Naluri Eksibision Mah-Mud (SARAH) S-2

Baca cerita sesen sebelumnya..

Naluri Eksibision Mah-Mud (SARAH) S-1

cewek amoy


Tante SARAH



“Tok... tok... tok...!”

“Shiiit!!” Sarah mengumpat dalam hati.

Apakah suaminya pulang sesiang ini, batinnya khawatir. Jantungnya berdegup kencang.

“Tante...? Tante ada di dalam?” Terdengar tanya dari luar.

“Ya ampuun, itu Tejo...!” Hampir lupa Sarah dengan keponakannya itu.

Saking asyiknya bermain dengan Anton Tak terasa waktu berlalu, dan kini Tejo pun sudah pulang dari sekolah. Sarah yang tadinya mengira itu suaminya jelas merasa lega. Walaupun kehadiran Tejo tentu saja mengganggu aktifitasnya bersama Anton. Kamar Sarah yang luas, dengan dinding dan pintu yang tebal memang nyaris kedap suara.

Jika berada di dalam, suara-suara di luar hampir tidak terdengar. Begitu juga dari luar juga akan sulit mendengar suara-suara dari dalam kamar. Itulah mengapa Sarah tidak mendengar Tejo memasuki rumah. Akan tetapi, tidak biasanya juga Tejo mengetuk pintunya saat pulang dari sekolah kecuali mungkin dia ada urusan.

“Yaa Jo? Ada apa, kamu udah pulang ya? Bentar...!” Sarah menjawab setengah teriak.

“Gimana ni say?” Tanya Anton gusar.

Raut mukanya memperlihatkan kekecewaan.

“Iih ga tau, kamu diam aja di sini...” Jawab Sarah.

Ini yang dia khawatirkan tadi dengan Anton yang datang terlalu siang. Dia bergegas mengenakan dasternya dan keluar menemui Tejo sambil menggendong Doni. Anton duduk terdiam di atas ranjang. Untuk berjaga-jaga dia juga mengenakan pakaiannya lagi. Posisi ranjang Sarah yang strategis membuatnya tidak terlihat dari luar meski pintu kamar terbuka.

Ternyata teman-teman Tejo datang lagi seperti biasa. Mereka sudah duduk-duduk di ruang tamu Sarah. Rupanya inilah alasan Tejo mengetuk pintu kamar Sarah. Setiap teman-temannya datang Tejo memang selalu memberitahu Sarah.

Hanya pemberitahuan seperti, “Tante, teman-teman Tejo mau main di sini.”

Dan biasanya Sarah juga menjawab sekenanya, “iya...” atau sekedar, “he eh...”

Tejo memang khawatir tantenya keberatan ketika dia mengajak teman-temannya main ke rumah.

“Ada apa Jo...?” Tanya Sarah begitu keluar dan menutup pintu kamar.

Dia agak terkejut juga dengan keberadaan teman-teman Tejo, apalagi saat itu dirinya hanya mengenakan daster pendek yang tipis dan terbuka di bagian bahu. Tapi dia tidak ingin memperlihatkan kekagetan itu. Sikapnya berusaha terlihat wajar.

“Tante, tadi kirain rumah sepi... Tapi Tejo lihat mobil Oom Anton di luar. Ini teman-teman Tejo mau main di sini.” Jawab Tejo.

Seperti biasa dirinya terpesona dengan penampilan Sarah. Meski tadi Sarah sudah menghapus keringat, masih terlihat sisa-sisa titik keringat di kulit halusnya. Tejo tentu bertanya-tanya karena kamar tantenya itu ber-AC.

“Oh iya Jo, ya udah santai aja... Iya Oom Anton juga lagi main di sini.” Jawab Sarah.

Dia sudah menduga tentu Tejo sudah melihat mobil Anton di luar. Bisa saja dia berbohong dengan mengatakan Anton hanya menitipkan mobil di situ, tapi dia takut nanti tidak ada kesempatan bagi Anton untuk menyelinap keluar tanpa ketahuan Tejo.

“Mmm... Oom Antonnya ada di dalam ya?” Tanya Tejo penasaran.

“Iyah... yuk, Tante masuk dulu. Kalian santai aja, Tante lagi ada urusan belum selesai sama Oom Anton.” Jawab Sarah.

“Oh iya, kalau mau makan juga ada camilan tuh di meja, tapi kalo nasi ga tau ya cukup apa tidak buat kalian...” Lanjutnya lagi.

“makasih Tante, tadi udah pada jajan kok di sekolah... Mmm...” Tejo tidak melanjutkan kalimatnya membuat Sarah tertahan untuk segera masuk ke dalam kamar.

Diliriknya teman-teman Tejo pada blingsatan curi-curi pandang ke arahnya dari ruang tamu. Alih-alih risih, dirinya malah merasa senang dikagumi begitu.

“Ada apa lagi...?” Tanya Sarah tersenyum pada Tejo.

“Ini Tante... ee... Kemarin katanya Tejo suruh ngenalin temen-temen Tejo sama Tante?” Jawab Tejo.

Terlihat dia agak ragu menyampaikan itu.

Sarah teringat kemarin dia memang meminta itu. Awalnya Sarah agak ragu karena penampilan dia kini yang hanya memakai pakaian sekedarnya bahkan tanpa mengenakan daleman. Tapi sejurus kemudian, justru hal itulah yang membuat dia tertantang untuk tampil di hadapan teman-teman Tejo berkenalan dengan mereka. Agaknya naluri ekshibisionisnya muncul lagi.

“Mmmm... ya udah ayo sini Tante dikenalin...” Jawab Sarah.

Tejo terlihat girang seakan dia memang berniat memamerkan tantenya yang molek itu pada teman-temannya. Satu persatu temannya menjabat tangan Sarah memperkenalkan dirinya. Sarah tersenyum manis ketika menyalami mereka. Diperhatikannya wajah mereka yang terlihat malu-malu mupeng itu.

Mereka semua berlima, Beni, Luki, Yadi, Boim, dan Eno. Wajah mereka sebelas dua belas dengan wajah Tejo ponakannya, alias ancur.

“Ga bisa milih temen yang mendingan apa, kok parah semua begini... Dasar sejenis... Hi hi hi...” Sarah tertawa dalam hati.

Jeleknya wajah mereka yang menampakkan kemupengan itu justru menjadi sensasi pemandangan tersendiri bagi Sarah. Sejenak dia teringat pada Bambang, selingkuhannya selain Anton. Wajah Bambang tidak setampan Anton, bahkan jauh. Akan tetapi ketika sama-sama mupeng terhadap dirinya, Sarah merasa lebih gemas pada Bambang ketimbang Anton. Entah kelainan apa itu, Sarah tidak terlalu peduli.

“Putranya umur berapa Tante?” Luki yang terlihat paling bongsor di antara mereka mencoba berbasa-basi.

“Ooh ini? Belum ada setahun nih... berapa bulan yaa?” Jawab Sarah menerawang.

“Mmm, sekitar 8 bulanlah...” Jawabnya lagi.

“Lah kamu sendiri umur berapa? Kok berteman dengan Tejo? Kayaknya kamu udah ‘tua’ deh... Masak masih kelas 2 SMP?” Ledek Sarah penasaran.

“Nah lo... kena deh lo... Ha ha ha...!” Teman-temannya yang lain tertawa terbahak.

Wajah Luki memerah malu.

“Dia udah 17 tahun Tante! Ga naik kelas terus!” Tejo yang menjawab pertanyaan Sarah sambil tertawa.

Luki merengut pada Tejo. Sarah ikut tertawa lepas membuat Luki makin tersipu. Tapi dia dan teman-temannya diam-diam makin terpesona dengan wajah Sarah ketika tertawa lepas itu.

“Lah kalo 17 tahun mustinya udah SMA dong? Parah luu...” Goda Sarah.

Luki makin salah tingkah dibuatnya. Menyesal sekali tadi dia berbasa-basi menanyakan umur yang akhirnya malah jadi boomerang buat dia.

“Ya sudah... sudah...” Sarah tidak mau berlama menggoda Luki.

“Makanya temenan sama ponakan Tante ini, biar ketularan pinter...” Lanjut Sarah memuji Tejo sambil mengelus rambut Tejo.


Bangga sekali Tejo dipuji begitu, bahkan baru kali ini tantenya itu mengelus-elus kepalanya dengan sayang seperti pada anaknya sendiri. Semua itu berjalan alami saja, Sarah juga tidak ambil pusing. Ketika hendak berpamitan masuk terbesit ide dalam benak Sarah untuk menitipkan Doni paad mereka.

“Mmmm... Jo?” Tanyanya ragu.

“Ada apa Tante?” Jawab Tejo.

“Kamu bisa ajak main Doni ini? Dia kan udah biasa sama kamu...” pinta Sarah.

“Ya gapapa Tante...” Tejo menyanggupi.

Senang sekali Sarah mendengarnya. Apalagi ketika digendong Tejo, Doni memang tidak meronta. Tidak seperti dengan Anton, bayinya itu sudah terbiasa dengan Tejo. Tejo sendiri juga tidak pernah canggung anak Sarah yang terhitung sepupunya sendiri itu.

“Tante, kita boleh nonton DVD nggak?” Pinta Tejo.

“Ya boleh aja, tapi Tante nggak punya film, emang kamu bawa sendiri?” Tanya Sarah.

“Iya ini si Luki yang bawa...” Jawab Tejo.

“Ya udah terserah...” Sarah mengijinkan, lalu bergegas masuk kamar meninggalkan mereka.

Setelah mengunci pintu kamarnya, Sarah langsung melolosi dasternya hingga telanjang bulat lagi. Ditubruknya dan dipeluknya tubuh Anton yang berbaring tertegun di atas ranjangnya. Anton sudah berpakaian lengkap saat itu.

“Iiihh kok udah dipake bajunya...?” Tanya Sarah manja.

“Jadi...? Lanjut niihh...?” Tanya Anton seperti tak percaya.

“Ya iyya lahh... Nggak mau kamu...?” Kerling Sarah manis.

“Ya mau lah... Tapi gimana si Tejo, kayaknya tadi juga ada teman-temannya? Trus si Doni juga gimana?” Tanya Anton lagi penasaran.

“Udaah itu urusanku... Doni juga udah sama Tejo...” Terang Sarah sambil mulai melucuti celana Anton.

“Gila... Yakin nih?” Anton masih ragu.

“Udaahh bawel...!” Jawab Sarah.

Geli juga dia dengan kekhawatiran Anton.

“Nakaall ya kamuu...” Anton tiba-tiba bangkit mendorong Sarah hingga terlentang.

“Kyaaa..!” Pekik Sarah kaget.

Anton bergegas membuka dan melempar semua pakaiannya. Mereka berdua kini kembali berbugil ria.

“Jadi sampe puas nih? Tejo sudah ga jadi masalah?” Goda Anton.

Tangannya mengocok-ngocok pelan penisnya yang sempat layu. Kini perlahan tapi pasti batangnya mengeras kembali hingga maksimal. Dia yang tadi memang belum mencapai klimaks kini siap ‘membantai’ Sarah lagi tanpa ampun.

“Enak aja, nanti aku harus memandikan dan menyuapi Doni...” Jawab Sarah membelai pipi Anton yang telah bersiap menindihnya dari atas.

Anton tidak ambil pusing dengan jawaban sarah itu. Dia tidak ingin membuang waktu lagi.

Bleesss!

Batang penisnya segera menembus liang vagina Sarah dengan cepat.

“Aahhh...!”

Keduanya mulai memacu bersama mendaki puncak kenikmatan tanpa ada gangguan berarti lagi.

Walau kali ini mereka agak mengontrol lenguh desah mereka supaya tidak terlampau keras hingga terdengar dari luar. Selain itu tak ada masalah lainnya. Dengan bebas mereka bergumul seru berguling-guling di atas ranjang. Berganti-ganti posisi dan kendali hingga beberapa kali. Bahkan sambil berdiri mereka berpindah tempat menjelajahi tiap sudut ruangan kamar Sarah.

Siang itu Anton memberi 3 orgasme pada Sarah selama hampir 2 jam sebelum akhirnya gilirannya datang. Irama mereka mulai melambat seiring dengan berakhirnya orgasme ketiga Sarah. Anton tidak mampu lagi menahan lebih lama.

“Facial ya sayang...?” bisiknya di telinga Sarah yang masih terengah setelah menyemburkan cairannya untuk ketiga kalinya.

Matanya terpejam, tangannya masih menggenggam bantal dengan kencang.

“Aahh... Baru pertama udah minta facial aja kamu...?” Jawab Sarah sambil tersenyum manis pada Anton saat napasnya mulai agak teratur.

Anton memang kerap meminta menumpahkan spermanya di wajah cantik Sarah. Dia sangat suka dengan hal itu. Dia sangat senang memperhatikan wajah cantik wanita yang ditidurinya menengadah di bawah penisnya menanti semburan spermanya. Terlebih saat spermanya menyembur, dia benar-benar menikmati membidik dan menembakkannya ke wajah itu hingga tetes terakhir.

Akan tetapi tidak semua wanitanya senang dibegitukan. Kebanyakan tentu karena jijik dan merasa direndahkan dengan perilaku begitu. Sarah termasuk wanita yang kadang mau menuruti kemauan Anton itu, walaupun awalnya Sarah juga menolak dan merasa risih. Tapi karena Anton sering merajuk memintanya, akhirnya Sarah mau mencobanya.

Pengalaman pertama difacial dengan sperma Anton rasanya aneh bagi Sarah. Wajar saja, meski hal itu sering dia lihat dalam adegan film-film biru, baginya hal itu sama sekali tidak nyaman. Akan tetapi lama kelamaan dia mulai bisa menikmatinya. Awalnya hanya sensasi memuaskan fantasi Anton, namun pada akhirnya dia terbiasa juga dengan rasa sperma.

Di antara sedikit wanita yang mau menerima facial, Sarah juga paling memuaskan dalam memenuhi permintaan Anton itu. Anton bisa memintanya membuka mata dan mulut ketika menerima semburannya, sementara wanita yang lain lebih sering memejamkan mata dan menutup mulut mereka rapat-rapat.


Hal itu cukup mengurangi kepuasan Anton sebagai laki-laki. Meskipun begitu, tidak selalu Sarah mau menuruti permintaan itu tiap mereka bercinta. Anton juga mengerti hal itu.

Kebanyakan dia tetap berejakulasi di dalam rahim Sarah. Hanya sesekali dia meminta facial di beberapa momen persetubuhan mereka. Kali ini dia ingin menikmati lagi menyembur wajah manis Sarah dengan cairannya yang sudah di ujung itu.

“Mau ya sayang...” pintanya lagi penuh harap.

Sarah tersenyum dan mengangguk pelan tanda setuju. Sungguh girang Anton karenanya. Mereka pun segera ambil posisi. Sarah duduk bersimpuh di lantai di hadapan Anton yang berdiri sambil mengocok penisnya dengan cepat. Tangan kiri Anton membelai dan menaikkan dagu Sarah supaya wajahnya menegadah ke atas. Sarah menurut saja, dia sudah mengerti harus bagaimana.

Mulutnya menganga, lidahnya agak dijulurkan keluar menanti tepat di depan Batang Anton yang sedang dikocok. Diperhatikannya kepala jamur yang makin memerah gara-gara dikocok dengan kecepatan penuh siap memuntahkan lahar panasnya. Dan...

Crooott! Crooot! Crooot...!

Sperma Anton menyembur dengan deras menyirami wajah Sarah.

“Yeesshh... That’s it baby...!” Desah Anton puas, badannya bergetar hebat.

Spermanya ditembakkan nyaris rata ke seluruh wajah Sarah, sebagian besar mendarat mulus di lidah dan rongga mulut Sarah.

“Aaahhh...” Desah Sarah pelan.

Dia berusaha menjaga tidak menutup matanya kecuali ada sperma mendarat di atasnya. Sementara dia sudah terlatih untuk tidak menutup mulut sampai tetes terakhir sperma Anton keluar.

“Ooo ooo hhh.....” Anton melenguh panjang.

Sarah mengulum penisnya, menghisap-hisapnya memastikan tidak ada lagi sperma tersisa di dalamnya. Kemudian Anton rubuh di atas ranjang. Sarah bangkit dan duduk di sebelahnya memamerkan wajahnya yang berlepotan sperma. Tangannya mengelus-elus batang Anton yang mulai mengecil.

“Luar biasa sayang...” Ucap Anton lirih.

Raut mukanya menunjukkan kepuasan yang sangat.

“Kamu cantik sekali sayang...” Pujinya sambil mengagumi wajah Sarah yang dihiasi cairan kental putihnya.

“Spermamu hangat dan kental sekali... Lama di dalam ya ga pernah dikeluarin?” Goda Sarah.

Dia membiarkan sperma Anton yang melelehi wajahnya berlama menggantung di pipi dan dagunya. Hanya sedikit yang jatuh menetes ke bawah saking kentalnya.

Sungguh pemandangan yang menakjubkan bagi Anton. Sarah memang teramat istimewa baginya. Memang benar, sejujurnya dia baru saja diputuskan oleh pacarnya dan sudah hampir 2 bulan tidak bercinta dengan wanita. Dia menyeka sperma dari wajah Sarah dengan satu jari dan menyuapkannya ke mulut Sarah.

“Mmhhh...” Sarah melenguh manja tapi tidak menolak.

Dijilatinya hingga bersih tiap Anton menyodorkan jarinya. Habis sudah seluruh sperma itu dari wajahnya berpindah ke perutnya. Tanpa rasa jijik Sarah menelan semuanya.

“Terima kasih cantiik...” Anton puas sekali kali ini.

Keduanya saling bertatapan dengan senyum penuh arti, kemudian saling melumat bibir dengan mesra. Sarah bangkit menarik tangan Anton yang masih terlihat malas-malasan. Wajarlah, sebenarnya tubuh mereka sama-sama masih lemas. Namun Sarah tetap menarik Anton ke kamar mandi untuk bersama-sama membilas tubuh mereka di situ.

Di hari-hari sebelumnya memang biasanya mereka akan bermalas-malasan rebah di ranjang selepas bercinta. Bahkan mereka tidak takut untuk tidur siang bersama dan kemudian mengulang persetubuhan hingga bisa sampai 3 atau 4 kali. Tapi kali ini keadaannya telah berbeda. Anton pun tahu diri. Mereka membilas diri di bawah shower air hangat sambil sedikit bercumbu tanpa memulai persetubuhan lagi.

Ketika Sarah dan Anton keluar dari kamar mereka menjumpai Tejo dan teman-temannya asik menonton DVD di ruang tengah. Spontan mereka saling bertatapan. Anton agak canggung dibuatnya. Entah apa yang dipikirkan para pemuda tanggung itu melihat dia dan Sarah keluar dari kamar bersama. Sungguh heran Anton yang melihat Sarah tampak santai dan cuek.

“Apa dia yakin anak-anak ini tidak menduga apa yang barusan kita lakukan?” Tanyanya gusar dalam hati.

Sarah malah tersenyum manis pada Tejo dan teman-temannya yang terdiam itu. Jelas mereka memang memiliki bayangan kotor mengenai apa yang barusan terjadi di antara Anton dan Sarah. Hanya saja bayangan itu tidak seliar dengan apa yang dipikirkan Tejo.

Hal itu karena mereka tidak mengenal siapa Anton, mereka hanya tahu bahwa dia bukan suami Sarah, tapi mereka pikir bisa saja Anton itu saudara dari keluarga Sarah. Berbeda dengan Tejo yang tahu betul bahwa Anton bukan siapa-siapa dalam keluarga Sarah. Dalam hatinya, Tejo sudah merasa yakin betul bahwa tantenya itu baru saja berselingkuh!

“Bener bener nakal tanteku yang satu ini...” Batinnya.

Jadi gemas dan terangsang sendiri Tejo memikirkannya.

“Udahh ayo pamit...” Ujar Sarah agak geli melihat Anton yang mendadak canggung.

“Eeh iya, Jo, semua... Mas pamit dulu...!” Seru Anton.


“Dah selesai Oom..?” Sahut Tejo.

“Duh anak ini manggilnya Oom terus dari kemarin”, gerutu Anton dalam hati.

“Iya Jo, mas udahan... Yuuk semua!” Jawab Anton.

Dia melambaikan tangannya lalu bergegas pergi. Sarah mengantarnya sampai di teras setelah itu kembali masuk menemui Tejo dan teman-temannya.

“Doni rewel nggak Jo?” Tanya Sarah.

Dia meraih Doni dari pangkuan Tejo dan duduk memangkunya.

“Tadi sih agak rewel sampe Tejo bingung... Tapi Tejo takut ganggu Tante sama Oom Anton jadi Tejo ajak main aja sampe capek.” Jawab Tejo Santai.

Sarah tertawa kecil mendengar kata-kata Tejo ‘takut ganggu Tante sama Oom Anton’.

“Iya makasih ya... Tante udah repotin.” Jawab Sarah menghadiahkan senyum manis pada ponakannya itu.

Diam-diam Sarah berpikir, sudah 2 kali Tejo membantu memperlancar ‘urusan birahi’nya: Kemarin dengan jagungnya dan kini dengan bantuannya menjaga Doni. Tersenyum-senyum sendiri Sarah dibuatnya.

Sementara Tejo makin kesengsem dengan Tantenya itu, teman-temannya agak salah tingkah dengan hadirnya Sarah duduk menemani mereka di ruang tengah itu.

“Serius amat kalian, nonton film apa siih...?” Ujar Sarah memecah perhatian mereka.

“Eehh ini Tante... Film Transformers Tante...!” Sahut mereka hampir bersamaan.

“Dari tadi kalian nonton film ini aja?” Selidik Sarah curiga.

Dia melihat tampaknya film itu baru mulai, padahal kalau dari tadi mereka menontonnya mustinya sudah hampir habis film berdurasi 2 jam itu. Tanpa menunggu jawaban dia langsung memungut plastik di atas meja yang tampaknya adalah wadah CD. Tejo dan teman-temannya langsung terlihat panik,

“Eh Tante... itu...” Seru mereka tertahan, tak bisa menemukan kata-kata untuk mencegah Sarah.

“Nah lo...” pikir Sarah. “Pasti ada yang lain...”

Benar saja, Sarah menemukan ada 1 CD lagi di dalam plastik itu. Wajah Tejo dan teman-temannya langsung pucat pasi namun mereka diam seribu bahasa. Naluri Sarah diam-diam berharap mendapati DVD porno dan menangkap basah mereka.

Dan ternyata benar, ditemukannya DVD film porno berjudul GangBang D*b**ch*ry di dalam plastik itu. Sablengnya, Sarah justru merasa girang di dalam hatinya, tapi di hadapan Tejo dan teman-temannya tentu saja dia berlagak terkejut.

“Haah, Tejo...! Apa ini?!” Sarah meninggikan suaranya biar terkesan angker.

“Eh... Anu Tante... itu... itu Luki yang bawa tante...” Jawab Tejo tergagap.

Seluruh teman-temannya terdiam. Luki yang namanya disebut-sebut jelas sewot. Walaupun memang benar dia yang membawa dan memprovokasi teman-temannya untuk menonton film cabul tersebut.

“Tapi tadi kalian semua pada nonton kan?” Tanya Sarah lagi pura-pura gusar.

“Yaa iya Tante, tapi cuman bentar iseng-iseng aja, filmnya jelek kok, sumpah Tejo ga suka!” Tejo membela diri.

“Iya Tante, beneran, emang tadi kita pingin nonton, tapi ternyata kita ga suka kok... jelek filmnya...” Salah satu dari temannya ikut menjawab meyakinkan.

Sarah lupa namanya, tapi bukan Luki. Hanya Luki yang dihafalnya tadi. Dipandangnya wajah Luki yang masih mengkeret.

“Iihh... Kamu ini paling gede malah ngajak-ngajakin ga bener siih?” Omel Sarah padanya, tapi nada bicaranya sudah turun.

“Maaf Tante... Kita cuman penasaran aja awalnya Tante. Tapi bener kok, setelah ditonton kita-kita ga suka filmnya... beneraaan...” Jawab Luki.

“Yee biar gak suka tetep aja nonton...” Cibir Sarah.

“Tapi benar Tante, kita cepet-cepetin aja, habis jelek sih...” Tejo menjawab lagi.

“Iya utamanya kita emang mau nonton Transformers kok Tante.” Sahut yang lain.

“Yaa sudah... Sudah...” Ujar Sarah.

Semua pun terdiam. Sarah sendiri juga lantas bingung harus bicara apa. Jelas dia tidak dalam posisi menceramahi anak-anak itu tentang moral sedangkan dia sendiri dalam posisi baru saja berselingkuh.

“Tante tahu gimana anak-anak muda kayak kalian ini...”Akhirnya Sarah angkat bicara lagi.

Tejo dan teman-temannya masih diam.

“Hanya saja Tante kaget kalo kalian sudah sampai nonton film secabul ini...” Kata Sarah lagi sambil mengacungkan DVD porno itu.

“Tante tahu ngelarang anak-anak muda nonton film porno itu nyaris nggak mungkin.” Lanjutnya.

Memang benar, di jaman sekarang ini pornografi dengan sangat mudah dan murah dapat diakses kapan saja di mana saja. Melarang orang mengkonsumsinya, terlebih remaja yang sedang memasuki masa puber, jelas nyaris mustahil. Itulah yang Sarah pikirkan. Mungkin lebih mudah melarang remaja cowok merokok, pikirnya. Karena Tejo dan teman-temannya masih membisu Sarah pun melanjutkan,

“Tapi mestinya kan ada batasnya...? Kalian masih di bawah 17 tahun, memang anak-anak sekarang lebih cepat pubernya... Okelah, standar 17 tahun mungkin sudah kuno, tapi Tante masih lebih memaklumi kalau kalian sekedar baca majalah playboy.”

Anak-anak itu pun mangut-mangut tapi belum menjawab.

“Tapi kalo film kayak gini?? Ya ampun... Ini udah kebablasan namanya... Oom Heru juga ga bakal Tante bolehin deh kalo sampai nonton yang kayak beginian.” Terang Sarah lagi.


“Kalo bokep biasa sih mungkin boleh aja, tapi yang ini sudah ekstrim tahu?” lanjut sarah yang sepontan.

Seperti judulnya, film itu memang berisi adegan-adegan gangbang alias seks keroyokan. Seorang wanita disetubuhi dengan kasar oleh banyak pria. Sarah kurang suka.

Sarah kemudian terdiam. Dia kehabisan kata-kata. Tejo dan teman-temannya surprise juga mendengar Sarah mengucapkan kata ‘bokep’.

Tejo pun mulai berani menjawab. “Iya Tante, kita tadi juga kaget dan nggak selera kok liat isinya... Sumpah deh!” Ujarnya meyakinkan.

“Iya Tante, tadi kita memang cuma penasaran aja kok...”,

“Iya Tante...” Sahut Beni disambung Boim.

“Penasaran apa? Penasaran lihat adegan cewek digangbang?” Tanya Sarah.

“Kalian terangsang lihat adegan itu?” Cerocos Sarah lagi.

“Makanya Tante, nggak kok kita nggak suka...” Tejo mencoba meyakinkan terus.

“Halaah bo’ong...” Sarah mulai menghilangkan ekspresi marahnya.

“Sumpah Tante, iya kan temen-temen...?” Tejo minta dukungan teman-temannya.

“Eh iya Tante... Sumpah deh...” Luki menimpali.

“Kalo kalian sampai punya fantasi yang beginian pasti kalian udah sering kan nonton bokep yang biasa? Hayooo ngaku...”

Kini Sarah mulai tersenyum. Suasana pun jadi agak cair. Tejo dan teman-temannya agak lega melihat Sarah tidak terus memarahi mereka.

“Yaa nggak juga Tante, beneran deh...” Jawab tejo.

“Iya Tante, jarang kok...” Sambung Boim.

“Nah lo, kalo jarang berarti udah pernah lebih dari sekali...?” Sarah memojokkan.

“Eeh... Bukan gitu Tante... Yaa iya juga siih...” Boim langsung tersipu.

“Huu kalian ini... kecil-kecil...” Sahut Sarah gemas.

“Trus kalian nggak puas ya, pingin lihat yang lebih?” Tanyanya menyelidik.

“Ya bukan gitu juga kok Tante... Penasaran aja kita...” Jawab Boim lagi pelan.

“Penasaran trus nagih ya...? He he he...” Goda Sarah.

“Ya nggak dong Tante...” Jawab mereka nyaris serempak.

“Ahh masa sih...? Kok bisa?” Tanya Sarah lagi.

“Iyaa... habis yang main nggak ada yang cantik siihh...” Jawab Luki setengah bercanda.

Mendengar jawaban ini Sarah pun tertawa lepas. Tejo dan yang lainnya ikut tersenyum. Perasaan mereka kini plong karna yakin Sarah sudah benar-benar tidak marah.

“Coba yang main cantik-cantik kayak Tante, mungkin aja kita ketagihan...” Jawab Luki makin berani.

“Dasaar kamu yaa... Jelek...!” Sarah langsung mencubitnya dengan gemas.

“Aduuh sakit Tante...” Luki meringis kesakitan tapi masih tertawa-tawa setelahnya.

Semua juga ikut tertawa tak terkecuali Sarah sendiri.

“Bener loh Tante, kalo ga percaya tonton aja sendiri deh...”

“Iya yang main ancur-ancur Tante...”

“Ancur-ancur emangnya apaan? Dasar nggak ngaca tuh muke lo yang ancur...”

Ya, suasana kini benar-benar sudah cair. Sarah berhasil mengakrabkan diri di tengah mereka sekaligus dengan sengaja tebar pesona. Hal itu tentu saja berhasil. Siapa yang tidak kesengsem dengan kecantikan Sarah yang alami. Teman-teman tejo pun mendapatkan kesan yang mendalam sore itu.

“Udah... Nih kamu simpen, awas ya kalo besok bawa-bawa ginian lagi Tante sita...”

Sarah melemparkan DVD itu pada Luki. Dia pun bangkit karena melihat waktu sudah mulai sore, saatnya memandikan Doni dan mengerjakan urusan-urusan lainnya. Setelah ditinggal Sarah Tejo dan teman-temannya pun saling pandang sambil cekikikan. Akhirnya karena Tejo juga punya jatah pekerjaan rumah, teman-temannya pun kemudian pamit pulang.

Masalah kebersihan rumah adalah tanggungjawab Tejo dan dia harus mulai setiap sore. Sementara Sarah mengerjakan urusan dapur termasuk mengurusi kebutuhan-kebutuhan bayinya.

Ketika Tejo memamitkan teman-temannya pada Sarah, dengan genit Luki menyalami dan mencium tangan Sarah. Karena Tejo pun biasa begitu, awalnya Sarah diam saja. Tapi hal itu membuat teman-teman lainnya melakukan hal yang sama. Barulah Sarah tertawa kecil karenanya.

“Idih kalian ini pake cium tangan segala, kayak sama siapa aja...” ucapnya.

Mereka pun meringis malu.

“Pamit Tante... Makasih.” Ucap mereka bersamaan terakhir sebelum pergi.

Begitulah Sarah kali ini berhasil mengakrabkan diri pada teman-teman Tejo. Agaknya inilah sebabnya dia merasa girang waktu menemukan DVD porno tadi.

Dengan itu dia jadi punya alasan untuk mengintervensi mereka. Selain memberi kesan bahwa dia adalah orang yang liberal, cuek, dan tidak canggung membicarakan hal yang tabu, sekaligus dia juga bisa tebar pesona dan sedikit menggoda para remaja tanggung itu. Diam-diam dalam hatinya muncul gejolak untuk bisa menggoda mereka lebih jauh.

Sejak hari itu keberadaan Tejo sudah tidak menjadi batasan Sarah dalam berhubungan dengan Anton. Kedatangan Anton selanjutnya justru lebih siang lagi dari waktu itu, yaitu setelah Tejo pulang sekolah. Walhasil, jelas sekali Tejo menyaksikan bagaimana Sarah membawa Anton masuk kamar dan tidak keluar-keluar hingga sore.

Setelah keluar, Anton bahkan tidak buru-buru pergi melainkan menyempatkan berakrab-akrab dengan Tejo.


Pernah suatu ketika Anton datang pagi, tapi persetubuhannya dengan Sarah tidak juga berakhir hingga Tejo pulang sekolah. Ketika Tejo pulang, Anton dan Sarah masih di dalam kamar. Tak berapa lama mereka keluar, tapi Anton tidak pamit.

Dia ngobrol dengan Tejo sementara Sarah menyusui Doni. Setelah Doni selesai menyusu, Sarah menidurkannya di kamar tejo dan menitipkannya pada Tejo, kemudian dia dan Anton masuk kamar lagi. Semuanya berjalan wajar seperti tak ada apapun yang terjadi.

Walau geregetan, Tejo juga tidak pernah menanyakan apapun perihal hubungan mereka. Sarah dan Anton juga tidak pernah membuka percakapan mengenai hal itu. Seperti sudah ada saling pengertian saja di antara mereka. Tejo bahkan sempat berpikir nakal. Beberapa kali dia mencoba mengintip atau mencuri dengar. Tapi hal itu tidak memungkinkan. Tejo tak berhasil menemukan celah untuk itu.

Gusar dan penasaran sekali Tejo dibuatnya. Hatinya merasa iri sekali pada Anton. Tiap kali dia membayangkan apa yang dilakukan Anton di dalam kamar terhadap Tantenya itu. Makin dibayangkan makin tersiksa pulalah perasaan Tejo. Tidak jarang juga pemikiran jahat melintasi benaknya.

Ingin sekali dia meminta imbalan untuk tutup mulut. Imbalan untuk tidak mengadukan perselingkuhan itu. Imbalannya tentu saja Tejo meminta tubuh Sarah. Perasaan Tejo melambung tak terkendali tiap kali dia membayangkan hal itu. Tapi tak pernah dia sampai hati untuk melakukannya. Dia tidak berani.

Untunglah Tejo tak mengenal Bambang. Kebetulan Bambang pindah tugas keluar kota sejak Sarah melahirkan. Jadi hilang sudah kehadiran Bambang dalam kehidupan Sarah. Entah bagaimana kalau Tejo menyaksikan Sarah berselingkuh dengan Bambang yang tidak tampan seperti Anton. Mungkin Tejo akan protes begini;

“Lho kalau begitu aku juga mau!”

Sarah bukannya tidak kangen pada Bambang (Di sisi lain Bambang pastinya jauh lebih kangen pada Sarah). Bahkan bakat ekshibisionisnya makin menjadi-jadi gara-gara kekangenannya pada Bambang. Kini makin sering Sarah mengenakan daster mininya, dengan bahu terbuka di hadapan Tejo. Tidak terkecuali saat teman-teman Tejo main ke rumah. Justru saat itulah hasrat Sarah untuk ‘pamer diri’ makin bergejolak.

Saat harus menyusui Doni pun menjadi kesempatan bagi dia untuk membuka diri lebih di hadapan mereka. Dengan itu dia bisa mengekspos kulit payudaranya yang putih mulus dengan wajar. Suatu ketika saat Tejo dan teman-temannya sedang duduk-duduk mengobrol, dengan cueknya Sarah yang sedang menyusui Doni duduk di tengah-tengah mereka.

Sarah yang sudah akrab dan hafal dengan mereka, dapat dengan luwes nimbrung mengikuti obrolan mereka. Sarah sangat menikmati memperhatikan bagaimana teman-teman Tejo setengah mati berusaha bersikap wajar di hadapannya. Mereka tidak pintar melakukan itu sehingga sikapnya malah menjadi tidak karuan. Kadang-kadang terlihat sangat grogi sehingga kalau bicara pun tergagap, tapi terkadang juga malah over acting cari perhatian.

Sarah sering tertawa terkikik bila mereka begitu. Tawa Sarah sendiri makin membuat mereka blingsatan. Wajah mupengnya pun makin menjadi. Saat itu adalah keadaan Sarah yang paling terekspos di hadapan teman-teman Tejo. Dia mengenakan pakaian yang bahunya terbuka, kulit payudaranya yang terekpos karena menyusui Doni, ditambah hotpants ketat yang mencetak bongkahan semok pantatnya dan mengekspos seluruh kulit pahanya.

Perasaannya selalu menuntut lebih berani dari itu, tapi sejauh ini baru sebatas itulah yang terjadi. Itupun sangat membuat Sarah puas. Sarah menyadari, teman-teman Tejo kini makin sering datang. Dia pun ge-er karena menganggap semua itu karena daya tariknya.

Suatu hari Sarah jatuh sakit. Tidak parah, hanya demam biasa tapi badannya menjadi lemah dan dia terus berbaring di ranjang.

Heru benar-benar prihatin melihat keadaannya yang tergolek lemas di atas ranjang. Pagi itu Heru sudah mengenakan pakaian lengkap bersiap berangkat ke kantor, tapi sejenak dia merasa ragu. Dia pun duduk di sebelah Sarah. Sambil berbaring Sarah memeluk pinggang suaminya itu dengan manja. Heru membelai-belai rambutnya dengan mesra.

“Sayang, apa aku tidak usah berangkat ngantor saja ya?” Ucapnya lembut.

“Memangnya boleh kamu mendadak ijin begitu?” Tanya Sarah.

“Ya mestinya bos bakal ngamuk, he he he...” Jawab Heru nyengir.

“Huuh...” Sahut Sarah cemberut manja.

“Kalo gak diijinin bisa aja aku bolos, emang bos mau nyusul aku kesini nyeret aku ke kantor?” Jawab Heru.

“Kalo besok dia marah-marah itu urusan belakangan lah...” Lanjutnya.

“Hmmm... kamu rela dimarahin demi aku yaah...?” Sarah tersenyum manis.

“Jangankan dimarahi, dipecat aja aku rela...” Rayu Heru dan Dikecupnya pipi Sarah.

“Iih gombal!” Sahut Sarah tertawa lepas.

“Udah deh, kayak akunya parah banget aja... Aku cuman demam biasa aja kok...” Sarah melanjutkan meyakinkan supaya Heru tidak terlalu mengkhawatirkannya.

“Yakin gapapa kutinggal...?” Tanya Heru.

“He eh... gapapa mas.” Jawab Sarah.


“Gini aja, Tejo aja kusuruh bolos sekolah. Biar nanti kutelpon sekolahnya... Pokoknya aku gak mau kamu sendirian.” Heru menyampaikan idenya.

“Hmmm terserah mas deh, kalo Tejo bolos sekolah gapapa kali...” Jawab Sarah menyetujui.

“Mungkin dianya juga seneng disuruh bolos. He he he...”

Begitulah akhirnya Heru tetap berangkat kerja seperti biasa, sebagai gantinya Tejo yang diminta bolos supaya bisa menjaga Sarah hari itu.

Setelah Heru pergi, Tejo menemui Sarah di dalam kamar. Mula-mula dia berdiri saja di samping ranjang tanpa berkata apa-apa. Dipandanginya Sarah yang berbaring lemas. Walau terlihat pucat, kecantikannya sama sekali tidak berkurang. Ingin rasanya Tejo membelai Tantenya itu.

“Mmm... Tante sakit apa sih?” Akhirnya Tejo bertanya basa-basi.

“Cuma demam aja kok Jo, Tante gapapa...” Jawab Sarah sambil tersenyum.

“Tante butuh apa nih? Biar Tejo ambilkan...” Tejo menawarkan diri.

“Mmm... Sekarang Tante mau lanjutin tidur dulu Jo, kamu beres-beres rumah aja dulu sana...” Jawab Sarah.

“Paling nanti kalo Doni bangun Tante juga minta tolong kamu yang mandiin dia yaah... Bisa kan kamu?” Lanjut Sarah.

“Siap Tante...” Jawab Tejo kocak.

Sarah tersenyum lagi. Duh senang sekali rasanya hati Tejo. Hari ini dia akan menjaga dan melayani Sarah seharian. Dia pun segera mulai membersihkan rumah. Tejo memang pekerja yang rajin. Dia tak pernah membantah bila dimintai tolong. Sarah dan Heru juga tidak pernah memperlakukannya seperti babu. Tugas-tugas yang dibebankan kepada Tejo hanya yang sewajarnya.

Sarah pun meneruskan tidurnya dengan tenang. Menyuruh Tejo bolos sekolah hari ini benar-benar ide yang bagus, pikirnya.

Pagi itu dengan cekatan Tejo melakukan semua yang diminta Sarah. Dia rapikan dan bersihkan seluruh rumah. Ketika Doni bangun, Tejo juga tampak sudah mahir mengurusi segala keperluannya. Saat itu Sarah sudah terjaga, tapi dia tetap berbaring bermalas-malasan. Didengarnya suara-suara Doni dan kecipak air.

“Pasti lagi dimandiin Tejo.” Pikirnya tenang.

“Bisa diandalkan juga dia...” gumamnya.

Tak berapa lama kemudian Tejo muncul menggendong Doni yang sudah rapi dan wangi. Didapatinya Sarah yang sudah terjaga. Tejo pun tersenyum bangga.

“Wah hebat kamu Jo, sudah selesai semua?” Tanya Sarah kagum.

“Kamu ganti baju bersih sama popoknya juga kan?” Tanyanya lagi.

“Ya iya lah Tante... Beres pokoknya.” Jawab Tejo.

“Sudah bedakan kan? Baby oilnya juga gak lupa?” Tanya Sarah lagi.

“Iya Tante, Tejo sudah apal kok sering liat Tante...” jawab tejo meyakinkan.

“Mmm tapi ada yang Tejo ga bisa Tante... Harus Tante sendiri.” Ucap Tejo lagi sambil senyum-senyum.

“Apa itu Jo?” Tanya Sarah penasaran.

“Yaa menyusui Tante...! He he he...” Jawab Tejo cengengesan.

Sarah pun ikut tertawa mendengarnya. “Dasar...” Sahutnya.

“Tapi Tante masih lemes kalo harus gendong dan nyusuin Doni... Coba kamu ke belakang Jo, lihat di lemari es ada botol berisi susu, kamu ambil, kamu angetin bentar trus masukin ke botol susu Doni... Kamu yang susuin dia ya...?” Pinta Sarah.

“Oohh...” Tejo mangut-mangut.

Dalam hatinya dia merasa kecewa tidak bisa melihat Sarah menyusui Doni. Dia pun beringsut ke belakang dan melaksanakan permintaan Tantenya itu. Tak berapa lama dia masuk ke dalam kamar Sarah lagi, di gendongannya tampak Doni sedang asyik menyedot susu dari botolnya. Sarah pun tersenyum melihat Tejo melaksanakan permintaannya dengan baik.

“Naah bisa kan, gak lupa kamu angetin kan? Tapi tidak terlalu panas kan?” Tanya Sarah.

“Udah Tante, cukup kok, nih lihat Doninya sudah minum lahap...” Jawab Tejo.

“Tapi, emangnya boleh minum selain ASI ya Tante?” Tanya Tejo penasaran.

“Ya boleh aja kok Jo, tapi itu ASI lho.” Jawab Sarah tersenyum.

Tejo heran dibuatnya. “Haah, ini ASI...? Yang diminum Doni ini? Kok bisa?” Tanyanya.

“Ya itu ASI Tante Jo...” Jawab Sarah.

“Itu Tante memang memeras dan menyimpan air susu Tante sendiri, ya untuk jaga-jaga kalau ada kondisi begini...” Sarah menjelaskan karna Tejo kelihatannya masih belum paham.

Setelah dijelaskan begitu Tejo pun mangut-mangut, “Ohh gitu ya, ternyata bisa ya susu Tante diperas begitu...?” Gumamnya.

Sarah tertawa mendengar perkataan Tejo yang lugu itu.

Tejo tersadar kata-katanya tadi terlalu vulgar, wajahnya pun memerah malu. “Eh... Nggak... Kirain yang bisa diperas cuman susu sapi aja Tante...” ucapnya agak tergagap.

Sarah makin geli, benaknya mulai nakal, dia pun menjawab, “Ya semua susu pastinya bisa diperas Jo kalau memang ada isinya...” Jawabnya.

“Kalo gak percaya kamu mau coba meras susu Tante?” Godanya nakal.

Tejo cukup salah tingkah dibuatnya, adik kecil di balik celananya seketika menegang.

“Percaya kok Tantee... Cuman gak pernah kepikiran aja...” Jawabnya jaim.

Padahal di dalam hatinya jelas mau banget dia memeras susu Tantenya itu. Tapi dia sadar Tantenya itu tentu hanya bercanda dan menggoda dirinya.

“Duh sialan Tante Sarah ini, bercandanya bikin cenat cenut yang di bawah aja...” gerutunya dalam hati.

Hari itu pun berlalu. Malamnya Heru pulang membawa makan malam dan buah-buahan. Keluarga itu kemudian makan malam bersama. Heru dan Sarah makan sepiring berdua. Sarah yang masih keliatan lemas disuapi oleh Heru, sementara Tejo sambil makan juga menyuapi Doni. Tampak mesra sekali pasangan suami istri itu, diam-diam Tejo pun merasa iri dengan Om-nya. Beruntung sekali dia mendapatkan Sarah yang jelita itu.

Walaupun Tejo kemudian memikirkan kelakuan Sarah yang binal dan bahkan berselingkuh. Dia jadi bingung, Om-nya itu sebenarnya beruntung atau malah sial. Tapi ketika dilihatnya hubungan mereka hangat-hangat saja dan tampak saling mencintai, Tejo pun tidak ambil pusing lebih jauh. Malam itu Heru mengumumkan bahwa besok dia musti tugas keluar kota dan menginap beberapa hari.

Dia minta pertimbangan Sarah mengingat kondisi Sarah yang masih belum fit. Tapi Sarah kemudian meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja, bahkan dia memuji Tejo yang menurutnya bisa diandalkan. Heru paham, Sarah memang istri yang mandiri. Dia bukan istri yang rewel dan selalu mendukungnya sebagai suami.

Dirinya pun lega, malam itu dia berkemas-kemas dibantu Tejo. Paginya sebelum berangkat dia meninggalkan sejumlah uang pada Sarah, dan dia berpesan pada Tejo untuk tidak berangkat sekolah dulu selama Sarah masih belum pulih benar. Tejo menurut saja apa kata Om-nya itu.

Mulai pagi itu, awal mula dimana Tejo dan Sarah melewati hari bersama-sama tanpa kehadiran Heru selama beberapa hari ke depan.

===X=X===

Badan Sarah terasa segar setelah mandi dengan air hangat. Dirasakannya kondisi badannya sudah mulai enteng. Panas badannya sudah menurun dan pening di kepalanya pun telah menghilang. Ya, sebenarnya dia sudah merasa cukup sehat tapi dia toh beringsut lagi di balik selimut.

“Kapan lagi bisa malas-malasan seperti ini...?” Pikirnya senang.

Sambil tiduran dipencetnya remote televisi mencari-cari channel yang menayangkan infotainment. Setelah memilih 1 channel, diraihnya sebuah apel dari meja kecil di samping ranjangnya.

“Hari ini muas-muasin manjain diri aah...” ucapnya dalam hati.

Sementara itu Tejo baru saja selesai menyapu seisi rumah. Di dekatnya, Doni yang sebelumnya anteng di dalam baby-walkernya mulai merengek-rengek. Tejo pun paham, botol susu yang sudah disiapkan sejak tadi segera diberikannya.

Pokoknya hari ini Tejo benar-benar seperti ibu rumah tangga menggantikan Sarah. Setelah menyapu dia mengerjakan pekerjaan lainnya dengan sigap. Dan bila Doni rewel, Tejo juga sudah tak canggung lagi memomongnya.

===X skip X===

Hari menjelang siang. Doni yang sebelumnya aktif bermain ditemani oleh Tejo sudah tampak kelelahan. Tejo pun menggendongnya dan masuk ke kamar Sarah. Diketuknya pintu kamar Sarah yang tidak tertutup.

“Yaa...?” Sahut Sarah yang masih bermalas-malasan di ranjang.

“Tante nggak tidur ya?” Tanya Tejo setelah masuk.

“Nggak Jo, tidur terus-terusan malah tambah pening...” Jawab Sarah.

Dihadiahinya Tejo dengan senyuman manis karna dia sudah membantu mengurusi rumah dan Doni.

“Sudah beres semuanya Jo, duh kamu hebat deehh... Bisa di andalkan!” Pujinya.

“Iya Tante... Ini Doninya udah ngantuk lagi, biar tidur dulu...” Jawab Tejo yang kegeeran.

Hatinya melambung mendapat senyuman dari Tantenya itu. Takut salah tingkah, Tejo segera melangkah ke ruang sebelah hendak menidurkan Doni di box bayi.

“Eh, sini aja Jo, biar tidur di samping Tante. Biar Tante kelonin...” Sarah menggelar kain perlak di sampingnya dan ditutupinya lagi dengan kain yang empuk.

Disuruhnya Tejo membaringkan Doni di atasnya.

“Kamu ambilin bantalnya di box bayi...” Pinta Sarah lagi.

Setelah Tejo menyerahkan bantal Doni Sarah pun mengeloni Doni dengan sayang.

“Makasih ya Jo, kamu istirahat gih...” Ucap Sarah lembut.

Tejo yang begitu mengagumi Tantenya itu kali ini memandangnya tanpa nafsu karna Sarah sedang memancarkan kharisma keibuannya. Melihat wanita keibuan yang cantik seperti Tantenya ini, Tejo pun berkhayal seandainya istrinya nanti, ibu dari anak-anaknya kelak bisa secantik Sarah.

===X skip X===

Tejo yang sangat menghayati tugasnya sebagai babysitter Doni membantu tantenya yang kurang enak badan ini kini berpikir untuk menyiapkan lagi susu Doni untuk sore nanti.

Seperti yang di lakukan tadi pagi, dia sudah menyiapkan susu di awal sehingga ketika Doni rewel minta minum dia tinggal menyerahkan botol susunya. Tapi tiba-tiba saja muncul rasa penasaran Tejo dengan air susu itu ketika mengambilnya dari lemari es. Ditimang-timangnya botol susu itu.

Ini adalah air susu Sarah yang diperah Sarah sendiri. Sebelumnya belum pernah Tejo membayangkan seorang ibu memerah air susunya sendiri.

Air susu itu adalah yang terakhir. Hanya cukup untuk 1 botol lagi. Setelah ini jika Tantenya masih belum bisa menyusui Doni, berarti tantenya harus memerah susunya lagi.

Wajah Tejo mulai mupeng membayangkan adegan Sarah memerah air susunya sendiri dari payudaranya yang indah itu. Terbesit ide nakal dalam benak Tejo. Dia penasaran seperti apa rasa susu tantenya itu. Tejo menuangkannya ke dalam gelas untuk diminumnya sendiri.


Awalnya, Tejo agak ragu dengan rencananya itu, dalam hatinya merasa konyol. Tapi...

"persetan,." pikirnya

Kemudian ditenggak habis juga akhirnya gelas berisi air susu Tantenya itu. Tiap kali meneguk susu itu, dada Tejo berdebar kencang. Dipandangnya gelas yang sudah licin tandas itu. Tanpa memikirkan rasa susu itu, ada semacam perasaan puas dalam diri Tejo. Bahkan tanpa terasa batang Tejo mengeras di balik celananya.

“Waduh... Bisa-bisanya bangun adik kecilku ini...?” Keluh Tejo pada dirinya sendiri dalam hati.

Ya terang saja batangnya itu mengeras. Jelas tidak mungkin kalau dia minum air susu Tantenya tanpa memikirkan sumbernya, alias buah dada Tantenya yang montok itu.

Tejo menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat. Sesekali tangannya menepuk-nepuk kepalanya sendiri. Dia seperti ingin mengenyahkan bayangan yang kerap menyiksa batinnya itu. Tapi alih-alih hilang, bayangan itu malah makin menjadi. Batangnya malah makin menegang hingga maksimal.

“Anjiir...” makinya dalam hati.

Entah setan mana yang merasukinya, tiba-tiba Tejo bangkit menuju kamar Sarah. Dia sendiri tidak tahu apa yang hendak dilakukannya. Kakinya seperti bergerak sendiri melangkah memasuki kamar Tantenya itu. Di dalam kamar dijumpai Tantenya sedang duduk bersandar di atas ranjang sambil membaca majalah. Di sampingnya Doni tampak telah tertidur pulas.

“Ada apa Jo?” Tanya Sarah.

Tejo terdiam dengan mata memamndangi wajah tantenya yang tampak segar, dengan beberapa helai rambut tipis jatuh menutupi dahi dan wajahnya, makin tampak mempesona di mata Tejo.

Saat sarah menyibak rambut yang jatuh menutupi wajahnya itu. Darah Tejo makin berdesir. Tiap gerakan Sarah seperti sudah didesain untuk memanjakan mata laki-laki. Lidah Tejo pun makin kelu.

“Ngapain aku ke sini dalam keadaan ngaceng begini???” Dalam hati dia menghardik dirinya sendiri.

“Kamu mau perkosa Tantemu sendiri memangnya, haah??? Buruan sana ke kamar!! Coli sanaaa...!!!” Hatinya menghardik kembali.

Tapi dia sudah terlanjur masuk ke kamar Sarah. Jelas tidak mungkin pergi begitu saja tanpa mengatakan apa-apa. Makin lama dirinya diam, makin heran Sarah dibuatnya.

“Ngg...ga Tante, ga ada apa-apa...” Akhirnya Tejo menjawab.

Tapi jawaban macam apa itu? Kalo ga ada apa-apa ngapain masuk? Hatinya seperti menertawai dirinya sendiri. Tejo pun tersenyum kecut. Sarah tampak heran dengan jawaban itu, apalagi tingkah tejo yang tidak seperti biasanya, matanya melirik gelas kosong yang dibawa Tejo.

“Oh.. mai.. gat..!! Tantee... Cantik nian dirimuuu...” Puja Tejo dalam hatinya yang makin terbuai.

Sungguh dahsyat kharisma kecantikan Tantenya itu. Hanya dengan gerakan mata saja, dia sudah bisa membuat hati Tejo blingsatan. Tapi hanya sekejap saja dirinya terbuai. Tanpa sengaja gelas yang tadi digunakan untuk minum susu Sarah masih dipegang di tangannya.

Menyadari hal itu, Tejo pun makin bingung harus berkata apa. Lirikan Sarah pada gelas itu seperti memberondongnya dengan pertanyaan, “gelas apa itu Jo?! Kamu baru minum apa Jo?!” Padahal Sarah sendiri sama sekali tidak menanyakan apa-apa.

“Sini Jo...” Sarah menyuruh Tejo mendekat.

Tangannya menepuk-nepuk sisi ranjangnya mengisyaratkan bahwa dia mempersilahkan Tejo duduk di situ. Sarah tersenyum. Dalam hatinya bertanya ada apa dengan keponakannya itu, kok canggung seperti dulu saat awal-awal dia baru datang.

Sungguh bagi Tejo saat itu lebih baik Sarah menyuruhnya keluar kamar saja ketimbang malah menyuruhnya mendekat. Tapi sambil melangkah dikuatkan hatinya.

“Tampaknya aku sudah tak bisa mundur lagi... Maju teruuuss...” Katanya dalam hati.

“Ini, susunya habis Tante...” Ucapnya lancar setelah duduk di dekat Sarah.

“Lho... Habis ya...? Kirain cukup buat 3 kali...” Jawab Sarah.

“Eee... Iya sih tadi sebenernya masih ada buat sekali lagi Tante.” Sahut Tejo.

“Nah, trus kemana? Tumpah ya?” Tanya Sarah.

Tejo hendak mengiyakan. Dia sudah siap berbohong tentang hal ini. Tapi entah kenapa, tiba-tiba muncul keberanian dalam dirinya untuk menjawab jujur.

“Tejo minum Tante...” Jawabnya polos. Hatinya pun berdebar menanti reaksi Tantenya.

Sungguh di luar dugaan, Sarah spontan tertawa geli mendengar jawaban Tejo. Tejo meringis.

“Aduuh... Serius kamu Jo? Kok bisa-bisanya kamu minum air susu Tante itu...? Bukannya Tante udah belikan susu buat kamu sendiri? Sudah habis memangnya?” Tanya Sarah bertubi-tubi setelah tawanya reda. Senyum lebar masih tersungging di bibir manisnya.

“Penasaran aja Tante...” Jawab Tejo cengengesan dengan muka memerah.

“Penasaran gimana?” Tanya Sarah lagi.

“Ya yang dibelikan Tante kan susu sapi...” Jawab Tejo.

“Ya iyalah... terus kamu penasaran ya rasanya ASI? Duh, kamu ini ada-ada aja Jo... Jatah Doni gitu loh kamu minuum...” Ujar Sarah gemas.

“Iya Tante, tadi Tejo cuma iseng aja... ga taunya kok malah sampe habis... Maaf ya Tante...” Ucap Tejo meminta maaf walau Tantenya itu sama sekali tidak menampakkan nada marah.


“Yah udah deh... Tapi gimana nanti kalo Doni haus, hayoo...? Tante belum bisa nyusuin nih... masih lemesss...” Ucap Sarah manja.

“Diperah lagi aja Tante...” Jawab Tejo enteng.

“Huuu... Kamu ini... Dipikirnya enak?” Ujar Sarah sambil mengusap-usap kepala Tejo dengan cepat hingga rambutnya berantakan.

Tejo meringis kegirangan, sambil merapikan rambutnya. Hatinya senang diperlakukan seperti itu oleh Sarah.

“Badan Tante ini masih pegal. Terutama leher ini loh yang paling sakit kalo masuk angin... Kalo merah susu kepalanya harus nunduk terus, Tante belum kuat...” Jelas Sarah. Tangannya diangkat memijit-mijit tengkuknya.

“Mmm... Biar Tejo bantu Tante...” Entah angin darimana yang membuat Tejo nekat mengucapkan itu tanpa ragu sedikit pun.

Sarah agak tercengang dalam hatinya melihat ponakannya yang mulai ‘nakal’ itu. Tapi dalam hatinya malah merasa gemas dan makin ingin menggoda Tejo lebih jauh.

“Iih kamu... bantu ngapain?” Tanyanya menggoda.

Tejo tersipu tak menjawab.

“Tejoo... kamu mulai genit yah? Kamu mau bantu memerah buah dada Tante iniii...?” Sarah mencubit Tejo gemas.

“I... iyaa Tante, kan kemarin Tante sendiri yang bilang...” Tejo meringis membela diri.

Cubitan Sarah yang tidak sakit seperti cubitan sayang baginya. Jantungnya mulai berdebar-debar lagi, kali ini karena terlampau bersemangat.

“Kamu ini... Jo...” Ucap Sarah lembut sambil membelai-belai rambut Tejo yang terdiam tidak berani menatapnya.

“Sebenarnya itu ide bagus Jo, Tante memang butuh bantuan, kalau Om kamu ada, pasti Tante udah minta ke dia... Tapi kalo sama kamu...?” Sarah idak melanjutkan ucapannya.

“Kenapa memangnya Tante...” Tanya Tejo berlagak polos.

Sarah tersenyum geli mendengarnya. Dipijitnya hidung Tejo gemas,

“Kamu ini udah gede Jo...!” Ucapnya. Sarah sebenarnya sedang mempermainkan perasaan Tejo.

Dari tadi tangannya melancarkan ‘serangan maut’ mengusap-usap kepala Tejo, mengelus rambutnya, mencubitnya, menepuk-nepuknya, kini bahkan memijit hidungnya. Belum lagi ditambah senyum manis yang bertubi-tubi dilemparkan pada Tejo dari tadi.

“Kamu udah remaja sekarang. Udah pernah ‘ngimpi’ kan Jo? Kapan pertama kali?” Tanya Sarah serius.

“Ee...Ngimpi apa...? Ooh maksud Tante mimpi basah?” Tejo balik bertanya.Wajahnya merah padam tak menyangka Tantenya bakal menanyakan hal itu.

“Ya iya...” Jawab Sarah. “Udah kan?” lanjutnya mengulang pertanyaan.

“Ya... Udah Tante...”

“Kapan pertama kali?”

“Yaa... Ga tahu Tante udah lama deh, pas SD...”

“Nah lo, malah udah sejak SD...!”

Tejo terdiam. Sarah juga ikut diam sejenak memikirkan kata-kata yang akan dilontarkannya lagi.

“Artinya kamu udah matang Jo... Udah punya nafsu kamu...” Sarah menerangkan dengan serius.

“Coba Tante tanya, gimana menurutmu Tante ini?” Tanyanya kemudian.

“Ee... maksudnya? Tante... Ya Tante orangnya baik...?” Jawab Tejo masih terbata bata belum tahu arah pembicaraan Tantenya.

“Bukan gitu...” Sarah tertawa kecil. “Maksudnya secara fisik, bagaimana penilaian kamu sebagai laki-laki dewasa terhadap Tante sebagai seorang wanita dewasa... Bagaimana kamu memandang Tante?” Tanya Sarah lagi.

“Ta... Tante cantik...?” Jawab Tejo agak ragu.

Sarah tersenyum. “Hanya itu?”

“Mmm...” gumam Tejo bingung mau jawab apa.

Sebenarnya dengan ditanya begitu ingin sekali ditumpahkan perasaannya saat itu juga. Tapi dia segan dan ragu, di samping menerka-nerka apa sebenarnya maksud Tantenya itu.

“Jangan malu... Hayo...?” Sarah mengusap-usap rambut Tejo lagi seperti hendak memunculkan keberaniannya.

“S... Seksi Tante...!” Jawab Tejo sambil meringis.

“Haa...?” Sarah berlagak tak mendengar.

“Iya... Tante seksi. Cantik dan seksi!” Ucap Tejo lagi kali ini mantap.

Sarah tertawa kecil. “Apa selama ini cuma itu yang kamu pikirkan tentang Tante?” Ucapnya. “Tante tahu, bukannya sombong ya Tante sadar dengan kecantikan Tante. Dulu Om kamu itu banyak saingannya loh... Memperebutkan Tantemu ini. Hi hi hi...”

Tejo mangut-mangut.

Sarah melanjutkan, “Tapi kalau cuma cantik dan seksi... Mmm...” Kalimatnya terputus. Dia bingung bagaimana menjelaskan maksudnya.

“Sekarang gini aja... Tante tanya, gimana menurutmu kulit Tante?” Tanya Sarah lagi.

Tejo berpikir sebentar, tapi kemudian dia tak ragu lagi.

“Putih dan mulus...” Jawabnya malu-malu mupeng.

Sarah tersenyum. “Nah begitu, kalo body Tante gimana?” Kerlingnya.

“Yaaa... Itu tadi, seksi...” Sahut Tejo tak bisa menemukan kata lain.

Sarah tertawa, “Oh iya...” Ucapnya.

Tejo jadi ikut tertawa.

“Yaa ya... sudah deh nanti Tante malah kege-eran... Tapi kamu dah paham kan maksud Tante? Kamu itu udah gede, naluri seksualmu pasti udah tumbuh. Wanita dewasa dan bagian-bagian tubuhnya menjadi sangat menarik dan merangsang buat kamu... Iya kan? Buktinya kemarin kamu nonton DVD porno... Kamu bilang penasaran. Lha iya memang begitu fitrahnya. Tante juga wanita dewasa. Bukannya ge-er, tapi Tante tahu kok selama ini kamu mengagumi Tante. Kamu suka curi-curi pandang ke Tante, terutama kalo Tante lagi nyusuin si Doni... Tante nggak marah karena emang begitu normalnya. Kecuali kamu homo...” Jelas sarah panjang lebar.


“Buah dada memang salah satu bagian dari wanita yang paling menarik bagi laki-laki di samping wajahnya. Kalo wajah kan selalu terlihat... Sementara buah dada selalu tersembunyi, jadi memang menjadi misteri yang menyenangkan bagi laki-laki, dan sensasinya jauh lebih besar kalo sudah bisa melihatnya.” Lanjut Sarah masih panjang lebar.

“Itulah sebabnya Tante ragu kasih kamu memerah buah dada Tante Jo... Tante ga berani...” Pungkasnya.

Tejo menelan ludahnya. Mendengar Sarah mengucap ‘buah dada’ berulang kali saja sudah membuat jantungnya blingsatan.

“Memangnya kenapa Tante?” Tejo bertanya lugu.

“Halah, masih nanya juga kamu udah dijelasin juga... Jo, kamu bukan hanya bakal melihat buah dada Tante telanjang tapi juga menyentuhnya Jo... Bahkan meremas-remas... Itu terlalu beresiko!” Jawab Sarah gemas.

“Tapi Tejo kan ga mungkin macem-macem Tante... Kan sama Tante sendiri.” Jawab Tejo meyakinkan.

Sarah terdiam. Dipandangnya wajah Tejo yang ngenes.

“Duuh, kamu ini benar-benar kepingin yaa...?” Tanya Sarah pelan. Dibelainya lagi kepala Tejo.

“I... Iya Tante...” Jawab Tejo tercekat. Matanya memandang Sarah penuh harap.

“Kamu belum punya pacar Jo?” Sarah mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Duh, ga kepikiran Tante... Lagian sejak kenal Tante rasanya cewek lain jadi ga menarik di mata Tejo...” Jawab Tejo polos.

“Waduuh, malah sudah berani merayu kamu ini... Ini Tantemu Jo...!” Tawa Sarah meledak.

Tejo seketika tersipu. Dia sama sekali tidak ada maksud merayu tadi. Ucapannya benar-benar apa adanya.

Tiba-tiba mimik Sarah berubah serius, ditatapnya mata Tejo dalam-dalam.

“Jo.....” Ucapnya.

“Ya Tante?” Sahut Tejo berdebar-debar.

“Gimanapun Doni memang butuh ASI... Kamu... Kamu bener ya janji ga macem-macem?” Tanya Sarah agak terbata. Diam-diam dia sendiri juga mulai terangsang.

“Janji Tante!” Jawab Tejo mantap.

Sarah terdiam sesaat. Berdebar-debar Tejo dibuatnya.

“Ya udah, kamu ambil wadah sana...” Akhirnya Sarah memberi instruksi.

“Ja... Jadi Tante...?” Sahut Tejo seperti tak percaya. Dalam hatinya seketika berteriak girang seperti orang yang baru menang lotre.

“Tapi ingat loh Jo...! walau kamu nanti terangsang dengan buah dada Tante, ini demi Doni. Bukan buat pelampiasan nafsu kamu. Kamu kontrol diri ya, ingat Oom kamu...!” Ucap Sarah mengingatkan.

“Siap Tante!” Sahut Tejo sambil melesat keluar kamar mengambil wadah yang diminta Tantenya.

Sarah diam terpaku di atas ranjang. Dirinya juga berdebar membayangkan apa yang sebentar lagi bakal terjadi. Ada perasaan grogi menyelinap, di samping nafsunya juga mulai meluap-luap.

“Aah Tejo, gak nyangka secepat ini kamu sudah bisa menjamah Tante.” Ucapnya dalam hati.

Kalau saja di dapur ada kamera tersembunyi, tentu polah Tejo yang melompat-lompat kegirangan seperti orang yang lupa diri akan terekam. Ya, begitulah Tejo saat Sarah tak lagi melihatnya di luar kamar. Kegembiraannya teramat sangat, bahkan ingin rasanya dia teriak, tapi urung karena tentu Sarah bakal mendengarnya.

“Yess, datang juga hari ini...!” Pekiknya dalam hati.

Dengan membawa wadah yang dibutuhkan Tejo segera kembali ke dalam kamar. Dilihatnya Sarah duduk pasrah di tepi ranjang. Sarah menoleh, senyumnya tersungging lagi.

“Ahh Tante...” gumam Tejo dalam hati dengan gemas.

Tak membuang waktu Tejo segera duduk di ranjang berhadapan dengan Sarah. Untuk sesaat keduanya tampak canggung. Tapi Sarah segera angkat bicara.

“Siap Jo...?” Ucapnya tersenyum menggoda.

“Y.. ya Tante...” Tejo tampak grogi.

“Yang lembut ya...?” Melihat Tejo yang grogi Sarah malah makin gemas menggodanya.

“I... iya Pasti Tante!” Tejo makin blingsatan.

“Tante tahu ini saat teristimewa bagimu...” Sarah makin nekat menggoda.

Tejo terdiam.

“Ini pertama kalinya kamu lihat payudara secara langsung kan?’ Tanya Sarah.

Tejo mengangguk cepat.

“Nah, Tante ingin kasih yang spesial buat kamu...” Kerling Sarah. “Sekarang Tante kasih kamu kesempatan, kamu yang buka baju Tante...” Tantangnya.

Edan. Sarah seperti lupa kata-katanya sendiri. Padahal tadi dia minta pada Tejo untuk mengontrol diri dan tidak menganggapnya sebagai pelampiasan nafsu, tapi kini malah dia sendiri menggodanya seperti itu. Tejo sendiri jelas terkesiap mendengar kata-kata Sarah. Jakunnya naik turun, tapi belum juga berani bergeming.

“Nah lo, sekarang malah kamu yang malu-malu... Hi hi hi...” ucap sarah

Sarah membelai pipi Tejo, diangkat dan ditolehkannya kepala Tejo yang dari tadi menunduk supaya menghadap dirinya. Kemudian Sarah membuka 1 kancing paling atas piyamanya lantas diam menunggu Tejo untuk meneruskannya.

Tejo yang paham apa yang dikehendaki Tantenya mulai memberanikan diri. Dengan gemetar tangannya mulai melolosi kancing piyama Sarah satu demi satu. Nafasnya menderu. Dalam hatinya geregetan sekali dia pada Tantenya. Serasa ingin langsung ditubruk dan digagahinya. Inilah yang selalu dia bayangkan saat Anton mengunjungi Tantenya itu. Bayangan yang selalu menyiksa dirinya, tentang bagaimana Anton menelanjangi Tantenya.


Kini peran itu dimainkan olehnya. Sekarang dia yang jadi bintangnya! Tejo berhenti di kancing ketiga. 2 kancing paling bawah dibiarkannya tetap mengancing. Nafasnya makin memburu. Keberanian makin muncul dalam dadanya. Dibukanya piyama Sarah dengan menyibak bagian kerahnya dan memelorotkannya dengan cepat dari atas melewati bahunya hingga berhenti di tengah lengannya. Sarah tentu saja kaget.

“Kyaaa...!” Kedua payudaranya langsung melompat keluar karena dia tak mengenakan BH.

Tejo terkesiap melihat pemandangan yang begitu indahnya itu. Pemandangan yang selama ini menghantui jiwa remajanya, yang menjadi impian tiap laki-laki untuk memandangnya, kini terpampang jelas di hadapannya tanpa halangan apapun. Detak jantungnya mengencang bak dentuman meriam. Nafasnya tercekat, tenggorokannya menjadi gersang, dan yang pasti ‘adik kecil’nya langsung terbangun dengan tegangan super tinggi.

Tejo merasa betapa beruntungnya dirinya. Pengalaman pertama melihat payudara wanita, dirinya langsung mendapat kualitas nomor satu. Payudara Sarah memang benar-benar sempurna. Besar, namun padat dan kencang sehingga putingnya yang mungil mengacung seperti menantang minta segera dihisap. Putih tanpa noda, mulus tanpa cacat.

“Ahh...” Sarah mendesah lirih merasakan angin dingin AC menerpa kulit payudaranya yang terbuka bebas.

Bulu kuduknya berdiri seketika. Debar jantungnya juga makin keras seperti halnya Tejo. Naluri ekshibisionisnya hari ini naik ke level yang lebih tinggi dengan mempertontonkan kedua payudaranya dengan bebas tepat di hadapan keponakannya sendiri yang buruk rupa itu.

Awalnya Sarah mengira Tejo hanya akan menyingkap piyamanya saja. Tak disangka Tejo telah membuka dirinya dengan cara seperti itu. Bagian pundak hingga dada Sarah kini terekspos. Secara spontan dia menyilangkan kedua tangannya di dada.

“Kenapa dibuka dua-duanya Jo...? Nakal iih... Satu aja...” Ujarnya.

“Hari ini Tejo mau memeras Susu yang banyak...!” Jawab Tejo nakal.

“Satu aja cukup Jo...” Ucap Sarah tersenyum.

Ditariknya piyamanya supaya menutupi lagi pundaknya yang terbuka. Tejo buru-buru mencegahnya.

“Jangan Tante pliss...” Ucapnya ngenes. Dia tak ingin pemandangan itu segera berakhir.

Sarah langsung mencubit pipinya, “Nah lo, mulai nakal... Tante ini bukannya mau memuaskan nafsu kamu Jo. Hayo, tadi katanya janji mau kontrol diri...?! Lagian dingin kan, nanti Tante sakit lagi...” Sahutnya tegas.

Tejo tidak berani membantah. Geregetan perasaannya dengan sikap Sarah yang main tarik ulur itu. Sarah sendiri dalam hati juga menikmati permainannya itu. Dia tahu Tejo tentu terangsang berat saat itu.

“Kamu suka Jo?” Tanya Sarah pelan.

“I.. Iya Tante, suka sekali...” Jawab Tejo polos.

Sarah tersenyum mendengarnya. Dielusnya lagi kepala Tejo.

“Tante tahu betapa menariknya buah dada Tante buat kamu. Dan Tante nggak marah, justru itu menunjukkan kalo kamu laki-laki normal. Walaupun niat kita menyediakan ASI buat Doni, Tante tahu bagaimanapun juga nafsu kamu pasti tetap muncul. Kamu pasti terangsang kan? Itu resiko yang Tante ambil dan Tante harap kamu ikut jaga kehormatan Tante... Oke?” Ucap Sarah, mencoba memainkan peran sebagai Tante yang bijaksana.

Tejo pun mengangguk tanda menurut.

“Nah ayo dimulai Jo...” Ucap Sarah tersenyum menggoda. Manis sekali.

Tejo mulai mengulurkan tangannya.

Waktu seakan berhenti saat jemarinya menyentuh kulit payudara Sarah. Bahkan jantungnya sendiri pun seolah berhenti berdenyut. Tejo tidak langsung menggenggam payudara itu. Dia terlebih dulu mengelusnya dengan lembut, ingin merasakan kehalusan kulit tantenya.

Sarah merinding saat merasakan kulit payudaranya bergesekan dengan jemari Tejo yang kasar. Dia membiarkan Tejo mengelus-elus payudaranya untuk beberapa saat. Dipandangnya wajah Tejo yang tampak tegang.

“Puas-puasin deh Jo rasa penasaran kamu dengan payudara Tante...” gumamnya dalam hati.

Sesaat kemudian, “Kok malah dielus-elus Jo, ayo mulai diperas ASI Tante...” Ucapnya.

Tangannya meraih tangan Tejo dan digenggamkannya pada payudaranya. Dia pun membimbing tangan Tejo dengan gerakan meremas.

“Begini caranya Jo...” Jelasnya.

Sarah mengajarkan gerakan mengurut dan memeras dengan 2 jari hingga air susunya pun mulai keluar. Tejo benar-benar takjub melihat air susu yang mengucur keluar dari puting susu Tantenya itu. Sarah melepaskan tangannya dan menyandarkan tubuhnya.

Tejo mengerti, dia pun segera meneruskan memeras payudara Sarah. Air susu Sarah yang mulai mengucur deras ditampungnya di wadah yang telah disiapkan.

“Curr... Cuurr... Cuurrr...” 

Sarah memejamkan matanya dan menggigit bibirnya. Bagaimanapun dia juga merasakan sensasi dari remasan tangan Tejo pada payudaranya.

“Aah... Jo jangan terlalu kencang, sakit...” Desah Sarah manja.

“Iya Tante... Maaf...” Tejo tersipu menyadari dirinya yang terlalu bersemangat.

“Pelan aja ya sayang...” Ucap Sarah lagi.


Lagi-lagi perasaan Tejo dilambungkan oleh godaan Sarah yang memanggilnya dengan sebutan "sayang". Makin gemas dia melumat payudara Tantenya itu dengan tangannya. Betapa menakjubkannya gumpalan payudara itu. Bentuknya sangat sederhana tapi bisa membuat semua laki-laki mabuk kepayang, blingsatan, hingga lupa diri.

“Duh.., benda ginian aja kok nggemesin banget... Hiiih...!!! Oh mai gat... indahnyaaa...!!!" Ingin rasanya Tejo teriak. Tanpa sadar Tejo terlalu keras lagi meremasnya.

“Ouuuhhh... Joooo, pelan...!” Sarah mendesah panjang. Matanya mulai sayu.

Lenguhan Sarah terdengar merdu sekali di telinga Tejo. Penisnya pun makin meronta di balik celananya.

“Maaf Tante... Habis gemas...” Tejo meringis seperti tanpa dosa.

“Kamu ini... mau memerah susu apa mau mencabuli Tante sih...?” Sarah merengut manja.

Sekali lagi Tejo takjub mendengar kata-kata “mencabuli” dari bibir Tantenya itu. Hatinya teriak, “Iyaa Tante, Tejo pingin mencabuli Tante sekarang jugaa...!” Tapi tentu saja kalimat itu tidak sampai keluar dari mulutnya.

Dengan pelan dan telaten Tejo meneruskan lagi memerah ASI dari payudara Sarah. Sedikit demi sedikit wadah yang dibawanya pun mulai penuh. Sarah diam saja sambil tetap menyandarkan tubuhnya. Posisinya terlihat seperti sedang pasrah. Kalau saja Doni terbangun dan bisa berpikir, tentu dia akan takjub melihat pemandangan yang ganjil itu.

Mamanya yang cantik jelita bersandar pasrah sementara payudaranya yang putih mulus diremas-remas oleh tangan Tejo yang kasar dan hitam legam. Sesekali Sarah terlihat meringis dan menggigit bibir karena Tejo masih saja kerap meremas terlalu kencang.

Tapi dirinya tidak lagi memprotesnya. Diam-diam sesungguhnya dia pun menikmatinya. Tak lama kemudian wadah yang dibawanya pun penuh dengan air susu Sarah. Tejo menghentikan perasannya. Diambilnya tisu dan diusapnya puting susu Sarah yang basah.

“Sudah Jo?” Tanya Sarah. Tubuhnya menggelinjang merasakan geli di putingnya yang disapu tisu.

“Iya Tante, ni yang satu udah penuh...” Tejo yang masih gemas pada payudara Sarah ternyata sudah menyiapkan wadah kedua. Lho... Sarah jelas tidak menyangka, tapi dirinya malah tertawa geli.

“Ya ampun Tejo, kamu bawa 2 wadah? Buat apa banyak-banyak Jo, 1 aja cukup...!” Ujarnya gemas.

“Buat persediaan Tante...” Jawab Tejo meringis. Tapi dirinya ragu juga untuk meneruskan karna tampaknya Sarah keberatan.

“Itu kan sudah bisa buat 2 kali Jo... Lagian nanti kalo habis kan bisa diperah lagi...” Ucap Sarah lembut.

Tejo terdiam. Jelas sekali dia menahan sesuatu yang hendak disampaikannya. Mungkin karena takut.

Sarah yang mengamati raut muka Tejo pun memahami.

“Kamu mau perah buat kamu sendiri ya? Hayo...?” Terkanya.

Muka Tejo memerah. Sebenarnya dia hanya ingin lebih lama lagi menikmati kemulusan dan kekenyalan yang terasa di tangannya saat menjamah payudara Tantenya itu. Tapi dirinya pun mengangguk mengiyakan.

“He eh Tante... Bo..leh kan Tante?” Tanyanya ragu.

Lagi-lagi Sarah tertawa geli. “Kamu ini ada-ada aja Jo... Tante beliin kamu susu sapi, jarang sekali kamu minum. Eh, sekarang kamu malah ketagihan susu Tante...” Ucapnya sambil mengacak-acak rambut Tejo karena gemas.

Tejo hanya meringis saja. Dirinya masih belum berani bicara.

“Ya udah deh Tante kasih...” Akhirnya Sarah memutuskan. “Tapi, secukupnya saja ya...?” Kerlingnya.

Tejo pun sumringah, “Baik Tante...” Sahutnya cepat.

Sarah tersenyum geli. Tubuhnya pun bersandar lagi mempersilahkan Tejo melanjutkan. Tejo tidak buang waktu. Disingkapnya piyama Sarah yang menutupi payudaranya yang 1 lagi. Sarah langsung memprotesnya,

“Nah lo, kok dibuka lagi Jo...? Nakal banget sih kamu...” Ujarnya pura-pura mengomel.

“Ka... Katanya boleh 1 lagi Tante...?” Jawab Tejo ngeles.

“Kan biar imbang Tante, kalo ga pindah susu nanti yang 1 kosong, yang 1 penuh kan jadi berat sebelah...” Lanjutnya. (Masuk akal, biar tidak "BERAT SEBELAH")

Sarah langsung tertawa geli mendengar logika Tejo yang lugu itu. “Huuu...! Sok tahu kamu Jo...!” Dicubitnya pipi Tejo dengan gemas.

“Ya udah deh terserah kamu... Dasar genit!” Lanjutnya. Bagaimanapun juga pada akhirnya Sarah membiarkan saja apa mau Tejo.

Tidak heran memang kalau Tejo terobsesi menelanjangi seluruh dada Tantenya itu. Payudara tentu jauh lebih indah bila tampil sepasang ketimbang hanya sebelah. Tejo hanya mesam-mesem saja melihat tingkah Tantenya yang sok jual mahal itu.

Dia pun mulai nekat. Sebelum mulai memeras, dia menyingkap lagi bagian atas piyama Sarah yang masih menutupi bahunya. Dengan 1 gerakan, bahu Sarah pun terbuka lagi. Sarah langsung bergidik merasakan angin AC yang kembali menerpa tubuhnya.

“Iiih Tejo...!” Protesnya.

“Biar leluasa Tante...” Tejo berdalih.

“Dingiin Joo...” Keluh Sarah.

“AC-nya dikecilin aja Tante...” Usul Tejo.

Tanpa minta persetujuan Sarah dia sendiri langsung meraih remote AC dan menekan tombol untuk menaikkan suhu. Sarah terdiam menyaksikan ulah keponakannya yang mulai nakal itu. Piyamanya yang masih terbuka separuh dan menggantung di lengannya pun ia lolosi hingga terlepas sepenuhnya. Kemudian piyama itu dilemparkannya ke wajah Tejo dengan gemas.

“Niih... Puaas...? Puaaass...?” Serunya menirukan Tukul Arwana.


Tejo jelas terkesiap melihat Tantenya yang kini bertelanjang dada. Dia tak berani menjawab, hanya menelan ludah berkali-kali.

“Gila... Betapa mulus dan betapa sempurnanya...” Puja Tejo dalam hatinya.

Ingin sekali dijelajahi dan dielusnya seluruh tubuh Tantenya itu. Darah Sarah juga makin berdesir kencang di dalam dadanya. Dia sendiri tak menyangka akan berbuat sejauh itu. Tapi ada semacam perasaan lega dan puas sekali dalam dirinya saat itu. Terjadi keheningan sesaat yang membuat mereka berdua merasa canggung satu sama lain. Akhirnya karena tidak tahan Sarah pun angkat bicara.

“Hayo dimulai lagi... Kok malah bengong? Kalo kamu cuma mau melototi tubuh Tante, tak usah yaa...! Tante pakai lagi lho piyamanya!” Ujarnya.

Tejo tersentak. “I... Iya Tante!” Jawabnya.

Dengan sigap Tejo mulai memerah payudara Sarah yang satunya. ASI murni nan jernih pun mulai mengucur deras dari puting susu Sarah yang bersandar terdiam. Dirasakannya Tejo masih saja kerap meremas payudaranya dengan kasar. Tapi dia enggan memprotesnya lagi. Lagipula dirinya juga mulai merasakan keenakan dari sensasi itu.

“Aaahh...” Desahnya lirih.

Mendengar itu Tejo spontan memperlunak remasannya. “Sakit Tante? Tejo terlalu kencang ya...?” Tanyanya prihatin.

“Eh ng... Nggak Jo, terusin aja...” Jawab Sarah dengan muka memerah. Ada perasaan malu menyelinap. Desahan tadi keluar spontan saja, tak diduganya Tejo ternyata memperhatikan.

Adegan pemerahan susu itu pun berlanjut. Suasana kamar menjadi hening karena tak satupun di antara mereka yang bersuara. Yang ada hanya suara derasnya kucuran air susu Sarah yang tertampung dalam wadah. Baik Sarah maupun Tejo, sama-sama saling meresapi fantasi dan kenikmatannya masing-masing. Lama kelamaan Tejo pun makin tidak konsentrasi dengan pekerjaan memerahnya.

Perahan pada payudara Sarah untuk mengeluarkan ASInya membutuhkan gerakan mengurut yang konsisten. Sementara gerakan tangan Tejo sendiri makin bervariasi, dari meremas, mengelus, bahkan memelintir-melintir puting susu Sarah dengan gemas. Jelas air susu Sarah tidak keluar lagi. Tejo bukannya tidak menyadari hal itu, namun dia tidak peduli. Padahal wadah yang dibawanya baru terisi separuh.

Sarah sebenarnya juga merasakan bahwa gerakan tangan Tejo mulai ‘ngaco’. Tapi dia sendiri malah mendiamkannya. Ada kepuasan tersendiri dari membiarkan jiwa remaja Tejo melampiaskan rasa gemas dan penasaran pada payudaranya.

Dia sendiri juga sedang melampiaskan kecenderungan ekshibisionisnya, dan kejadian hari ini sungguh memuaskan dirinya. Perasaan itu terus bergejolak, terus memuncak dan makin memuncak, makin memuncak, hingga akhirnya...

“Aaahhh... hhh...” Tubuh Sarah menggelinjang hebat. Dirinya mengalami orgasme hanya dengan rangsangan di buah dadanya. Cairan cintanya memancar dengan deras di dalam rahimnya hingga membanjirinya.

Tejo tersentak. Remasannya spontan terhenti. Disaksikannya tubuh Tantenya yang melemas seakan seluruh tulang dalam tubuhnya dilolosi satu persatu. Tejo tidak menyadari bahwa Tantenya itu sedang mengalami orgasme. Dirinya pun khawatir, wajahnya memucat merasa telah melakukan kesalahan.

“T... Tante gapapa? Tante capek ya? Maafin Tejo Tante...” Ucapnya gugup.

“Nggak Jo, Tante gapapa kok...” Jawab Sarah sambil tersenyum.

Wajahnya terlihat sendu. Matanya yang sayu menatap Tejo. Dielusnya lembut tangan Tejo yang barusan memeras payudaranya. Tejo terkesima memandang wajah Sarah yang sayu namun memancarkan ‘kharisma’ keayuan tersendiri. Dirinya pun tak sanggup berkata.

“Jo...” Gumam Sarah lirih.

“Iya Tante?” Jawab Tejo.

“Kalo udah, udah ya...” Ucap Sarah tersenyum. Dielusnya pipi tejo dengan perasaan sayang.

Tejo pun tersipu.

“Jangan keterusan Jo, ga bakal ada habisnya kamu mainin buah dada Tante. Kamu menyiksa diri sendiri kan dengan begitu...? Udah sana buruan dibuang, biar plong...” Lanjut Sarah bijaksana.

Muka Tejo makin memerah mendengarnya. Tantenya ternyata mengerti betul apa yang dirasakannya. Gejolak dalam dadanya. Dia pun perlahan bangkit.

“Iya Tante...” Jawabnya lirih.

“Sana di kamar mandi Tante aja... Tapi disiram ya?” Ucap Sarah.

Tejo menurut. Ditaruhnya kedua wadah yang berisi air susu Sarah di atas meja dan dirinya segera ngeloyor ke kamar mandi.

Sarah melihat ke 2 wadah itu. Satunya penuh dan satunya hanya terisi separuh. Dia pun hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala. Puas sekali dirinya sudah menyuguhkan dirinya pada keponakannya sendiri yang baru berumur belasan itu.

Dia terdiam sejenak, namun kemudian pikirannya mulai membayangkan Tejo yang sedang coli di kamar mandinya. Darahnya pun berdesir kembali. Tanpa mengenakan piyamanya lagi ia pun bangkit menuju kamar mandi. Penasaran dia ingin menonton pertunjukan Tejo yang sedang menguras amunisinya di situ.

Tejo yang sedang berkonsentrasi mengocok batangnya sama sekali tidak menyangka Sarah muncul dengan bertelanjang dada. Tantenya itu hanya berdiri di pintu kamar mandi, menatapnya sambil tersenyum manis. Namun karena mungkin setan sudah menguasai kepalanya, hal itu sama sekali tidak mengusik Tejo. Justru pemandangan Tantenya yang telanjang dada itu makin memicu kocokannya.

“Aahh... Tanteee...” Desahnya sambil menatap tubuh telanjang Sarah.


Perasaan Sarah bergolak lagi melihat bagaimana Tejo onani sambil melihat tubuh telanjangnya. Dirinya merasa seksi sekali dengan begitu. Terlebih lagi dia benar-benar takjub melihat ukuran penis Tejo. Sungguh tidak disangka penis keponakannya itu berukuran super. Tangan Tejo sendiri bahkan terlihat tidak cukup untuk menggenggamnya.

Panjangnya mungkin 2 kali genggaman tangan Tejo. Mata sarah berbinar memandang batang berurat itu diurut maju mundur dengan tangan kecil Tejo. Kepalanya jamurnya yang mengkilat terlihat merah padam seakan semua darah di tubuh Tejo berkumpul di situ.

Timbul kerinduan luar biasa dalam dirinya pada ‘batang ajaib’ milik laki-laki itu. Bayangan penis-penis semua pria yang pernah menidurinya pun berseliweran dalam benaknya. Wajah Sarah memerah menyadari Tejo yang sedang memandanginya. Keponakannya itu tentu menyadari matanya tadi terpaku pada penis miliknya.

Senyum manisnya pun mengembang dan dihadiahkan pada Tejo seakan mengatakan, “Kereen Jo... Kamu punya barang bagus!”

Dihadiahi senyuman maut itu Tejo pun tak kuasa menahan laharnya yang sudah di ujung. Kocokannya dipercepat, dan...

“Crroottz...! Crroott...! Crroott...!”

Sperma Tejo muncrat berkali-kali membasahi dinding kamar mandi Sarah. Lagi-lagi Sarah dibuat takjub melihat kekuatan orgasme Tejo.

Padahal antara Tejo berdiri dan dinding kamar mandinya berjarak lebih dari 1 meter. Namun sperma Tejo mampu muncrat begitu jauh hingga mencapai dinding itu. Tak setetes pun yang jatuh mendarat di lantai kecuali yang sisa-sisa akhir saja.

Dihitungnya ada 5 kali semburan yang bertubi-tubi pada dinding kamar mandinya. Semuanya berwarna putih dan kental. Benar-benar orgasme yang luar biasa. Sarah sampai ikut berdebar melihatnya. Dia pun menyadari bahwa hari ini dirinya telah menghadiahi Tejo dengan sesuatu yang sangat luar biasa istimewa. Bangga sekali dirinya memikirkan hal itu.

“Tejoo... Tejoo... Cepet cari pacar gih...!” Candanya.

Tejo hanya tersipu tanpa menjawab. Dia sibuk menyiram spermanya hingga bersih. Sarah pun beranjak meninggalkannya. Dirasakannya tubuhnya mulai panas dingin lagi, mungkin gara-gara nafsunya yang bergejolak. Piyamanya dikenakan lagi sebelum dia kemudian beringsut kembali di balik selimutnya.

Setelah itu Sarah masih memuaskan diri bermalas-malasan sepanjang hari, sementara Tejo sendiri makin bersemangat mengerjakan tugas-tugas rumah tangga menggantikannya. Hingga hari berakhir, tak ada lagi obrolan atau peristiwa yang ‘menjurus’ di antara keduanya.

Baik Sarah maupun Tejo pun saling bersikap wajar seolah pagi tadi tak terjadi apa-apa. Saat Doni bangun, ASI yang cukup untuk diminum seharian pun telah siap. Selain itu Tejo juga yang memandikannya, mengajaknya bermain, menyiapkan makan dan menyuapinya.

Hari Kedua,

Keesokan harinya. Sarah masih meminta Tejo untuk tak masuk sekolah dulu. Meskipun urusan Doni sudah bisa ditanganinya sendiri, dia belum mau ditinggal sendirian di rumah. Tejo masih sering dimintai tolong mengambilkan ini-itu saat Sarah mengurusi Doni. Dari menyiapkan air hangat, handuk, popok, bedak, dan lain-lain. Sarah masih mudah kecapekan kalau semua itu harus ditanganinya sendiri.

Di samping itu, urusan kebersihan rumah juga masih dibebankan kepada Tejo. Menjelang siang saat semua sudah beres, Sarah bersantai-santai menemani Doni bermain-main di ruang tengah. Tejo yang baru selesai mandi ikut duduk di situ namun tidak berkata apa-apa.

Dirinya seperti menunggu-nunggu kejutan apa lagi yang akan dia dapatkan dari Tantenya yang seksi itu. Wajah Sarah tampak cerah dan segar. Agaknya kondisinya benar-benar sudah pulih seperti sedia kala. Tak bosan-bosannya Tejo memandangi dan mengaguminya.

“Sarapan gih Jo...!” Karena merasa diamati oleh Tejo, Sarah pun angkat bicara.

“Iya Tante...” Tejo mengiyakan tapi enggan beranjak.

“Habis sarapan kamu belajar ya Jo? Yah baca-baca dikit lah... Kamu kan udah 3 hari ini bolos sekolah. Tante gak mau kamu ketinggalan pelajaran loh Jo...” Ucap Sarah lagi.

Tejo manggut-manggut saja.

Meski dia cukup bagus dalam pelajaran ada kalanya juga dia malas belajar. Dan saat-saat sekarang ini justru sedang malas-malasnya dia membuka buku pelajaran. Terlebih, berduaan dengan Tantenya yang membuat pikirannya sering melayang dan susah konsentrasi. Walau bagaimanapun, Tejo tetap tak berani membantah Sarah. Dia pun beranjak. Saat sarapan Tejo tak banyak makan.

Dirinya seperti tak bernafsu. Atau lebih tepatnya, ‘nafsu’ lainnya lebih berbicara ketimbang nafsu makan. Apalagi saat dia harus diam di kamar membaca buku. Tak satupun bab pelajaran yang masuk ke dalam otaknya. Dia pun lebih banyak tiduran dan melamun, namun tak keluar kamar. Paling tidak Tantenya mengira dia sedang belajar di dalam kamar. Beberapa saat kemudian, merasa sudah lama di dalam kamar Tejo pun tidak betah lagi.


Dilihatnya jam dinding, “Buseet, ternyata waktu baru berlalu sejam...” Keluhnya dalam hati. Padahal dirinya merasa seakan sudah berjam-jam dia di dalam kamar.

Tapi persetan, gumamnya.

Dia pun melangkah keluar kamar. Kalau Tantenya menanyakan, dia akan menjawab bahwa dia sudah belajar. Betapa girangnya Tejo, di luar kamar dia menjumpai Sarah sedang menyusui Doni. Sekali lagi dia mendapat pemandangan mulusnya kulit buah dada Tantenya itu. Agaknya dari ke hari pujaan dirinya terhadap Tantenya itu bukannya surut, tapi malah makin menjadi.

“Cepet amat belajarnya Jo?” Sarah langsung bertanya begitu melihat Tejo.

Sama sekali bukan pertanyaan menghardik. Malahan seperti biasa Sarah melemparkan senyuman manisnya, seperti hendak mengatakan,

“Ya sudah kalo sedang tidak ingin belajar ya tak apa.” Itulah sebabnya Tejo tak jadi berbohong menjawab pertanyaan Sarah itu. Dengan polos dia menjawab,

“Susah konsentrasi Tante...” Dan jawaban itu ternyata memancing tawa Sarah.

“Ya ampun Jo, awas loh nilai kamu turun...” Ucapnya. “Itulah sebabnya kemarin Tante ragu ngasih kamu buah dada Tante...!” Lanjut Sarah.

“Yang kayak begitu memang sebenarnya ga baik buat kamu yang masih remaja. Kalo bayangan-bayangan porno sudah masuk ke otak, susah banget ngilanginnya, akibatnya ya itu kamu jadi susah konsentrasi... Pikiran-pikiran kamu yang harusnya dicurahkan ke pelajaran malah teralih ke hal-hal yang mesum... Kalo saja kemarin bukan karna demi Doni, Tante pasti tegas sama kamu.”

Sarah terus menyerocos panjang lebar. Tejo tersipu mendengarnya, walaupun sudah tidak surprise lagi dengan kalimat Tantenya itu.

“He he iya Tante... Nah itu sekarang sudah bisa nyusuin Doni, berarti ga ada acara memerah susu lagi dong Tante...?” Ucap Tejo nakal.

“Idiih kamu ini baru dibilangin malah udah genit...!” Sahut Sarah seraya mencubit lengan Tejo.

Tejo menghindar sambil meringis.

“Trus yang kemarin masih sisa loh Tante...” Ucapnya.

“Kamu minum aja... Katanya doyan?” Jawab Sarah sekenanya.

“Ya udah Tejo minum ya...” Tejo beranjak ke ruang makan mengambil air susu Sarah yang tersisa di dalam lemari es.

Setelah menuangkannya dalam gelas, dia pun balik lagi duduk menemani Sarah yang masih menyusui Doni di ruang tengah. Tejo meringis mesum padanya, tapi Sarah berlagak tak memperhatikannya. Untuk sesaat keduanya duduk tanpa memulai obrolan. Pikiran Tejo juga sudah sibuk berfantasi.

“Wah ini peristiwa unik,” pikirnya.

Dia, Sarah dan Doni duduk berkumpul.

Baik Tejo maupun Doni sama-sama minum ASI dari Sarah, bedanya Doni minum langsung dari sumbernya, sedangkan Tejo minum dari gelas. Sarah juga tampak canggung dengan keadaan itu. Diliriknya Tejo yang sedang minum. Ternyata Tejo juga sedang memandangi wajahnya, hingga kedua mata mereka pun bertemu.

“Enak Jo?” Tanya Sarah spontan.

Tejo yang ditanya malah cengengesan. “Yang penting bukan rasanya Tante...” Jawabnya nakal.

Sarah merengut mendengarnya. “Dasar kamu...” Diambilnya bantal kursi dan dilemparkan pada Tejo gemas.

Tiba-tiba mereka dikejutkan suara bel. Sesaat keduanya terdiam bertanya-tanya. “Kalo Heru mestinya baru balik 4 hari lagi...” Gumam Sarah dalam hati.

“Jo, bukain pintu sana...!” Perintahnya kesal karena Tejo tak juga beranjak.

Sambil senyam-senyum dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal Tejo bangkit menuju pintu depan. Tak disangka ternyata teman-temannyalah yang datang. Luki cs berlima seperti biasa. Melihat Tejo sendiri yang membukakan pintu, mereka langsung menyeru nyaris bersamaan dengan suara cempreng,

“Oi Jo ngapain aja kamu bolos 3 hari??!”

Bukannya menjawab Tejo malah menghardik, “Apa-apaan sih langsung teriak aja, anak Tante lagi mau tidur tuh! Lagian kok jam segini udah pada pulang sekolah? Bolos juga ya kalian?” Selidiknya.

“Guru-guru pada rapat Jo...” Jawab Luki cs cengengesan.

“Ooh Luki dan geng... Ayo masuk masuk...!” Seru Sarah dari dalam.

Kebetulan Doni baru saja selesai menyusu dan kini sedang terkantuk-kantuk dalam gendongan Sarah. Kelima remaja tanggung sahabat Tejo itu nyengir kuda lebar saat bertemu Sarah. Ya, sama seperti Tejo mereka juga sangat memuja-muja kecantikan Sarah. Sarah juga balas menghadiahi mereka dengan senyum manis.

“Siang Tante...” Mereka mengucap salam serempak.

“Ini Tante, Tejo dah 3 hari ga masuk sekolah kirain sakit atau apa...” Luki menjelaskan maksud kedatangannya.

Sarah tersenyum, “Bukan Tejo yang sakit tapi Tante...” Jelasnya.

“Ooo...” Mereka manggut-manggut bersamaan.

“Ya, dia jadi jagain dan gantiin Tante ngurusin rumah... Tante kan sendirian ga ada pembantu...” Sarah melanjutkan sambil tersenyum melirik Tejo.

Tejo yang merasa dirinya dibanggakan itu tersipu.

“Ambilin minum sana Jo buat teman-temanmu...” Ucap Sarah pada Tejo.

“Wah ga usah repot-repot Tante...” Beni menyahut basa-basi.

“Cuman nuang aja kok... di luar lagi panas-panasnya kan, pasti pada haus kan...?” Jawab Sarah.

Setelah minuman dingin datang, mereka langsung menyerbunya. Obrolan pun seterusnya berlangsung hangat. Walau Sarah ikut nimbrung, teman-teman Tejo sama sekali tak keberatan dengan keberadaannya. Sarah memang sosok yang ramah dan supel. Hal itu sangat mempesona mereka. Bahkan dalam beberapa kedatangan mereka sebelum ini, sudah menjadi tujuan mereka untuk dapat bertemu Sarah.


Hari ini pun tak terkecuali. Dalam obrolan itu, Sarah menyinggung-nyinggung tentang pacar. Untuk menggoda Tejo dia bertanya pada teman-temannya benarkah keponakannya itu belum punya pacar. Semua temannya membenarkan sambil tertawa-tawa. Tejo tampak bersungut-sungut karna kesal dan malu. Melihat itu, Sarah malah makin menggodanya. Luki juga ikut menimpali,

“Tiap hari udah tinggal bareng Tante cantik, ya gak kepikiran cari pacar tuh!”

Sarah tertawa tersanjung mendengarnya. “Emang paling jago nggombal kamu ya Luk... Ajarin dong Tejo ini...” Sahut Sarah melirik Tejo.

Obrolan pun terus berlangsung cair dengan tema itu. Dari obrolan itu Sarah baru mengetahui ternyata Luki sudah pernah menghamili gadis SMU. Walau masih SMP sekelas dengan Tejo, usia Luki hampir 3 tahun lebih tua. Harusnya kini dia sudah kelas 2 SMU, tapi karna bengal dan bodoh dia terus tinggal kelas. Walau surprise, Sarah pura-pura menanggapinya biasa-biasa saja.

Luki menjelaskan gadis yang dihamilinya itu melakukan aborsi. Karna usia kehamilannya yang masih muda, aborsi berjalan lancar dan tidak membahayakan. Meski Luki mengaku menyesal namun teman-temannya mengatakan bahwa seminggu setelah diputus oleh gadis itu, Luki sudah menggandeng pacar baru. Sarah geleng-geleng kepala mendengarnya,

“Wajah pas-pasan gitu aja bisa jadi playboy kamu ya...?” Ledeknya.

“Yee... muka boleh pas-pasan Tante, tapi ‘perkakas’ lainnya maksimal!” Sahut Luki jumawa.

Semua tertawa mendengarnya karna paham apa yang dimaksud Luki. Sarah yang sudah pernah melihat ‘perkakas’ milik Tejo melirik keponakannya itu sambil tersenyum penuh arti. Tatapan mereka bertemu, Tejo tersenyum juga seakan memahami apa yang dipikirkan Sarah.

Ya, Sarah memang memikirkan bahwa dengan kemaluannya yang besar, Tejo pasti bisa memuaskan pacar-pacarnya nanti. Sungguh ganjil. Sarah yang seorang wanita dewasa dan Ibu dari 1 anak, turut serta dalam perbincangan para remaja tanggung yang menjurus. Tapi Toh, Sarah tidak merasa risih dan tidak ambil pusing. Saat minuman habis, Tejo mengambil 1 botol air dari lemari es untuk menambahnya.

“Ah segarnya, panas-panas gini cocok banget minum yang dingin-dingin...” Mereka langsung menenggak gelasnya yang telah diisi lagi oleh Tejo.

“Doni kok ga minum Tante...?” Celetuk Boim nakal.

“Ye maunya liat Tante nyusuin... Udah dari tadi udah kenyang!” Cibir Sarah.

“He he he... Kalo udah kenyang trus langsung bobo ya Tante?” Kali ini Eno yang menimpali.

Sarah seperti baru sadar Doni sudah terlelap di gendongannya.

“Iya nih, wah bentar ya Tante taruh dulu di boxnya.” Sarah mohon diri dan ngeloyor masuk kamar.

“Tapi bukannya Doni sudah 8 bulan, kok masih minum ASI Tante?” Tanya Luki setelah Sarah kembali duduk di tengah-tengah mereka.

“Lha memangnya kenapa Luk kalo udah 8 bulan?” Sarah balik bertanya.

“Bukannya bayi harus disusui sampe 6 bulan aja Tante?” Tanya Luki lagi.

“Sok tau kamu... 6 bulan itu wajib ASI gak boleh yang lain. Kalo udah lewat 6 bulan baru boleh dikasih yang lain, tapi bukan berarti ASI nya harus berhenti... Ya boleh-boleh saja dikasih ASI terus Luk...” Jelas Sarah.

“Oo...” Para remaja tanggung itu manggut-manggut bersamaan.

Tanpa sadar topik perbicangan mereka berganti menjadi membahas ASI.

“Memang yang paling baik itu ASI ya Tante?” Tanya Tejo.

“Ya iya kalo bayi masih usia segitu paling bagus ya ASI...” Jawab Sarah.

“Sebenarnya yang namanya mamalia itu ya alamiahnya hanya minum susu pada induknya. Itu sudah cukup. Seperti anak kucing ya minum susu kucing, anak anjing minum susu anjing...” Lanjut Sarah.

Tejo dan yang lainnya diam mendengarkan.

“Nah begitu juga mestinya manusia... Anak manusia ya minum susu Ibunya saja itu sudah cukup. Jadi mungkin ga perlu tuh susu sapi, susu kambing, apalagi susu kuda liar segala macam... Hi hi hi...” Jelas Sarah tertawa.

“Yah manusia itu kreatif sih Tante...” Eno dan Beni nyeletuk.

“Iya, karna manusia kreatif jadi ga puas, cari yang lain... Hi hi hi...” Jawab Sarah.

“Tapi kalo udah gede masih pingin minum susu masak minum ASI terus Tante?” Tanya Boim.

“Ya kalau ada ASI kenapa nggak? kalo nggak ada juga ga masalah, karna alamiahnya memang hanya perlu air susu induknya aja.” Jelas Sarah.

“Kalau ada ASI gimana maksudnya Tante?” Eno masih penasaran.

“Ya, maksudnya kalo anak makin dewasa produksi ASI memang akan berkurang. Dan normalnya, seperti binatang juga, kalo anak sudah gede ya nanti berhenti minum susu. Nah, tapi kalau mau minum susu dan ada ASI kenapa nggak? Ada itu kan ga harus dari Ibunya sendiri? Kayak Tejo ini... Dia minum susu Tante...” Sarah menjelaskan panjang lebar, kemudian tertawa kecil melirik Tejo.

“Haah...! Tejo minum susu Tante?” Eno dan lainnya jelas surprise mendengar hal itu.


Sementara Tejo sendiri hanya diam sambil mesam-mesem.

“Wiih enak dong Tante... kita-kita juga mau tuh!” Sahut Luki yang lagi mupeng semangat.

Yang lainnya spontan mengangguk.

“Ha ha ha... Sayangnya udah habis ya Jo?” Sarah spontan tertawa dan melirik Tejo.

Tejo mengangguk nyengir sambil mengangkat gelasnya yang telah kosong.

“Hah, sudah habis gimana?” Tanya Boim.

“Iya, yang diminum Tejo itu gelas terakhir... Tante belum perah lagi...” Jawab Sarah sambil tertawa kecil.

“Besok kesini lagi, nanti Tante perahin spesial buat kalian.” lanjut sarah dengan memberi kerlingan pesonanya.

Kelima remaja tanggung itu pun mulai blingsatan dan semakin mupeng. Sarah tersenyum tebar pesona. Lagi-lagi naluri eksibisionisnya muncul. Dan melihat teman-teman Tejo mulai mupeng sungguh menyenangkan hatinya.

“Oh, jadi yang di gelas Tejo itu air susu Tante?” Tanya Beni seperti masih tak percaya.

“Kalo yang diperah habis, tapi yang di pabriknya masih banyak kan Tante?” Timpal Luki yang paling berani kalau soal menjurus-menjurus begitu.

“Iya, apa kita ga ngambil jatah Doni Tante?” Celetuk lugu Yadi yang dari tadi hanya diam.

Tejo diam mengamati bagaimana reaksi Tantenya tiap teman-temannya bertanya.

“Maksudnya yang di dalam buah dada Tante? Ya melimpah dong, Tante kan masih dalam periode menyusui...” Jawab Sarah enteng.

Mendengar kata-kata ‘buah dada’ dari mulut Sarah membuat Luki cs makin berdebar dan terobsesi.

“Kalau masih dalam periode menyusui memang produksi ASI bisa ga terbatas. Gak tergantung jumlah anak. Meski anak Tante cuma 1, asal disedot terus buah dada Tante bisa tetap mengeluarkan ASI...” Sarah menerangkan lebih lanjut.

“Nah itu Tante, kenapa harus diperah... Kita sedot aja langsung dari sumbernya!” Sahut Luki mesum.

Kali ini Tejo benar-benar kaget. Begitu juga dengan temannya yang lain. Sungguh mereka tidak menyangka Luki akan berbicara senekat dan sevulgar itu pada Sarah. Tejo yang paling khawatir Tantenya akan marah dan mendamprat Luki karena kurang ajar. Tapi ternyata bukannya marah, Sarah malah tertawa melihat wajah Luki yang kelihatan ‘ngarep’ banget itu.

“Idiih, jadi bayi gede dong!” Sahutnya geli.

“Ya bukan dong Tante... Kan tadi Tante sendiri yang bilang, kalo udah gede mau minum ASI kenapa nggak?” Timpal Luki.

“Iya kalo minum dari gelas...! Tapi kalo nenen langsung ke Tante itu bayi gede namanya!” Cibir Sarah.

“He he he...” Luki hanya cengengesan saja mendengarkan Sarah.

Dirinya makin yakin Tante Tejo itu hanya main tarik ulur saja. Kalau Sarah tersinggung dan menolak semestinya sejak awal sudah menolak atau bahkan memarahi Luki. Tapi yang terjadi tidak demikian. Luki pun makin nekat. Diliriknya teman-temannya termasuk Tejo.

Mereka ternyata hanya diam mengkeret. Ya, mereka terutama Tejo tentu saja berdebar-debar hebat. Harap-harap cemas. Tejo sendiri di satu sisi ingin mendamprat kekurangajaran Luki pada Tantenya, tapi di sisi lain dia juga berharap Luki menyelesaikan ‘misinya’ yang mewakili harapan dari mereka semua.

“Jadi... Gimana Tante...?” tanya Luki dengan nekat.

Walau nekat, agak ngeper juga Luki di hadapan Sarah yang tampak superior. Tapi ternyata dilihatnya muka Sarah mulai memerah. Entah karena malu atau mulai terangsang, tapi yang jelas tidak terlihat marah.

“Udah ah Luk... Jangan macem-macem...! Kamu bikin teman-temanmu malu tau gak tuh?” Ujar Sarah sambil melirik yang lain.

“Ah temen-temen juga mau kok Tante... Kita penasaran aja rasanya gimana... Iya nggak? Gimana sih kalian jangan malu-malu gitu sama Tante Sarah...” Luki memprovokasi teman-temannya.

Mereka spontan mengangguk pelan. Tejo dan Sarah saling bertatapan, Sarah seakan-akan minta persetujuan Tejo, sementara Tejo sendiri menatap Sarah dengan tatapan sayu. Sarah tidak mengerti apa maksud tatapan tejo.

“Luk... Dengan Tejo aja Tante khawatir. Dia dan yang lainnya sudah 15 tahun. Apalagi kamu malah udah 17 tahun lebih! Apalagi barusan ketahuan ternyata kamu sendiri udah pernah menghamili pacarmu!” Sarah mencoba bersikap tegas supaya tak terlihat salah tingkah.

“Nah, kemarin juga kamu ketahuan bawa-bawa film porno... Kamu yang lebih tua mestinya bisa jadi contoh yang baik dong...?” Lanjutnya.

“Tapi Tante... Walaupun kemarin aku yang bawa tapi sebenernya itu permintaan temen-temen semua...” Jawab Luki membela diri.

“Iya, Tante juga ga mau ngungkit-ungkit itu lagi, tapi intinya Tante cuma mau bilang, kalian semua udah dewasa, udah punya nafsu... Ini bukan cuma masalah minum susu aja. Kalau Tante sampe kasih payudara tante buat kalian hisap, salah-salah kalian malah lepas kontrol dan mencabuli Tante!” Sahut Sarah.

“Yaa... Nggak bakalan dong Tante...! Kita nggak mungkin berani, kan ada Tejo juga di sini, kita juga takut masuk penjara... Gak kebayang deh Tante...!” Luki mencoba meyakinkan.

“Menyusu sama wanita secantik Tante udah pasti membuat jiwa remaja kami bergolak, Tante juga maklum kan...? Tapi kami janji ga bakal macem-macem selain minum susu Tante aja...” Luki terus membujuk Sarah. Nada bicaranya mulai terdengar ngeres penuh kewibawaan perbokepan.


Sarah mulai bimbang. Dan lagi Luki kemudian memprovokasi teman-temannya untuk ikut berjanji. Tejo juga ikut-ikutan memintanya. Dia sudah membuktikan dirinya yang kemarin tidak berbuat kurang ajar terhadapnya. Intinya Luki terus meyakinkan bahwa ini adalah keinginan mereka semua, dan mereka terus berjanji tidak akan berbuat tidak senonoh. Lama kelamaan akhirnya Sarah pun mulai luluh.

“Ya udah deh kalo ini memang keinginan kalian semua, Tante akan kasih... Tante gak mau dibilang pelit, tapi Tante harus yakin juga dengan kalian. Tante ga ingin terjadi apa-apa karena memang resikonya besar memberikan buah dada Tante buat kalian... Ngerti ya...?” Ucapnya lembut.

Para remaja itu serempak mengangguk senang.

“Kamu juga Jo... Sekarang Tante kasih yang lebih buat kamu di hadapan temen-temen kamu... Tante selama ini percaya dan ga pernah kecewa sama kamu.” Secara khusus Sarah mewanti-wanti Tejo.

“Nah, kamu ga bakal mengkhianati kepercayaan Tante dan Oom kamu kan?” Lanjutnya sambil mengelus rambut Tejo.

“Iya Tante, Tejo janji...” Jawab Tejo lirih.

“Nah sekarang....” Tiba-tiba Sarah bangkit dari duduknya dan beralih hendak duduk di tengah-tengah para remaja tanggung itu. Tepatnya di antara Luki dan Beni. Di sebelah Beni ada Boim dan Eno. Sementara Tejo dan Yadi duduk di kursi yang terpisah.

Luki dan Beni jelas berdebar makin kencang saat Sarah tiba-tiba duduk menyela di antara mereka. Beni spontan bergeser memberi ruang pada Sarah. Wangi parfum Sarah yang tidak terlalu tajam makin membuat jantungnya blingsatan. Kerongkongannya mengering sehingga tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.

Sarah tersenyum meliriknya dan kemudian beralih ke Luki. “Luki, kamu yang minta pertama jadi kamu yang memulai... Tante mau kamu kasih contoh buat temen-temen kamu. Ok?” Ucapnya lembut.

Luki mengangguk-angguk cepat, “I.. Iya tante!” Jawabnya terbata.

Sarah kemudian memandangi para remaja tanggung itu satu-persatu. Dirinya tersenyum melihat muka-muka mereka yang ngenes penuh harap. Sarah sendiri sebenarnya sangat merasa grogi. Sekali lagi, naluri ekshibisionisnya akan terlampiaskan 1 level lebih tinggi dari yang sudah-sudah.

Tangannya gemetar mulai melolosi kancing bajunya satu persatu. Melihat tangan sarah yang gemetar, Luki berinisiatif membantunya. Sarah tidak menolak, justru dihadiahinya Luki dengan senyum manis.

“Udah Luk, ga usah dibuka semua...!” Ujarnya mencegah Luki melolosi semua kancing bajunya.

Namun Luki tidak menggubrisnya. “Dibuka semua aja Tante biar lega...” Sahutnya.

Sarah menghela napas namun tidak mencegahnya lebih jauh. Saat semua kancingnya telah terbuka, Sarah menyingkap sebelah payudaranya hingga terlihat penuh. Dirinya memang tidak mengenakan bra sehingga tak ada penghalang lagi antara mata para remaja itu dengan kulit payudaranya yang putih mulus.

Para remaja itu seketika terkesiap melihat pemandangan yang mereka idam-idamkan selama ini. Dada mereka seakan mau pecah seiring dengan makin kencangnya debaran dalam jantungnya. Dengan berani Luki menyingkap payudaranya yang sebelah lagi hingga kedua buah dada Sarah kini terpampang jelas di hadapan mereka. Tejo dan teman-temannya serasa ingin bersorak menyanjung Luki atas inisiatifnya yang berani itu.

“Aah Luki...!” Protes sarah manja. Namun dirinya tidak menutupkan bajunya kembali melainkan hanya menyilangkan tangannya di dada.

Bagi para remaja itu gerakan itu justru terlihat sangat seksi dan menggairahkan. Luki pun merasa gemas dengan tingkah Sarah.

“Tante telanjang dada saja, biar lega. Kami kan berenam, masak hanya mau disuguhi 1 buah dada...?” Ucapnya nakal.

Gemas melihat Luki yang makin berani, Sarah mencubitnya cukup keras hingga Luki meringis kesakitan. Tejo dan temannya yang lain terkekeh melihat adegan itu.

“Rasain lu...” Ledek Boim dan Eno.

Walaupun begitu Sarah toh tetap melepas juga bajunya. Memang hawanya terasa menjadi sumpek dan gerah dengan dirinya yang dikelilingi 6 remaja seperti itu. Dengan membuka bajunya dan bertelanjang dada, Sarah memang jadi merasa lega. Dunia seakan berhenti bagi para remaja itu saat Sarah membuka bajunya. Andai ada remote control ajaib, ingin rasanya menekan tombol slow motion untuk adegan itu.

“Nah, satu-satu ya antri yang tertib...” Kerling Sarah. “Kalian duduk di kursi lain ya biar Tante lega... Gerah kan kalo berdempetan gini...?” Lanjutnya mengomando Beni, Boim, dan Eno di sebelahnya.

“Ba... Baik Tante...” Jawab mereka serempak dengan muka memerah.

Mereka pun segera beranjak, meninggalkan Sarah dan Luki duduk berdua di sofa panjang itu. Luki tidak mau buang waktu lagi, tangannya meraih payudara Sarah dan mengangkatnya. Dalam sekejap mulutnya hinggap di puting susu Sarah dan menyedotnya dengan rakus bagai orang di padang pasir yang menemukan oase. Sarah spontan melenguh saking kuatnya Luki menghisap putingnya yang sensitif itu.

“Aahhh Luk... pelan aja...” Lenguhan itu terdengar begitu menggairahkan di telinga Luki.


Hisapannya justru menjadi makin kuat, kedua tangannya merangkul tubuh Sarah seakan takut Sarah akan melepaskan diri darinya. Didorongnya punggung Sarah hingga tubuhnya makin merapat padanya. Sarah memejamkan mata dan menggigit bibirnya. Dia mencoba menguasai dirinya yang juga bergejolak seiring dengan dirasakannya air susunya mengalir deras berpindah dari dalam buah dadanya ke mulut Luki.

Tidak lama Sarah berhasil menguasai dirinya. Jantungnya mulai berdetak normal, nafasnya tak lagi memburu. Begitu juga dengan Luki yang mulai memperlambat hisapannya namun tetap stabil. Luki mengelus lembut punggung Sarah yang mulus. Belum pernah dirasakan oleh tangannya kulit selembut kulit Sarah. Elusan itu membuat Sarah makin rileks sehingga Sarah sama sekali tidak memprotesnya.

Dirinya pun melakukan hal yang sama pada punggung Luki. Tejo dan temannya yang lain terdiam takjub menyaksikan pemandangan itu. Temannya yang paling senior itu kini telah nyaris sempurna menjamah tubuh wanita yang selama ini mereka puja. Tante Sarah yang jelita. Tak sabar mereka menunggu gilirannya masing-masing. Waktu terasa berjalan sangat lambat bagi mereka. Tejo lah yang perasaannya paling campur aduk di antara mereka.

Ada semacam rasa cemburu pada Luki. Perasaannya tak menentu memandang ekspresi wajah Sarah yang sayu. Sesekali Tantenya itu memandang ke arah mereka, menatap Tejo dan yang lainnya sambil tersenyum manis. Perasaan Tejo menjadi makin tak karuan sementara teman-temannya yang lain malah makin mupeng. Sarah sendiri merasa sangat senang dengan hal itu.

Dirinya benar-benar puas bertelanjang dada ria di hadapan para remaja tanggung itu. Terlebih membiarkan Luki menghisap payudaranya dan yang lain mupeng menunggu giliran benar-benar membuat dirinya melambung. Inilah hakikat diriku yang sebenarnya, seorang eksibisionis... gumamnya dalam hati.

Hisapan Luki pun makin mengendur. Dia sudah merasa kenyang tapi enggan meninggalkan payudara Sarah. Hisapannya mulai putus-putus. Kadang dia melepaskan hisapannya dan memandang puting nan indah itu sebelum kemudian melumatnya lagi. Sarah menyadari hal itu. Mulut Luki masih mengatup di putingnya tapi tidak benar-benar menghisapnya. Dirinya pun mendorong Luki menjauh.

“Udah Luk...? Gantian sama yang lain...” Ujarnya pelan.

Luki hanya menatap nanar seperti tidak terima. Sarah pun tersenyum, dicubitnya hidung Luki gemas, “Hayo kontrol diri... Ingat janji kamu. Tante senang kamu memberi contoh buat teman-teman kamu...”

Luki pun takluk. Dirinya beringsut memberi kesempatan pada temannya yang lain. Tejo tak membuang kesempatan.

“Tejo dulu Tante...” Pintanya.

Sarah tersenyum padanya, dia tahu keponakannya itu tentu yang paling tidak sabar. Bahkan semestinya tadi Tejo mendapat giliran pertama. Tapi Sarah ternyata berniat membuatnya penasaran lebih jauh,

“Kamu terakhir aja ya Jo...?” Ucapnya lembut.

Spontan Tejo kecewa mendengarnya.

“Kamu kan di sini sama Tante, teman-temanmu kan nanti harus pulang Jo...” Lanjut Sarah mencoba memberi pengertian.

Walau kesal, Tejo tak membantah. Sarah kemudian menarik satu teman Tejo karna semuanya berlagak malu-malu. Tak satupun yang berani mengajukan diri. Eno yang beruntung mendapat giliran kedua.

“Kamu siapa...?” Tanya Sarah lembut.

“Eno Tante...” Jawab Eno.

“Nah Eno... Tadi Tante kelamaan kasih Luki, mulai dari kamu gilirannya 2 menit-2 menit saja yaah...?” Ucap Sarah sambil tersenyum dan kemudian menatap yang lain. Luki meringis malu, sementara yang lain mengangguk-angguk pelan tanpa menjawab. Sarah kembali beralih pada Eno yang sudah tidak sabar.

Diraihnya kepala Eno, dibelainya lembut dan diarahkan pada payudaranya. Eno mulai dengan pelan. Tidak seperti Luki yang menyedot seperti kesetanan sebelumnya. Eno menghisap dengan agak ragu, dirinya agak terkejut ketika air susu Sarah berhasil dihisapnya dan dirasakan di mulutnya.

Eno pun membiasakan diri dengan hal itu, kemudian mulai menghisap dengan lancar. Kali ini Sarah menyandarkan tubuhnya di sofa sehingga Eno tak bisa memeluknya seperti Luki tadi. Sebagai gantinya tangan Eno meraih payudara Sarah yang satunya dan membelai-belainya. Sarah merasa hal itu di luar batas, tapi dibiarkannya Eno sejenak. Baru saat Eno mulai meremas-remasnya, Sarah dengan tegas menghentikannya.

“Eno kalau kamu mau hisap yang satunya gak usah diremas-remas gitu...” Ujar Sarah tegas.

Eno pun meringis malu. Tapi tanpa membuang waktu dia segera melanjutkan dengan berpindah payudara. Tangannya masih meremas-remas pelan tapi pada payudara yang sama sehingga seakan membantu dalam memperlancar aliran air susu Sarah masuk ke mulutnya. Sarah pun membiarkannya.

Dibelainya kepala Eno supaya dia merasa rileks dan tak terburu-buru. Namun Sarah tetap tegas pada aturan 2 menit. Saat waktunya tiba, dia segera mendorong Eno supaya berhenti.

“Udah No... Gantian...” Kerlingnya manis.

Eno meringis, sungguh 2 menit serasa bagai 2 detik baginya. Tapi tentu dia tak berani meminta lebih. Dengan berat hati dia mundur mempersilahkan yang lain.


Berbeda dengan sebelumnya, kini Beni, Yadi, dan Boim berebut untuk mendapat giliran selanjutnya. Sarah tertawa melihat tingkah mereka yang sudah tidak malu-malu lagi. Dia pun merasa bahwa dirinyalah yang harus menentukan siapa selanjutnya. Diraihnya tangan Boim dan ditarik mendekat. Boim yang merasa terpilih mesam-mesem kegeeran,

“Yesss...” Pekiknya girang.

“Kamu siapa namanya...?” Tanya Sarah lembut begitu Boim duduk di sampingnya.

“Bo... Boim tante...!” Jawab Boim gagap karena grogi.

Sarah tertawa, “Ga usah grogi begitu, ayo dimulai, 2 menit yaah...?” Kerlingnya memberi isyarat pada Boim untuk memulai.

Tanpa menjawab lagi Boim langsung memeluk tubuh Sarah menciumi kedua buah dadanya dengan rakus. Dikecupinya seluruh permukaan kulit buah dada Sarah dengan cepat secara bergantian. Agaknya dia dari tadi sudah sangat gemas dengan buah dada Sarah sehingga lupa diri. Sarah spontan tertawa dengan perilaku Boim itu.

“Aduh Boim... Boim...! Stop...!” Ujar Sarah di sela tawanya, didorongnya kepala Boim menjauh dari buah dadanya.

Boim yang sadar dirinya melanggar aturan seketika mengkeret. Buah dada Sarah yang ranum dengan kulitnya yang mulus dan seputih salju begitu menggodanya sehingga lupa diri. Tapi Sarah tidak marah.

“Kamu mau minum susu atau mencabuli Tante hayoo...? Belum-belum sudah lupa diri ya...!” Dengan gemas Sarah mencubit pipi Boim.

Tentu cubitannya sama sekali tidak sakit. Boim meringis.

“Mau minum susu Tante...” Jawabnya lirih.

“Nah kalo mau minum susu yang tertib dong! Kalo ga bisa tertib Tante batalin acara minum susunya sampai di sini...!” Ujar Sarah tegas.

“Waduh... Jangan dong Tante...!” Beni dan Yadi serempak nyeletuk dengan wajah memelas. Boim sendiri malah terdiam merasa bersalah.

“Pokoknya kalo ada salah satu aja dari kalian yang menunjukkan sikap gak bisa kontrol diri, Tante batalin acara minum susunya buat kalian semua!” Merasa di atas angin Sarah pura-pura mengancam untuk mempermainkan perasaan para remaja itu.

Semua pun terlihat merengut kesal pada Boim. Sarah tertawa melihatnya.

“Sudah... Sudah... Tante maklum kok.” Ucap Sarah sambil mengelus kepala Boim.

“Tante kasih kesempatan lagi, tapi sebagai hukumannya jatah kamu Tante potong ya...? Semenit aja buat kamu...!” Ujar Sarah memberi sanksi.

Boim tersenyum kecut mendengarnya. Teman-temannya tertawa,

“Rasain luh...!” Ledek mereka.

Setelah itu Boim menyusu tanpa banyak tingkah pada Sarah. Bahkan sekedar mengelus kulit Sarah pun dia tidak berani. Semenit berlalu terasa begitu cepat. Setelah itu Sarah memberi giliran pada Yadi dan terakhir Beni. Dia selalu menanyakan nama masing-masing dari mereka dan berniat menghafalnya. Sebelumnya memang hanya Luki yang dia ingat.

Baik Yadi dan Beni yang menyusu kemudian tidak ada yang berani macam-macam lagi. Semua benar-benar murni hanya menyusu dari payudara Sarah tanpa embel-embel kenakalan yang lain. Malang nian Tejo yang sudah menunggu sedari awal.

Ketika gilirannya tiba, Doni terbangun dan menangis sejadi-jadinya. Wajah Tejo langsung manyun menunjukkan rasa kecewa yang dalam. Gilirannya bakal tertunda lagi. Terlebih Sarah malah menyuruh dirinya untuk mengecek Doni dan menanganinya.

Baru kali ini rasanya Tejo berberat hati dalam melaksanakan permintaan Tantenya. Tapi karena senyum Tantenya yang begitu maut, hatinya luluh juga. Tejo beranjak ke kamar untuk mengecek keadaan Doni. Terang saja Doni menangis keras, ternyata bayi Sarah itu buang air besar di dalam popoknya. Dengan cekatan Tejo menanganinya, dari menceboki, mencuci dan mengganti popok, dan membedakinya.

Seperti babysitter profesional saja Tejo itu. Dia memang terbiasa melihat dan membantu Tantenya saat mengurusi Doni. Setelah semua selesai, Tejo menimang-nimang Doni sebentar dalam gendongannya. Berharap dia akan segera tidur lagi. Sayang harapannya tak terkabul, Doni tak kunjung terlelap. Dia bahkan rewel tak mau lepas dari gendongan Tejo. Saat Tejo hendak menaruhnya kembali ke dalam box, dia rewel dan nyaris menangis kembali.

Terpaksa Tejo pun menggendongnya kembali. Tejo menghela nafas. Pupus sudah harapannya untuk mencicipi payudara Tantenya siang ini. Dengan Doni di gendongannya, Tejo melangkah keluar kamar. Sungguh ngenes Tejo melihat apa yang dijumpainya sekembali ke ruang tengah. Yadi, Eno, Boim, dan Beni tak ada di tempat, sementara Luki sibuk mengenyot buah dada Tantenya lagi.

Luki memeluk erat Sarah dengan rapat, kedua tangannya terlihat bergerilya mengelus-elus punggung dan pinggul Sarah, sementara tangan Sarah membelai-belai kepalanya. Agaknya setelah semua mendapat giliran, antrian kembali ke Luki lagi. Entah Luki yang memintanya kembali atau Tantenya itu yang memberinya kesempatan ulang.

Yang jelas di mata Tejo, Luki sama sekali tidak terlihat seperti sedang menyusu melainkan lebih seperti sedang mencumbu Tantenya. Mulut Luki melumat-lumat puting mungil Sarah dengan rakus hingga payudara Sarah tertarik kencang. Keduanya terpejam tidak menyadari kehadiran Tejo.


Perasaan Tejo begitu campur aduk menyaksikan wajah Tantenya yang ayu itu merah padam dan begitu sayu dengan mata terpejam tampak sangat meresapi sekali kenikmatan yang diberikan Luki dengan mencumbu buah dadanya. Saat tangan Luki beralih meremas-remas buah dadanya yang satu lagi barulah Sarah merasa terusik dan menghentikan kegiatan Luki.

“Luki... Luk... Stop stop... Udah..!” Hardiknya tegas.

Luki segera berhenti sambil cengengesan tanpa merasa bersalah. Terlihat air susu Sarah mengalir keluar dari sela bibirnya. Luki mengusapnya hingga bersih.

“Kamu itu dikasih hati minta jantung ya...?” Ujar Sarah ketus.

Tejo berdehem hingga Sarah dan Luki menyadari kehadirannya. Luki hanya mesam mesem mesum sementara Tantenya kelihatan salah tingkah.

“Kok lama Jo...? Doni buang air ya?” Tanyanya.

“Yang lain kemana Tante?” Tejo tidak menjawab malah balik bertanya.

“Yang lain pada coli tuh di kamar mandi!” Celetuk Luki vulgar.

Sarah mencubitnya gemas, “Kamu juga coli sana!” Ujarnya.

Luki meringis namun tidak juga beranjak meski adik kecilnya sudah cenat cenut sejak tadi.

“Udah... Ga ada lagi acara sama buah dada Tante lagi hari ini. Ini udah tinggal buat Tejo aja...” Ucap Sarah lagi sambil melirik Tejo.

“Duh yang keponakan tersayang... Beruntung banget kamu Jo punya Tante seksi begini!” Ucap Luki nakal.

Sarah bersiap mencubitnya lagi, tapi Luki keburu bangkit menghindar. Dia pun beranjak ke kamar mandi sambil masih cengengesan. Tinggalah Tejo dan Sarah sendiri di ruang tengah. Keduanya saling curi-curi pandang canggung. Tak satupun yang memulai bicara. Mustinya kali ini Tejo mendapat giliran menyusu namun hal itu tidak memungkinkan dengan keberadaan Doni.

Tak lama kemudian Beni Boim, Eno dan yadi kembali di tengah-tengah mereka. Sulit melukiskan apa yang terpancar dari wajah mereka. Yang jelas mereka baru saja mendapatkan pengalaman istimewa yang tak terlupakan. Sarah tersenyum manis menatapi mereka satu persatu.

“Sudah...?” Tanyanya lembut sambil tersenyum menggoda.

“Sudah Tante...” Jawab mereka serempak.

“Disiram bersih kan...?” Kerling Sarah.

“Iya pasti Tante...” Sahut mereka meyakinkan.

Tak lama kemudian Luki kembali dengan masih cengar cengir. Sarah gemas sekali melihatnya. Kalo yang satu ini sih ga tau malu, muka mesum abis... Pikirnya gemas.

“Kalian ga akan bilang siapa-siapa kan tentang pengalaman hari ini?” Tanya Sarah kepada semua.

Kelima remaja tanggung itu mengiyakan serempak. Sarah tersenyum percaya.

“Bagus, memang tidak lazim remaja seusia kalian masih mau minum ASI. Kalo orang tahu pasti akan menganggap kalian mencabuli Tante... Lagian emang bener kan kalian pada terangsang dengan buah dada Tante?” Ucap Sarah panjang lebar.

Semua terdiam manggut manggut mendengarnya.

“Hal itu tak terelakkan, Tante maklum dan nggak marah...” Lanjut Sarah. “Kalau kalian bisa kontrol diri seperti tadi, besok-besok kalau kalian mau lagi Tante nggak keberatan...” Kerlingnya.

Para remaja itu jelas girang mendengarnya. Mereka masih saja terpesona dengan keayuan Sarah yang saat itu sama sekali tidak merasa perlu mengenakan pakaiannya kembali.

Walau ‘beban muatan’ para remaja itu sudah dibuang, tetap saja payudara Sarah yang menggantung indah itu menyilaukan mata mereka. Sarah tersenyum menyadari hal itu. Justru karena itulah dia tidak ambil pusing untuk buru-buru mengenakan pakaiannya. Dia juga masih menikmati kegiatan eksibisionisnya itu.

“Udah sana kalian segera pulang, sudah hampir sore loh!” Ujar Sarah membuyarkan fantasi mereka.

“Iya Tante... Kami sudah harus pulang...” Jawab mereka.

“Bilang apa sama Tante...?” Goda Sarah.

“Te... Terima kasih Tante!” Sahut mereka tergagap karena malu lupa mengucap itu sebelumnya.

Sarah tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala. “Dasar ABG...” Gumamnya. Dia dan Tejo melepas kepulangan mereka dari teras rumah. Sungguh berani Sarah yang masih telanjang dada itu keluar hingga ke teras. Padahal halamannya sama sekali tidak luas.

Posisinya begitu dekat dengan jalan, pun pagar rumahnya juga tidak tinggi atau rapat. Jika ada orang lewat dengan jelas dia dapat melirik ketelanjangan Sarah. Teman-teman Tejo pamit dengan menyalami dan mencium tangan Sarah seperti biasa.

“Pamit Tante...”,

“Makasih Tante...” Ucap mereka.

Sarah menyalami mereka dengan tidak konsentrasi. Dirinya berdebar mengamati jalan, takut-takut ada orang lewat dan melihatnya. Ya, hal ini adalah bagian dari pelampiasan eksibisionisnya. Sementara Tejo sendiri terdiam dengan perasaan menggantung.

Sarah agak kecewa jalanan begitu sepi siang itu tanpa ada yang lewat walau seekor kucing pun. Padahal kalaupun ada yang lewat tentu Sarah akan merunduk ngumpet atau malah lari masuk ke dalam rumah. Tapi, yah itu adalah bagian dari sensasi eksibisionisme yang bisa memberinya kepuasan lebih.

“Ee... Jo...?” Gumamnya lirih setelah tinggal mereka berdua.

“Ya Tante...?” Jawab Tejo.

“Belikan Tante jagung doong...?” Pinta Sarah mengerling.

Muka Tejo langsung memerah mendengarnya.

“B... Baik Tante...”

===X=X===


Malamnya Tejo berjalan mondar mandir di depan pintu kamar Sarah. Hatinya bimbang, sudah hampir setengah jam dia mondar-mandir di situ tanpa mengetuk pintu. Tejo menghela napas. Akhirnya dia menghempaskan diri di kursi. Sambil celingak celinguk dia mengeluarkan batang penisnya dari celana kolor yang dipakainya.

Batang itu telah mengeras sejak tadi. Dielus dan diurutnya pelan kejantanannya itu. Tejo tak tahu ukuran normal kejantanan pria pada umumnya. Dikiranya batangnya itu normal-normal saja. Padahal untuk anak seusia dia, ukurannya bisa dibilang super. Sarah pun menganggapnya begitu. Kalau saja Tejo tahu, tentu dirinya akan bangga dan percaya diri sekali dibuatnya.

Tejo terus mengurut kejantanannya itu namun tidak kebablasan menjadi onani. Batangnya itu begitu merindukan sentuhan dan kenikmatan. Sebenarnya itu adalah gejolak yang tidak terlalu dia mengerti. Usianya yang beranjak dewasa merupakan masa peralihan, organ-organ seksualnya baru saja mematang dan itu merupakan masa yang tidak nyaman baginya.

Sejak kepulangan teman-temannya menjelang sore tadi, Tantenya langsung pergi mandi (dengan membawa jagung yang dibelikannya). Hati Tejo galau sekali saat itu. Setelah mandi (yang sangat lama) Sarah mengambil alih Doni darinya. Dia pun harus memulai mengerjakan kebersihan rumah yang merupakan tugasnya. Sepanjang sore mereka pun sibuk dengan tugasnya masing-masing.

Setelah senja menyingsing, Sarah kemudian sibuk di dapur menyiapkan makan malam, dan Tejo disuruhnya belajar lagi di kamar. Memang tadi siang teman-temannya menyampaikan PR dari gurunya. Sarah mengatakan bahwa besok Tejo sudah harus berangkat sekolah lagi. Jadi PR-nya musti diselesaikan.

Saat Tejo tengah mengerjakan PR, Sarah masuk ke kamarnya dan berdiri di belakangnya. Tangan Sarah memijit-mijit pundaknya dari belakang dan terkadang membelai lembut kepala Tejo. Sarah menanyakan apakah dia mengalami kesulitan dalam mengerjakan PR-nya. Tejo mengatakan sejujurnya bahwa dia sulit konsentrasi. Sarah tersenyum mendengarnya. Dibelai-belainya terus kepala Tejo dengan penuh perasaan sayang seperti Ibu kepada anaknya.

Seperti biasa Sarah memberikan wejangan-wejangan berkaitan masa pubernya. Sarah meminta Tejo supaya tetap fokus dan tidak terbebani dengan pikiran-pikiran negatif. Sarah tidak meminta Tejo melupakan peristiwa tadi siang. Sarah bahkan meyakinkan bahwa dia tidak lupa terhadapnya dan jatahnya pasti akan diberikannya.

Tapi Sarah kemudian meminta Tejo bisa mengontrol perasaan dan membagi waktu. Bahwa saat itu Tejo musti konsentrasi dulu terhadap PR dan pelajaran sekolahnya. Sarah kemudian membawakan Tejo makan malam yang masih mengepul hangat. Keramahan Sarah itu membuat perasaan Tejo sedikit rileks. Dia-diam hatinya tidak tega juga jika terus memikirkan hal-hal yang kotor mengenai Tantenya itu.

Akan tetapi dasarnya yang emang binal, sebelum meninggalkan Tejo, Sarah malah berbisik, “Kalo PR-nya udah selesai, Tante tunggu di kamar...”

Tejo terkesiap mendengarnya. Perasaannya mulai melambung lagi. Tapi dia pun kemudian bertekad konsentrasi penuh menyelesaikan PR-nya demi ‘hadiah’ yang Sarah janjikan.

Sampailah kini Tejo dalam posisinya yang sekarang. Duduk di luar kamar Sarah sambil mengelus penisnya yang terus menegang. Walau tadi dia sudah begitu tak sabar, kini dia malah grogi dan takut untuk mengetuk pintu kamar Tantenya itu. Akhirnya, Tejo meyakinkan diri bahwa Tantenya pun sedang menunggunya di dalam kamar. Dia mengumpulkan keberanian dan beranjak. Diketuknya pintu kamar Sarah pelan.

“T... Tante...?” Panggilnya tercekat.

“Masuk Jo...” Sahut Sarah dari dalam.

Tejo pun membuka pintu kamar Sarah dan melangkah masuk. Dia terkesiap melihat Sarah sudah dalam keadaan telanjang dada duduk di atas ranjang. Dari pusar hingga kakinya tertutup selimut sehingga memunculkan kesan Sarah sudah telanjang bulat di balik selimut itu. Jantung Tejo berdebar keras melihat pemandangan itu. Sarah mengerling dan tersenyum manis padanya.

“Sini Jo...” Panggilnya.

Dengan berbinar Tejo duduk di atas ranjang menghadap Tantenya.

“Udah selesai PR-nya?” Tanya Sarah lembut.

Tejo menjawabnya dengan anggukan. Sarah meraih kedua tangan Tejo dan diletakkan di atas dadanya.

“Kok masih aja grogi-grogi begitu sama Tante...?” Goda Sarah.

Tejo jelas gelagepan, tapi tak urung diremasnya juga kedua buah dada Sarah dengan gemas. Sarah melenguh pelan. Dibelainya pipi Tejo dengan lembut.

“Kamu minum susu dulu ya sebelum tidur, tapi janji nanti langsung tidur... Besok kamu musti sekolah loh...” Ucapnya.

“Iya Tante...” Tejo mengiyakan girang.

Perlahan kepalanya didekatkan ke dada Sarah. Puting Sarah yang mungil itu mengacung menantang. Dengan gemas Tejo mencaploknya dan mulai menyedot. Saking gemasnya Tejo tak mau tahu masalah peraturan tadi siang. Dia menyedot buah dada Sarah sambil meremas-remas sejadi-jadinya. Sarah menggelinjang-gelinjang tapi sama sekali tidak memprotesnya. Tejo juga memeluk tubuh Sarah dengan erat.

Tangannya mulai mengelus seluruh punggung hingga pinggul Sarah. Rasanya tangannya tak ingin lepas dari kulit Sarah yang halus itu. Bahkan baru sebentar saja Tejo sudah menghentikan sedotannya. Hanya sedikit air susu Sarah yang diminumnya dia merasa sudah kenyang. Tapi tak ingin dilepasnya begitu saja buah dada tantenya itu. Kini dikecupinya seluruh permukaan kulit buah dada Sarah yang seputih salju.


Lidahnya mulai berani menyapu, dan bibirnya terkadang mencucupi puting susu Sarah, menggigit dan menariknya. Dirinya kini mencumbu Tantenya dalam arti yang sebenarnya. Persetan dengan minum susu, pikirnya. Sarah menyadari ponakannya itu mulai ngaco dan liar.

Namun dia membiarkannya untuk beberapa saat. Barulah dia menghentikan Tejo saat dia mulai tak bisa menahan desahan dan gelinjang tubuhnya. Dia takut Tejo akan berani berbuat lebih jauh lagi kalo tahu dirinya juga terangsang dan menikmatinya.

“Udahan Jo minum susunya...?” Tanya Sarah sambil mendorong Tejo pelan.

Tejo mengambil napas panjang dan menghelanya. Matanya yang menatap Sarah dengan sayu berbicara bahwa dirinya masih belum puas. Tangannya juga enggan melepas pelukannya pada tubuh telanjang Sarah.

“Ya udah kamu lanjutin tapi minum susu bener ya...?” Seolah mengerti isi hati Tejo, Sarah mengijinkannya meneruskan.

Tapi Tejo tak kunjung memulai kembali. Tangannya kini beralih mengelus-elus buah dada Sarah. Dirinya sudah tak ingin minum susu lagi, tapi juga belum puas menikmati tubuh Sarah. Tejo memang tidak pernah suka minum susu. Sarah kembali membelai-belai pipi keponakannya yang mulai ngelunjak itu. Sejenak mereka bertatapan. Sarah menghela napas pelan,

“Tejo... kamu udah gak mau minum susu ya...?” Tanyanya.

Tejo mengangguk pelan. “Tante, Tejo tidur sama Tante malam ini ya...? Plisss...” Pintanya sebelum Sarah sempat berkata kembali.

Sarah agak terkejut mendengar permintaan Tejo yang berani itu.

“Tejo udah kenyang minum susunya tapi Tejo masih pingin sama Tante...” Ucap Tejo lagi polos. Matanya terus menatap dengan nanar.

Sarah pun luluh dibuatnya. “Ya udah, tapi kamu janji ga bakal macam-macam sama Tante ya...?” Sarah mewanti-wanti.

Tejo mengiyakan saja, wajahnya terlihat girang. Seketika dipeluknya lagi tubuh Tantenya itu. Pipinyanya dibenamkan pada buah dada yang kenyal dan empuk. Dengan gemas dikecupnya buah dada menggemaskan itu.

Sarah tertawa, “Nah lo, baru aja janji ga macem-macem...” Ujarnya.

Tejo meringis, “Masa meluk aja dibilang macem-macem Tante...” Sahutnya nakal.

“Meluk sih meluk, bibirnya itu loh kemana-mana...” Ujar Sarah.

Walau pura-pura protes tapi wajahnya sama sekali tidak menampakkan kekesalan. Dirinya pun rebah, tangannya mengisyaratkan pada Tejo untuk merebahkan diri di pelukannya. Tejo menurut. Direbahkan kepalanya di dada Sarah. Tangannya mulai membelai-belai lagi dada Sarah. Sarah tidak protes, dibelai-belainya rambut Tejo dengan lembut. Benar-benar seperti sepasang kekasih saja mereka itu.

“Udah Jo, ga usah diliatin terus buah dada Tante, ga bakal ilang kok...!” Sarah menggoda Tejo yang terus terpaku pada buah dadanya.

Dengan gemas Tejo malah makin merapatkan kepalanya pada buah dada Sarah. Tangannya juga mulai meremas-remasnya. Sarah meraih tangannya yang nakal itu dan mengalihkan untuk memeluk pinggulnya.

“Udah sayang... Bobo’...” Bisiknya.

Sarah mulai memejamkan mata. Dibiarkan Tejo yang masih melek melampiaskan rasa penasarannya pada tubuhnya. Dirasakannya Tejo masih saja menciumi buah dadanya. Tangannya yang tadi sudah disingikirkan mulai naik lagi dan mengelus-elus buah dadanya. Jarinya malah kadang memijit-mijit puting susunya.

Sarah membiarkan saja semua itu, sentuhan-sentuhan Tejo pada kulitnya justru membuatnya nyaman dan rileks hingga tertidur. Tejo yang masih jauh dari ngantuk terus mengeksplorasi tubuh Sarah.

I don’t wanna close my eyes

I don’t wanna fall asleep

Cause i miss you babe

And i don’t wanna miss a thing...

Mungkin lagu Aerosmith itu paling cocok untuk mewakili perasaan Tejo saat itu. Tejo memejamkan matanya tanpa bermaksud untuk tidur sama sekali. Dia memejamkan matanya untuk meresapi keindahan yang sedang dia alami saat ini. Harumnya tubuh Sarah, lembut kulitnya, dan semuanya.

Tangannya mulai berani meraba di bawah pinggul Sarah, menyelinap ke balik selimutnya. Betapa terkejutnya mendapati bahwa ternyata Tantenya itu memang telanjang bulat di balik selimutnya. Dengan gemetar tangan Tejo mengarah ke bawah pusar. Dirasakannya telapak tangannya menyentuh bulu-bulu halus di sana. Benar-benar sensasi yang luar biasa bagi dirinya. Ingin sekali dia menyibakkan selimut Sarah dan mengeksplorasi lebih jauh bagian itu.

“Ouwoah Tante...” gumamnya dalam hati.

Tejo tak tahan lagi, makin hidung, bibir, dan tangannya menggerayang kemana-mana bukannya kepuasan yang didapat melainkan malah makin tersiksa dan kerontang dia dibuatnya. Puncak pelampiasan nafsu seksual tentu hanya dengan stimulus di kelaminnya hingga orgasme. Itulah yang dia rasakan sedari tadi berontak dari dalam dadanya.

Dengan hati-hati Tejo memelorotkan celana kolornya dan mulai mengocok batang penisnya. Dia melakukan dengan perlahan supaya Sarah tak terbangun. Namun sepelan-pelannya onani, tetap saja mengusik Sarah dan membuatnya terjaga.

“Ya ampun Tejo nekat banget onani di sebelah Tantenya...” Gumam Sarah dalam hati.

Dia berpura-pura masih tidur sehingga Tejo meneruskan onaninya. Gemas juga Sarah dibuatnya. Ingin rasanya dia bangun dan memergokinya. Tapi hal itu urung dilakukannya. Dia tak tega. Atau bagaimana kalau bangun lalu membantu Tejo mengocokkan batangnya...? Pikirnya nakal.


Sarah merasa geli dengan pikiran-pikirannya itu. Tapi hal itu juga urung dilakukannya. Dia malu. Akhirnya Sarah terus berlagak tidur sementara Tejo makin hampir mencapai puncak. Tiba-tiba Tejo bangkit.

Dia perlu mengocok batangnya dengan cepat. Kalau dia tetap melakukannya sambil tiduran pasti ranjang Sarah yang empuk akan tergoncang karenanya dan Tantenya itu pasti bakal terbangun. Begitu pikir Tejo. Sambil berdiri di samping ranjang Sarah Tejo pun makin menggencarkan onaninya sambil mengagumi keindahan dada telanjang Sarah.

“Oooohhh Tante...” Desahnya lirih.

Ingin rasanya dia menyingkap selimut yang menutupi bagian bawah tubuh Sarah. Tapi lagi-lagi dia khawatir Sarah akan terbangun karenanya.

Sarah membuka mata sedikit-sedikit berusaha mengintip apa yang dilakukan Tejo. Dirinya ikut berdebar-debar menyaksikan Tejo beronani dengan dirinya sebagai obyek pemandangan seksualnya.

Parahnya lagi, Tejo beronani tepat menghadap dirinya. Batang penisnya yang besar dikocok-kocoknya tepat di atas tubuhnya seakan dia hendak melakukan bukkake terhadap dirinya. Sarah makin berdebar dibuatnya. Dia bertekad akan berpura-pura terbangun sebelum tejo mencapai orgasmenya.

“Ouuughhhh.........” Tiba-tiba Tejo melenguh panjang.

Takut terlambat, Sarah segera membuka matanya.

“Tejooo...?” Ujarnya pura-pura terkejut.

Tapi jelas Tejolah yang benar-benar terkejut saat itu. Apa daya laharnya sudah di pucuk senjatanya tak mungkin dihambat lagi.

Croottzz...!

Lahar peju Tejo menyembur dengan dahsyat dan tak ayal lagi mengenai seluruh dada Sarah.

“Aahh...!” Sarah menjerit pelan.

Akan tetapi, Tejo bukannya memalingkan diri, Kepalang tanggung, Tejo malah dengan cepat meraih tengkuk Sarah dengan tangan kirinya, sementara tangan kananya masih tetap mengocok. Seakan-akan dia tak mau Tantenya menghindari muntahan spermanya.

Croottzzz...! Croottzzz!

Semburan kedua dan seterusnya dengan mulus mendarat di wajah Sarah. Walau sudah terbiasa dengan Anton, Sarah kini spontan menutup matanya.

“Mmhhhh... Joo...!” Desahnya gelagapan.

Benar-benar di luar dugaan dirinya, Tejo akan nekat meng-cum shot wajahnya. Melihat wajah cantik Sarah berlumuran spermanya membuat perasaan tejo melambung. Sensasi orgasmenya makin bertambah dahsyat. Inilah orgasme terhebat yang pernah dia alami sepanjang hidupnya!

Yeaahh...! Ingin rasanya dia berteriak girang saat itu. Setelah orgasmenya reda Tejo melepas genggamannya pada tengkuk Sarah. Dia pun terduduk lemas. Sarah menjatuhkan kepalanya di atas bantalnya lagi, dia terdiam, pandangannya menerawang ke langit-langit. Dirasakannya hangat sperma Tejo melelehi pipinya namun dia enggan buru-buru menyekanya.

“Ah Tejo... Tejo... Apa yang udah kamu lakukan pada Tantemu ini...?” Desahnya dalam hati.

Perasaannya benar-benar campur aduk saat itu. Dia bingung bagaimana meski bersikap. Haruskah dia meledak dan mendamprat Tejo? Bagaimana reaksi Tejo nanti? Ah, dia benar-benar bingung.

Sementara Tejo sendiri juga diam terpaku. Ada sedikit penyesalan di dalam dadanya atas apa yang baru saja dia lakukan. Dia seperti tak percaya dirinya bakal bertindak senekat itu. Sebenarnya dia tadi sama sekali tak berniat menghujani Sarah dengan spermanya.

Tadinya dia berniat berpaling saat mencapai orgasme, atau paling tidak menadahi spermanya dengan tangan kirinya. Tapi Sarah yang tiba-tiba terbangun membuatnya panik dan...

Ah, yang terjadi biarlah terjadi... Pikirnya.

Kini dia siap didamprat habis-habisan oleh Tantenya. Akan tetapi Tantenya yang tidak kunjung mengucap sepatah kata pun membuat dirinya juga galau.

“Jo...” Akhirnya Sarah bersuara.

“Y... Yaa Tannte...” Jawab Tejo gagap.

Sarah bangkit dan duduk bersandar. “Ambilkan tisunya Jo...” Pintanya.

Tejo segera menurutinya. Diulurkannya kotak tisu pada Sarah. Sarah mengambil beberapa lembar dan mulai menyeka wajahnya.

Tejo tidak tinggal diam. Dia juga mengambil beberapa lembar dan membantu membersihkan sperma yang membasahi dada Sarah. Ditatapnya wajah Tantenya. Entah apa yang tercermin dari raut mukanya yang sayu itu. Apakah sedih? Merasa dilecehkan? Marahkah? Entahlah. Perasaan Tejo makin galau.

“T... Tante, maaf Tejo tadi nggak sengaja... H... Habisnya Tejo kaget Tante tau-tau bangun...” Dengan gagap Tejo berusaha menjelaskan.

Sarah tidak menjawab. Mukanya merengut. Dicubitnya Tejo dengan gemas.

“Aduduu...h!” Tejo mengaduh.

Cubitan Sarah agak serius dan terasa sedikit sakit. Terang saja Sarah kesal, bagaimana bisa dibilang tidak sengaja sedangkan Tejo tadi terang-terangan memegangi tengkuknya dan menembakkan sperma ke wajahnya.

“Dasar kamuu...” Ujar Sarah gemas. “Udah... Bobo’...!” Lanjutnya sambil mengacak-acak rambut Tejo.


Sarah memilih untuk tidak membicarakan peristiwa barusan karna dia sendiri pun tak tahu harus berkata apa. Dia segera rebah setelah semua sperma Tejo diseka hingga kering tak bersisa. Ditariknya selimut sebatas bahu hingga menutupi tubuhnya. Dilihatnya Tejo masih saja duduk terdiam. Gemas dia dibuatnya.

“Jo... Jangan nakal ya... Udah malam, tidur, besok sekolah...!” Ujarnya tegas.

“Ta... Tante, Tejo masih boleh tidur sama Tante kan...?” Jawab Tejo terbata.

Sarah menghela napas. Dia sama sekali tak berniat mengusir Tejo. Dibukanya selimutnya, mengisyaratkan Tejo untuk masuk berbaring di sampingnya. Tejo pun meringis senang. Serta merta dia berbaring memeluk Sarah.

“Makasih Tante...” Gumamnya.

Sarah tersenyum melihat tingkah polah Tejo. Ditutupkan lagi selimutnya menutupi mereka berdua. Betapa senangnya tejo tidur satu selimut bersama Tantenya yang selama ini dipuja-pujanya. Terlebih lagi Tantenya itu dalam keadaan telanjang.

Dipeluknya tubuh Sarah rapat. Sarah juga melingkarkan tangannya di atas kepala Tejo dan membelai-belai rambutnya. Tejo sempat merasa kecewa, harusnya tadi dia bertelanjang dada supaya kini kulitnya bisa bersentuhan langsung dengan kemulusan kulit Sarah. Dia jelas tak mungkin melepas bajunya sekarang, bisa-bisa Sarah mendampratnya.

“Tante...” bisik Tejo lirih.

“Ada apa lagi Jo...?” Jawab Sarah lembut.

“Tejo sayang sama Tante...” Ucap Tejo polos.

Sarah terdiam tanpa menjawab. Tak percaya dengan apa yang didengarnya. Apakah keponakannya itu baru saja menyatakan perasaan cinta kepadanya...? Ah gila. Pertanyaan itu mengusik batinnya. Tapi dia tak mau ambil pusing lebih jauh. Dia sudah sangat mengantuk. Tejo sendiri tampaknya langsung terlelap kelelahan.

Sarah menghela napas. Baru 2 hari Heru pergi. Masih 4 hari lagi sebelum suaminya itu pulang. Entah apa lagi yang akan terjadi nanti... Sarah pun terlelap.

Naluri Eksibision Mah-Mud (SARAH) S-2

yes.. ahhh.. fuck my pussy... oh.. good dick.. Big cock... Yes cum inside my pussy.. lick my nipples... my tits are tingling.. drink milk in my breast.. enjoying my milk nipples... play with my big tits.. fuck my vagina until I get pregnant.. play "Adult sex games" with me.. satisfy your cock in my wet vagina..
Klik Nomor untuk lanjutannya
close