling menunjuk?” Desi angkat bicara dengan gaya bahasa yang.. amat formal.
“Kamu juga ngefans ama dia diem-diem. Jangan nyebelin!” Emi dan Novi sama-sama angkat bicara.
Bujugilee. Ini mereka lagi ceng-cengan, ato lagi pada buka aib yah? Masa sih mereka bertiga ngefans ama aku? Bisa jadi sih yah, di kantor ini aku sih yang paling ganteng (ge-er mode on).
“Okee! Meeting besok selasa pas jam makan siang, Pak Jameess!” Kata Emi.
Jadilah aku menyetujui ajakan mereka untuk pergi ke Arumdalu. Aku baru pernah denger tentang Arumdalu, belum pernah kesana. Yang aku tahu, disana ada kolam renang dan private beach. Dan aku baru sadar sesuatu.. Aku laki-laki sendiri di tengah para perempuan! Waduuhh! Udah terlanjur menyetujui pula.
Gawat gawat! Tunggu, istriku sedang outing. Aku mungkin tidak perlu menceritakan kepergianku bersama teman-teman anehku ini. Haah untung saja. Kalo istriku tahu, bisa dikebiri aku. Lagian Novi dan Desi juga sudah menikah, harusnya mereka tahu batas lah. Emi, sepertinya juga tahu batas.. semoga saja.
Pada saat jam makan siang keesokan harinya, yaitu hari Selasa, aku makan siang di luar bersama tiga sekawan aneh itu. Kami membahas rundown acara kami di Arumdalu. Jadi keseluruhannya, hari Kamis subuh kami berangkat.
Meeting pointnya adalah di McDonalds Pondok Indah Plaza, karena rumah kami berada di Selatan semua, maka kami menetapkan meeting point di Selatan, yang dekat dengan pintu tol jorr.
Sesampainya disana, mungkin kami akan beristirahat sebentar di villa, lalu makan siang, tidur siang sebentar, main voli di pantai, main air di pantai, makan malam, dan tidur. Hari Jumatnya, sarapan pagi lalu berenang, jalan-jalan di sekitar Anyer, makan siang, santai-santai di pantai, makan malam, pulang ke villa, sesi gosip (oh tidak.. kenapa aku harus ikut gosip?), dan tidur.
Hari Sabtunya, kami akan check out dan pindah ke Marbella untuk mencoba kamar mewah dengan private poolnya. Kemungkinan kami akan terus disana, berleha-leha menikmati fasilitas hotel dan private pool. Makan siang dan malam pun di villa saja.
Hari minggunya kami akan check out dan pulang. Begitulah kira-kira garis besarnya. Aku cukup kaget rencana bisa tersusun serapi itu, padahal mereka perempuan semua, dan perempuan itu biasanya kalau sudah menyusun jadwal selalu ribet dan punya ego masing-masing.
Akan tetapi, lain halnya dengan mereka. Emi yang penuh semangat ingin bermain air di pantai dan kolam renang, maka Novi dan Desi menyetujui, walaupun terlihat bahwa sebetulnya Desi kurang suka main air.
Desi yang suka ngegosip, sengaja bikin acara sesi gosip sendiri, dimana Emi tidak suka ngegosip tetapi menyetujui adanya sesi gosip itu dikarenakan permintaannya untuk main voli dan air di pantai dan kolam renang sudah terpenuhi.
Novi kelihatannya suka menginap di kamar yang mewah, yang ada private poolnya. Desi dan Emi pun ikut setuju, walaupun sebenarnya konsentrasi mereka di hal itu kurang. Harmonis sekali ya. Baru kali ini aku melihat perempuan berkumpul, dan harmonis. Mungkin ada faktor karena mereka aneh kali ya?
Hari menjelang malam pada hari Rabu, aku segera packing. Aku memasukkan hal-hal yang sekiranya kuperlukan. Pakaian, handuk, sendal, celana pantai, dan obat-obatan. Malamnya, aku tidak tidur, takutnya kebablasan tidur.
Setelah jam menunjukkan pukul 3 subuh, aku segera menyalakan mesin mobilku dan pergi ke McDonalds Pondok Indah Plaza. Jaraknya hanya 10 menit dari rumahku. Saat aku masuk, Desi sudah ada di dalam.
Ia mengenakan topi cowboy, baju bulu-bulu yang mengekspos pundak kanannya, dan rok pendek. Lipstick glossynya membuat bibirnya terlihat semakin sensual. Sesaat sempat terlintas di khayalanku bahwa aku sedang mencium bibir yang sensual itu.
“Des, cepet amat kamu udah sampe. Dari jam berapa?” Tanyaku.
“Saya juga baru sampai, pak. Baru saja 4 menit.” Jawab Desi.
Kami menghabiskan segelas kopi, dan tidak lama kemudian Emi datang. Ia mengenakan tanktop berwarna biru, celana jeans hotpants, dan rompi putih panjang tidak berlengan. Baru kali ini aku melihat bahwa Emi memiliki kaki yang sangat indah. Sangat cantik sekali Emi terlihat hari ini.
“Pagi Pak James. Aku pesenin kopi ya pak? Atau bapak mau pesan apa sini aku pesenin.” Kata Emi.
“Oh ga usah Emi makasih. Aku udah minum kopi tadi. Kamu aja pesen sarapan atau apa kek.” Kataku.
Perhatian sekali Emi ini. Kalau saja aku belum menikah, kemungkinan besar aku sudah jatuh cinta kepadanya. Emi memesan segelas kopi dan hash brown. Tidak lama kemudian, Novi pun datang.
Ia mengenakan kaos ketat berwarna hijau lengan panjang, dan celana pendek coklat. Jujur, aku sempat deg-deg an membayangkan apa yang ada dibalik baju Novi itu. Kaos Novi yang ketat itu membuat bentuk buah dadanya yang bulat dan proporsional terlihat jelas. Perutnya pun sepertinya cukup langsing. Untuk beberapa saat, batang kemaluanku sempat menegang.
Setelah selesai makan dan minum, kami langsung berangkat. Jam menunjukkan pukul 3.54. Jalanan masih sepi sekali. Karena seking sepinya, aku sedikit mengantuk. Sepertinya Emi yang duduk di belakangku menyadari bahwa aku merasa mengantuk.
Maka, ia langsung menjadi “radio”. Dalam sekejap, seisi mobil menjadi sangat ramai. Kami tertawa terbahak-bahak akibat pembicaraan kami. Sesudah lelah tertawa, kami masing-masing mulai diam.
“Cape ketawa melulu. Cape hati yang semalem juga jadi ilang gara-gara ketawa melulu.” Tiba-tiba Novi yang duduk disampingku angkat bicara.
“Cape hati yang semalem kenapa Nov?” tanyaku dengan bingung.
Dari spion tengah, aku bisa melihat Desi yang duduk di belakang Novi tertawa nakal, sedangkan Emi tersenyum tipis.
“Biasa lah pak. Urusan suami istri. Semalem berdua abis ngentot, tapi suaminya keburu-buru jadinya ngecrot duluan.” Kata Emi.
Jegeeerrr.
Aku kaget karena Emi tiba-tiba bicara se-vulgar itu.
“Buset, itu omongan kamu kaga dikontrol.” Kataku.
“Ngapain dikontrol? Bapak kan cowok gini, harusnya udah biasa kan ngomong yang vulgar-vulgar gitu kalo ngumpul sama temen cowok?” Tanya Emi.
Ya betul juga sih. Namanya laki-laki mah biasalah ya.
“Namanya juga Emi pak. Walaupun belum menikah, tetapi gairah seks dia yang paling tinggi pak diantara kita yang sudah menikah.” Desi angkat bicara.
“Gawat betul kamu Emi. Tapi nanti kalo udah nikah juga ngerasain kok, sabar aja.” Kataku.
“Ga usah nikah juga aku udah pernah ngerasain pak.” Kata Emi.
Weeeww. Ternyata ceria-ceria gini, liar juga anaknya.
“Haaahhh?” Tanyaku kaget.
“Ya susah pak. Yang namanya seks itu kan salah satu kebutuhan dasar manusia, entah kita mengakui ato ga, tapi itu betul.” Kata Emi.
“Betul sih.” Kataku mengiyakan.
Desi dan Novi mengangguk tanda setuju. Gila ini, aku tidak menyangka pembicaraan bisa sampai ke arah sini. Yah tapi mumpung sudah disini, aku ikut membaur aja deh. Toh semuanya sudah pada pernah berhubungan seks, tidak perlu malu-malu yah, terbuka saja deh.
“Terus, pengalaman kalian gimana? Do you find sex interesting?” Tanyaku.
“Unresistable pak. Tapi enakan masturbasi sendiri. Temenku waktu itu cuma mikirin tititnya sendiri doang, ga seru jadinya.” Kata Emi.
“Temen?? Bukan mantan pacar?” Tanyaku heran.
“Enakan sama temen pak. Kalo pacar susah. Soalnya kalo pacar itu jatuhnya sayang, bukan nafsu.” Kata Emi.
Buset, ini statement paling bener mengenai seks, menurut pendapatku. Gila, umur baru 24, tapi pengalaman dan pandangan seks udah mateng abis. Ngeri aku jadinya.
“Tergantung pak. Aku suka batang kemaluan yang besar, minimal diameternya 3-4cm. Begitu menerobos vagina, itu terasa sekali gesekannya di dinding rahimku.” Jawab Desi.
“Kalo aku sih suka yang panjang, ga besar juga ga apa, tapi kalo besar ya bonus.” Kata Novi.
Hmmm, aku jadi mengerti. Emi mencari kasih sayang dalam hubungan seks, Desi mencari batang yang besar, sedangkan Novi mencari batang yang panjang. Semuanya itu kumiliki. Andai aku belum beristri, mungkin tiga-tiganya sudah kuhabisi sekarang.
Dasar anak-anak ini. Di kantor mereka paling aneh, tapi ternyata pada maniak seks semua. Aku mulai berpikir bahwa suatu kesalahan besar aku ikut mereka pergi. Tapi sejujurnya, aku cukup menikmati pembicaraan ini dengan mereka.
Bahkan, saking terbukanya, kami saling sharing masalah ukuran masing-masing. Ternyata, tebakanku mengenai buah dada mereka masing-masing tidak meleset sama sekali. Mereka pun sekarang tahu dengan jelas spesifikasi batang kemaluanku, dan sepertinya mereka cukup terdiam, entah apa yang ada di pikiran mereka.
“Boleh paak kapan-kapan kita ngentot bareng.” Kata Emi.
Buset, vulgar mu kali ini kelewatan, nak. Tapi aku selow aja deh. Yang namanya Emi mah ga boleh masukkin kata-katanya ke hati.
“Hush. Dia udah punya istri Emiiii.” Kata Novi.
“Iyaaa, aku cuma becanda kok buuuu. Aku cuma becanda pak, jangan diambil hati ya.” Kata Emi kepada Novi dan aku.
Meeting pointnya adalah di McDonalds Pondok Indah Plaza, karena rumah kami berada di Selatan semua, maka kami menetapkan meeting point di Selatan, yang dekat dengan pintu tol jorr.
Sesampainya disana, mungkin kami akan beristirahat sebentar di villa, lalu makan siang, tidur siang sebentar, main voli di pantai, main air di pantai, makan malam, dan tidur. Hari Jumatnya, sarapan pagi lalu berenang, jalan-jalan di sekitar Anyer, makan siang, santai-santai di pantai, makan malam, pulang ke villa, sesi gosip (oh tidak.. kenapa aku harus ikut gosip?), dan tidur.
Hari Sabtunya, kami akan check out dan pindah ke Marbella untuk mencoba kamar mewah dengan private poolnya. Kemungkinan kami akan terus disana, berleha-leha menikmati fasilitas hotel dan private pool. Makan siang dan malam pun di villa saja.
Hari minggunya kami akan check out dan pulang. Begitulah kira-kira garis besarnya. Aku cukup kaget rencana bisa tersusun serapi itu, padahal mereka perempuan semua, dan perempuan itu biasanya kalau sudah menyusun jadwal selalu ribet dan punya ego masing-masing.
Akan tetapi, lain halnya dengan mereka. Emi yang penuh semangat ingin bermain air di pantai dan kolam renang, maka Novi dan Desi menyetujui, walaupun terlihat bahwa sebetulnya Desi kurang suka main air.
Desi yang suka ngegosip, sengaja bikin acara sesi gosip sendiri, dimana Emi tidak suka ngegosip tetapi menyetujui adanya sesi gosip itu dikarenakan permintaannya untuk main voli dan air di pantai dan kolam renang sudah terpenuhi.
Novi kelihatannya suka menginap di kamar yang mewah, yang ada private poolnya. Desi dan Emi pun ikut setuju, walaupun sebenarnya konsentrasi mereka di hal itu kurang. Harmonis sekali ya. Baru kali ini aku melihat perempuan berkumpul, dan harmonis. Mungkin ada faktor karena mereka aneh kali ya?
Hari menjelang malam pada hari Rabu, aku segera packing. Aku memasukkan hal-hal yang sekiranya kuperlukan. Pakaian, handuk, sendal, celana pantai, dan obat-obatan. Malamnya, aku tidak tidur, takutnya kebablasan tidur.
Setelah jam menunjukkan pukul 3 subuh, aku segera menyalakan mesin mobilku dan pergi ke McDonalds Pondok Indah Plaza. Jaraknya hanya 10 menit dari rumahku. Saat aku masuk, Desi sudah ada di dalam.
Ia mengenakan topi cowboy, baju bulu-bulu yang mengekspos pundak kanannya, dan rok pendek. Lipstick glossynya membuat bibirnya terlihat semakin sensual. Sesaat sempat terlintas di khayalanku bahwa aku sedang mencium bibir yang sensual itu.
“Des, cepet amat kamu udah sampe. Dari jam berapa?” Tanyaku.
“Saya juga baru sampai, pak. Baru saja 4 menit.” Jawab Desi.
Kami menghabiskan segelas kopi, dan tidak lama kemudian Emi datang. Ia mengenakan tanktop berwarna biru, celana jeans hotpants, dan rompi putih panjang tidak berlengan. Baru kali ini aku melihat bahwa Emi memiliki kaki yang sangat indah. Sangat cantik sekali Emi terlihat hari ini.
“Pagi Pak James. Aku pesenin kopi ya pak? Atau bapak mau pesan apa sini aku pesenin.” Kata Emi.
“Oh ga usah Emi makasih. Aku udah minum kopi tadi. Kamu aja pesen sarapan atau apa kek.” Kataku.
Perhatian sekali Emi ini. Kalau saja aku belum menikah, kemungkinan besar aku sudah jatuh cinta kepadanya. Emi memesan segelas kopi dan hash brown. Tidak lama kemudian, Novi pun datang.
Ia mengenakan kaos ketat berwarna hijau lengan panjang, dan celana pendek coklat. Jujur, aku sempat deg-deg an membayangkan apa yang ada dibalik baju Novi itu. Kaos Novi yang ketat itu membuat bentuk buah dadanya yang bulat dan proporsional terlihat jelas. Perutnya pun sepertinya cukup langsing. Untuk beberapa saat, batang kemaluanku sempat menegang.
Setelah selesai makan dan minum, kami langsung berangkat. Jam menunjukkan pukul 3.54. Jalanan masih sepi sekali. Karena seking sepinya, aku sedikit mengantuk. Sepertinya Emi yang duduk di belakangku menyadari bahwa aku merasa mengantuk.
Maka, ia langsung menjadi “radio”. Dalam sekejap, seisi mobil menjadi sangat ramai. Kami tertawa terbahak-bahak akibat pembicaraan kami. Sesudah lelah tertawa, kami masing-masing mulai diam.
“Cape ketawa melulu. Cape hati yang semalem juga jadi ilang gara-gara ketawa melulu.” Tiba-tiba Novi yang duduk disampingku angkat bicara.
“Cape hati yang semalem kenapa Nov?” tanyaku dengan bingung.
Dari spion tengah, aku bisa melihat Desi yang duduk di belakang Novi tertawa nakal, sedangkan Emi tersenyum tipis.
“Biasa lah pak. Urusan suami istri. Semalem berdua abis ngentot, tapi suaminya keburu-buru jadinya ngecrot duluan.” Kata Emi.
Jegeeerrr.
Aku kaget karena Emi tiba-tiba bicara se-vulgar itu.
“Buset, itu omongan kamu kaga dikontrol.” Kataku.
“Ngapain dikontrol? Bapak kan cowok gini, harusnya udah biasa kan ngomong yang vulgar-vulgar gitu kalo ngumpul sama temen cowok?” Tanya Emi.
Ya betul juga sih. Namanya laki-laki mah biasalah ya.
“Namanya juga Emi pak. Walaupun belum menikah, tetapi gairah seks dia yang paling tinggi pak diantara kita yang sudah menikah.” Desi angkat bicara.
“Gawat betul kamu Emi. Tapi nanti kalo udah nikah juga ngerasain kok, sabar aja.” Kataku.
“Ga usah nikah juga aku udah pernah ngerasain pak.” Kata Emi.
Weeeww. Ternyata ceria-ceria gini, liar juga anaknya.
“Haaahhh?” Tanyaku kaget.
“Ya susah pak. Yang namanya seks itu kan salah satu kebutuhan dasar manusia, entah kita mengakui ato ga, tapi itu betul.” Kata Emi.
“Betul sih.” Kataku mengiyakan.
Desi dan Novi mengangguk tanda setuju. Gila ini, aku tidak menyangka pembicaraan bisa sampai ke arah sini. Yah tapi mumpung sudah disini, aku ikut membaur aja deh. Toh semuanya sudah pada pernah berhubungan seks, tidak perlu malu-malu yah, terbuka saja deh.
“Terus, pengalaman kalian gimana? Do you find sex interesting?” Tanyaku.
“Unresistable pak. Tapi enakan masturbasi sendiri. Temenku waktu itu cuma mikirin tititnya sendiri doang, ga seru jadinya.” Kata Emi.
“Temen?? Bukan mantan pacar?” Tanyaku heran.
“Enakan sama temen pak. Kalo pacar susah. Soalnya kalo pacar itu jatuhnya sayang, bukan nafsu.” Kata Emi.
Buset, ini statement paling bener mengenai seks, menurut pendapatku. Gila, umur baru 24, tapi pengalaman dan pandangan seks udah mateng abis. Ngeri aku jadinya.
“Tergantung pak. Aku suka batang kemaluan yang besar, minimal diameternya 3-4cm. Begitu menerobos vagina, itu terasa sekali gesekannya di dinding rahimku.” Jawab Desi.
“Kalo aku sih suka yang panjang, ga besar juga ga apa, tapi kalo besar ya bonus.” Kata Novi.
Hmmm, aku jadi mengerti. Emi mencari kasih sayang dalam hubungan seks, Desi mencari batang yang besar, sedangkan Novi mencari batang yang panjang. Semuanya itu kumiliki. Andai aku belum beristri, mungkin tiga-tiganya sudah kuhabisi sekarang.
Dasar anak-anak ini. Di kantor mereka paling aneh, tapi ternyata pada maniak seks semua. Aku mulai berpikir bahwa suatu kesalahan besar aku ikut mereka pergi. Tapi sejujurnya, aku cukup menikmati pembicaraan ini dengan mereka.
Bahkan, saking terbukanya, kami saling sharing masalah ukuran masing-masing. Ternyata, tebakanku mengenai buah dada mereka masing-masing tidak meleset sama sekali. Mereka pun sekarang tahu dengan jelas spesifikasi batang kemaluanku, dan sepertinya mereka cukup terdiam, entah apa yang ada di pikiran mereka.
“Boleh paak kapan-kapan kita ngentot bareng.” Kata Emi.
Buset, vulgar mu kali ini kelewatan, nak. Tapi aku selow aja deh. Yang namanya Emi mah ga boleh masukkin kata-katanya ke hati.
“Hush. Dia udah punya istri Emiiii.” Kata Novi.
“Iyaaa, aku cuma becanda kok buuuu. Aku cuma becanda pak, jangan diambil hati ya.” Kata Emi kepada Novi dan aku.
“Iya Emi. Dari awal mah aku udah tau kamu tuh orangnya ceplas-ceplos. Santai aja.” Kataku menenangkan.
Tiba-tiba, aku menabrak jalanan yang berlubang cukup dalam dan bertubi-tubi sehingga mobil terguncang-guncang berulang kali dengan cukup hebat, hampir mau terbalik mungkin. Tapi, aku bukannya kaget, malah terangsang.
Mengapa? Saat ingin memastikan bahwa dua orang di belakangku tidak apa-apa dengan melihat kebelakang, aku melihat baju bulu-bulu Desi terangkat sepenuhnya, sehingga memperlihatkan perutnya yang sensual dan BH pinknya.
Saat melihat Emi, aku melihat ia terjungkal keatas dan kakinya naik, sehingga aku bisa melihat paha putih dan celana dalam hijau mudanya. Dari balik celana dalam itu, aku melihat gundukan yang begitu menggoda.
Sedangkan pada saat melihat ke bangku penumpang depan, aku melihat Novi begitu terguncang, sehingga buah dadanya bergoyang-goyang. Gila, ini namanya umur shockbreaker mobil ditukar dengan pemandangan indah. Gawat, imanku bisa goyah ini lama-lama.
“Sorry-sorry, ga keliatan itu.” Kataku.
“Iya tidak apa-apa pak, santai saja pak. Toh kita tidak celaka juga.” Kata Desi menenangkanku.
Kupikir Desi ini orangnya tertutup dan keras, tetapi ternyata ia cukup considerate.
“Bapak gak papa?” Tanya Emi.
“Aku mah gapapa. Kamu sendiri?” Tanyaku.
“Gak papa pak. Cuma kaget doang.” Jawab Emi.
Emi ini orangnya sangat perhatian. Sebelum dirinya sendiri, orang lain yang lebih diutamakan.
“Awas pak hati-hati, itu di depan ada lagi. Ambil kanan aja pak.” Kata Novi.
Novi ini cukup awas dan cepat dalam mengambil keputusan. Seorang ibu rumah tangga yang baik. Pastinya jago juga nih melayani laki-laki di tempat tidur. Akibat pembicaraan yang menjurus tadi, lama-lama pikiranku ngeres.
Setelah melewati jalan yang cukup parah, akhirnya kami sampai di tempat tujuan kami. Arumdalu terlihat seolah-olah seperti paradise setelah melalui jalan yang rusak dan menyusahkan, padahal mungkin aslinya mah tidak ada mirip-miripnya dengan paradise.
Villa Arumdalu yang kami sewa ini memiliki dua kamar dan ruang duduk yang besar. Kamarnya hanya muat ditempati dua orang. Aku mengajukan diri untuk tidur di ruang duduk, berhubung aku laki-laki sendirian.
“Gak bisa pak. Aku yg ngajak bapak kok. Bapak tidur di kamar, aku yang tidur di ruang duduk.” Tolak Emi.
“Lah jangan lah. Disini banyak nyamuk loh ntar.” Kataku.
“Ah nyamuk doang, bukan ular. Udahlah, kan bapak udah nyetirin kita semua sampai sini. Gantianlah sekarang aku yang capek demi bapak bisa tidur enakan. Pokoknya harus mau pak, apapun yang terjadi, aku tidur di ruang duduk.” Kata Emi.
“Emi, sudah-sudah. Kamu tidur berdua Bu Novi. Pak James tidur di kamar satunya, aku tidur di sofa.” Kata Desi.
“Des, gapapa. Aku aja yang tidur di sofa. Kamu tidur berdua Emi. Aku udah biasa tidur di sofa nungguin suamiku. Ini sofanya empuk, jauh lebih empuk dari yang di rumah aku.” Kata Novi.
Jujur aku terharu. Pandanganku tentang perempuan ternyata salah. Dari dulu aku benci yang namanya perempuan kalo ngumpul. Mereka suka berisik, cuma mementingkan diri sendiri, dan biasanya suka mengorbankan laki-laki meskipun aku sebagai laki-laki ya tidak masalah diperlakukan seperti itu karena itu merupakan kewajibanku sebagai laki-laki.
Sebelumnya, sempat aku menyesal karena aku mengiyakan ajakan Emi untuk pergi bersama mereka. Aku lupa kalau yang pergi itu perempuan semua. Tetapi, aku sekarang tidak menyesal. Mereka ternyata sangat peduli satu sama lain. Mungkin aku bisa sangat cocok dengan mereka.
“Udah-udah gini aja. Kita shift-shift an aja ya tidur di sofanya. Untuk aktivitas istirahat siang, Desi tidur di sofa. Malam ini Emi, dan besok malam aku.” Kata Novi.
Emi dan Desi mengacungkan jempol, tanda setuju.
“Udahlah, kalian semua tidur di kamar. Mao aktivitas malem, siang, subuh, saya aja yang tidur di sofa. Saya ini laki-laki, masa tidur di kamar sementara kalian yang perempuan tidur di sofa.” Kataku.
“Bapak pikir kita-kita ini lemah? Udahlah does not matter laki-laki ato perempuan. Bapak sudah capek nyetir dari pondok indah sampe sini. Nanti pergi kemana-kemana bapak yang nyetir. Pulang hari Minggu pun bapak nyetir lagi. Fair lah kalo bapak tidur di kamar. Emansipasi wanita, pak.” Kata Emi.
Novi dan Desi memandang kearahku, tanda setuju dengan Emi dan menunggu balasanku. Kalau begini sih, aku kalah suara. Oke, daripada berlama-lama, aku korbankan harga diriku saja dan mengikuti aturan mereka. Mereka pun terlihat sangat puas.
Kami istirahat selama 2 jam, kemudian makan siang di villa. Setelah makan siang, kami tidur siang sampai jam 15.30. Setelah jam 15.30, Emi membangunkan semua orang. Ya, ini adalah salah satu acara yang membuatnya bersemangat, yaitu voli pantai.
Aku segera berganti pakaian, memakai celana pendek dan bertelanjang dada. Begitu aku keluar, aku sempat memandang kearah kamar satunya. Dadaku begitu berdebar-debar, karena dibalik pintu itu, mereka bertiga mungkin telanjang. Sesaat, aku sempat membayangkan pemandangan apa yang ada dibalik pintu itu.
Akan tetapi, tiba-tiba timbul kesadaranku, dan aku langsung lari kearah pantai menepis semua setan yang sedang asyik membisikiku bisikan jahat mereka. Sesampainya di pantai, aku melakukan pemanasan. Beberapa kali pushup dan sit-up.
Kemudian, mereka bertiga pun datang. OMG, aku tidak percaya dengan apa yang kulihat. Mereka hanya memakai BH dan celana dalam saja. Novi mengenakan BH dan celana dalam biru muda. BH-nya model biasa saja dan memperlihatkan belahan dua bukit kembarnya, celana dalamnya model semi G-String, dan cukup menerawang.
Aku memperhatikan ada warna sedikit gelap di celana dalamnya, entah itu rambut kemaluannya atau memang warna celana dalamnya seperti itu. Perutnya yang putih mulus sangat langsing dan terawat. Desi mengenakan BH dan celana dalam model bulu macan. BHnya model strapless biasa, dan celana dalamnya juga biasa.
Ia sangat cocok memakai BH dan celana dalam itu. Perutnya pun cukup langsing dan sensual. Ditambah dengan mukanya yang nakal, keseluruhan penampilannya betul-betul membuat nafsu kaum laki-laki bangkit seketika.
Emi mengenakan BH dan celana dalam biru muda dengan corak bunga-bunga. BHnya berbentuk segitiga, yang hanya menutupi puting susu dan sebagian dari bukit kembarnya, sehingga sebagian dari bukit kembarnya masih bisa terlihat.
Dari BH yang mereka kenakan, semua orang pasti tahu bahwa Emi memiliki bukit kembar yang terbesar diantara ketiganya. Tubuhnya sangat proporsional dan indah. Emi terlihat sangat dewasa dengan penampilan itu.
Kami bermain voli pantai satu lawan tiga, aku sendiri dan mereka bertiga. Sial, mereka sebetulnya mengenakan penampilan seperti itu apakah untuk memuaskan hati mereka sendiri, atau untuk membuat konsentrasi-ku buyar? Alhasil, mereka sangat mudah mencetak skor.
Apalagi saat Emi melompat untuk smash, terlihat jelas bukit kembarnya bergoyang-goyang. Saat aku service, aku selalu mengarahkan kepada Novi, karena aku tahu ia yang paling tidak mahir. Pada saat Novi berlari mengejar bola, aku pun melihat bukit kembarnya seolah-olah juga ikut berlari, ingin lepas dari BH yang membelenggunya.
BH Desi cenderung stabil, tetapi ekspresinya saat mengoper bola, itu betul-betul dipenuhi dengan kenafsuan, seolah-olah sedang disetubuhi oleh laki-laki. Arrgghh, tiga-tiganya sama saja, membuat konsentrasiku buyar. Hasilnya sudah bisa ditebak, aku tidak berhasil mencetak skor satu kali pun.
“Aahhh, bapak payaah mainnya. Hahahahaa” Tawa Emi dengan riang.
“Susah. Satu lawan tiga. Saya mesti ngejar kesana kemari, kalian enak bisa ngoper-ngoper. Jelas menang.” Kataku berbohong.
Kami bermain satu set lagi. Tetap saja aku kalah. Sempat akhirnya kami bermain dua lawan dua, aku dan Desi melawan Emi dan Novi. Lagi-lagi kalah. Dan alasannya selalu sama, semua karena mereka. Setelah kecapekan main voli pantai, kami duduk di pasir sejenak untuk beristirahat. Tidak lama kemudian, aku angkat kaki dan mulai menceburkan diri ke pantai.
“Pak Jaaaammeeesss!” Teriak Emi.
Tiba-tiba, aku menabrak jalanan yang berlubang cukup dalam dan bertubi-tubi sehingga mobil terguncang-guncang berulang kali dengan cukup hebat, hampir mau terbalik mungkin. Tapi, aku bukannya kaget, malah terangsang.
Mengapa? Saat ingin memastikan bahwa dua orang di belakangku tidak apa-apa dengan melihat kebelakang, aku melihat baju bulu-bulu Desi terangkat sepenuhnya, sehingga memperlihatkan perutnya yang sensual dan BH pinknya.
Saat melihat Emi, aku melihat ia terjungkal keatas dan kakinya naik, sehingga aku bisa melihat paha putih dan celana dalam hijau mudanya. Dari balik celana dalam itu, aku melihat gundukan yang begitu menggoda.
Sedangkan pada saat melihat ke bangku penumpang depan, aku melihat Novi begitu terguncang, sehingga buah dadanya bergoyang-goyang. Gila, ini namanya umur shockbreaker mobil ditukar dengan pemandangan indah. Gawat, imanku bisa goyah ini lama-lama.
“Sorry-sorry, ga keliatan itu.” Kataku.
“Iya tidak apa-apa pak, santai saja pak. Toh kita tidak celaka juga.” Kata Desi menenangkanku.
Kupikir Desi ini orangnya tertutup dan keras, tetapi ternyata ia cukup considerate.
“Bapak gak papa?” Tanya Emi.
“Aku mah gapapa. Kamu sendiri?” Tanyaku.
“Gak papa pak. Cuma kaget doang.” Jawab Emi.
Emi ini orangnya sangat perhatian. Sebelum dirinya sendiri, orang lain yang lebih diutamakan.
“Awas pak hati-hati, itu di depan ada lagi. Ambil kanan aja pak.” Kata Novi.
Novi ini cukup awas dan cepat dalam mengambil keputusan. Seorang ibu rumah tangga yang baik. Pastinya jago juga nih melayani laki-laki di tempat tidur. Akibat pembicaraan yang menjurus tadi, lama-lama pikiranku ngeres.
Setelah melewati jalan yang cukup parah, akhirnya kami sampai di tempat tujuan kami. Arumdalu terlihat seolah-olah seperti paradise setelah melalui jalan yang rusak dan menyusahkan, padahal mungkin aslinya mah tidak ada mirip-miripnya dengan paradise.
Villa Arumdalu yang kami sewa ini memiliki dua kamar dan ruang duduk yang besar. Kamarnya hanya muat ditempati dua orang. Aku mengajukan diri untuk tidur di ruang duduk, berhubung aku laki-laki sendirian.
“Gak bisa pak. Aku yg ngajak bapak kok. Bapak tidur di kamar, aku yang tidur di ruang duduk.” Tolak Emi.
“Lah jangan lah. Disini banyak nyamuk loh ntar.” Kataku.
“Ah nyamuk doang, bukan ular. Udahlah, kan bapak udah nyetirin kita semua sampai sini. Gantianlah sekarang aku yang capek demi bapak bisa tidur enakan. Pokoknya harus mau pak, apapun yang terjadi, aku tidur di ruang duduk.” Kata Emi.
“Emi, sudah-sudah. Kamu tidur berdua Bu Novi. Pak James tidur di kamar satunya, aku tidur di sofa.” Kata Desi.
“Des, gapapa. Aku aja yang tidur di sofa. Kamu tidur berdua Emi. Aku udah biasa tidur di sofa nungguin suamiku. Ini sofanya empuk, jauh lebih empuk dari yang di rumah aku.” Kata Novi.
Jujur aku terharu. Pandanganku tentang perempuan ternyata salah. Dari dulu aku benci yang namanya perempuan kalo ngumpul. Mereka suka berisik, cuma mementingkan diri sendiri, dan biasanya suka mengorbankan laki-laki meskipun aku sebagai laki-laki ya tidak masalah diperlakukan seperti itu karena itu merupakan kewajibanku sebagai laki-laki.
Sebelumnya, sempat aku menyesal karena aku mengiyakan ajakan Emi untuk pergi bersama mereka. Aku lupa kalau yang pergi itu perempuan semua. Tetapi, aku sekarang tidak menyesal. Mereka ternyata sangat peduli satu sama lain. Mungkin aku bisa sangat cocok dengan mereka.
“Udah-udah gini aja. Kita shift-shift an aja ya tidur di sofanya. Untuk aktivitas istirahat siang, Desi tidur di sofa. Malam ini Emi, dan besok malam aku.” Kata Novi.
Emi dan Desi mengacungkan jempol, tanda setuju.
“Udahlah, kalian semua tidur di kamar. Mao aktivitas malem, siang, subuh, saya aja yang tidur di sofa. Saya ini laki-laki, masa tidur di kamar sementara kalian yang perempuan tidur di sofa.” Kataku.
“Bapak pikir kita-kita ini lemah? Udahlah does not matter laki-laki ato perempuan. Bapak sudah capek nyetir dari pondok indah sampe sini. Nanti pergi kemana-kemana bapak yang nyetir. Pulang hari Minggu pun bapak nyetir lagi. Fair lah kalo bapak tidur di kamar. Emansipasi wanita, pak.” Kata Emi.
Novi dan Desi memandang kearahku, tanda setuju dengan Emi dan menunggu balasanku. Kalau begini sih, aku kalah suara. Oke, daripada berlama-lama, aku korbankan harga diriku saja dan mengikuti aturan mereka. Mereka pun terlihat sangat puas.
Kami istirahat selama 2 jam, kemudian makan siang di villa. Setelah makan siang, kami tidur siang sampai jam 15.30. Setelah jam 15.30, Emi membangunkan semua orang. Ya, ini adalah salah satu acara yang membuatnya bersemangat, yaitu voli pantai.
Aku segera berganti pakaian, memakai celana pendek dan bertelanjang dada. Begitu aku keluar, aku sempat memandang kearah kamar satunya. Dadaku begitu berdebar-debar, karena dibalik pintu itu, mereka bertiga mungkin telanjang. Sesaat, aku sempat membayangkan pemandangan apa yang ada dibalik pintu itu.
Akan tetapi, tiba-tiba timbul kesadaranku, dan aku langsung lari kearah pantai menepis semua setan yang sedang asyik membisikiku bisikan jahat mereka. Sesampainya di pantai, aku melakukan pemanasan. Beberapa kali pushup dan sit-up.
Kemudian, mereka bertiga pun datang. OMG, aku tidak percaya dengan apa yang kulihat. Mereka hanya memakai BH dan celana dalam saja. Novi mengenakan BH dan celana dalam biru muda. BH-nya model biasa saja dan memperlihatkan belahan dua bukit kembarnya, celana dalamnya model semi G-String, dan cukup menerawang.
Aku memperhatikan ada warna sedikit gelap di celana dalamnya, entah itu rambut kemaluannya atau memang warna celana dalamnya seperti itu. Perutnya yang putih mulus sangat langsing dan terawat. Desi mengenakan BH dan celana dalam model bulu macan. BHnya model strapless biasa, dan celana dalamnya juga biasa.
Ia sangat cocok memakai BH dan celana dalam itu. Perutnya pun cukup langsing dan sensual. Ditambah dengan mukanya yang nakal, keseluruhan penampilannya betul-betul membuat nafsu kaum laki-laki bangkit seketika.
Emi mengenakan BH dan celana dalam biru muda dengan corak bunga-bunga. BHnya berbentuk segitiga, yang hanya menutupi puting susu dan sebagian dari bukit kembarnya, sehingga sebagian dari bukit kembarnya masih bisa terlihat.
Dari BH yang mereka kenakan, semua orang pasti tahu bahwa Emi memiliki bukit kembar yang terbesar diantara ketiganya. Tubuhnya sangat proporsional dan indah. Emi terlihat sangat dewasa dengan penampilan itu.
Kami bermain voli pantai satu lawan tiga, aku sendiri dan mereka bertiga. Sial, mereka sebetulnya mengenakan penampilan seperti itu apakah untuk memuaskan hati mereka sendiri, atau untuk membuat konsentrasi-ku buyar? Alhasil, mereka sangat mudah mencetak skor.
Apalagi saat Emi melompat untuk smash, terlihat jelas bukit kembarnya bergoyang-goyang. Saat aku service, aku selalu mengarahkan kepada Novi, karena aku tahu ia yang paling tidak mahir. Pada saat Novi berlari mengejar bola, aku pun melihat bukit kembarnya seolah-olah juga ikut berlari, ingin lepas dari BH yang membelenggunya.
BH Desi cenderung stabil, tetapi ekspresinya saat mengoper bola, itu betul-betul dipenuhi dengan kenafsuan, seolah-olah sedang disetubuhi oleh laki-laki. Arrgghh, tiga-tiganya sama saja, membuat konsentrasiku buyar. Hasilnya sudah bisa ditebak, aku tidak berhasil mencetak skor satu kali pun.
“Aahhh, bapak payaah mainnya. Hahahahaa” Tawa Emi dengan riang.
“Susah. Satu lawan tiga. Saya mesti ngejar kesana kemari, kalian enak bisa ngoper-ngoper. Jelas menang.” Kataku berbohong.
Kami bermain satu set lagi. Tetap saja aku kalah. Sempat akhirnya kami bermain dua lawan dua, aku dan Desi melawan Emi dan Novi. Lagi-lagi kalah. Dan alasannya selalu sama, semua karena mereka. Setelah kecapekan main voli pantai, kami duduk di pasir sejenak untuk beristirahat. Tidak lama kemudian, aku angkat kaki dan mulai menceburkan diri ke pantai.
“Pak Jaaaammeeesss!” Teriak Emi.
Aku menoleh kebelakang, dan hal pertama yang kulihat adalah lambaian tangan Emi. Ternyata ia dan Novi sedang menggotong Desi, sepertinya mau diceburkan. Aku berlari kearah mereka, dan ikut saja menggotong Desi, kemudian kita lemparkan ke dalam air.
Desi langsung bangun, dan batuk-batuk, sepertinya tidak sengaja menelan air laut. Ia langsung melihat ke arah kami bertiga bergantian, dan kemudian berlari kearah kami. Emi dan Novi langsung lari menjauhi Desi, sedangkan aku diam saja.
Kini, Desi sudah sampai didepanku persis, kemudian ia menarikku dan mendorongku ke air. Wow, kuat sekali ya tenaganya? Beratku lumayan lho, sekitar 82kg. Aku merenung saja, kenapa Desi bisa sekuat itu. Tiba-tiba oh tiba-tiba.. ada sesuatu yang menibanku sehingga aku jatuh terlentang ke pasir.
Kurasakan di mukaku benda tadi belum beranjak, dan begitu kubuka mataku, aku baru sadar bahwa benda yang menibanku tadi adalah tubuh Novi yang didorong oleh Desi, sedangkan yang ada dimukaku adalah bukit kembarnya. Empuk, kenyal, dan sepertinya cukup besar.
Novi langsung berusaha bangun, dan sepertinya sempat salah tingkah, kemudian meminta maaf. Dari jauh, aku bisa melihat Desi dan Emi sedang berkejar-kejaran. Emi berlari cukup cepat, tetapi Desi lebih cepat lagi sehingga lama-lama Emi terkejar.
Bodohnya si Desi, atau ia sengaja, ia menarik tali BH Emi, sehingga BHnya sempat slip, dan aku sempat melihat bukit kembar yang menempel di dada Emi, sebelum akhirnya ditutupi dengan tangannya. Selagi Emi membetulkan BH-nya, Novi berkata kepadaku,
“Maklum aja ya Pak James, mereka emang suka bermain-main seperti ini di pantai. Kami sudah cukup sering menyewa villa yang ada private beach-nya seperti disini, dan kemudian bermain-main. ” Kata Novi yang duduk disebelahku.
“Gpp Nov. Saya juga ngerti kok. Namanya orang mah bebas melakukan apapun, selama dia ga merugikan orang lain, dan dianya sendiri menikmati.” Kataku.
“Oh iya?” Tanya Novi.
“Emangnya ada apa Nov?” Tanyaku.
“Hmmm.. tidak apa-apa sih..” Kata Novi.
Kali ini, aku tidak bisa menahan bisikan setan yang sibuk menyerangku. Bayangkan saja, disebelahku persis duduk seorang perempuan bertubuh bagus, dan hanya memakai BH dan celana dalam. Aku merangkul pundaknya, dan menyenderkan kepalanya di pundakku. Novi pun sepertinya menerima saja perlakuanku kepadanya.
“Ada apa sih? Cerita aja.” Kataku menenangkan.
“Suami saya pak. Dia selalu memaksa saya untuk jadi seperti yang dia inginkan. Saya merasa tidak bebas, tidak seperti mereka berdua yang rasanya begitu bebas.” Katanya.
“Nov.. gitu-gitu dia itu suami kamu. Waktu kamu memutuskan untuk menikah, kamu tentunya udah berpikir mengenai hal ini. Sekarang kamu udah ga bisa mundur lagi, kamu cuma bisa maju. Kalau ada rintangan, ya dibicarakan bersama. Jangan sampai ada yang terpendam.” Kataku sambil membelai rambutnya.
“Betul sekali kata bapak. Terima kasih pak udah numbuhin harapan buat saya.” Katanya sambil mengangkat kepalanya dan menatap kearahku.
Melihat Novi yang begitu cantik, aku tak kuasa menahan diriku. Kumajukan kepalaku, dan kucium bibirnya. Novi pun tidak mengelak, melainkan membalas menciumku. Kami berciuman untuk beberapa saat, hingga akhirnya kami saling melumat bibir masing-masing.
Tanganku memeluk pinggangnya, sedangkan tangannya memeluk leherku. Sungguh, lumatan bibir Novi membuatku sangat terangsang. Aku bisa merasakan batang penisku mengeras dengan cepat. Tiba-tiba, timbul kesadaranku, maka langsung kulepas bibirku dari bibir Novi.
Kulihat kearah Desi dan Emi, tidak enak kalau mereka melihatku. Untungnya mereka masih sibuk kejar-kejaran dan timpuk-menimpuk pasir, sehingga tidak menyadari perbuatan kami berdua. Novi pun terlihat salah tingkah. Kami berdua sama-sama salah tingkah intinya.
Saat sesi main air, lagi-lagi Emi yang kelihatan paling senang. Lagi-lagi aku diseret Desi dan diceburkan ke dalam air. Ah aku sih cuma bisa pasrah. Temenku cewek semua. Kalo ada cowok sih, bisa kugotong atau kuseret. Lha ini cewek, mao gotong atau seret juga sepertinya terlalu kasar.
Gila, pokoknya sesi pantai ini memang paling menyenangkan. Tiga temanku ini memang kebetulan tergolong punya tubuh yang bagus, dan mereka hanya mengenakan BH dan celana dalam pula. Aku sungguh menikmati pemandangan ini. Ingin sekali aku rasanya masturbasi, tapi tidak mungkin ya.
Makan malam pun tiba. Novi yang memasak. Enak sekali masakannya. Rasanya lebih enak dari restoran mahal manapun. Hanya masakan istriku yang mampu menandingi kelezatannya. Memang Novi ini ibu rumah tangga yang handal, padahal ia bekerja juga.
Setelah makan malam, kami membereskan perabotan, cuci-cuci piring, dan pergi ke kamar masing-masing untuk tidur karena kebetulan kami capek sekali. Udara malam itu kebetulan sedikit dingin. Anehnya, aku tidak mengantuk walaupun malam sebelumnya tidak tidur.
Aku jadi teringat Emi yang malam ini mendapat shift untuk tidur di sofa. Aku keluar kamar untuk melihat Emi. Kulihat ia sedang tidur sambil menepuk-nepuk kaki dan bagian tubuh lainnya, sepertinya banyak nyamuk. Aku menghampirinya dan memanggilnya dengan suara pelan.
“Emi..” Kataku pelan.
Emi sepertinya kaget, ia tersentak dan langsung membuka matanya.
“Eh bapak. Kirain siapa.. Bikin kaget aja. Kenapa pak?” Tanya Emi.
“Kasian kamu banyak nyamuk disini. Kamu tidur dikamarku aja gih. Aku juga ga bisa tidur, percuma tidur dikamar. Aku aja yang disini. Ya?” Tawarku.
“Lha? Jangan dong pak. Justru bapak harus tidur. Semalem kan begadang, terus tadi pagi nyetir. Abis itu tadi kan diceburin melulu ke pantai sama Desi. Voli pantai emang bapak banyakan diem sih, tapi bapak lebih capek dari kita-kita mah. Bapak aja yang tidur di kamar. Aku gapapa kok disini, cuma nyamuk doang.”Kata Emi.
Sial. Dia bilang aku main voli pantai banyakan diam.. Tidak tahu saja dia apa yang berkecamuk dalam pikiranku pada saat itu.
“Udahlah Emi, aku juga ga bisa tidur. Sayang ngambil space di kamar, mendingan kamu tidur di kamar gih.” Kataku.
“Ga bisa tidur segala pak.. Kangen istri ya pak? Ga ada yang nemenin tidur hehehe” Kata Emi.
“Hahaha. Bisa jadi sih Emi. Bisa saja kamu ini.” Kataku.
“Biasalah pak. Biasa kan ada yang ngelonin sebelom tidur. Lah ini cuma dikelonin angin doang sekarang.” Kata Emi.
“Sialan. Udah kamu sana ke kamar.” Kataku.
“Udah pak, aku disini aja. Lagian kalo disini, ada apa-apa aku bisa teriak hehehe” Kata Emi.
Jleeb.
Apa maksudnya “ada apa-apa”? Aku dituduh bakal memperkosa dia gitu?
“Emang ada apaan disini?” Tanyaku memastikan.
“Aku tuh orangnya penakut pak. Takut hantu aku, kebanyakan nonton film horror, jadi suka ketakutan sendiri gitu. Pernah waktu ke Puncak sama Bu Novi dan Bu Desi, aku tidur sendirian di kamar, terus tiba-tiba teriak karena ngeliat gorden ketiup angin, kukira hantu. Bo Novi langsung datengin aku, dan akhirnya nemenin aku tidur di kamar.” Kata Emi.
Ooohh, itu toh maksudnya. Tapi sumpah, itu lebih konyol sih daripada takut bakal diperkosa, menurutku ya.
“Yah, yaudahlah terserah kalo gitu. Kalo gitu aku temenin kamu deh disini.” Kataku.
“Eh, ga usah pak. Kalo disini mah aku ga takut. Itu kamar Bu Novi ama Bu Desi deket. Lagian itu suara perapian merdu juga, bikin rasa takut jadi hilang hehehe.” Kata Emi.
“Emi, ini bukan masalah nemenin kamu biar kamu ga takut sama hantu. Tapi ga fair lah. Aku cowok, tidur di kamar. Kamu cewek, tidur diluar. Ga kebalik tuh?” Tanyaku.
“Halah, aku mah udah biasa pak dijuluki cowo, meskipun tubuhku ini cewe. Naek ke genteng ama ngolong di mobil itu aku udah biasa. Masak nyuci ngepel malah aku ga bisa pak hehehe. Santai aja pak udah.” Kata Emi.
“Kalo mao bohong tuh yang pinteran dikit. Kmaren kamu nelpon, nanya kalo ada bocor di rumah itu gara-gara genteng ato bukan. Begitu kamu bilang biasa? Terus minggu lalu pas kebetulan kita ketemu di jalan gara-gara mobil temen kamu mogok, terus kamu nanya cara buka kap mesin gimana. Kaya gitu biasa ngolong? Ngolong ngapain? Nyari duit jatoh?” Tanyaku.
“Ahhh.. Ituuu.. Anu.. ” Kata Emi kelabakan.
“Udah sono, kamar.” Pintaku.
“Hmmm..” Emi kebingungan.
“Kenapa?” Tanyaku.
“Yaudah deh, aku kalah pak. Sorry banget nih pak, padahal bapak udah nyetir capek-capek, malah bapak ga tidur.” Kata Emi.
“Santai aja udah.” Kataku.
“Pak. Kamar bed nya ada dua kan?” Tanya Emi.
“Cuma satu kalo kamar yang itu. Tapi bed king-size.” Kataku.
“Waduh susah juga ya.” Kata Emi.
“Kenapa lagi?” Tanyaku heran.
Desi langsung bangun, dan batuk-batuk, sepertinya tidak sengaja menelan air laut. Ia langsung melihat ke arah kami bertiga bergantian, dan kemudian berlari kearah kami. Emi dan Novi langsung lari menjauhi Desi, sedangkan aku diam saja.
Kini, Desi sudah sampai didepanku persis, kemudian ia menarikku dan mendorongku ke air. Wow, kuat sekali ya tenaganya? Beratku lumayan lho, sekitar 82kg. Aku merenung saja, kenapa Desi bisa sekuat itu. Tiba-tiba oh tiba-tiba.. ada sesuatu yang menibanku sehingga aku jatuh terlentang ke pasir.
Kurasakan di mukaku benda tadi belum beranjak, dan begitu kubuka mataku, aku baru sadar bahwa benda yang menibanku tadi adalah tubuh Novi yang didorong oleh Desi, sedangkan yang ada dimukaku adalah bukit kembarnya. Empuk, kenyal, dan sepertinya cukup besar.
Novi langsung berusaha bangun, dan sepertinya sempat salah tingkah, kemudian meminta maaf. Dari jauh, aku bisa melihat Desi dan Emi sedang berkejar-kejaran. Emi berlari cukup cepat, tetapi Desi lebih cepat lagi sehingga lama-lama Emi terkejar.
Bodohnya si Desi, atau ia sengaja, ia menarik tali BH Emi, sehingga BHnya sempat slip, dan aku sempat melihat bukit kembar yang menempel di dada Emi, sebelum akhirnya ditutupi dengan tangannya. Selagi Emi membetulkan BH-nya, Novi berkata kepadaku,
“Maklum aja ya Pak James, mereka emang suka bermain-main seperti ini di pantai. Kami sudah cukup sering menyewa villa yang ada private beach-nya seperti disini, dan kemudian bermain-main. ” Kata Novi yang duduk disebelahku.
“Gpp Nov. Saya juga ngerti kok. Namanya orang mah bebas melakukan apapun, selama dia ga merugikan orang lain, dan dianya sendiri menikmati.” Kataku.
“Oh iya?” Tanya Novi.
“Emangnya ada apa Nov?” Tanyaku.
“Hmmm.. tidak apa-apa sih..” Kata Novi.
Kali ini, aku tidak bisa menahan bisikan setan yang sibuk menyerangku. Bayangkan saja, disebelahku persis duduk seorang perempuan bertubuh bagus, dan hanya memakai BH dan celana dalam. Aku merangkul pundaknya, dan menyenderkan kepalanya di pundakku. Novi pun sepertinya menerima saja perlakuanku kepadanya.
“Ada apa sih? Cerita aja.” Kataku menenangkan.
“Suami saya pak. Dia selalu memaksa saya untuk jadi seperti yang dia inginkan. Saya merasa tidak bebas, tidak seperti mereka berdua yang rasanya begitu bebas.” Katanya.
“Nov.. gitu-gitu dia itu suami kamu. Waktu kamu memutuskan untuk menikah, kamu tentunya udah berpikir mengenai hal ini. Sekarang kamu udah ga bisa mundur lagi, kamu cuma bisa maju. Kalau ada rintangan, ya dibicarakan bersama. Jangan sampai ada yang terpendam.” Kataku sambil membelai rambutnya.
“Betul sekali kata bapak. Terima kasih pak udah numbuhin harapan buat saya.” Katanya sambil mengangkat kepalanya dan menatap kearahku.
Melihat Novi yang begitu cantik, aku tak kuasa menahan diriku. Kumajukan kepalaku, dan kucium bibirnya. Novi pun tidak mengelak, melainkan membalas menciumku. Kami berciuman untuk beberapa saat, hingga akhirnya kami saling melumat bibir masing-masing.
Tanganku memeluk pinggangnya, sedangkan tangannya memeluk leherku. Sungguh, lumatan bibir Novi membuatku sangat terangsang. Aku bisa merasakan batang penisku mengeras dengan cepat. Tiba-tiba, timbul kesadaranku, maka langsung kulepas bibirku dari bibir Novi.
Kulihat kearah Desi dan Emi, tidak enak kalau mereka melihatku. Untungnya mereka masih sibuk kejar-kejaran dan timpuk-menimpuk pasir, sehingga tidak menyadari perbuatan kami berdua. Novi pun terlihat salah tingkah. Kami berdua sama-sama salah tingkah intinya.
Saat sesi main air, lagi-lagi Emi yang kelihatan paling senang. Lagi-lagi aku diseret Desi dan diceburkan ke dalam air. Ah aku sih cuma bisa pasrah. Temenku cewek semua. Kalo ada cowok sih, bisa kugotong atau kuseret. Lha ini cewek, mao gotong atau seret juga sepertinya terlalu kasar.
Gila, pokoknya sesi pantai ini memang paling menyenangkan. Tiga temanku ini memang kebetulan tergolong punya tubuh yang bagus, dan mereka hanya mengenakan BH dan celana dalam pula. Aku sungguh menikmati pemandangan ini. Ingin sekali aku rasanya masturbasi, tapi tidak mungkin ya.
Makan malam pun tiba. Novi yang memasak. Enak sekali masakannya. Rasanya lebih enak dari restoran mahal manapun. Hanya masakan istriku yang mampu menandingi kelezatannya. Memang Novi ini ibu rumah tangga yang handal, padahal ia bekerja juga.
Setelah makan malam, kami membereskan perabotan, cuci-cuci piring, dan pergi ke kamar masing-masing untuk tidur karena kebetulan kami capek sekali. Udara malam itu kebetulan sedikit dingin. Anehnya, aku tidak mengantuk walaupun malam sebelumnya tidak tidur.
Aku jadi teringat Emi yang malam ini mendapat shift untuk tidur di sofa. Aku keluar kamar untuk melihat Emi. Kulihat ia sedang tidur sambil menepuk-nepuk kaki dan bagian tubuh lainnya, sepertinya banyak nyamuk. Aku menghampirinya dan memanggilnya dengan suara pelan.
“Emi..” Kataku pelan.
Emi sepertinya kaget, ia tersentak dan langsung membuka matanya.
“Eh bapak. Kirain siapa.. Bikin kaget aja. Kenapa pak?” Tanya Emi.
“Kasian kamu banyak nyamuk disini. Kamu tidur dikamarku aja gih. Aku juga ga bisa tidur, percuma tidur dikamar. Aku aja yang disini. Ya?” Tawarku.
“Lha? Jangan dong pak. Justru bapak harus tidur. Semalem kan begadang, terus tadi pagi nyetir. Abis itu tadi kan diceburin melulu ke pantai sama Desi. Voli pantai emang bapak banyakan diem sih, tapi bapak lebih capek dari kita-kita mah. Bapak aja yang tidur di kamar. Aku gapapa kok disini, cuma nyamuk doang.”Kata Emi.
Sial. Dia bilang aku main voli pantai banyakan diam.. Tidak tahu saja dia apa yang berkecamuk dalam pikiranku pada saat itu.
“Udahlah Emi, aku juga ga bisa tidur. Sayang ngambil space di kamar, mendingan kamu tidur di kamar gih.” Kataku.
“Ga bisa tidur segala pak.. Kangen istri ya pak? Ga ada yang nemenin tidur hehehe” Kata Emi.
“Hahaha. Bisa jadi sih Emi. Bisa saja kamu ini.” Kataku.
“Biasalah pak. Biasa kan ada yang ngelonin sebelom tidur. Lah ini cuma dikelonin angin doang sekarang.” Kata Emi.
“Sialan. Udah kamu sana ke kamar.” Kataku.
“Udah pak, aku disini aja. Lagian kalo disini, ada apa-apa aku bisa teriak hehehe” Kata Emi.
Jleeb.
Apa maksudnya “ada apa-apa”? Aku dituduh bakal memperkosa dia gitu?
“Emang ada apaan disini?” Tanyaku memastikan.
“Aku tuh orangnya penakut pak. Takut hantu aku, kebanyakan nonton film horror, jadi suka ketakutan sendiri gitu. Pernah waktu ke Puncak sama Bu Novi dan Bu Desi, aku tidur sendirian di kamar, terus tiba-tiba teriak karena ngeliat gorden ketiup angin, kukira hantu. Bo Novi langsung datengin aku, dan akhirnya nemenin aku tidur di kamar.” Kata Emi.
Ooohh, itu toh maksudnya. Tapi sumpah, itu lebih konyol sih daripada takut bakal diperkosa, menurutku ya.
“Yah, yaudahlah terserah kalo gitu. Kalo gitu aku temenin kamu deh disini.” Kataku.
“Eh, ga usah pak. Kalo disini mah aku ga takut. Itu kamar Bu Novi ama Bu Desi deket. Lagian itu suara perapian merdu juga, bikin rasa takut jadi hilang hehehe.” Kata Emi.
“Emi, ini bukan masalah nemenin kamu biar kamu ga takut sama hantu. Tapi ga fair lah. Aku cowok, tidur di kamar. Kamu cewek, tidur diluar. Ga kebalik tuh?” Tanyaku.
“Halah, aku mah udah biasa pak dijuluki cowo, meskipun tubuhku ini cewe. Naek ke genteng ama ngolong di mobil itu aku udah biasa. Masak nyuci ngepel malah aku ga bisa pak hehehe. Santai aja pak udah.” Kata Emi.
“Kalo mao bohong tuh yang pinteran dikit. Kmaren kamu nelpon, nanya kalo ada bocor di rumah itu gara-gara genteng ato bukan. Begitu kamu bilang biasa? Terus minggu lalu pas kebetulan kita ketemu di jalan gara-gara mobil temen kamu mogok, terus kamu nanya cara buka kap mesin gimana. Kaya gitu biasa ngolong? Ngolong ngapain? Nyari duit jatoh?” Tanyaku.
“Ahhh.. Ituuu.. Anu.. ” Kata Emi kelabakan.
“Udah sono, kamar.” Pintaku.
“Hmmm..” Emi kebingungan.
“Kenapa?” Tanyaku.
“Yaudah deh, aku kalah pak. Sorry banget nih pak, padahal bapak udah nyetir capek-capek, malah bapak ga tidur.” Kata Emi.
“Santai aja udah.” Kataku.
“Pak. Kamar bed nya ada dua kan?” Tanya Emi.
“Cuma satu kalo kamar yang itu. Tapi bed king-size.” Kataku.
“Waduh susah juga ya.” Kata Emi.
“Kenapa lagi?” Tanyaku heran.
“Aku takut pak tidur di kamar sendirian. Tadinya kirain bed nya ada dua, mau minta temenin bapak. Udah biarin deh, bapak temenin aku dong di kamar.” Kata Emi.
“Eh gile aja kamu. Masa kita satu kamar! Satu ranjang pula! Ga pantes lah.” Kataku.
“Ah bodo amat aku mah.” Kata Emi.
“Yaudahlah kalo kamu ga masalah. Yuk ke kamar. ” Kataku pasrah saja.
Kami akhirnya ke kamar. Rencanaku, aku mau meninggalkan Emi begitu ia tertidur. Pintu terpaksa kututup agar nyamuk tidak masuk. Aku dan Emi berbaring dalam satu ranjang. Aku sih tidak merasa apapun pada awalnya.
Akan tetapi, begitu terbayang kembali ingatanku tentang Emi yang hanya memakai BH dan celana dalam di pantai tadi sore, tiba-tiba konsentrasiku langsung buyar. Tapi untung masih bisa kukontrol. Emi pun hanya diam saja.
Begitu kulirik kesamping untuk memastikan apakah ia sudah tidur atau belum, ternyata ia pun masih melek, dan seolah sedang memikirkan sesuatu. Sadar bahwa aku sedang melihat kearahnya, Emi pun memandang kearahku, sehingga pandangan kami bertemu.
Aku baru memperhatikan, ternyata Emi itu cantik. Wajahnya anggun dan dewasa ketika mulutnya diam. Menurut ingatanku tentang dia di pantai tadi, perutnya cukup menawan, walaupun tidak semenawan Novi, dan kakinya pun indah, mungkin hampir menyamai Novi.
Tapi yang jelas, buah dadanya paling besar dibandingkan Novi dan Desi. Aku sebetulnya tidak terlalu suka dengan wanita yang buah dadanya besar, tapi besarnya Emi ini cukup pas dan indah, sepertinya ya.
Aku baru menyadari, ternyata Emi sedang berusaha menyembunyikan bahwa ia kedinginan, tampak dari tubuhnya menggigil, tapi berusaha ia tutup-tutupi. Aku baru ingat di kamar ini tidak ada selimut, karena tadi kuberikan kepada Desi karena ia tidak tahan dingin dan memang sudah kesehariannya untuk memakai selimut rangkap dua ketika tidur.
Aduh, kasihan juga kalau begini. Diluar, ada perapian yang bisa menghangatkan tubuhnya, tapi banyak nyamuk. Disini, tidak ada nyamuk, tapi dia malah kedinginan. Apa boleh buat, aku merangkul pundaknya, dan menarik Emi ke pelukan dadaku. Emi terlihat cukup kaget dengan perlakuanku.
“Sorry Emi, tapi semoga aja sih hangat ya.” Kataku.
“Aaa.. I.. Iyaa paak. Ha.. hangaat kok hehe.. he.” Jawab Emi dengan gugup.
Waduh, salah ambil tindakan aku. Aku baru sadar, kalau gini sih berarti aku harus ada dalam posisi ini dong sampai pagi. Karena kalau kulepas, sama saja bohong karena nantinya ia akan terbangun lagi karena kedinginan. Yaahh, salah langkah deh. Tapi yaudah lah, berani berbuat ya berani bertanggungjawab. Tiba-tiba, Emi memelukku.
“Aku peluk ya pak, hehehe.” Kata Emi.
Aku diam saja. Sesekali aku mengelus-elus rambut Emi yang sedang dalam pelukanku. Aku merasakan tubuh Emi menempel ditubuhku sehingga membuatku bisa merasakan lika-liku tubuhnya, baik buah dadanya, perutnya, dan pahanya.
Jujur, baru kali ini aku merasakan pelukan dan lekukan tubuh wanita lain selain istriku. Kemudian, kucium pipi kanannya, dan ia pun langsung membuka matanya dan mengalihkan pandangannya ke arah mukaku. Wajahnya begitu polos dan cantik, sungguh ia sangat cantik malam ini.
Maka, kubelai-belai rambutnya, dan kemudian kucium bibirnya. Emi tidak membalas, tapi tidak juga menolak. Lama-kelamaan, ciumanku berubah menjadi jilatan dan mulai menjalar ke pipi, seluruh wajahnya, dan daun telinganya.
Kubisikkan kata-kata “Kamu cantik sekali malam ini, Emi” sambil menghembuskan nafas ke lubang telinganya. Mendapat rangsanganku itu, tubuh Emi langsung bergetar seketika, dan nafasnya sedikit memburu. Kulanjutkan kembali gerilka jilatanku, yang kini menjalar ke lehernya.
“P..ppaakk.. Gee.. geelliii paak.” Desis Emi.
Kudengar dari nada biacaranya, dia kegelian karena keenakan, bukan kegelian karena tidak suka, jadinya ya kulanjutkan saja. Emi hanya mendesis-desis, sambil sesekali menekan kepalaku kearah lehernya. Kurasakan batang kemaluanku mulai menegang.
Kubuka kaos lengan panjang putihnya, dari bawah kutarik keatas, melalui kepalanya, dan kemudian melalui tangannya. Setelah kaosnya terbuka, tampaklah tangannya yang proporsional bentuknya dengan tubuhnya, perutnya yang indah, dan BH putih yang menutupi bukit kembarnya yang seolah-olah mau tumpah.
Kuelus-elus lengan kirinya sampai keleher, sedangkan bibirku kugunakan untuk melumat bibirnya, dan tangan kiriku meraih tali kait BH yang ada dipunggungnya, dan kubuka setelah menemukannya.
Setelah BH-nya terbuka, tampaklah bukit kembar Emi yang memang besar, tapi indah, dan puting susunya yang berwarna merah muda dan menawan. Kulumat habis puting susu buah dada kanan Emi, sementara tangan kananku sibuk meremas-remas buah dada kiri Emi dan memuntir puting susunya.
Mendapat rangsangan yang kuberikan, badan Emi mulai menggeliat-geliat, sedangkan mulutnya mengeluarkan desahan kecil.
“Ee.. Eemii.. buah dadamu.. putiih dan indaah.. sekali.. puting.. su.. susumuu.. jugaa indaah.. Kamu punyaa.. buah dadaa.. yang indaah..” Kataku yang mulai terputus-putus akibat birahi yang mulai menguasaiku.
Mendapat pujianku, Emi sepertinya makin terangsang. Ia mulai menggerakan kepalanya ke kanan dan kiri, dan membelai-belai rambutku dengan tangannya. Aku pun mulai menjalarkan lidahku, dari buah dada kanannya, menuju perutnya, sementara kedua tanganku masih meremas-remas buah dadanya.
Emi kembali mendesis-desis. Kubuka celana panjang kargo nya, sekaligus juga celana dalam putihnya dengan sekali tarikan. Kini di depan mataku, tampaklah jelas tubuh Emi yang sangat indah tanpa ada pelindung apapun. Kulihat dari atas sampai bawah, tubuhnya cukup proporsional.
Pertemuan kedua paha dan selangkangannya membentuk huruf V yang sangat menggoda. Gundukkan di selangkangannya tampak jelas dan ditumbuhi rambut-rambut yang cukup lebat, tapi terawat. Aku sungguh sangat terangsang melihat pemandangan itu di depan mataku.
Batang kemaluanku sudah mengeras sampai sekeras-kerasnya. Kali ini, aku menciumi perut bagian samping sampai ke paha kanannya, lutut kaki kanan dan kaki kanannya, kemudian kaki kirinya, keatas sampai lutut kaki kiri dan paha kirinya, kemudian ke rambut kemaluannya. Kulihat Emi hanya bisa melenguh pelan dan merem-melek.
Kemudian aku kembali keatas, dan mencium bibirnya, sekaligus memeluk tubuhnya. Ia membalas ciumanku dengan lumatan yang cukup dipenuhi dengan birahi, seolah-olah birahinya tersalur ke dalam tubuhku melalui mulut kami, dan bersatu padu dengan birahiku.
Dalam posisi itu, Emi meraih kaos bagian bawahku, dan menariknya keatas, dan membukanya. Kini aku bertelanjang dada, dan ia segera mencium dan menjilati leherku dan puting dadaku. Sungguh nikmat dan geli rasanya, aku hanya bisa terpejam.
Lalu, Emi membuka celana pendek dan celana dalamku, sehingga batang penisku yang sudah mengeras langsung melompat keluar. Aku memasang posisi berbaring, sehingga sekarang aku dibawah, dan Emi diatasku. Kulihat Emi sempat bengong memandangi penisku.
“Kenapa Emi? Terpesona yah?” Godaku.
“Aahh.. anuu.. ga sih pakk..” Kata Emi gugup.
“Diapain ya pak? Aku bingung nih harus ngapain.” Kata Emi.
“Udah, biar gampang, dikocok aja. Bisa kan?” Tanyaku.
Emi mengangguk pelan sambil tersenyum malu, dan kemudian mulai menggenggam batang penisku.
“Gedean mana sama punya teman kamu dulu itu?” Godaku.
“Gedean inilah pak hehehe.” Kata Emi malu-malu.
Ia mulai menaik-turunkan genggamannya. Cukup cekatan ia mengocok-ngocok penisku. Lama-kelamaan, kocokannya semakin kencang, sehingga aku makin menikmatinya.
Kemudian, kuseret memutar tubuhku, sehingga kini aku menghadap ke selangkangannya, dan dia juga menghadap selangkanganku. Kujilati dan kulumat habis gundukkan yang ada di pertemuan pahanya. Tubuh Emi bergetar mendapat rangsangan itu, dan kocokannya di penisku semakin kencang.
“Aahh.. uuhhh.. tee.. terruuss paak..” Desah Emi.
Setelah itu, aku melepaskan lumatanku, dan menghentikan tangan kanan Emi yang sedang mengocok penisku. Aku langsung bangkit berlutut dari posisiku semula, dan membaringkan Emi di ranjang, dan menindihnya. Aku mencium bibirnya dengan lembut.
“Eh gile aja kamu. Masa kita satu kamar! Satu ranjang pula! Ga pantes lah.” Kataku.
“Ah bodo amat aku mah.” Kata Emi.
“Yaudahlah kalo kamu ga masalah. Yuk ke kamar. ” Kataku pasrah saja.
Kami akhirnya ke kamar. Rencanaku, aku mau meninggalkan Emi begitu ia tertidur. Pintu terpaksa kututup agar nyamuk tidak masuk. Aku dan Emi berbaring dalam satu ranjang. Aku sih tidak merasa apapun pada awalnya.
Akan tetapi, begitu terbayang kembali ingatanku tentang Emi yang hanya memakai BH dan celana dalam di pantai tadi sore, tiba-tiba konsentrasiku langsung buyar. Tapi untung masih bisa kukontrol. Emi pun hanya diam saja.
Begitu kulirik kesamping untuk memastikan apakah ia sudah tidur atau belum, ternyata ia pun masih melek, dan seolah sedang memikirkan sesuatu. Sadar bahwa aku sedang melihat kearahnya, Emi pun memandang kearahku, sehingga pandangan kami bertemu.
Aku baru memperhatikan, ternyata Emi itu cantik. Wajahnya anggun dan dewasa ketika mulutnya diam. Menurut ingatanku tentang dia di pantai tadi, perutnya cukup menawan, walaupun tidak semenawan Novi, dan kakinya pun indah, mungkin hampir menyamai Novi.
Tapi yang jelas, buah dadanya paling besar dibandingkan Novi dan Desi. Aku sebetulnya tidak terlalu suka dengan wanita yang buah dadanya besar, tapi besarnya Emi ini cukup pas dan indah, sepertinya ya.
Aku baru menyadari, ternyata Emi sedang berusaha menyembunyikan bahwa ia kedinginan, tampak dari tubuhnya menggigil, tapi berusaha ia tutup-tutupi. Aku baru ingat di kamar ini tidak ada selimut, karena tadi kuberikan kepada Desi karena ia tidak tahan dingin dan memang sudah kesehariannya untuk memakai selimut rangkap dua ketika tidur.
Aduh, kasihan juga kalau begini. Diluar, ada perapian yang bisa menghangatkan tubuhnya, tapi banyak nyamuk. Disini, tidak ada nyamuk, tapi dia malah kedinginan. Apa boleh buat, aku merangkul pundaknya, dan menarik Emi ke pelukan dadaku. Emi terlihat cukup kaget dengan perlakuanku.
“Sorry Emi, tapi semoga aja sih hangat ya.” Kataku.
“Aaa.. I.. Iyaa paak. Ha.. hangaat kok hehe.. he.” Jawab Emi dengan gugup.
Waduh, salah ambil tindakan aku. Aku baru sadar, kalau gini sih berarti aku harus ada dalam posisi ini dong sampai pagi. Karena kalau kulepas, sama saja bohong karena nantinya ia akan terbangun lagi karena kedinginan. Yaahh, salah langkah deh. Tapi yaudah lah, berani berbuat ya berani bertanggungjawab. Tiba-tiba, Emi memelukku.
“Aku peluk ya pak, hehehe.” Kata Emi.
Aku diam saja. Sesekali aku mengelus-elus rambut Emi yang sedang dalam pelukanku. Aku merasakan tubuh Emi menempel ditubuhku sehingga membuatku bisa merasakan lika-liku tubuhnya, baik buah dadanya, perutnya, dan pahanya.
Jujur, baru kali ini aku merasakan pelukan dan lekukan tubuh wanita lain selain istriku. Kemudian, kucium pipi kanannya, dan ia pun langsung membuka matanya dan mengalihkan pandangannya ke arah mukaku. Wajahnya begitu polos dan cantik, sungguh ia sangat cantik malam ini.
Maka, kubelai-belai rambutnya, dan kemudian kucium bibirnya. Emi tidak membalas, tapi tidak juga menolak. Lama-kelamaan, ciumanku berubah menjadi jilatan dan mulai menjalar ke pipi, seluruh wajahnya, dan daun telinganya.
Kubisikkan kata-kata “Kamu cantik sekali malam ini, Emi” sambil menghembuskan nafas ke lubang telinganya. Mendapat rangsanganku itu, tubuh Emi langsung bergetar seketika, dan nafasnya sedikit memburu. Kulanjutkan kembali gerilka jilatanku, yang kini menjalar ke lehernya.
“P..ppaakk.. Gee.. geelliii paak.” Desis Emi.
Kudengar dari nada biacaranya, dia kegelian karena keenakan, bukan kegelian karena tidak suka, jadinya ya kulanjutkan saja. Emi hanya mendesis-desis, sambil sesekali menekan kepalaku kearah lehernya. Kurasakan batang kemaluanku mulai menegang.
Kubuka kaos lengan panjang putihnya, dari bawah kutarik keatas, melalui kepalanya, dan kemudian melalui tangannya. Setelah kaosnya terbuka, tampaklah tangannya yang proporsional bentuknya dengan tubuhnya, perutnya yang indah, dan BH putih yang menutupi bukit kembarnya yang seolah-olah mau tumpah.
Kuelus-elus lengan kirinya sampai keleher, sedangkan bibirku kugunakan untuk melumat bibirnya, dan tangan kiriku meraih tali kait BH yang ada dipunggungnya, dan kubuka setelah menemukannya.
Setelah BH-nya terbuka, tampaklah bukit kembar Emi yang memang besar, tapi indah, dan puting susunya yang berwarna merah muda dan menawan. Kulumat habis puting susu buah dada kanan Emi, sementara tangan kananku sibuk meremas-remas buah dada kiri Emi dan memuntir puting susunya.
Mendapat rangsangan yang kuberikan, badan Emi mulai menggeliat-geliat, sedangkan mulutnya mengeluarkan desahan kecil.
“Ee.. Eemii.. buah dadamu.. putiih dan indaah.. sekali.. puting.. su.. susumuu.. jugaa indaah.. Kamu punyaa.. buah dadaa.. yang indaah..” Kataku yang mulai terputus-putus akibat birahi yang mulai menguasaiku.
Mendapat pujianku, Emi sepertinya makin terangsang. Ia mulai menggerakan kepalanya ke kanan dan kiri, dan membelai-belai rambutku dengan tangannya. Aku pun mulai menjalarkan lidahku, dari buah dada kanannya, menuju perutnya, sementara kedua tanganku masih meremas-remas buah dadanya.
Emi kembali mendesis-desis. Kubuka celana panjang kargo nya, sekaligus juga celana dalam putihnya dengan sekali tarikan. Kini di depan mataku, tampaklah jelas tubuh Emi yang sangat indah tanpa ada pelindung apapun. Kulihat dari atas sampai bawah, tubuhnya cukup proporsional.
Pertemuan kedua paha dan selangkangannya membentuk huruf V yang sangat menggoda. Gundukkan di selangkangannya tampak jelas dan ditumbuhi rambut-rambut yang cukup lebat, tapi terawat. Aku sungguh sangat terangsang melihat pemandangan itu di depan mataku.
Batang kemaluanku sudah mengeras sampai sekeras-kerasnya. Kali ini, aku menciumi perut bagian samping sampai ke paha kanannya, lutut kaki kanan dan kaki kanannya, kemudian kaki kirinya, keatas sampai lutut kaki kiri dan paha kirinya, kemudian ke rambut kemaluannya. Kulihat Emi hanya bisa melenguh pelan dan merem-melek.
Kemudian aku kembali keatas, dan mencium bibirnya, sekaligus memeluk tubuhnya. Ia membalas ciumanku dengan lumatan yang cukup dipenuhi dengan birahi, seolah-olah birahinya tersalur ke dalam tubuhku melalui mulut kami, dan bersatu padu dengan birahiku.
Dalam posisi itu, Emi meraih kaos bagian bawahku, dan menariknya keatas, dan membukanya. Kini aku bertelanjang dada, dan ia segera mencium dan menjilati leherku dan puting dadaku. Sungguh nikmat dan geli rasanya, aku hanya bisa terpejam.
Lalu, Emi membuka celana pendek dan celana dalamku, sehingga batang penisku yang sudah mengeras langsung melompat keluar. Aku memasang posisi berbaring, sehingga sekarang aku dibawah, dan Emi diatasku. Kulihat Emi sempat bengong memandangi penisku.
“Kenapa Emi? Terpesona yah?” Godaku.
“Aahh.. anuu.. ga sih pakk..” Kata Emi gugup.
“Diapain ya pak? Aku bingung nih harus ngapain.” Kata Emi.
“Udah, biar gampang, dikocok aja. Bisa kan?” Tanyaku.
Emi mengangguk pelan sambil tersenyum malu, dan kemudian mulai menggenggam batang penisku.
“Gedean mana sama punya teman kamu dulu itu?” Godaku.
“Gedean inilah pak hehehe.” Kata Emi malu-malu.
Ia mulai menaik-turunkan genggamannya. Cukup cekatan ia mengocok-ngocok penisku. Lama-kelamaan, kocokannya semakin kencang, sehingga aku makin menikmatinya.
Kemudian, kuseret memutar tubuhku, sehingga kini aku menghadap ke selangkangannya, dan dia juga menghadap selangkanganku. Kujilati dan kulumat habis gundukkan yang ada di pertemuan pahanya. Tubuh Emi bergetar mendapat rangsangan itu, dan kocokannya di penisku semakin kencang.
“Aahh.. uuhhh.. tee.. terruuss paak..” Desah Emi.
Setelah itu, aku melepaskan lumatanku, dan menghentikan tangan kanan Emi yang sedang mengocok penisku. Aku langsung bangkit berlutut dari posisiku semula, dan membaringkan Emi di ranjang, dan menindihnya. Aku mencium bibirnya dengan lembut.
Emi pun ikut membalas ciumanku dengan lembut, sangat lembut. Dalam posisi itu, kurasakan badanku sangat panas, sehingga mengeluarkan keringat. Sama halnya dengan Emi. Keringat kami terus mengalir, dan berbaur di tubuh kami satu sama lain.
“Kamu betul-betul cantik malam ini, Emi.” Kataku.
“Bapak bisa aja.” Balas Emi.
Bibir kami terus berpagutan. Lidah kami saling dijulurkan untuk menggelitik lidah lawan kami. Kupeluk tubuhnya erat-erat, dan dia juga memeluk tubuhku erat-erat. Aku semakin terangsang, dan dikuasai birahi yang sangat hebat.
Begitu juga Emi, terdengar nafasnya semakin memburu. Lalu, aku memasang batang penisku tepat didepan lubang vaginanya, hingga saling menyentuh satu sama lain. Aku tidak langsung masuk.
“Emi, aku mau masuk ya. Boleh?” Tanyaku.
“Ini khusus untuk bapak malam ini. Silakan pak, enjoy to the fullest, pak.” Jawabnya seraya mengangkangkan kakinya.
Aku tidak menyangka akan keluar jawaban yang elegan dari mulut seorang perempuan berperawakan anak kecil. Aku mulai menggesek-gesekan kepala penisku ke bibir lubang vagina Emi. Emi mulai menggeliat-geliat sangat hebat, dan bibirnya makin liar melumat bibirku.
Desahan dan Nafasnya pun semakin memburu. Aku merasakan kepala penisku tengah menggesek-gesek bibir lubang kemaluannya. Mendapat rangsangan di bibir dan penisku, keringatku semakin deras mengalir, sama halnya juga dengan Emi.
Akhirnya, gesekan kepala penisku membuahkan hasil, lubang vaginanya mulai licin akibat cairan kenikmatannya. Aku pun mengambil ancang-ancang untuk meneroboskan penisku masuk ke dalam vaginanya.
“Sii.. siiaapp siaap yaahh.. Emiihh.. Akuu mao masuukk..” Desahku.
“Ayoohh.. teruuuss paakk.. Emii siaapp..” Desah Emi.
Seketika itu juga, kumasukkan dalam-dalam penisku ke dalam lubang kemaluannya. Bleess.. lubang kemaluan Emi terasa pas dengan ukuran penisku. Emi melenguh dengan hebat saat itu terjadi.
“Udaahh.. masuukk yaa paak?” Desah Emi.
“Aku udaah.. di dalaam..” Desahku.
Aku mulai memompa selangkangan Emi perlahan-lahan. Setiap kali kudorong, satu desahan keluar dari mulut Emi. Genjotanku kemudian kupercepat sedikit sehingga tubuh Emi tersentak-sentak dan buah dadanya ikut menjuntai. Aku sangat terangsang melihat hal itu.
Kedua tanganku kupakai untuk meremas kedua buah dada Emi, sementara lidahku menelusup ke dalam mulutnya untuk menggelitik seluruh rongga mulutnya. Emi pun mulai menggoyang pantatnya.
Setiap aku menyodok, Emi memajukan pantatnya, dan ketika aku menarik, Emi juga menarik pantatnya. Begitu terus terjadi, sampai akhirnya keringat kami telah membasahi seluruh tubuh kami, termasuk selangkangan kami, sehingga pada saat aku menyodok dan Emi memajukan pantatnya, timbul suara kecipuk. Cplaakk.. Cpookkk.. Cplaakkk.. Cpookk.. Begitulah bunyinya.
“Teruuss paakk.. Aku gaa.. gaakk kuaatt..” Desah Emi.
Aku menggenjot selangkangannya semakin cepat, hingga akhirnya kurasakan perubahan pada tubuhnya. Dapat kurasakan ciumannya semakin liar, dan pelukannya di tubuhku semakin erat.
“E.. Eemiihh maaoo.. klimaakss yaa?” Desahku.
“Ii.. iyaa ni paak..” Desah Emi.
Maka, kugenjot lagi selangkangannya semakin cepat lagi. Hingga akhirnya kurasakan kontraksi di vaginanya, dan bersamaan itu kurasakan juga semburan cairan kenikmatan di penisku.
“Ooohhh.. auuhhh.. Akuu klimaakss.. Paakkk..” Erang Emi.
Emi mengangkat pantatnya kuat-kuat, sehingga penisku masuk dengan sangat dalam ke dalam lubang kemaluannya. Aku merasakan seluruh penisku seperti dipijat-pijat oleh vaginanya. Sementara Emi sedang menikmati orgasmenya, aku menghentikan genjotanku. Setelah orgasmenya yang hebat, Emi terkulai lemas dibawah tubuhku.
“Aku belum keluar sayang.. Aku lanjutin dulu yah Emi..” Kataku sambil mencium keningnya.
Maka, aku melanjutkan genjotanku. Kali ini, tidak ada respon apapun dari tubuh Emi. Ia hanya sesekali membuka matanya sedikit, dan kemudian memejamkannya lagi. Salah satu hal yang paling kunikmati saat penetrasi adalah disaat rambut kemaluanku bergesekkan dengan rambut kemaluan lawan mainku, rasanya geli-geli gimana gitu hehehe.
Untungnya, Emi memiliki rambut kemaluan yang cukup lebat, sehingga hal itu memungkinkan terjadi. Sesekali, kulihat Emi melirik kearah selangkangannya yang sedang dipompa oleh penisku. Aku mulai menciumi pipi, bibir, leher, dan puting susu Emi.
Semua itu kulakukan secara berulang-ulang. Hingga akhirnya nafasnya mulai kembali memburu, memburu, dan makin memburu. Ketika nafasnya sudah sangat memburu, Emi kembali membalas ciumanku, dan pantatnya kembali mengikuti irama genjotanku. Ceplaakkk.. ceppookkk.. ceplaaakkk.. ceppoookkk.. Kembali bunyi itu tercipta akibat benturan selangkanganku dan selangkangan Emi.
“Emi mau lagiihh..?” Tanyaku.
“Mauu yang.. kaya tadiihh paakk..” Jawab Emi.
Kuhentikan genjotanku.
“Loohh.. kook berhenti.. paak?” Desah Emi.
“Emi mao gantian gak diatas?” Tanyaku.
“Hee eehh..” Jawab Emi sambil mendesah.
Aku mencabut penisku, dan berbaring diatas ranjang, sementara Emi mulai menaiki tubuhku, dan mengarahkan penisku untuk masuk ke vaginanya. Saat posisinya sudah benar, ia mendorong pantatnya kuat-kuat ke belakan. Bleesss.. Kurasakan gesekan yang sangat hebat di seluruh penisku saat dimasukkan ke vaginanya.
Emi mulai memutar-mutar pantatnya. Putaran searah jarum jam, putaran berlawanan jarum jam, putaran penuh satu lingkaran. Penisku serasa diulek-ulek oleh vaginanya. Aku hanya bisa merem melek mendapat rangsangan itu.
“Gimanaa.. rasanyaa paakk?” Desah Emi.
“Nikmaat.. sayaanngg..” Desahku.
Bukan main nikmatnya, dalam hal mengulek batang kejantananku, Emi ini memang sangat jago. Gawat, bisa-bisa aku muntah duluan sebelum dia orgasme lagi. Maka, kupuntir puting susu buah dada kirinya, dan kulumat sekaligus kuberikan gigitan kecil di puting susu buah dada kanannya.
Emi hanya mendesah-desah. Lama-lama, ulekan pantatnya semakin tidak teratur, dan kini gerakannya murni hujaman ke batang penisku. Nafasnya makin tidak menentu, ciumannya di bibirku sangat liar, dan pelukannya ke tubuhku sangat erat.
“Paakk.. Emii udaah.. maao orgasmee lagiii.. sayaanggg..” Desah Emi.
Aku pun juga merasakan bahwa sebentar lagi aku akan keluar.
“Emii.. Aku jugaa.. mauu keluaarr.. sayaanngg..” Desahku.
Emi semakin kencang menghujam-hujamkan pantatnya ke penisku.
“Ayoohh.. keluarrinn ajaa paakk.. Bapakk duluaann.. juga gapapaahh..” Desah Emi.
“Emii.. kita keluaar bareengg.. sayaanngg..” Desahku.
Emi semakin menambah kecepatan genjotannya ke penisku. Sementara aku makin liat meremas dan melumat buah dada Emi.
“Haahhh.. haahhh.. hoooohhh.. haaaahhhh..” Desah Emi seraya menghujam penisku.
“Kamu betul-betul cantik malam ini, Emi.” Kataku.
“Bapak bisa aja.” Balas Emi.
Bibir kami terus berpagutan. Lidah kami saling dijulurkan untuk menggelitik lidah lawan kami. Kupeluk tubuhnya erat-erat, dan dia juga memeluk tubuhku erat-erat. Aku semakin terangsang, dan dikuasai birahi yang sangat hebat.
Begitu juga Emi, terdengar nafasnya semakin memburu. Lalu, aku memasang batang penisku tepat didepan lubang vaginanya, hingga saling menyentuh satu sama lain. Aku tidak langsung masuk.
“Emi, aku mau masuk ya. Boleh?” Tanyaku.
“Ini khusus untuk bapak malam ini. Silakan pak, enjoy to the fullest, pak.” Jawabnya seraya mengangkangkan kakinya.
Aku tidak menyangka akan keluar jawaban yang elegan dari mulut seorang perempuan berperawakan anak kecil. Aku mulai menggesek-gesekan kepala penisku ke bibir lubang vagina Emi. Emi mulai menggeliat-geliat sangat hebat, dan bibirnya makin liar melumat bibirku.
Desahan dan Nafasnya pun semakin memburu. Aku merasakan kepala penisku tengah menggesek-gesek bibir lubang kemaluannya. Mendapat rangsangan di bibir dan penisku, keringatku semakin deras mengalir, sama halnya juga dengan Emi.
Akhirnya, gesekan kepala penisku membuahkan hasil, lubang vaginanya mulai licin akibat cairan kenikmatannya. Aku pun mengambil ancang-ancang untuk meneroboskan penisku masuk ke dalam vaginanya.
“Sii.. siiaapp siaap yaahh.. Emiihh.. Akuu mao masuukk..” Desahku.
“Ayoohh.. teruuuss paakk.. Emii siaapp..” Desah Emi.
Seketika itu juga, kumasukkan dalam-dalam penisku ke dalam lubang kemaluannya. Bleess.. lubang kemaluan Emi terasa pas dengan ukuran penisku. Emi melenguh dengan hebat saat itu terjadi.
“Udaahh.. masuukk yaa paak?” Desah Emi.
“Aku udaah.. di dalaam..” Desahku.
Aku mulai memompa selangkangan Emi perlahan-lahan. Setiap kali kudorong, satu desahan keluar dari mulut Emi. Genjotanku kemudian kupercepat sedikit sehingga tubuh Emi tersentak-sentak dan buah dadanya ikut menjuntai. Aku sangat terangsang melihat hal itu.
Kedua tanganku kupakai untuk meremas kedua buah dada Emi, sementara lidahku menelusup ke dalam mulutnya untuk menggelitik seluruh rongga mulutnya. Emi pun mulai menggoyang pantatnya.
Setiap aku menyodok, Emi memajukan pantatnya, dan ketika aku menarik, Emi juga menarik pantatnya. Begitu terus terjadi, sampai akhirnya keringat kami telah membasahi seluruh tubuh kami, termasuk selangkangan kami, sehingga pada saat aku menyodok dan Emi memajukan pantatnya, timbul suara kecipuk. Cplaakk.. Cpookkk.. Cplaakkk.. Cpookk.. Begitulah bunyinya.
“Teruuss paakk.. Aku gaa.. gaakk kuaatt..” Desah Emi.
Aku menggenjot selangkangannya semakin cepat, hingga akhirnya kurasakan perubahan pada tubuhnya. Dapat kurasakan ciumannya semakin liar, dan pelukannya di tubuhku semakin erat.
“E.. Eemiihh maaoo.. klimaakss yaa?” Desahku.
“Ii.. iyaa ni paak..” Desah Emi.
Maka, kugenjot lagi selangkangannya semakin cepat lagi. Hingga akhirnya kurasakan kontraksi di vaginanya, dan bersamaan itu kurasakan juga semburan cairan kenikmatan di penisku.
“Ooohhh.. auuhhh.. Akuu klimaakss.. Paakkk..” Erang Emi.
Emi mengangkat pantatnya kuat-kuat, sehingga penisku masuk dengan sangat dalam ke dalam lubang kemaluannya. Aku merasakan seluruh penisku seperti dipijat-pijat oleh vaginanya. Sementara Emi sedang menikmati orgasmenya, aku menghentikan genjotanku. Setelah orgasmenya yang hebat, Emi terkulai lemas dibawah tubuhku.
“Aku belum keluar sayang.. Aku lanjutin dulu yah Emi..” Kataku sambil mencium keningnya.
Maka, aku melanjutkan genjotanku. Kali ini, tidak ada respon apapun dari tubuh Emi. Ia hanya sesekali membuka matanya sedikit, dan kemudian memejamkannya lagi. Salah satu hal yang paling kunikmati saat penetrasi adalah disaat rambut kemaluanku bergesekkan dengan rambut kemaluan lawan mainku, rasanya geli-geli gimana gitu hehehe.
Untungnya, Emi memiliki rambut kemaluan yang cukup lebat, sehingga hal itu memungkinkan terjadi. Sesekali, kulihat Emi melirik kearah selangkangannya yang sedang dipompa oleh penisku. Aku mulai menciumi pipi, bibir, leher, dan puting susu Emi.
Semua itu kulakukan secara berulang-ulang. Hingga akhirnya nafasnya mulai kembali memburu, memburu, dan makin memburu. Ketika nafasnya sudah sangat memburu, Emi kembali membalas ciumanku, dan pantatnya kembali mengikuti irama genjotanku. Ceplaakkk.. ceppookkk.. ceplaaakkk.. ceppoookkk.. Kembali bunyi itu tercipta akibat benturan selangkanganku dan selangkangan Emi.
“Emi mau lagiihh..?” Tanyaku.
“Mauu yang.. kaya tadiihh paakk..” Jawab Emi.
Kuhentikan genjotanku.
“Loohh.. kook berhenti.. paak?” Desah Emi.
“Emi mao gantian gak diatas?” Tanyaku.
“Hee eehh..” Jawab Emi sambil mendesah.
Aku mencabut penisku, dan berbaring diatas ranjang, sementara Emi mulai menaiki tubuhku, dan mengarahkan penisku untuk masuk ke vaginanya. Saat posisinya sudah benar, ia mendorong pantatnya kuat-kuat ke belakan. Bleesss.. Kurasakan gesekan yang sangat hebat di seluruh penisku saat dimasukkan ke vaginanya.
Emi mulai memutar-mutar pantatnya. Putaran searah jarum jam, putaran berlawanan jarum jam, putaran penuh satu lingkaran. Penisku serasa diulek-ulek oleh vaginanya. Aku hanya bisa merem melek mendapat rangsangan itu.
“Gimanaa.. rasanyaa paakk?” Desah Emi.
“Nikmaat.. sayaanngg..” Desahku.
Bukan main nikmatnya, dalam hal mengulek batang kejantananku, Emi ini memang sangat jago. Gawat, bisa-bisa aku muntah duluan sebelum dia orgasme lagi. Maka, kupuntir puting susu buah dada kirinya, dan kulumat sekaligus kuberikan gigitan kecil di puting susu buah dada kanannya.
Emi hanya mendesah-desah. Lama-lama, ulekan pantatnya semakin tidak teratur, dan kini gerakannya murni hujaman ke batang penisku. Nafasnya makin tidak menentu, ciumannya di bibirku sangat liar, dan pelukannya ke tubuhku sangat erat.
“Paakk.. Emii udaah.. maao orgasmee lagiii.. sayaanggg..” Desah Emi.
Aku pun juga merasakan bahwa sebentar lagi aku akan keluar.
“Emii.. Aku jugaa.. mauu keluaarr.. sayaanngg..” Desahku.
Emi semakin kencang menghujam-hujamkan pantatnya ke penisku.
“Ayoohh.. keluarrinn ajaa paakk.. Bapakk duluaann.. juga gapapaahh..” Desah Emi.
“Emii.. kita keluaar bareengg.. sayaanngg..” Desahku.
Emi semakin menambah kecepatan genjotannya ke penisku. Sementara aku makin liat meremas dan melumat buah dada Emi.
“Haahhh.. haahhh.. hoooohhh.. haaaahhhh..” Desah Emi seraya menghujam penisku.
Aku semakin tidak tahan untuk menyemprotkan lahar kenikmatanku.
“Ee.. Emiiiiii.. ”
Croott.. croott.. crottt..
Aku menyemprotkan lahar kenikmatanku didalam vagina Emi. Buah dadanya kuremas-remas, dan bibirnya kulumat habis.
“Bapaaakkk.. Emii sayaangg bapaakkk..” Kurasakan pula cairan kenikmatannya menyembur dan beradu dengan semprotan spermaku. Dia juga balas melumat bibirku. Vaginanya berkontraksi lebih hebat lagi dari orgasmenya yang pertama.
Setelah kami berdua klimaks, Emi masih tetap menindih tubuhku diatas. Bibir kami masih tidak berhenti menciumi satu sama lain. Kemudian kubelai-belai rambutnya.
“Gimana Emi? Aku cuma mikirin tititku sendiri ga?” Tanyaku.
Emi menggeleng sambil tersenyum puas.
Untuk terakhir kalinya sebelum kami tertidur, kami berciuman sekali lagi. Kami pun tertidur masih dalam keadaan telanjang, dan tubuh kami masih bersatu, belum terpisahkan.
Sinar matahari pagi membangunkanku. Saat itu, kulihat Emi masih tergolek diatas tubuhku. Hanya saja, aku mendapati bahwa kami sudah diselimuti oleh selimut. Hmmm, bukankan selimutku kuberikan kepada Novi?
Kenapa bisa ada disini? Waduuh, pasti salah satu dari Novi atau Desi masuk ke kamarku dan memakaikan selimut ini padaku dan Emi. Berarti yang masuk itu melihat bahwa aku dan Emi sedang tidur berduaan saling berpelukan dalam keadaan telanjang.
Waduuh, semoga tidak berabe nih. Aku mengenakan pakaianku, dan beranjak keluar kamar. Aku melihat Desi sedang menonton TV, sedangkan Novi sedang menggoreng telur untuk sarapan kita berempat.
“Emi akhirnya semalam tidur sekamar dengan bapak?” Tanya Desi.
“Iya betul Des. Kasihan abisnya dia digigitin nyamuk melulu diluar.” Kataku.
“Iya sih betul. Terima kasih ya pak, bapak sudah peduli kepada Emi.” Kata Desi.
“Ahh santai saja. Toh sesama teman kita saling bantu Des.” Kataku.
“Cieee.. bapak manager ini emang pidatonya paling memukau.” Canda Novi sambil memindahkan telur yang sudah matang ke piring.
Tak lama kemudian, Emi pun keluar kamar, dan untungnya ia sudah mengenakan pakaiannya. Setelah Emi keluar, kami berempat langsung duduk di meja makan. Novi langsung membagi-bagikan telur itu ke 4 piring dengan cekatan.
Setelah sarapan, rencananya adalah berenang. Akan tetapi, Novi dan Desi saja yang pergi, karena aku dan Emi masih mengantuk, mungkin efek permainan semalem kali ya. Aku dan Emi tertidur sampai jam makan siang, itupun karena dibangunkan oleh Desi.
“Makan oii, tidur mulu kerjaannya.” Kata Novi.
“Makan? Barusan juga makan.” Kataku bingung.
“Pak James, Ini sudah jam 13.00, liat HP bapak kalo ga percaya.” Kata Novi.
Saat kulihat jam di HP, betul juga sih jam 13.00. Gile, banyak sekali kami tidur hari ini. Karena aku dan Emi tertidur sampai sekarang, mereka berdua tadi jalan-jalan sendirian.
Setelah makan siang dengan masakan yang sangat enak buatan Novi, waktunya acara santai di pantai. Novi bilang ia kecapekan karena lelah berjalan-jalan dan memasak, sehingga kami bertiga pergi ke pantai untuk santai.
Pantainya bagus sekali, dan suara ombaknya pun cukup santai untuk didengar. Emi dan Desi memakai pakaian yang sama seperti pada saat bermain voli pantai. Ya, pakaian seksi itu. Kalau Emi sih, semalam sudah kulihat apa yang ada dibalik BH dan celana dalamnya.
Nah kalau Desi, aku belum pernah lihat, jadi ada sedikit rasa penasaran nih. Saat aku sedang membayangkan hal itu, Desi langsung berjalan ke arah pantai, dan duduk di kursi panjang yang telah disediakan. Wow, kaya bule aja, mao sunbathing dia.
Emi langsung memegang dan menarik tanganku, isyarat untuk mengajak berkumpul disana. Aku duduk selonjoran di kursi kira-kira dua kursi sesudah Desi.
“Pak Jaameess.. Aku mao balik ke cottage dulu ya. Ada yang ketinggalan.” Kata Emi. Ia langsung berlari ke arah cottage.
Aku yang sudah tinggal berduaan dengan Desi, pindah ke kursi tepat disebelahnya.
“Demen sunbathing ya Des?” Tanyaku.
“Iya pak. Aku ingin menggelapkan warna kulitku sedikit.” Kata Desi.
“Lho? Nanti kulitnya ga putih lagi lho.” Kataku.
“Aku lebih suka warna kulit seperti ini pak daripada warna kulit putih. Menurut pendapatku, warna kulit putih itu cenderung pucat.” Kata Desi.
“Ah bisa saja kamu Des. Tapi ya pendapat orang mah tidak sama semua.” Kataku.
“Betul sekali pak.” Kata Desi.
Desi ini betul-betul lucu. Kata-katanya betul-betul bahasa yang baku menurut Ejaan Yang Disempurnakan.
“Eh iya Des, udah pake sunblock?” Tanyaku.
“Oh iya pak, aku benar-benar lupa.” Kata Desi seraya berupaya bangkit dari kursinya.
“Udah Des kamu disini aja. Dimana sunblocknya biar kuambilkan.” Kataku sambil bangkit berdiri dari kursiku.
“Di tasku yang berwarna putih pak. Aku meletakkan sunblock milikku di bagian resleting depan, pak.” Kata Desi.
Aku mengangguk saja, dan berlari ke arah cottage. Sesampainya di cottage, aku langsung berjalan cepat kearah kamar Desi, aku lupa bahwa itu adalah kamar para perempuan, dan membuka pintunya.. Terlihatlah didepan mataku pemandangan indah berupa kedua bukit kembar besar yang tertanam di kulit yang putih dan tubuh yang cukup proporsional, ya Emi.
Melihat itu, nafsuku jadi bangkit, dan seluruh rangkaian kejadian semalam aku bersama Emi terulang dalam pikiranku. Eits, aku harus bisa menahan nafsuku, disamping karena Desi menunggu aku, Novi juga ada didalam kamar itu.
“Eh sorry. Lagi ganti baju toh. Aku cuma numpang ambil sunblock buat Desi.” Kataku.
“Oke pak, itu pak tasnya.” Kata Emi sambil menunjuk kearah tas putih Desi dan melanjutkan ganti bajunya dengan santai.
Setelah kucari dibagian resleting depan, aku langsung menemukannya, dan langsung membawanya kepada Desi. Dan apa yang dilakukannya betul-betul tidak kusangka. Ia membuka seluruh pakaiannya, dari BH strapless bulu-bulunya, kemudian menyusul celana dalam bulu-bulunya.
Kini, tampaklah pemandangan yang tidak kalah indah dengan yang baru saja kupandang tadi pada saat mengambil sunblock. Desi memiliki tubuh yang cenderung langsing, meskipun tidak langsing-langsing amat. Buah dadanya bulat cukup sempurna, dan menyisakan gap diantara kedua buah dadanya.
Puting susunya berwarna coklat, dan sangat cocok dengan buah dadanya. Rambut kemaluannya tidak setebal Emi, dan kelihatan terawat. Batang kemaluanku menegang seketika.
“Ah, pak. Maafkan aku. Aku lupa bahwa bapak ada disini.” Kata Desi sambil tersenyum-senyum.
“Yaa gpp sih Des. Tapi emang kamu ga masalah ya badan kamu terekspos begini di depan aku?” Tanyaku.
“Jika itu Pak James, aku tidak keberatan.” Kata Desi seraya mengusap sunblock ke seluruh tubuhnya.
“Kenapa begitu?” Tanyaku.
“Karena Pak James itu orangnya baik, mau bergaul dengan kita yang aneh ini, dan kelihatannya bapak bukan merupakan orang yang mesum.” Kata Desi.
“Bukan orang yang mesum? Semua cowo itu mesum Des, kecuali kalo ga normal.” Jawabku.
“Itu berbeda pak. Orang yang benar-benar mesum, itu mengaku dirinya tidak mesum, padahal hatinya kotor sekali. Dengan kata lain, munafik. Akan tetapi, bapak kenyataannya tidak munafik. Untuk masalah mesum yang bapak bilang, menurut saya itu normal dialami oleh semua manusia, tidak hanya pria, tapi wanita.” Jawab Desi seraya mengoleskan sunblock dari leher hingga buah dada dan perut.
“Salah Des kalo kamu bilang saya ga munafik. Saya baru nyadar kok kalo saya munafik. Saya kesini dengan modal setia sama istri, yah tapi lihat, semalem saya sudah menodai kesetiaan saya.” Kataku, dengan sedikit penyesalan.
“Itu masalah kesetiaan pak, tidak ada hubungannya dengan munafik. Mengenai itu, hal itu memang tidak terhindarkan pak. Seperti kata Emi, seks itu adalah kebutuhan dasar manusia.
Jadi menurutku, jika semalam Bapak dan Emi berhubungan seks, itu dapat dikatakan cukup normal, tentunya dengan tidak mempertimbangkan aspek pernikahan dan kesetiaan ya.
Karena jika sudah membawa aspek pernikahan dan kesetiaan, bapak jelas sudah melakukan kesalahan yang sangat besar.” Kata Desi seraya mengoleskan sunblock ke selangkangan dan pahanya.
“Oh, jadi kamu yang masuk ke kamarku tadi pagi ya?” Kataku.
“Betul pak. Tidak perlu khawatir pak, aku tidak memberitahu Bu Novi masalah ini, walaupun sepertinya beliau sudah dapat menebak apa yang kalian lakukan semalam.” Kata Desi sambil membungkuk untuk mengoleskan sunblock di kakinya.
Haduh, makin ricuh saja. Kenapa pula aku bangun kesiangan hari ini, padahal biasanya aku selalu bangun subuh untuk menunaikan ibadah. Memang sedang sial aku hari ini. Setelah selesai mengoleskan sunblock diseluruh tubuhnya, Desi memasang posisi tengkurap di kursi panjang itu, dan mengulurkan sunblock kearahku.
“Pak James, bolehkah saya meminta tolong?” Tanya Desi.
Aku langsung mengerti Desi ingin meminta tolong mengoleskan sunblock di area belakang tubuhnya. Aku mengambil sunblock itu dari tangannya Desi, dan mulai mengoleskannya di bagian belakang tubuhnya, mulai dari leher, punggung, pinggang, paha, dan kaki.
“Maaf pak, jika tidak merepotkan, aku juga minta tolong di area pantat pak.” Kata Desi dengan sopan.
“Ee.. Emiiiiii.. ”
Croott.. croott.. crottt..
Aku menyemprotkan lahar kenikmatanku didalam vagina Emi. Buah dadanya kuremas-remas, dan bibirnya kulumat habis.
“Bapaaakkk.. Emii sayaangg bapaakkk..” Kurasakan pula cairan kenikmatannya menyembur dan beradu dengan semprotan spermaku. Dia juga balas melumat bibirku. Vaginanya berkontraksi lebih hebat lagi dari orgasmenya yang pertama.
Setelah kami berdua klimaks, Emi masih tetap menindih tubuhku diatas. Bibir kami masih tidak berhenti menciumi satu sama lain. Kemudian kubelai-belai rambutnya.
“Gimana Emi? Aku cuma mikirin tititku sendiri ga?” Tanyaku.
Emi menggeleng sambil tersenyum puas.
Untuk terakhir kalinya sebelum kami tertidur, kami berciuman sekali lagi. Kami pun tertidur masih dalam keadaan telanjang, dan tubuh kami masih bersatu, belum terpisahkan.
Sinar matahari pagi membangunkanku. Saat itu, kulihat Emi masih tergolek diatas tubuhku. Hanya saja, aku mendapati bahwa kami sudah diselimuti oleh selimut. Hmmm, bukankan selimutku kuberikan kepada Novi?
Kenapa bisa ada disini? Waduuh, pasti salah satu dari Novi atau Desi masuk ke kamarku dan memakaikan selimut ini padaku dan Emi. Berarti yang masuk itu melihat bahwa aku dan Emi sedang tidur berduaan saling berpelukan dalam keadaan telanjang.
Waduuh, semoga tidak berabe nih. Aku mengenakan pakaianku, dan beranjak keluar kamar. Aku melihat Desi sedang menonton TV, sedangkan Novi sedang menggoreng telur untuk sarapan kita berempat.
“Emi akhirnya semalam tidur sekamar dengan bapak?” Tanya Desi.
“Iya betul Des. Kasihan abisnya dia digigitin nyamuk melulu diluar.” Kataku.
“Iya sih betul. Terima kasih ya pak, bapak sudah peduli kepada Emi.” Kata Desi.
“Ahh santai saja. Toh sesama teman kita saling bantu Des.” Kataku.
“Cieee.. bapak manager ini emang pidatonya paling memukau.” Canda Novi sambil memindahkan telur yang sudah matang ke piring.
Tak lama kemudian, Emi pun keluar kamar, dan untungnya ia sudah mengenakan pakaiannya. Setelah Emi keluar, kami berempat langsung duduk di meja makan. Novi langsung membagi-bagikan telur itu ke 4 piring dengan cekatan.
Setelah sarapan, rencananya adalah berenang. Akan tetapi, Novi dan Desi saja yang pergi, karena aku dan Emi masih mengantuk, mungkin efek permainan semalem kali ya. Aku dan Emi tertidur sampai jam makan siang, itupun karena dibangunkan oleh Desi.
“Makan oii, tidur mulu kerjaannya.” Kata Novi.
“Makan? Barusan juga makan.” Kataku bingung.
“Pak James, Ini sudah jam 13.00, liat HP bapak kalo ga percaya.” Kata Novi.
Saat kulihat jam di HP, betul juga sih jam 13.00. Gile, banyak sekali kami tidur hari ini. Karena aku dan Emi tertidur sampai sekarang, mereka berdua tadi jalan-jalan sendirian.
Setelah makan siang dengan masakan yang sangat enak buatan Novi, waktunya acara santai di pantai. Novi bilang ia kecapekan karena lelah berjalan-jalan dan memasak, sehingga kami bertiga pergi ke pantai untuk santai.
Pantainya bagus sekali, dan suara ombaknya pun cukup santai untuk didengar. Emi dan Desi memakai pakaian yang sama seperti pada saat bermain voli pantai. Ya, pakaian seksi itu. Kalau Emi sih, semalam sudah kulihat apa yang ada dibalik BH dan celana dalamnya.
Nah kalau Desi, aku belum pernah lihat, jadi ada sedikit rasa penasaran nih. Saat aku sedang membayangkan hal itu, Desi langsung berjalan ke arah pantai, dan duduk di kursi panjang yang telah disediakan. Wow, kaya bule aja, mao sunbathing dia.
Emi langsung memegang dan menarik tanganku, isyarat untuk mengajak berkumpul disana. Aku duduk selonjoran di kursi kira-kira dua kursi sesudah Desi.
“Pak Jaameess.. Aku mao balik ke cottage dulu ya. Ada yang ketinggalan.” Kata Emi. Ia langsung berlari ke arah cottage.
Aku yang sudah tinggal berduaan dengan Desi, pindah ke kursi tepat disebelahnya.
“Demen sunbathing ya Des?” Tanyaku.
“Iya pak. Aku ingin menggelapkan warna kulitku sedikit.” Kata Desi.
“Lho? Nanti kulitnya ga putih lagi lho.” Kataku.
“Aku lebih suka warna kulit seperti ini pak daripada warna kulit putih. Menurut pendapatku, warna kulit putih itu cenderung pucat.” Kata Desi.
“Ah bisa saja kamu Des. Tapi ya pendapat orang mah tidak sama semua.” Kataku.
“Betul sekali pak.” Kata Desi.
Desi ini betul-betul lucu. Kata-katanya betul-betul bahasa yang baku menurut Ejaan Yang Disempurnakan.
“Eh iya Des, udah pake sunblock?” Tanyaku.
“Oh iya pak, aku benar-benar lupa.” Kata Desi seraya berupaya bangkit dari kursinya.
“Udah Des kamu disini aja. Dimana sunblocknya biar kuambilkan.” Kataku sambil bangkit berdiri dari kursiku.
“Di tasku yang berwarna putih pak. Aku meletakkan sunblock milikku di bagian resleting depan, pak.” Kata Desi.
Aku mengangguk saja, dan berlari ke arah cottage. Sesampainya di cottage, aku langsung berjalan cepat kearah kamar Desi, aku lupa bahwa itu adalah kamar para perempuan, dan membuka pintunya.. Terlihatlah didepan mataku pemandangan indah berupa kedua bukit kembar besar yang tertanam di kulit yang putih dan tubuh yang cukup proporsional, ya Emi.
Melihat itu, nafsuku jadi bangkit, dan seluruh rangkaian kejadian semalam aku bersama Emi terulang dalam pikiranku. Eits, aku harus bisa menahan nafsuku, disamping karena Desi menunggu aku, Novi juga ada didalam kamar itu.
“Eh sorry. Lagi ganti baju toh. Aku cuma numpang ambil sunblock buat Desi.” Kataku.
“Oke pak, itu pak tasnya.” Kata Emi sambil menunjuk kearah tas putih Desi dan melanjutkan ganti bajunya dengan santai.
Setelah kucari dibagian resleting depan, aku langsung menemukannya, dan langsung membawanya kepada Desi. Dan apa yang dilakukannya betul-betul tidak kusangka. Ia membuka seluruh pakaiannya, dari BH strapless bulu-bulunya, kemudian menyusul celana dalam bulu-bulunya.
Kini, tampaklah pemandangan yang tidak kalah indah dengan yang baru saja kupandang tadi pada saat mengambil sunblock. Desi memiliki tubuh yang cenderung langsing, meskipun tidak langsing-langsing amat. Buah dadanya bulat cukup sempurna, dan menyisakan gap diantara kedua buah dadanya.
Puting susunya berwarna coklat, dan sangat cocok dengan buah dadanya. Rambut kemaluannya tidak setebal Emi, dan kelihatan terawat. Batang kemaluanku menegang seketika.
“Ah, pak. Maafkan aku. Aku lupa bahwa bapak ada disini.” Kata Desi sambil tersenyum-senyum.
“Yaa gpp sih Des. Tapi emang kamu ga masalah ya badan kamu terekspos begini di depan aku?” Tanyaku.
“Jika itu Pak James, aku tidak keberatan.” Kata Desi seraya mengusap sunblock ke seluruh tubuhnya.
“Kenapa begitu?” Tanyaku.
“Karena Pak James itu orangnya baik, mau bergaul dengan kita yang aneh ini, dan kelihatannya bapak bukan merupakan orang yang mesum.” Kata Desi.
“Bukan orang yang mesum? Semua cowo itu mesum Des, kecuali kalo ga normal.” Jawabku.
“Itu berbeda pak. Orang yang benar-benar mesum, itu mengaku dirinya tidak mesum, padahal hatinya kotor sekali. Dengan kata lain, munafik. Akan tetapi, bapak kenyataannya tidak munafik. Untuk masalah mesum yang bapak bilang, menurut saya itu normal dialami oleh semua manusia, tidak hanya pria, tapi wanita.” Jawab Desi seraya mengoleskan sunblock dari leher hingga buah dada dan perut.
“Salah Des kalo kamu bilang saya ga munafik. Saya baru nyadar kok kalo saya munafik. Saya kesini dengan modal setia sama istri, yah tapi lihat, semalem saya sudah menodai kesetiaan saya.” Kataku, dengan sedikit penyesalan.
“Itu masalah kesetiaan pak, tidak ada hubungannya dengan munafik. Mengenai itu, hal itu memang tidak terhindarkan pak. Seperti kata Emi, seks itu adalah kebutuhan dasar manusia.
Jadi menurutku, jika semalam Bapak dan Emi berhubungan seks, itu dapat dikatakan cukup normal, tentunya dengan tidak mempertimbangkan aspek pernikahan dan kesetiaan ya.
Karena jika sudah membawa aspek pernikahan dan kesetiaan, bapak jelas sudah melakukan kesalahan yang sangat besar.” Kata Desi seraya mengoleskan sunblock ke selangkangan dan pahanya.
“Oh, jadi kamu yang masuk ke kamarku tadi pagi ya?” Kataku.
“Betul pak. Tidak perlu khawatir pak, aku tidak memberitahu Bu Novi masalah ini, walaupun sepertinya beliau sudah dapat menebak apa yang kalian lakukan semalam.” Kata Desi sambil membungkuk untuk mengoleskan sunblock di kakinya.
Haduh, makin ricuh saja. Kenapa pula aku bangun kesiangan hari ini, padahal biasanya aku selalu bangun subuh untuk menunaikan ibadah. Memang sedang sial aku hari ini. Setelah selesai mengoleskan sunblock diseluruh tubuhnya, Desi memasang posisi tengkurap di kursi panjang itu, dan mengulurkan sunblock kearahku.
“Pak James, bolehkah saya meminta tolong?” Tanya Desi.
Aku langsung mengerti Desi ingin meminta tolong mengoleskan sunblock di area belakang tubuhnya. Aku mengambil sunblock itu dari tangannya Desi, dan mulai mengoleskannya di bagian belakang tubuhnya, mulai dari leher, punggung, pinggang, paha, dan kaki.
“Maaf pak, jika tidak merepotkan, aku juga minta tolong di area pantat pak.” Kata Desi dengan sopan.
Aku memang sengaja melewati area pantat, karena aku ngerti dengan berbagai macam implikasi yang timbul. Mulai dari akunya bisa makin terangsang, sampai Desi nya bisa merasa risih. Tapi yah berhubung dia minta, aku mengoleskannya juga di pantat Desi. Ooohhh, pantatnya kenyal dan cukup bulat, aku jadi membayangkan aku sedang doggy style dengan Desi, ups..
“Sudah nih Des, apa lagi yang mao dioles?” Tanyaku.
“Terima kasih banyak, pak.” Kata Desi seraya membalikkan tubuhnya lagi, sehingga buah dada kembarnya dan selangkangannya yang indah tampak kembali.
Aku segera kembali ke kursi panjangku, dan berbaring sambil melihat ke langit. Melihat ke langit membuatku melupakan semua masalah, dari masalah pekerjaan di kantor, masalah rumah, dan masalah apapun. Aku memejamkan mataku, dan hampir tertidur, ketika tiba-tiba..
“Pak, oleskan dulu pak sunblock-nya.” Suara Desi terdengar.
Aku membuka mataku, dan pemandangan pertama yang kulihat adalah dua bukit kembar Desi. Buset, lama-lama Desi bisa bernasib sama nih seperti Emi. Aduh tahan James, Desi sudah menikah, sudah menikah.
“Aku oleskan ya pak. Ayo tengkurap pak.” Kata Desi.
Aku menurut saja, dan tengkurap di kursi panjangku. Aku merasakan Desi mulai mengoleskan sunblock dari leher, turun ke punggung. Enak sekali rasanya, apalagi sesekali Desi juga menyisipkan pijatan kecil.
Aku merasakan Desi menarik celana pantaiku turun kebawah, sehingga sekarang aku telanjang, tapi masih dalam posisi tengkurap. Desi mulai mengoleskan sunblock di pantat, paha, dan kakiku. Lalu, ia menyuruhku berbalik.
Eits buset, masa aku harus berbalik, bisa-bisa aku yang sedang terangsang ini kelihatan oleh Desi, ah tapi cuek lah, siapa juga yang kaga terangsang melihat tubuh Desi yang indah itu. Aku pun berbalik, dan melihat Desi yang sedang mengoleskan sunblock di telapak tangannya untuk diusapkan ke badanku.
Setelah ia melihatku dalam keadaan telanjang, ia tampak terdiam sebentar. Bola matanya bergerak-gerak mengamati seluruh tubuhku. Bola matanya berhenti cukup lama saat ia memandangi batang kemaluanku yang sudah menegang.
“Kenapa Des? Kagum sama badanku?” Godaku.
“Sepertinya sih begitu pak hehehe. Habis badan bapak bagus sekali, idaman semua wanita pak. Apalagi titit bapak, sepertinya nikmat sekali jika dimasukkan ke dalam memek milikku.” Desi balas menggoda.
Sialan nih anak. Kugoda, dia malah balas menggoda dengan kekuatan godaan dua kali lipat. Desi mulai mengoleskan sunblock nya, dari kakiku, menjalar keatas sampai ke paha dan selangkanganku. Batang penisku sempat ia kocok 3-4 kali sambil mengoleskan sunblock di penisku.
Setelahnya, usapan tangannya naik ke perut, dada, tangan, dan pundakku. Terakhir di muka dan keningku. Pada saat ia mengoleskan sunblock di keningku, ia memasang posisi bukit kembarnya tepat di depan mukaku, entah ia sengaja atau tidak.
Aih, ini sih aku makin terangsang saja, dan sampai lama-lama bisikan iblis menyuruhku untuk nekat menghisap puting susunya dan meremas buah dadanya. Akhirnya, aku menyerah kepada bisikan iblis, dan mulai meremas buah dada kirinya dengan tangan kananku, dan menghisap puting susu buah dada kanannya.
Desi tetap sibuk memijit-mijit keningku walau dua bukit kembarnya sudah ada dalam tangan dan bibirku. Aku merasakan napas Desi mulai terengah-engah, maka ia kini ganti mengusap-usap rambutku, dan mulai meraba-raba pundak dan dadaku. Lama-lama, isapan dan remasanku di bukit kembarnya semakin liar, napas Desi pun makin memburu.
“Baa.. bapaakk handaal.. sekalii mainnya.. E.. Emii pasti puass.. yaa semalam..” Desah Desi dengan nada yang terputus-putus.
Baru segini udah dibilang mainnya handal? Heh, belum tahu apa-apa dia. Birahi sudah mulai menguasai dan menggelapkan pikiranku, sehingga semua akal sehatku sudah tertutup. Aku mulai menjalarkan ciuman dan jilatanku ke lehernya, sementara kedua tanganku masih meremas dan memuntir puting susu Desi.
“Dess.. Body kamuu.. baguuss jugaa.. aku makiin.. ga ta.. tahaan babee..” Desahku juga dengan nada terputus-putus.
Aku mulai meraba-raba perut dan pahanya. Sedikit berminyak akibat sunblock, tapi kehalusannya masih tetap terasa. Jilatanku kembali menjalar kebawah, melewati pundak kanan, buah dada kanan, berputar-putar di puting susu buah dada kanannya, perut, paha kanan, pindah ke paha kiri, dan selangkangannya.
“Aaahhhh.. uuuhhhh.. Ba.. baappaakkk.. nikmaaatt paakk.. ” Desah Desi.
Setelah itu, aku mulai mengulum dan menjilati daerah lubang kemaluan Desi. Desahannya makin menjadi-jadi, dan kini tangannya sibuk menjambak rambutku sampai hampir rontok. Setelah itu, aku melepaskannya, dan berbaring di kursi panjang.
“Ayo Des.. gantiaann.. Sekarangg kamuu yang aktiiff..” Desahku.
Desi mulai merangkak diatas tubuhku, dan menggenggam batang penisku, dan mulai mengocok-ngocoknya dengan lembut. Tidak lama kemudian, ia mulai menjilati ujung batang penisku. Aku benar-benar kegelian mendapat rangsangan itu.
Kemudian, ia mulai memasukkan batang penisku ke dalam mulutnya, dan menggerakan kepalanya naik turun. Kepalaku benar-benar pusing mendapat perlakuan yang sangat hot dari Desi. Tidak hanya menaik turunkan kepalanya, lidahnya ikut bermain-main dengan handalnya melilit penisku.
Gawat ini, bisa-bisa aku keluar duluan sebelum menu utamanya. Maka, kuangkat kepalanya, dan kubaringkan dia di kursi panjang tempat aku semula berbaring, dan kutindih tubuhnya. Dalam posisi itu, kuciumi bibirnya, sambil juga menelusupkan lidahku ke dalam mulutnya.
Desi pun membalas dengan respon positif. Ia juga menjulurkan lidahnya untuk menyambut lidahku. Kini lidah kami saling berpilin-pilin untuk memberikan rangsangan ke lawan main kami. Keringat kami pun mulai mengucur, entah karena sinar matahari yang panas, atau rangsangan dari lawan main kami.
Tiba-tiba, ia mendorongku dengan sangat keras ke samping, sehingga aku terjatuh ke pasir. Aku lupa bahwa tenaganya sangat kuat. Setelah terjatuh di pasir diantara dua kursi panjang, Desi berdiri dari kursi panjang tempatnya tadi kugumuli, dan kemudian menyeretku ke area pasir yang lumayan lapang.
Buset, ini aku seperti kerbau peliharannya saja, dengan mudah ia menyeretku. Setelah sampai di area pasir yang cukup lapang, ia merangkak diatas tubuhku, dan mulai mengarahkan batang penisku ke arah lubang kemaluannya.
“Pakk.. De.. Desii boleehh masuk..?” Tanya Desi.
“Ayoohh.. Dess..” Desahku.
Bless.. tidak pakai lama, Desi langsung mendorong pantatnya kearah batang penisku tidak sampai 2 detik setelah aku menjawab. Tidak pakai membuang-buang waktu, Desi memutar-mutar pantatnya dengan irama yang rapi.
Tidak hanya pantatnya yang diputar-putar, ia juga meliuk-liukkan perutnya bagai penari, sehingga bukit kembarnya ikut berputar-putar, dan memasang ekspresi wajah yang nakal. Gila, mendapat rangsangan di penisku dan melihat pemandangan yang bukan main aduhainya, kepalaku benar-benar pusing.
“Kenapaa paakk?” Goda Desi.
“Gapapa Dess.. Kamuu.. bener-bener gila..” Kataku.
Desi terus mengulek-ngulek penisku dengan irama yang semakin cepat. Aku semakin tidak tahan, kalau begini terus, aku bisa kalah. Maka kubangkitkan badanku, dan mulai meremas-remas dan mengulum kedua puting susu Desi. Desi hanya bisa mendesah-desah kenikmatan.
“Terruuss paakk.. hisaap terruss..” Desah Desi.
Lama kelamaan, kurasakan irama ulekan Desi mulai tidak beraturan. Daguku diangkat olehnya, dan ia menciumi bibirku dengan liar, sementara pantatnya terus menghujam-hujam batang penisku.
“Paakk.. Akuu.. mauu sampaaii..” Erang Desi.
Maka, kubalas ciumannya dengan semakin liar. Kedua tanganku masih meremas-remas bukit kembar Desi. Genjotan selangkangannya semakin cepat, dan akhirnya kurasakan seluruh tubuhnya mulai bergetar dan mengejang.
Tidak lama kemudian, kurasakan aliran cairan yang cukup deras di dalam lubang kemaluannya, sementara nafasnya sudah sangat tidak teratur, ekspresi wajahnya seperti kesetanan.
“Oouuhhh.. Akuu klimaakss pakk..” Erang Desi.
Gile, bener-bener liar si Desi ini mainnya. Aku mencoba mengatur napasku, karena aku pun sebetulnya sudah diambang ejakulasi, tapi aku berusaha menahannya, karena dalam permainan seks, aku sangat menyukai ronde lebih dari satu.
Desi hanya bisa terduduk lemas di selangkanganku, dengan lubang kemaluannya masih melahap penisku. Kulihat, Desi berusaha mengatur napasnya kembali, aku pun juga demikian. Setelah beberapa lama, Desi mengangkat pantatnya dan memisahkan lubang kemaluannya dari penisku.
“Bapak hebat. Biasanya suamiku langsung kalah ketika aku bermain menggunakan posisi tadi.” Kata Desi sambil tersenyum puas.
“Jadi kamu ngetes aku Des? Belum apa-apa itu mah.” Kataku dengan percaya diri, padahal aku juga hampir saja KO.
Desi hanya tersenyum nakal, dan membaringkan tubuhku di pasir. Ia duduk diatas pahaku, dan mulai mengocok-ngocok penisku. Kali ini, tidak sekedar mengocok naik-turun saja, tetapi menggunakan banyak variasi cara mengocok.
Dari menggunakan kedua tangan yang satu naik yang satu turun, satu tangan menggenggam di pangkal penis dan tangan yang satu bergerak naik turun dengan perlahan, mengelus-elus dengan satu jari mengikuti urat penisku, dan beberapa teknik lain.
“Sudah nih Des, apa lagi yang mao dioles?” Tanyaku.
“Terima kasih banyak, pak.” Kata Desi seraya membalikkan tubuhnya lagi, sehingga buah dada kembarnya dan selangkangannya yang indah tampak kembali.
Aku segera kembali ke kursi panjangku, dan berbaring sambil melihat ke langit. Melihat ke langit membuatku melupakan semua masalah, dari masalah pekerjaan di kantor, masalah rumah, dan masalah apapun. Aku memejamkan mataku, dan hampir tertidur, ketika tiba-tiba..
“Pak, oleskan dulu pak sunblock-nya.” Suara Desi terdengar.
Aku membuka mataku, dan pemandangan pertama yang kulihat adalah dua bukit kembar Desi. Buset, lama-lama Desi bisa bernasib sama nih seperti Emi. Aduh tahan James, Desi sudah menikah, sudah menikah.
“Aku oleskan ya pak. Ayo tengkurap pak.” Kata Desi.
Aku menurut saja, dan tengkurap di kursi panjangku. Aku merasakan Desi mulai mengoleskan sunblock dari leher, turun ke punggung. Enak sekali rasanya, apalagi sesekali Desi juga menyisipkan pijatan kecil.
Aku merasakan Desi menarik celana pantaiku turun kebawah, sehingga sekarang aku telanjang, tapi masih dalam posisi tengkurap. Desi mulai mengoleskan sunblock di pantat, paha, dan kakiku. Lalu, ia menyuruhku berbalik.
Eits buset, masa aku harus berbalik, bisa-bisa aku yang sedang terangsang ini kelihatan oleh Desi, ah tapi cuek lah, siapa juga yang kaga terangsang melihat tubuh Desi yang indah itu. Aku pun berbalik, dan melihat Desi yang sedang mengoleskan sunblock di telapak tangannya untuk diusapkan ke badanku.
Setelah ia melihatku dalam keadaan telanjang, ia tampak terdiam sebentar. Bola matanya bergerak-gerak mengamati seluruh tubuhku. Bola matanya berhenti cukup lama saat ia memandangi batang kemaluanku yang sudah menegang.
“Kenapa Des? Kagum sama badanku?” Godaku.
“Sepertinya sih begitu pak hehehe. Habis badan bapak bagus sekali, idaman semua wanita pak. Apalagi titit bapak, sepertinya nikmat sekali jika dimasukkan ke dalam memek milikku.” Desi balas menggoda.
Sialan nih anak. Kugoda, dia malah balas menggoda dengan kekuatan godaan dua kali lipat. Desi mulai mengoleskan sunblock nya, dari kakiku, menjalar keatas sampai ke paha dan selangkanganku. Batang penisku sempat ia kocok 3-4 kali sambil mengoleskan sunblock di penisku.
Setelahnya, usapan tangannya naik ke perut, dada, tangan, dan pundakku. Terakhir di muka dan keningku. Pada saat ia mengoleskan sunblock di keningku, ia memasang posisi bukit kembarnya tepat di depan mukaku, entah ia sengaja atau tidak.
Aih, ini sih aku makin terangsang saja, dan sampai lama-lama bisikan iblis menyuruhku untuk nekat menghisap puting susunya dan meremas buah dadanya. Akhirnya, aku menyerah kepada bisikan iblis, dan mulai meremas buah dada kirinya dengan tangan kananku, dan menghisap puting susu buah dada kanannya.
Desi tetap sibuk memijit-mijit keningku walau dua bukit kembarnya sudah ada dalam tangan dan bibirku. Aku merasakan napas Desi mulai terengah-engah, maka ia kini ganti mengusap-usap rambutku, dan mulai meraba-raba pundak dan dadaku. Lama-lama, isapan dan remasanku di bukit kembarnya semakin liar, napas Desi pun makin memburu.
“Baa.. bapaakk handaal.. sekalii mainnya.. E.. Emii pasti puass.. yaa semalam..” Desah Desi dengan nada yang terputus-putus.
Baru segini udah dibilang mainnya handal? Heh, belum tahu apa-apa dia. Birahi sudah mulai menguasai dan menggelapkan pikiranku, sehingga semua akal sehatku sudah tertutup. Aku mulai menjalarkan ciuman dan jilatanku ke lehernya, sementara kedua tanganku masih meremas dan memuntir puting susu Desi.
“Dess.. Body kamuu.. baguuss jugaa.. aku makiin.. ga ta.. tahaan babee..” Desahku juga dengan nada terputus-putus.
Aku mulai meraba-raba perut dan pahanya. Sedikit berminyak akibat sunblock, tapi kehalusannya masih tetap terasa. Jilatanku kembali menjalar kebawah, melewati pundak kanan, buah dada kanan, berputar-putar di puting susu buah dada kanannya, perut, paha kanan, pindah ke paha kiri, dan selangkangannya.
“Aaahhhh.. uuuhhhh.. Ba.. baappaakkk.. nikmaaatt paakk.. ” Desah Desi.
Setelah itu, aku mulai mengulum dan menjilati daerah lubang kemaluan Desi. Desahannya makin menjadi-jadi, dan kini tangannya sibuk menjambak rambutku sampai hampir rontok. Setelah itu, aku melepaskannya, dan berbaring di kursi panjang.
“Ayo Des.. gantiaann.. Sekarangg kamuu yang aktiiff..” Desahku.
Desi mulai merangkak diatas tubuhku, dan menggenggam batang penisku, dan mulai mengocok-ngocoknya dengan lembut. Tidak lama kemudian, ia mulai menjilati ujung batang penisku. Aku benar-benar kegelian mendapat rangsangan itu.
Kemudian, ia mulai memasukkan batang penisku ke dalam mulutnya, dan menggerakan kepalanya naik turun. Kepalaku benar-benar pusing mendapat perlakuan yang sangat hot dari Desi. Tidak hanya menaik turunkan kepalanya, lidahnya ikut bermain-main dengan handalnya melilit penisku.
Gawat ini, bisa-bisa aku keluar duluan sebelum menu utamanya. Maka, kuangkat kepalanya, dan kubaringkan dia di kursi panjang tempat aku semula berbaring, dan kutindih tubuhnya. Dalam posisi itu, kuciumi bibirnya, sambil juga menelusupkan lidahku ke dalam mulutnya.
Desi pun membalas dengan respon positif. Ia juga menjulurkan lidahnya untuk menyambut lidahku. Kini lidah kami saling berpilin-pilin untuk memberikan rangsangan ke lawan main kami. Keringat kami pun mulai mengucur, entah karena sinar matahari yang panas, atau rangsangan dari lawan main kami.
Tiba-tiba, ia mendorongku dengan sangat keras ke samping, sehingga aku terjatuh ke pasir. Aku lupa bahwa tenaganya sangat kuat. Setelah terjatuh di pasir diantara dua kursi panjang, Desi berdiri dari kursi panjang tempatnya tadi kugumuli, dan kemudian menyeretku ke area pasir yang lumayan lapang.
Buset, ini aku seperti kerbau peliharannya saja, dengan mudah ia menyeretku. Setelah sampai di area pasir yang cukup lapang, ia merangkak diatas tubuhku, dan mulai mengarahkan batang penisku ke arah lubang kemaluannya.
“Pakk.. De.. Desii boleehh masuk..?” Tanya Desi.
“Ayoohh.. Dess..” Desahku.
Bless.. tidak pakai lama, Desi langsung mendorong pantatnya kearah batang penisku tidak sampai 2 detik setelah aku menjawab. Tidak pakai membuang-buang waktu, Desi memutar-mutar pantatnya dengan irama yang rapi.
Tidak hanya pantatnya yang diputar-putar, ia juga meliuk-liukkan perutnya bagai penari, sehingga bukit kembarnya ikut berputar-putar, dan memasang ekspresi wajah yang nakal. Gila, mendapat rangsangan di penisku dan melihat pemandangan yang bukan main aduhainya, kepalaku benar-benar pusing.
“Kenapaa paakk?” Goda Desi.
“Gapapa Dess.. Kamuu.. bener-bener gila..” Kataku.
Desi terus mengulek-ngulek penisku dengan irama yang semakin cepat. Aku semakin tidak tahan, kalau begini terus, aku bisa kalah. Maka kubangkitkan badanku, dan mulai meremas-remas dan mengulum kedua puting susu Desi. Desi hanya bisa mendesah-desah kenikmatan.
“Terruuss paakk.. hisaap terruss..” Desah Desi.
Lama kelamaan, kurasakan irama ulekan Desi mulai tidak beraturan. Daguku diangkat olehnya, dan ia menciumi bibirku dengan liar, sementara pantatnya terus menghujam-hujam batang penisku.
“Paakk.. Akuu.. mauu sampaaii..” Erang Desi.
Maka, kubalas ciumannya dengan semakin liar. Kedua tanganku masih meremas-remas bukit kembar Desi. Genjotan selangkangannya semakin cepat, dan akhirnya kurasakan seluruh tubuhnya mulai bergetar dan mengejang.
Tidak lama kemudian, kurasakan aliran cairan yang cukup deras di dalam lubang kemaluannya, sementara nafasnya sudah sangat tidak teratur, ekspresi wajahnya seperti kesetanan.
“Oouuhhh.. Akuu klimaakss pakk..” Erang Desi.
Gile, bener-bener liar si Desi ini mainnya. Aku mencoba mengatur napasku, karena aku pun sebetulnya sudah diambang ejakulasi, tapi aku berusaha menahannya, karena dalam permainan seks, aku sangat menyukai ronde lebih dari satu.
Desi hanya bisa terduduk lemas di selangkanganku, dengan lubang kemaluannya masih melahap penisku. Kulihat, Desi berusaha mengatur napasnya kembali, aku pun juga demikian. Setelah beberapa lama, Desi mengangkat pantatnya dan memisahkan lubang kemaluannya dari penisku.
“Bapak hebat. Biasanya suamiku langsung kalah ketika aku bermain menggunakan posisi tadi.” Kata Desi sambil tersenyum puas.
“Jadi kamu ngetes aku Des? Belum apa-apa itu mah.” Kataku dengan percaya diri, padahal aku juga hampir saja KO.
Desi hanya tersenyum nakal, dan membaringkan tubuhku di pasir. Ia duduk diatas pahaku, dan mulai mengocok-ngocok penisku. Kali ini, tidak sekedar mengocok naik-turun saja, tetapi menggunakan banyak variasi cara mengocok.
Dari menggunakan kedua tangan yang satu naik yang satu turun, satu tangan menggenggam di pangkal penis dan tangan yang satu bergerak naik turun dengan perlahan, mengelus-elus dengan satu jari mengikuti urat penisku, dan beberapa teknik lain.
Aku baru menyadari, Desi yang biasanya kalem dan tidak banyak bicara, ternyata sangat mahir dalam urusan seks. Baru setahun menikah, pengalaman sudah segunung seperti ini. Aku tiba-tiba teringat perkataan Desi tentang penis besar yang ia inginkan.
“Des. Kalau segini, cukup gede ga?” Godaku.
“Titit milik bapak sangat pas di memek Desi. Desi suka sekali pak.” Jawabnya sambil tersenyum nakal.
“Kalo dikocok-kocok terus, bisa keluar. Abis keluar, ga gede lagi lho.” Godaku.
“Tidak mungkin, pak. Titit bapak bisa bertahan dari serangan memek aku. Tanganku tentu bukan apa-apa bagi titit bapak.” Kata Desi.
Sialan. Dia mau menyiksaku ya. Aku rubah strategi deh.
“Des, suami kamu memangnya ga bisa muasin kamu? Kok kamu masih cari kesenangan seks dari laki-laki lain macam aku?” Tanyaku.
“Seperti yang dibilang Emi sebelumnya pak, seks itu adalah kebutuhan dasar manusia. Bagiku, aku terus berpetualang mencari kenikmatan seks, sampai aku menemukan kenikmatan yang menurutku paling maksimal.” Kata Desi sambil terus mengocok-ngocok batang penisku dengan variasi tekniknya.
Waduh. Sengsara amat yang jadi suaminya. Dia bakal terus-terusan selingkuh sampai tidak ada habisnya, karena manusia kan tidak pernah puas.
“Kalau kamu udah nemuin kenikmatan maksimal, lalu apa?” Tanyaku, sambil mulai memasukkan jari telunjukku ke dalam lubang kemaluan Desi dan memainkannya.
“Tidak akan pernah ada yang maksimal pak. Karena sesuatu yang baru itu selalu menggairahkan.” Kata Desi.
“Jadi, lama-lama nanti kamu juga bosan dong sama aku?” Tanyaku, sambil semakin kencang memutar-mutar telunjukku di dalam lubang kemaluannya.
“Betul pak. Lama-lama saya pasti bosan dengan bapak. Saya memiliki watak cepat bosan. Tidak ada hal yang pernah membuat saya tidak pernah bosan. Tergantung seberapa menyenangkannya, hanya berapa lama kesenangan itu bertahan sampai sebelum akhirnya menjadi bosan.” Kata Desi, kurasakan napasnya mulai terengah-engah.
“Kalo sama tititku ini, kira-kira berapa lama bosannya Des?” Tanyaku.
“Kayanyaa.. bi.. bisaa lama pak.” Jawab Desi, nadanya mulai terputus-putus, kocokannya di penisku mulai tidak teratur.
Tiba-tiba, Desi melepaskan kocokannya di penisku. Ia juga menyingkirkan tanganku dari lubang kemaluannya. Ia memasang posisi nungging membelakangiku. Aku hanya bengong memandangi posisinya yang sangat sensual itu.
“Apakah bapak akan mengentoti aku dari belakang, atau bapak akan berbaring terus seperti itu sampai malam?” Katanya, mengikuti kata-kata dari film Kingsman, sialan dia.
Aku selalu kalah dari Desi dalam hal seks. Ia sangat dominan, tetapi aku sangat menikmatinya. Maka aku mulai berdiri, dan memasang penisku untuk menembus lubang kemaluannya dalam posisi doggy style.
Aku memegangi pantatnya, dan mendorong pantatku untuk menerobos lubang kemaluannya. Bless.. Aku terus memaju-mundurkan pantatku, sedangkan Desi sendiri juga aktif menggerak-gerakan pantatnya menyambut penisku. Saat aku maju, dia mendorong pantatnya sekuat mungkin.
“Haahhh.. hoohhh.. titit bapak memang paling nikmaatt..” Desah Desi.
“Memek kamuu.. jugaa tidak kalaah.. nikmaatt Dess..” Erangku.
Baru kali ini aku ada di posisi yang aktif dalam menggenjot. Lubang kemaluan Desi cukup sempit, sehingga aku merasakan nikmat yang luar biasa akibat gesekan-gesekan dinding lubang kemaluan Desi.
“Dess.. kitaa lagii.. ngapaaiinn sekarangg?” Desahku.
“Kitaa.. sedang ngentoott paak..” Desah Desi.
Kata-katanya yang liar semakin membuatku terangsang. Lama-lama, hujaman penisku semakin cepat, gerakan pantat Desi pun juga semakin cepat. Napas kami berdua semakin tidak menentu.
“Paakk.. Akuu sudaahh.. akaan keluarr lagii..” Erang Desi.
Melihat Desi yang hampir keluar, maka aku mencabut penisku, lalu membaringkan tubuh Desi di pasir. Dengan tubuh Desi yang sudah terbaring di pasir, kugenjot selangkangannya dengan posisi aku diatas. Lidahku sibuk kumainkan didalam mulutnya, dan lidahnya pun mengikuti irama kulumanku. Kami saling berpelukan, keringat kami sudah mengucur deras.
“Kalauu.. udaahh keluaarr.. ngomongg babee.. biaarr aku ikut puass..” Erangku.
“Ouuhhhhh.. aku sudaah keluaarr.. babee..” Erang Desi.
Aku merasakan kontraksi di lubang kemaluan Desi, yang memijat-mijat penisku. Mendapat ransangan itu, aku makin tidak tahan. Maka, kuhujam-hujamkan selangkangan Desi makin cepat. Napasku semakin tidak menentu, dan aku merasakan tubuhku bergetar.
“Dess.. Aku maauu.. keluaarr babeee..” Erangku.
Tahu aku hampir keluar, Desi memutar-mutar pantatnya makin cepat. Ciumannya di bibirku semakin liar, dan pelukannya semakin erat.
Croott.. Croott.. Croottt..
Kusemburkan air maniku di dalam lubang kemaluan Desi.
Tidak kutahan-tahan lagi, kusemprotkan semua sampai tidak bisa kusemprotkan lagi. Nikmat sekali rasanya, dan puas. Mulut kami tetap berpagutan selama aku ejakulasi, sehingga menambah sensasi semprotan spermaku di lubang kemaluannya.
Desi dan aku terkulai lemas setelah itu, tubuhku masih menindih tubuhnya, pelukan kami belum juga lepas, dan penisku masih menancap di lubang kemaluannya.
“Sadis sekali pak semprotan sperma bapak.” Goda Desi.
“Siapa suruh itu pantat ngegoyang terus ga berhenti-berhenti, dan itu lidah aktif bener.” Kataku.
“Hahahaha.. Ini belum apa-apa pak.” Kata Desi.
“Halah, belum apa-apa segala. Tadi pas dientot juga keenakan gitu.” Kataku.
“Sudah-sudah tidak perlu dibahas lagi.” Kata Desi menghindar.
Kucubit pipinya saking gemasnya, kuberi ciuman terakhir, dan akhirnya kucabut penisku dari lubang kemaluannya. Kami menuju pancuran dekat pantai untuk bilas, kemudian memakai pakaian masing-masing, dan kembali menuju villa. Sampai di depan pintu villa, Desi menyerahkan BH dan celana dalam bulu-bulunya kepadaku.
“Jaga baik-baik ya pak. Ini adalah salah satu pakaian dalam yang sangat kusukai.” Kata Desi.
Aku terdiam sebentar.
“Apakah ini maksudnya, kita belum berakhir Des?” Tanyaku.
Desi hanya tersenyum penuh arti, dan ia masuk ke dalam villa mendahuluiku.
Makan malam pun hampir tiba. Aku masih merenung di kamar. Aku tidak percaya, dalam 24 jam, aku sudah meniduri dua perempuan. Aku yang statusnya sudah menikah.. beristri.. meniduri seseorang yang belum bersuami, dan juga yang sudah bersuami.
Kalau ada istilah pria paling bangsat di dunia, ya mungkin akulah itu. Aku tidak tahu, apakah Novi juga akan menjadi korbanku juga? Jujur saja, walaupun Emi memiliki buah dada dan perhatian yang besar, walaupun juga Desi memiliki puting susu yang bagus dan keliaran yang tidak tertandingi dalam seks.
Entah kenapa aku mempunyai perasaan bahwa Novi memiliki sesuatu yang tidak dipunyai oleh mereka. Aku semakin penasaran. Gitu-gitu, Novi memiliki buah dada dan paha yang seksi, perut yang langsing, wajah yang paling cantik diantara ketiganya.
Walaupun demikian, aku tidak tahu bagaimana dia memperlakukan seorang laki-laki dalam berhubungan seks. Akankah dia seperti Emi yang begitu perhatian, akankah dia seperti Desi yang begitu liar, yah tidak ada yang tahu, mungkin hanya suaminya yang tahu.
Tok tok tok.. “Pak Jaameess.. makaaannn..” Kata seseorang yang suara dan nadanya sangat kutahu pasti. Ya, Emi.
Di luar, aku tidak melihat ada apa-apa di meja makan maupun di kompor.
“Lho, makan apa kita malem ini?” Tanyaku.
“Kita makan diluar, pak. Udah, ayo ikut aja sini.” Jawab Emi seraya menggandeng tanganku.
Emi mengenakan baju you-can-see berwarna hijau dan celana jeans pendek. Emi yang begitu ceria, perhatian, baik, dan penuh kasih sayang. Entah apakah aku akan tetap mendapatkan ini semua setelah perjalanan ini berakhir. Semoga saja tidak.
Jujur saja, aku masih berharap bisa bersetubuh dengannya sekali lagi, jika bisa sih berkali-kali. Di luar villa, Desi dan Novi sudah siap dengan makanan panggang dan api unggun. Mereka memasak makanan berbagai daging dengan disate, lalu diletakkan di dekat api unggun, persis seperti camping di film-film.
Desi mengenakan kaos oblong warna kuning yang ditutupi oleh jaket putih, dan celana pendek, super pendek, warna putih. Sedangkan Novi mengenakan tanktop warna putih dan celana jeans pendek. Pandanganku terus tertuju kepada Novi, tanpa memperhatikan dua yang lainnya.
Kemungkinan disebabkan karena aku sudah menyetubuhi dua yang lainnya ya, sehingga aku menjadi semakin penasaran dengan satu-satunya wanita yang belum kusetubuhi. Ah sudahlah, jangan sampai itu terjadi, semoga aku tidak menambah dosa.
Kulihat makanan kebanyakan sudah matang. Emi mengambilkanku dua tusuk sate daging, dan menyendoki aku nasi di piring daun. Beh, suasana camping. Bisa aja mereka membuat acara dengan suasana begini. Kukira mereka itu orang yang suka berfoya-foya dan bermewah-mewah, ternyata tidak tapinya.
“Des. Kalau segini, cukup gede ga?” Godaku.
“Titit milik bapak sangat pas di memek Desi. Desi suka sekali pak.” Jawabnya sambil tersenyum nakal.
“Kalo dikocok-kocok terus, bisa keluar. Abis keluar, ga gede lagi lho.” Godaku.
“Tidak mungkin, pak. Titit bapak bisa bertahan dari serangan memek aku. Tanganku tentu bukan apa-apa bagi titit bapak.” Kata Desi.
Sialan. Dia mau menyiksaku ya. Aku rubah strategi deh.
“Des, suami kamu memangnya ga bisa muasin kamu? Kok kamu masih cari kesenangan seks dari laki-laki lain macam aku?” Tanyaku.
“Seperti yang dibilang Emi sebelumnya pak, seks itu adalah kebutuhan dasar manusia. Bagiku, aku terus berpetualang mencari kenikmatan seks, sampai aku menemukan kenikmatan yang menurutku paling maksimal.” Kata Desi sambil terus mengocok-ngocok batang penisku dengan variasi tekniknya.
Waduh. Sengsara amat yang jadi suaminya. Dia bakal terus-terusan selingkuh sampai tidak ada habisnya, karena manusia kan tidak pernah puas.
“Kalau kamu udah nemuin kenikmatan maksimal, lalu apa?” Tanyaku, sambil mulai memasukkan jari telunjukku ke dalam lubang kemaluan Desi dan memainkannya.
“Tidak akan pernah ada yang maksimal pak. Karena sesuatu yang baru itu selalu menggairahkan.” Kata Desi.
“Jadi, lama-lama nanti kamu juga bosan dong sama aku?” Tanyaku, sambil semakin kencang memutar-mutar telunjukku di dalam lubang kemaluannya.
“Betul pak. Lama-lama saya pasti bosan dengan bapak. Saya memiliki watak cepat bosan. Tidak ada hal yang pernah membuat saya tidak pernah bosan. Tergantung seberapa menyenangkannya, hanya berapa lama kesenangan itu bertahan sampai sebelum akhirnya menjadi bosan.” Kata Desi, kurasakan napasnya mulai terengah-engah.
“Kalo sama tititku ini, kira-kira berapa lama bosannya Des?” Tanyaku.
“Kayanyaa.. bi.. bisaa lama pak.” Jawab Desi, nadanya mulai terputus-putus, kocokannya di penisku mulai tidak teratur.
Tiba-tiba, Desi melepaskan kocokannya di penisku. Ia juga menyingkirkan tanganku dari lubang kemaluannya. Ia memasang posisi nungging membelakangiku. Aku hanya bengong memandangi posisinya yang sangat sensual itu.
“Apakah bapak akan mengentoti aku dari belakang, atau bapak akan berbaring terus seperti itu sampai malam?” Katanya, mengikuti kata-kata dari film Kingsman, sialan dia.
Aku selalu kalah dari Desi dalam hal seks. Ia sangat dominan, tetapi aku sangat menikmatinya. Maka aku mulai berdiri, dan memasang penisku untuk menembus lubang kemaluannya dalam posisi doggy style.
Aku memegangi pantatnya, dan mendorong pantatku untuk menerobos lubang kemaluannya. Bless.. Aku terus memaju-mundurkan pantatku, sedangkan Desi sendiri juga aktif menggerak-gerakan pantatnya menyambut penisku. Saat aku maju, dia mendorong pantatnya sekuat mungkin.
“Haahhh.. hoohhh.. titit bapak memang paling nikmaatt..” Desah Desi.
“Memek kamuu.. jugaa tidak kalaah.. nikmaatt Dess..” Erangku.
Baru kali ini aku ada di posisi yang aktif dalam menggenjot. Lubang kemaluan Desi cukup sempit, sehingga aku merasakan nikmat yang luar biasa akibat gesekan-gesekan dinding lubang kemaluan Desi.
“Dess.. kitaa lagii.. ngapaaiinn sekarangg?” Desahku.
“Kitaa.. sedang ngentoott paak..” Desah Desi.
Kata-katanya yang liar semakin membuatku terangsang. Lama-lama, hujaman penisku semakin cepat, gerakan pantat Desi pun juga semakin cepat. Napas kami berdua semakin tidak menentu.
“Paakk.. Akuu sudaahh.. akaan keluarr lagii..” Erang Desi.
Melihat Desi yang hampir keluar, maka aku mencabut penisku, lalu membaringkan tubuh Desi di pasir. Dengan tubuh Desi yang sudah terbaring di pasir, kugenjot selangkangannya dengan posisi aku diatas. Lidahku sibuk kumainkan didalam mulutnya, dan lidahnya pun mengikuti irama kulumanku. Kami saling berpelukan, keringat kami sudah mengucur deras.
“Kalauu.. udaahh keluaarr.. ngomongg babee.. biaarr aku ikut puass..” Erangku.
“Ouuhhhhh.. aku sudaah keluaarr.. babee..” Erang Desi.
Aku merasakan kontraksi di lubang kemaluan Desi, yang memijat-mijat penisku. Mendapat ransangan itu, aku makin tidak tahan. Maka, kuhujam-hujamkan selangkangan Desi makin cepat. Napasku semakin tidak menentu, dan aku merasakan tubuhku bergetar.
“Dess.. Aku maauu.. keluaarr babeee..” Erangku.
Tahu aku hampir keluar, Desi memutar-mutar pantatnya makin cepat. Ciumannya di bibirku semakin liar, dan pelukannya semakin erat.
Croott.. Croott.. Croottt..
Kusemburkan air maniku di dalam lubang kemaluan Desi.
Tidak kutahan-tahan lagi, kusemprotkan semua sampai tidak bisa kusemprotkan lagi. Nikmat sekali rasanya, dan puas. Mulut kami tetap berpagutan selama aku ejakulasi, sehingga menambah sensasi semprotan spermaku di lubang kemaluannya.
Desi dan aku terkulai lemas setelah itu, tubuhku masih menindih tubuhnya, pelukan kami belum juga lepas, dan penisku masih menancap di lubang kemaluannya.
“Sadis sekali pak semprotan sperma bapak.” Goda Desi.
“Siapa suruh itu pantat ngegoyang terus ga berhenti-berhenti, dan itu lidah aktif bener.” Kataku.
“Hahahaha.. Ini belum apa-apa pak.” Kata Desi.
“Halah, belum apa-apa segala. Tadi pas dientot juga keenakan gitu.” Kataku.
“Sudah-sudah tidak perlu dibahas lagi.” Kata Desi menghindar.
Kucubit pipinya saking gemasnya, kuberi ciuman terakhir, dan akhirnya kucabut penisku dari lubang kemaluannya. Kami menuju pancuran dekat pantai untuk bilas, kemudian memakai pakaian masing-masing, dan kembali menuju villa. Sampai di depan pintu villa, Desi menyerahkan BH dan celana dalam bulu-bulunya kepadaku.
“Jaga baik-baik ya pak. Ini adalah salah satu pakaian dalam yang sangat kusukai.” Kata Desi.
Aku terdiam sebentar.
“Apakah ini maksudnya, kita belum berakhir Des?” Tanyaku.
Desi hanya tersenyum penuh arti, dan ia masuk ke dalam villa mendahuluiku.
Makan malam pun hampir tiba. Aku masih merenung di kamar. Aku tidak percaya, dalam 24 jam, aku sudah meniduri dua perempuan. Aku yang statusnya sudah menikah.. beristri.. meniduri seseorang yang belum bersuami, dan juga yang sudah bersuami.
Kalau ada istilah pria paling bangsat di dunia, ya mungkin akulah itu. Aku tidak tahu, apakah Novi juga akan menjadi korbanku juga? Jujur saja, walaupun Emi memiliki buah dada dan perhatian yang besar, walaupun juga Desi memiliki puting susu yang bagus dan keliaran yang tidak tertandingi dalam seks.
Entah kenapa aku mempunyai perasaan bahwa Novi memiliki sesuatu yang tidak dipunyai oleh mereka. Aku semakin penasaran. Gitu-gitu, Novi memiliki buah dada dan paha yang seksi, perut yang langsing, wajah yang paling cantik diantara ketiganya.
Walaupun demikian, aku tidak tahu bagaimana dia memperlakukan seorang laki-laki dalam berhubungan seks. Akankah dia seperti Emi yang begitu perhatian, akankah dia seperti Desi yang begitu liar, yah tidak ada yang tahu, mungkin hanya suaminya yang tahu.
Tok tok tok.. “Pak Jaameess.. makaaannn..” Kata seseorang yang suara dan nadanya sangat kutahu pasti. Ya, Emi.
Di luar, aku tidak melihat ada apa-apa di meja makan maupun di kompor.
“Lho, makan apa kita malem ini?” Tanyaku.
“Kita makan diluar, pak. Udah, ayo ikut aja sini.” Jawab Emi seraya menggandeng tanganku.
Emi mengenakan baju you-can-see berwarna hijau dan celana jeans pendek. Emi yang begitu ceria, perhatian, baik, dan penuh kasih sayang. Entah apakah aku akan tetap mendapatkan ini semua setelah perjalanan ini berakhir. Semoga saja tidak.
Jujur saja, aku masih berharap bisa bersetubuh dengannya sekali lagi, jika bisa sih berkali-kali. Di luar villa, Desi dan Novi sudah siap dengan makanan panggang dan api unggun. Mereka memasak makanan berbagai daging dengan disate, lalu diletakkan di dekat api unggun, persis seperti camping di film-film.
Desi mengenakan kaos oblong warna kuning yang ditutupi oleh jaket putih, dan celana pendek, super pendek, warna putih. Sedangkan Novi mengenakan tanktop warna putih dan celana jeans pendek. Pandanganku terus tertuju kepada Novi, tanpa memperhatikan dua yang lainnya.
Kemungkinan disebabkan karena aku sudah menyetubuhi dua yang lainnya ya, sehingga aku menjadi semakin penasaran dengan satu-satunya wanita yang belum kusetubuhi. Ah sudahlah, jangan sampai itu terjadi, semoga aku tidak menambah dosa.
Kulihat makanan kebanyakan sudah matang. Emi mengambilkanku dua tusuk sate daging, dan menyendoki aku nasi di piring daun. Beh, suasana camping. Bisa aja mereka membuat acara dengan suasana begini. Kukira mereka itu orang yang suka berfoya-foya dan bermewah-mewah, ternyata tidak tapinya.
Untuk ukuran wanita, mereka makan lumayan banyak. Tidak seperti teman-temanku yang wanita, yang baru makan lima sampai tujuh sendok saja sudah kenyang. Mereka mah porsi makannya seperti laki-laki. Pantas saja si Emi dan Desi bisa sangat bergairah dalam berhubungan seks.
Makanan sudah hampir habis. Aku sendiri sudah kekenyangan. Kekenyangan begini itu enaknya tidur. Dan sampailah acara yang paling kubenci, sesi gosip.
Awalnya, mereka bertiga membicarakan gosip seputar artis, politikus, atlet olahraga, masalah kantor, masalah dengan teman-teman mereka, dan hingga akhirnya pembicaraan mulai mengarah kearah seks. Aku tergelitik mendengar pembicaraan mereka.
“Biasanya, setelah selesai makan malam, aku bersama dengan suamiku nonton televisi sebentar, lalu mulai saling meraba-raba, tidak lama kemudian ngentot.” Kata Desi.
“Sama suami gimana bu? Enak dong? Hehehe.” Tanya Emi.
“Ya enak sih. Cuma terkadang berasa hambar saja. Suamiku selalu bermain dengan gaya konvensional. Pemanasannya sudah tertebak polanya olehku. Mencium bibir, menjilat leherku, membuka pakaianku, menyusu denganku, mencium perutku, memeluk sambil meraba punggungku, membuka celanaku, membuka seluruh pakaiannya, dan ngentot.” Kata Desi.
“Gak ada variasi lain bu?” Tanya Emi.
“Tidak ada Emi. Selalu sama setiap hari.” Kata Desi.
“Yah, ga enak dong.” Kata Emi.
“Tidak boleh berkata seperti itu, Emi. Setiap yang kita punya, harus kita syukuri. Tetapi jujur saja, walaupun aku sudah bersuami, aku tidak pernah menolak untuk ngentot dengan pria lain, selama aku mau melakukannya dengan pria tersebut. Keinginan seks-ku sangat tinggi, bahkan melebihi keinginan seks para pria.” Kata Desi.
Iya betul. Aku mengakui hal itu. Ia sangat liar dalam berhubungan seks.
“Emangnya ibu sudah pernah ngentot dengan pria lain selain suami ibu?” Tanya Emi.
“Sudah pernah Emi. Tetapi baru sekali, karena kebetulan yang menarik perhatian dan birahiku hanya satu pria.” Kata Desi dengan tenang.
Wuih, bangga aku mendengarnya. Ternyata gini-gini, Desi berhasil terpincut olehku, ya tentu saja jika yang ia katakan itu tidak bohong ya.
“Wah enak ya kalian semua, betul-betul petualang.” Kata Novi.
Kita terdiam mendengar perkataan Novi. Lebih tepatnya, aku tidak tahu kenapa semuanya terdiam. Ya, aku angkat bicara saja untuk meramaikan suasana.
“Kamu ga suka bertualang mencari kenikmatan diluar sana, Novi?” Tanyaku.
Desi dan Emi makin terdiam, Novi pun juga diam untuk sementara waktu.
“Oh iya, besok kita jadi ke Marbella ga ya?” Kata Emi, mengalihkan topik pembicaraan. Yah aku mengerti saja, mungkin ada yang tidak boleh kuketahui.
“Udah gapapa, Mi. Pak James sekarang udah jadi bagian dari kita kok. Mungkin udah saatnya aku cerita.” Kata Novi.
Bagian dari kalian? Berarti kalian yang selama ini kuanggap aneh, dengan bergabungnya aku ke dalam kalian, berarti aku juga aneh dong? Atau malah yang paling aneh jangan-jangan?
“Jadi sebetulnya kehidupan rumah tanggaku cukup kelam, pak. Paling tidak, aku menganggapnya seperti itu.” Kata Novi.
“Emangnya ada apa Nov?” Tanyaku.
“Suamiku seorang preman yang kasar terhadap siapapun, tidak pandang bulu baik itu bayi, anak kecil, wanita, maupun orang lanjut usia. Meskipun begitu, jika sedang lempeng, ia lembut kepadaku. Tapi ya begitu tidak lempeng, tidak jarang aku kena tampar.
Ia seorang yang sangat pencemburu. Aku tidak diizinkan berkumpul bersama temanku yang laki-laki. Bahkan kalo aku ngumpul sama-sama teman, dan ada laki-laki di dalamnya, tidak akan mungkin dia ngasih aku ngumpul.
Pernah waktu itu ada temanku laki-laki, cuma ngobrol sebentar denganku, langsung ditebas olehnya dengan golok. Aku jadi ngerasa bersalah dengan temanku itu. ” Kata Novi.
Buset, machochist juga suaminya.
“Apa semua kebutuhan kamu terpenuhi Nov?” Tanyaku.
“Sandang pangan papan sangat berkecukupan. Tapi dalam hal biologis, aku ga pernah berkecukupan. Saat berhubungan seks, dia selalu hanya memikirkan dirinya sendiri. Paling lama juga kami cuma tahan 3 menit dari pemanasan sampai selesai.” Kata Novi.
“Terus, yang kamu bilang kelam itu gimana?” Tanyaku.
“Yah itu tadi pak.” Jawab Novi.
“Kamu itu orangnya ga lebay Nov. Masa kaya gitu aja dibilang kelam. Kalo mao cerita tuh jangan setengah-setengah.” Kataku.
Emi dan Desi terlihat tersenyum mendengar perkataanku.
“Udah gapapa bu, diceritain aja. Siapa tau bisa lebih lega. Atau malah siapa tau Pak James bisa bantu, kan bagus.” Kata Emi.
“Toleransi suamiku terhadap aku sangat kecil. Aku diharusin kerja ama suamiku, tetapi sampai di rumah, aku juga harus mengerjakan pekerjaan rumah, sementara suamiku istirahat dan menunggu masakanku.” Kata Novi.
Pantas saja masakannya enak, ternyata selalu berada dibawah tekanan toh.
“Terkadang kalau aku salah dikit aja, seperti misalkan kebanyakan garam, itu suamiku langsung ngamuk dan membanting piringnya. Padahal setidak-enaknya masakanku yang pernah kubuat dirumah, selalu lebih enak dari masakan yang kumasak selama dua hari ini.” Kata Novi, mulai menitikkan air matanya.
Buset, jadi suaminya kurang enak apa coba? Dimasakkin makanan seenak itu, dapat pelayanan penuh dari istri, masih saja tidak dihargai, padahal jarang wanita yang mau memberikan pelayanan penuh seperti Novi.
“Udah Nov, ga usah dilanjutin. Ini kita harusnya lagi seneng-seneng, tar malah hancur gara-gara ini. Selama long weekend ini, kita mikir yang seneng-seneng aja ya, lupakan sejenak masalah kantor dan rumah. Oke?” Kataku.
Novi mengangguk sambil tersenyum, senyum paling cantik yang pernah ia perlihatkan.
“Pak James hebat sekali ya. Biasanya Bu Novi paling bercucuran air mata saat bercerita. Akan tetapi, saat bercerita kali ini kepada Pak James.. habis nangis ketawa makan gula jawa.” Kata Desi.
Kita semua tertawa terbahak-bahak.
“Bisa ngelawak juga kamu Des. Kirain kamu bisanya baca cerita dari buku pelajaran bahasa Indonesia saja.” Candaku.
“Yeee bapak. Saya tentunya bisa melawak.” Kata Desi, dengan tetap menggunakan bahasanya yang baku walaupun setelah kuledek.
“Udah jam 9 niih. Ngantuk. Aku tidur duluan ya.” Kata Emi sambil menguap.
“Emi, mari kita bersama ke kamar.” Ajak Desi.
Aku ingat, malam ini ada pergantian shift. Emi dan Desi tidur di kamar, sedangkan Novi tidur di sofa. Malam itu, aku tidak langsung ke kamar. Aku duduk dahulu di sofa perapian, karena tiba-tiba aku merasa nyaman disini.
Aku pun jadi berpikir, kenapa pada waktu kemarin, Novi menerima perlakuanku begitu saja. Tidak ada perlawanan sama sekali, bahkan ia pun memberi response balik atas perlakuanku. Tidak lama setelah itu, Novi pun datang membawa selimut dan bantal.
“Novi, kamu tidur di kamar aja gih. Aku tiba-tiba betah disini.” Kataku.
“Yaudah, kita tidur berdua aja pak disini.” Kata Novi seraya duduk dan meletakkan perabotan di sofa sebelah sofaku.
“Nov, ada yang mau aku tanyain nih ke kamu.” Kataku.
Novi tidak berkata apa-apa, melainkan hanya memasang ekspresi antusias, tanda bahwa aku boleh bertanya.
“Kamu menganggap Emi dan Desi itu sebagai apa Nov?” Tanyaku.
“Hmmm. Di kantor, kadang aku nganggep mereka sebagai rekan kerja dan teman berbagi. Pada saat jalan-jalan bareng gini, aku ngerasa aku yang paling bertanggung jawab atas mereka. Disitu lah aku ngerasa peranku sebagai kakak buat mereka.
Pas kemarin mereka main-main di pantai, aku ngerasa seperti ibu yang sedang mengawasi anak-anaknya main di pantai. Aneh ya pak? Hahaha” Kata Novi.
“Ah biasa itu mah, selow aja kali Nov. Omong-omong, kayanya aku ngerti sesuatu deh Nov. Aku sempet ga habis pikir kenapa kamu tuh kmaren mao aja, bahkan ngasih response, pas aku rangkul kamu untuk bersandar di pundak aku dan nyium bibir kamu.
Itu karena kamu mendambakan keluarga bahagia, dengan suami kamu dengan perilaku seperti pria normal, dan anak-anaknya yang sedang bermain-main. Aku salah ga?” Tanyaku.
“Hmmm. Ada betulnya pak. Di rumah, aku tidak pernah merasakan peranku sebagai istri, pak. Menurut pandangan suamiku, perempuan itu selalu lebih lemah dari laki-laki, perempuan itu memiliki kewajiban melayani laki-laki. Tapi itu memang betul sih pak, lihat saja aku.” Kata Novi.
Makanan sudah hampir habis. Aku sendiri sudah kekenyangan. Kekenyangan begini itu enaknya tidur. Dan sampailah acara yang paling kubenci, sesi gosip.
Awalnya, mereka bertiga membicarakan gosip seputar artis, politikus, atlet olahraga, masalah kantor, masalah dengan teman-teman mereka, dan hingga akhirnya pembicaraan mulai mengarah kearah seks. Aku tergelitik mendengar pembicaraan mereka.
“Biasanya, setelah selesai makan malam, aku bersama dengan suamiku nonton televisi sebentar, lalu mulai saling meraba-raba, tidak lama kemudian ngentot.” Kata Desi.
“Sama suami gimana bu? Enak dong? Hehehe.” Tanya Emi.
“Ya enak sih. Cuma terkadang berasa hambar saja. Suamiku selalu bermain dengan gaya konvensional. Pemanasannya sudah tertebak polanya olehku. Mencium bibir, menjilat leherku, membuka pakaianku, menyusu denganku, mencium perutku, memeluk sambil meraba punggungku, membuka celanaku, membuka seluruh pakaiannya, dan ngentot.” Kata Desi.
“Gak ada variasi lain bu?” Tanya Emi.
“Tidak ada Emi. Selalu sama setiap hari.” Kata Desi.
“Yah, ga enak dong.” Kata Emi.
“Tidak boleh berkata seperti itu, Emi. Setiap yang kita punya, harus kita syukuri. Tetapi jujur saja, walaupun aku sudah bersuami, aku tidak pernah menolak untuk ngentot dengan pria lain, selama aku mau melakukannya dengan pria tersebut. Keinginan seks-ku sangat tinggi, bahkan melebihi keinginan seks para pria.” Kata Desi.
Iya betul. Aku mengakui hal itu. Ia sangat liar dalam berhubungan seks.
“Emangnya ibu sudah pernah ngentot dengan pria lain selain suami ibu?” Tanya Emi.
“Sudah pernah Emi. Tetapi baru sekali, karena kebetulan yang menarik perhatian dan birahiku hanya satu pria.” Kata Desi dengan tenang.
Wuih, bangga aku mendengarnya. Ternyata gini-gini, Desi berhasil terpincut olehku, ya tentu saja jika yang ia katakan itu tidak bohong ya.
“Wah enak ya kalian semua, betul-betul petualang.” Kata Novi.
Kita terdiam mendengar perkataan Novi. Lebih tepatnya, aku tidak tahu kenapa semuanya terdiam. Ya, aku angkat bicara saja untuk meramaikan suasana.
“Kamu ga suka bertualang mencari kenikmatan diluar sana, Novi?” Tanyaku.
Desi dan Emi makin terdiam, Novi pun juga diam untuk sementara waktu.
“Oh iya, besok kita jadi ke Marbella ga ya?” Kata Emi, mengalihkan topik pembicaraan. Yah aku mengerti saja, mungkin ada yang tidak boleh kuketahui.
“Udah gapapa, Mi. Pak James sekarang udah jadi bagian dari kita kok. Mungkin udah saatnya aku cerita.” Kata Novi.
Bagian dari kalian? Berarti kalian yang selama ini kuanggap aneh, dengan bergabungnya aku ke dalam kalian, berarti aku juga aneh dong? Atau malah yang paling aneh jangan-jangan?
“Jadi sebetulnya kehidupan rumah tanggaku cukup kelam, pak. Paling tidak, aku menganggapnya seperti itu.” Kata Novi.
“Emangnya ada apa Nov?” Tanyaku.
“Suamiku seorang preman yang kasar terhadap siapapun, tidak pandang bulu baik itu bayi, anak kecil, wanita, maupun orang lanjut usia. Meskipun begitu, jika sedang lempeng, ia lembut kepadaku. Tapi ya begitu tidak lempeng, tidak jarang aku kena tampar.
Ia seorang yang sangat pencemburu. Aku tidak diizinkan berkumpul bersama temanku yang laki-laki. Bahkan kalo aku ngumpul sama-sama teman, dan ada laki-laki di dalamnya, tidak akan mungkin dia ngasih aku ngumpul.
Pernah waktu itu ada temanku laki-laki, cuma ngobrol sebentar denganku, langsung ditebas olehnya dengan golok. Aku jadi ngerasa bersalah dengan temanku itu. ” Kata Novi.
Buset, machochist juga suaminya.
“Apa semua kebutuhan kamu terpenuhi Nov?” Tanyaku.
“Sandang pangan papan sangat berkecukupan. Tapi dalam hal biologis, aku ga pernah berkecukupan. Saat berhubungan seks, dia selalu hanya memikirkan dirinya sendiri. Paling lama juga kami cuma tahan 3 menit dari pemanasan sampai selesai.” Kata Novi.
“Terus, yang kamu bilang kelam itu gimana?” Tanyaku.
“Yah itu tadi pak.” Jawab Novi.
“Kamu itu orangnya ga lebay Nov. Masa kaya gitu aja dibilang kelam. Kalo mao cerita tuh jangan setengah-setengah.” Kataku.
Emi dan Desi terlihat tersenyum mendengar perkataanku.
“Udah gapapa bu, diceritain aja. Siapa tau bisa lebih lega. Atau malah siapa tau Pak James bisa bantu, kan bagus.” Kata Emi.
“Toleransi suamiku terhadap aku sangat kecil. Aku diharusin kerja ama suamiku, tetapi sampai di rumah, aku juga harus mengerjakan pekerjaan rumah, sementara suamiku istirahat dan menunggu masakanku.” Kata Novi.
Pantas saja masakannya enak, ternyata selalu berada dibawah tekanan toh.
“Terkadang kalau aku salah dikit aja, seperti misalkan kebanyakan garam, itu suamiku langsung ngamuk dan membanting piringnya. Padahal setidak-enaknya masakanku yang pernah kubuat dirumah, selalu lebih enak dari masakan yang kumasak selama dua hari ini.” Kata Novi, mulai menitikkan air matanya.
Buset, jadi suaminya kurang enak apa coba? Dimasakkin makanan seenak itu, dapat pelayanan penuh dari istri, masih saja tidak dihargai, padahal jarang wanita yang mau memberikan pelayanan penuh seperti Novi.
“Udah Nov, ga usah dilanjutin. Ini kita harusnya lagi seneng-seneng, tar malah hancur gara-gara ini. Selama long weekend ini, kita mikir yang seneng-seneng aja ya, lupakan sejenak masalah kantor dan rumah. Oke?” Kataku.
Novi mengangguk sambil tersenyum, senyum paling cantik yang pernah ia perlihatkan.
“Pak James hebat sekali ya. Biasanya Bu Novi paling bercucuran air mata saat bercerita. Akan tetapi, saat bercerita kali ini kepada Pak James.. habis nangis ketawa makan gula jawa.” Kata Desi.
Kita semua tertawa terbahak-bahak.
“Bisa ngelawak juga kamu Des. Kirain kamu bisanya baca cerita dari buku pelajaran bahasa Indonesia saja.” Candaku.
“Yeee bapak. Saya tentunya bisa melawak.” Kata Desi, dengan tetap menggunakan bahasanya yang baku walaupun setelah kuledek.
“Udah jam 9 niih. Ngantuk. Aku tidur duluan ya.” Kata Emi sambil menguap.
“Emi, mari kita bersama ke kamar.” Ajak Desi.
Aku ingat, malam ini ada pergantian shift. Emi dan Desi tidur di kamar, sedangkan Novi tidur di sofa. Malam itu, aku tidak langsung ke kamar. Aku duduk dahulu di sofa perapian, karena tiba-tiba aku merasa nyaman disini.
Aku pun jadi berpikir, kenapa pada waktu kemarin, Novi menerima perlakuanku begitu saja. Tidak ada perlawanan sama sekali, bahkan ia pun memberi response balik atas perlakuanku. Tidak lama setelah itu, Novi pun datang membawa selimut dan bantal.
“Novi, kamu tidur di kamar aja gih. Aku tiba-tiba betah disini.” Kataku.
“Yaudah, kita tidur berdua aja pak disini.” Kata Novi seraya duduk dan meletakkan perabotan di sofa sebelah sofaku.
“Nov, ada yang mau aku tanyain nih ke kamu.” Kataku.
Novi tidak berkata apa-apa, melainkan hanya memasang ekspresi antusias, tanda bahwa aku boleh bertanya.
“Kamu menganggap Emi dan Desi itu sebagai apa Nov?” Tanyaku.
“Hmmm. Di kantor, kadang aku nganggep mereka sebagai rekan kerja dan teman berbagi. Pada saat jalan-jalan bareng gini, aku ngerasa aku yang paling bertanggung jawab atas mereka. Disitu lah aku ngerasa peranku sebagai kakak buat mereka.
Pas kemarin mereka main-main di pantai, aku ngerasa seperti ibu yang sedang mengawasi anak-anaknya main di pantai. Aneh ya pak? Hahaha” Kata Novi.
“Ah biasa itu mah, selow aja kali Nov. Omong-omong, kayanya aku ngerti sesuatu deh Nov. Aku sempet ga habis pikir kenapa kamu tuh kmaren mao aja, bahkan ngasih response, pas aku rangkul kamu untuk bersandar di pundak aku dan nyium bibir kamu.
Itu karena kamu mendambakan keluarga bahagia, dengan suami kamu dengan perilaku seperti pria normal, dan anak-anaknya yang sedang bermain-main. Aku salah ga?” Tanyaku.
“Hmmm. Ada betulnya pak. Di rumah, aku tidak pernah merasakan peranku sebagai istri, pak. Menurut pandangan suamiku, perempuan itu selalu lebih lemah dari laki-laki, perempuan itu memiliki kewajiban melayani laki-laki. Tapi itu memang betul sih pak, lihat saja aku.” Kata Novi.
“Hmmm, mungkin begitu ya. Tapi aku sih punya pandangan yang beda. Memang perempuan itu seringkali lebih lemah dari laki-laki, tapi cuma perempuan yang bisa mengangkat laki-laki ketika laki-laki itu menjadi lemah dan jatuh.
Mungkin perempuan punya kencendrungan untuk melayani laki-laki, tapi laki-laki pun juga demikian. Ada kalanya laki-laki itu juga harus melayani perempuan, intinya mah saling melayani deh.” Kataku.
“Nah itulah pak. Di rumah, aku diperlakukan layaknya seperti budak. Ga dalam pekerjaan rumah tangga, urusan apapun, bahkan dalam hubungan suami-istri.” Kata Novi.
“Terus, from the first place, apa yang ngebuat kamu pengen nikah sama dia?” Tanyaku.
“Aku telat dewasa sih, pak. Aku dulu menganggap dia itu keren. Dia jago berantem, dia bisa melindungi, dia macho. Tapi ternyata, dibalik itu semua, ternyata dia itu laki-laki yang kasar. Perasaanku hampir sepenuhnya memudar dari hari ke hari.” Kata Novi.
“Ga boleh gitu lho Nov. Kamu udah mutusin dari awal bahwa kamu akan nikah sama dia. Nikah itu bukan main-main. Ga bisa kaya waktu kamu pacaran, disaat kamu udah muak, tinggal putus. Nikah ga bisa kaya gitu. Apapun yang terjadi, musti kamu hadapi bersama.
Walaupun ini bukan contoh yang bener, tapi liat si Desi. Desi bilang dia selalu berpetualang mencari kenikmatan diluar sana. Dia berhubungan seks dengan orang lain yang bukan suaminya, kalo disebut istilahnya, selingkuh.
Tapi coba tanya ke dia, apakah dia mau meninggalkan suaminya hanya karena kenikmatan seks diluar sana? Aku yakin dia tidak mau.” Kataku.
“Bener mungkin ya pak. Tapi aku bingung, apakah aku bisa menghadapi kenyataan itu, dengan fakta bahwa suamiku itu orang yang seperti itu.” Kata Novi.
“Ya harus diomongin sih ama suami kamu.” Kataku.
“Hmmm.. kayanya ga deh, pak. Yah mungkin sudah nasibku seperti ini.” Kata Novi.
“Kenapa tidak? Ga pengen coba untuk memulai sesuatu yang besar demi sesuatu yang lebih baik?” Tanyaku.
“Gapapa pak. I’m fine with who I am now.” Kata Novi.
“No, you’re not.” Kataku.
“Yes, I am.” Kata Novi.
“You’re not fine at all, Novi!” Kataku.
Dia terdiam sebentar.
“No, I am not.” Kata Novi.
Kami terdiam sebentar, melihat Novi yang akhirnya jujur pada dirinya sendiri dan diriku. Novi mulai menitikkan air matanya. Kelihatan, ia ingin menangis dengan keras.
“Novi, kalau kamu butuh dada seseorang, aku siap minjamin.” Kataku seraya mengulurkan tanganku.
Novi menerima uluran tanganku, dan langsung merebahkan kepalanya ke dadaku, dan menangis sejadi-jadinya. Aku berusaha menenangkannya dengan mengelus-elus rambutnya.
Setelah puas menangis, ia melepaskan dirinya dari dadaku. Kulihat, ia sudah lebih tenang daripada tadi.
“Terima kasih, pak. Bebanku rasanya benar-benar berkurang sebagian besar.” Kata Novi.
“Bagus deh, Nov.” Kataku.
“Aku akan coba bicarakan ke suamiku. Mungkin suamiku akan mengamuk, dan aku akan kehilangan cintanya untuk selamanya. Tapi kalo aku tidak coba, aku akan tetep selamanya begini. Kalaupun aku kehilangan cintanya untuk selama-lamanya, kebutuhan biologisku pun masih bisa terpenuhi.” Kata Novi.
“Hah? Gimana caranya Nov?” Tanyaku.
“Aku kebetulan dulu pernah membeli mainan seks, pak. Ukurannya pas pak, bentuknya panjang, sekitar 19cm. Biasanya aku menggunakan itu untuk memenuhi kebutuhan biologisku sendiri.” Kata Novi.
Ya ampun, betapa kasihan hidupnya, sampai-sampai membeli sex toys untuk memenuhi kebutuhan seksnya sendiri. Berarti kemungkinan, suaminya sudah sangat parah ya egoisnya dalam berhubungan seks. Bisikan iblis pun menggema dengan kencang dalam batinku. Jika mau menyetubuhinya, ini saatnya, James. Begitulah yang terdengar di dalam batinku. Aku berusaha menepisnya, walaupun sangat sulit.
“Nov, ikut aku ke kamar. Kita bicara di kamar aja.” Kataku seraya berdiri dan mengulurkan tangan ke Novi.
“Mau bicara apa pak?” Tanya Novi.
“Sudah, pokoknya ikut dulu ke kamar. Nanti kita bicarakan di dalam.” Kataku.
Novi menerima uluran tanganku, dan kami berjalan dengan bergandengan tangan ke kamar. Sesampainya di kamar, Novi langsung duduk di sisi ranjang, sementara aku duduk disebelahnya. Wajah kami saling berhadapan.
“Nov, kalau kamu sebegitu inginnya nafsu biologismu terpenuhi, aku bisa bantu kamu. Aku janji, kalo kamu percaya sama aku, aku bakal membuat kamu ngerasain apa itu seks yang sebetulnya, dan kamu ga akan menyesal.” Kataku.
Novi terdiam setelah mendengar ucapanku. Aku tidak tahu apa yang ada di benaknya. Apakah itu terkejut? Ragu-ragu tapi mau? Jijik? Apalah itu, aku tidak peduli. Yang jelas, aku hanya menginginkan jawabannya.
Karena tidak ada jawaban juga, aku merangkul pundaknya dan menariknya ke dadaku, dan kucium bibirnya. Novi tidak menghindar, atau tidak sempat menghindar. Tidak seperti di pantai kemarin, kali ini tidak ada yang menghentikanku.
Tidak ada Emi dan Desi, sehingga aku tidak perlu merasa risih dan takut ketahuan. Aku terus melumat bibirnya untuk beberapa saat, hingga akhirnya Novi mendorongku sehingga membuatku melepaskan lumatan bibirku di bibirnya. Tetapi, tanganku tetap merangkul pundaknya.
“Pak, jangan pak. Ini nggak pantes kita lakuin.” Kata Novi.
“Ngga pantes dimana Nov? Toh kamu ga pernah puas kan sama suami kamu? Aku janji Nov, aku bakal muasin kamu.” Kataku, yang sudah mulai dikuasai oleh birahi.
Setelah itu, aku kembali mendaratkan ciuman. Kali ini ciumanku mulai menjalar ke seluruh wajahnya. Sesekali juga, aku menjilati wajahnya yang sangat cantik itu. Novi sepertinya mulai terangsang, aku dapat merasakan napasnya semakin tidak teratur.
Ciuman dan jilatanku mulai turun kearah leher dan dada bagian atasnya. Novi pun mulai mendesis-desis. Kulihat, matanya mulai terpejam, dan mulutnya mulai sedikit terbuka menahan nikmat yang kuberikan. Aku ganti menciumi bahu kanannya, dan ketiaknya.
“Paakk.. gelii pak.. cukup paak..” Desis Novi.
Mendengar desisan Novi, aku semakin dikuasai oleh birahi. Maka, kubuka tanktop putih yang ia kenakan dari bawah. Awal mulanya, ia melawan dengan menghentikan tanganku dan menurunkan tangannya dengan tegap, sehingga aku tidak bisa membukanya.
Kalau saja aku masih normal dan tidak dikuasai birahi begini, mungkin aku sudah menghentikannya. Tetapi sayang tidak demikian halnya. Yang ada dipikiranku sekarang adalah menggumuli dan menyetubuhinya.
Maka, kupatahkan perlawanannya, kuangkat tangannya dan kupegangi kedua pergelangan tangannya dengan tangan kiriku, dan kuangkat tanktop putihnya dengan tangan kananku. Jalan tanktop putih yang Novi kenakan cukup lancar karena kedua tangannya sudah kuangkat keatas.
Kini, aku bisa melihat setengah tubuh Novi yang putih mulus dan menggairahkan itu. Perut yang langsing dan pusar yang menggoda.
Bukit kembar yang bentuknya sepertinya sangat proporsional dengan tubuhnya, dan tinggal ditutupi oleh BH berwarna putih yang tidak cukup menutupi seluruh dadanya, sehingga memperlihatkan sebagian atas dan samping bukit kembarnya, dan juga belahan dadanya yang sempurna.
Kupandangi Novi beberapa saat dalam posisi ini. Sepertinya dia sangat cantik jika telanjang. Wajah yang dewasa, berambut panjang lurus sedada, alis mata yang tidak terlalu tipis, mata yang lentik dan indah, dan bibir yang cukup indah.
Sepertinya Novi ini sangat merawat tubuhnya, aku jadi tidak sabar untuk melihat apa yang ada dibalik BH dan celana pendek putihnya. Novi berusaha menutupi tubuhnya atasnya yang sudah setengah telanjang.
“Novi.. Novi.. Tenang nov.. Tenaangg..” Kataku sambil membelai rambutnya.
Sepertinya Novi cukup bereaksi dengan kata-kataku. Ia menjadi sedikit tenang, tetapi ia masih menutupi tubuh atasnya.
“Udah, kamu tenang aja. Malam ini, aku akan memberi kamu pengalaman yang ga akan pernah kamu lupain. Malam ini akan menjadi suatu malam yang menyenangkan. Aku bisa janjiin itu. Tapi untuk itu, aku perlu kerjasama dari kamu.” Kataku dengan tenang.
“Kerjasama bagaimana pak?” Tanya Novi.
“Cukup pasrah saja, dan nanti dengan sendirinya, kamu akan tahu apa yang harus kamu lakukan.” Kataku.
“Bapak yakin mau sama aku? Aku ga punya pengalaman sama sekali. Bapak bisa kecewa nantinya.” Kata Novi.
Mungkin perempuan punya kencendrungan untuk melayani laki-laki, tapi laki-laki pun juga demikian. Ada kalanya laki-laki itu juga harus melayani perempuan, intinya mah saling melayani deh.” Kataku.
“Nah itulah pak. Di rumah, aku diperlakukan layaknya seperti budak. Ga dalam pekerjaan rumah tangga, urusan apapun, bahkan dalam hubungan suami-istri.” Kata Novi.
“Terus, from the first place, apa yang ngebuat kamu pengen nikah sama dia?” Tanyaku.
“Aku telat dewasa sih, pak. Aku dulu menganggap dia itu keren. Dia jago berantem, dia bisa melindungi, dia macho. Tapi ternyata, dibalik itu semua, ternyata dia itu laki-laki yang kasar. Perasaanku hampir sepenuhnya memudar dari hari ke hari.” Kata Novi.
“Ga boleh gitu lho Nov. Kamu udah mutusin dari awal bahwa kamu akan nikah sama dia. Nikah itu bukan main-main. Ga bisa kaya waktu kamu pacaran, disaat kamu udah muak, tinggal putus. Nikah ga bisa kaya gitu. Apapun yang terjadi, musti kamu hadapi bersama.
Walaupun ini bukan contoh yang bener, tapi liat si Desi. Desi bilang dia selalu berpetualang mencari kenikmatan diluar sana. Dia berhubungan seks dengan orang lain yang bukan suaminya, kalo disebut istilahnya, selingkuh.
Tapi coba tanya ke dia, apakah dia mau meninggalkan suaminya hanya karena kenikmatan seks diluar sana? Aku yakin dia tidak mau.” Kataku.
“Bener mungkin ya pak. Tapi aku bingung, apakah aku bisa menghadapi kenyataan itu, dengan fakta bahwa suamiku itu orang yang seperti itu.” Kata Novi.
“Ya harus diomongin sih ama suami kamu.” Kataku.
“Hmmm.. kayanya ga deh, pak. Yah mungkin sudah nasibku seperti ini.” Kata Novi.
“Kenapa tidak? Ga pengen coba untuk memulai sesuatu yang besar demi sesuatu yang lebih baik?” Tanyaku.
“Gapapa pak. I’m fine with who I am now.” Kata Novi.
“No, you’re not.” Kataku.
“Yes, I am.” Kata Novi.
“You’re not fine at all, Novi!” Kataku.
Dia terdiam sebentar.
“No, I am not.” Kata Novi.
Kami terdiam sebentar, melihat Novi yang akhirnya jujur pada dirinya sendiri dan diriku. Novi mulai menitikkan air matanya. Kelihatan, ia ingin menangis dengan keras.
“Novi, kalau kamu butuh dada seseorang, aku siap minjamin.” Kataku seraya mengulurkan tanganku.
Novi menerima uluran tanganku, dan langsung merebahkan kepalanya ke dadaku, dan menangis sejadi-jadinya. Aku berusaha menenangkannya dengan mengelus-elus rambutnya.
Setelah puas menangis, ia melepaskan dirinya dari dadaku. Kulihat, ia sudah lebih tenang daripada tadi.
“Terima kasih, pak. Bebanku rasanya benar-benar berkurang sebagian besar.” Kata Novi.
“Bagus deh, Nov.” Kataku.
“Aku akan coba bicarakan ke suamiku. Mungkin suamiku akan mengamuk, dan aku akan kehilangan cintanya untuk selamanya. Tapi kalo aku tidak coba, aku akan tetep selamanya begini. Kalaupun aku kehilangan cintanya untuk selama-lamanya, kebutuhan biologisku pun masih bisa terpenuhi.” Kata Novi.
“Hah? Gimana caranya Nov?” Tanyaku.
“Aku kebetulan dulu pernah membeli mainan seks, pak. Ukurannya pas pak, bentuknya panjang, sekitar 19cm. Biasanya aku menggunakan itu untuk memenuhi kebutuhan biologisku sendiri.” Kata Novi.
Ya ampun, betapa kasihan hidupnya, sampai-sampai membeli sex toys untuk memenuhi kebutuhan seksnya sendiri. Berarti kemungkinan, suaminya sudah sangat parah ya egoisnya dalam berhubungan seks. Bisikan iblis pun menggema dengan kencang dalam batinku. Jika mau menyetubuhinya, ini saatnya, James. Begitulah yang terdengar di dalam batinku. Aku berusaha menepisnya, walaupun sangat sulit.
“Nov, ikut aku ke kamar. Kita bicara di kamar aja.” Kataku seraya berdiri dan mengulurkan tangan ke Novi.
“Mau bicara apa pak?” Tanya Novi.
“Sudah, pokoknya ikut dulu ke kamar. Nanti kita bicarakan di dalam.” Kataku.
Novi menerima uluran tanganku, dan kami berjalan dengan bergandengan tangan ke kamar. Sesampainya di kamar, Novi langsung duduk di sisi ranjang, sementara aku duduk disebelahnya. Wajah kami saling berhadapan.
“Nov, kalau kamu sebegitu inginnya nafsu biologismu terpenuhi, aku bisa bantu kamu. Aku janji, kalo kamu percaya sama aku, aku bakal membuat kamu ngerasain apa itu seks yang sebetulnya, dan kamu ga akan menyesal.” Kataku.
Novi terdiam setelah mendengar ucapanku. Aku tidak tahu apa yang ada di benaknya. Apakah itu terkejut? Ragu-ragu tapi mau? Jijik? Apalah itu, aku tidak peduli. Yang jelas, aku hanya menginginkan jawabannya.
Karena tidak ada jawaban juga, aku merangkul pundaknya dan menariknya ke dadaku, dan kucium bibirnya. Novi tidak menghindar, atau tidak sempat menghindar. Tidak seperti di pantai kemarin, kali ini tidak ada yang menghentikanku.
Tidak ada Emi dan Desi, sehingga aku tidak perlu merasa risih dan takut ketahuan. Aku terus melumat bibirnya untuk beberapa saat, hingga akhirnya Novi mendorongku sehingga membuatku melepaskan lumatan bibirku di bibirnya. Tetapi, tanganku tetap merangkul pundaknya.
“Pak, jangan pak. Ini nggak pantes kita lakuin.” Kata Novi.
“Ngga pantes dimana Nov? Toh kamu ga pernah puas kan sama suami kamu? Aku janji Nov, aku bakal muasin kamu.” Kataku, yang sudah mulai dikuasai oleh birahi.
Setelah itu, aku kembali mendaratkan ciuman. Kali ini ciumanku mulai menjalar ke seluruh wajahnya. Sesekali juga, aku menjilati wajahnya yang sangat cantik itu. Novi sepertinya mulai terangsang, aku dapat merasakan napasnya semakin tidak teratur.
Ciuman dan jilatanku mulai turun kearah leher dan dada bagian atasnya. Novi pun mulai mendesis-desis. Kulihat, matanya mulai terpejam, dan mulutnya mulai sedikit terbuka menahan nikmat yang kuberikan. Aku ganti menciumi bahu kanannya, dan ketiaknya.
“Paakk.. gelii pak.. cukup paak..” Desis Novi.
Mendengar desisan Novi, aku semakin dikuasai oleh birahi. Maka, kubuka tanktop putih yang ia kenakan dari bawah. Awal mulanya, ia melawan dengan menghentikan tanganku dan menurunkan tangannya dengan tegap, sehingga aku tidak bisa membukanya.
Kalau saja aku masih normal dan tidak dikuasai birahi begini, mungkin aku sudah menghentikannya. Tetapi sayang tidak demikian halnya. Yang ada dipikiranku sekarang adalah menggumuli dan menyetubuhinya.
Maka, kupatahkan perlawanannya, kuangkat tangannya dan kupegangi kedua pergelangan tangannya dengan tangan kiriku, dan kuangkat tanktop putihnya dengan tangan kananku. Jalan tanktop putih yang Novi kenakan cukup lancar karena kedua tangannya sudah kuangkat keatas.
Kini, aku bisa melihat setengah tubuh Novi yang putih mulus dan menggairahkan itu. Perut yang langsing dan pusar yang menggoda.
Bukit kembar yang bentuknya sepertinya sangat proporsional dengan tubuhnya, dan tinggal ditutupi oleh BH berwarna putih yang tidak cukup menutupi seluruh dadanya, sehingga memperlihatkan sebagian atas dan samping bukit kembarnya, dan juga belahan dadanya yang sempurna.
Kupandangi Novi beberapa saat dalam posisi ini. Sepertinya dia sangat cantik jika telanjang. Wajah yang dewasa, berambut panjang lurus sedada, alis mata yang tidak terlalu tipis, mata yang lentik dan indah, dan bibir yang cukup indah.
Sepertinya Novi ini sangat merawat tubuhnya, aku jadi tidak sabar untuk melihat apa yang ada dibalik BH dan celana pendek putihnya. Novi berusaha menutupi tubuhnya atasnya yang sudah setengah telanjang.
“Novi.. Novi.. Tenang nov.. Tenaangg..” Kataku sambil membelai rambutnya.
Sepertinya Novi cukup bereaksi dengan kata-kataku. Ia menjadi sedikit tenang, tetapi ia masih menutupi tubuh atasnya.
“Udah, kamu tenang aja. Malam ini, aku akan memberi kamu pengalaman yang ga akan pernah kamu lupain. Malam ini akan menjadi suatu malam yang menyenangkan. Aku bisa janjiin itu. Tapi untuk itu, aku perlu kerjasama dari kamu.” Kataku dengan tenang.
“Kerjasama bagaimana pak?” Tanya Novi.
“Cukup pasrah saja, dan nanti dengan sendirinya, kamu akan tahu apa yang harus kamu lakukan.” Kataku.
“Bapak yakin mau sama aku? Aku ga punya pengalaman sama sekali. Bapak bisa kecewa nantinya.” Kata Novi.
“Nov, udah kubilang. Kamu cukup pasrah aja, dan secara otomatis nanti badan kamu akan bergerak sendiri walaupun kamu ga pengen bergerak. Percaya sama aku Nov. Kalaupun kamu ternyata memang ga bisa atau ga berkompeten nantinya, aku ga bakal pernah nyalahin kamu ataupun kecewa. Hubungan itu saling membantu, jadinya kalo yang satunya ga bisa, yang satunya lagi bantu biar bisa. Begitu.” Kataku.
Novi hanya terdiam mendengar perkataanku. Aku mencium bibirnya dengan lembut, dan kali ini ia mulai membalasnya sedikit-sedikit. Aku mulai menelusupkan lidahku ke dalam mulutnya untuk menggelitik rongga mulutnya.
Mendapat rangsanganku itu, aku merasakan napasnya Novi makin memburu lagi. Maka, ciuman dan permainan lidahku semakin liar. Novi pun mulai menjulurkan lidahnya ke lidahku yang sedang bermain-main dalam mulutnya.
Kini mulut kami saling berpagutan. Aku kembali menjilati lehernya. Novi pun hanya bisa terengah-engah, dan mulai mengusap-usap rambutku.
Tangan kananku mulai meraba-raba leher bagian kiri, menuju pundak kiri dan tangannya, sementara tangan kiriku meraba-raba perut, dan naik keatas menuju buah dadanya, menelusup ke dalam BH-nya, dan meraba-raba buah dada kanannya.
Tangan kiriku kini berada di dalam BH yang menutupi buah dada kanannya. Dari hasil rabaanku, aku bisa menerka kira-kira bentuk buah dadanya. Ya, sangat indah, sepertinya. Puting susunya pun tidak kecil, karena kebetulan aku tidak suka buah dada yang puting susunya kecil, tapi aku juga tidak suka buah dada yang puting susunya terlampau besar.
Puting susu buah dada Novi sepertinya sangat pas. Kini tangan kananku juga ikut masuk ke dalam BH yang menutupi buah dada kirinya. Dalam keadaan itu, kuremas-remas dan kupijat-pijat kedua buah dada Novi.
“Aaaahhh.. Eeeehhhh..” Novi hanya bisa mendesah menahan kenikmatan yang kuberikan.
Ternyata BHnya cukup sempit, sehingga kedua tanganku cukup sulit bergerak di dalamnya. Sepertinya Novi menyadari hal itu, dan ia mulai mengebelakangkan tangannya menuju tali BHnya.
Aku tahu bahwa ia akan melepaskan BHnya, maka aku menelan ludah dan bersiap-siap dengan pemandangan indah yang akan kulihat. Setelah BHnya dibuka oleh Novi, tampaklah sepasang buah dada yang menurutku salah satu buah dada wanita yang paling indah di dunia.
Bentuknya bulat, isinya padat, belahannya sempurna, warnanya putih mulus, puting susunya berwarna merah muda dan tampak serasi dengan buah dadanya. Saat ini, aku melihat salah satu pemandangan paling indah di dunia ini. Luar biasa, keindahan seperti ini disalahgunakan begitu saja oleh suaminya.
Aku mulai mengulum puting susu buah dada kanannya, sementara tangan kananku meremas-remas buah dada kirinya. Rasa puting susunya berbeda dengan wanita-wanita yang pernah kuhisap puting susunya selama ini.
Ada rasa tersendiri yang dimiliki oleh tubuh Novi, terutama puting susunya. Batang penisku tidak perlu ditanyakan lagi, sudah menegang maksimum, rasanya ingin cepat-cepat kukeluarkan spermaku.
Tapi aku harus menahannya, aku harus membuat Novi puas malam ini. Novi mengeluarkan erangan-erangan kecil mendapat rangsangan yang kuberikan.
“Paa.. Paaakkk.. Gelii paakk.. Aku.. gaakk kuaatt..” Desah Novi.
Mendengar desahannya, aku makin tergoda untuk memberi rangsangan lebih. Maka kulumat makin liar puting susunya, sementara tangan kananku mulai menelusup masuk ke dalam celana dan celana dalamnya, dan berusaha meraba-raba selangkangannya, dan tangan kiriku kugunakan untuk mengelus-elus paha kanannya.
Pahanya begitu mulus, dan aku merasakan tangan kananku telah sampai pada selangkangannya. Kurasakan ada rambut-rambut yang cukup lebat, dan sedikit becek. Sepertinya Novi sudah sangat terangsang. Desahannya pun makin kacau terdengarnya.
“Aaahhh.. Uuaaahhh.. Aahhhh.. Sssshhh..” Begitulah desahannya.
Karena aku sudah semakin tidak tahan, kulepaskan celana pendek jeans dan celana dalam Novi dalam satu tarikan. Kini, tubuh Novi betul-betul terekspos sepenuhnya di depan mataku.
Aku sempat bengong dan melongo melihat tubuhnya. Dari atas ubun-ubunnya sampai ujung jari kakinya tidak ada lecet atau cacat sedikitpun. Semuanya putih mulus, dan serba proporsional. Buah dadanya tidak sebesar Emi, namun jauh lebih proporsional.
Perutnya kurang lebih sama langsing dengan Desi, tapi perut Novi lebih mulus dan putih. Paha dan selangkangannya tidak tertandingi oleh Emi dan Desi. Singkat kata, tubuh Novi jauh lebih sempurna dibandingkan Emi dan Desi.
Tiba-tiba, Novi yang sudah telanjang dan tadinya terangsang berat, menjadi kelabakan kembali.
“Pa.. Paak.. Cukup ya pak.. Kayanya kita udah terlalu jauh, pak.” Kata Novi seraya menutupi tubuhnya dengan selimut.
Buset, sepertinya ini tidak akan mudah nih. Sudah kepalang tanggung, aku sudah terangsang berat, sudah tidak bisa mundur lagi. Terpaksa aku memakai cara memelas, yang sebenarnya cara yang paling tidak aku sukai.
“Novi.. Aku udah bener-bener terangsang berat nih.. Tubuh kamu itu betul-betul indah habisnya, membutakan bukan cuma mataku, tapi pikiranku.. Ayolah Nov, apa kamu ga kasihan sama aku? Aku bener-bener butuh kamu, dan kamu juga butuh aku kan?” Kataku memelas.
Novi tetap pada posisi semula menutupi tubuhnya dengan selimut, tapi tidak didekap erat-erat, sehingga mudah sekali bagiku untuk menyingkirkan selimutnya dan mengungkap kembali tubuh yang begitu indah itu.
Entah Novi tidak tega kepadaku, atau ia sendiri juga sudah terbakar birahi. Yang manapun itu, aku tidak peduli, aku hanya peduli dengan apa yang harus kulakukan selanjutnya. Aku jadi termakan kata-kataku sendiri deh, pasrah saja nanti juga otomatis badan akan bergerak sendiri, sialan.
Aku kembali mengulum puting susu Novi, kali ini yang kiri, sementara tangan kiriku meremas-remas buah dada kanannya, dan tangan kananku mengusap paha dan selangkangannya. Aku melihat Novi merem-melek akibat rangsanganku.
Desahannya pun kembali muncul. Kemudian, aku melepaskan Novi, dan menelusupkan kepalaku ke selangkangannya. Dengan posisi tepat di depan selangkangannya, kulumat habis lubang kemaluannya yang berwarna merah muda menyala itu.
Akh bukan main rasanya. Lubang kemaluannya pun memiliki rasa yang unik, dan cenderung mengeluarkan bau nikmat yang membuatku semakin terangsang. Novi bukan mendesah lagi, tapi mengerang dengan keras karena saking tidak kuatnya menahan rangsangan yang kuberikan.
“Ouuuhhhh.. Aaahhhhhh.. Terruuusss paakkk..” Erang Novi.
Makin lama, cairan yang dikeluarkan oleh lubang kemaluannya semakin banyak. Aku sendiri sudah melahap lumayan banyak cairan kenikmatan itu. Setelah puas melahap lubang kemaluannya, aku menindih tubuhnya, dan mencium bibirnya dengan lembut. Novi pun membalas ciumanku dengan lembut.
“Novii.. Akuu sayaangg.. kamuu..” Desahku.
“Akuu ju.. jugaa.. sayaangg bapaak..” Desah Novi.
Lama-lama, kami berciuman semakin liar. Tangan Novi pun mulai aktif, menelusup ke dalam bajuku, dan meraba-raba seluruh tubuhku. Kemudian, ia menelusupkan tangan kanannya ke dalam celanaku, dan berusaha meraih batang penisku yang sudah tegang maksimum. Akhirnya, ia berhasil menggenggam batang penisku, dan mengocok-ngocoknya sebentar.
“Kalau pakaianku ngeganggu, dibuka aja Nov.” Kataku.
Setuju dengan perkataanku, Novi mulai membuka kaosku, dari bawah keatas. Kemudian, ia juga membuka celanaku, dan kemudian celana dalamku. Aku betul-betul terangsang saat ia melucuti seluruh pakaianku. Kini, kami berdua betul-betul telanjang. Novi kelihatan memandangi penisku dengan ekspresi mupeng (muka kepengen).
“Kamu bilang suka titit panjang kan Nov? Ini suka ga?” Godaku.
Novi hanya tersenyum malu-malu.
“Nov, kita udah sama-sama telanjang nih. Menurutku, artinya kita udah ga punya sesuatu yang udah ditutup-tutupi dan siap untuk segalanya. Jadi, aku betul-betul minta kerjasama kamu ya.” Kataku.
“Aku harus gimana pak?” Tanya Novi.
“Yang kamu mau apa Nov?” Tanyaku.
“Aku juga.. bingung sih pak.” Kata Novi.
“Bingung? Oke gini aja. Yang aku mau adalah kepuasan biologis untuk kita berdua. Aku mau kamu puas, dan aku juga mau aku puas juga. Intinya aku mau kita sama-sama puas.
Aku mohon misalkan kamu ga tau apa yang harus kamu lakuin, kamu pasrah aja, dan seperti yang aku bilang tadi, anggota badan kamu akan gerak secara otomatis walaupun kamu ga kepingin, asalkan kamu bener-bener pasrah.
Intinya, walaupun hasil akhirnya adalah aku bakal kecewa, aku ga akan pernah nyalahin kamu. Jadi aku minta ke kamu, kamu nikmatin aja, lupain semua masalah yang ada dimanapun di bagian pikiran kamu. Fokus aja dalam mencari kenikmatan kamu yang paling maksimal.” Kataku.
Novi hanya terdiam mendengar perkataanku. Aku mencium bibirnya dengan lembut, dan kali ini ia mulai membalasnya sedikit-sedikit. Aku mulai menelusupkan lidahku ke dalam mulutnya untuk menggelitik rongga mulutnya.
Mendapat rangsanganku itu, aku merasakan napasnya Novi makin memburu lagi. Maka, ciuman dan permainan lidahku semakin liar. Novi pun mulai menjulurkan lidahnya ke lidahku yang sedang bermain-main dalam mulutnya.
Kini mulut kami saling berpagutan. Aku kembali menjilati lehernya. Novi pun hanya bisa terengah-engah, dan mulai mengusap-usap rambutku.
Tangan kananku mulai meraba-raba leher bagian kiri, menuju pundak kiri dan tangannya, sementara tangan kiriku meraba-raba perut, dan naik keatas menuju buah dadanya, menelusup ke dalam BH-nya, dan meraba-raba buah dada kanannya.
Tangan kiriku kini berada di dalam BH yang menutupi buah dada kanannya. Dari hasil rabaanku, aku bisa menerka kira-kira bentuk buah dadanya. Ya, sangat indah, sepertinya. Puting susunya pun tidak kecil, karena kebetulan aku tidak suka buah dada yang puting susunya kecil, tapi aku juga tidak suka buah dada yang puting susunya terlampau besar.
Puting susu buah dada Novi sepertinya sangat pas. Kini tangan kananku juga ikut masuk ke dalam BH yang menutupi buah dada kirinya. Dalam keadaan itu, kuremas-remas dan kupijat-pijat kedua buah dada Novi.
“Aaaahhh.. Eeeehhhh..” Novi hanya bisa mendesah menahan kenikmatan yang kuberikan.
Ternyata BHnya cukup sempit, sehingga kedua tanganku cukup sulit bergerak di dalamnya. Sepertinya Novi menyadari hal itu, dan ia mulai mengebelakangkan tangannya menuju tali BHnya.
Aku tahu bahwa ia akan melepaskan BHnya, maka aku menelan ludah dan bersiap-siap dengan pemandangan indah yang akan kulihat. Setelah BHnya dibuka oleh Novi, tampaklah sepasang buah dada yang menurutku salah satu buah dada wanita yang paling indah di dunia.
Bentuknya bulat, isinya padat, belahannya sempurna, warnanya putih mulus, puting susunya berwarna merah muda dan tampak serasi dengan buah dadanya. Saat ini, aku melihat salah satu pemandangan paling indah di dunia ini. Luar biasa, keindahan seperti ini disalahgunakan begitu saja oleh suaminya.
Aku mulai mengulum puting susu buah dada kanannya, sementara tangan kananku meremas-remas buah dada kirinya. Rasa puting susunya berbeda dengan wanita-wanita yang pernah kuhisap puting susunya selama ini.
Ada rasa tersendiri yang dimiliki oleh tubuh Novi, terutama puting susunya. Batang penisku tidak perlu ditanyakan lagi, sudah menegang maksimum, rasanya ingin cepat-cepat kukeluarkan spermaku.
Tapi aku harus menahannya, aku harus membuat Novi puas malam ini. Novi mengeluarkan erangan-erangan kecil mendapat rangsangan yang kuberikan.
“Paa.. Paaakkk.. Gelii paakk.. Aku.. gaakk kuaatt..” Desah Novi.
Mendengar desahannya, aku makin tergoda untuk memberi rangsangan lebih. Maka kulumat makin liar puting susunya, sementara tangan kananku mulai menelusup masuk ke dalam celana dan celana dalamnya, dan berusaha meraba-raba selangkangannya, dan tangan kiriku kugunakan untuk mengelus-elus paha kanannya.
Pahanya begitu mulus, dan aku merasakan tangan kananku telah sampai pada selangkangannya. Kurasakan ada rambut-rambut yang cukup lebat, dan sedikit becek. Sepertinya Novi sudah sangat terangsang. Desahannya pun makin kacau terdengarnya.
“Aaahhh.. Uuaaahhh.. Aahhhh.. Sssshhh..” Begitulah desahannya.
Karena aku sudah semakin tidak tahan, kulepaskan celana pendek jeans dan celana dalam Novi dalam satu tarikan. Kini, tubuh Novi betul-betul terekspos sepenuhnya di depan mataku.
Aku sempat bengong dan melongo melihat tubuhnya. Dari atas ubun-ubunnya sampai ujung jari kakinya tidak ada lecet atau cacat sedikitpun. Semuanya putih mulus, dan serba proporsional. Buah dadanya tidak sebesar Emi, namun jauh lebih proporsional.
Perutnya kurang lebih sama langsing dengan Desi, tapi perut Novi lebih mulus dan putih. Paha dan selangkangannya tidak tertandingi oleh Emi dan Desi. Singkat kata, tubuh Novi jauh lebih sempurna dibandingkan Emi dan Desi.
Tiba-tiba, Novi yang sudah telanjang dan tadinya terangsang berat, menjadi kelabakan kembali.
“Pa.. Paak.. Cukup ya pak.. Kayanya kita udah terlalu jauh, pak.” Kata Novi seraya menutupi tubuhnya dengan selimut.
Buset, sepertinya ini tidak akan mudah nih. Sudah kepalang tanggung, aku sudah terangsang berat, sudah tidak bisa mundur lagi. Terpaksa aku memakai cara memelas, yang sebenarnya cara yang paling tidak aku sukai.
“Novi.. Aku udah bener-bener terangsang berat nih.. Tubuh kamu itu betul-betul indah habisnya, membutakan bukan cuma mataku, tapi pikiranku.. Ayolah Nov, apa kamu ga kasihan sama aku? Aku bener-bener butuh kamu, dan kamu juga butuh aku kan?” Kataku memelas.
Novi tetap pada posisi semula menutupi tubuhnya dengan selimut, tapi tidak didekap erat-erat, sehingga mudah sekali bagiku untuk menyingkirkan selimutnya dan mengungkap kembali tubuh yang begitu indah itu.
Entah Novi tidak tega kepadaku, atau ia sendiri juga sudah terbakar birahi. Yang manapun itu, aku tidak peduli, aku hanya peduli dengan apa yang harus kulakukan selanjutnya. Aku jadi termakan kata-kataku sendiri deh, pasrah saja nanti juga otomatis badan akan bergerak sendiri, sialan.
Aku kembali mengulum puting susu Novi, kali ini yang kiri, sementara tangan kiriku meremas-remas buah dada kanannya, dan tangan kananku mengusap paha dan selangkangannya. Aku melihat Novi merem-melek akibat rangsanganku.
Desahannya pun kembali muncul. Kemudian, aku melepaskan Novi, dan menelusupkan kepalaku ke selangkangannya. Dengan posisi tepat di depan selangkangannya, kulumat habis lubang kemaluannya yang berwarna merah muda menyala itu.
Akh bukan main rasanya. Lubang kemaluannya pun memiliki rasa yang unik, dan cenderung mengeluarkan bau nikmat yang membuatku semakin terangsang. Novi bukan mendesah lagi, tapi mengerang dengan keras karena saking tidak kuatnya menahan rangsangan yang kuberikan.
“Ouuuhhhh.. Aaahhhhhh.. Terruuusss paakkk..” Erang Novi.
Makin lama, cairan yang dikeluarkan oleh lubang kemaluannya semakin banyak. Aku sendiri sudah melahap lumayan banyak cairan kenikmatan itu. Setelah puas melahap lubang kemaluannya, aku menindih tubuhnya, dan mencium bibirnya dengan lembut. Novi pun membalas ciumanku dengan lembut.
“Novii.. Akuu sayaangg.. kamuu..” Desahku.
“Akuu ju.. jugaa.. sayaangg bapaak..” Desah Novi.
Lama-lama, kami berciuman semakin liar. Tangan Novi pun mulai aktif, menelusup ke dalam bajuku, dan meraba-raba seluruh tubuhku. Kemudian, ia menelusupkan tangan kanannya ke dalam celanaku, dan berusaha meraih batang penisku yang sudah tegang maksimum. Akhirnya, ia berhasil menggenggam batang penisku, dan mengocok-ngocoknya sebentar.
“Kalau pakaianku ngeganggu, dibuka aja Nov.” Kataku.
Setuju dengan perkataanku, Novi mulai membuka kaosku, dari bawah keatas. Kemudian, ia juga membuka celanaku, dan kemudian celana dalamku. Aku betul-betul terangsang saat ia melucuti seluruh pakaianku. Kini, kami berdua betul-betul telanjang. Novi kelihatan memandangi penisku dengan ekspresi mupeng (muka kepengen).
“Kamu bilang suka titit panjang kan Nov? Ini suka ga?” Godaku.
Novi hanya tersenyum malu-malu.
“Nov, kita udah sama-sama telanjang nih. Menurutku, artinya kita udah ga punya sesuatu yang udah ditutup-tutupi dan siap untuk segalanya. Jadi, aku betul-betul minta kerjasama kamu ya.” Kataku.
“Aku harus gimana pak?” Tanya Novi.
“Yang kamu mau apa Nov?” Tanyaku.
“Aku juga.. bingung sih pak.” Kata Novi.
“Bingung? Oke gini aja. Yang aku mau adalah kepuasan biologis untuk kita berdua. Aku mau kamu puas, dan aku juga mau aku puas juga. Intinya aku mau kita sama-sama puas.
Aku mohon misalkan kamu ga tau apa yang harus kamu lakuin, kamu pasrah aja, dan seperti yang aku bilang tadi, anggota badan kamu akan gerak secara otomatis walaupun kamu ga kepingin, asalkan kamu bener-bener pasrah.
Intinya, walaupun hasil akhirnya adalah aku bakal kecewa, aku ga akan pernah nyalahin kamu. Jadi aku minta ke kamu, kamu nikmatin aja, lupain semua masalah yang ada dimanapun di bagian pikiran kamu. Fokus aja dalam mencari kenikmatan kamu yang paling maksimal.” Kataku.
“Iya pak.” Kata Novi.
“Udah siap?” Tanyaku.
“Udah pak.” Jawab Novi sambil tersenyum malu.
Melihat kesiapan Novi, aku langsung menindih tubuhnya dengan cepat dan tiba-tiba, dan langsung menciumi bibirnya. Luar biasa, dalam saat ini, inilah pertama kalinya aku merasakan tubuh telanjangku menindih tubuh telanjang Novi.
Kehangatan tubuhnya, birahinya, dan nafsunya seolah-olah menempel sepenuhnya ditubuhku. Novi pun balas menciumku dengan penuh gairah. Lidah kami saling berpilin di dalam mulutku dan mulut Novi, sementara tubuh kami saling berpelukan.
Peluh mulai mengucur secara deras dari tubuhku dan tubuh Novi, kemudian membaur ditubuhku dan tubuh Novi. Aku melihat rambut dan seluruh tubuhnya mulai basah oleh keringat, membuatnya semakin cantik dan seksi.
Kini, aku membetulkan posisi tubuhku agak turun sedikit, sehingga batang kemaluanku berada persis di depan lubang kemaluan Novi. Novi yang sepertinya menyadari apa yang hendak kulakukan, mulai membuka kedua pahanya, sehingga paha dan selangkanganku mudah masuk keantara dua pahanya. Kini, batang penisku hanya berjarak sekitar 1cm dari lubang kemaluannya.
“Ingat ya Nov, fokuslah saat-saat ini untuk mencari kenikmatan biologis saja. Pikirkan akibatnya nanti saja setelahnya.” Kataku.
Novi hanya mengangguk.
Aku mendorong pantatku sedikit, sehingga kepala penisku sudah bergesekan dengan bibir lubang vaginanya. Aku terus memaju-mundurkan batang penisku untuk menggesek-gesek lubang kemaluan Novi. Ciuman dan permainan lidah kami semakin liar, sementara keringat kami semakin mengucur deras seolah-olah kami berada di dalam sauna yang sangat panas.
“Noovv.. yaangg kayaakk ginii.. udahh pernaah.. ngerasaaiinn beloom?” Desahku.
“Belluummm paaakkk..” Desah Novi.
“Kamu siap-siaappp yaahh Novii.. Adaa yang lebiihh.. nikmaatt lagiihh..” Desahku.
Dalam posisi itu, kudorong penisku sedalam-dalamnya ke dalam lubang kemaluan Novi. Aahhh, akhirnya batang kemaluanku menerobos lubang vagina Novi. Lubang vaginanya sangat pas untuk ukuran penis sebesar punyaku. Novi menggeliat nikmat.
Aku mulai memompa selangkangan Novi dengan perlahan-lahan. Cairan kenikmatan yang dikeluarkan oleh lubang kemaluan Novi membuat dinding lubang kemaluannya semakin licin, sehingga penisku semakin mudah untuk menggesek-gesek dinding lubang kemaluannya.
Lama-kelamaan, aku menambah irama genjotanku. Aku pun merasakan pantat Novi mulai bergoyang-goyang mengikuti irama genjotanku.
Cleepp.. Cleepp.. Cleeppp.. Cleeppp..
Suara genjotan penisku ke lubang vaginanya.
“Ooohh.. Teruuss paak.. Akuu gaakk kuaatt..” Desah Novi.
Ceplaakk.. Ceplookk.. Ceplaakk.. Ceplookk..
Suara genjotan penisku yang semakin kencang memompa lubang kemaluan Novi. Putaran pantat Novi pun semakin liar. Ciumannya bertambah liar lagi, dan tangannya memeluk tubuhku dengan erat.
“Paakk.. Novii udaahh nggaa ta.. tahaann lagii.. Novii boleehh keluaarr?” Erang Novi.
“Ayoohh Novv keluaarr ajaahh.. Ingeett.. jangan.. ditahan-tahaann..” Erangku seraya memompa selangkangannya semakin cepat.
“Oouuuhhh.. Auuhhhh.. Noviii keluaarrr.. paakk..” Erang Novi.
Kurasakan tubuhnya mengejang, dan lubang kemaluannya berkontraksi dengan sangat cepat sehingga memberikan pijatan yang hebat ke batang penisku yang masih tertanam di dalam lubang kemaluannya. Tangan kanannya menjambak rambutku, dan tangan kirinya memelukku dengan sangat erat.
Pantatnya ia naikkan setinggi-tingginya, sehingga batang penisku bisa menancap secara maksimal. Aku menciumi bibirnya untuk memberikan kenikmatan lebih kepada Novi yang sedang orgasme.
“Ooohh.. Haaahhh.. Huuuhhh..” Lenguhnya yang menjadi pertanda berakhir orgasmenya.
Kurasakan pijatan lubang kemaluannya sudah berhenti, dan Novi telah tergolek lemas dibawah tindihanku.
“Nikmat kan sayaangg?” Tanyaku.
“He eh.. Mainan seksku tidak ada apa-apanya dibanding punya bapak.” Kata Novi sambil tersenyum puas.
“Ya iyalah. Masa punyaku kamu samain ama dildo. Dildo mah dingin, punyaku kan hangat-hangat gimana gitu Nov.” Godaku.
“Lebih panjang dan besar juga, pak. Nikmat sekali untuk kemaluan perempuan. Kalau Emi dan Desi merasakannya, mereka pasti kejang-kejang.” Kata Novi.
Lah, ga tau aja dia, yang ketinggalan kereta itu kamu tau Noviii.
“Tapi Emi udah ngerasain kan punya bapak?” Tanya Novi.
“Tau darimana kamu?” Tanyaku.
“Kan hari pertama bapak tidur berduaan sama Emi. Pas pagi tadi Desi buka pintu, aku ga liat jelas, tapi yang kulihat sih di kasur itu ada 2 pasang kaki yang bertindihan.” Goda Novi.
Aku hanya terdiam, betul-betul dibikin skak mat aku. Tapi aku tidak mau memikirkan hal itu, yang mau kupikirkan adalah apa yang harus kulakukan selanjutnya agar Novi terbakar lagi. Maka kuciumi bibir Novi dengan lembut, sementara tanganku mengusap-usap kening dan rambutnya.
“Aku sayang kamu Novi, sayang banget.” Kataku.
“Aku juga sayang bapak.” Kata Novi sambil membalas ciumanku.
Tidak lama waktu yang diperlukan untuk kami mengubah ciuman kami menjadi permainan lidah. Kedua tanganku meremas-remas buah dada Novi untuk memberikan rangsangan lebih. Novi pun kembali memelukku.
Aku sedikit menggerak-gerakan penisku yang masih tertancap di dalam lubang kemaluannya. Akibat rangsangan yang diberikan oleh Novi, nafsuku betul-betul menanjak tajam. Kembali kugenjot lubang kemaluannya dengan perkasa.
Batang kemaluanku betul-betul masuk sepenuhnya ke dalam lubang kemaluan Novi, sehingga rambut-rambut yang ada diselangkanganku bergesekkan dengan rambut-rambut yang ada di selangkangan Novi. Nikmat dan geli rasanya.
Bibirku sibuk menciumi pipi, bibir, dan buah dada Novi. Aku merasakan nafsu Novi mulai bangkit. Nafasnya semakin terengah-engah, dan pantatnya kembali berputar-putar mengimbangi genjotanku.
“Kamu ingiinn.. lagi Novv?” Desahku.
“Hee eehh paakk..” Desah Novi.
Kemudian aku bergulung membaliknya, sehingga kini Novi ada diatasku.
“Ayoohh gantiaann Noovv.. sekarangg kamu.. diataass..:” Erangku.
Dengan posisi diatasku, Novi memutar-mutar pantatnya untuk mengocok batang kemaluanku. Kini, ia ganti menjilati seluruh wajahku, kemudian leher dan putingku. Aku hanya bisa merem-melek mendapat rangsangan yang benar-benar membuat pikiranku melayang-layang.
“Beneer kaan.. Noovv.. Badan kamuu.. otomatis ber.. begeeraakk sendirii..” Desahku sambil meremas-remas buah dadanya.
Bermenit-menit, Novi terus memompa selangkanganku. Keringat kami semakin deras lagi, sehingga kami betul-betul basah kuyup seperti habis kehujanan saja. Mulut kami tidak berhenti mengulum satu sama lain.
Kemudian, aku merasakan Novi menambah kecepatan irama genjotannya dengan drastis, nafasnya mulai tidak beraturan, sementara lidahnya makin liar memilin lidahku. Tubuhnya mulai mengejang, dan kurasakan puting susunya mengeras.
“Paakkk.. Novii udaahh maoo.. keluaarr lagii sayaanngg..” Erang Novi.
Melihat Novi hampir keluar, aku kembali bergulung sehingga aku kembali diatas dan Novi dibawah. Aku yang kini berada diatas memompa selangkangan Novi dengan cepat. Novi memelukku sekuat tenaga, sementara napasnya semakin tidak menentu.
“Kalau udah keluaar.. ngomongg sayaangg.. Jangan ditahann-tahaannn..” Desahku.
“Oooohhh.. aaahhhh.. Novii keluaarr.. bapaakk sayaaannggg..” Erang Novi.
Orgasme Novi membuatku semakin tidak tahan. Kupikir, sekarang lah saatnya aku orgasme, ya aku merasa bahwa orgasmeku ini akan hebat. Aku terus memompa selangkangan Novi dengan kencang, tidak mempedulikan dan memberi waktu Novi untuk menyelesaikan orgasmenya, karena aku sudah sangat tidak tahan. Aku peluk tubuh Novi sekuat tenaga.
“Noovv.. akuu maoo keluaarr.. sayaannggg..” Erangku.
Mendengar aku yang hampir keluar, pantat Novi berputar-putar semakin cepat. Tangannya semakin erat memelukku, dan bibirnya semakin liar menciumku. Akibatnya, tak lama kemudian aku betul-betul keluar.
Croott.. crooottt.. crooottt..
Kumuntahkan semua spermaku di dalam lubang kemaluan Novi.
Croott.. croott.. crootttt..
Gelombang kedua pun segera datang.
“Udah siap?” Tanyaku.
“Udah pak.” Jawab Novi sambil tersenyum malu.
Melihat kesiapan Novi, aku langsung menindih tubuhnya dengan cepat dan tiba-tiba, dan langsung menciumi bibirnya. Luar biasa, dalam saat ini, inilah pertama kalinya aku merasakan tubuh telanjangku menindih tubuh telanjang Novi.
Kehangatan tubuhnya, birahinya, dan nafsunya seolah-olah menempel sepenuhnya ditubuhku. Novi pun balas menciumku dengan penuh gairah. Lidah kami saling berpilin di dalam mulutku dan mulut Novi, sementara tubuh kami saling berpelukan.
Peluh mulai mengucur secara deras dari tubuhku dan tubuh Novi, kemudian membaur ditubuhku dan tubuh Novi. Aku melihat rambut dan seluruh tubuhnya mulai basah oleh keringat, membuatnya semakin cantik dan seksi.
Kini, aku membetulkan posisi tubuhku agak turun sedikit, sehingga batang kemaluanku berada persis di depan lubang kemaluan Novi. Novi yang sepertinya menyadari apa yang hendak kulakukan, mulai membuka kedua pahanya, sehingga paha dan selangkanganku mudah masuk keantara dua pahanya. Kini, batang penisku hanya berjarak sekitar 1cm dari lubang kemaluannya.
“Ingat ya Nov, fokuslah saat-saat ini untuk mencari kenikmatan biologis saja. Pikirkan akibatnya nanti saja setelahnya.” Kataku.
Novi hanya mengangguk.
Aku mendorong pantatku sedikit, sehingga kepala penisku sudah bergesekan dengan bibir lubang vaginanya. Aku terus memaju-mundurkan batang penisku untuk menggesek-gesek lubang kemaluan Novi. Ciuman dan permainan lidah kami semakin liar, sementara keringat kami semakin mengucur deras seolah-olah kami berada di dalam sauna yang sangat panas.
“Noovv.. yaangg kayaakk ginii.. udahh pernaah.. ngerasaaiinn beloom?” Desahku.
“Belluummm paaakkk..” Desah Novi.
“Kamu siap-siaappp yaahh Novii.. Adaa yang lebiihh.. nikmaatt lagiihh..” Desahku.
Dalam posisi itu, kudorong penisku sedalam-dalamnya ke dalam lubang kemaluan Novi. Aahhh, akhirnya batang kemaluanku menerobos lubang vagina Novi. Lubang vaginanya sangat pas untuk ukuran penis sebesar punyaku. Novi menggeliat nikmat.
Aku mulai memompa selangkangan Novi dengan perlahan-lahan. Cairan kenikmatan yang dikeluarkan oleh lubang kemaluan Novi membuat dinding lubang kemaluannya semakin licin, sehingga penisku semakin mudah untuk menggesek-gesek dinding lubang kemaluannya.
Lama-kelamaan, aku menambah irama genjotanku. Aku pun merasakan pantat Novi mulai bergoyang-goyang mengikuti irama genjotanku.
Cleepp.. Cleepp.. Cleeppp.. Cleeppp..
Suara genjotan penisku ke lubang vaginanya.
“Ooohh.. Teruuss paak.. Akuu gaakk kuaatt..” Desah Novi.
Ceplaakk.. Ceplookk.. Ceplaakk.. Ceplookk..
Suara genjotan penisku yang semakin kencang memompa lubang kemaluan Novi. Putaran pantat Novi pun semakin liar. Ciumannya bertambah liar lagi, dan tangannya memeluk tubuhku dengan erat.
“Paakk.. Novii udaahh nggaa ta.. tahaann lagii.. Novii boleehh keluaarr?” Erang Novi.
“Ayoohh Novv keluaarr ajaahh.. Ingeett.. jangan.. ditahan-tahaann..” Erangku seraya memompa selangkangannya semakin cepat.
“Oouuuhhh.. Auuhhhh.. Noviii keluaarrr.. paakk..” Erang Novi.
Kurasakan tubuhnya mengejang, dan lubang kemaluannya berkontraksi dengan sangat cepat sehingga memberikan pijatan yang hebat ke batang penisku yang masih tertanam di dalam lubang kemaluannya. Tangan kanannya menjambak rambutku, dan tangan kirinya memelukku dengan sangat erat.
Pantatnya ia naikkan setinggi-tingginya, sehingga batang penisku bisa menancap secara maksimal. Aku menciumi bibirnya untuk memberikan kenikmatan lebih kepada Novi yang sedang orgasme.
“Ooohh.. Haaahhh.. Huuuhhh..” Lenguhnya yang menjadi pertanda berakhir orgasmenya.
Kurasakan pijatan lubang kemaluannya sudah berhenti, dan Novi telah tergolek lemas dibawah tindihanku.
“Nikmat kan sayaangg?” Tanyaku.
“He eh.. Mainan seksku tidak ada apa-apanya dibanding punya bapak.” Kata Novi sambil tersenyum puas.
“Ya iyalah. Masa punyaku kamu samain ama dildo. Dildo mah dingin, punyaku kan hangat-hangat gimana gitu Nov.” Godaku.
“Lebih panjang dan besar juga, pak. Nikmat sekali untuk kemaluan perempuan. Kalau Emi dan Desi merasakannya, mereka pasti kejang-kejang.” Kata Novi.
Lah, ga tau aja dia, yang ketinggalan kereta itu kamu tau Noviii.
“Tapi Emi udah ngerasain kan punya bapak?” Tanya Novi.
“Tau darimana kamu?” Tanyaku.
“Kan hari pertama bapak tidur berduaan sama Emi. Pas pagi tadi Desi buka pintu, aku ga liat jelas, tapi yang kulihat sih di kasur itu ada 2 pasang kaki yang bertindihan.” Goda Novi.
Aku hanya terdiam, betul-betul dibikin skak mat aku. Tapi aku tidak mau memikirkan hal itu, yang mau kupikirkan adalah apa yang harus kulakukan selanjutnya agar Novi terbakar lagi. Maka kuciumi bibir Novi dengan lembut, sementara tanganku mengusap-usap kening dan rambutnya.
“Aku sayang kamu Novi, sayang banget.” Kataku.
“Aku juga sayang bapak.” Kata Novi sambil membalas ciumanku.
Tidak lama waktu yang diperlukan untuk kami mengubah ciuman kami menjadi permainan lidah. Kedua tanganku meremas-remas buah dada Novi untuk memberikan rangsangan lebih. Novi pun kembali memelukku.
Aku sedikit menggerak-gerakan penisku yang masih tertancap di dalam lubang kemaluannya. Akibat rangsangan yang diberikan oleh Novi, nafsuku betul-betul menanjak tajam. Kembali kugenjot lubang kemaluannya dengan perkasa.
Batang kemaluanku betul-betul masuk sepenuhnya ke dalam lubang kemaluan Novi, sehingga rambut-rambut yang ada diselangkanganku bergesekkan dengan rambut-rambut yang ada di selangkangan Novi. Nikmat dan geli rasanya.
Bibirku sibuk menciumi pipi, bibir, dan buah dada Novi. Aku merasakan nafsu Novi mulai bangkit. Nafasnya semakin terengah-engah, dan pantatnya kembali berputar-putar mengimbangi genjotanku.
“Kamu ingiinn.. lagi Novv?” Desahku.
“Hee eehh paakk..” Desah Novi.
Kemudian aku bergulung membaliknya, sehingga kini Novi ada diatasku.
“Ayoohh gantiaann Noovv.. sekarangg kamu.. diataass..:” Erangku.
Dengan posisi diatasku, Novi memutar-mutar pantatnya untuk mengocok batang kemaluanku. Kini, ia ganti menjilati seluruh wajahku, kemudian leher dan putingku. Aku hanya bisa merem-melek mendapat rangsangan yang benar-benar membuat pikiranku melayang-layang.
“Beneer kaan.. Noovv.. Badan kamuu.. otomatis ber.. begeeraakk sendirii..” Desahku sambil meremas-remas buah dadanya.
Bermenit-menit, Novi terus memompa selangkanganku. Keringat kami semakin deras lagi, sehingga kami betul-betul basah kuyup seperti habis kehujanan saja. Mulut kami tidak berhenti mengulum satu sama lain.
Kemudian, aku merasakan Novi menambah kecepatan irama genjotannya dengan drastis, nafasnya mulai tidak beraturan, sementara lidahnya makin liar memilin lidahku. Tubuhnya mulai mengejang, dan kurasakan puting susunya mengeras.
“Paakkk.. Novii udaahh maoo.. keluaarr lagii sayaanngg..” Erang Novi.
Melihat Novi hampir keluar, aku kembali bergulung sehingga aku kembali diatas dan Novi dibawah. Aku yang kini berada diatas memompa selangkangan Novi dengan cepat. Novi memelukku sekuat tenaga, sementara napasnya semakin tidak menentu.
“Kalau udah keluaar.. ngomongg sayaangg.. Jangan ditahann-tahaannn..” Desahku.
“Oooohhh.. aaahhhh.. Novii keluaarr.. bapaakk sayaaannggg..” Erang Novi.
Orgasme Novi membuatku semakin tidak tahan. Kupikir, sekarang lah saatnya aku orgasme, ya aku merasa bahwa orgasmeku ini akan hebat. Aku terus memompa selangkangan Novi dengan kencang, tidak mempedulikan dan memberi waktu Novi untuk menyelesaikan orgasmenya, karena aku sudah sangat tidak tahan. Aku peluk tubuh Novi sekuat tenaga.
“Noovv.. akuu maoo keluaarr.. sayaannggg..” Erangku.
Mendengar aku yang hampir keluar, pantat Novi berputar-putar semakin cepat. Tangannya semakin erat memelukku, dan bibirnya semakin liar menciumku. Akibatnya, tak lama kemudian aku betul-betul keluar.
Croott.. crooottt.. crooottt..
Kumuntahkan semua spermaku di dalam lubang kemaluan Novi.
Croott.. croott.. crootttt..
Gelombang kedua pun segera datang.
“Uuuggghhhh.. Oooggghhhh.. “ Dengusku seraya menyemprotkan spermaku ke dalam vagina Novi.
Croott.. croott.. crootttt..
setelah gelombang ketiga, akhirnya tubuhku melemas dengan sendirinya. Gelora kenikmatanku perlahan-lahan mulai mereda. Gila, sepertinya ini sperma paling banyak yang pernah kusemprotkan.
Saking sempurnanya tubuh Novi, aku betul-betul bergairah malam ini. Tubuhku masih menindih tubuh Novi untuk beberapa waktu. Setelah mengumpulkan tenaga, aku mencabut penisku, dan berguling ke samping Novi. Kemudian, Novi kurangkul ke dalam pelukanku, sementara kuelus-elus rambutnya.
“Nov.. sorry ya Nov, aku udah memaksa kamu melakukan tindakan ini.” Kataku.
Novi hanya terdiam saja. Akhirnya, setelah beberapa lama pun kami tertidur, dengan Novi masih ada di dalam pelukanku.
Hari-hari selanjutnya, semuanya berjalan normal. Kami pindah ke Marbella pada hari Sabtu untuk menginap disana. Kami hanya menyewa satu kamar disana. Karena kami sudah berhubungan seks satu sama lain, kami menjadi lebih terbuka.
Bahkan kini, Novi pun dengan santai berganti baju didepanku. Kami pulang pada hari minggu pagi. Di perjalanan pulang, mereka bertiga tidak tidur walaupun lelah. Mereka tetap menemaniku ngobrol agar aku tidak bosan dan ngantuk.
Padahal semula, aku menganggap mereka itu aneh, tapi ternyata mereka itu betul-betul baik, extraordinary malah. Aku tidak pernah menyesal ikut dalam perjalanan ini. Perjalanan yang membuatku terhubung dengan yang lainnya melalui persetubuhan.
Di pikiranku terlintas kejadian-kejadian yang sudah lalu, dari awal Emi mengajakku untuk pergi bareng, berkumpul di McD, perjalanan menuju Arumdalu, voli pantai dimana aku sangat terangsang untuk pertama kalinya, malam pertama yang kuhabiskan bersama Emi, sunbathing yang berujung pada “memanggang roti” bersama Desi, tubuh sempurna Novi dan permainan seksnya, semuanya terbayang-bayang dalam pikiranku.
Mereka itu terlihat seperti tiga perempuan aneh. Emi, wanita yang polos dan ceria, yang selalu mengutamakan kepentingan orang lain diatas kepentingannya.
Desi, wanita yang memakai bahasa yang baku dan tidak banyak omong, yang sangat liar dalam bersetubuh. Novi, wanita bertubuh sempurna yang memerlukan kasih sayang dari seorang laki-laki. Mereka bukanlah perempuan aneh, melainkan tiga temanku.
Rutin dua-tiga kali seminggu, aku selalu mencuri waktu untuk berhubungan seks dengan salah satu dari ketiganya. Biasanya sih sudah ada jadwal-jadwalnya sendiri. Semua itu kulakukan tanpa menarik kecurigaan teman sekantorku. Semuanya kulakukan di siang hari saat jam istirahat, agar tidak mengundang kecurigaan keluargaku.
Suatu waktu, Emi resign karena mendapat kerjaan baru di Singapura. Sebelum berangkat ke Singapura, tidak lupa kami melepas hasrat terlebih dahulu. Bahkan, ketika aku mendapat tugas dinas ke Singapura, aku tinggal di apartemen tempat Emi tinggal. Jika sudah begitu, kami selalu melepaskan hasrat kami masing-masing tiap ada kesempatan.
Desi pun resign setahun setelah Emi untuk mengejar cita-cita dan impiannya untuk menjadi penari. Setelah menjadi penari, goyangannya semakin mantap saja. Aku yang biasanya tahan dua ronde, hanya tahan satu ronde setelah Desi menjadi penari. Desi tidak pernah berubah, ia yang paling liar di ranjang.
Sampai akhir, Novi tetap bersamaku di perusahaan ini. Ia mulai tertarik pada bidang teknologi yang kuminati. Ternyata ia punya bakat di bidang teknologi, bakat terpendam. Setelah mempunyai dasar yang cukup, ia pindah dari divisi HRD ke divisi technology yang dibawahi olehku.
Saat aku menjadi Technology Director, tahu-tahu ia sudah menjadi Vice-President of Technology, tepat dibawahku. Saat tugas dinas keluar negeri, otomatis Novi ikut denganku. Kami tidak henti-hentinya melepas hasrat saat kesempatan itu datang, entah di pesawat maupun di hotel negara tujuan kami.
Novi pun semakin terbuka dalam hal berhubungan seks. Karena ada pemeriksaan ketat dari aparat pemerintahan, premanisme tempat suaminya bertugas hilang sepenuhnya, sehingga suaminya menjadi begajulan yang kerjaannya tiap hari hanya minum-minum terus.
Berkat dukungan dariku, Emi, dan Desi, Novi akhirnya berani menceraikan suaminya.
Sekian TAMAT dan Terima kasih.
Sampai jumpa pada kesempatan selanjutnya.
Croott.. croott.. crootttt..
setelah gelombang ketiga, akhirnya tubuhku melemas dengan sendirinya. Gelora kenikmatanku perlahan-lahan mulai mereda. Gila, sepertinya ini sperma paling banyak yang pernah kusemprotkan.
Saking sempurnanya tubuh Novi, aku betul-betul bergairah malam ini. Tubuhku masih menindih tubuh Novi untuk beberapa waktu. Setelah mengumpulkan tenaga, aku mencabut penisku, dan berguling ke samping Novi. Kemudian, Novi kurangkul ke dalam pelukanku, sementara kuelus-elus rambutnya.
“Nov.. sorry ya Nov, aku udah memaksa kamu melakukan tindakan ini.” Kataku.
Novi hanya terdiam saja. Akhirnya, setelah beberapa lama pun kami tertidur, dengan Novi masih ada di dalam pelukanku.
Hari-hari selanjutnya, semuanya berjalan normal. Kami pindah ke Marbella pada hari Sabtu untuk menginap disana. Kami hanya menyewa satu kamar disana. Karena kami sudah berhubungan seks satu sama lain, kami menjadi lebih terbuka.
Bahkan kini, Novi pun dengan santai berganti baju didepanku. Kami pulang pada hari minggu pagi. Di perjalanan pulang, mereka bertiga tidak tidur walaupun lelah. Mereka tetap menemaniku ngobrol agar aku tidak bosan dan ngantuk.
Padahal semula, aku menganggap mereka itu aneh, tapi ternyata mereka itu betul-betul baik, extraordinary malah. Aku tidak pernah menyesal ikut dalam perjalanan ini. Perjalanan yang membuatku terhubung dengan yang lainnya melalui persetubuhan.
Di pikiranku terlintas kejadian-kejadian yang sudah lalu, dari awal Emi mengajakku untuk pergi bareng, berkumpul di McD, perjalanan menuju Arumdalu, voli pantai dimana aku sangat terangsang untuk pertama kalinya, malam pertama yang kuhabiskan bersama Emi, sunbathing yang berujung pada “memanggang roti” bersama Desi, tubuh sempurna Novi dan permainan seksnya, semuanya terbayang-bayang dalam pikiranku.
Mereka itu terlihat seperti tiga perempuan aneh. Emi, wanita yang polos dan ceria, yang selalu mengutamakan kepentingan orang lain diatas kepentingannya.
Desi, wanita yang memakai bahasa yang baku dan tidak banyak omong, yang sangat liar dalam bersetubuh. Novi, wanita bertubuh sempurna yang memerlukan kasih sayang dari seorang laki-laki. Mereka bukanlah perempuan aneh, melainkan tiga temanku.
Rutin dua-tiga kali seminggu, aku selalu mencuri waktu untuk berhubungan seks dengan salah satu dari ketiganya. Biasanya sih sudah ada jadwal-jadwalnya sendiri. Semua itu kulakukan tanpa menarik kecurigaan teman sekantorku. Semuanya kulakukan di siang hari saat jam istirahat, agar tidak mengundang kecurigaan keluargaku.
Suatu waktu, Emi resign karena mendapat kerjaan baru di Singapura. Sebelum berangkat ke Singapura, tidak lupa kami melepas hasrat terlebih dahulu. Bahkan, ketika aku mendapat tugas dinas ke Singapura, aku tinggal di apartemen tempat Emi tinggal. Jika sudah begitu, kami selalu melepaskan hasrat kami masing-masing tiap ada kesempatan.
Desi pun resign setahun setelah Emi untuk mengejar cita-cita dan impiannya untuk menjadi penari. Setelah menjadi penari, goyangannya semakin mantap saja. Aku yang biasanya tahan dua ronde, hanya tahan satu ronde setelah Desi menjadi penari. Desi tidak pernah berubah, ia yang paling liar di ranjang.
Sampai akhir, Novi tetap bersamaku di perusahaan ini. Ia mulai tertarik pada bidang teknologi yang kuminati. Ternyata ia punya bakat di bidang teknologi, bakat terpendam. Setelah mempunyai dasar yang cukup, ia pindah dari divisi HRD ke divisi technology yang dibawahi olehku.
Saat aku menjadi Technology Director, tahu-tahu ia sudah menjadi Vice-President of Technology, tepat dibawahku. Saat tugas dinas keluar negeri, otomatis Novi ikut denganku. Kami tidak henti-hentinya melepas hasrat saat kesempatan itu datang, entah di pesawat maupun di hotel negara tujuan kami.
Novi pun semakin terbuka dalam hal berhubungan seks. Karena ada pemeriksaan ketat dari aparat pemerintahan, premanisme tempat suaminya bertugas hilang sepenuhnya, sehingga suaminya menjadi begajulan yang kerjaannya tiap hari hanya minum-minum terus.
Berkat dukungan dariku, Emi, dan Desi, Novi akhirnya berani menceraikan suaminya.
Sekian TAMAT dan Terima kasih.
Sampai jumpa pada kesempatan selanjutnya.
Klik Nomor untuk lanjutannya