Cerita Dewasa - The Annisa Febrianti S-2

Klik Next/Nomor untuk membaca kelanjutannya.




Annisa Febrianti




Disuatu sore yang indah.


Di sebuah warung kopi yang terletak di sebuah jalanan sepi yang tidak terlalu ramai, di sebuah meja kayu yang diatasnya terletak sebuah laptop menyala tampak seorang pria mengenakan sweater Hoodie sedang menyeruput secangkir kopi. Dengan senyuman tipis di bibirnya ia terus dengan lihai menggoyang-goyangkan jarinya di mouspad laptop miliknya.

"Gak berasa udah 6 bulan. Belum ngapa-ngapain padahal. Cepat amat waktu berlalu. Kamu sehat-sehat aja disana kan sayangku?? slrrrpppp" ucap pria itu tersenyum lalu menyeruput kembali kopinya.

Dari layar laptop yang menyala itu tampak ia membuka website Instagram sedang memperhatikan sebuah akun Instagram berpengikut sebanyak 600k, dengan perlahan membuka satu-persatu postingan yang di telah di upload oleh pemiliknya. Pupil matanya membulat tatkala ia melihat sebuah foto fullbody dari seorang akhwat cantik dengan bentuk tubuh yang nyaris sempurna sedang memegang sebuah kue bertuliskan "selamat ulang tahun ke-23 umi nya Abi tercinta"

"Cantiknya wajahmu nis. eh.. itunya jg nambah gede kayaknya. Jadi pengen segera ketemu kamu. Sabar ya sayang" ucap pria itu mengusap-usap layar laptopnya.

Bibirnya kembali tersenyum dan sesekali mengeluarkan tawa tipis.



=====00=====




Diwaktu yang sama di sebuah kantor yang terletak di pusat kota, seorang wanita tampil sangat cantik sedang melihat sendiri pantulan dirinya di sebuah cermin yang terletak di dekat monitor meja kerjanya merapikan hijabnya yang bewarna hitam. Ia memakai kemeja cokelat longgar dipadukan dengan rok warna hitam panjang sehingga tampak matching dan trendi. Dengan paras indah serta gaya berpakaiannya yang modus, jika tidak mengenalinya siapapun yang melihatnya tidak menyadari bahwa akhwat cantik tersebut sudah memiliki seorang suami bahkan sudah 3 tahun berumah tangga.



=====00=====


POV Annisa Febrianti


"Pak.. Nisa ijin pulang yah. Kerjaan yang diminta sudah Nisa letak di meja bapak. Draft video ada di dalam flashdisk di saku map nya yah pak.." ucapku mendatangi pak Joko yang berdiri di depan jendela sedang memantau keadaan jalanan dari atas.

Pak Joko adalah seorang head manager di tempatku bekerja. Ia orang yang sangat rajin dan telaten. Dengan beberapa idenya, perusahaan kami melejit, ia bahkan bisa membuat sebuah produk yang sebelumnya kurang dilirik menjadi bahan incaran kaum sosialita dalam kurun waktu yang tidak begitu lama.

Aku sendiri adalah model sekaligus brand ambassador di perusahaan ini. Pak Joko kerap mendokumentasikan produk yang akan ia pasarkan dengan aku sebagai model penglaris nya.

"Buru-buru amat mbak.. tuh lihat jalanan masih macet. yang ada pegal nanti kamu nyetirnya." Ucap pak Joko dengan santainya.

"Iyah pak soalnya Nisa ada janji sama teman. Malah kayaknya Nisa udah telat nih pak" jawabku sambil memeriksa kembali tas yang sedang kujinjing.

"Ya udah deh. Hati-hati dijalan yah kamu" balas pak Joko yang kali ini dibarengin dengan senyum

"Makasih bapak. Assalamualaikum." Jawabku membalas senyuman pak joko lalu melangkah pergi.

sebagai gambaran aku berkerja di gedung 40 lantai dimana kantorku berada di lantai 15-20 sementara lantai lainnya dipakai oleh perusahaan lain yang menyewa atau dijadikan apartemen oleh si pemilik gedung.


Dengan sedikit tergesa aku berjalan menuju lift. Di dalam lift aku bertemu dengan Rizal, seorang pria yang dahulu pernah mendekatiku.

"Eh Nissa. Mau kemana kok cakep amat?" Tanya Rizal memperhatikan adanya perbedaan dari penampilan ku




Rizal adalah seorang staf administrasi keuangan di salah satu perusahaan yang bertengger di gedung yang sama dengan perusahaanku. Sekitar 4 tahun yang lalu, ia pernah menembakku dan menyatakan niatnya ingin menikahiku namun harapannya harus kandas karena saat itu mas Farhan telah terlebih dahulu meminangku.

Ku akui Rizal adalah pria yang hebat. Dapat dilihat dari sikapnya terhadapku yang masih sama seperti dulu, tetap baik bahkan disaat aku yang saat ini sudah menjadi istri orang lain.

"Kamu tau aja yah zal. Iya, aku ada reuni nih. Jadi ya pake make up ala kadarnya aja deh" jawabku ke Rizal yang masih memperhatikan penampilanku

"Kamu mah mau pake make up apa enggak sama aja nis."

"Sama aja gimana zal? Tetap gini-gini ajah yah? Ih kamu ya zal..." ucapku sedikit cemberut memonyongkan bibirku

"Sama aja. Sama aja manis. Kalo dasarnya manis mau pake make up atau engga make up ya tetap aja manis nis. Hehe" ucapnya cengengesan

"Kan kan... keluar deh gombalnya. Aku aduin ke pacarmu loh baru tau kamu. Weeek" balasku memeletkan lidah lalu menoel pinggangnya

"Ampun niss hehe. tapi yang aku blg bener loh. Eh.. " kata Rizal terpotong karena ternyata lift sudah terbuka dan aku sudah sampai ke lobby

"Ya udah deh kali ini aku ampuni zal. Hehe.. btw duluan ya" ucapku melambaikan tangan

"Hati-hati ya Annisa. Jangan ngebut" ucapnya dari dalam lift yang hampir tertutup

Seperti yang disampaikan oleh pak Joko, kemacetan langsung terlihat begitu aku menginjakkan kaki keluar gedung kantor.

“hufftt. Kok macet banget sih? Padahal kan hari ini bukan weekend” lirihku pelan

Dengan berat hati aku menyusuri jalan setapak luar gedung kantorku menuju kearah mobil yang kuparkirkan tidak begitu jauh. Kulewati beberapa pedagang asongan yang memang selalu berjualan disekitaran sini.

“sore mbak nisaa. ” ucap seorang pedagang somay memberi sapaan.

Aku menoleh lalu memberi senyuman padanya. Kupercepat langkah ku agar semakin cepat sampai ke mobilku sampai tiba-tiba kulihat seorang laki-laki tua sedang mengutip sampah pada bak sampah yang tepat berada disebelah mobilku.

Dahiku langsung mengkerut, kedua kakiku berhenti melangkah mendekati mobil yang jaraknya hanya beberapa meter lagi dariku, sementara pandanganku tidak bisa kualihkan dari dia yang pernah merasakan nikmatnya liang kawinku.

"Duh.. kenapa pak kifli ada disitu? Mana sebelahan sama mobilku lagi. Iiih... gimana ini??" aku menggerutu didalam hati.

Pikiranku berkecamuk dengan tindakan apa yang harus aku lakukan. Apakah beranikan diri saja dengan asumsi pak kifli sudah melupakan atau bahkan tidak mungkin ingat dengan wajahku? Atau menghindari pak kifli yang bisa saja masih mengenaliku. Memang beberapa bulan ini, semenjak kejadian di taman aku selalu menaruh awas terhadap sekelilingku khususnya pak kifli karena dia biasa mulung di daerah sini dan juga agar cerita yang sama tidak terulang kembali.


Pak kifli terus mengorek isi bak sampah itu. Botol plastik bekas yang masih layak dijual ia pindahkan ke keranjang rotan miliknya yang selalu ia bawa bawa sementara ketika mendapati adanya sisa tulang ayam, ia bahkan memasukkannya ke mulut lalu melahapnya mengharapkan masih ada sisa daging tersisa.

Jujur saja hatiku langsung merasakan sesuatu, ntah itu rasa kasihan, rasa iba, atau rasa ingin menolongnya. Tapi aku tetap tidak mau apabila harus mendekatinya lalu membantunya secara terang-terangan yang akan membuatnya melihat wajahku. Tiba-tiba saja terpikir olehku sebuah cara, cara yang sebenarnya mudah dan tidak memerlukan banyak usaha.



Aku menarik satu sisi hijabku lalu menyelipkannya di lipatan hijab di pipiku menutupi separuh bagian bawah wajahku. seperti mengenakan cadar, hanya kedua mata lentikku dan kening yang terekspose.

Dengan tangan kananku aku rogoh tasku, aku mengambil selembar uang 50rb dengan niat akan memberinya ke pak kifli yang saat ini terlihat sangat membutuhkan bantuan. Kuberanikan mendekatkan diri dengan kembali melangkah menuju mobilku.

Sesampainya di depan pintu mobilku, pak kifli tidak memperhatikanku dan terus mengorek bak sampah itu berharap menemukan sisa makanan lain yang masih bisa ia santap.

"Permisi Bapak.. pak..." tegurku ke pak kifli

Pak kifli yang menyadari adanya panggilan dari seorang wanita langsung menolehkan pandangannya.

"Hm? Eh iya ada apa mbak??" Jawab pak kifli sembari mengelap kedua tangannya yang kotor ke baju kucel yang ia kenakan.

"Ini pak ada sedikit uang untuk bapak.. tlg dipakai untuk beli makanan yah pak. Jangan beli rokok" ucapku menawarkan uang 50rb yang tadi kuambil.

Karena setahuku pak kifli suka merokok, aku mengingatkannya agar mempergunakan uang yang kuberikan untuk hal yang lebih berguna.

"Beneran mbak? Serius?" Tanya pak kifli dengan sorot mata mengharapkan uang yang kutawarkan.

"Iyah bapak.. ini uangnya untuk bapak. tapi ingat pesan aku yah pak." Ucapku memberikan uang tersebut yang langsung diterima dengan riang oleh pak kifli.

"Asiik! Horee!! Terima kasih mbak cantik. Semoga mbak cantik semakin murah rezeki dan sehat selalu" Teriaknya dengan menunduk ke arahku lalu tiba-tiba melompat kegirangan.

Dari balik kain hijabku, bibirku tersenyum melihat tingkah lucu pak kifli yang meloncat-loncat kecil sambil menatap uang 50rb yang kuberikan.

Pak kifli memakai kaos bewarna hitam yang sudah compang camping. Saat ia melompat kecil, pusar pada perutnya terlihat. Sedangkan dibawah ia hanya memakai celana bola yang sudah sangat kusam, ntah berapa lama ia tidak mencuci celana yang ia kenakan itu.

Namun tiba-tiba aku menyadari sesuatu, sebuah tonjolan bergerak naik turun seiring lompatan tubuhnya, saat loncatan terakhirnya aku melihat sesuatu seperti mengintip dari balik celananya. Ternyata pada bagian pisaknya, ada bolongan yang membuat penisnya mengintip.

"Ehh.. itu kan...! " ucapku dalam hati.

"Pak. Aku permisi dulu ya.. assalamualaikum"

Akupun langsung membuka pintu mobilku lalu dengan segera pergi meninggalkan pak kifli yang masih memegang uang 50rb yang kuberikan


__ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __


"Hufff.. beneran deh. Nyetir hampir sejam aja masih sampe sini. Bakalan telat nih pasti"

Aku kembali menggerutu dengan kemacetan yang kurasakan. Jalanan yang begitu ramai membuat perjalananku menuju tempat reuni tersendat, bunyi klakson kendaraan berulang kali menggema. Tidak jarang dibarengi oleh teriakan kekesalan dari pengemudi motor yang sering memaksakan lewat dari celah sempit antara mobilku dan mobil disebelahku.

Lampu lalu lintas mungkin sudah 6x berubah warna namun aku masih berada di persimpangan yang sama. Karena tidak bisa berbuat apa-apa ditengah kemacetan ini, pikiranku jadi suka melayang kemana-mana. anehnya lagi ntah kenapa aku jadi mengingat pak kifli kembali. Aku tau persis tadi ia tidak memakai daleman lagi dibalik celana bolanya. Tonjolan besar yang gondal gandul di celananya ketika ia meloncat dan sepersekian detik menunjukkan jati dirinya dari lubang di pisak celananya, membuatku merasakan sesuatu desiran.



Untuk beberapa saat aku terus mengingat batang kejantanan pak kifli, bahkan di otakku sedang terjadi reka ulang saat aku pernah disetubuhi olehnya. Saat itu ia berhasil membuatku merasakan nikmat dunia, meski dalam keadaan terpaksa dan birahiku sedang tinggi-tingginya akibat obat perangsang.

Nafasku memburu, syahwatku kembali meninggi.

"Kalo tadi pak kifli mengenaliku lalu menyergapku gimana ya? Kalo tadi penis dia yang kotor itu kembali masuk ke memek aku yang bersih ini gimana ya? Kalo tadi dia berani kembali menyirami rahimku dengan pejuh nya yang hangat gimana ya? Hmmmpp.." tanyaku dalam hati sambil mendesah kecil.

Tangan kananku tetap fokus di setir sementara tangan kiriku tanpa sadar sudah berada di dada ku meremas pelan bongkahan kenyal payudara dari luar kemeja yang kupakai.

Kurasakan birahiku semakin meninggi karena remasan yang kulakukan sendiri. Aku menggigit bibir bawahku, mataku meram melek menikmati rangsangan yang kuperbuat sendiri.

"Padahal kalo pak kifli tadi berani menarik tanganku, mengajakku ke pos kosong dekat situ lalu memaksaku melayani nafsunya. Pasti pasti...... emmpphh" desahanku semakin menjadi.

Jemariku perlahan menyusup masuk melalui sela diantara kancing bajuku mencari ujung dari payudara yang masih dilapisi bh. Kupilin lembut putingku sendiri sambil terus membayangkan jika saja pak kifli berani memperkosaku tadi. Karena bh yang kupakai membuat sulit jemariku bermain di area puting, aku pun menurunkan bantalan bh yang membuat payudaraku kini semakin membusung karena ada penopangnya.

Kucubit halus, kutarik lembut, kuputerputer, rasa geli dan nikmat terus merangsang otakku untuk terus melakukan perbuatan tercela ini. Tubuhku berasa panas, ingin sekali rasanya kubuka pakaianku ini lalu melanjutkan sentuhan-sentuhan birahi ke tubuhku sendiri. Dibawah tepatnya di bagian selangkanganku, kurasakan celana dalam yang kupakai sedikit lembab akibat cairan vaginaku yang mulai merembes.

Dengan akal sehat yang kumiliki, sebisa mungkin aku tidak mau menyentuh bagian vaginaku karena jika kusentuh, bisa aja aku lepas kendali dan malah manstrubasi didalam mobil yang masih terjebak di kemacetan ini.

"Emmpph kenapa senikmat ini?? Padahal kan aku tidak dalam pengaruh obat perangsang. Abii sayang... umi pengen..." ucapku manja sambil terus mempermainkan puting payudaraku sendiri.

Tanpa kusadari disebelahku ada seorang pria yang sedang memperhatikanku. Meski kaca mobilku tampak gelap dari luar namun dia pasti dapat melihat sedikit2 kelakuan cabul yang sedang kulakukan.

"Biarlah.. lagian dia tidak akan mengenaliku" pikirku dalam hati.

Bukannya khawatir dan takut, aku malah semakin aktif mempermainkan payudaraku. Kubuka kancing ketiga kemejaku sehingga tanganku bisa semakin leluasa dalam aktifitasnya. Malah aku miringkan badanku kearah pengendara itu yang membuatnya semakin dapat melihatku dari balik kaca jendela mobilku.

Kulihat sekilas pengendara itu mupeng, mulutnya tidak menutup melihat aksi nakal ku. Matanya menyipit berusaha menembus kaca film jendela mobilku.

*Tiiiin tiinnnn!*

Tiba-tiba dari belakang terdengar suara klakson yang bersahutan dari banyak kendaraan. Ternyata lampu yang tadinya merah sudah berubah jadi hijau yang menandakan sudah bisa melintasi persimpangan jalan di depan mobilku.

Akupun dengan sigap menarik keluar tangan yang sedang meremas payudaraku keluar lalu segera mengendarai mobilku. Pengendara motor yang tadi asik melihatku juga terburu-buru memacu motornya pergi menjauh.

"Syukur deh lampu udah hijau sebelum aku berbuat lebih jauh. Masa aku manstrubasi di tempat umum sih? yang kubayangin juga malah pak kifli. Masih mending bayangin mas miftah deh.. Hufft" ucapku tak habis pikir atas apa yang kulakukan beberapa saat lalu.



30 menit kemudian


Matahari perlahan tenggelam, rembulan bergantian mulai menampakkan wujudnya menyinari bumi tempatku berpijak. Mendapati sudah waktunya sholat maghrib, kusempatkan berhenti sejenak di sebuah masjid yang searah dengan tujuanku guna menunaikan ibadah wajib yang harus kutegakkan, akupun. Seusainya aku kembali memacu mobilku menuju tempat reuni.

*Terus lurus. 200 meter lagi lalu tujuan anda berada disebelah kiri*

notifikasi google maps dari hp ku berbunyi.

"Oh ini dia tempatnya. Luas banget dalamnya terus Cantik juga. yang lain udah pada ngumpul belum yah?" Pikirku saat mobil yang kubawa memasuki sebuah cafe dengan nuansa alam nan aesthetic. Nama cafenya juga sama dengan konsep yang disajikan yakni living aesthetic cafe.

"Yak kiri kiri.. terus... yak opp!" Teriak tukang parkir yang mengomandoiku untuk parkir.

Kumatikan mobilku, kuambil tasku lalu kubuka pintu mobilku.

"Terimakasih mang." Ucapku begitu keluar dari mobil.

"Iya neng sama-sama atuh." Jawabnya singkat dengan tatapan tajam memperhatikan seluruh tubuhku.

Aku yang sedikit takut dengan tatapannya itu langsung melewatinya namun aku tahu dia tetap menatapku.

"Eh Eneng maaf. tunggu." Ucapnya dari belakangku

"Iyah mang ada apa?" Aku beranikan menjawabnya kuputar badanku melihat kearahnya.

Tatapannya membuatku bingung. Walaupun matanya menatap tajam kerahku namun saat ini aku tidak merasakan adanya niat jahat.

"Maaf sebelumnya neng. Itu nya Eneng emang sengaja digituinkah?" Tanya mang parkir itu memperhatikan area dadaku

Astaga!. Ternyata aku lupa memperbaiki pakaianku. Kancing baju di area dadaku lupa aku kancingkan, bahkan kedua gunung kembarku masih membusung keluar dari BH yang kupakai sehingga putingku tercetak jelas di kain tipis kemejaku.

"Eh? Maaf mang jangan diliatin" ucapku langsung berbaik badan dan memperbaiki pakaianku.

*Aduh kok kelupaan.. pasti mamang ini jadi mikir yang macem-macem deh.* Pikirku dalam hati

"Permisi ya mang. Aku masuk dulu.. sekali lagi terima kasih mamang sudah mengingatkanku" ucapku ke tukang parkir tersebut

"Hehe iya neng. Terima kasih juga pemandangan gunungnya. Indah lho hehehe becandaa" jawabnya cengengesan

Tidak memperdulikan ucapannya aku hanya membalas kalimat itu dengan senyuman dan pergi ke dalam area cafe. Sejujurnya aku telah diselamatkan olehnya, apa jadinya kalo kondisiku tadi terlihat oleh teman-temanku nanti.

"Rezeki bagi mereka musibah di aku dong. Hehe" ucapku dalam hati

"Weii Annisa datang! Nisa sinii!!" Ucap seorang lelaki dari meja kayu di dekat tanaman pagar.

Mendengar suara itu aku langsung tahu kalau teman-temanku ada disana. Ada 5 orang yang sudah ngumpul dan salah satunya adalah Rani.

Rani memakai baju rajutan warna abu berlengan panjang dengan hijab warna abu rokok serta kacamata berwarna merah jambu. Disebelahnya ada Bobby, agung, Dhea, dan imron. mereka adalah teman-temanku semasa kuliah dulu. Sudah hampir setahun aku tidak berjumpa dengan mereka. Setahuku Dhea sudah menikah dan memiliki 1 anak, agung sudah menikah dan memiliki 2 orang anak, Imron baru saja menikah namun terpaksa LDR karena istrinya bekerja di lain kota, sementara Bobby yang notabenenya paling heboh diantara mereka ntah kenapa belum juga menikah, serupa dengan Rani yang masih lajang meskipun banyak yang menaksir.

"Assalamualaikum. Maaf yah aku telat. Macet banget jalannya.." ucapku sambil menyalim mereka satu persatu

"Akhirnya yang ditunggu datang juga. Kami hampir bersawang nih nungguin kamu tau. Jadi udah bisa kita pesan makanannya. Laper nih Haha" kata Bobby sambil menyalamiku.

"Nisaaa.. kamu makin cantik aja deh. Si gembrot Bobby gak usah didengerin tuh. Hihi.. Gak berasa ya udah setahun aja kita gak jumpa." ucap Dhea sambil menyalamiku sambil kami cepika cepiki ala girlie

"Dhea juga makin cantik kok. Udah anak 1 tapi masih keliatan singset. Hihi" jawabku lalu kami dua pun tertawa



Lanjut aku menyalami Imron dan agung. Mereka tampak sama seperti sebelumnya tetap tidak banyak omong, beda banget sama Bobby yang kalau gak ngomong artinya dia sedang sakit.

Bobby orangnya gembrot, mukanya biasa aja, namun paling enak diajak bicara. Ia paling pandai dalam menghidupkan suasana dengan jokes-jokesnya. Imron orangnya kaleman, wajahnya lumayan ganteng tapi badannya kurus. Agung orangnya kaleman juga tapi tidak sekalem Imron. Ia menikah di usia muda dengan pacar masa kecilnya. alhasil 2 anaknya saat ini pun adalah yang tertua diantara anak-anak Dhea dan imron. Dhea beparas manis namun bertubuh mungil, aku sebenarnya terkejut dari tubuh mungil Dhea, udah menghasilkan 1 orang baby imut. Sementara Rani berparas manis dengan tubuhnya yang molek.

"Permisi mas dan mbaknya mau pesan apa?" Kata pramusaji yang datang menghampiri kami.

Kamipun memesan makanan dan minuman untuk disantap.

Sembari menunggu kami bercanda gurau yang membuat gelak tawa terdengar riuh dari kami ber-6. Tentu saja Bobby pelopornya, ia sangat pandai dalam menciptakan guyonan yang membuat kami semua ikut menikmati riangnya malam ini.

Pasti timbul pertanyaan, kan teman-temanku ini selain Bobby dan Rani pastinya udah punya pasangan, bahkan Dhea dan agung sudah memiliki anak. Mana mereka?? Wess.. For your info(fyi), sebelum reuni ini kami semua sudah sepakat untuk tidak membawa pasangan serta anak agar acara malam ini benar-benar menjadi milik kami. Karena alasan itu jugalah mas Farhan tidak kubawa kemari. Namun dengan ijin nya jugalah aku bisa menghadiri reuni ini.

Sungguh aku kangen dengan romansa seperti ini, seakan membawaku kembali kejaman kuliah dulu. Makanan dan minuman yang dipesan datang tidak lama setelahnya, sembari makan kami tetap mengobrol dengan asiknya. Bahkan beberapa kali aku hampir tersedak karena harus tertawa padahal sedang mengunyah makanan.

Kulihat Rani juga ikut tertawa riang. Dari raut mukanya tidak ada lagi kesedihan akibat kejadian di lapangan Saday*na dulu. Kami berdua telah sepakat merahasiakannya dari siapapun sehingga cerita kelam kami itupun tidak menyebar. Syukurlah..

Seperti kata orang, ketika kita senang-senang, waktu akan berputar lebih cepat dari biasanya yang membuat kami tidak menyadari kalau malam semakin larut.

Bobby yang seakan menjadi ketua grup kecil kami ini terus mengoceh seakan tidak ada titik dalam hidupnya. Sebenarnya kami menikmati ocehannya yang lucu itu. Sesekali ia menyinggung kami para cewek, karena kami tidak membawa pasangan kadang ocehannnya malah menyinggung hal yang berbau mesum. Tapi emang seperti itulah bobby, ia sama sekali tidak berubah semenjak dulu.

*Piiip piiiip*

Aku merasakan getaran hp ku. Dari notifnya aku langsung tahu mas Farhan lah yang mengirim pesan.

Dengan cepat ku hidupkan hp ku lalu kubuka pesan dari suamiku.

"Assalamualaikum umi sayang. Udah jam 9 loh. Umi masih reuni apa udah dijalan pulang?" Tanya suamiku

Aku yang lupa waktu kaget ketika menyadari sudah jam 9 malam.

"Waalaikumsalam abi. Umi masih di reunian Abi. Umi lupa waktu gak nyadar udah jam 9 aja. Sebentar lagi umi pulang ya Abi." Balas ku ke mas Farhan

Tidak lama berselang balasan pesan mas Farhan sampai yang isinya "iya umi. yang penting umi jangan pulang kemaleman ya sayang. Abi juga titip makanan ya sayang. Laper nih".

Mas farhan ternyata belum makan. Padahal karena tau akan pulang malam, mas farhan sudah kupesankan agar memesan makanan online saja.

Sepertinya teman-teman yang lain menyadari gelagatku, merekapun baru menyadari waktu sudah menunjukkan jam 9 lewat.

"Tuan puteri kita udah dicariin nih. Kalian udah dicariin belum?" Tanya bobby ke teman yang lain



"Belum sih. tapi baiknya udahan yuk. Lain kali kita ngumpul lagi" sahut agung yang sepertinya ingin segera pulang.

"Kamu sih Bob. Jomblo Mulu. Cari pacar gih biar ada yang nyariin." Ucap Dhea memeletkan lidahnya mengejek Bobby

Bobby tampak sinis menanggapi celotehan Dhea.

"Yee gini-gini yang naksir aku banyak tau. Tinggal aku pilih aja satu jadi deh. Haha." Jawab Bobby tertawa

"Dasar si gembrot ini emang paling pande ngelesnya. Gini deh. Ntar aku kenalin sama temanku mau? Masih lajang anaknya sama kayak dirimu Bob" sahut Imron sambil mengetik pesan di hp nya

"Udah udah.. kok jadi ngebahas aku. Malesin deh. Walaupun yang antri banyak. tapi aku bakal ninggalin mereka semua kalo Annisa mau samaku" ucap Bobby dengan berani merangkulkan tangan di pundakku.

"Eh... Bobby jangan modus yaa.. ntar Nisa cubit baru tau rasa" ucapku hendak mencubit perutnya yang gembrot.

“cubit aja niss. Dari dulu dia emang suka modusin kita-kita. Genit ih hahaha” kata dhea tertawa

“enak aja mana ada aku modusin lu. Yang kumodusin tuh yang cakep-cakep aja. Keg annisa hahaha” balas bobby ikut tertawa lepas

“dasat buaya lu bobb. Bangun rumah tangga gak mau. Giliran godain cewek cakep nomor satu. Yakan nissa? hehe” Kata Imron sambil sedikit menahan tawa

“iya tau tuh si bobby. Hihi” jawabku teresnyum

Bobbypun melepas rangkulannya dari pundakku. Teman yang lain hanya tertawa melihat tingkah lucu kami.

Di bangku kuliah dulu, kelas kami terkenal dengan kelas yang berisikan wanita-wanita cantik. Aku, rani, silvi, dan dila contohnya. Kami berteman dekat namun karena silvi dan dila berada dibawa suaminya merantau, mereka jadi tidak bisa ikut reuni ini. Teman satu angkatan bahkan kakak kelas banyak yang menargetkan salah satu dari kami untuk jadi pacarnya, namun untuk diriku, aku selalu membatasi siapa yang berhak dekat denganku sehingga di jaman kuliah dulu walaupun banyak yang menyukaiku, aku hanya meliliki 1 orang gebetan dan 1 orang mantan pacar. Selainnya hanya kujadikan teman atau malah tidak kurespon, tergantung bagaimana responnya terhadapku. Sementara rani, silvi dan dila sudah pernah beberapa kali berpacaran di masa kami kuliah dulu.

“tapi kali ini aku setuju sama bobby nis.” Ucap agung

“setuju apa gung??” tanyaku penasaran

Dhea juga melihat ke agung. Pasti dhea bingung, agung yang biasa keleman kali ini membuka suara.

“kamu cakep nissa. Cantikmu alami. Pantes dari dulu banyak orang naksir kamu. Baru nyadar aku Hehe” ucap agung malu-malu. Agung sampai menurunkan pandangannya saat aku menatapnya dengan sedikit kaget. Tidak kusangka agung mengatakan hal itu di depan yang lain

“oi gung. Ingat anak istri. Ooo ini lebih parah dari aku yang suka modus ni. Langsung merayu coii. Hahaha” kata bobby

“iya tau. Kan aku bilang yang sebenarnya aja bobb. Ga ada maksud lain tau” balas agung

“’udah udah.. memang semua lelaki sama aja. Buaya semua yakan ran? Hihi” ucap dhea ke rani

“hehe iya tuh. Mereka sama aja mungkin ya.” Jawab rani terseyum sambil meminum jus jeruk hangat pesanannya

“hihi kalian emang lucu-lucu yah.. hihi.. tapi aku kaget loh agung bisa muji aku. Makasih deh. tapi walaupun dipuji jangan harep aku yang traktir yeee” ucapku bercanda yang membuat semua temanku ini kembali rianng hanyut dalam suasana nyamanya persahabatan.


Karena mas Farhan belum makan, aku berinisiatif memesan nasi goreng jamur untuk dibawa pulang. Sekitar 20 menit menunggu ntah mengapa, pesananku kali ini lebih lama datangnya ketimbang pesanan awal tadi.

"Ya udah aku duluan ya semua. sehat-sehat kita semua ya byee" ucap agung pergi meninggalkan kami. Langkahnya dengan segera disusul oleh Dhea dan imron

"Perasaan aku duluan deh yang mau pulang. Hufff nyebelin" gumamku memasang muka sebal.

Rani mendekatkan dirinya dengan duduk disebelahku.

"Nisaa. udah jangan cemberut gitu. Kan masih ada aku disini. Sampe besok pagi pun tetap aku nungguin kamu" ucap Rani menenangkanku

Semenjak kejadian di taman, Rani tampak lebih dewasa. Saat ini malah dia yang dapat menghiburku. Ia mengusap-usap punggungku seperti seorang ibu menenangkan anaknya. Membuatku merasa nyaman.

"Busset dah. Macem ada kejadian apa aja pake drama segala. Ntar lg juga jadi pesananmu nis" celetuk Bobby

"Bawel ah. Biarin aja Bobby ngomong apa nis.. " Rani yang membalas perkataan Bobby

"Tuh dengerin Rani Bob. Jangan bawel. Hihi" ucapku sedikit menahan tawa

"Btw Rani pulang sama siapa? Berani sendiri?" Tanyaku

"Hmmm sebenarnya nis.. sebenarnya.." jawaban Rani terpotong-potong membuatku penasaran

"Sebenarnya apa ran?"

"aku dijemput sama calon suamiku niss. Sebenarnya dia udah di parkiran tapi kusuruh tunggu dulu karena nungguin Nisa" jawab Rani

"Congrats ya raniii. Kaget aku tau dengar kamu udah punya calon. Cakep gak? Kenal dimana? Kasih tau dongg" tanyaku manja menyenderkan kepalaku di bahunya

Rani cengengesan mendengar pertanyaanku. Tapi Ia dengan semangat menceritakan awal perjumpaannya dengan calon kekasih hatinya sampai tiba-tiba pesananku datang.

"Nanti lanjut lagi ceritanya ya Rani.. kita atur meet up kita berikutnya. harus secepatnya. Penasaran tauu" ucapku ke Rani.

"Iya Annisa.. pasti" balas Rani

Aku memeluknya sebagai tanda bahagia sekalian rani berpamitan mau pulang.

"Udah udah kalian pulang aja sana. Tinggalin aja aku disini. Gak usah anggap ada" ucap Bobby merajuk karena daritadi merasa diacuhkan

"Iih si Bobby malah merajuk. Mobilku diparkiran sana Bob. Mobilmu juga kan? Yuk kita ke parkiran bareng" ajakku ke Bobby

"aku pamit ya Nisa. Assalamualaikum" ucap Rani melambaikan tangan

"Waalaikumsalam" sambil membalas lambaian tangan Rani

Setelahnya aku dan Bobby menuju parkiran. Bobby lebih dahulu sampai ke mobil avanza hitamnya karena diparkirkan lebih dekat sementara mobilku terletak agak keujung lahan parkir

Di dekat pos security kulihat tukang parkir yang tadi memarkirkan mobilku. Ia terlihat sedang mengobrol dengan seseorang sembari menunjuk ke arahku sedangkan ia menuju mobil Bobby. Aku terus menuju mobilku. Teman ngobrolnya tadi tibatiba udah sampai kedekatku.

"Mau keluar neng??" Ucap tukang parkir itu.

Badannya cukup kekar dengan balutan rompi orange khas tukang parkir. Ada bekas luka di wajah sebelah kirinya. Rokoknya yang masih menyala ia jepit menggunakan bibirnya yang hitam.

"Iya mang.." jawabku sembari merogoh tas mencari kunci mobilku.

"Kok gak ada ya?? Apa ketinggalan di meja makan tadi??" Tanya ku dalam hati

"Maaf mang. Sepertinya kuncinya ketinggalan di meja. Aku ambil dulu" ucapku hendak kembali kemeja kami tadi untuk memeriksa apakah kunciku memang ketinggalan disitu atau tidak

"Jangan repot repot neng biar aku aja"

Ia langsung berlari menuju area cafe mencari kunci mobilku yang berukuran kecil. Mungkin hanya sebesar korek api.

Kulihat Bobby mengeluarkan mobilnya lalu pergi menuju pintu keluar. Ia pasti tidak melihatku yang lagi berdiri seorang diri membawa kantung kresek disebelah mobilku.

"Neng kuncinya gak Nemu. Di meja di lantai juga gak Nemu" ucap mang parkir itu ngos-ngosan

Aku kembali memeriksa tasku. Kujelajahi setiap jengkal isinya berharap menemukan yang kucari namun sepertinya memang tidak ada. Rasa panik mulai melandaku karena sebenarnya kunci utama mobilku sudah kuhilangkan, yang hilang kali ini adalah kunci serep.

“dimana ya?? Jangan sampe hilang plisss” ucapku dalam hati

Mang tukang parkir yang kulihat masih ngos-ngosan hanya diam memperhatikan kepanikanku. Lalu aku beranjak menyusuri semua titik di café ini yang ada aku lewati tadi. Karena cukup luas, belum lagi karena rasa panikku, energiku cukup terkuras dalam mencari kunciku. Tapi hasilnya tetap sama, kuncinya ditak kutemukan. Lantas aku pun kembali ke mobilku.

Ditengah rasa keputusasaan ini, aku mengambil hp dari saku tasku dan hendak menelpon mas Farhan, berharap dia menemukan solusi masalahku. Ku buka aplikasi whatsap lalu aku scroll layar hp ku sampai menemui kontak bertuliskan “Suamiku” lalu langsung ke sentuh tombol “call”. belum sempat berdering, tiba-tiba sebuah tangan menyentuh tombol merah yang membuat panggilanku dibatalkan.

“eneng mencari ini ya?” ucap tukang parkir yang memarkirkan mobilku ketika datang tadi. Aku tersentak. Dengan berani dia menunjukkan kunci mobilku yang dipegangnya sangat dekat dengan wajahku.

“iya mang. Aku lagi nyari ini dari tad… ehh?” perkataanku terpotong karena saat hendak kuambil kunci tersebut, dengan sigap ia menarik tangannya lalu mengumpetkannya kebelakang badan. Wajahnya memancarkan senyuman licik.

“bentaran dulu atuh neng. Buru-buru amat.. kuncinya gak akan hilang lagi kok kalo mamang jagain” ujarnya mendekat

Firasat buruk menyeliputi pikiranku seakan aku mengetahui kemana arah pembicaraan kami ini.



“terima kasih banyak mamang udah nemuin kunciku. Sebagai imbalannya ini aku ada sedikit hadiah untuk mamang” ucapku mengambil 2 lembar uang 100rb dari saku tas lalu memberinya ke mang tukang parkir.

Ia melihat kearah tanganku. Sejenak ia terdiam kemudian dengan halus menepis uang yang kusodorkan kepadanya.

“uang mah mudah dicari neng. Tapi neng yang binal begini nih yang susah nyarinya” ucapnya sambal mencolek daguku.

“mang jangan kurang ajar ya. Aku bisa aja teriak supaya hmppphh” nada bicaraku meninggi sebelum tiba-tiba mulutku ia sumpal menggunakan tangannya

Ia mendekatkan wajahnya menatap mataku. Pandangannya begitu menakutkan membuatku kehilangan keberanian.

“jangan coba-coba melawan kalau tidak mau tersakiti neng. Bukan Cuma eneng yang tersakiti tapi kunci ini juga akan kubuang” katanya menghardikku. Di tangannya terselip sebuah pisau kecil yang ditempelkannya pada pinggangku

“hemmpp hmmm”

Aku yang tidak bisa mengeluarkan suara dengan terpaksa memberi anggukan. Tanpa kusadari air mataku berlinang membasahi pipi dan tanggannya yang masih mendekap mulutku

“nah pinter. Kalo begitu yuk sini.”

Dengan tangannya yang masih mendekap mulutku ia menarikku masuk kedalam sebuah mobil angkot yang berada area parkir lain, tidak jauh dari area parkir tempat mobilku berada. Letaknya tepat diujung. Disekitarnya tidak ada mobil lain yang terparkir karena sebenarnya parkir ini adalah parkiran cadangan apabila area parkir lain telah penuh.

Didalam mobil angkot, ia menyuruhku duduk di bagian belakang mobil. Stelah duduk barulah ia melepas dekapan tangannya.

“mamang mau apa? Kumohon jangan seperti ini mang..” ucapku bermohon

“dari tadi mamang-mamang mulu. biar lebih akrab panggil aja mang asep. Nama neng annisa kan?” kata tukang parkir yang ternyata memiliki nama asep.


Pisau lipatnya ia simpan lalu menaruh kunciku kedalam saku celananya. Ia mendekat hingga posisi duduk kami kini bersebelahan. Pencahayaan didalam angkot ini begitu remang, hanya bersumber dari lampu taman yang jaraknya sekitar 10 meter. Meski gelap, mata ku yang sudah terbiasa bisa melihat kalau pandangan mang asep saat ini tertuju ke payudaraku. Mengetahui hal tersebut membuat tanganku secara reflek menutupi bagian dadaku yang dipandangnya.

Namun tidak begitu lama, tangan mang asep segera mengambil tanganku sehingga payudaraku yang masih tertutupi pakaian dapat dilihatnya.

“permintaanku tidak sulit kok neng. Pertama mang asep mau melihat teteknya neng annisa seperti waktu datang tadi” ucapnya sambal kembali memegang daguku.

Ternyata ini memang kesalahanku. Karena keteledoranku membuat mang asep jadi menaruh hasrat terpendam kepadaku. Meski ini kali pertama kami berjumpa tapi kecantikan wajahku dan kemolekan tubuhku kembali membuat seorang pria yang tidak kukenal terpikat.

Aku tidak segera menjawab permintaannya itu. Aku masih diam terpaku sampai tiba-tiba kurasakan keningku dikecup olehnya.

*cupp*

Aku masih terdiam. Kecupannya tidak berakhir begitu saja. dengan pasti dia mengecup setiap jengkal area keningku lalu perlahan kecupannya turun ka area mata dan pipiku.


“harum sekali aroma mu neng annisa cupphh”

Kalimat itulah yang kudengar sebelum bibirnya yang hitam mendarat di bibirku yang berwarna pink. Hidungnya yang pesek sesekali bersenggolan dengan hidungku yang mancung sementara bibirnya terus melumat bibirku dengan ganasnya. Tanganku kuarahkan kebidang dadanya berusaha mendorongnya agar menjauh tapi apa daya, tenaga dari tubuhnya tetap saja lebih kuat ketimbang tenagaku.

“manis sekali bibirmu. Muachhh”

“emhhh… eeemmmppphhh” erangku

Dia kembali mencumbuku dengan brutal. Kali ini lidahnya ikut ambil bagian. Dijilatinya bibirku dengan rakus sehingga aroma liurnya yang bau merasuk kehidungku. Jujur saja aku langsung merasakan mual dan ingin muntah tapi harus kutahan. Tanganku yang ada didada nya ia pegangi membuatnya semakin leluasa dalam mencumbuiku. Lidanhya kini kurasakan berusaha menyusup dari sela bibirku yang masih menutup namun karena bibirku yang kurapatkan, usahanya itu sia-sia.



“buka mulutmu neng. Aku mau icip lidahmu” perintahnya. Ia melepas pegangannya dari lenganku lalu mendekap kembali pipiku sehingga bibirku jadi monyong kedepan.

*muacchhhhhhh*

Ciumannya kembali mendarat untuk yang kesekian kali. Bibirku yang seolah maju akibat dekapan tangannya di pipiku membuat mulutnya dengan mudah dapat menghisap mulutku. Ia sedot-sedot dengan kencang, ia lepas lalu ia sedot kembali. Bibirku semakin basah karena liurnya. Seakan terbiasa, rasa ingin muntah yang kurasakan sebelumnya telah hilang.

“keluarin lidahnya neng!” ucapnya dengan suara meninggi.

Akupun menjulurkan lidahku. Dipandangannya pastilah dia melihatku seperti anjing yang sedang menjulurkan lidahnya.

*slerrpppp*

Mang asep langsung memasukkan lidahku kedalam mulutnya. Lidah kami bertemu. Seperti sepasang kekasih, lidahnya melingkar memeluk lidahku. Ia isap dengan lembut lidahku. Lidahku yang sebelumnya pasif kali ini mulai menyambut permainan lidah mang asep. Air liur ku pun ikut keluar membasahi bagian bibir bawahku.

“ehhmmppp hmmmpppph”

Sepertinya mang asep mengetahui kalau aku sudah mulai takluk. Tangannya yang memegangi kepalaku ia pindahkan ke area dadaku yang masih tertutupi pakaian. Juntaian hijabku yang menutupi dadaku pun ia singkap ke pundakku. Dengan menggukanan jempol tangannya ia mengusap-usap lembut payudaraku yang masih terbungkus BH. Ia tekan pelan sebelum mengusapnya lagi. Rangsangannya di dadaku sepertinya mampu membuatku kembali bergairah.

“emhh mang.. jangan.. ini salah mang… emhhh” perkataanku kembali terpotong karena cumbuannya dibibirku. Di dada, kurasakan tangannya sedang membuka kancing kemejaku. Dibukanya satu persatu hingga seluruhnya terbuka.

Ia melepas cumbuannya lalu melihat dengan tajam ke area payudaraku yang masih terbungkus BH berwarna merah jambu. Diamatinya beberapa saat kedua melon kembarku tanpa berkedip satukalipun.

“anjir! Sekel banget susumu neng. Barang bagus sih ini" katanya sambil meremasi lembut kedua payudaraku.

"Ehmmmm ahhhhh mangggg asepppp"

Ditengah remasannya yang tidak teratur, yang terkadang lembut bisa berubah menjadi kuat membuat aku tidak bisa menahan desahanku.

Luapan birahiku yang sejak sore tadi kutahan seperti menjadi bom waktu yang sebentar lagi akan meledak. Rangsangan yang ia berikan di payudaraku sudah cukup menjadi pemicunya.

"Mang Asep buka ya BH nya." Ucap mang Asep meminta izin agar ia boleh melepas BH yang ku kenakan.

Tanpa menunggu jawabanku jari-jarinya segera menyusuri BH ku sampai pengaitnya lalu membukanya dengan mudah. Dengan sebuah tarikan ia tarik lepas BH ku sehingga kini kedua buah payudara indah dengan putingnya yang berwarna cokelat muda dapat terlihat olehnya.

Meskipun remang, dapat kulihat bola mata mang asep membulat melihat keindahan yang tersaji dihadapannya. Bibirnya yang hitam itu terus terbuka sementara matanya terus menatap keindahan payudaraku. Perlahan wajahnya ia dekatkan ke dadaku.

“aroma tubuhmu. Aroma susumu. Uhhhh” ujarnya lalu menyelipkan wajahnya diantara kedua payudaraku.

Tangan kiri dan kanan nya menekan sisi luar payudaraku sehingga kini wajahnya benar-benar terhimpit oleh payudaraku, wajahnya yang jelek seakan tenggelam dibelahan daging kenyal kebanggaanku ini.

“emhhh mang aseeppp udahh… kumohon manggg emphhh” desisku merasakan wajahnya ia gesesk-gesekkan di belahan payudaraku.

Tangannya yang masih menekan sisi luar payudaraku, sementara jarinya bergerak naik mencari putingku untuk di permainkan. Mang asep menggunakan ibu jari dan jari telunjuknya untuk memilin putingku. Ia putar-putar halus lalu menariknya lembut, membuat syahwatku semakin meninggi. kedua tanganku yang sebenarnya sudah tak terkawal, tanpa kusadari sudah berada di punggungnya seolah menyetujui aksi cabulnya terhadapku.



Setelah puas merasakan himpitan payudara kenyalku di wajahnya, mulutnya menyosor ke putingku. Ia jilat-jilat sebelum mulutnya mencaplok masuk seluruh putingku lalu ia hisap. Hisapannya juga bervariasi, kadang ia hisap lembut, lalu tiba-tiba ia hisap dengan kencang. Sembari ia hisap kencang, wajahnya ia angkat menjauh sehingga payudaraku seakan memanjang karena tertarik oleh mulutnya.

“hmmmppphhh aaaaahhh… jangan digituin mang.. ahhhhhh” desisku menggelinjang

“enak banget susumu neng. Lihat nih pentilnya. Nantangin banget kan. Nih rasaiin!!. Slrrppp” ucapnya saat melepas hisapannya, ia melihat dari dekat puting payudara kananku yang sudah mengeras lalu dengan cepat dihisapnya lagi dengan kencang.

“ehhhmmmppp maangg… uhhh.. auuuuuhhhh.. ouuhhhh.. uhhhhhh kok disentill mang??! uuhhhh” desisku merasakan sentilan berulang di puting payudara kiriku.

Mang asep yang sedang asik bermain di payudaraku tidak mendengarkan perkataanku. Ia tetap menghisap kencang satu sisi payudaraku sementara satunya lagi ia sentil-sentil dengan gemasnya.

“aaaahhhh uuuhhhhhh mangggg aahhhhh”

Aku hanya bisa terus mendesah akibat perlakuannya. Aku menggigit bibir bawahku smentara mataku merem melek merasakan payudaraku yang menjadi bulan-bulanannya. Vaginaku sendiri sebenarnya sudah terpancing meskipun belum disentuh oleh mang asep. Kurasakan rasa geli yang menjalar, seakan vaginaku meminta untuk di garuk.

Tidak terasa hampir setengah jam mang asep mengerjai payudaraku. Kulit halus payudaraku yang seharusnya berwarna putih bening dengan sedikit kelihatan urat-uratnya kini memerah akibat perlakuan kasarnya. kini mang asep telah mengangkat wajahnya dari payudaraku sehingga posisi kami kembali duduk bertatapan. Aku sungguh malu karena saat ini pasti ia dapat dengan jelas melihat wajahku yang sedang diburu nafsu.

Tangannya mengarah ke kepalaku lalu ia mengusapnya lembut.

“jilbabnya dibuka ajah neng. Pengen liat aslinya kamu. Pasti cantik banget” pinta mang asep sambil membuka satu persatu jarum pentul yang kugunakan untuk mengunci hijabku. Dengan telaten ia dapat dengan cepat menemukan yang ia cari lalu menariknya lepas. 2 jarum itu kemudian ia tancapkan ke senderan kursi angkot sementara 1 jarum lagi masih ia pegang lalu mengarahkannya ke putingku.

“kira-kira gimanah ya kalo pentilnya si eneng di cucuk pake ini? Penasaran deh suerrr” ucapnya dengan tangan kiri menarik putting kiriku lalu dengan tangan kanannya, ia arahkan jarum itu mendekat tepat di tengah.

“ssshhh manggg jangaannnn. Tolongg jangaannn” rengekku memelas. Tanganku menyentuh pahanya mengharap iba darinya

Bibir hitamnya tersenyum. Tangannya yang sedang memegang putingku menariknya sehingga aku semakin mendekat kerahnya.

“bercanda.. bercyanda.. bercyandaa” ucapnya sambil mengejekku.

Wajahku semakin memerah menahan malu akibat semua perbuatannya. Dengan tercabutnya semua jarum pentul di hijabku, mang asep dengan mudah bisa membuka hijab hitam yang kupakai. Kini hijabku yang ia taruh di senderan kursi mobil angkot ini. Tangannya segera menuju jepitan rambut yang kugunakan untuk mengikat rambutku, ia lepas sehingga saat ini rambutku jatuh terurai.

“buseettt.. neng ini bidadari dari mana seeh? Cakepnya bukan main. Bisa-bisa jatuh cinta lagi mang asep dah neng” ucapnya memperhatikan penampilan polosku.

Perkataannya tidak mengagetkanku. Paras ayu dengan rambut hitam panjang sepunggung ditambah dengan body aduhai memanglah kelebihan yang membuatku ditaksir banyak lelaki. Meski keseharianku mengenakan hijab, yang membuat rambut indahku selalu bersembunyi dibaliknya tetap saja tidak menutupi keindahan yang terpancar olehku.

“eh si asep udah duluan aja. Bukannya nungguin” ucap seorang pria dari luar yang mengagetkanku dan mang asep.



Ternyata pria itu adalah tukang parkir yang satu lagi, yang lebih tua dengan bekas luka di wajahnya yang sampai ngos-ngosan karena berlari mencari kunci mobilku.

Spontan aku menyilangkan tanganku menutup kedua payudaraku yang menggantung bebas tanpa penghalang.

“si mamang daritadi kemana aja atuh. Saya mulai duluan deh. Udah gak sabar atuh liat neng nya Hehe” jawab mang asep

“nama mamang ini mang jaka. Dia senior mang asep neng. Jangan sungkan atuh neng.” Ucap mang asep padaku. Mang asep lalu menurunkan tanganku yang menutupi payudaraku sehingga mang jaka kini kebagian jatah untuk melihat payudara indahku.

“montok benar dah. Oih dah sampe lepas hijab aja!” ucap mang jaka kaget karena melihat untaian indah rambutku yang sedang di rapikan oleh mang asep.

Mang asep meluruskan rambutku yang sedari pagi terikat dibalik hijab yang kupakai. menggunakan jemarinya ia seakan menyisir rambutku dari pangkal hingga ke ujung. Sesekali ditengah sisirannya, ia mengecup ubun-ubunku. Ia hirup aroma rambutku yang mungkin sedikit apek karena 2 hari belum keramas.


“ oh ya sep. kamu dicariin sama kang andi atuh. Penting katanya” ucap mang jaka

“hah? Serius? Ih dasar ya manusia satu itu tau aja orang lagi enak. Malah di ganggu!” ucap mang asep kesal

Seketika mang asep yang sedang memanjakan rambutku menghentikan aktifitasnya.

“mang asep pergi bentar yah neng. Ntar mang asep balik kita lanjut enak-enaknya” ucapnya beranjak pergi. Sebelum pergi mang asep menyempatkan meremas kedua payudaraku dengan kencang lalu turun dari angkot meninggalkanku.

Aku melihat mang asep dengan buru-buru berlari menuju area terang dimana café berada. Sementara mang jaka mulai menaiki angkot seolah berganti posisi dengan mang asep.

Seperti mang asep tadi, mang jaka seolah terpana melihatku. Ia terdiam beberapa saat sebelum kembali mendekatiku. Matanya menatapku dengan tajam seolah melihat buruan empuk didepannya membuatku memalingkan pandangan.

“cantik banget kamu neng” ucap mang jaka yang sudah berada didekatku memegang pipiku lalu mengarahkan tatapanku kearahnya.

Kulihat wajahnya sebelas dua belas dengan mang asep. Sama-sama tidak enak dipandang. Wajah mang jaka yang sudah sedikit keriput dengan bekas luka yang menjadi perbedaan. Selainnya mirip. Seperti bibirnya yang menghitam karena rokok, pipinya yang kurus, sampai gaya rambutnya yang cepak.

*cupppp*

Mang jaka tiba-tiba mendaratkan ciumannya di bibirku. Berbeda dengan mang asep yang terkesan gentlemen, mang jaka adalah tibe yang buru-buru dan ingin main cepat. Ia langsung memasukkan lidahnya kedalam mulutku mencari lidahku untuk disantap. Sementara tangannya kini sudah berada di dada meremas-remas kencang payudaraku.

“hemmmpphhh aaaahhhhh ahhh” desahku

Sentuhan mang jaka yang terkesan hanya karena terbawa nafsunya semata ntah mengapa ikut memacu nafsuku. Syahwatku kembali membara mengambil alih akal sehatku.

Mang jaka mencoba berdiri, tangannya berusaha membuka kancing celana jeansnya. Sementara aku tetap duduk terpaku melihat aksinya meloloskan celana dari kakinya. Tak perlu menunggu lama hingga mang jaka meloloskan pertahanan terakhirnya, sebuah celana dalam berwarna biru dongker kusam yang menyembunyikan batang kejantanannya yang berukuran tidak terlalu kecil juga tidak terlalu besar.

“mamang tak bisa berlama-lama neng. Kalau disini pasti susah. Ayuk kita keluar dari sini” ucap mang jaka menarik tanganku menuntunku keluar dari dalam angkot.

Mang jaka sudah menanggalkan seluruh pakaiannya terkecuali sebuah singlet putih yang masih menutup badan kurusnya. Smentara aku juga sudah menanggalkan baju dan hijabku, hanya menyisakan rok hitam Panjang serta celana dalam yang masih menutupi vaginaku



Mang jaka membawaku ke balik angkot yang diseberangnya hanya terdapat tembok pagar dengan tanaman hias di sekelilingnya. Ia langsung mendekap tubuhku dari belakang. Ia hirup dalam dalam aroma rambutku dari belakang. Tangan kirinya meremas-remas payudaraku sementara tangan kanannya kini menyusup masuk dari rokku sedang mengusap bagian paling sensitif dari tubuhku.

“udah basah aja kamu neng” ucapnya merasakan kelembaban pada bagian luar celana dalamku.

“ssshhhhh heemmmphhh”

Aku tidak menjawab hanya mendesah merasakan nikmat ketika jari-jarinya menyapu area vaginaku. Dari luar celana dalamku, jarinya menekan lembut klirotisku yang membuat aku semakin belingsatan.

Mang jaka semakin mendorong tubuhku, selangkangannya yang tidak tertutupi apapun kini menumpu pada bongkahan pantat bulatku. Kedua tanganku kini hanya bisa kugunakan untuk menahan agar tubuhku tidak menempel ke body angkot yang kotor ini.

“nungging neng” perintah mang jaka sambil menekan area punggungku agar posisiku menunduk membelakanginya. Rok ku ia angkat, Pantatku ia tunggingkan. Dengan satu tarikan ia melepas celana dalam yang kupakai lalu melemparnya ke tempat sampah yang ada di dekat tembok.

Ditengah ledakan birahi yang kurasakan, aku kembali menggigit bibir bawahku seakan bersiap. Namun jauh dilubuk hatiku masih merasakan adanya penyesalan. Dimana aku sebagai seorang istri dari mas Farhan sebentar lagi akan kembali dipake oleh orang lain.

“maafin aku mass.. maafin istrimu yang hina ini.. aku istri yang buruk mass.. aku dibutakan oleh nafsuu.. maafi….. henngggkkkkkk ouuuuuhhhhh!”

Ucapku dalam hati merasakan penyesalan.

Selagi aku aku membatin tadi ternyata mang jaka dengan tega langsung menghujami vaginaku dengan penisnya. Dengan satu dorongan bertenaga, penisnya berhasil masuk kedalam liang senggamaku yang sempit. Lendir cinta yang sedaritadi merembes keluar membantu mang jaka dalam penetrasinya.

“henggkk anjirrrr! Dasar anjirrrr!! Memek mu rapat pisan.. uhhhh” desah mang jaka merassakan penisnya dijepit oleh vaginaku. Saking nikmatnya, mang jaka sampai melontarkan kata-kata kasasr.

Mang jaka tidak langsung memaju mundurkan pinggulnya menggenjotku, ia biarkan sejenak penisnya didalam merasakan setiap ulekan yang dilakukan oleh dinding liang senggamaku.

"Gile baru ini mamang rasain memek bisa njepit gini. Anjir emang memekmu neng! Rapatnya uhhhh" desah mang jaka

“aaaaaaaaahhhhhhh maaangg….”

Desahanku kembali keluar. Bukan karena penisnya yang mulai menggenjotku namun karena tangannya kini aktif meraih payudaraku yang bergelantungan. Di remasnya lalu ditariknya putingku ke arah bawah.

"Ntar mamang mau minta maaf ke istri mamang." Ucap mang Asep terlihat seperti berpikir

"Sshhhh kenapah emangnya mangg??" Tanyaku membelakangi mang Jaka, wajahku tetap menghadap ke body angkot tempat aku bersandar

"Biasanya jatah istri mamang tu 2 hari sekali. Harusnya mamang pulang dari sini tu jadwalnya ngecor istri. tapi biarlah udah ada Eneng yang gantiin hehehe" jawab mang Jaka

Penyesalan kembali merasuki. Ternyata bukan hanya aku yang mengkhianati suamiku tapi mang Jaka juga, karenaku mang jaka jadi mengkhianati istrinya.

"Udah bisa mamang mulai yah neng.. terima sodokan mamang. Hengghh!!" Kata mang Jaka mulai memaju mundurkan penisnya.

"Ahhhhhhh aaaaaahhhhhhh hhmpppppp"

Dengan punggung tanganku kututupi mulutku berusaha menghalangi setiap desahan yang keluar dari mulutku agar tidak terdengar kemana-mana. Walaupun sudah larut, di area cafe masih banyak muda-mudi yang masih nongkrong sebatas menghabiskan waktu dengan meminum kopi atau mengemil snack.

Mang Jaka mulai mengencangkan sodokannya. Penisnya kini sudah sangat basah dilumuri oleh cairan cintaku. Kurasakan penis mang Jaka berada di ambang pintu keluar vaginaku sebelum ia masukkan kembali dengan kuat membuatku meringis merasakan nikmat.



Penis mang Jaka yang berukuran biasa aja ternyata mampu memberikan kenikmatan yang sedari tadi sore kuidamkan.

*Plokk plokkk plokk plok plok*

Benturan kulit kami berbuah bunyi nyaring yang menggema di area parkir kosong ini. Ditengah hujaman penisnya sesekali kurasakan tangan mang Jaka menyusuri area punggungku mengarah ke pinggulku merasakan betapa lembutnya kulit yang selalu ku rawat dengan sering menkonsumsi sayur dan buah serta olahraga rutin. Ia cengkram kuat pinggulku lalu dengan gerakan yang sama ia terus menghujami vaginaku dengan penisnya.

"Aaahhhhh manggg mamaanngg aahhhhhh ssshhhhhh" desahku merasakan garukan penis mang Jaka yang semakin liar mengaduk vaginaku

"Ah ya neng.. ada apa? Enak to di entot kontol mamang?" Tanya mang jaka

"Aahhhhh shhhhhhh aaaaaahhhh"

Meski membelakangi mang Jaka aku berusaha menoleh ke arahnya. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutku selain desahan manja yang membuat mang Jaka mendekatkan wajahnya lalu mencium bibirku.

"Eempppphhhh hummmpppp hemmmppp"

Desahanku tertahan ciumannya. Lidah mang Jaka kembali masuk untuk beradu lidah denganku. Tangannya juga kini kembali hinggap di payudaraku, mencengkram kuat dua melon kembar yang sekel. Ditengah cumbuannya kurasakan nafas mang Jaka memberat.

"Ssshhhhhhh manggg.. mamanggg kenapahhhh?" Tanyaku menaruh perhatian

Ciuman kami terlepas, namun wajah kami hanya berjarak beberapa centi saja. Mang Jaka pasti dapat melihat dengan jelas wajah binal yang saat ini kupasang. Wajah seorang akhwat yang sudah dibutakan oleh nafsu.

Ia tersenyum lalu menghentikan sodokannya.

"Mamang capekk nengg. Baru ini mamang menggenjot memek seenak ini. Mamang jadi lupa diri kalo mamang udah tua. Stamina mamang terbatas uhh." Jawab mang Jaka sambil sesekali kembali menyodok dengan pelan

Aku yang sebenaenya sudah diambang klimaks merasakan kekecewaan mendengar ucapan dari mang Jaka. Penisnya masih dengan gagah perkasa membelah vaginaku sementara stamina pemiliknya yang sudah terkuras habis karena dari awal menggenjotku dengan kencang.

Kini penis mang Jaka sudah sama sekali tidak melakukan tarik ulur di dalam vaginaku, hanya sebatas mendiami tempat yang tersedia didalamnya. Tanpa kuperintahkan, pinggulku seolah mencari sendiri cara agar vaginaku kembali merasakan nikmat, pinggulku dengan nakalnya malah maju mundur sendiri.

"Aaahhhhhh enakkkkk" desisku kembali merasakan kenikmatan

"Uhhhhh nennggg" Mang Jaka juga sepertinya keenakan mendapati di penisnya, vaginaku sedang keluar masuk.


Dengan posisi doggy ini, selama beberapa menit aku terus memaju mundurkan pantatku. Aku yang bekerja sementara mang Jaka hanya menikmati. Tapi ntah mengapa aku menyukai hal ini. Tangan mang Jaka yang dari tadi kesana kemari berpindah posisi, saat ini hanya memegangi bongkahan pantatku sambil sesekali menepuknya.

Vaginaku semakin banjir. Cairan cintaku tidak berhenti mengalir meluberi penis mang Jaka yang sedang diam dipuasin oleh rapatnya vaginaku. Pinggulku bergerak semakin cepat. Kedua susuku yang sedang berjuntai inipun ikut gondal gandul kedepan kebelakang mengikuti ritme goyanganku.

*plokk plokkk plokkkk*

"Aaaaahhhhhh maangggg aaaaahhhh enakkk mangggg. Aahhhhhh kok bisa senikmat iniiii aaaahhhhhh.."

Desahku meninggi. Penis mang Jaka yang tidak terlalu besar ini berasa pas di vaginaku yang masih sempit. Nafasku kini ikut memberat seiring rasa nikmat yang kurasakan. Aku menyadari kalau sebentar lagi hasratku akan tuntas, aku akan meraih orgasmeku.

Mang Jaka seolah tau yang kurasakan saat ini. Dengan sisa-sisa tenaganya ia kini ikut menggerakkan pinggulnya menyesuaikan dengan gerakan ku yang cepat.



Rasa nikmat ini semakin menjadi. Vaginaku mulai berkedut menjelang orgasmenya. Mataku memejam menyambut adanya sebuah ledakan ternikmat yang pernah kurasakan.

"Aaahhhh mannggggg aaaahhhhhhh memek aku mau pispisss mangggggg" ucapku mendesah nikmat

"Keluarin ajah neng. Puaskan dirimu. Uhhhh" balasnya singkat

Dengan tenaga penuh aku mempercepat goyanganku di penis mang Jaka hingga saat yang kutung tunggu tiba.

*Srrrr*

"Aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh keluarrrrrrrrr!!"

Aku melolong panjang. Kepalaku mendongak keatas dengan mulut menganga berbentuk huruf o. Inilah rasa yang kutunggu hadir sejak birahiku meninggi sore tadi.

*Ccrrrrrttt crrrrrtttt crrrttttt*

Semburan cairan cintaku menghangati penis mang Jaka. Percikan cairan cintaku tetap menyembur keluar dari sela lubang kenikmatan ku yang masih tersumpal penis mang Jaka.

Mang Jaka kembali merem melek merasakan penisnya diurut oleh setiap otot kewanitaan pada dinding vaginaku.

"Anjiirrrrrr.. anjiiiiirrrr.. anjiiiiirrrr! Anjir pas lagi keluar gini memekmu malah makin jepit gini nengg.. uhhhh gak tahan kontol mamaanng" lirih mang Jaka keenakan.

Penisnya mulai berkedut. Dengan sisa tenaganya ia kembali menghujami vaginaku yang masih sangat sensitif. Tidak sekencang sebelumnya namun aku yakin mang Jaka juga sudah diambang batasnya.

Kaki ku bergetar, terasa rasa lelah menggerogoti tubuhku. Ingin sekali rasanya menjatuhkan tubuhku ke bawah. Namun itu tidak bisa kulakukan karena pinggulku masih di pegang mang Jaka yang tengah berusaha menuntaskan birahinya.

"Aahhhh aaahhhhhhh ssshhhhhh aaaaaahhhhhh"

Aku terus mendesah merasakan gesekan penisnya bergerak keluar masuk di vaginaku.

"Dikit lagi. Ughhh. Dikit lagi.... ughhhh... dikit... ouah yaaahhhhh!"

*CROTTT CROOTTTT*

Mang jaka menusukkan penisnya sedalam-dalamnya sebelum mengeluarkan lahar putih kentalnya ke dalam rahimku. Di usianya yang sudah tergolong tua dan kebiasaanya menyetubuhi istrinya 2 hari sekali membuat spermanya tidak begitu banyak mengisi rahimku, namun spermanya tetap terasa begitu hangat.

"Aahhhh mamang kok keluarin di dalam??" Tanyaku menoleh kebelakang.

Sebenarnya pertanyaan itu hanya sekedar alasan saja. Aku hanya ingin melihat ekspresi mang Jaka usai berhasil menyetubuhi wanita cantik sepertiku.

Mang Jaka mengeluarkan penisnya yang masih setengah tegang dari vaginaku. Penisnya sangat basah sementara dari vaginaku, lelehan sperma mang Jaka yang bercampur dengan cairan cintaku merembes keluar menyusuri pahaku.

Aku lalu menyenderkan punggungku ke body angkot di belakangku. Ku lihat mang Jaka melepas singlet yang ia pakai.

"Kamu gak mungkin hamil neng. Mamang teh mandul" jawabnya sambil mengelapi penisnya menggunakan singlet yang ia kenakan

*DEG*

perasaan bersalah langsung menyelimutiku. Tak sepantasnya aku menanyakan hal sensitif seperti itu ke seorang pria yang tidak mungkin memiliki anak.

"Maaf mang.." ucapku meminta maaf.

Disatu sisi diriku, ada rasa yang bertolak belakang dengan kata yang kuucapkan ke mang Jaka.

"Apa peduliku dia mandul atau tidak. Toh dia sudah menggarapku, dia sudah mendapatkan kesenangan yang tidak mungkin akan ia dapatkan lagi" batinku

Mang Jaka lalu memasukkan singketnya ke sebuah kantung kresek. Diikatnya lalu ia lemparkan masuk kedalam angkot melalui jendela yang terbuka. Kini ia sedang telanjang bulat didepanku.

"Mang.. mamang!"

Kudengar suara mang Asep mendekat mencari mang Jaka.

"Kutu buset udah telanjang aja si mamang. Udah ngapain aja??" Tanya mang Asep ke mang Jaka.

Mang Asep mendekatiku lalu merangkul ku.

Mang Jaka tersenyum lebar sambil memakai celana jeans nya yang ntah kapan ia ambil dari dalam angkot. Rompi orange yang menandakan dirinya adalah tukang parkir kembali ia kenakan.

"Lemas lututt ku sep di buat neng Annisa. Sekarang giliran mu tuh. Aku mau jaga dulu" jawab mang Jaka dengan santainya

"Mamang sialan. Aku gak bisa make nih cewek sekarang. Kita 2 di beri kerjaan sama kang Andi" ucap mang Asep



"Hah tugas apa lagi? Harus banget sekarang ya sep??" Tanya mang Jaka lagi

"Besok! Ya sekarang lah mang. Masa besok atuh" jawab mang Asep lagi.

Aku hanya terdiam memperhatikan mereka berbicara. Tapi rasa senang meliputi hatiku karena dari pembicaraan mereka, sepertinya aku bisa segera pulang, segera lepas dari mereka.

"Yok sini neng Annisa"

Mang Asep menarikku ke dekat lampu yang menyinari kami sedari tadi. Tubuh montokku dengan kulit halus dengan butiran keringat hasil persetubuhan ku dengan mang Jaka membuat mang Asep meneguk ludah. Tatapannya seolah ingin memakai tubuhku juga. Di celananya timbul sebuah tonjolan yang perlahan membesar.

"Sial banget ah. Disaat seperti ini kok malah dapat kerjaan. Sialan! Arrggggg!" Umpatnya kesal.

Aku yang masih bertelanjang dada ini masih sedikit letih, napasku juga masih tersengal-sengal.

"Mang Asep.. boleh Annisa pulang? Abi pasti lagi khawatir mang.." ucapku ke mang Asep. Ku pegang lengannya sembari menatap ke wajahnya

Mang Asep tampak berpikir sejenak. Ia menatapku, mengelus rambutku lalu mengecup mesra keningku.

"Hahh! Iya deh neng Annisa boleh pulang. Asall...."

"Asal apa mang?" Tanyaku

"Asal neng Annisa tuker pakaian. Neng gak boleh make ini rok. Bolehnya make"

"Mang. Mamang! Tolong ambil tas yang ada di dashboard!" Teriak mang Asep ke mang Jaka yang masih berada disekitaran angkot

Mang Jaka pun membuka pintu depan lalu memasukkan sebagian tubuhnya mengambil sebuah tas kecil lalu mengantarkannya ke mang Asep.

*Muach*

Mang Jaka menyempatkan mendaratkan sebuah ciuman di pipiku. Tangannya juga ia sempatkan menarik putingku.

"Sshhhhh" lirihku karena rasa ngilu di putingku.

"Aku ke gerbang dulu jaga sep" ucap mang Jaka meninggalkan kami berdua

Mang Asep lalu membuka tasnya mengeluarkan beberapa helai pakaian.

"Ini pake neng. tapi sebelumnya lepas dulu rok nya" perintah mang Asep yang langsung aku turuti.

Aku ingin segera pulang. Bagiku tidak masalah meninggalkan pakaian ku disini karena di mobilku, masih ada pakaian cadangan yang selalu aku siapkan mana tau ada apa-apa.

"Iyah mang" jawabku.

Aku membuka seleting dan pengait rok hitam panjang yang masih kupakai, kuloloskan dari bawah. Mang Asep kini dapat melihat kaki jenjangku serta bongkahan pantat semok didepannya. Vaginaku juga tersaji didepannya yang membuat mang Asep kembali meneguk ludah.

Mang Asep memutar balik badannya membelakangiku. Aku yakin saat ini hatinya berkecamuk, antara harus menuruti perintah bosnya atau menyetubuhiku. Dengan sikapnya yang seperti itu aku yakin pilihan mang Asep adalah yang pertama yaitu menuruti perintah bosnya.

"Udah mang" ucapku menunjukkan pakaian tubuhku yang sudah mengenakan pakaian yang diberikan olehnya

"Busset cakep benar kamu neng. Mirip lonte mahal tau neng" ucapnya memperhatikan ku dari atas kebawah.

Pakaian yang ku kenakan sangat minim. Hanya memakai tengtop tipis berbelahan rendah berwarna hitam dibaluri sebuah cardigan berwarna cokelat dengan celana hotpan berwarna hitam yang hanya menutupi sebagian paha ku saja

"Eh itu cardigannya jangan dikancing neng. Biarin ngebuka aja" ucap mang Asep membuka kancing cardiganku.

"Tapi tengtopnya rendah kali mang. Susu aku nyembul keluar kalo gini mang" ucapku

"Ya justru itu neng Annisa. Biar lebih menarik to.." ucapnya lagi. Tangannya yang masih membenahi cardiganku sesekali usil dengan menekan payudaraku.

Tentop yang kupakai juga kembali ia turunkan sampai belahan payudaraku terlihat jelas, bahkan puting payudaraku hampir ikut terekspose. Mang Asep lalu menyisir rambutku dengan jarinya, ia gerai rambutku hingga tampak lebih anggun.



"Oh ya sampe lupa mang Asep nya. Bonus buat neng Annisa. Pakai nih biar lebih pede" ucap mang Asep memberikan sehelai masker.

Aku pun mengambil masker tersebut dan langsung kupakai.

"Setidaknya wajahku tertutupi oleh masker ini. Hussff syukurlah dia masih punya hati" ucapku dalam hati

"Dah.. yuk neng" ajaknya.

Mang Asep mengenggam tanganku, ia mengajakku berjalan menyusuri seluruh area cafe.

Kini kami sudah berada di spot tempatku reuni dengan teman-temanku. Sungguh tidak bisa dibayangkan, diriku yang tadi tampil anggun dengan hijab yang menutupi aurat ku sekarang malah pamer aurat.

Kurasakan payudaraku bergoyang setiap kulangkahkan kakiku. Bukan tanpa sebab, saat ini tidak ada Bh yang menutupi payudara ku. banyak mata melirik kearahku. Ada yang melihat ke arahku secara terang-terangan ada juga yang diam-diam melirik karena takut dimarahi pasangannya. Mang Asep yang membawaku kemari tampak begitu bangga denganku yang saat ini berada disisinya.

"Tuh benar kan mang Asep. Pasti banyak yang jadi ngefans sama neng Annisa kalo penampilannya gini atuh" bisik mang Asep di telingaku.

Aku melirik kecut ke mang Asep berpura-pura kesal terhadapnya, namun menjadi tontonan seperti saat ini membuatku sedikit bangga memiliki tubuh seindah bidadari.

Mang Asep lalu mengajakku lanjut berjalan. Tak terasa sudah hampir seluruh area cafe kami jajaki. Mang Asep berulang kali membenarkan posisi cardigan yang menutupi tonjolan bulat didadaku. Ia benar-benar mengumbar belahan dan separuh bagian payudaraku ke muka umum. Bahkan tadi di area WC, didepan seorang pria yang kutaksir masih SMA, mang Asep sengaja memasukkan tangannya dari atas tentopku mengambil tetek kananku lalu ia keluarkan dari tentopku. Sontak pria itu kaget. Matanya melotot melihat susu indahku menyembul keluar. Dengan akting seadanya mang Asep seolah tak sengaja lalu memasukkan kembali payudara kananku kedalam tentop. Pria yang melihat tindakannya itu hanya bisa menganga sampai kami berusa beranjak meninggalkan nya.

Kini kami sudah keluar dari area cafe sedang menuju parkiran mobilku. Ditempat yang sunyi ini mang Asep semakin berani melanjutkan kenakalannya. Tentopku ia turunkan lagi, kedua payudaraku kini ia keluarkan.

Ia kembali mempermainkan payudaraku. Ia remas remas, ia tarik putingnya, sesekali ia sentil, dan ia tampar pelan. Dari gerbang kulihat tiba-tiba sebuah mobil Avanza datang. Cahaya dari lampu mobilnya menyenter ke arah kami. Aku tak sempat menutupi payudaraku sehingga dari dalam mobil, kuyakin si pengemudi pasti melihat toket bulatku, pasti lah dia berpikiran aku ini perempuan yang gak bener.

Mobil itu dengan pelan bergerak maju ke arah kami yang memang bejalan kaki di pinggir jalan. Mang Asep menghalangiku memasukkan kedua payudaraku, ia tetap memainkannya sesuka hati sehingga aku harus menahan malu dengan perbuatannya ini.

Mobil itu semakin mendekat kearah kami, otakku berpikir seperti mengenali mobil tersebut. Belum sempat aku mengingatnya, mang Asep melambaikan tangan kirinya kearah mobil Avanza hitam itu, memberikan sign agar mobil itu berhenti. Aku memalingkan wajahku kesamping. Meskipun memakai masker, rasa malu ku tetap membuatku membuang wajahku ke arah sisi berlawanan dari arah mobil. Jendela depan tempat driver mobil itu perlahan membuka, suara yang tak asing terdengar olehku.

"Pak Asep??" Tanya nya.

*Bobby!!!!!*

Aku kaget setengah mati mendengar suara temanku Bobby memanggil nama mang Asep.

"Kok bisa?!!" Tanyaku dalam hati sambil tetap menatap arah berlawanan dari Bobby. Aku tidak berani melihat ke Bobby. Rasa takut dan cemas menghantuiku.

"Pak Bobby?" Tanya mang Asep. Ia melepaskan tangannya dari payudaraku, hendak memberi salam ke Bobby.

"Iya pak saya Bobby" jawab temanku

Mereka pun bersalaman. Tangan mang Asep yang baru saja menyentuh kulit payudaraku bersalaman dengan tangan Bobby.



Kedua payudaraku montokku terpampang bebas dapat dengan jelas dilihat oleh Bobby temanku.

"Ini pak dompet yang tadi terjatuh. Coba diperiksa kembali ada yang kurang tidak" ucap mang Asep.

"Jadi Bobby kemari karena dompetnya ketinggalan?? Bukan karena dia temannya mang Asep kan?" Ucapku dalam hati

Bobby mengecek isi dalam dompetnya. Kudengar hembusan nafas lega keluar dari mulutnya. Kuduga isi dalam dompetnya masih lengkap tanpa ada satupun yang hilang.

"Terima kasih pak Asep. Ini buat bapak." Ucap Bobby memberikan imbalan yang langsung diterima mang Asep.

"Sama-sama pak. Lain kali hati-hati ya pak. Untung saya yang temukan. Kalo orang lain udah habis tuh duit dalam dompetnya bapak hehe" ucap mang Asep cengengesan

"Iya pak. Saya teledor tadi. Untung ada bapak. Hehe" balas Bobby

"Itulah orang Indonesia. Udah ketiban sial ujung-ujungnya masih untung kan ya. Hahaha.." ucap mang Asep

Setelahnya pembicaraan mereka berhenti sejenak. Aku masih mematung diam menolehkan pandanganku ke arah berlawanan dari Bobby. Andai Bobby melihatku, yang ia lihat hanyalah rambut panjang ku serta kedua buah payudara bulatku yang indah.

"Anuu. Dari tadi saya perhatiin bapak liatin neng ini terus? Kenapa atuh??" Tanya mang Asep dengan bibir menyeringai mesum

"Ranum pak toketnya. Badannya juga bagus. Tapi kenapa maskeran sih?? Lontenya bapak ya?" Tanya Bobby

Dadaku terhenyak. Tak kusangka dengan penampilanku yang seprti ini Bobby secara terang-terangan menyebutku lonte.

Mang Asep menarikku mendekat. yang artinya membuatku semakin dekat juga ke Bobby. Mang Asep menuntunku agar berhadapan ke Bobby dengan posisinya berada tepat dibelakangku.

Kini mataku beradu pandang dengan Bobby. hatiku sunggu berbebar kencang, bukan karena cinta namun karena takut kalau Bobby mengenaliku. Aku takut masker ini tidak menyembunyikan jati diriku.

"Neng.. betul neng ini lonte nya mang Asep??" Tanya mang Asep di kupingku

Aku tidak berani bersuara takut Bobby akan mengenali suaraku. Kugeleng geleng kan kepalaku mengartikan aku bukanlah Lontenya mang Asep.

"Ah yang benar atuh neng??" Mang Asep menanyaiku lagi.

Lagi, kugelengkan kepalaku memberi isyarat kalau aku bukanlah Lontenya.

Bobby hanya menatapku tajam seolah pandangannya berusaha menembus masker yang kukenakan.

"Ahh"

Tiba-tiba dari belakang mang Asep mendorongku, membuat tubuhku menghimpit di body luar pintunya, sementara payudaraku berada tepat diatas kaca jendela mobil Bobby yang menutup.

Bobby kaget melihat perlakuan mang Asep kepadaku namun ia tidak berbuat apapun. Malah senyum jahat mulai timbul di bibirnya

"Namanya siapa ya?" Tanya Bobby mendekatkan mukanya.

Sekilas Bobby melihat keluar, kearah mang Asep tentunya. Aku tidak tau apa maksudnya tapi setelahnya Bobby kembali mendekatkan wajahnya yang kini hanya beberapa cm saja dari mukaku.

"Akuu Ica bang" jawabku. Dengan usaha ekstra aku berusaha mengubah suaraku agar berbeda dari suara Annisa yang Bobby kenal

"Berapa tarif kamu?? Ngamar yuk" tanya Bobby. Kali ini Bobby mengarahkan pandangannya ke payudaraku yang tergantung tepat di depannya.

Tanpa meminta izin tanganya yang besar menyentuh payudaraku dimulai dari putingku.

"Sekel bener tetekmu hehe" ucapnya sambil memainkan putingku

"Ssshhhhhh emhhpppp"

Rangsangannya di payudaraku membuat syahwatku kembali meninggi. Meski belum mengalahkan akal sehatku namun cukup membuatku mendesah

Sembari mempermainkan putingku, Bobby kembali tanpa meminta izin menciumi leher jenjangku. Kepalaku seketika mendongak keatas akibat ulahnya itu.

"Huahh.. enak bener baumu kak. Suka bener aku aroma tubuhmu" ucap Bobby kembali menciumi area leherku

Ditengah ciumannya ia kembali membisikkan sesuatu.



"Parfum kamu kak. Seperti aroma parfum temanku. Temanku yang tak mungkin kumiliki" Ucapnya di bawah telingaku yang sedang diciumnya

*Deg*

Dadaku kembali tersentak.

“apa? Tak mungkin dimiliki?? Apa maksudmu bobby?? sshhh” tanyaku dalam hati sambil meringis diterpa cumbuan booby dileherku.

Bobby lalu menghentikan ciumannya. Tangannya yang kiri kini memijit pelan payudara kananku sementara tangan kanan Bobby mengarah ke wajahku.

Saat ini aku sudah pasrah. Identitas ku pasti terbongkar. Bobby pasti selamanya akan menganggapku sebagai lonte pemuas, bukan Annisa yang sudah lama ia kenal.

Namun dari belakang tiba-tiba mang Asep menghentikan perbuatan Bobby.

"Eh pak kenapa??" Tanya Bobby heran

"Udah cukup. Neng Ica ini pacar saya pak. Saya tadi hanya berbagi rezeki saja ke bapak. Tolong jangan menganggap lebih. Hehe"

Aku tertunduk. Tidak kusangka mang Asep yang tadi seolah menawarkanku ke Bobby malah jadi penyelamat ku.

"Yah bapak. Gini deh pak. Sejuta. Sejuta buat bapaknya kalo aku boleh make pacarnya bapak" pinta Bobby kembali

"Eh enak aja kamu. Kok makin gak sopan ya. Kalu saya tidak mau ya tidak mau jangan maksa atuh." Jawab mang asep dengan suara yang lantang

Bobby yang berbadan gempal sebenarnya bernyali kecil. Ia langsung ciut mendengar suara tinggi mang Asep

"Iya deh iya. Maaf pak" jawab Bobby ketus lalu menjalankan kembali mobilnya keluar dari pintu cafe

Sungguh lega rasanya Bobby tidak mengetahui cewek yang ia nakalin tadi adalah aku. Berkali-kali didalam hati aku bersyukur.

"Dah... ini kunci mobil kamu neng. Kamu boleh pulang sekarang" ucap mang Asep memberikanku sebuah kunci

Aku segera mengambil kunci milikku tersebut. Kupasang muka cemberut ke mang Asep atas perlakuannya malam ini.

*TIT TIIT*

kubuka pintu mobilku lalu aku langsung masuk duduk kedalam. Saat aku hendak menutup pintu, tangan mang Asep menahan pintuku.

"Entar atuh neng annisa. Ini jangan sampe ketinggalan. Nanti suaminya kelaparan loh" ucap mang Asep memberikanku kantung kresek berisi nasi goreng pesananku

"Eh iya mang. hampir lupa. Makasih ya mang" jawabku tanpa sadar mengucap kata terima kasih.

Tidak sepantasnya aku mengucapkan hat tersebut atas apa yang mang Asep lakukan padaku. Tapi ya sudah lah..

"Ya sama-sama neng Annisa. Mang asep terima kasih juga buat malam ini" ucap mang Asep mendekatkan kepalanya mengecup rambutku. Tangannya ia arahkan kembali meremas kuat bongkahan kenyal payudaraku. Tidak lama, seharusnya tukang parkir ia berinisiatif menutup pintu mobilku lalu mengarahkan mobilku keluar dari cafe.

Sebelum meninggalkan cafe, mataku menoleh kekanan dan kekiri mencari keberadaan mang Jaka yang katanya berjaga di area gerbang. namun mang Jaka tidak kutemukan. Aku pun memacu mobilku menuju rumah.

Dijalan aku teringat dengan penampilanku, tidak mungkin aku pulang dalam keadaan seperti ini. Di tempat yang sepi ku parkiran mobilku, lalu aku mengambil pakaian cadangan yang kusimpan. Ku ganti pakaian sexy ku ini dengan baju gamis terusan berwarna hijau, lalu kembali aku pacu mobilku pulang kerumah.




Disaat yang sama, disebuah jalanan yang sudah lengang bobby dengan rasa kesal memacu mobilnya dengan kencang. Pikirannya tidak tenang setelah kejadian tadi. Meski dompet serta isinya telah kembali dengan lengkap, tapi otaknya hanya memikirkan seorang wanita yang ia temui tadi.

“kok bisa ada wanita sepertinya? Posturnya, bentuk tubuhnya, bahkan aromanya mirip dengan annisa. Dasar sialan! Kenapa aku tadi gak langsung buka aja masker nya!! Ahh siall!

Umpatnya lantang memukul setir mobilnya.


=====00=====


Disaat yang sama di living aestetich cafe, tampak dua orang lelaki dengan wajah puas sedang mengobrol seru dari atas motornya masing-masing

“oiya lupa aku mang. Harusnya aku minta nomor hp nya neng annisa. Mamang sih puas bisa make dia. Aku mah belum dapat jatah atuh” kata asep menepok jidatnya

“rezeki orang tua atuh sep. Memeknya wuenakk pisan. Jepitan dan empotannya juara. Moga aja bisa make dia lagi.” Jawab jaka sambil menghidupkan motornya.

Kedua lelaki itu kemudian pulang kerumahnya masing-masing.

=====00=====


Side Story : RANI



RANI



Sungguh aku kesal dengan diriku sendiri. Kehidupanku saat ini sedang berada di titik terendah. Kejadian buruk yang menimpaku di taman Saday*na menjadi asal muasal semuanya. Dunia berasa tidak sama lagi.

2 bulan sejak kejadian di taman Saday*na

Aku terbangun dari tidurku, jam masih menunjukkan pukul 3 pagi. Kulihat disebelahku pak Roni masih tertidur dengan lelapnya, kecapean sehabis bercinta denganku.

Aku ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku yang kotor. Di vaginaku masih terdapat sisa sperma pak Roni yang sudah mengering, di payudaraku terdapat 2 buah ruam merah bekas cupangan ganas yang ia lakukan semalam.

Kubilasi sekujur tubuhku, lalu kusabuni agar kotoran yang menempel terangkat, lalu kubilasi lagi hingga benar-benar bersih.

"Segarnya...." ucapku sambil mengeringkan tubuhku menggunakan handuk tipis yang disediakan hotel esek-esek ini.

Aku kembali memakai pakaian yang tadi kutanggalkan. Sebuah kaus putih tipis berlengan panjang serta celana panjang longgar warna hitam. Tidak lupa kupakai kembali hijabku. Sebuah hijab yang hanya menutupi kedokku yang sebenarnya, seorang wanita murahan yang gampang diperdaya.

"Rani.. kok udah beres-beres aja. Sini tidur lagi sama om" ucap pak Roni memanggilku kembali ke dekapannya. Namun matanya kembali menutup melanjutkan tidurnya membuatku mengurungkan niat menuruti perintahnya.

Terbesit pikiran nakal di kepalaku, kudekati pak Roni yang masih tidur dengan posisi telentang, kontolnya yang ikut tidur hingga tampak kecil pun kupegangi. Ku elus lalu perlahan ku kocoki. Karena tidak kunjung mengeras, kontol itu kumasukkn ke mulutku lalu kusepong kencang. Terasa rasa asin dari kontolnya yang semalam telah hinggap mengisi rahimku.

Ku jilatin seluruh kontolnya hingga bersih, kutoel toel lubang kencingnya dengan ujung lidahku hingga kontol itu pun mulai bangun.

Ternyata bukan cuma kontolnya yang bangun, pemiliknya juga ikut bangun karena rangsangan yang kuberikan. Tangannya sudah berada di kepalaku seakan membantuku untuk melahap masuk kontolnya dimukutku.

Aku sudah berniat meninggalkannya, jadi sebagai hadiah perpisahan, ku biarkan kontolnya masuk dalam sampai ke kerongkongan ku. Kubiarkan sejenak lalu ku lepas keluar kontolnya yang saat ini basah karena liurku.

Aku pun menyeka bibirku yang basah dengan selimut lalu berdiri membuka lemari.

"Ran.. Rani.. kok udahan?" Tanya pak Roni yang melambaikan tangannya memanggilku

Aku tidak menjawab panggilannya. Kuabaikan setiap panggilannya hingga ia tertidur kembali.

Tadi dia memanggil namaku. Ya.. Namaku adalah Rani, Rani Anggraini. Seorang perempuan berumur 23 tahun dengan wajah cantik. Tubuhku sintal dengan buah dada serta bokong yang berukuran besar.




Saat ini aku berada di sebuah hotel melati yang biasa dijadikan oleh pria hidung belang sebagai tempat bertarungnya.

"Udah puas pelangganmu Ran?" Tanya seorang resepsionis hotel.

"Udah bang. Rani pamit pulang duluan ya." Jawabku menuju pintu hotel

Resepsionis yang bertanya tadi namanya Anton. Anak dari pemilik hotel melati ini. Perawakannya tampan namun sepertinya memiliki kelainan, yakni sedikit kebencong-bencongan. Umurnya masih 20 tahun, 3 tahun di bawahku.

Di pintu hotel aku berpapasan dengan sepasang muda-mudi yang baru akan check-in, si laki-laki melirik ke arahku sambil melemparkan senyuman nakal.

"Bentar neng" katanya ke pasangannya lalu mendekatiku

"Mau apa bang?" Tanyaku pada pria tersebut

Pria itu terus mendekatiku lalu tiba-tiba ia mencolek pipiku

"Neng manis boleh icip bentar ya" ucapnya sambil mengendusku

Tak menunggu jawaban dariku, ia langsung mencium bibirku. Tanganya menyisir turun ke perut lalu mengangkat baju yang kupakai hingga tetek kananku kelihatan. Dengan tangannya ia mengangkat BH ku lalu dengan cepat bibirnya yang tadi di bibirku sekarang sudah berada di putingku, menghisapnya dengan kencang.

Tak berapa lama ia menghentikan perbuatannya. Masih dengan senyuman khasnya ia melihatku

"kapan-kapan boleh Abang pake ya?" Tanyanya sambil menatap kearahku

"He'em" jawabku singkat

Lelaki itu pun mencium pipiku lalu kembali menuju pasangannya.


Skip

Walaupun sudah mau pagi, di depan hotel ini masih ada beberapa ojol yang ngetem menunggu penumpangnya. Aku mendatangi salah satu langganan ku.

"Bang ayok antar Rani pulang" pintaku kepada bang amek, seorang Ojol yang biasa mengantar kupu-kupu malam pulang seusai pekerjaannya.

"Ayok. Tumben jam segini udah kelar??" Tanya bang amek

"Pelanggan Rani udah puas kok bang. Jadi Rani tinggalin aja" jawabku sambil menaiki motornya

Kami pun pergi dari lobby hotel menuju rumahku. Jalanan masih sangat sepi, sesekali terlihat wanita-wanita lain yang mungkin seprofesi denganku masih berdiri menunggu tamu di pinggir jalan.

Udara malam ini cukup dingin, ditambah rintik-rintik kecil hujan membuatku kedinginan. Kupeluk bang amek dari belakang, kurasakan hangatnya punggung bang amek di dadaku.

Sepanjang jalan bang amek tidak berkata sepatah katapun. Ia hanya diam membisu mengabaikan ku yang sebenarnya sedang butuh teman curhat.

"Sampai ran" akhirnya bang amek buka suara, itupun ketika kami sampai di pertigaan dekat kontrakan ku, tempat biasa ia menurunkan aku.

"Thanks bang udah mau anterin Rani nih..." ucapku menyerahkan uang 20rb sebagai bayaran kepada bang amek.

"Sama-sama. Abang lanjut kerja lagi ya" kata bang amek lalu memutar balik motornya lalu pergi

Sesampainya di kontrakan ku, aku langsung merebahkan tubuhku di kasur lalu melanjutkan tidur.

Keesokan harinya, di saat matahari sudah berada di atas kepala, aku sedang membeli nasi Padang di warung mbok sarinem. Lauknya kupesan dua agar aku lebih lahap dan kenyang.

Warung mbok sarinem terletak tidak begitu jauh dari komtrakanku, masih di jalan yang sama sehingga dengan berjalan kaki aku bisa membelinya.

"Rani. Baru pulang beli makan siang say?" Ucap pak Ramses dari balik pagarnya sedang menggantungkan sampah.

"Iya pak beli di tempat mbok sarinem" jawabku mengangkat kantung kresek menunjukkan apa yang kubeli

"Singgah sini yuk. Mumpung ibukmu lagi keluar" katanya membuka pagar.

Pak Ramses adalah salah satu tetanggaku. Selain tetangga, ia juga merupakan pelanggan tetapku yang suka memakai servisku.

Aku mengangguk lalu memasuki halaman rumahnya, pak Ramses celingak celinguk memperhatikan keadaan sekitar lalu menutup pintu pagar.

Ia membawaku masuk ke dalam rumahnya. Pak Ramses mengambil piring dan sendok lalu membiarkanku makan terlebih dahulu. Tak lupa ia membuatkan ku sirup dingin segar sebagai teman makanku.



Setelah makan langsung kubersihkan mulut serta tanganku, ku dekati pak Ramses yang duduk diatas Sofanya.

Ku dudukkan tubuhku di lantai tepat di depan pak Ramses, ku arahkan tanganku menuju selangkangan nya.

Dengan telaten kubuka celana pak Ramses sehingga kontolnya yang masih berkulup itu terpampang belum menegang sempurna.

Segera kudekap kontolnya terus kucium ujungnya yang masih ditutupi kulup tersebut. Pak Ramses adalah seorang non muslim sehingga tidak mempunyai kewajiban untuk bersunat.

"Uhhh" desah pak Ramses saat jemariku menarik turun kulupnya sehingga ujung gundulnya timbul lalu dengan lidahku gelitiki lubang kencingnya

"Belum cebok pak?" Tanyaku sambil terus menjilati kepala jamur kontol yang sedang kupegang.

"Belom say. Bersihin ya say" kata pak Ramses

Dengan telaten akupun memulai tugasku membersihkan kontolnya. Mulai dari pangkal hingga ujung gundulnya, seluruhnya ku jilatin hingga mengkilap terkena liurku.

Setelahnya aku memasukkan kontol pak Ramses ke mulutku, ku sepong perlahan. Kepala ku naik turun di selangkangannya.

*Emmhhh slrrrpppp slrrrpppp*

Kutoleh kearah pak Ramses dengan pandangan binal, kulihat ia sedang meram melek keenakan kusepong. makin semangat, akupun mengencangkan seponganku.

Selama 10 menit aku menyepong kontol pak Ramses hingga rahangku sedikit pegal. Ku keluarkan kontol itu dari mulutku, ku kocokin pake tanganku.

"Say gantian. kamu sekarang duduk di sini" kata pak Ramses menepuk sofa memberi isyarat.

Aku segera mnurutinya. Aku duduk di sofa sementara pak Ramses kini bersimpuh di lantai. Celanaku di buka olehnya. Kaki ku ia lebarkan sehingga aku mengangkang di hadapannya.

"Memek mu selalu ngangenin say" ucap pak Ramses sebelum ia membenamkan kepalanya di lipatan memekku.

Hidungnya tepat berada di belahan memekku mengendus bau khas kewanitaanku sementara lidahnya menjilati halus lubang memekku.

"Sshh uuuhhhh" desisku

Pak Ramses memulai aksinya, ia menjilati seluruh area memekku. Lidahnya berulang kali mempermainkan bibir memek dan klirotisku. Rasanya enak sekali.

Tangannya juga tidak tinggal diam, awalnya 1 jarinya mulai masuk kedalam liang memekku. Ia tusuk sedalamnya lalu ia keluarkan kembali, lalu masuk jari satunya, ia lakukan gerakan serupa. Lalu ditambahnya 1 jari lagi.

Kini 3 jari pak Ramses sudah bersarang di lubang memekku. Rasanya sesak sekali. Meski memekku sudah tidak serapet dulu, tapi 3 jari gemuknya masih kebanyakan bagi liang kawinku ini.

*Cplok cplok cplokk*

Cairan memekku yang sudah meluber menjadi pelicin jarinya yang kini sudah keluar masuk dengan kencang.

Pak Ramses sangat fokus mengobok-obok memekku, aku yang meram melek menikmati perbuatannya. Jari tangan kananku memegangi bibirku sendiri sementara tangan kiriku meremasi tetek ku yang masih di lapisi pakaian.

"Ughhhhh yaaahhhh teruss paakkk ahhhhh" racauku semakin menikmati

Tidak lama berselang, ku raih orgasmeku. Tubuhku mengejang, cairan cintaku sedikit menyemprot membasahi muka pak Ramses. Sebagian cairan cintaku diminumnya dengan rakus. Lalu Ia biarkan tubuhku yang menggelinjang paska orgasmeku. Jarinya sudah ia keluarkan dan hanya mengusap-usap bibir memekku.

Setelah tubuhku kembali rileks, pak Ramses berdiri lalu mengarahkan kepala kontolnya di bibir memekku. Di gesek-geseknnya dahulu agar lendir kewanitaan yang membasahi bibir memekku ikut membasahi kontolnya.

Bibirnya bergerak, mengucapkan kata yang sudah kutunggu.

"Siap siap ya" ucapnya

*bleshhh*

Dengan satu dorongan kontolnya berhasil memasuki lubang kawinku. Ia diam kan sesaat merasakan hangatnya dinding dalam memekku lalu dengan tiba-tiba dengan cepat ia memaju mundurkan pinggulnya mengebor memekku.

"Aaahhhh yaahhhhh aaaahhhh enakkkk aahhhh" racau ku keenakan.

Suaraku tidak kutahan. Desahan erotis kubiarkan keluar mengisi ruang tamu rumah milik pak Ramses ini. Ia juga tidak mempermasalahkannya, malah membuatnya semakin bernafsu mempercepat lagi sodokan kontolnya.



"Enak kan lonte?? Hahh hahh... Enakk kan kontol bapak??. Terima ini. Terima sodokan bapak di memekmu! Ugh" erang pak Ramses ditengah pompaannya yang sangat intens

"Enakk pakkk aahhhh enaakkkk terus entot Rani pak.. terus kontolin memek Rani aahhhh ahhhh" jawabku

Memekku yang sedang di bombardir hanya menerimanya saja. Seakan pasrah, memekku hanya bekerja mengeluarkan pelumasnya agar kontol pak Ramses tidak seret di dalam.

Sekitar 20 menit lamanya kami kawin. Berbagai gaya sudah dilakukan, saat ini aku sedang di gendong berhadapan dengannya dengan kontolnya yang menancap di lubang memekku. Tubuhku naik rurun akibat pompaannya. Bibirnya selalu melipir ke bibirku, kami berciuman.

Selama di entotnya, sudah 2x aku meraih orgasmeku, dengan kocokannya tadi artinya sudah 3x. Memekku yang sudah sangat gatal ini sepertinya akan kembali mendapati klimaksnya.

*CRTTTT CRRTTTTT CRRTTTT*

Total 4x orgasmeku kurasakan saat bersama pak Ramses siang ini, sementara ia hanya meraih 1x dengan spermanya yang ia tujukan ke mulutku untuk kuminum.

"Rani sayang. binal banget dirimu ini lonte ku. Jangan bosan-bosan bapak panggil ya say" ucap pak ramses memakai kembali celananya.

Akupun ikut membetulkan pakaianku yang berantakan dan memakai kembali celanaku.

"Iya pak sama-sama. Rani juga senang kalo bapak pelanggannya. Rani puas hehehe" ucap ku dengan gaya binal

Kuterima uang 100rb dari pak Ramses sebagai biaya jasa servis yang kulakukan. Setelahnya aku pamit keluar dari kediaman pak Ramses.

Bang amek sudah menungguku dengan motornya di pertigaan tempat semalam dia menurunkan ku pulang. Dia jugalah yang akan mengantarkan ku kembali bekerja.

Aku sudah resign dari kerjaan lamaku, sebagai customer service pada salah satu bank swasta. Alasannya tidak lain tidak bukan karena sesosok pria misterius yang selalu menerorku.

Sebenarnya pria itu masih sering menghubungiku, memintaku melakukan apapun yang ia pinta. Aku yang dungu ini dengan mudahnya selalu mengiyakan permintaannya karena tidak berani melawan.

aku juga sudah membuat kesepakatan dengannya, kesepakatan agar ia tidak melibatkan temanku, Annisa. Cukup aku saja yang menjadi pelacur murahan, jangan orang lain lagi.

Selain itu, sepertinya tubuhku sudah bisa menyesuaikan kondisinya dengan pekerjaan baru ku. Tubuh wanita yang nakal yang gampang sangean yang dikit-dikit terangsang dan butuh belaian.



Skip


Sebulan sebelum Reuni


Seperti biasa aku melakukan pekerjaanku, sebagai pelacur murahan yang sedang mangkal. Malam ini aku menjajakan tubuhku di gang X, yang berada di sebuah kawasan lokalisasi kota Band*ng.

Kontol yang sedang menyodoku saat ini adalah kontol ke 4 malam ini. Memekku sudah sedikit meregang karena sebelumnya memekku dipake oleh om Ali, seorang pria asal afrika yang memiliki kontol super besar. Dengan rudalnya, ia berhasil membuatku kelonjotan hingga orgasme 11x dalam waktu satu jam.

Namun kini yang sedang memakai jasaku adalah seorang lelaki tampan dengan sebuah tahi lalat di keningnya, seorang yang kukenal dekat.

*Plokk splokkk plokkkk splokkkk*

"Ahhhh masss enakk masss terus masss aaaahhhhhh" desahku menahan pompaan dari sebuah kontol bengkok milik mas Bahri, seniorku di bank tempat aku pernah bekerja

"Rasakan ran! Rasakan sodokan kontolku! Rasakan kehebatan kontolku menggaruk memek longgarmu! Hengkkkk!!" Pacu mas Bahri sekuat tenaga terus menekan kontolnya masuk sedalam-dalamnya sebelum menariknya lalu memasukkannya kembali. Ia remas kasar tetekku lalu ia tampar dengan keras sehingga warna kulit tetekku menjadi kemerahan.

Rambutku juga ia Jambak, ia tarik ke belakang sehingga kepalaku mendongak ke atas ditengah entotan mas Bahri yang sedang mendoggy aku.



Mas bahri sangat kecewa terhadapku. Aku bisa merasakan sikap kasar yang ia lakukan saat ini adalah bentuk pelampiasan amarah atas perubahan diriku.

Bagaimana tidak, mas Bahri yang sedari awal aku bekerja adalah senior yang paling baik dan sering membantu pekerjaanku. Ia juga orang yang paling perhatian kepadaku dikala aku sedang sedih atau banyak tekanan. Sebenarnya aku menyadari kalau mas Bahri menaruh hati kepadaku, walau dia belum sempat mengungkapkannya, namun perasaannya terhadapku sudah menjadi rahasia umum di lingkungan kantorku. Rekan kerjanya yang dibidang marketing, teman2 di bidang administrasi, semua sudah mengetahui kalau Bahri menyukaiku.

"Aahhhhh massss bahriiiiii... aaahhhhhh iyaaaaahhhh hukum aku masssssshh hukummm aku yang sekarang udah jadi lonteeee ahhhhhhhh ahhhhhhhhhhh" jeritku melolong sembari meraih orgasmeku.

Cairan cintaku menyiprat keluar meski mas Bahri tetap menyumpal memekku dengan kontolnya. Aku memejam nikmat sembari merasakan gelitikan jari mas Bahri di area klirotisku yang masih sangat sensitif ini.

Dengan mata sayu aku menoleh ke arah mas Bahri, kudekatkan mulutku ke wajahnya mencari mulutnya yang dari tadi berkata kasar.

*Mmummhhhhh*

Aku mencumbu mas Bahri dengan romantis, ku pegang pipinya lalu ku elus dengan manja. Kontolnya yang masih keras di dalam lubang kawin ku masih melakukan tarik ulur.

*Srrrrrr*

Tidak kusangka aku akan mengalami 2x orgasme dalam waktu yang sangat singkat.

Cairan cintaku kembali menyiprat keluar sembari ciumanku yang belum kulepas dari bibir mas Bahri.

Tanpa kusadari ternyata mas Bahri juga sudah meraih klimaksnya saat semburan cairan cintaku menghantam kepala kontolnya. Spermanya yang hangat membanjiri isi dalam vaginaku lalu ikut tumpah menyiprat bersama cairan cintaku.

Tiba-tiba kurasakan rasa dingin di jemariku. Ternyata mas Bahri meneteskan air matanya.

"Mas kenapa??" Tanya ku spontan

Tidak sengaja kontol mas Bahri yang masih tegang terlepas dari cengkraman memek longgarku. Kontolnya terlihat mengkilat basah.

"Kenapa kamu jadi seperti ini?? Aku masih tidak percaya kalau kamu Rani, wanita yang kucintai setengah mati." Ucapnya sendu

Aku tersentuh mendengar kalimat yang diucap mas Bahri. Dengan penuh perasaan kali ini dia membenarkan semua gosip yang ada bahwa ia mencintaiku.

Matanya berlinang, air nya jatuh dengan deras menuruni pipinya membuat aku terharu. Ingin sekali memeluknya lalu menceritakan semuanya ke mas Bahri, tapi ini hanya akan menambah bebannya.

Tidak terasa air mataku juga ikut menetes. Perasaanku yang kukira sudah lama mati mencuat kembali ke permukaan.

"Maaf mass maafin Rani... huuuuuuuuuuu" ucapku menyeka air mataku, mencoba menahan tangisku.

"Jangan minta maaf ke mas. Mas tau kamu yang paling terbebani saat ini. Mas tau ini semua bukan keinginan kamu" ucap mas Bahri memegang kedua bahuku. Matanya menatapku dengan serius, lalu tiba-tiba ia memelukku sangat erat.

Saking eratnya, napasku menjadi berat dan sesak. Cengkraman nya begitu kuat menekan punggungku. Kurasakan bagian rahangnya yang bergetar di pundakku.

"Mas sayang ke kamu Rani. Tolong izinkan mas untuk membantumu. Selamanya mas akan selalu ada untukmu. Jadi... jadilah istri mas, Rani!" Ucapnya saat memelukku.

Aku terhenyak kaget mendengar perkataan mas Bahri yang saat ini melamarku. Tangisanku yang sudah mati-matian kutahan tiba-tiba tidak terbendung

"Huaaaaaaaaaa massssss maafin Rani.... maaafffffh... Rani udah gak layak untuk mass.. Rani udah kotor banget massss huaaa." Balasku sambil menangis kencang

Mas Bahri langsung mengusapi punggungku. Wajahnya berpindah ke depan wajahku memperhatikan mukaku yang memerah dengan air mata yang berjatuhan.



"Mas akan menerima kamu apa adanya Rani. Mas mencintaimu. Mas akan ikut menanggung semua beban kamu" ucap mas Bahri lalu mencium bibirku mesra.

Hatiku terbang melayang. Peri cinta seakan memanahiku dengan busur cintanya. Aku jatuh cinta!

Mas Bahri kembali menyeka air mataku.

"Sudahi tangismu sayang. Sekarang ada mas yang akan selalu bersamamu. Udah yaaa" ucap mas Bahri kembali.

Mungkin mas Bahri masih mengira tangisku adalah tangisan penyesalan, ia tidak mengetahui tangisku ini adalah tangis kebahagian, dimana seorang lelaki hebat seperti mas Bahri, mau menerima wanita sepertiku.

"Makasih mas.. tapi aku sekarang aku belum bisa memberi jawaban mas. Boleh kita jalani aja dulu mas?" Ucap ku sambil sesekali menarik napasku dengan kuat karena hidungku yang tersumbat.

Dadaku masih berdebar kencang. Melihat mas bahri saja jadi tidak berani karena malu. Namun dia tetap melihatku dengan seriusnya.

"Iya sayangku. Kita jalani aja dulu. Biar mas bisa membuktikan keseriusanku padamu Rani" kata menunjukan keseriusannya

Setelahnya rasa canggung meliputi kami karena saat ini kami berdua tidak mengenakan apapun.

"Jadi kita ngapain ni?" Tanya mas Bahri dengan menggaruk rambutnya. Ia seperti mencari topik untuk melelehkan kecanggungan kami.

Sikapnya itu membuatku tertawa dan suasana pun mencair dengan cepat.

Setelahnya mas Bahri mengajakku duduk disebelahnya lalu bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Aku berpikir sejenak mau bingung memulai darimana. Sekali lagi ia mengatakan niatannya membantuku, setidaknya saat ini untuk berbagi bebanku.

Aku pun luluh. Ku mulai ceritaku dari sebuah pesan misterius dan foto yang dijadikan sebagai bahan ancaman. Kejadian di taman Saday*na juga kuceritakan hingga bagaimana pria misterius itu terus menghubungiku dan menjadikanku sebagai pelacur. Selain tentang Annisa yang waktu itu ikut bersamaku, Tidak ada yang kututupi dari mas bahri.

Mas Bahri yang mendengarkan ceritaku dengan serius pun seperti terbawa suasana, emosinya terpancing. Tapi dengan tenang aku meredamnya.

"Jadi aku tanya sekali lagi. Mas beneran sanggup?" Tanyaku

"Sanggup sayang. Untuk saat ini aku akan bersabar. Demi kamu" jawab mas Bahri mengecup pipiku

"Hehe. Mas bahri. Mas Bahri calonnya aku.." panggilku mesra

"Ya sayangnya mas" jawabnya melemparkan senyuman manis

"I love u" ucapku sambil memeluknya. Bidang dada kami menempel dengan eratnya.

"I love u too my love" balasnya.

Malamnya kuhabiskan bersama dengan mas Bahri. Kami tidur bersama di hotel melati, hotel yang menjadi langganan ku apabila mendapat tamu sekaligus hotel tempat aku dilamar. Sungguh hotel yang spesial.

____________________



Besoknya sekitar pukul 10.00, mas Bahri menepuk lembut pundakku. Perlahan kubuka mataku dari tidur lelapnya.

"Hah udah jam 10! Mas gak kerja??!" Kataku kaget saat melihat ke arah jam hotel.

Mas Bahri dengan santainya beranjak dari tempat tidur menuju kulkas lalu mengambil sebotol air mineral.

"Jangan panik. Mas udah izin tadi" ucapnya memberikan botol air mineral itu kepadaku

"Aih mas buat aku jantungan aja. Syukurlah" jawabku mengambil botol minuman itu lalu langsung kuhabiskan.

"Kamu tidurnya pulas banget sih sampe ngences gitu. Mas kan jasi gak tega bangunin kamu yang hehe" jawabnya terkekeh

Aku lalu menyeka bekas air liur yang membasahi bagian pipiku. Malu sekali rasanya sisi kekanakanku diliat mas Bahri.

Karena lapar, mas Bahri mengajakku keluar mencari makanan. Aku pun segera menuju kamar mandi untuk bersih bersih. Tidak lama kemudian pintu kamar mandi dibuka, lalu sosok yang kusayang ikut masuk kedalam.

"Biar cepat kita mandi barengan aja yah sayang" kata mas Bahri yang langsung kusetujui.

Bagai pasangan baru yang sedang kasmaran, yang kami lakukan tidaklah cuma sebatas mandi doang. Awalnya hanya saling menyabuni diakhiri dengan persetubuhan erotis dibawah shower. Mas Bahri menyemburkan spermanya di bongkahan pantatku yang besar, karena tetesan air dari shower yang cukup deras, spermanya langsung mengalir jatuh.

Seusai mandi kami langsung bersiap check out hotel mencari makanan. Mas Bahri mengajakku ke sebuah warung bakso yang menjadi langganannya ketika lapar. Jaraknya lumayan jauh dari hotel. Dengan motornya kami menuju warung tersebut.




POV Bahri


Perempuan yang kucintai sedang memelukku, bisa kurasakan kekenyalan dari tetek rani menekan punggungku yang hanya memakai kaos bilabong berwarna biru.

Sebelumnya aku tidak percaya kalau Rani, gadis belia yang cantik yang pernah bekerja satu kantor denganku sering mangkal pada sebuah lokalisasi. Setidaknya begitulah gosip yang beredar. Seolah tidak mau tahu, otakku terus menyangkal berita tersebut padahal sudah beberapa temanku yang mengatakan bahwa mereka memang melihat Rani, sampai tidak sengaja saat aku mengendarai motorku pulang dari kantor, bola mataku melihat samar seorang wanita cantik sedang mengoral penis milik lelaki di pinggir jalan.

Secara spontan otot pada jari tanganku memberi respon menarik pedal rem motor yang sedang kubawa. Hampir saja ban motorku tergelincir karena pengereman yang begitu mendadak. Kondisiku malam itu sedang memakai jaket kulit hitam dengan helm full face di kepalaku. Segera kutepikan motorku di bahu jalan, lalu berjalan menuju pasangan mesum tersebut.

Bisa kulihat mata lelaki itu memeram merasakan nikmat rangsangan yang sedang dia alami. Di selangkangannya seorang wanita sedang memaju mundurkan kepalanya.

Posisi wanita itu membelakangiku, namun dari liuk tubuhnya aku seperti mengenali nama dari pemilik tubuh indah itu.
Langkahku terus mendekati sampai aku berada tepat didepannya lalu melewati mereka. Arah kepalaku terus lurus kedepan sementara dari balik helm yang ku kenakan, mataku sedang menoleh ke kiri terfokus ke arah wanita nakal yang dengan berani berbuat seperti ini di pinggir jalanan umum.

*RANI!!*

Wanita nakal itu adalah Rani. Kulihat sekali lagi dengan menyipitkan mataku. Bener, dia memang Rani.

Seperti disambar gledek, kurasakan hati ku hancur melihat wanita yang kudambakan sedang memberikan servis kepada lelaki yang bukan muhrimnya. Rani sedang menjilati batang haram pria didepannya seperti menjilati permen lolipop.

"Ternyata gosip yang beredar selama ini benar" lirihku dalam hati.

Ingin sekali kusamperin Rani namun niat itu kubatalkan karena tubuhku yang terlanjur melemas mengetahui fakta yang kuhadapi.
Aku memutar langkahku menjauhi mereka menuju motorku yang terparkir. Saat aku melewatinya, mereka tetap asyik sendiri tidak memperdulikan adanya orang asing yang memperhatikan tindakan asusila mereka.

Sepanjang perjalanan pulang, air mataku menetes. Tidak akan ada orang yang melihat kesedihanku saat ini karena tertutupi oleh helm full face sangar ini.
Esoknya, dengan kantung hitam dibawah mataku aku kembali bekerja. Tidak seperti biasanya, aku banyak melakukan kesalahan sehingga pak kepala cabang menegurku. Ia menatapku dengan tatapan emosi sampai dilihatnya wajahku yang seprti babak belur ini. Setelahnya ia menganjurkan ku mengistirahatkan diri di ruang klinik untuk memulihkan diri. Maaf saja pak, Kelelahan ku saat ini bukan karena pekerjaanku tapi karena hatiku yang sedang hancur.

Sesuai saran pak kepala cabang aku merebahkan diri di kasur klinik yang kebetulan sedang kosong. Kucoba tidur namun tidak bisa, mataku terpejam namun tidak bisa kutidurkan. Malah bayang2 Rani yang selalu muncul di pikiranku.

"Ahh sialnya diriku" ucapku mengeram.
Ditengah usahaku yang sia-sia, Tiba-tiba terbesit dipikiran ku sebuah pikiran jahat.

"Kalau Rani emang wanita seperti itu, kenapa aku tidak memakai jasanya juga?" Ucapku pelan.

Pikiranku kembali berkecamuk, seperti ada 2 sisi yang bertolak belakang sedang bergulat di otakku. Setelah beberapa saat sepertinya pikiranku berangsur rileks. Ya.. inilah yang harus kulakukan. Aku akan memakai Rani!

Malam pun tiba. Sepulang dari kantor, aku langsung bergegas menuju tempat Rani bermesum ria semalam. Tapi dirinya tidak kelihatan, hanya ada beberapa pelacur yang sedang berdiri menunggu dihampiri. Hampir sejam aku menunggu di motorku namun Rani tidak kunjung nampak. Lalu kutelusuri daerah lokalisasi yang jaraknya emang tidak jauh dari sini, Rani tetap tidak kelihatan.



Aku tak menyerah. 4 hari berturut aku mencari Rani di daerah tersebut sampai akhirnya kudapati Rani dengan pakaian serba ketat yang menunjukkan indah lekuk tubuhnya sedang bermain hp di pinggir jalan.

Saat kusamperi Rani tampak kaget. Hp yang dipegangnya pun terjatuh, untung ada aku yang sigap mengambilnya sebelum menghantam tanah.
Ku tatap Rani dengan penuh napsu. Wajahnya tidak berubah sejak dia berhenti dulu membuat ku semakin gusar ingin memakai nya.

Namun itu cerita semalam. Saat ini, Jujur aku tidak menyangka niatan melampiaskan amarahku ke Rani malah menjadikan cintaku padanya semakin besar. Rani seperti seorang gadis polos yang dipaksa salah memilih jalan. Tidak mungkin semudah itu mengembalikan Rani sekarang ke versinya yang dulu. Apalagi saat ini ia masih didalam kontrol lelaki jahanam yang diapun tidak tau mukanya, apalagi mengenalinya.


_________


Beberapa hari sudah kami lewati bersama sebagai pasangan. Meski Rani mengatakan belum bisa memberiku jawaban tapi dari sikapnya dan keterbukaannya terhadapku, dirinya seperti sudah memberi kode "iya" yang ku harapkan.

Pelan namun pasti. Aku semakin mengenali Rani, sikapnya yang terkadang childish, manja tapi mandiri, penyayang, hobynya, makanan kesukaannya, termasuk segala permasalahan hidupnya. Seperti tentang kode yang disebutkan oleh Rani, yang membuatnya harus patuh kepada siapapun yang mengucapkannya.

Kami berencana pergi menonton bioskop. Untuk mengantisipasi agar tidak lapar, aku mengajak Rani makan terlebih dulu di sebuah warung martabak Mesir.

Warungnya tidak seperti warung martabak lain yang menggunakan gerobak, tapi punya lahan Rani memesan martabak Mesir spesial yang isinya ada dagingnya, sementara aku memasan martabak Mesir ayam yang isinya sudah pasti ayam, bukan daging. Hehe

Dengan harga 55rb perporsinya, tentu saja rasanya harus enak. Kalau tidak pasti lah warungnya tak seramai ini.
Dengan cepat kami menghabiskan makanan kami, satu lagi sifat Rani yang baru aku ketahui, saat makan makanan kesukaannya, ia bisa melahap makanannya dengan cepat, sangat cepat sampai Rani lebih dulu selesai makan.

"Kamu makannya nyante aja mas. Jgn buru2 gitu nanti keselek" kata Rani memperhatikan aku makan. Aku merasa malu karena biasanya si laki-laki yang menunggu makan perempuannya. Ini malah sebaliknya. Huh..

Sambil makan, aku tetap berusaha menghibur Rani. Memberinya jokes dan sesekali bertingkah konyol agar ia tertawa. Sering kali berhasil namun terkadang lawakanku gagal dan malah dibilang

"jangan dipaksain mas" oleh Rani. Sungguh lucu memang calon istriku ini. Hehe

Setelah makan kami tidak langsung beranjak, masih ada waktu sejam lebih lagi sebelum filmnya diputar. Saat kami sedang asyik-asyiknya, ada pria yang mendatangi Rani. Dengan berani pria itu berbisik dikupingnya. Rani pun seketika menoleh ke arah pria tersebut.

Perawakannya seperti orang timur, kulitnya hitam dengan tinggi badan diatas rata-rata. Rambutnya pendek namun tetap ikal dengan sebuah tatto bergambar love di lehernya.

Setelah mendengar bisikan dari pria itu, Rani melihatku sendu. Bibirnya sedikit bergetar seakan mau berbicara namun tidak bisa. Sementara pria itu dengan senyumannya seperti sedang mengejekku. Matanya melihat kearahku lalu dengan mengangkat alisnya ia mengalihkan pandangannya

"Mas maaf ya. Dia nyebut kode itu" ucap Rani gugup.

Aku yang paham akan maksudnya memberi isyarat OK ke Rani yang dibarengi dengan anggukan oleh rani. Pria itu kemudian menunjuk ke arah toilet, bisa kutebak kalau ia akan melakukan aksinya menyetubuhi calon istriku di toilet warung, yang letaknya di belakang.

Rani pun berdiri. Dengan melambaikan tangan dia berjalan menuju arah toilet lebih dahulu sementara pria itu masih berdiri menyeringai.



"Rani udah jadi cewekmu kah?" Tanya pria itu duduk di kursi yang tadi diduduki Rani

"Udah bang" jawabku ketus

Senyumnya semakin menjadi. Giginya yang putih sangat kontras bersandingan dengan wajah serta bibirnya yang hitam.

"Hahaha. izin secelup dua celup ya. Dadah" katanya sambil beranjak pergi menuju Rani.

Emosiku meninggi. Tanganku sudah mengepal hendak meninjunya, tapi aku sadar ini adalah salah satu tantangan yang harus kuhadapi jika mau terus bersama rani. Ku urungkan niatku itu.

Waktu kembali terasa begitu lambat. Berulang kali kulihat jam, baru 15 menit berlalu sejak Rani pergi bersama pria itu ke WC. Kenapa mereka lama sekali? Sedang ia apakan Rani? Batinku terus bertanya-tanya.

Kulihat sudah beberapa orang yang hendak menuju area toilet, kembali dengan cepatnya. Kembali aku berpikir. Ada apa?
Kubulatkan tekat untuk melihat langsung apa yang sedang mereka perbuat. Aku pun mengendap pergi ke toilet sebelum kulihat ada tulisan "maaf toilet rusak" di sebuah lorong tidak berpintu.

Kalau toilet ini rusak? Lalu mereka kemana? Tanyaku lagi.

Saat hendak membalikkan badan, tiba-tiba terdengar samar sebuah lolongan panjang dari arah toilet yang rusak itu.

"Suara itu? Rani?! Jangan-jangan!" Kini aku yakin Rani memang pergi ke toilet rusak itu jadi kuputuskan mengabaikan tulisan tersebut lalu masuk menelusuri lorong tersebut.

Lorong tersebut sedikit gelap karena lampunya yang padam. Terus aku menelusurinya hingga menemukan ujungnya. Suara Rani semakin jelas terdengar, aku pun semakin ingin segera menemukannya.

*Plokkk splokkk splokkkkk*

Terdengar suara yang sudah tak asing kudengar, suara antara benturan dua kulit selangkangan. Suaranya berasal dari balik dinding tepat diposisiku sekarang. Aku dengan menjijit berjalan perlahan agar mereka tidak mengetahui kedatanganku hingga tiba aku di ujung dinding tersebut.

Dengan posisi membelakangi dinding, ku intip Rani yang berada di balik dinding ini.

Mataku langsung melotot melihat Rani sedang digagahi dengan posisi menungging dengan tangan menumpu di dinding pintu toilet. Teteknya yang besar gondal gandul terhempas mengikuti pompaan penis laki-laki itu.

Pantas saja suara benturannya begitu keras. Soddokannya begitu kencang. Saat kuperhatikan seksama ke bagian selangkangan, kulihat penisnya yang sangat besar dan panjang sedang keluar masuk dari vagina rani. Sangkin besarnya, vagina ranipun hanya bisa menelan 3/4 penisnya.

Lelaki itu sangat perkasa, sangat bertenaga, sangat laki-laki. Batinku langsung mengakui kehebatan pria yang menyetubuhi rani.

Apa dia orangnya? Orang yang membuat memek Rani longgar? Tidak. Dari logatnya Rani baru kali ini bertemu dengannya.

Batinku kembali mengetahui satu hal. Kalau akan ada aja orang yang memiliki penis super, akan menyetubuhi rani jika dia masih dalam kontrol lelaki misterius itu.

Kulihat dari ekspedisi wajahnya, Rani seperti meringis kesakitan dan kenikmatan disaat yang sama. Matanya memejam seperti menahan sakit sementara mulutnya terbuka dengan desahanya yang erotis. Desahan yang membuat setiap lelaki makin ingin melampiaskan nafsunya ke kamu Rani.

Tidak lama kemudian lelaki itu menarik keluar kontolnya. Aku kembali kaget, yang tadi kusangka besar, tak kusangka sebesar itu. Ukurannya mungkin 3x lipat dari milikku. Panjangnya juga mungkin 2x lipat dari milikku yang kusangka sudah tergolong panjang untuk ukuran orang Indonesia.

Pria itu memutar tubuh Rani lalu mengangkat kaki kanannya, ia tahan menggunakan tangan kirinya. Lalu kemudian ia mengangkat kaki kirinya lalu menahannya. Rani yang bersandar di dinding sepertisedang di angkat olehnya sebelum penis super besar itu kembali di arahkan ke memeknya.



Sebelum penis itu masuk, kulihat seperti ada lubang menganga di are vagina Rani. Ternyata itu adalah lubang vaginanya yang menganga diterjang batang hitam berukuran jumbo milik orianitu.

Tak lama berselang, penisnya kembali masuk menutupi lubang yang sedang menganga tadi. Rani pastinya berteriak ketika vaginanya kembali ditancapkan penis sebesar itu. Teriakannya itu dengan sekejap berubah menjadi desahan seraya pompaan penis perkasa itu terus menghujaminya.

"Aku keluar lagih. Aaaaaaaahhhhhhh" pekik Rani dengan kencangnya

Pria itu terus menyodokkan penisnya dengan kencang tidak memperdulikan tubuh Rani yang menegang karena orgasmenya.

"Suka kah aku kontolin gini?? Sampe udah berapa kali pipis. 7x kah??" Tanya pria itu
Rani dengan sudah payah menjawabnya dengan mengangguk sambil terus menherang nikmat.

"7x? Waw. Gila amat tu orang" batinku seakan tidak percaya. Belum setengah jam tapi Rani sudah nembak 7x.

Sepertinya aku perlu menenangkan hatiku. Makin lama aku menyaksikan mereka, semakin tidak berdaya yang kurasakan. Aku memutuskan pergi meninggalkan mereka berdua untuk bersenang-senang.

Sekitar 30 menit kemudian. Pria tersebut keluar dari area toilet sambil membopong Rani yang terlihat sangat letih.

Ibu penjual bakso sampai bertanya apa yang terjadi. Dengan mudahnya pria itu menjawab sewaktu di toilet tadi Rani tiba2 seperti sesak napas lalu tumbang. ia kemudian mengatakan bahwa Rani sudah tidak apa-apa hanya perlu istirahat saja.

Aku sebagai kekasihnya tentu langsung mengambil Rani yang masih sempoyongan. Kududukan di sebuah kursi panjang agar kakinya bisa memanjang.

Disaat ada kesempatan, di warung yang ramai ini pria itu masih sempatnya menyentuh rani. Dengan jarinya Ia tekan-tekan tepat di tengah tetek rani. Sesekali ia pilin putingnya dari balik bajunya. Setelah puas, dia dengan santai pergi meninggalkan warung

Kudengar dengan suara sumbang Rani mengatakan permohonan maafnya. Karena dia, kami jadi tidak bisa melanjutkan rencana menonton bioskop.

Akupun mengusap kepalanya sambil mengatakan tidak apa-apa. Ku berikan Rani sebuah senyuman agar ia tidak merisaukannya.

Setelah staminanya mulai pulih, ku ajak Rani balik ke kontrakannya. aku pun berterima kasih ke ibu warung atas bantuannya menolong Rani.
Di perjalanan Rani terus memeluk punggungku erat. Tangannya melingkar diperutku yang tidak buncit ini.

"Rani capek banget mas" lirihnya kepadaku

"Iya sayang. Yang kuat yaa. Ntar lagi sampe kok. Kamu bisa langsung istirahat" jawabku
Melihat kondisi Rani yang sudah bisa berbicara, tanpa sadar aku menanyakan hal yang tidak perlu.

"Berapa kali kamu keluar"

Rani sepertinya kaget mendengar pertanyaanku. Namun ia menyenderkan kepalanya di pundakku lalu kudengar jawaban yang membuatku terhenyak.

"14x"




______________




Seminggu sejak kejadian itu, hubungan kami masih biasa-biasa aja. Masih seperti pasangan yang baru menikah. Aku masih secara rutin mendapat jatah dari Rani, ya setidaknya 1x dalam 3 hari.

Selama seminggu ini juga tidak ada orang yang menyebutkan kode rahasia itu ke Rani membuatnya hanya menjadi pelacur normal. Tidak yang aneh-aneh.

Tepat di hari libur Rani, berhubung minggu lalu rencana kami menonton bioskop gagal, kali ini aku membawa Rani ke sebuah rumahku. Kebetulan orang tuaku sedang keluar kota. Padahal sudah kubilang kalau aku akan mengenalkan mereka ke Rani.

Keluarga kami memiliki tv berukuran besar dengan speaker aktif di sekitarnya. Mirip seperti di bioskop tapi tidak mungkin menyaingi kualitas biosko pastinya.

Kami pun menonton film horor yang sedang booming di saluran tv berbayar. Rani ternyata suka takut dengan hantu. Kadang teriakannya keluar nyaring ketika scane berubah horor.vaku yang bersamanya bukannya ikut takut malah sering tersenyum sendiri melihat tingkahnya yang lucu itu.

Ketika film telah usai, aku pun mengambil minuman dingin untuk diminum bersama. Dari ruang tv tiba-tiba kudenga suara Rani sedang menelpon.

"Jumat depan ya niss? Iya aku usahain datang."

"Oh ya? Dhea dan agung juga? Ih kangennya. Udah lama kita gak ngumpul kan Nissa."

"Ya udah. Segera kabarin ya nis.. nanti aku datang deh"

"Waalaikumsalam "

Aku pun datang tepat ketika Rani menutup teleponnya.




Aku pun bertanya kepadanya siapa yang menelpon?Kenapa ia jadi riang begini?
Lalu Rani menjelaskan bahwa Sabtu ini akan mengadakan sebuah reuni dengan teman kuliahnya. Ia mengatakan belum tau dimana tapi nanti akan dikabarin. Rani juga membuka hp nya lalu menunjukkan teman-teman nya yang akan hadir.

"Jadi ini si Dhea nanti ikut. Kalau ini Imron. Kalau ini agung. Ini Bobby si gembrot. Nah kalau ini Annisa .........." Kata Rani menjelaskan kedekatannya dengan para sahabatnya itu.

"Wah seru dong. Aku boleh ikut gak" tanyaku

"Nanti aku tanya ke teman-temanku dulu ya mas. Takutnya jadi gak enak" jawabnya
Aku pun mengiyakan. Rani terus flashback melihat isi galery hp nya. Foto-foto lama ketika masa kuliah dulu. Karena di dekatnya akupun penasaran lalu ikut melihat.

Namun semakin melihat foto-foto yang ditunjukkan Rani, aku semakin menyadari kalau temannya yang bernama Annisa itu menarik.

Walaupun hanya dari foto, kecantikannya seakan bersinar diantara teman Rani yang lain, bahkan dari Rani sendiri. Iseng aku menanyakan tentang Annisa ke Rani. Rani menjawab Annisa adalah cewe yang cakep dan baik. Sudah menikah tapi belum memiliki anak. Aku yang mengetahui kalo Annisa ternyata sudah menikah entah mengapa merasa sedikit kecewa. Sungguh aneh.

Agar Rani tidak curiga, aku pun menanyakan tentang temannya yang lain. Dengan riang Rani membaringkan kepalanya di paha kakiku lalu menjelaskan satu persatu tentang temannya. Tidak jarang juga ia menyinggung tentang Annisa. Bagi Rani Annisa adalah sahabatnya yang spesial, juga dikagumi olehnya. Bahkan Rani tidak segan mengatakan kalau Annisa itu cantiknya pake banget, jadi pasti bohong kalau ada orang yang mengatakan Annisa itu biasa-biasa aja.

"Aneh kamu sayang. Nanti kalo aku bilang teman kamu, Annisa itu cantik gimana?" Tanyaku

"Jujur aja deh mas. Pasti mas liat Annisa anaknya cantik kan? Rani gapapa kok. Wong emang orangnya cantik. Ya kan" tanya Rani melirikku

"Iya dia cantik. Tapi hati mas tetap milih kamu loh" jawabku mencubit pipinya

Rani sepertinya meleleh mendengar jawabanku. Pipinya memerah dengan senyum cantik di bibirnya.

"I love u Rani"

"Love u too mas Bahri"

Side Story RANI - END




Hari itu, tepat disebuah tanggal merah di akhir bulan tampak sepasang suami istri sedang bergandengan tangan mesra. Jalannya berdempetan menyusuri setiap toko kosmetik yang ada pada sebuah mall besar di kota dingin itu.

Tampang suaminya yang ganteng begitu serasi dipadukan dengan wajah istrinya yang cantik menjadi daya tarik tersendiri dari kedua pasangan tersebut. Seperti biasa, banyak sekali lirikan tertuju pada pasangan ideal tersebut. yang perempuan melirik ke arah sang suami sementara yang lelaki melirik ke arah sang istri.

Terlihat sebuah kantung belanjaan ditenteng oleh sang istri dengan senyum manis bak malaikat tak bersayap terukir indah di wajahnya, Farhan selaku suami sahnya tentu bahagia bisa mengajak istrinya berbelanja.

Usai beberbelanja kosmetik, Farhan mengajak istrinya ke sebuah toko pakaian terkemuka. Beragam jenis pakaian terpajang di model manekin sebagai sampel. Mulai dari dress muslimah, kaus kasual, hingga lingerie semua tersedia lengkap. Rencananya ia hendak membelikan pakaian baru ke istrinya yang cantik. Dengan uang insentif hasil menang tender proyek yang dipimpinnya, ia ingin berbagi kebahagiaan dengan Annisa, istrinya tercinta.

Annisa yang telah memasuki area store tersebut dengan senang hati melihat-lihat ke bagian set pakaian kasual kekinian yang kebetulan sedang di diskon. Seolah tidak mau membebani suaminya, Annisa hanya memilih beberapa potong pakaian lalu menanyakan pendapat suaminya.

Sejalan dengan niatnya, tentu Farhan memberikan respon yang positif, ia mengatakan agar Annisa tidak mengkhawatirkan soal harga. Malah ia langsung menyuruh istrinya mencoba satu persatu pakaian tersebut di kamar ganti.

Annisa dengan lenggak-lenggok riangnya menuju kamar ganti sementara Farhan duduk disebuah kursi tunggu yang tidak jauh dari kamar ganti tersebut. Matanya melihat ke berbagai arah memperhatikan ramainya store itu, banyak sekali orang yang datang berbelanja di akhir bulan ini.

"Alhamdulillah hari ini bisa nyenengin istri. Mukanya nissa keliatan bahagia banget, cantiknya jadi kemana-mana deh. Sampe jadi pusat perhatian gitu" batin Farhan mengingat begitu banyak orang terpesona oleh kecantikan Annisa.

Tiba-tiba datang seorang lelaki yang umurnya tidak terpaut jauh darinya namun berperawakan seperti orang arab duduk tepat disebelahnya. Farhan tidak mempermasalahkannya malah dengan sedikit menggeser duduknya, ia memberikan tempat ke lelaki tersebut.

"Nunggu juga bang?" Tanya lelaki itu ke Farhan membuka obrolan

"Eh iya bang. Istriku lagi coba baju di kamar ganti. Abang juga nunggu?" Jawab Farhan

"Oh istri toh. Kirain masih pacaran loh. Tadi saya sempat lihat kalian lagi pilih-pilih bang. Saya juga lagi nunggu teman ganti pakaian bang hehe" ucap lelaki itu sambil memperhatikan Farhan dengan stel pakaiannya yang sangat rapi.

"Oh ya. Aku Ali." Lanjut lelaki yang bernama Ali sambil mengajak Farhan berjabat tangan.

"Hehehe. Memang banyak bang yang kirain kami pacaran, belum menikah. Mungkin karena tampang kami yang masih awet muda gini kali ya. Hahaha. Btw aku Farhan bang" sahut Farhan menjabat tangan Ali.

Kulit tangan Farhan yang putih tampak kontras dengan kulit tangan Ali yang berwarna hitam. Ukurannya juga berbeda, telapak tangan Ali seakan menutupi tangan Farhan yang sedang menjabatnya.

Ali Husein, itu lah nama lengkap lelaki yang sedang bersama Farhan. Seorang lelaki keturunan campuran Senegal dan arab yang karena pekerjaannya, saat ini sudah menetap di Indonesia. Tadi ia sedang nongkrong bersama temannya ketika melihat Annisa jalan bersama pria yang ternyata adalah suaminya melewati tongkrongan nya. Seperti cinta pada pandangan pertama, Ali memberanikan diri mencari tau tentang Annisa hingga saat ini ia telah berkenalan dengan Farhan suaminya.



Farhan dan Ali yang baru berkenalan tampak akrab dengan Ali yang sebenarnya lebih gencar memberikan pertanyaan ke Farhan, berusaha mengorek lebih dalam informasi tentang istrinya.

"Oooh namanya Annisa. Cantik. Secantik orangnya bang. Hehe. Ajarin dong bang. Cara dapetin istri secantik Annisa" kata Ali penasaran

Farhan yang mendengar pujian Ali terhadap istrinya merasa bangga. Seperti ada kepuasan tersendiri baginya ketika orang lain menyanjung keindahan yang Annisa miliki.

"Tidak ada cara khusus bang. Mungkin jodoh aja kali. Pas aku lamar, doi nya nerima. Hehe" jawab Farhan malu-malu

"Gitu aja? Kirain harus berjuang kayak di film-filem itu mah. Demi dapet cewek primadona, harus mati-matian merebut hatinya" timpal Ali memasang muka songong

"Haha.. Abang kebanyakan nonton film atuh"

"Iya kayaknya"

Lalu mereka berdua pun tertawa dengan puasnya.

Diruang ganti, Annisa sedang menanggalkan pakaian yang dipakainya untuk mencoba pakaian baru yang telah dipilihnya. Ada beberapa pakaian yang sudah dicoba sehingga Annisa telah menetapkan pilihan memilih sebuah baju semi rajut berwarna cokelat. Sebelum membelinya, Ia pun berencana menunjukkan terlebih dahulu pakaiannya ke Farhan.

"Abi.. gimana penampilan umi?? Eh..." Tanya Annisa terpotong karena tidak menyadari ternyata suaminya tengah berbincang dengan seseorang

Mendengar panggilan Annisa, Farhan langsung menoleh. Seketika Farhan seperti menyaksikan seorang Miss universe sedang berdiri dihadapannya. Tidak hanya Farhan, Ali yang ikut menoleh juga ikut terkesima melihat akhwat cantik itu. Bagaimana tidak, wajahnya yang cantik dibalut dengan hijab hitam khasnya dipadukan dengan sebuah baju rajut cokelat yang sedikit ngepas ke tubuhnya yang melengkung bak gitar spanyol membuat Farhan dan Ali tidak dapat melepaskan pandangannya dari Annisa.

"Can... Cantikk umi.." jawab farhan sedikit kagok. Farhan lalu memberikan jempolnya memberikan isyara bahwa istrinya sangat cocok memakai baju itu.

Annisa masih terlihat malu karena selain suaminya, ada sosok lain yang tengah memandangnya. Farhan merasakan keanehan pada istrinya lalu menyadari sesuatu.

"Oh ya umi. Abi lupa.. ini Ali. Teman Abi selagi nungguin umi fitting pakaian." Lanjut Farhan meneruskan

Ali yang sudah diperkenalkan pun segera bangkit dari duduknya mendekati Annisa, tangannya ia angkat kembali mengajak Annisa berjabat tangan.

"Annisa pak." Ucap Annisa memperkenalkan diri. Ia menjabat tangan Ali yang ukurannya sangat bersar itu.

"Jangan pak dong. Saya masih 34 tahun. Beda tipis dari kalian kan" ucap Ali mengajak bercanda

"Hehehe. Iyah.. bedanya cuma 10 tahun pak." Ucap Annisa ikut mencairkan suasana

"Bisa aja kamu dek. Saya panggil adek aja boleh ya? Kamu panggil saya Abang" kata Ali yang cengengesan melihat ke kiri ke kanan dimana annisa dan Farhan yang masih berhadapan dengan dirinya berada ditengahnya.

"Iya bang. Seterah aja kalo Nisa. Ya kan Abi?" Kata Annisa meminta persetujuan suaminya. Lalunia melirik ke bawah, menyadari di tangannya masih ada beberapa pakaian yang belum ia coba.

"ya udah Nissa lanjut fitting dulu yah bapak bapak.. silahkan lanjutin ghibahnya. Hihi" ucap Annisa seloro sambil meninggalkan mereka berdua kembali ke kamar ganti

Ali kembali duduknya disebelah Farhan. Mereka tampak tersenyum mendengar guyonan Annisa.

"Dilihat dari dekat istrimu makin cantik aja bang. Kalo wajahnya mendukung pake apa aja pasti cakep bang. Apalagi pake yang itu.." ucap Ali menunjuk ke arah bagian pakaian dalam dan lingerie wanita

"Yang mana?" Tanya Farhan yang bingung

"Itu bang. yang di baris no 2. Yang warna hitam loh" kata Ali menunjuk ke arah sebuah manekin yang memakai lingerie seksi.

Lingerie itu sungguh seksi. Hanya beberapa utas tali dan kain transparan yang dapat memperlihatkan tubuh si pemakainya. Pada bagian dadanya tidak ada penutup selain sebuah tempelan berbentuk tanda cinta. Farhan pun langsung membayangkan betapa seksinya Annisa jika memakainya.

"Ambil aja bang. Buat pakaian tempur di ranjang" ucap Ali yang mengejutkan Farhan

"Iya juga bang. Emang Annisa belum punya tuh pakaian gituan. Hehe" balas farhan

Merasa istrinya masih akan lama dinruang fitting, Farhan permisi ke Ali untuk pergi membeli lingerie tersebut. Diam-diam Farhan mengambil pakaian tempur seksi itu dan membawanya ke kasir.

Sementara diruang ganti, ternyata Annisa sudah mengenakan kembali pakaiannya lalu keluar dengan membawa 3 potong pakaian yang akan dibelinya.




Annisa Febrianti




POV ANNISA FEBRIANTI

"Lho? Abi kemana pak?" Tanyaku ke pak Ali. Lelaki Afrika yang menemani suamiku selama mencoba pakaian

"Tauk. Tadi dia bilang sebentar. Gitu aja dek" jawabnya singkat.

Kujinjitkan kaki ku menoleh keadaan sekitar mencari keberadaan mas Farhan namun tidak kutemukan.

"Ke toilet kali dek. Mungkin laki mu sesak. Tunggu disini aja ntar juga balik" kata pak Ali menyuruhku duduk bersamanya.

"Eh iya pak eh, bang. Mungkin ke toilet yah. Ya udah Nisa nunggui disini aja," sambungku sambil menuju kearahnya.

Kutuju kursi tunggu tempat pak Ali duduk lalu sesampainya di sebelahnya, tidak sengaja kaki ku menyenggol sebuah rak dan tersandung. Aku terjatuh tepat ke arah pak Ali. Dengan refleksnya, pak Ali menahan jatuh ku sehingga secara tidak sengaja kini telapak tangannya yang besar itu berada tepat di dadaku.

Aku dan pak Ali sama-sama terkejut. Kini posisiku seperti sedang menindih pak Ali, tangannya mencengkram di dadaku agar tidak sampai menghimpit ke badannya.

"Ehhh.. maaf pak.. maaf.. aku gak sengaja" ucapku meminta maaf sambil membetulkan posisiku. Kucoba berdiri menjauhkan tubuhku dari pak Ali. Namun dapat kurasakan selama sepersekian detik, sebelum terlepas, cengkeramannya didadaku semakin kuat seakan sengaja meremas payudaraku.

"Ii..Iya dek. No problem.. toh namanya tersandung ya pasti gak disengaja hehe" jawabnya dengan sedikit kagok.

Kini kami berdua telah kembali berdiri. Pak Ali masih disebelahku merapikan kausnya yang sedikit tersingkap memperlihatkan pusarnya. Dibawah pusarnya, sesaat dapat kulihat bulu keriting membentuk sebuah garis mengarah ke area selangkangannya yang masih ditutupi oleh celana chinosnnya.

Tidak lama berselang suamiku datang menghampiri. Ia datang dengan sebuah senyuman manis yang tak aku ketahui apa penyebabnya. Setidaknya mas Farhan tidak mengetahui kejadian barusan.

*Hufft~*

"Abi dari mana aja? Kok gak bilang dulu kalo mau pergi" ucapku sebel ke mas Farhan.

"Abi kebelet umi. Nanti kalo ditahan malah jadi penyakit. Ya kan bang Ali?" Jawab suamiku seakan meminta pembelaan dari pak Ali.

Pak Ali yang di sangkut pautkan pun cuma bisa tertawa dan sesekali menyambung pembicaraan kami. Tak lama berselang suami ku mengajakku pulang dan berpamitan, sebelum pergi tentu mereka saling bertukar nomor. Tampaknya mereka akan jadi teman akrab.

Waktu sudah jam 8 malam. Sebelum pulang kami membeli 2 porsi sate Padang untuk disantap dirumah. aku sudah menawarkan untuk makan di tempat saja, selain sudah malam, akan mengurangi pekerjaanku untuk mencuci piring kotor setelahnya. tapi entah kenapa mas Farhan yang daritadi senyum-senyum sendiri kekeuh untuk segera pulang dan makan malam dirumah.

"Abi kenapa sih? Dari tadi umi liat senyum-senyum sendiri. Lagi mikirin apa sih?" Tanyaku penasaran.

Pandangan suamiku tetap fokus kejalan namun disertai dengan lirikan ke arahku. Kembali ia tersenyum yang membuat rasa penasaranku bertambah.

"Iiih Abi iihh. Umi tanyain bukannya jawab. Malah makin dibuat senyum-senyum nya" ucapku sebal.



Dengan sedikit manyun aku ikut memandang kedepan mengabaikan suamiku yang seakan sengaja tidak menjawab pertanyaanku. Ku raih hp ku lalu membuka Instagram dan seperti tidak punya tujuan, bolak balik aku melihat akun dari para selebritis yang sedang booming.

"Abi ada surprise buat umi. tapi surprise nya nanti aja ya dirumah. Jangan cemberut gitu dong sayang" ucap mas Farhan menyadari istrinya yang sebal atas tingkah lakunya.

"Aah abii nyebelin!" Jawabku terus merasa sebal.

Namun tidak bisa dipungkiri sebenarnya aku penasaran dengan surprise yang akan disajikan oleh suamiku hingga tidak biasanya ia bertingkah konyol begini.



Mas Farhan yang masih dengan senyuman misteriusnya mencubit pipiku. Ia menarik kepalaku agar menyender ke pundaknya. Seketika sebel yang kurasakan hilang, tergantikan oleh rasa romantis. Pundak suamiku yang tengah mengemudikan mobil terasa begitu gagah tengah menumpu kepalaku. Ku toleh mataku menatap suamiku, lalu ku kecup pipinya mesra.

*Cupp*

"Abii jangan nyebelin kenapa si" lirihku merasakan kenyamanan di pundaknya

"Kalo Abi bilangnya sekarang, jadinya nanti gak surprise lagi umi. Sabar ya ntar lagi kita nyampe kok" kata suamiku yang kini mengelusi kepalaku yang masih di lapisi hijab.

"Hmm iya abii. Umi tungguin surprisenya" jawabku

Tak lama berselang kami pun sampai dirumah. Aku pun mandi terlebih dahulu sementara suamiku masih menurunkan barang yang kami beli tadi. Memang sudah jadi kebiasaan ku untuk bersih bersih setiap pulang dari manapun.

"Umi.. piyamanya udah Abi letak di ranjang ya!" Teriak mas Farhan dari kamar tidur

"Iya abii.." jawabku yang masih menyabuni seluruh badanku.

Aku pun melanjutkan mandiku. Ku usap setiap jengkal tubuhku menggunakan sabun mandi untuk menghilangkan kotoran di kulitku. Ketika kuraba kulitku sendiri, aku baru menyadari ternyata selama ini aku memiliki kulit yang putih dan kencang. Sengaja ku tekan tekan setiap bagian tubuhku merasakan kekenyalan dagingnya. Bahkan di payudaraku, kurasakan kekenyalan yang selalu diidamkan setiap lelaki, yang bisa membuat batang kejantanan mereka mengeras.

"Ooh jadi ini yang mereka rasakan pas meremas tetekku. Pantes pada doyan" ucapku sambil terus menekan area payudaraku

Sekitar setengah jam lamanya aku mandi. Setelah berhanduk aku keluar dari kamar mandi. Kulirik ke arah tempat tidurku, sedang terkulai sebuah lingerie seksi diatasnya.

"Abii! Ini apa yang di atas tempat tidur??" Tanyaku memanggil suamiku

Suamiku langsung datang memasuki kamar. Ia mendekatiku yang masih dibalutkan handuk yang hanya mampu menutupi sebagian area dada dan paha mulusku.

"Surprise! Pakaian dinas umi." Ucap suamiku sambil mengambil lingeri dari atas ranjang lalu memperlihatkannya ke aku.

"Abiii! Dapat dari mana lingerie kayak gini??" Tanyaku dengan tangan yang menutup mulutku karena kaget.

"Ini Abi beli diam-diam di store tadi. Abi pengen tau gimana seksinya umi kalau pake pakaian yang kayak gini. Hehe." Ujar suamiku dengan senyumannya.

Sebagai wanita dan tentu saja sebagai seorang istri yang sholehah, aku tidak menyalahkan suamiku yang memiliki niat seperti itu. Bahkan sebenarnya aku menyukainya karena semenjak kami menikah dulu, mas Farhan tidak pernah memintaku berpakaian seperti yang ia mau. Ini adalah kali pertama ia memintaku memakai pakaian yang akan mengundang nafsu setiap kaum Adam yang melihatku.

Aku yang paham dengan maksud suamiku menerima sebuah lingerie seksi warna hitam dari tangannya. Sebelum kupakai, kuminta suamiku untuk gantian mandi.

"Iya abii ntar umi pake.. sekarang gantian Abi yang mandi. Biar Abi gak bauk" pintaku

Dengan cepatnya mas Farhan langsung menuruti perintahku. Ia dengan sedikit berlari mengambil handuknya lalu langsung masuk ke kamar mandi.

Bunyi guyuran air pun terdengar menandakan mas Farhan sedang mandi. Aku yang masih dibaluti handuk ini segera duduk didepan meja riasku. Kuambil tas make-upku lalu merias wajahku seadanya. Di bibirku, kupakai lipgloss di padukan dengan sedikit lipstik berwarna kemerahan.

Demi suami, Lingerie itupun kupakai. Seperti tidak memakai apapun, tubuhku yang montok masih dapat dilihat dengan jelas dibalik kain tipis menerawang lingerie ini. Kulitku yang putih nan mulus juga seperti berkilauan dibawah cahaya lampu kamarku.



Di depan cermin meja riasku, sengaja ku lenggak-lenggok kan pinggulku seakan menari. Tanganku menyusur turun dari bawah ketiak hingga ke pinggang, meresapi bentuk lekuk tubuhku yang seksi ini. Rambut panjang ku yang terurai juga kutata agar lebih tampak indah menyambut pangeranku yang sebentar lagi selesai mandi.

*Krieeekk*

Kudengar pintu kamar mandi membuka, dari sisi dalamnya muncul seorang lelaki rupawan dengan balutan handuk di pinggangnya. Rambutnya masih mengkilap basah setelah keramas.

"Cantik sekali kamu sayangku" ucap mas Farhan yang ternyata terkejut dengan penampilanku. Matanya seperti hewan buas yang sedang menelanjangiku.

Pipiku memerah mendengar pujian dari suamiku, tanganku kuangkat menutup pipi menandakan rasa malu. Kuberanikan melirik ke arah suamiku yang ternyata sedang berjalan mendekat. Bagai seorang puteri yang sedang di datangi pangeran, dengan polosnya aku menundukkan pandanganku ke lantai sampai tangan suamiku memegang daguku lalu kembali mengangkatnya.

"Cantik sekali kamu Annisa, istriku" ucapnya kembali dengan tatapan yang sangat dalam ke arahku

Tidak kujawab perkataan suamiku itu, terasa pipiku semakin memerah menahan rasa malu yang kurasa. hanya dengan kedipan manja mataku yang lentik kuarahkan ku isyaratkan betapa beruntungnya aku telah memilikinya.

Dengan tangannya yang masih didaguku, ia memiringkan wajahku. Sebuah kecupan lembut mendarat di pipiku yang sedang blushjng ini. Tidak lama berselang, ia miringkan kembali wajahku ke arah berlawanan. Sebuah kecupan kembali mendarat dipipiku yang satunya.

setelahnya sebuah desiran muncul dari dalam diriku ketika mas Farhan menuntun wajahku menghadap ke wajahnya lalu mengecup lembut bibirku dan mendiamkannya beberapa saat.

"Umii.. Abi boleh??" Tanya mas Farhan dengan senyumnya yang indah menghiasi wajah tampannya.

Seakan mengerti kemauan suamiku, aku pun memasang tatapan teduh. Kupandang suamiku dengan syahdu, kugenggam kedua tangannya.

"Boleh.. Abi boleh ngapain aja ke umi.. umi siappp~" jawabku dengan manja.

Bibir mas Farhan kembali menyisir bibirku. Kali ini lebih intens, bibir kami saling mencumbu, saling menghisap pelan bibir lawannya dengan gigitan lembut yang menyertai.

Tangan mas Farhan yang sedang kugenggam dilepasnya, tangan yang sudah bebas itu mengelusi bongkahan pantatku yang hanya ditutupi kain super tipis. Sesekali diremasnya lalu melanjutkan perjalannya ke punggungku.

"Ehhh??" Kagetku ketika menyadari mas Farhan tiba-tiba mengangkat tubuhku lalu berjalan menuju ranjang.

Ia turunkan aku dengan lembut lalu diarahkannya untuk berbaring. Pandangannya kali ini tidak hanya mengarah ke wajahku, namun ke seluruh tubuhku mulai dari kepala sampai kaki jenjangku.

"Cantik sekali istrinya Abi ini" katanya sambil duduk disebelahku. Tangan kanannya mengusap lembut kulit lembut didekat pusar ku yang tidak tertutupi kain lingerie. Seketika aku menggelinjang merasakan geli atas rangsangannya.

Pujian terus diucap oleh suamiku. Senyumanku terus merekah setiap kalimat gombal itu keluar dari mulutnya. Tangannya kini menyusur area dadaku merasakan empuknya gunung kembarku ini. Dengan gerakan memutar jarinya mengitari kedua payudaraku. Geli yang kurasakan membuatku menggigit bibir bawahku menahan desahan kecil yang keluar.

"Ssshh Abii.. umi meleleh tau kalau dipuji terus sama abi" ucapku mencoba membalas pujian suamiku. Tanganku kutaruh ke pipiku meresapi ketampanan wajah mas Farhan

"Kenyataannya umi memang cantik loh sayang. Wanita tercantik yang Abi cintai" jawabnya sambil menurunkan kepalanya. Kini keningku dicium oleh suamiku. Mataku memejam sementara hatiku langsung melayang dilambungkan oleh rasa sayang.

Setelahnya mas Farhan melepas handuknya yang melilit pinggulnya, perlahan ia buka sampai pahanya yang putih kini bisa kupandang. Bukan cuma itu, kulihat kemaluan miliki suamiku yang ternyata sudah menegang mencuat saat handuk itu terlepas seluruhnya.



"Itu nya Abi kok udah keras aja?? Gak nahan ya pengen gituan ma umi?? Hihihi" tanyaku sambil melirik manja

"Iya betul umi. Semua ini karena umi. Umi harus tanggung jawab!"jawab mas Farhan langsung menyergapku.

"Eeehhhhh???"

Kini tubuhnya menindih tubuhku, kembali ia menciumi wajahku hingga tidak ada bagian yang luput dari bibirnya. Dibawah sana terasa juga penis milik mas Farhan menekan area vaginaku. Tangannya menggenggam tanganku, sementara bibirnya sudah mencapai lembutnya bibirku.

"Hempppph"

Kami bercumbu dengan mesranya, tidak perlu di pandu, lidah kami saling mengikat yang membuat liur kami bercampur. Tampak cairan seperti benang ketika cumbuan kami terlepas.

Mas Farhan kembali duduk di tepi ranjang. Aku yang sedari tadi pasif, kini berpikiran menjadi lebih aktif. Dalam posisi duduk kupeluk mas Farhan dari belakang lalu kuraih penisnya yang sedang menjulang itu. Kudekap dengan tanganku lalu ku kocokin perlahan.

"Uuhhhh umiii" desis mas Farhan memejam.

"Iih Abi mukanya gitu amat.. baru juga umi kocokin, belum yang lain hihi" ucapku dengan manja terus menarik turunkan tanganku.

Daun telinga suamiku yang tepat berada di depanku kini kugigit dengan kedua bibirku. Tanganku yang satunya ku gunakan untuk mengusap bidang dada mas Farhan lalu menggelitik putingnya.

Muka mas Farhan yang keenakan membuatku semakin ingin memuaskannya. Ku pindahkan posisiku kedepannya lalu turun dari rangkangku. dengan berjongkok kini wajahku yang ayu ini sudah tepat berada di depan penisnya.

"Umi mau apa??" Tanya suamiku

"Umi mau nyepong ini" jawabku kembali memegang penis suamiku.

Saat semakin mendekatkannya ke bibirku, seketika aku mengingat penis lain yang pernah ku lihat dengan jelas. Penis hitam besar yang pernah menodai rahimku dengan kejantanannya. Penis perkasa milik pria kurus bernama Parjo.

"Mas Parjo gimana keadaannya yah?" Batinku penasaran.

Sungguh aneh sekali diriku ini, disaat aku akan memberikan servis ke suamiku ntah mengapa aku memikirkan lelaki lain yang kudengar dia masih mendekam didalam sel tahanan.

"Stop nisaaa! Ngapain mikirin dia sih!. Ini didepanmu ada kontol halal milik pasangan halalmu!. Fokus ke suamimu. Jgn ingat yang lain-lain!" Batinku terus berusaha melupakan penis lain ygoernah hinggap.

Penis mas Farhan yang sudah mengacung didepanku itu ku pegang, ku dekatkan sampai bisa ku hirup aroma kepala jamur milik suamiku. Sengaja ku senggolkan ke ujung hidungku yang mancung ini lalu dengan lidahku, ku sentil lubang kencingnya.

"Umii nakal ih.. ujung penisnya abii di colek colek gitu hehe uhhh" erang mas Farhan kegelian

"Biarin.. wekkk!" Jawabku terus menjilati lubang kencingnya itu

Tak lama berselang, aku memasukkan penis mas Farhan ke mulutku. Kulirik ke atas, kulihat suamiku masih tak percaya istrinya melakukan hal yang dari dahulu ia minta tapi tidak pernah kulakukan.

"Uuhhhh enaknya umii...." Desisnya

Didalam mulutku, kusedot pelan penisnya yang tidak terlalu besar ini. Didalam, lidahku jg ikut bergerak menggelitiki lubang kencingnya.

Semakin aku terlarut dalam birahi, semakin terbuka juga kesadaranku. Bahwa penis milik suamiku ukurannya lebih kecil dari penis lain yang pernah hinggap di vaginaku. Malah penis milik mas Farhan bisa seutuhnya masuk ke mulutku tanpa membuatku tersedak.

"Sudah lah. Ukuran bukan segalanya." Batinku mengelak

Terus kukulum penis suamiku sambil membuang jauh pikiran-pikiran kotorku. Harus ku penuhi kewajiban ku sebagai istrinya mas Farhan, aku tak boleh mengecewakannya lagi. Hanya suamiku ini, hanya mahromku ini yang boleh menikmati tubuh indahku.



Kulepas penisnya dari mulutku. Penis suamiku tampak sangat basah akibat liurku yang membuatnya mengkilap dibawah cahaya lampu neon kamar kami.

"Ehmm.. Abi.. baring sini. Kali ini umi yang akan memuasi suamiku" ucapku dengan genitnya. Mataku memandang sayu ke suamiku sambil meremasi kedua payudaraku sendiri.

Mas Farhan lalu menidurkan dirinya di ranjang. Dengan antusias matanya mengikuti gerakanku yang saat ini sedang naik ke atas ranjang. Aku kemudian berdiri di atas suamiku, lalu dengan perlahan berjongkok tepat di atas penisnya mas Farhan yang sedang ku pegang. Perlahan semakin kuturunkan pinggulku menuju penisnya yang sudah siap memasuki tempatnya bersarang.

Disaat kepala jamurnya menyentuh bibir vaginaku, darahku kembali berdesir. Terasa sengatan kecil menjalari tubuhku yang membuat birahiku meninggi.

"Kontolnya umi masukin ke rumahnya ya abii" tanya ku meminta izin ke suamiku.

"Silahkan. Jangan lupa ucap salam dulu umi sebelum masuk" kata suamiku sambil menaruh kedua tangannya kebelakang kepala agar posisi kepalanya sedikit meninggi.

"Tok tok tok...Assalamualaikum.. hmppphhhh" desisku sendiri ketika penis suamiku ku tepuk-tepuk pelan di area vaginaku, lalu perlahan kuturunkan lagi pinggulku sehingga penisnya kini mulai masuk kedalam rumah tinggalnya.

Wajah mas Farhan kulihat tersenyum sebelum matanya memejam sambil mendesah ketika merasakan penisnya mulai di caplok oleh sempitnya lubang vaginaku.

"Alhamdulillah.. masih enak. Penis suamiku masih terasa nikmat di memekku" batinku lega

"Uhhhhh"

Kutahan posisiku agar penis suamiku berdiam sejenak didalam. Lalu terdengar desahan suamiku menikmati pijatan hangat dari dinding rahimku.

Setelahnya aku mulai menaik turunkan pinggulku, tanganku menumpu ke bidang dada mas Farhan menopang tubuhku yang sedang mengulek penisnya.

Tangan mas Farhan yang sedang menganggur ia angkat berusaha menggapai bulatan indah di dadaku, meremasinya pelan. Putingku sepertinya telah mengeras sehingga dapat dengan mudah di pelintir oleh jarinya. Bagai sedang memainkan stik Playstation, kedua jempolnya berputar-putar memainkan pentil kecoklatan milikku ini.

"Enak miih.. Tetek umi jg makin ranum. Goyangan umi enak banget. bikin Abi aahhh " desah suamiku semakin bernafsu

Tak menunggu suamiku menyelesaikan perkataannya, kupercepat goyanganku yang membuatnya tiba-tiba mendongak keatas tidak tahan atas nikmat yang kuberikan. Tangannya sudah ia turunkan mencengkram erat sprei tempat tidur kami.

"Sshhh.. abii.. nikmati goyangan umi yahhh.. mulai sekarang umi akan sering bikin Abi di mabuk kepayang." Ucapku pelan dengan pandangan genit

Aku semakin bernafsu. Ketampanan wajahnya turut menjadi pemicu naiknya birahiku ini. Semakin kulihat suamiku semakin tampan, badannya juga bersih terawat, walau penisnya tidak sebesar penis pak kifli atau mas Parjo atau milik pria tua yang pernah membuatku belingsatan di taman.

Tunggu.. kenapa aku kembali mengingat para lelaki kotor itu?. Kembali kupandang mas Farhan yang sedang mengerang keenakan, ku pandang ke arah wajah yang seharusnya menjadi satu-satunya lelaki yang berhak atas tubuhku. Ku coba melupakan batang haram para lelaki yang pernah memberikanku nikmat dunia dengan keperkasaannya.

"Aahhh iyaa miih. Enakk. Nikmat sekali goyangan istriku ini ahhh" desahnya merem melek menerima ulekan vaginaku

Beberapa saat kemudian aku pun semakin menikmatinya. Desahan semakin keluar nyaring dari mulutku, rambutku yang tadi kuikat kebelakang kini sedikit terurai menjuntai kedepan menutupi leher hingga jatuh di bidang dada suamiku. Payudaraku ikut gondal gandul mengikuti irama goyanganku yang semakin mengencang. Posisi seperti ini membuat seolah diriku lah yang sedang mengagahi suamiku.

*Splokk splokkkk*

Seperti alunan musik, benturan antara kedua selangkangan kami menghasilkan bunyi merdu yang enak di dengar. Meski penisnya tak begitu besar, malah sepertinya yang paling kecil diantara mereka yang pernah memakaiku, aku terus meresapi nikmat persetubuhan halal ini.

Vaginaku semakin basah, terbukti dari mudahnya penis mas Farhan keluar masuk dari dalamnya. Karena penasaran, ku intip kearah selangkanganku, tampak penisnya yang basah terlumurin cairan cintaku hilang timbul dilahap oleh vaginaku. Jadi inilah pemandangan yang diliat lelaki ketika menyetubuhiku?



Setelah puas melihatinya, ku jatuhkan badanku sehingga payudaraku kini menempel terhimpit di dada mas Farhan. Langsung ku cium mesra bibir milik suamiku sembari terus menggempur penisnya dengan sempitnya vaginaku.

"Aahhhhh abii.. kontolnya Abi makin enak ajaa ahhhh" desahku sambil menatap binal ke suamiku

Rupanya mas Farhan seperti menahan sesuatu. Matanya memejam tapi seperti berusaha menahan sesuatu. Sesaat aku mencari tau alasannya sampai ia membuka mulutnya bersuara

"Mihhh.. Abi mau keluar"

"Sshhh Jangan dulu abii.. umi juga bentar lagi ehmmpp" balasku terus menggenjot suamiku yang sepertinya sudah diambang batasnya.

Aku yang sedang didera kenikmatan juga terus dan terus memompa vaginaku mencaplok seluruh penis suamiku, percaya suamiku akan tahan sampai kami berdua secara bersamaan meraih puncak kenikmatan itu. tapi sepertinya yang kulakukan saat ini merupakan suatu kesalahan!

Tiba-tiba aku merasakan adanya cairan lengket mengisi rahimku. ku tatap mas Farhan yang ternyata sedang mengangkat kepalanya ke atas, erangan keluar dari mulutnya. Tubuhnya seperti mengejang seraya rahimku kembali terisi oleh spermanya yang menyembur. Apa benar menyembur? Kenapa aku tidak merasakan semburan itu ketika suamiku ejakulasi? Tidak seperti pria lain, tidak seperti semburan sperma mang Jaka yang begitu terasa, pria terakhir yang menyetubuhiku sebelum malam ini.

"Arggghh ahhhh.. umii Abi udah keluar.. uhhhh" kata suamiku sambil mendorong penisnya untuk masuk semakin dalam.

"Ahhhh iyaah bi. Sperma Abi terasa banget di rahim umi ehmmmm" jawabku menurunkan badanku memeluknya.

Jelas saja aku tidak mau mas Farhan melihat ekspresi 'kentang' yang saat ini wajahku tunjukkan. Ku selipkan wajahku di lehernya sambil sedikit mendesah di telinganya, agar suamiku berpikir kalau aku pun sedang meraih orgasmeku.

Suasana di kamar ini mendadak hening setelahnya. Hanya ada suara napas tersengal-sengal dari suamiku yang masih mengatur napasnya paska ejakulasinya barusan

"Hahh.. hahhh.. malam ini umi beda banget. Lebih hot. Abi suka sekali hahh" ucap mas Farhan terus mengatur napasnya tatkala Ia mendaratkan sebuah kecupan di pipiku yang berada tepat disebelah wajahnya.

"Umi kayak tadi supaya Abi makin sayang ke umi. Umi tau para suami pasti suka kalo istrinya binal kayak yang umi lakukan tadi" jawabku pelan di telinganya

"Pantesan umi beda banget. Hehe... Perkataan umi juga jadi agak vulgar. Belajar dari mana umi?? Hehe" Tanya suamiku yang sedikit mengagetkanku

"Ra.. ha.. si..aa" jawabku singkat sambil sedikit mengulek penisnya yang masih menancap di vaginaku.

"Uhhh umi nakal. Nih rasain!" Kata suamiku tiba-tiba menampar lembut pantatku yang sedang bergoyang.

"Iihh Abi malah nampar bokong umi. Nanti umi aduin baru tau" balasku dengan sedikit manja.

"Aduin aja. Aduin ke siapa coba? Ih sayangku ku ini gemesin banget deh" kata suamiku memeluk erat tubuhku yang masih menindihnya.

Seketika sebelku hilang. Rasa cintaku ke mas farhan mengalahkan rasa sebel yang tadi begitu bergejolak karena ia gagal membuatku orgasme. Pelukannya terasa begitu hangat, terasa begitu nyaman.

Di bawah tepat di selangkangan, penisnya yang terus mengecil setelah menuntaskan hajatnya, seperti tanpa disuruh perlahan keluar sendiri dari vaginaku. Diikuti dengan lelehan spermanya yang merembes keluar membasahi bulu kemaluan mas Farhan yang lebat.

"Sekali lagi makasih ya umi. Udah bikin Abi sepuas ini. Abi sayang sama umi" kata suamiku dengan lembut.

"Iya Abi ku sayang. Inget ya Abi, Abi udah ada umi. Ga boleh lirik wanita lain lagi. Kalo Abi punya keinginan atau fantasi, Abi bilang langsung ke umi. Jangan dipendem, biar umi tau harus gimana gitu" jawabku sambil sedikit ngomel.

"Siap bos.. laksanakan! Hehe" Kata suamiku mesra



"Selama ini umi selalu berpakaian tertutup, walaupun itu dirumah. Jadi tadi Abi sengaja beliin umi lingeri supaya tampil beda aja gitu. Ternyata diluar ekspektasi Abi, umi yang cuma make lingerie gini, cantiknya nambah berkali-kali lipat deh. nanti sering Abi beliin yang seksi2 gitu ya supaya umi pake kalo di rumah" ucapnya melanjutkan perkataannya.

"Makanya kalo Abi pengen umi gimana gimana itu ngomong. Biar umi tau. Kan umi sebagai istri pengen nyenengin suaminya loh bi hihi" jawabku manja

Senang sekali rasanya malam ini, suamiku yang biasanya selalu monoton ternyata menyimpan hasrat terpendam kepada istri cantiknya ini. Memang dari dulu semenjak menikah, tidak ada hal yang istimewa dalam hubungan ranjang kami. Hanya melakukannya lalu sudah, selesai sampai situ hingga kami tertidur.

Namun kali ini berbeda.meski ia gagal memuaskanku, Mas Farhan sudah berani mengatakan keinginannya agar aku tampil lebih hot dirumah. Tentu aku akan menuruti kemauan suamiku, selagi bisa apapun itu akan aku turuti. Hanya saja aku yang belum berani menyampaikan keinginanku, keinginan agar mas Farhan bisa lebih kuat dan tahan lama. Agar bisa memenuhi birahiku yang terkadang naik sampai lupa tempatnya berpijak, Lupa kalau saat ini diriku adalah seorang akhwat yang sudah bersuami.

Tidak lama kemudian mas Farhan yang memelukku dari belakang tertidur dengan pulasnya. Hembusan napasnya begitu terasa di tengkuk leherku sementara tanganku di genggam erat olehnya. Sesekali aku mendengar suamiku mengigau, "Abi sayang banget ke umi".

"Umi juga kok bii. Hehe" jawabku pelan sambil tersenyum lebar.



Bersambung...


Related Posts